Wulan Suci Rohmah - tt2 Pdgk4505 [PDF]

  • Author / Uploaded
  • wulan
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS TUTORIAL 2 PEMBARUAN DALAM PEMBELAJARAN PDGK4505



OLEH NAMA



: WULAN SUCI ROHMAH



NIM



: 858674509



UNIVERSITAS TERBUKA PROGRAM STUDI S1 PGSD FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (FKIP) APRIL 2022.1



TUGAS TUTORIAL II



Program Studi Kode Mata Kuliah Nama Mata Kuliah Dosen pengampu Nama Mahasiswa NIM



: PGSD : PDGK4505 : Pembaharuan dalam Pembelajaran di SD : I Ketut Ngurah Ardiawan, M.Pd. : WULAN SUCI ROHMAH : 858674509



JAWABAN 1. Empat prinsip konstruktivistik social, sebagai berikut: Berbeda dengan konstruktivistik kognitif dimana anak cenderung lebih bebas mengkonstruk sendiri pengetahuannya dan peran guru hanya sebatas kabur tidak. Sebaliknya, konstruktivistik sosial yang dipelopori Vygotsky mengedepankan pengkonstruksian pengetahuan dalam konteks sosial sehingga peran guru menjadi jelas dalam membantu anak mencapai kemandirian serta bertanggung jawab. Menurut Santrock (2008) salah satu asumsi penting dari konstruktivistik sosial adalah situated cognition yaitu ide bahwa pemikiran selalu ditempatkan (disituasikan) dalam konteks sosial dan fisik, bukan dalam pikiran seseorang. Konsep situated cognition menyatakan bahwa pengetahuan dilekatkan dan dihubungkan pada konteks di mana pengetahuan tersebut dikembangkan. Jadi idealnya, situasi pembelajaran diciptakan semirip mungkin dengan situasi dunia nyata. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat empat prinsip konstruktivistik sosial, antara lain : a. Pembelajaran Sosial (social learning); Pendekatan pembelajaran yang dipandang sesuai adalah pembelajaran kooperatif yaitu siswa belajar melalui interaksi bersama dengan orang dewasa atau teman yang lebih cakap. b. Zone of Proximal Development (ZPD); Bahwa siswa akan mempelajari konsep-konsep dengan baik jika berada dalam ZPD. Siswa bekerja dalam ZPD jika siswa tidak dapat memecahkan masalah sendiri, tetapi dapat memecahkan masalah itu setelah mendapat bantuan orang dewasa atau temannya (peer). Bantuan atau support diberikan agar siswa mampu mengerjakan tugas atau soal yang lebih tinggi tingkat kerumitannya daripada tingkat perkembangan kognitif anak. c. Cognitive Apprenticeship Yaitu proses yang digunakan seorang pelajar secara bertahap untuk memperoleh keahlian melalui interaksi dengan ahli, bisa orang dewasa seperti gutu atau teman sebaya yang lebih pandai.



Pengajaran siswa adalah suatu bentuk masa magang/pelatihan. Awalnya, guru memberi contoh kepada siswa kemudian membantu murid mengerjakan tugas tersebut. Guru mendorong siswa untuk melanjutkan tugasnya secara mandiri. d. Pembelajaran Termediasi (Mediated Learning) Vygostky menekankan pada scaffolding yaitu bantuan yang diberikan oleh orang lain kepada anak untuk membantunya mencapai kemandirian. Siswa diberi masalah yang kompleks, sulit, dan realistik, dan diberi bantuan secukupnya dalam memecahkan masalah tersebut. Bantuan yang diberikan dapat berupa petunjuk, peringatan, motivasi, menguraikan masalah ke dalam bentuk lain yang lebih mudah untuk dipahami. Vygotsky mengemukakan tiga kategori pencapaian siswa dalam upayanya memecahkan permasalahan, yaitu: 1) Siswa mencapai keberhasilan dengan baik. 2) Siswa mencapai keberhasilan dengan bantuan. Sumber:



http://finnuriantaanugriyah.blogspot.com/2013/11/konsep-dasar-teori-



konstruktivistik.html diakses pada tanggal 21 Mei 2022 pukul 23.50



2. Siswa gagal meraih keberhasilan. Perbedaan proses enkulturasi (enculturation) dan akulturasi (acculturation) budaya dalam pendidikan anak dan contohnya, sebagai berikut: Perbedaan proses Enkulturasi



Akulturasi



Proses pembudayaan enkulturasi terjadi Proses akulturasi terjadi secara formal secara



informal



dalam



keluarga, melalui pendidikan. Seseorang yang



komunitas budaya suatu suku atau tidak tahu, diberi tahu dan disadarkan komunitas budaya suatu wilayah. Proses akan



keberadaan



suatu



budaya,



pembudayaan enkulturasi dilakukan oleh kemudian orang tersebut mengadopsi orang tua atau orang yang dianggap budaya tersebut. Misalnya, seseorang senior terhadap anak-anak atau terhadap yang pindah ke suatu tempat baru, orang yang dianggap lebih muda. Tata kemudian mempelajari bahasa, budaya, krama, adat istiadat, keterampilan suatu kebiasaan dari masyarakat di tempat baru suku/keluarga



biasanya



diturunkan tersebut, lalu orang itu akan berbahasa dan



berbudaya,



serta



melakukan



kepada generasi berikutnya melalui kebiasaan sebagaimana masyarakat di proses enkulturasi. Contohnya:



tempat itu. Contohnya:



1. Jika Adi duduk tidak sopan di rumah



1. Proses Akulturasi dalam proses



maka Bapak atau Ibu akan menegur



pendidikan



di



sekolah



(bergaul



Adi sehingga ketika bertamu ke



dengan sesama, berdiskusi, sopan



rumah orang lain, Adi sudah dapat



santun, tata tertib sekolah, dan lain-



duduk dengan sopan.



lain).



2. Ami selalu diajarkan untuk memberi salam ketika pulang ke rumah. Ami dan temannya selalu memberi salam pada Bapak/Ibu Guru ketika tiba di sekolah. Sumber : BMP MODUL 4 KB 1 hlm. 4.8 – 4.9



3. Pembelajaran Science, Environment, Technology and Society (SETS) merupakan pembelajaran terpadu yang diharapkan mampu membelajarkan siswa untuk memiliki kemampuan memandang sesuatu secara terintegratif dengan memperhatikan keempat unsur, yaitu sains (science), lingkungan (environment), teknologi (technology), dan masyarakat (society), dan agar siswa memiliki kemampuan untuk memanfaatkan pengetahuan SETS yang dipelajarinya secara utuh dalam masyarakat. Integrasi konsep “masyarakat” (dan segala unsurnya) sebagai konteks pembelajaran SETS, menjadikan pembelajaran SETS merupakan salah satu contoh dari pembelajaran berbasis budaya. Pembelajaran SETS yang sangat bertumpu pada pembelajaran sains, memiliki beberapa karakteristik, yaitu: a. Siswa dibawa ke dalam situasi untuk pemanfaatan konsep sains yang berbentuk



teknologi untuk kepentingan masyarakat. b. Siswa diminta untuk berpikir tentang berbagai kemungkinan akibat yang terjadi



dalam proses pengalihan (transfer) sains ke dalam bentuk teknologi. c. Siswa diminta untuk menjelaskan keterhubungan antara unsur sains yang dipelajari



dengan unsur-unsur lain dalam SETS yang mempengaruhi berbagai keterkaitan antarunsur tersebut. d. Siswa dibawa untuk mempertimbangkan manfaat atau kerugian dari penggunaan



konsep sains tersebut apabila diubah dalam bentuk teknologi.



e. Dalam konteks konstruktivisme, siswa diajak berbinjang tentang SETS dari



berbagai macam arah, dan dari berbagai macam titik awal tergantung pengetahuan dasar yang dimiliki oleh yang bersangkutan. Sumber: BMP MODUL 4 KB 2 hlm. 4.47 – 4.48



4. Tuntutan paradigma baru dalam program pendidikan terkait dengan demokrasi dan HAM, sebagai berikut. (Gandal dan Finn:1992; Bahmuller:1996; Winataputra, 1998) a. Memberikan perhatian yang cermat dan usaha yang sungguh-sungguh pada pengembangan pengertian tentang the root and branches of democratic ideas, yakni hakikat dan karakteristik aneka ragam demokrasi, bukan hanya yang berkembang di Indonesia. b. Mengembangkan kurikulum atau paket pendidikan yang sengaja dirancang untuk memfasilitasi siswa agar mampu mengeksplorasi “ ...how the ideas of democracy have been translated into institutions and practices around the world and through the ages”, yakni bagaimana cita-cita demokrasi telah diterjemahkan ke dalam kelembagaan dan praktik di berbagai belahan bumi dan dalam berbagai kurun waktu. c. Tersedianya sumber belajar yang memungkinkan siswa mampu mengeksplorasi sejarah demokrasi di negaranya untuk dapat menjawab persoalan apakah kekuatan dan kelemahan demokrasi yang diterapkan di negaranya itu secara jernih. d. Tersedianya sumber belajar yang dapat memfasilitasi siswa untuk memahami penerapan demokrasi di negara lain sehingga mereka memiliki wawasan yang luas tentang ragam ide dan sistem demokrasi dalam berbagai konteks. e. Dikembangkannya kelas sebagai democratic laboratory, lingkungan sekolah/ kampus sebagai micro cosmos of democracy, dan masyarakat luas sebagai open global classroom yang memungkinkan siswa dapat belajar demokrasi dalam situasi berdemokrasi, dan untuk tujuan melatih diri sebagai warga negara yang demokratis atau learning democracy, in democracy, and for democracy. Sumber: MODUL 5 KB 1 hlm. 5.9 – 5.10 5. Model pembelajaran yang “Praktik-Belajar Kewarganegaraan ...Kami Bangsa Indonesia” (PKKBI) yang memiliki karakteristik substantif dan psikopedagogis sebagai berikut:



a. Bergerak dalam konteks substantif dan sosial kultural kebijakan publik sebagai salah satu koridor demokrasi yang berfungsi sebagai wahana interaksi warga negra dengan negara dalam melaksanakan hak, kewajiban, dan tanggung jawabnya sebagai warga negra Indonesia yang cerdas, partisipatif, dan bertanggung jawab, yang secara kurikuler dan pedagogis merupakan misi utama pendidikan kewarganegaraan. b. Menerapkan model portfolio-based learning atau “model belajar yang berbasis pengalaman utuh peserta didik” dan portfolio-assisted assessment atau “penilaian berbantuan hasil belajar utuh peserta didik” yang dirancang dalam desain pembelajaran yang memadukan secara sinergis model-model social problem solving (pemecahan masalah), social inquiry (penelitian sosial), social involvement (pelibatan sosial), cooperative learning (belajar bersama), simulated hearing (simulasi dengar pendapat), deep-dialogue and critical thinking (dialog mendalam dan berpikir kritis), value clatification (klarifikasi nilai), democratic teaching (pembelajaran demokratis)”. Dengan demikian, model ini potensial menghasilkan powerful learning atau belajar yang berbobot dan bermakna yang secara pedagogis bercirikan prinsip meaningful (bermakna), integrative (terpadu), value-based (berbasis nilai), challenging (menantang), activating (mengaktifkan), and joyful (menyenangkan). c. Kerangka operasional pedagogis dasar yang digunakan adalah modifikasi langkah strategi pemecahan masalah dengan langkah-langkah, identifikasi masalah, pemilihan masalah, pengumpulan data, pembuatan portofolio, show case, dan refleksi, sedangkan kemasan portofolionya mencakup panel sajian/file dokumentasi dikemas dengan menggunakan sistematika identifikasi dan pemilihan masalah, alternatif kebijakan, usulan kebijakan, dan rencana tindakan. Sementara itu kegiatan Show case didesain sebagai forum dengar pendapat (simulated public hearing). Sumber: BMP MODUL 5 KB 2 hlm. 5.21 – 5.22