UTS Paleontologi Kelompok 11 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

No 1 2 3 4 5 6 7 8



Nama Farhan Wali Bachtier Fatona Nur Hana Widiawati Hasna Farras Abiyya Lutfiyah Rizqi Fajriana Maria Natalina L. G Mayang Sitha Muawana Muhammad Haris Aditya D



NIM 17/414103/BI/09913 17/414104/BI/09914 17/414106/BI/09916 17/414109/BI/09919 17/414111/BI/09921 17/414113/BI/09923 17/414114/BI/09924 17/414115/BI/09925



UTS Paleontologi Fakultas Biologi 1. Jelaskan bagaimana kehidupan yang muncul pada Archean dan Proterozoikum, bagaimana korelasinya terhadap penambahan oksigen bebas di udara? 2. Mengapa fosil hominid lebih sulit dijumpai daripada fosil foraminifera? 3. Virus dan bakteri merajai dunia selama lebih dari 2 milyar tahun, bagaimana dengan kemunculan covid 19 yang menyebar dengan cepat saat ini (lihat secara umum saja, bagaimana kita belajar the present and the past are the keys for the future) Jawaban : 1.



Archean dan Proterozoikum merupakan kurun waktu geologi awal pada masa pembentukan kerak bumi. Kedua periode ini tergabung dalam skala yang disebut PreKambrium, yang dimulai sekitar 4500 juta tahun yang lalu. Masa archean terjadi lebih awal dari pada masa proterozoikum, yaitu dengan rentang waktu 4,5 hingga 2,5 milyar tahun yang lalu. Pada masa archean terjadi proses pembentukan awal kerak bumi dan merupakan masa awal terbentuknya indrofer dan atmosfer. Pada zaman ini, kehidupan primitive berupa mikroorganisme seperti bakteri dan algae mulai muncul. Adanya kehidupan mikroorganisme tersebut ditandai dengan adanya fosil Stromatolites dan Cyanobacteria yang berumur sekitar 3.500.000.000 tahun (Noor, 2012). Archean terbagi menjadi empat periode yaitu Eoarchean, Paleoarchean, Mesoarchean, dan Neoarchean. Pada periode Eorchean, Vaalbara (superbenua pertama) muncul sekitar 3,6 miliar tahun yang lalu. Pada masa ini juga ditemukan fosil protobionts dengan ciri-ciri sudah memiliki sitem reproduksi dan metabolism sederhana, peka terhadap rangsang, dan memiliki kandungan kimia internal yang berbeda dari lingkungan di sekitarnya. pada 3,6 hingga 3,2 miliar tahun yang lalu muncul periode Paleoarchen dan



selanjutnya muncul periode Mesoarchean. Pada periode tersebut, ditemukan fosil stromatolites. Kemudian pada masa Neoarchen (2,8-2,5 miliar tahun yang lalu) mulai ditemukan organisme autotroph, yaitu organisme yang dapat melakukan fotosintesis (Hariyadi, 2013). Organisme tersebut kemudian berkembang hingga masa Proterozoikum sehingga oksigen mulai terbentuk pada masa tersebut.



Gambar 1. Periode Precambrian (Archean dan Proterozoikum) Adapun masa proterozoikum merupakan kurun waktu geologi yang terjadi setelah arkeozoikum, dengan rentang waktu 2,5 milyar tahun lalu hingga 290 juta tahun lalu. Pada kurun waktu tersebut, hidrosfir dan atmosfir mulai terbentuk. Secara geologis, Proterozoikum



terbagi



menjadi



tiga



periode



yaitu



Paleoproterozoikum,



Mezoproterozoikum, dan Neoproterozoikum. Pada masa Paleoproterozoikum (2,5-1,6 miliar tahun yang lalu) mulai terjadi evolusi cyanobacteria menjadi jenis bakteri yang mampu melakukan proses fotosintesis sehingga dapat menghasilkan oksigen (Hariyadi, 2013).



Gambar 2. Proses bertambahnya oksigen pada masa Archean dan Proterozoikum (Biointeractive. 2012) Pada awalnya oksigen yang ada dibumi terikat oleh mineral- mineral batuan seperti kapur, besi, dan lain sebagainya. Munculnya hidrosfer pada zaman proterozoikum menyebabkan mineral – mineral seperti besi mengalami oksidasi, sehingga oksigen mulai terakumulasi di atmosfer.Namun demikian, pada masa proterozoikum oksigen masih bersifat racun bagi beberapa makhluk hidup di bumi. Hanya makhluk hidup tertentu yang dapat memanfaatkan oksigen pada masa tersebut. Karbon dioksida (CO2) yang ada di bumi menjadi bahan utama bagi organisme autotrof tersebut untuk melakukan fotosintesis. Seiring berjalannya waktu, akhirnya oksigen semakin banyak dan terakumulasi dan tersebar secara menyeluruh ke seluruh bumi. Oksigen yang terpapar sinar UV dari matahari membentuk lapisan ozon, adanya lapisan ozon memungkinkan organisme untuk tetap bertahan hidup di bumi, karena dapat terlindung dari bahaya sinar UV (Altermann and Kasmierczak, 2003) Bentuk kehidupan lain yang muncul pada masa proterozoikum adalah organisme bersel banyak, yaitu prokariot serta oganisme yang lebih kompleks yaitu invertebrate bertulang lunak (cacing dan ubur-ubur), dan koral mulai muncul sebagai bukti fosil pertama (Noor, 2012).



2. Prosimia merupakan bentuk paling tua sebagai pendahulu kera dan monyet yang



sepenuhnya hidup diatas pohon. Pertama ditemukan adalah Aegyptipithecus dan Proplippithecus yang ditemukan di Mesir. Primata ini hidup sekitar 31 juta tahun yang lalu. Pada kala miosen (40 juta tahun yang lalu), ditemukan Ramapithecus dan masih belum diketahui primata ini masih sepenuhnya diatas pohon atau tidak. Secara observasi, Ramapithecus merupakan makhluk berjalan tegak, dan merupakan hominid paling awal sebelum Australopithecus. Kemudian sekitar 6 juta tahun yang lalu, ditemukan Australopithecus di Afrika dan merupakan makhluk yang bersifat vegetarian dan terdapat pula yang pemakan daging (Diansyah et al., 2019). Pada tahun 1959 ditemukan manusia purba pertama berupa Homo Habilis karena memiliki perbedaan kapasitas tengkorak dan ditemukannnya himpunan alat batu. Fosil ini diindikasikan hidup berdampingan dengan Australopithecus. Homo Hibilis ini, merupakan hominid pemakan segala. Secara garis keturunan, Homo Hibilis ini merupakan keturunan langsung Australopithecus Africanus yang merupakan nenek moyang dari spesies Homo erectus. Homo erectus merupakan hominid yang sudah berjalan tegak dan menduduki posisi penting dalam evolusi manusia modern (Homo Sapien). Homo erectus dapat ditemukan di Afrika Timur terutama di Ethiopia dan Tanzania, Asia, dan Eropa. Hal tersebut secara langsung dapat memberikan informasi homo erectus memiliki kemampuan berimigrasi di bebagai tempat (Diansyah et al., 2019).



Gambar 3. Fosil gigi dari Situs Liangan, Temanggung (Noerwidi, 2016)



Foraminifera dibedakan menjadi dua jenis berasarkan habitatnya, yauitu formanifera plantonik dan foraminifera bentik. Foraminifera plantonik merupakan foraminifera yang hidupnya mengapung di permukaan laut. Semasa hidupnya, foraminifera plantonik memiliki distribusi dan persebaran yang luas dilautan. Selain itu, foraminifera plantonik tidak resisten terhadap perubahan lingkungan. Ketika terjadi perubahan lingkungan yang ekstrim, foraminifera plantonik akan terekan didalam sedimen. Foraminifera bentik merupakan foraminifera yang hidupnya di dasar laut. Foraminifera bentik dapat hidup sessile (menambat) atau vagile (merambat) (Yudha et al., 2020).



Gambar 4. Empat fosil Foraminifera yang ditrmukan di Kecamatan Kota Barat, Gorontalo (Permana dan Eraku, 2020) Fosil Hominid susah dijumpai daripada fosil foraminifera karena fosil hominid memiliki persebaran yang kurang luas dibandingkan dengan persebaran fosil foraminifera. Fosil foraminifera hidup di permukaan laut dan dasar laut sehingga lebih mudah dijumpai daripada fosil hominid yang berukuran lebih besar serta dengan jumlah sedikit disuatu l okasi. Keberadaan foraminifera di laut memudahkan untuk terjadinya pengawetan karena banyak mineral-mineral dan memiliki stabilitas lingkungan. Penemuan fosil hominid sebagian besar berupa fragmen-fragmen seperti gigi, tulang, tengkorak dan lain



sebagainya sehingga dalam mengidentifikasi memerlukan waktu yang cukup lama serta menyusun menjadi satu kesatuan utuh memerlukan waktu yang lama pula. Sedangkan fosil foraminifera berupa mikrofosil dan mudah untuk dibedakan serta memiliki persebaran yang luas di perairan dan beberapa masih ada yang hidup atau exis sampai sek arang. Dari sejarah penemuannya, fosil hominid memiliki perbedaan setiap masa geologis. Terjadinya pemfosilan hominid juga sangat jarang terjadi, karena hanya dengan kondisi alam seperti gunung meletus datau sebagainya, yang membuat langsung mengala mi pemfosilan. 3. Virus dan bakteri telah lama berada di dunia selama lebih dari 2 milyar tahun. Virus



menginfeksi hampir seluruh makhluk hidup dari bakteri, fungi, hewan hingga tumbuhan. Kemunculan virus corona saat ini sebenarnya telah ditemukan pada masa lampau semenjak tahun 1960 (Aylward et al., 2020). Virus ini menyebar dari satu orang ke orang lain (human to human transmission) (Parry, 2020). Kemampuan dispersal suatu organisme salah satunya virus menurut teori biogeografi seharusnya terbatas pada suatu faktor pembatas tertentu. Pada setiap negara memiliki karakteristik yang berbeda seperti suhu yang dapat menjadikan faktor pembatas penyebaran virus ini. Akan tetapi, virus Corona merupakan makhluk yang sangat tidak stabil. Materi genetik virus mudah bermutasi agar dapat melakukan replikasi diri sehingga cepat beradaptasi pada kondisi lingkungan apapun. Virus ini masih berpotensi menularkan ketika mereka bersifat aerosol atau tersebar di udara setidaknya tiga jam serta dapat melalui transmisi benda-benda mati. Masalah selanjutnya ada deteksi penderita Covid-19 sangatlah sulit dan lama sehingga pergerakan manusia untuk menghambat virus ini akan kalah cepat dengan penyebaran virus. Hal lainnya yaitu kebijakan negara berkaitan dengan unsur politik yg klise seperti orang-orang menganggap remeh betapa cepatnya virus ini menyebar melalui media apapun yang berpeluang. Virus telah hidup lama melalui berbagai mekanisme mutasi genetik sehingga berkembang menghasilkan tipe baru. Keberadaan virus berperan dalam proses evolusi makhluk hidup. Virus berperan sebagai genetik molekuler parasit yang berpengaruh terhadap evolusi inangnya. Virus dapat mempengaruhi keanekaragaman spesies dan berkontribusi terhadap tekanan seleksi melalui perubahan dalam ekspresi dan pengembangan gen (van Blerkom 2003).



Konsep Uniformitarians yang mengatakan bahwa the present and the past are the keys for the future juga berlaku untuk peristiwa kemunculan Covid-19 pada masa sekarang. Covid-19 disebabkan oleh virus Corona. Seperti yang kita ketahui bahwasannya, wabah SARS dan MERS-CoV yang pernah terjadi di masa lampau juga berasal dari jenis coronavirus. Virus corona penyebab penyakit SARS pertama ditemukan pada November 2002 di Provinsi Guandong, China selatan dan menyebar ke 37 negara menyebabkan outbreak pada tahun 2003. Selain itu, virus corona penyebab Middle East respiratory Syndrome coronavirus (MERS-Cov) menyebabkan outbreak pada tahun 2012 dan menjangkit 27 negara. Kemudian pada akhir Desember 2019 muncul virus corona baru yang awalnya disebut SARS-CoV2 dan disepakati bersama WHO bernama Covid19 (coronavirus disease 19). Menurut laman kawalcovid.id (2020) Covid19 pertama kali teridentifikasi di Kota Wuhan ibu kota provinsi Hubei di Cina yaitu pada tanggal 26 Desember 2019 dan kasusnya terus bertambah banyak hingga menyebar ke banyak Negara. Bukti molekular menunjukkan bahwa virus tersebut berasal dari kelelawar yang berpindah ke civet (kucing liar di Tiongkok) kemudian ke manusia menyerang reseptor ACE2 (Angiostensin Converting Enzyme). Kehadiran virus SARSCoV-19 ini telah diprediksi akan muncul menyebabkan wabah. Hal ini karena coronavirus memiliki materi genetik yang dapat menyesuaikan kondisi host daripada jenis virus lain yang mempercepat proses transimisi (Cheng et al. 2007). Adanya kasus outbreak SARS dan MERS-CoV pada masa lampau dan outbreak COVID-19 pada masa sekarang dapat menjadi kunci jikalau adanya kemungkinan outbreak virus corona di masa mendatang yang dapat menyebabkan penyakit. Hal ini sesuai dengan konsep uniformitarianisme yang menjelaskan bahwa proses yang terjadi pada masa geologis yang lalu akan sama teramati dengan masa kini. Menurut James Hutton sebagai seorang ilmuwan geologi modern menyatakan suatu konsep bahwa the present and the past are the key for the future. Seperti dengan pandemi virus corona yang terjadi saat ini dan saat dulu. Dengan konsep ini seharusnya kita bisa memprediksi dan menyiapkan langkah yang tepat dalam menghadapi suatu kejadian kedepannya jika terulang kembali kejadiannya dengan karakteristik serupa.



Gambar 5. Sejarah perkembangan pandemik virus di dunia



DAFTAR PUSTAKA Altermann, W., and J. Kazmierczak. 2003. Archean Microfossils:A Reappraisal of Ealy Life on Aylward, Bruce (WHO); Liang, Wannian (PRC). 2020. “Report of the WHO-China Joint Mission on Coronavirus Disease 2019 (COVID-19).” The WHO-China Joint Mission on Coronavirus Disease 2019 2019 (February): 16–24. https://www.who.int/docs/defaultsource/coronaviruse/who-china-joint-mission-on-covid-19-final-report.pdf. Biointeractive. 2012. Geological History of Oxygen. Diakses 2 April 2020. Diakes melalui : http://media.hhmi.org/biointeractive/click/oxygen/ Cheng, V. C. C., S. K. P. Lau, P. C. Y. Woo, and K. Y. Yuen. 2007. Severe acute respiratory syndrome coronavirus as an agent of emerging and reemerging infection. Clinical Microbiology Reviews. 20 (4) : 666, 683. Diansyah, A., Tanjung F., dan Nasution, A. H.2019. Prasejarah Indonesia. Yayasan Indonesia:Jakarta. p 28-30 Earth. Research in Microbiology. 154:611-617 Gou, Y., Q, Cao. Z, Hong. Y, Tan. S, Chen. H, Jin. K, Tan. D, Wang. Y, Yan. 2020. The origin, transmission and clinical therapies on coronavirus disease 2019 (COVID-19) outbreak – an update on the status. Military Medical Research 7 (11) : 1-10 Hariyadi, R. 2013. Jejak Kehidupan di Planet Lain. Jakarta : ReneBook. pp. 122-125. Kawalcovid.id. 2020. Kawal Informasi Seputar COVID-19 Secara Cepat dan Akurat. Diakses 29 Maret 2020. Diakses melalui https://kawalcovid19.id/ Noerwidi, S. 2016. Aspek Biokultural Sisa Rangka Manusia dari Situs Liangan, Temanggung, Ja wa Tengah. Berkala Arkeologi. 36 (1) : 83-98 Noor, D. 2012. Pengantar Geologi. Yogyakarta : Deepublish. pp. 10, 511. Parry, Jane. 2020. “China Coronavirus: Cases Surge as Official Admits Human to Human Transmission.” BMJ (Clinical Research Ed.) 368 (January): m236. doi:10.1136/bmj.m236. Pernama, A.P dan S.S. Eraku. 2020. Analisis Kedalaman Laut Purba Batugamping, Gorontalo B erdasarkan Kandungan Fosil Foraminifera Bentonik. Bioeksperimen. 6(1) : 17-23 Song, Z., Y, Xu. L, Bao. L, Zhang. P, Yu. Y, Qu. H, Zhu. W, Zhao. Y, Han. C, Qin. 2019. From SARS to MERS, Thrusting Coronaviruses into the Spotlight. Viruses review 11 (59) : 1 – 28. Van Blerkom, L. M. 2003. Role of viruses in human evolution. American Journal of Physical Antrhopology. 122 (37) : 14 Yudha, D. S., Novian, M. I., Prasetyo, A. D. dan Narulita R. Keanekaragaman Fosil Anggota Ordo Foraminifera Pada Formasi Pucangan di Desa Bukuran dan Krikilan, Kecamatan Kalijambe, Area Situs Manusia Purba Sangiran. Berkala Ilmiah Biologi 12(2):26-33