Xpensive Girl: A Novel by [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ve Girl Xpensi Nove By A



l



" Lion X X X "



Xpensive Girl lion XXX



XPENSIVE GIRL



Copyright © Lionxxxx



Hak cipta dilindungi undang-undang Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin dari penulis.



Editor : Lionxxx Layout & Art Cover : Lionxxx



THANKS TO……..



Untuk semua My Lovely Reader di dunia oranye yang mencintai Cho Kyuhyun dan juga Song Aerin.



PROLOG



Rich Boy1 Calling...... "Yes honey. Aku sedang sangat sibuk sekarang. I will calling you later. Bye." Rich Boy2 Calling...... "Baiklah. Terimakasih untuk transferan uangnya baby. I miss you. Klik." Rich Boy3 Calling....... "Ya sayang. Aku juga merindukanmu. Jangan lupa tas louis vuitton terbaru pesananku, okey? Klik." Rich Boy4 Calling...... "Kau bilang apa? Kau membelikanku lamborghini keluaran terbaru? Ohh dear, you suprising me. Can't wait to see you, dear. Klik." Terlihat seorang gadis cantik dengan style glamournya tengah berjalan angkuh memasuki pintu bandara. Hanya dengan sekali lihat saja semua orang akan langsung tau kalau gadis tersebut bukanlah gadis biasa. Atau....orang-orang biasa menyebutnya sosialita kelas atas. "Resiko orang cantik. Kemana pun aku pergi, para pria selalu berjejer rapi di belakangku." Gadis yang tengah di sibukkan dengan ponselnya itu menyeringai melihat tatapan-tatapan memuja yang di layangkan para pria padanya. "Sekarang mari kita lihat apa yang akan pria kaya nomer 5 itu berikan padaku." Gadis cantik itu kembali berkutat dengan ponsel miliknya. Jari-jarinya yang lentik dengan lincah menari-nari di atas layar ponsel keluaran terbaru miliknya yang juga merupakan hasil dari pemberian pria kaya yang ia beri nama 'Rich Boy5'. "Hallo Sweety!" "Who's Swetty? You call me daddy, Sweetheart. Not Sweety." Gadis itu memutar bola matanya jengah mana-kala kalimat protes tersebut keluar dari dalam mulut pria tua namun tetap tampan yang baru saja ditelepon-nya. "Im so sorry dad. Akhir-akhir ini aku terlalu banyak masalah. Karena itu aku em.....sedikit kurang fokus."



"What your problem Sweetheart? Tell me? Daddy selalu punya solusi untuk setiap masalahmu." Seringaian terbit di bibir sang gadis begitu mendengar penawaran yang pria tua kaya nomer lima itu katakan. "Bodoh! Bagaimana bisa mereka semua sebodoh itu oeh? Hanya karena parasku yang cantik dan juga em...tubuhku yang seksi ini, apapun yang aku minta langsung mereka penuhi. Benar-benar pria bodoh yang sangat menguntungkan." Ucapnya dalam hati. "Sweetheart?" "Yes dad?" "Tell me what your problem Sweetheart?" "I need some money dad. I mean....Channel baru saja merilis tas terbarunya. Karena itu....bisakah aku mendapatkan satu?" "Its so simple Sweetheart. Dont worry, kau akan mendapatkan tas itu hari ini juga." "Are you serius? Ohh dad, youre the best. I miss you." "Just miss me?" Lagi. Gadis itu memutar bola matanya jengah mendengar rajukan pria tua namun sungguh sialan sangat kaya tersebut. Jika saja ia tidak membutuhkan uang pria tua itu, ia pasti sudah menendang pria tua itu sejak lama. "Em...i love you dad." Ucapnya malas. "Love you too Sweetheart." "Okeey. I will call you latter dad. Now time to..... Brakkkk! Karena terlalu asik dengan ponsel di telinganya, gadis itu tidak menyadari kalau di depannya berdiri sesosok pria bersetelan resmi yang juga sama-sama tengah disibukkan dengan ponsel di telinganya. Damn! Untuk sesaat gadis cantik itu sempat terpukau melihat paras rupawan dari pria yang baru saja di tabraknya itu. Tapi itu hanya sesaat saja. Karena yang terjadi setelahnya sungguh di luar dugaan. Gadis itu memaki habis-habisan pria yang baru saja membuat ponsel limited



edition pemberian salah satu koleksi pria-pria kaya-nya hancur akibat bertabrakan dengan tubuh keras pemilik paras rupawan tersebut. "What your problem dude? Karenamu ponselku jadi hancur. Apa kau tau berapa harga ponselku ini? Shitt! Kau bahkan tidak akan sanggup membayangkan-nya." Pria bersetelan resmi itu hanya menatap datar gadis cantik yang tengah sibuk mengoceh di depannya. Sama sekali tidak ingin melawan ataupun memaki gadis tersebut. Membuat Dave, selaku orang kepercayaan si bos yang masih belum di ketahui namanya itu mengernyit heran melihat tingkah aneh bos-nya. Pasalnya, ini adalah kali pertama bos-nya itu hanya diam saja saat ada seseorang yang dengan lancang berani berteriak, bahkan merendahkanya. Benar-benar bukan seperti bos-nya yang ia kenal selama ini. Sepertinya sesuatu telah mengalihkan amarah bosnya itu. Tapi apa? Mungkinkah karena paras cantik gadis di hadapannya? Tidak. Tidak. Itu sangat tidak mungkin. Selama ini bosnya itu sudah sangat sering berurusan dengan para gadis-gadis cantik. Bahkan nyaris hampir setiap malam. Aneh rasanya jika bos-nya itu terpesona pada gadis yang baru ditemuinya. Tapi bukan berarti itu mustahil kan? Lalu apa yang sebenarnya membuat bos-nya itu tiba-tiba berubah? Entahlah. Dave bisa sakit kepala jika terus-terusan memikirkan bosnya yang sulit di tebak. "Hey boy! Apa kau mendengarkanku? Ya tuhan! Aku tau aku cantik. Berhenti memberikan tatapan bodohmu. Kau membuatku bosan." "...." "Damn! Hey tuan ada apa dengan temanmu ini? Suruh dia berhenti menatapku dengan tatapan tajamnya. Dia tidak akan bisa menakutiku." Dave mengernyit bingung. Gadis itu baru saja menyebut kata T-E-M-A-N? Ayolah! Apa gadis itu bercanda? Apakah Dave dan bos besarnya terlihat seperti seorang teman? Yang benar saja! "Ya tuhan! Sebenarnya ada apa dengan kalian berdua hah? Apa kalian tidak bisa bicara?" Pria dengan jas abu-abu itu menyeringai. Membuat sang gadis berhenti bernafas selama beberapa saat. Ia terpesona. Untuk pertama kalinya. Bukan sang gadis. Melainkan sang pria.



Ya. Pria itu terpesona pada gadis yang baru pertama kali ditemuinya sepanjang 28 tahun hidupnya. "Dengar, aku tau kau tampan, tapi maaf....kau sama sekali tidak termasuk ke dalam tipe-ku. Melihat pakaian yang melekat pada tubuhmu saja aku sudah bisa langsung tau kalau semua yang kau kenakan itu palsu. Sayang sekali. Padahal kau sangat tampan. Tapi apa boleh buat. Pria miskin tidak termasuk ke dalam kriteria-ku." Pria itu tetap diam. Tubuh seksi gadis cerewet di hadapannya benar-benar membuatnya sedikit.....atau bahkan tidak fokus sama sekali. Bahkan sesuatu dibawah sana berdiri tegak hanya karena melihat tubuh seksi gadis tersebut. Sial! Benar-benar hal yang sangat langka. Biasanya ia perlu melakukan foreplay lebih dulu untuk membuat miliknya mengeras. Tapi lihatlah yang di lakukan gadis ini padanya? Benar-benar gadis yang sangat berbahaya. "Aha! Aku mengerti sekarang. Pantas saja sedari tadi kau hanya diam. Ternyata kau…," Gadis itu mendekatkan tubuhnya kearah sang pria. Membuat tubuh sang pria meremang seketika. "Milikmu berdiri. Kau pasti sedang terangsang bukan? Kenapa? Apa karena tubuhku yang indah ini? Atau....karena parasku yang cantik?" "....." Merasa tetap tidak ada tanggapan, akhirnya gadis itu pun merasa jengah dan memutuskan untuk pergi. Namun.....langkah kakinya mendadak terhenti saat tiba-tiba saja sebuah suara bass berhasil menarik perhatian-nya. "Marcus. Kau pasti pernah mendengar namaku bukan? Di pertemuan kita berikutnya nanti, aku pastikan kau akan menarik semua kata-katamu kembali." Gadis itu tersenyum. Lebih tepatnya menyeringai. Sebuah seringaian yang jika di lihat sekilas mirip seperti seringaian pria berjas abu-abu tadi. "Will see Mr. Marcus." Bak model catwalk gadis itu kembali melangkahkan kakinya menjauh. Membuat bokong seksinya bergoyang kesana-kemari dengan begitu indahnya. "Sial. Cari tau siapa gadis bar-bar itu." "Yes sir."



"Besok pagi aku ingin semua data diri gadis itu sudah harus berada di atas meja kerjaku. Pastikan tidak ada satupun yang terlewat." "Yes sir. Apa ada lagi yang anda inginkan? "Siapkan satu orang gadis. Se-ce-pat-nya." "Yes sir." Pandangan pria itu kembali menatap ke arah gadis cantik tadi yang perlahan-lahan mulai menghilang di tengah keramaian. "Siapa pun kau, aku pastikan kau akan menjadi milikku. Marc tidak pernah gagal membuat para gadis mengerang di bawah tubuhnya. Tunggu dan lihat saja, giliranmu pasti akan segera tiba, nona." Pria itu kembali memakai kaca mata hitamnya. Melangkahkan kakinya keluar bandara dengan di ikuti sepuluh orang berpakaian serba hitam disisi kiri, kanan, dan juga belakangnya.



PART 01



Deru mesin sebuah Helikopter tipe AW139 dengan harga yang mencapai US$ 12 juta atau setara Rp 164,7 miliar terlihat mendarat mulus di sebuah lapangan hijau yang sangat luas dekat perbukitan China. Di susul dengan keluarnya seorang eksekutif muda yang melangkah angkuh melewati jajaran para pria berjas hitam yang berbaris rapi menyambutnya. "Good morning Mr. Marcus. Have a nice day." Pria berkacamata hitam yang tengah disibukkan dengan ponselnya itu hanya melirik sekilas ke arah pria yang baru saja menyapanya. Sama sekali tidak ingin membalas sapaan pria tua berumur sekitar 45 tahun tersebut. Penjilat. Kata itulah yang pertama kali muncul dalam otak cerdas pria yang diketahui bernama Marcus itu setiap kali melihat orang-orang yang bersikap sok akrab dengannya. "Jadwalku?" "Hari ini anda mempunyai jadwal makan siang dengan tuan Ying dari Yunan enterprise, sir." "Batalkan." "Pihak tuan Ying sudah menyiapkan hadiah untuk anda." "Haruskah aku mengulangi kalimatku, Dave?" "No sir. Makan siang anda dengan tuan Ying akan segera saya batalkan." "Good. Kau memang selalu bisa di andalkan." Pria itu menyeringai. Membenarkan letak kaca mata hitamnya dan berlalu memasuki jejeran Audi hitam yang memang di khususkan untuk bos besar tersebut. Sementara dave sendiri memasuki mobil barisan kedua. Di ikuti dengan lima buah mobil di belakangnya. Yang tentu saja kelima mobil tersebut terisi oleh anak buah Marc semua. Jangan heran. Memang seperti itulah kehidupan seorang Marcus. Kemana pun pria itu pergi, akan ada setidaknya 15-20 orang bodyguard yang akan mengawalnya. Marc bukanlah orang sembarangan. Pria dengan titel pengusaha tersukses nomor satu se-amerika itu memiliki banyak musuh yang bisa menyerangnya kapan saja. Tak heran Marc memiliki anak buah dimana-mana.



Hidup dan besar di dunia bisnis yang terkenal hitam, membuatnya memiliki banyak sekali musuh yang ingin menghancurkanya. Selang lima belas menit kemudian, rombongan Audi hitam tersebut berhenti di depan sebuah casino mewah yang di kenal dengan nama The Venetian. The Venetian sendiri merupakan Casino terbesar di dunia yang memiliki luas 546.000 feet2 atau setara dengan 50.752 m2. Casino tersebut terletak di pusat kota Macau, Cina. Dan dimiliki oleh businessman Amerika bernama Marcus Cho. The Venetian memiliki berbagai hiburan dalam jumlah yang luar biasa. seperti contohnya 3000 mesin judi, pusat perbelanjaan, kolam renang, gondola, restoran, bar, dan juga tentunya hotel untuk tempat beristirahat. Banyaknya hiburan di dalam Casino, membuat para pengunjung merasa nyaman dan betah berlama-lama untuk tetap bermain ataupun sekedar jalan-jalan. Tenang saja karena walaupun kau bukan seseorang yang gemar berjudi, kau masih tetap bisa menikmati aneka macam hiburan yang disediakan oleh The Venetian. Seperti halnya 3000 Gaming Machine, Table and Poker Games, 870 Restaurants and Bar, dan juga 3000 Hotel room. The Venetian merupakan hasil percontohan bangunan yang ada di Kota Venesia, Italia. Mendatangkan langit dan sungai tiruan seperti yang ada di Venesia. Di dalamnya kita akan menemukan restoran, hotel, mall dan tentunya Casino serta wahana hiburan lainnya. Berada di dalam Venetian waktu akan susah ditebak, apalagi jika lama di dalamnya seakan tak mengenal siang dan malam. Langit buatan-nya pun sangat ahli mengelabui mata, seakan-akan hari terlihat seperti masih siang. Padahal sebenarnya sudah malam. Hanya jarum jam-lah yang dapat menunjukkan waktu yang sebenarnya. Orang-orang kerap dibuat lalai saat berada di dalamnya. Apalagi bagi mereka yang memiliki taruhan. Mereka seperti tidak ingin keluar sebelum meraih kemenangan yang mereka inginkan. "Good morning Mr. Marcus. Have a nice day." Lagi. Marc tak mengindahkan sapaan para penjilat yang berusaha sok akrab dengannya. Pria itu melangkah acuh melewati jejeran orang-orang yang terus menyambutnya. Tujuannya saat ini hanyalah satu. Sweet room VVIP miliknya. Marc benar-benar merasa sangat lelah dan ingin segera mengistirahatkan tubuhnya jika saja sebuah suara tidak menganggu indera pendengaran-nya. Dan membuatnya seketika berubah pikiran.



Ganjil! Genap! "Aisshh aku bilang ganjil dad." "Okey. Anything for you Sweetheart." Langkah Dave ikut terhenti melihat boss besarnya yang mendadak menghentikan langkah kakinya yang sebelumnya bisa dibilang begitu sangat terburu-buru. Pria keturunan Amerika-Rusia itu mengernyit mengikuti arah pandang Marc. Namun sedetik kemudian senyum tipis terbit di bibir Dave begitu melihat sesosok gadis yang entah sejak kapan telah berhasil menarik perhatian bos besar-nya. "Carl." Marc menoleh cepat mendengar satu nama asing yang keluar dari dalam mulut Dave. "Carl?" "Scarlet. Biasa di panggil Carl. Dia gadis yang sama dengan yang membuat onar dengan anda sewaktu di bandara." Tatapan Marc menajam. Membuat Dave harus ekstra waspada dengan kemungkinan terburuk yang akan menimpanya. "Kau tau apa kesalahanmu Dave?" "Yes sir." "Sial. Bagaimana bisa kau tidak memberitauku tentang ini hah?" "Saya sudah pernah mencoba memberitau anda, tapi waktu itu...anda terlalu sibuk dengan em...para wanita-wanita anda." "Shitt. Cepat tunjukkan hasil laporanmu sekarang juga." Dave membuka Macbook di tanganya dan menyerahkan-nya pada Marc secepat yang ia bisa. Ia benar-benar tidak ingin membuat bos-nya itu semakin bertambah marah. "Semua data diri gadis itu ada di dalam file ini sir." Marc tidak menghiraukan ucapan Dave. Mata tajam pria itu sibuk menjelajahi kata demi kata yang menunjukkan data diri seorang gadis yang bernama Scarlet. Name: Scarlet Song.



Song? Jadi dia orang korea. Born: California, 08 agustus 1999. Job: XG. XG? Kening pria itu mengernyit melihat sebuah kalimat asing yang dirasa sangat mengganggu pikiran-nya. "Apa maksud dari kata XG ini?" "Xpensive Girl. Julukan yang melekat pada gadis pemilik nama Carl itu." "Miami, Florida. Itu tempat kelahiranmu bukan?" Meski bingung, namun Dave tetap mengangguk. Tumben sekali bos-nya itu menanyakan tempat kelahiran-nya. "Kau lahir di amerika, tapi bahasa inggrismu sangat buruk. Sejak kapan Expensive jadi Xpensive hah?" "Memang seperti itulah sir. Awalnya saya juga heran kenapa gadis itu diberi julukan Xpensive dan bukanya Expensive. Tapi setelah saya mencaritau ternyata gelar Xpensive di dapat dari pekerjaanya." "Pekerjaan?" "Carl. Dia seorang wanita bayaran." "Apa maksudmu?" "Dia.....tipe gadis yang akan melakukan apapun demi uang. Dia juga seorang penari striptis tetap di salah satu club malam milik anda di Amerika. Untuk bisa berkencan dengannya anda harus rela mengeluarkan satu miliar rupiah dalam semalam. Sedangkan satu ciumannya berharga 50 juta. Akan tetapi...jika gadis itu sudah merasa bosan, dia akan langsung membuang para pria itu seperti sampah. Dari situlah dia mendapatkan huruf X-nya. Jika gadis itu sudah menandai seseorang dengan huruf X, usaha apapun yang orang itu lakukan untuk mendekatinya akan sia-sia saja. Dia...sama sekali tidak tertarik dengan pria yang sudah pernah dia kencani sebelumnya. Batas minimum kencan-nya hanyalah satu bulan. Setelah para pria itu kehabisan stok uang mereka, mereka semua akan langsung diberi tanda X oleh Carl." "She's the bad girl." Dave mengangguk setuju. "Nilai plusnya, She's Virgin."



Seringaian terbit di bibir seksi Marc mendengar kata yang begitu sangat di sukainya. 'Virgin' Damn God! Adakah yang lebih menarik dari kata surga itu? "Benar-benar Xpensive Girl." Gumamnya pelan. Namun masih bisa di dengar oleh Dave. "Love at first sight." "Omong kosong apa yang kau katakan?" "Saya bisa melihatnya. Anda jatuh cinta sir. Pada gadis itu. Sejak pertemuan pertama anda dengannya." "Tutup mulutmu. Aku bahkan tidak tau apa itu cinta." "Ya. Dan anda akan segera mengetahuinya sebentar lagi." Marc tidak ingin ambil pusing dengan perkataan Dave barusan. Pria itu sibuk menatap paras bak dewi Yunani yang sedang melempar dadu di hadapannya. Entah ini hanya perasaanya saja atau apa, yang jelas gadis itu terlihat 1000 kali lipat lebih cantik saat sedang bermain judi. Damn! Tangan Marc tanpa sadar menyentuh dadanya. Ia tau ada desiran aneh yang terjadi pada dadanya saat melihat senyuman gadis XG itu. Hanya saja....Marc masih belum tau apa. Dan kini ia mengalaminya lagi. Miliknya kembali mengeras hanya karena melihat Carl. Sial. "You okay sir?" "Brengsek. Siapkan satu gad.... Perkataan Marc terhenti saat mata tajamnya menangkap sesosok pria tua namun masih tetap terlihat gagah menghampiri Carl. Pria tua itu bahkan dengan lancang meremas pinggul gadis yang entah sejak kapan telah berhasil menarik perhatian-nya. Membuat darah Marc seketika mendidih. Emosi pria itu semakin memuncak melihat Carl bukanya marah justru mengalungkan tanganya ke leher tua bangka tersebut dengan gerakan sensual. "Simon Dominic. Pengusaha batu bara asal rusia." Jawab Dave mengerti apa yang tengah bos besarnya pikirkan. Tentu saja! Tidak ada yang mengenal Marc sebaik Dave mengenalnya. Tujuh tahun bekerja dengan seorang Marcus Cho membuat Dave sangat memahami semua sikap baik dan buruk bos-nya itu. Yahh meskipun sebagian besar sikap Marc terdiri dari sikap buruk semua.



"Carl dan Mr. Simon terlibat kencan selama satu minggu. Yang artinya gadis itu akan menerima bayaran sebesar 7 miliar rupiah dalam tujuh hari." Lanjut Dave. "Aku tidak peduli." "But your eyes say the opposite, Sir." "Brengsek!" "So....what you want?" "Hancurkan perusahaanya. Buat tua bangka itu jatuh hingga ke titik yang paling rendah." Dave menyeringai, sebuah seringaian yang menurut Marc sangat menyebalkan. "Anda tidak akan bertindak sejauh ini jika memang anda tidak mencintainya, sir. Madam pasti akan sangat senang mendengarnya. Putra tunggalnya akhirnya jatuh cinta. Adakah yang lebih menyenangkan dari ini?" "Sialan. Tutup mulutmu Dave. Aku tidak mencintai gadis XG itu." "So?" "So what?"



"Kalau bukan cinta lalu?" "Pertanyaan macam apa itu? Kau tau betul seperti apa aku ini. Bagiku....wanita tidak lebih dari sekedar pemuas seks belaka." Jawabnya kesal. "Mari bertaruh? Jika suatu hari nanti anda sampai jatuh cinta padanya anda harus rela minta maaf pada saya." "Cihh. Seseorang bisa saja bermimpi setinggi mungkin yang dia mau. Akan tetapi....setinggi apapun mimpi mereka yang namanya mimpi tetaplah mimpi, yang tentu saja tidak akan pernah bisa menjadi kenyataan." "Kau melupakan satu hal sir. Kau lupa kalau ucapanku tidak pernah meleset." Marc menggeram. Pria itu dengan cepat membawa langkah kakinya pergi. Meninggalkan Dave yang diam-diam tengah tersenyum penuh kemenangan ke arahnya. Kalau bukan cinta lalu apa?



Langkah Marc terhenti saat perkataan Dave kembali muncul di kepalanya. Pria itu memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana di iringi dengan sebuah seringaian mematikan. Sekarang ia tau jawabannya. "Kau ingin tau apa jawabanku Dave?" "Tentu Sir." " Jawabannya adalah karena aku tertarik padanya. Dan dia harus menjadi milikku. Meski tidak ada cinta di dalamnya." *********** Pipi wanita cantik itu merona saat jari-jarinya yang lentik melepas satu persatu kancing pria yang saat ini ada di hadapan-nya. Membuat sang pria menyeringai mesum kearah wanita tersebut. "Tell me....what your name?" "Lian, sir." "Beautiful name. Like your face." Wajah cantik itu semakin memerah mendengar pujian yang dilayangkan bos pemilik Casino tempatnya bekerja. "Wanna seks with me?" "No. I can't." "Why?" "Because im married." Marc memutar bola matanya jengah. Alasan yang klise. "Sayang sekali. Padahal saat ini aku sedang sangat ingin bercinta." "Tolong maafkan saya." Marc tidak terlalu memperdulikan ucapan gadis bernama Lian itu. Ia nyaris saja meremas dada wanita tersebut jika saja sebuah suara gemericik air tidak mengganggu telinganya. "Apa ada orang di kamar mandiku?" Tanyanya tajam. "Maafkan saya tuan, saya tidak tau."



"Brengsek!" Tanpa memperdulikan keadaanya yang setengah telanjang, langsung saja Marc melangkah cepat menuju kamar mandi. Ia bersumpah akan menghajar siapapun orang yang lancang memasuki tempat pribadinya tanpa seizin darinya itu. Akan tetapi...amarah Marc mendadak sirna begitu melihat pemandangan erotis di depannya. Disana. Di dalam bathup miliknya terlihat seorang wanita yang bisa di bilang cukup cantik, namun tidak lebih cantik dari gadis XG itu sedang melakukan mansturbasi. Membuat Marc yang melihatnya ingin sekali menyerang gadis itu sekarang juga. Tapi tidak....ia tidak boleh gegabah. Setidaknya ia harus mencaritau lebih dulu mengenai siapa sebenarnya gadis tersebut. Bisa saja dia mata-mata suruhan musuh. Tidak. Marc sama sekali tidak takut. Apalagi dengan seorang wanita yang baginya tidak lebih dari sekedar pemuas seks belaka. Ia hanya tidak ingin kejadian masa lalu terulang kembali. Kejadian dimana gadis yang………. Sial. Ia bahkan tidak tertarik untuk melanjutkan kalimatnya lagi. "Who are you?" Wanita itu menoleh ke arah Marc dengan senyum mengembang di bibir sensualnya yang menggoda. Membuat Marc semakin tidak sabar ingin segera menjamah tubuh indah wanita di hadapanya itu . "Good evening Mr. Marcus. Im jazmine. Mr. Ying surprise." Marc mengangguk mengerti. Jadi dia hadiah yang diberikan tua bangka yang jadwal makan malamnya ia batalkan itu? Tidak terlalu buruk. Fikirnya. "Then......apalagi yang kau tunggu? Cepat puaskan aku. Penisku tidak suka menunggu." "As your wish honey." Wanita itu bangkit dari dalam bathup dan langsung menyerang Marc dengan ciuman-ciuman panas. Membuat Marc tanpa pikir panjang langsung saja mengambil alih permainan. Namun...siapa yang tau jika diam-diam Marc menyeringai melihat Lian mengintip dari balik sekat kamar mandi. Sudah dia bilang, jangan panggil dia Marcus jika dia tidak bisa membawa gadis manapun keatas ranjangnya. "Wanna join with us?"



Lian tersentak dari aksi mengintipnya. Ia benar-benar tidak menyangka aksi gilanya akan kepergok seperti ini. "A-Aku..... "Kemarilah. Bercinta dengan lebih dari satu orang wanita tidaklah buruk." "T-Tapi.... "Apa lagi yang kau tunggu? Masuklah. Malu hanya akan membuatmu menderita." Lian bergeming. Gadis itu ragu apakah ia harus berjalan maju ataukah mundur. "Aku tidak pernah mengulangi perkataanku." "Dasar sok jual mahal. Pergilah kalau kau memang tidak ingin bergabung. Masih untung tuan Marc mau bercinta dengan pelayan sepertimu." Ejek Jasmine. "Aku bukan pelayan." Bela Lian tak terima. Marc menyeringai melihat kedua wanita tersebut saling berdebat karena dirinya. Seringaian di bibirnya semakin melebar melihat Lian yang perlahan-lahan mulai melangkah masuk ke dalam kamar mandi. Membuat Marc diam-diam tersenyum meremehkan. Munafik. Kata itulah yang yang menurut Marc pantas untuk menggambarkan seorang Lian. Bagaimana tidak? Baru saja beberapa saat yang lalu wanita itu menolaknya dengan alasan sudah menikah, tapi lihatlah yang terjadi sekarang. Dia bahkan langsung menyerang pusat tubuhnya tanpa perlu di perintah. Benar-benar wanita munafik bukan? Marc mendesis merasakan kejantanannya di hisap kuat-kuat oleh Lian. Tangan pria itu bahkan sampai menarik rambut Lian guna melampiaskan kenikmatan-nya. Sementara Lian bertugas mengoral tubuh bagian bawahnya, Jazmine lah yang bertugas memuaskan tubuh atasnya. Membuat Marc otomatis melayangkan tatapan sinisnya begitu melihat bayangan kedua wanita jalang yang sedang memanjakan tubuhnya itu terpantul dari balik kaca kamar mandi. Kaum wanita tidak lebih dari sekedar pemuas seks. Itulah yang ada di dalam pikiran Marc selama ini. Dan teorinya itu terbukti tidak pernah salah. Pengalaman mengajarinya banyak hal. Wanita manapun akan mengangkang dibawah tubuhmu asalkan kau memberinya se-gepok uang. Dan semua itu sangatlah benar. "Arrrggh. Apa yang kau lakukan, brengsek!"



Marc reflek berteriak saat dirasanya gigi Lian mengenai kejantanan-nya yang sangat berharga. Membuat emosi Marc seketika meluap. "M-Maafkan saya tuan. Saya tidak sengaja melakukanya. Sungguh." "Kesalahanmu sangat besar bodoh. Kau harus di hukum untuk perbuatan lancangmu ini." "Tidak tuan. Saya mohon jangan hukum saya. Saya benar-benar tidak sengaja." "Kau....... "Saya mohon tuan hikss. Saya janji tidak akan..... "Pergi." "T-Tapi..... "AKU BILANG PERGI, JALANG!" Tubuh Lian menegang mendengar suara teriakan yang sangat menggelegar tersebut. Dengan cepat gadis itu langsung bergegas pergi dari hadapan Marc yang terlihat sangat menyeramkan. "Apa aku juga harus mengusirmu keluar? Enyah dari hadapanku sekarang juga." "Tapi tuan Marc, aku tidak melakukan kesalahan apapun." "Kau ingin aku lempar keluar rupanya." "T-Tidak tuan. Itu tidak perlu. Aku bisa pergi sendiri." Jasmine meraih kimono-nya dengan kesal. Gagal sudah niatnya yang ingin merasakan betapa keras dan brutalnya kejantanan seorang Marcus Cho yang di gadang-gadang tidak pernah gagal membuat para lawan-nya mengerang. Dan itu semua karena ulah gadis pelayan sialan tadi. Tokk tokk tokk! "Ada yang ingin saya......kenapa dengan wajah anda, sir? Apakah ada hubunganya dengan dua orang wanita yang baru saja keluar dari kamar anda tadi?" Tanya Dave heran melihat wajah kesal bosnya. "Jangan membahas dua wanita bodoh itu, Dave. Mereka sama sekali tidak berguna. Mengoral penisku saja mereka tidak becus." Dave ingin sekali tertawa jika saja ia tidak mengingat hal penting yang harus ia sampaikan pada bos-nya itu saat ini juga.



"Anda harus secepatnya kembali ke Amerika, sir. Max baru saja melapor kalau dia dan tim-nya berhasil menangkap salah satu anak buah Kim Sangwon." "Brengsek! Tahan bedebah itu sampai aku tiba disana." "Helikopter sudah siap. Tinggal menunggu perintah anda selanjutnya." "Siapkan senjata. Kita berangkat sekarang." "Yes sir."



********** "Kau tau Sweetheart? Daddy benar-benar sangat senang melihatmu mau menemani daddy selama satu minggu ini." "Semua ada timbal baliknya dad. Dimana ada uang, di sanalah Carl akan berada." "Sweetheart?" "Yes dad." "Tak bisakah kau hanya berfokus pada daddy saja? Maksud daddy, tinggalkan pekerjaanmu. Daddy janji akan memenuhi semua kebutuhanmu tanpa kekurangan apapun." Ekspresi Carl berubah serius. Sorot mata gadis itu memancarkan kekesalan luar biasa begitu mendengar ucapan tua bangka di sampingnya. "Jangan pernah mencampuri hidupku. Atau kau akan sangat menyesalinya." "Baiklah. Daddy mengerti. Tapi…... minggu depan kau bisa kan menemani daddy lagi?" "Sudah ku katakan. Dimana ada uang, disitulah Carl akan berada." "Kau tidak perlu mem-permasalahkan yang satu itu Sweetheart. Uang bukan masalah bagi daddy. Asal bisa bersamamu, daddy rela melakukan apapun. Termasuk meninggalkan anak dan istri daddy." "Bodoh." Batin Carl memaki pria tua pemilik nama Simon itu. Hanya pria bodoh lah yang rela meninggalkan istri dan anaknya demi seorang wanita bayaran. Dan Simon...dia hanyalah satu dari sekian banyaknya pria bodoh itu. "Sweetheart, Daddy.....



"Kau tau aturan mainya dad. Jangan coba untuk melanggar peraturan jika daddy tidak ingin menyesal." Simon bergegas menarik kembali tangan-nya yang ingin meremas payudara Carl setelah mendengar ucapan tajam yang gadis itu katakan. Carl benar-benar terlihat sangat menyeramkan saat ini. Dan itu membuat Simon takut. Takut kehilangan gadis yang begitu sangat di cintainya. Memang seperti itulah cara hidup seorang Scarlet. Orang-orang bisa saja menyebutnya XG, wanita bayaran atau...sebut saja dia bad girl. Tapi....apapun sebutan yang orang-orang berikan padanya, Carl tidak akan pernah merubah peraturanya. Tidak lebih dari ciuman. Itulah aturan main Carl selama ini. "Im so sorry Sweetheart. Daddy selalu hilang kendali setiap kali melihat tubuhmu." "Everyone says that." "Yeah. Because youre so sexy. So....wanna go with me next week, sweet heart?" "Katakan dulu daddy ingin membawaku kemana? Apakah Prancis? Swiss? Mexico? Atau....astaga! Apakah daddy ingin membawaku ke Rio?" Tanyanya antusias. "Tidak Sweetheart. Tempat yang akan kita datangi kali ini jauh lebih istimewa di banding semua tempat yang kau sebutkan itu?" "Memangnya kita akan pergi kemana?" "Pesta peresmian hotel baru milik Os Corp. Kau tau Sweetheart? Ini pertama kalinya Mr. Marcus mengundang daddy menghadiri acara pentingnya. Dan itu akan membuat daddy semakin di kenal di dunia bisnis. Daddy tidak boleh melewatkan kesempatan emas ini." "Wait.....bisa daddy ulangi siapa nama pemilik Os Corp yang baru saja daddy sebut tadi?" "Marcus. Pemilik sekaligus pendiri Os Corp. Satu-satunya perusahaan terbesar di amerika yang memiliki banyak cabang di seluruh dunia." Marcus. Kau pasti pernah mendengar namaku bukan? Carl terdiam saat ingatan-nya kembali melayang mengingat pertemuanya dengan sesosok pria tampan berahang tegas yang pernah membuat masalah denganya sewaktu di bandara. Kalau tidak salah, pria itu juga mengaku sebagai Marcus. Apa mungkin dia? "Tidak mungkin. Ini pasti hanya kebetulan saja. Ya. Ini pasti hanya kebetulan saja. Ada banyak nama Marcus di dunia ini. Ini pasti hanya kebetulan saja. Pria itu tidak mungkin pendiri Os Corp. Tidak mungkin." Gumamnya meyakinkan. "Sweetheart?"



"Ya?" "You oke? Kenapa mendadak kau jadi pendiam. Ada apa Sweetheart? Jangan membuat daddy cemas." "Im okee. Tidak perlu mencemaskan apapun." "Baiklah. Lebih baik kita kembali ke hotel saja. Gadisku yang cantik ini pasti sudah sangat kelelahan kan?" "Ya. Itu keputusan yang ba.... Ucapan Carl terhenti saat mata almond-nya tidak sengaja bertemu dengan sorot mata tajam yang terlihat seperti sedang mengawasinya. "Pria itu.....bukankah dia pria yang sama dengan yang di bandara waktu itu? Ck. Sedang apa dia disini? Apa dia tidak tau kalau tempat ini hanya di peruntukkan bagi orang-orang kelas atas saja? Kasihan sekali dia. Tidak lama lagi security pasti akan segera mengusirnya." Senyuman di bibir Carl mengembang melihat para pria bersetelan serba hitam mulai mendekati pria tampan namun miskin tersebut. Dia bilang juga apa. Tidak lama lagi security pasti akan mengusirnya keluar. Dan see? Ucapanya terbukti benar. Tentu saja dia benar. Carl tidak pernah salah mengenali orang. "Apa kau mengatakan sesuatu Sweetheart?" "Nothing." "Besok kita harus kembali ke Amerika. Akan lebih baik kalau sekarang kita memanfaatkan waktu kita untuk beristirahat." "Yang daddy katakan benar." Carl tersenyum menggoda. Gadis itu dengan cepat mengalungkan tanganya ke lengan Simon, di sertai kedipan mata ke arah Marc yang memang tengah menatap tajam ke arahnya. ********* "Brengsek!" Dave mati-matian menahan tawa melihat bos-nya dibuat kesal setengah mati hanya karena seorang gadis. "Sedikit saja. Sedikit saja kau berani meledakkan tawamu itu, aku bersumpah akan membuatmu tidak bisa tertawa untuk seumur hidupmu, Dave Aguilar."



"Jika anda sudah memutuskan seperti itu, maka tidak ada lagi yang bisa saya lakukan, sir." Marc mendesah kesal. "Apa kau sudah melakukan yang aku suruh?" "Yes sir. Saya pastikan Mr. Simon beserta gadis XG itu akan menghadiri pesta peresmian hotel terbaru anda minggu depan." "Bagus. Buat hidup tua bangka itu berakhir tepat di hari itu juga." "Saya mengerti." "Saatnya berangkat tuan." Marc menoleh ke arah lima orang bersetelan hitam yang baru saja menghampirinya. "Pastikan tidak ada satu pun barangku yang tertinggal." "Anda tidak perlu hawatir tuan. Semua barang yang anda butuhkan sudah masuk ke dalam Helikopter." "Lalu? Apalagi yang kalian tunggu? Santa Clause? MOVE!" Kelima pria bersetelan hitam itu bergegas pergi begitu mendapat perintah dari bos-nya. Membuat sebuah ide gila tiba-tiba terlintas di dalam kepala Dave. "Masih ada beberapa kursi kosong di dalam Helikopter. Mungkin anda ingin membawa serta gadis XG itu dengan anda." "Kau tau cara main-ku Dave." "Saya hanya memberi saran. Belum terlambat jika anda ingin berubah fikiran." "Masuk. Atau kau ku tinggal disini." "Yes sir." ********** Duggkkh! Duggkkh! Dugggkkh! Di sebuah bangunan tua dekat sungai amazon, nampak seorang pria tengah terkapar tak berdaya di lantai bangunan yang sangat kotor setelah mendapatkan beberapa pukulan telak di wajahnya. Pria ber-kewarganegaraan Korea itu meringis merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Apalagi di bagian lengan-nya yang baru saja tertembus timah panas.



"Cepat katakan dimana bos sialan-mu itu bersembunyi?" "Mati pun aku tidak akan pernah memberitahukannya padamu." "Brengsek!" Dugggkkh! Dugggkkh! Dugggkkh! Lagi. Pria malang yang sudah terlihat sangat tidak berdaya itu harus kembali merasakan sakitnya pukulan keras dari seorang pria dengan kemeja hitam yang digulung ke siku hingga berulang-ulang kali. "Hentikan Marc. Kau bisa membunuhnya. Dia satu-satunya kunci yang kita miliki untuk bisa menemukan keberadaan Park Sangwoon beserta dengan komplotan-nya." "Sial. Jangan hentikan aku Max. Bedebah ini harus mati." "Tidak sebelum dia membuka mulut." Marc menyeringai. Pria itu dengan cepat merebut pistol di tangan max dan mengarahkannya pada bedebah yang ada di hadapan-nya. "Sayangnya aku tidak bisa menunggu selama itu." Dorrr! Tepat setelah Marc menyelesaikan kalimatnya, terdengar suara tembakan pistol menggema memenuhi seisi ruangan pengap tersebut. "Urus dia. Buang jasadnya ke dasar sungai amazon." "Siap tuan." Max menghela nafasnya kasar. Susah payah ia menangkap anak buah Kim Sangwon, tapi lihatlah apa yang dilakukan Marc pada bedebah itu. Pria itu dengan seenak jidatnya langsung menghabisi tawanan yang bahkan belum membuka mulut. Sial. "Tangkap siapa pun orang yang terlibat dengan pria bangsat itu. Habisi mereka jika mereka tetap tidak mau membuka mulut. Marc tidak pernah memberi kesempatan kedua pada siapa pun. Ingat itu." "Siap bos." "Hubungi Aiden. Katakan pada pria ikan itu jika dalam tiga hari dia tidak juga berhasil menyelesaikan pekerjaanya, lempar dia ke semenanjung Korea."



"Bagaimana dengan Sera? Apa yang akan kau lakukan padanya?" Rahang Marc mengeras mendengar nama wanita yang sudah sangat ia hafal di luar kepala itu kembali terdengar di telinganya. Membuat Marc tanpa sadar mengepalkan kedua tangan-nya erat-erat. "Lakukan saja tugasmu dengan baik Max." Max tersenyum sinis melihat sang sahabat yang langsung pergi begitu saja setelah ia menanyakan tentang sera. "Dia masih mencintainya." "Tidak. Bos tidak pernah mencintai Sera." Max tersenyum kecut mendengar sanggahan Dave barusan. "Tidak ada yang bisa memahami jalan pikiran seorang Marcus Cho. Bahkan termasuk kita berdua. Kau lupa? Karena gadis itu lah Marc sampai meninggalkan korea." "Dan kau juga melupakan tujuan sebenarnya Marc meninggalkan Korea." Balas Dave tak mau kalah. "Apa kau tau? Bicara denganmu benar-benar tidak ada gunanya." "Mau mendengar berita baik." Max mengangkat alisnya bingung. Namun pria itu tetap menunggu Dave melanjutkan kalimatnya. "Setelah sekian lama akhirnya ada seorang gadis yang berhasil menarik perhatian bos kita." "Siapa gadis tidak beruntung itu?" Dave berdecih mendengar pertanyaan Max. Namun pria itu tetap menjawabnya. "Scarlet." "Sial. Jangan bilang dia gadis XG itu?" "Tepat seperti dugaanmu. Memang dia-lah orangnya." "Dia gadis yang sangat menyebalkan. Sangat-sangat menyebalkan. Dia juga mata duitan. Marc tidak akan mungkin tahan menghadapi sikap gadis itu." "Dari caramu bicara sepertinya kau.....



"Aku pernah menyewanya. Sekali." Sela Max cepat. "Dan dia benar-benar sangat arogan." Potong Max kesal. "Marc tidak akan melepaskanmu jika dia sampai tau tentang hal ini." "Kenapa? Apa karena gadis XG itu sudah membuat bos arogan kita tergila-gila?" "Anggap saja seperti itu." "Apa sudah ada korban?" "Simon Dominic. Kau pasti pernah mendengar nama pengusaha batu bara asal Rusia itu bukan?" "Sial. Jangan katakan apa pun pada Marc. Aku tidak suka berurusan denganya. Dia pria gila yang sangat merepotkan." "Aku akan menutup mulut asalkan kau mau bekerja sama." "Kau mengancamku?" "Hanya sedang mencoba membuat kesepakatan." "Sial. Cepat katakan apa yang kau inginkan?" "Bantu aku membuat tuan Marc melupakan Sera untuk selama-lamanya hingga tidak ada lagi tempat tersisa untuk gadis ular itu di kehidupan tuan." "Kenapa aku harus melakukan itu? Bukankah tadi dengan percaya dirinya kau baru saja mengatakan kalau Marc tidak pernah mencintai sera?" Sinis Max kesal. "Seperti yang kau katakan. Tidak ada yang benar-benar bisa menebak jalan pikiran seorang Marcus Cho. Pria itu....dia sama sekali tidak tau apa itu cinta. Yang dia tau hanyalah memuaskan diri. Dan Sera....bagi tuan, Sera tidak lebih dari sekedar partner seks yang di anggapnya sangat berharga. Bukan karena cinta. Tapi karena wanita ular itu mengetahui sesuatu yang tidak kita bahkan tuan sekalipun ketahui." "Apakah menurutmu semua itu ada hubunganya dengan Cho Ahra?" "Kemungkinan besar ya. Tuan tidak akan berhenti sampai dia menemukan dalang di balik pembunuhan nona Ahra. Dan jika analisisku benar, Sera tau siapa dalang kedua setelah Park sangwoon." "ini akan sulit. Wanita ular itu mendadak hilang bak di telan bumi sesaat setelah Marc mengetahui semua kebohongan-nya." "Kau benar. Dia melakukan pelarianya dengan sangat baik. So.....wanna join with me?"



"Semua yang berhubungan dengan kehancuran wanita ular itu, jawabanku adalah YA.



PART 02



Pemandangan berbeda terlihat di salah satu Hall room mewah sebuah hotel bintang lima di bawah pimpinan Os Corp. Hotel terbaru dengan vasilitas serba canggih ala masa depan itu hari ini ramai di datangi oleh orang-orang dari kalangan kelas atas. Yang tentunya berasal dari berbagai profesi ternama. Pebisnis, pengusaha, sosialita, miliarder, seniman, model, bahkan kalangan selebritis pun ikut menghadiri pesta peresmian salah satu hotel bintang lima milik miliarder terkemuka yang sebentar lagi akan segera dimulai itu. Diantara banyaknya para tamu undangan yang datang, nampak sesosok gadis cantik dengan Long dress merah darah tengah melangkah anggun melewati red carpet bersama dengan seorang pria yang bisa dibilang sudah tidak muda lagi. Kehadiran dua manusia beda umur tersebut sukses menarik perhatian beberapa pasang mata pengunjung. Bahkan tak sedikit dari mereka yang mulai membisikkan kata-kata cemoohan dari dalam mulut mereka. Meski begitu, kedua pasangan itu tetap melangkah angkuh. Mengabaikan bisikan-bisikan para tamu undangan yang hanya mereka anggap sebagai angin lalu. Sementara disisi lain meja nampak seorang pria tampan berahang tegas dengan setelan serba putih tengah sibuk memeriksa beberapa email penting yang baru saja masuk ke dalam laptopnya. Pria itu kontan melihat kearah pintu begitu Dave membisikkan sesuatu kepadanya. "Shitt!" Umpatan jelas keluar dari dalam mulut pria tersebut begitu melihat kedatangan Carl. Bukan karena pakaian kurang bahan yang gadis itu kenakan. Melainkan karena tangan lancang Simon yang saat ini bertengger manis di pinggang terbuka gadis XG itu. Percayalah. Seorang Marcus Cho mempunyai cara berpikir yang berbeda. Baginya…semakin terbuka pakaian seorang wanita maka dia akan terlihat semakin indah. Dan hal itu berlaku juga untuk Carl. Marc sama sekali tidak mempermasalahkan gaun terbuka gadis tersebut. Dia hanya benci. Benci ada yang menyentuh incaran-nya. Dan Carl, untuk sekarang gadis XG itu merupakan incaran terbesarnya. "Aku yakin pria tua itu akan langsung tiada seandainya saja kedua mata tajam-mu ini bisa mengeluarkan sinar laser." "Cepat atau lambat dia memang harus tiada."



Marc menjawab santai. Mata tajamnya kembali mengawasi Carl yang saat ini sedang mengobrol bersama dengan Simon. Tangan Marc terkepal erat menyadari tatapan lapar yang dilayangkan tua bangka tersebut pada gadis incaran-nya. "Jadi....siapakah gadis tidak beruntung itu? Ini pertama kalinya aku melihatmu begitu sangat tertarik dengan wanita. Selain dengan Sera tentunya." "Park Jungsoo, aku perintahkan padamu untuk diam. Atau aku sendiri yang akan menutup mulut kurang ajarmu itu." "Ck. Tidak perlu semarah itu Kyu. Aku kan hanya bertanya." "Marcus. Bukan Kyuhyun. Jangan lupakan fakta penting itu." Jungsoo mengangkat bahunya acuh. Pria bermarga Cho itu memang menolak dipanggil dengan nama koreanya setelah kematian Cho Ahra. Menurutnya, panggilan 'Kyuhyun' hanya akan mengingatkan pria itu pada Cho Ahra yang tewas mengenaskan beberapa tahun yang lalu. Dan Marc tidak ingin dibayang-bayangi kematian kakaknya yang sangat menyedihkan itu. Karena itulah dia menolak dipanggil Kyuhyun. Meski begitu...pria itu telah bersumpah akan menuntut balas atas kematian kakaknya tersebut. "Apa kau hanya akan melihatnya saja? Jika aku jadi kau, aku akan langsung menyeretnya keatas ranjang." "Kau tau cara mainku bung." Marc menyesap wine ditanganya dengan gerakan menggoda. Tak pelak aksi Marc tersebut berhasil menimbulkan pekikan histeris para kaum hawa yang semenjak tadi memang menatap kearahnya. Dan Marc sama sekali tidak peduli akan hal itu. Ia sudah biasa. Bahkan ia sudah sangat terbiasa melihat kumpulan wanita dengan titel sosialita namun menjijikan itu bertelanjang bulat di depan-nya. "Aku jadi penasaran, decantik apakah gadis itu hingga kau.....ohh shitt!! Bukankah dia gadis XG itu?" Jungsoo tidak bisa menyembuyikan rasa terkejutnya begitu tau Carl si gadis XG lah yang ternyata menjadi incaran sang sahabat. Awalnya Jungsoo memang tidak tau karena posisi gadis itu yang membelakanginya. Namun saat gadis itu berbalik, Jungsoo seperti merasa baru saja di guyur ribuan air es di atas kepalanya. Ck. Apa-apaan ini. Pria panas bertemu dengan gadis liar penggila harta. Apakah ini salah satu tanda dunia akan segera kiamat? "Kau mengenalnya?"



"Kau bercanda? Tidak ada pria tidak baik-baik yang tidak mengenal gadis kecil namun sangat liar dan juga gila harta itu. Dia sangat terkenal di dunia perjudian. Aku sarankan lebih baik kau menjauh darinya. Dia bisa membuatmu sakit kepala." "Apa maksudmu?" "Dia itu sangat menyukai uang dan juga kemewahan. Aku yakin kau pun pasti juga sudah mencaritahu segala sesuatu tentangnya di detik kau mulai tertarik padanya. Lebih dari itu, dia bisa membuatmu bangkrut kapan saja." Bukanya takut. Marc justru tertawa keras. Seorang Marcus Cho bangkrut? Yang benar saja. Apakah pria pemilik marga Park itu sudah gila? Tidak ada yang bisa menjatuhkan seorang Marcus Cho. Apalagi sampai membuatnya bangkrut. Bahkan termasuk tuhan sekalipun. Sombong memang. Tapi memang seperti itulah cara pikir seorang Marcus Cho. "Kata bangkrut tidak ada di dalam kamusku bung. Sepertinya kau melupakan fakta penting itu." "Ck. Aku serius Marc. Jauhi dia jika kau ingin hidup tenang." "Marc menyukai sesuatu yang berbahaya. Yang itu artinya apapun yang aku inginkan harus aku dapatkan. Tidak peduli meski bagaimana pun caranya." "Kau sangat keras kepala seperti biasa. Sudahlah. Lakukan apapun yang kau inginkan. Aku hanya berharap kau tidak akan menyesal." "Kalaupun aku harus menyesal, setidaknya aku akan merasa puas bisa menikmati tubuhnya." "Demi tuhan Marc, apa semua ini hanya tentang seks belaka? Aku pikir kau bersikeras mendapatkan gadis XG itu karena kau tertarik padanya." Marc terdiam. Mendadak ia jadi sangat terganggu dengan ucapan sang sahabat. Benarkah ia bertindak segila ini hanya untuk bisa menikmati tubuh gadis XG yang masih perawan itu? Atau justru karena hal lain? Entahlah. Untuk sekarang Marc masih belum bisa menemukan jawabannya. Terlepas dari semua itu, Marc memang sangat ingin mencicipi tubuh menggairahkan yang selalu berhasil membuatya terangsang kapan saja. "Tuan Simon ingin bertemu dengan anda, sir."



Seringaian jelas terlihat di bibir Marc yang tebal begitu mendengar ucapan orang kepercayaan-nya. "Akhirnya. Aku sungguh tidak sabar ingin segera memulai permainan menyenangkan ini. Pergilah Dave, katakan pada tua bangka itu untuk menungguku." Dave bergeming. Pria itu terlihat seperti ingin mengatakan sesuatu. Namun ada keraguan diwajahnya. "Aku tau masih ada yang ingin kau katakan." "Salah satu anak buah saya tidak sengaja melihat Sera di sekitaran london." "Kau yakin itu dia?" "Yes sir. Saya sudah memeriksanya. Dan wanita itu memang dia." Marc menggeram. Setelah sekian lama melakukan pencarian akhirnya ia menemukan titik terang juga. "Awasi kemana pun wanita itu pergi. Aku ingin anak buahmu itu melapor setiap satu jam sekali. Pastikan wanita itu tidak tau kalau dia sedang di awasi. Aku sendiri yang akan menyeretnya kehadapanku saat waktunya tiba nanti." "Saya mengerti." "Aku tidak percaya ini. Kau masih mencari Sera? Untuk apa? Apa jalang itu sebegitu menarik untukmu?" Jungsoo yang sejak tadi hanya menyimak, akhirnya memilih untuk membuka suara. "Tutup mulutmu." "Aku heran. Kenapa kau sangat bersikeras mencari Sera oeh? Apa kau sudah kehabisan lubang sampai-sampai kau harus mencari lubang bekas untuk kau masuki?" "Brengsek! Sudah ku katakan untuk menutup mulutmu, sialan. Kau tidak tau apapun." "Apa yang tidak aku tau?" Sinis Jungsoo. "Sama seperti yang lainya, aku juga mengetahui segalanya. Termasuk alasanmu terus mencari gadis jalang itu." Kedua tangan Marc terkepal erat. Percayalah. Ia benar-benar tengah menahan amarahnya saat ini. Sebisa mungkin Marc tidak ingin terbawa emosi dan merusak rencana yang sudah ia buat sejak jauh-jauh hari. "Ada hal yang jauh lebih penting yang harus aku urus ketimbang bicara denganmu."



Marc bergegas meninggalkan Jungsoo begitu ia menyelesaikan ucapanya. Percayalah. Akan terjadi perang dunia ke tiga seandainya saja Marc tidak memilih untuk pergi. Pria itu pergi bukan tanpa alasan. Selain karena memiliki hal penting, dia juga tidak ingin membuat kekacauan. Tidak selama ada gadis XG itu di sekitarnya. "Kenapa kau melakukan itu? Kau tentu tau betul alasan dibalik pencarian Sera selama ini." Park Jungsoo. Pria itu terkekeh mendengar ucapan Dave yang sarat akan nada dingin tersebut. "Aku tau hyung. Tidak ada salahnya bukan membuat setan dingin itu kesal? Terlepas dari semua itu, aku memang ingin memastikan apakah Sera masih berpengaruh buatnya atau tidak." "Jika kau lupa, Sera selalu berpengaruh bagi tuan Marc." "Ahh Kau benar. Aku jadi tidak sabar melihat kelanjutan cerita ini. Menurutmu, siapakah yang akan Kyuhyun utamakan. Apakah Sera atau....gadis XG itu." "Untuk itu aku tidak tau. Tapi ya, aku rasa Carl memiliki posisi sedikit lebih unggul ketimbang wanita ular itu." "Tidak ada yang benar-benar bisa memahami jalan pikiran seorang Marcus Cho. Kita lihat saja, siapakah yang pada akhirnya nanti akan memenangkan hati pria kejam itu." ********** "Aku harap aku tidak membuatmu menunggu terlalu lama Mr. Simon." "Dont worry Mr. Marcus. Untuk orang sekelas anda, aku rela menunggu seharian penuh." Marc melayangkan tatapan mencemoohnya. Hanya dengan sekali lihat saja, Marc sudah langsung tau tipe pria seperti apa Simon ini. Hanya saja sayangnya Simon tidak cukup peka untuk menangkap arti dari tatapan mata Marc tersebut. "Waktumu tidak banyak. Akan lebih baik kalau kau langsung mengutarakan apa tujuanmu hingga kau berani menganggu waktuku yang sangat berharga." "Jadi begini Mr. Marc, aku benar-benar merasa sangat senang saat tau kau mengundangku ke acara peresmian hotel terbaru milikmu. Sekarang bisakah aku berharap agar kita bisa menjalin kerja sama setelah ini?" "Kerja sama?" "Itu benar. Aku akan sangat senang kalau seandainya saja perusahaanku bisa bekerja sama dengan perusahaan sebesar Os Corp."



"Aku bisa saja bekerjasama dengan perusahaanmu. Akan tetapi, semua orang tau kalau perusahaanmu itu tidak begitu di kenal di Amerika. Jadi ya......untuk bisa bekejasama dengan perusahaanku kau harus menginvestasikan sesuatu yang berharga. Aku tidak pernah menjalin kerjasama yang tidak menguntungkan." "Anda jangan hawatir. Untuk bisa bekerjasama dengan Os Corp aku rela melakukan apapun. Termasuk menginvestasikan seluruh saham perusahaan." "Aku sama sekali tidak tertarik dengan saham milikmu. Tapi ya.....kau masih bisa melakukan hal yang lain." "Apa itu?" "Jauhi Carl." "Apa maksudmu? Kenapa kau membawa-bawa gadisku dalam hal ini?" "Gadismu? Sejak kapan milikku jadi gadismu?" "Kau?" "Itu benar. Aku tertarik padanya. Karena itu, aku peringatkan padamu untuk menjauhinya." "Tidak bisa. Carl milikku. Dan aku tidak akan pernah menjauhinya." "Kau itu sudah menikah. Tidakkah kau memikirkan nasib istri dan juga anakmu? Perlu kau tau, aku bisa saja menghancurkanmu kapan pun aku mau." "Dan perlu kau tau juga kalau aku tidak akan pernah takut dengan ancamanmu. Apalagi jika itu sudah menyangkut tentang Carl-ku. Aku akan melakukan apapun demi bisa mempertahankan Carl disisiku. Untuknya aku bahkan bisa meninggalkan seluruh keluargaku." Marc tertawa pongah. Pria rusia itu benar-benar sudah membuat emosinya memburuk. "Hanya terdapat dua pilihan di dalam dunia yang egois ini, Mr. Simon. Bertahan atau ditinggalkan. Jika kau tetap memilih untuk bertahan maka aku sendiri-lah yang akan membuat gadis itu meninggalkanmu." Ucap Marc serius. "Kita lihat saja apa yang bisa kau lakukan setelah kau jatuh miskin nanti. Terlebih lagi Carl bukanlah milikmu. Yang berkuasa-lah yang akan menang. Ingat itu." Marc beranjak dari kursinya dengan kesal. Pria itu bahkan tak segan melemparkan tatapan mengejeknya pada pria pemilik bisnis batu bara tersebut. ******** "Lukisan ini sangat indah. Pasti harganya sangat mahal."



Langkah Marc terhenti saat mata tajamnya tidak sengaja melihat Carl tengah berjalan kearah kumpulan lukisan yang terpajang rapi di dinding hotel. Diam-diam Marc mulai mengikuti kemana pun Carl pergi. Tentunya tanpa sepengetahuan dari gadis tersebut. Pria itu akan ikut tersenyum saat melihat Carl tersenyum. Meringis saat gadis itu tidak sengaja meminum air lemon yang Marc yakini sangatlah asam. Dan menggeram ketika para pria sialan yang ada disana berusaha menggoda gadis incarannya. Persis seperti orang gila. Bahkan emosi yang tadi sempat menguasai diri pria itu mendadak hilang entah kemana. "Mau pergi kemana, cantik?" Melihat Carl yang memang ingin pergi sontak membuat Marc tanpa pikir panjang langsung menunjukkan diri. Yang otomatis membuat gadis XG itu merasa sangat terkejut melihat kehadiran Marc yang tiba-tiba. "Kau? Apa yang...mphhhhhtt." Marc buru-buru membekap mulut Carl dengan tangan besarnya begitu tau gadis XG itu ingin berteriak. Tidak hanya sampai disitu, Marc juga menarik Carl ke salah sudut ruangan yang terlihat sepi. "Kau gila? Apa yang kau lakukan hah?" Carl tidak bisa untuk tidak menyembunyikan kekesalan-nya. Menurutnya pria miskin itu sudah sangat kerterlaluan. Berani sekali dia menyentuh bibir berharganya menggunakan tangan-nya yang tidak bisa menghasilkan uang? Ck. Ia benar-benar harus melakukan pembersihan badan setelah ini. "Apa kau tuli? Atau kau justru bisu? Aku tanya apa yang kau lakukan hah? Berani sekali kau menyentuhku dengan tangan kotormu itu." "Tangan kotor? Kau akan tau seberapa kotornya tanganku ini saat nanti kau sudah terjebak denganku, nona." "Apa maksudmu?" "Tidak ada." Marc menjawab santai. Pria itu bahkan tak segan menyingkirkan helaian rambut panjang Carl yang menutupi wajah cantiknya. "Jauhkan tanganmu dariku keparat! Aku bukan barang gratis yang bisa kau sentuh kapan pun kau mau." "Aku tau."



"Apa yang kau tau hah? Pria miskin sepertimu tidak tau apapun." Sungut Carl kesal. "Dan apa ini? Apa yang kau lakukan disini? Hanya orang-orang kelas atas saja yang bisa masuk kesini. Tidakkah kau tau itu?" "Jadi.....apakah menurutmu kau sudah termasuk ke dalam jajaran orang-orang kelas atas itu?" "Tentu saja. Aku memiliki semua yang tidak kau miliki." Jawab Carl bangga. "Sudahlah. Kau tidak akan menger....tunggu dulu. Apa sebenarnya tujuanmu datang kesini? Apa kau sengaja datang untuk menggoda gadis-gadis kaya disini?" "Apa maksudmu?" Suara Marc berubah dingin. Namun sama sekali tidak membuat Carl takut. "Maksudku? Kau Tentu mengerti betul apa maksudku tuan. Pria miskin sepertimu terbiasa menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang. Termasuk dengan cara menggoda gadis-gadis kaya disini." "Jangan samakan aku denganmu, nona. Aku tidak perlu melakukan hal merepotkan seperti itu hanya untuk mendapatkan uang. Kau tau? Aku tinggal menggerakan salah satu jariku, dan wusshhhh....semua uang-uang itu akan datang kepadaku dengan sendirinya." "Kenapa? Apa karena kau seorang penyihir?" "Hahaha kau? Astaga! Aku tidak menyangka ada gadis sebodoh dirimu di dunia ini." Untuk pertama kalinya seorang Marcus Cho tertawa keras setelah kematian Cho Ahra. Dan itu semua karena tingkah polos gadis yang sialnya sangat licik dan juga liar tersebut. Jika saja Dave, atau pun sahabat Marc yang lain melihat hal ini, mereka semua pasti akan sangat terkejut. Atau lebih parahnya mereka bisa terkena serangan jantung mendadak. "Kenapa kau tertawa? Apa ada yang lucu?" Sinis Carl. Sejujurnya gadis itu sempat terpesona saat melihat Marc tertawa. Akan tetapi ia buru-buru mengenyahkan pikiran buruk tersebut begitu mengingat Marc merupakan pria miskin. Sudah Carl katakan bukan bahwa pria miskin tidak termasuk ke dalam kriteria hidupnya. Sayang sekali. Kenapa pria-pria tampan di dunia ini selalu saja miskin? "Ya. Kaulah yang lucu gadis kecil." "Aku? Lucu? Yang benar saja? Apa kau sedang mabuk? Dan hey apa yang kau katakan tadi? Gadis kecil? Siapa yang kau panggil gadis kecil hah?" "Bagaimana menurutmu? Apakah disini ada orang lain lagi selain kau dan aku?" "Sialan. Asal kau tau saja, aku tidak seperti itu. Jangan pernah memanggilku dengan panggilan sialan itu lagi."



"Sebanyak apapun kau membuka mulut manismu itu, bahkan sampai mulutmu berbusa sekalipun, itu tetap tidak akan merubah fakta yang ada. Kau tau kenapa? Karena kenyataanya kau tetaplah gadis kecil yang terjebak di dalam dunia orang dewasa." Carl terdiam. Ucapan Marc seratus persen benar. Dan Carl membenarkan hal itu. Ia hanyalah gadis sembilan belas tahun yang terbiasa hidup di dunia bebas. Karena itulah ia dewasa sebelum pada waktunya. Terlebih lagi cara hidup orang Amerika yang tidak memiliki aturan semakin membuat gadis itu bertambah liar di setiap harinya. "Kenapa diam? Apa kau merasa kalah? Sudah ku katakan bukan kalau di pertemuan kita berikutnya nanti akan ku buat kau menarik kembali semua ucapan yang pernah kau katakan padaku waktu itu." "Dan yang terjadi adalah sebaliknya. Kau sama sekali tidak berhasil membuatku menarik kembali semua ucapanku. Atau...orang-orang biasa menyebutnya gagal." "Kau? Sialan. Kau orang pertama yang berhasil membuat seorang Marcus Cho merasakan apa itu yang namanya kekalahan. Dan untuk itulah hari ini Marc berjanji bahwa ia akan membuat gadis yang sudah membuatnya mengalami kekalahan itu menjadi miliknya. itu pun untuk selama-lamanya." "Really? Catch me if you can, Marc." Marc tertegun. Untuk pertama kalinya ia mendengar namanya bisa berubah menjadi begitu sangat indah saat Carl yang mengucapkannya. "Di hari dimana aku bisa mendapatkanmu nanti, aku bersumpah tidak akan pernah melepaskanmu untuk selamanya." "Wow. Ucapanmu terdengar sangat menyeramkan. Tapi sayang......aku sama sekali tidak takut." "Perlu kau ingat, Marc tidak pernah melepaskan sesuatu yang sudah ia klaim sebagai miliknya. Entah itu benda mati atau pun mahluk hidup." "Dan perlu kau ingat juga, Carl tidak takut dengan apapun." "Will see nona XG. Kita lihat apakah kau.....atau aku yang akan kalah." "Tidak secepat itu Marc. Kau harus menjalani prosedur yang ada." Marc mengumpat melihat Carl dengan sangat lancang berani menghentikan niatnya yang ingin mencium bibir sensual gadis tersebut. Membuat Marc ingin sekali menarik gadis angkuh itu ke dalam lift dan memperkosanya disana.



Tapi tidak. Sekarang bukan waktu yang tepat. Ia akan mempraktekkannya lain kali. "Untuk bisa menyentuhku kau harus memperlihatkan isi dompetmu lebih dulu Marc. Pria Miskin tidak ada di dalam kamus ku." "Dengan kata lain jika aku tidak memiliki cukup banyak uang kau akan menendangku, begitu?" "Thats right." "Asal kau tau saja. Tidak ada yang pernah bisa bermain-main denganku." Carl tertawa mendengar ucapan Marc barusan. Yang otomatis membuat pria tersebut mengernyit heran. "Alasanmu terlalu klise Marc. Katakan saja kalau kau tidak memiliki cukup banyak uang." "50 juta untuk sekali ciuman. Satu miliar untuk sekali kencan. Semua harga yang kau pasang itu.....itu semua tidak berarti apapun buatku." "Kau merasa kalau kau itu sangat kaya bukan? Sekarang katakan, kau orang kaya nomer berapa? 10? 20? 15? 35? Katakan Marc, kau orang kaya nomer berapa." Marc menggeram merasakan elusan sensual Carl di lehernya. Dengan cepat ia menekan tubuh Carl untuk semakin menempel pada tubuhnya. Erangan jelas keluar dari dalam mulut Marc ketika miliknya bergesekan dengan milik gadis XG di hadapanya. Membangkitkan gairahnya hingga ke titik yang paling besar. Dan sialnya miliknya lagi-lagi berdiri tegak tanpa perlu di komando. Semua karena gadis XG sialan itu. "Katakan." Suara Marc berubah parau. "Berapa harga yang kau pasang untuk ke-perawananmu heum?" "Tergantung seberapa banyak uang yang berani kau pertaruhkan?" Marc menyeringai. Sebuah seringaian yang sama dengan yang Carl lihat dibandara waktu itu. "Asal bisa memilikimu aku rela melakukan apapun. Termasuk menyerahkan nyawaku." Carl tertegun. Ini pertama kalinya ada pria yang seberani itu dengan-nya. Bukan berani dalam hal fisik. Melainkan ucapan. Sedikit berlebihan memang. Bahkan Marc sendiri tidak tau kenapa mulutnya bisa mengucapkan kalimat seperti itu. Sepertinya pria itu berhak di beri piala oskar untuk ucapan ajaibnya barusan. ""You're a sick boy."



"Yes i am." "Menjauhlah dariku. Aku tidak suka melihat pria miskin sepertimu berada dekat-dekat denganku." Marc hanya diam. Ia bisa melihat perilaku tidak nyaman Carl. Terbukti dari gadis itu yang mulai merapatkan selangkangan-nya. "Kenapa? Kenapa aku harus menjauh? Apa karena selangkanganmu mulai berkedut?" "Tutup mulut kotormu, brengsek!" "Ayolah Carl. Kita berdua sama-sama atau apa yang kita rasakan. Aku yakin milikmu pasti sudah sangat basah sekarang. Sama seperti milikku yang berdiri tegak hanya karena melihatmu." "Kau? Sialan! Tutup mulutmu itu." "Mari buat kesepakatan." "Apa maksudmu hah?" "Semacam perjanjian. Jadilah milikku. Dan aku bersumpah akan memberikan apapun yang kau mau." "Jika yang kau maksud adalah ingin menjadikanku sebagai partner seks maka segeralah bangun dari dalam mimpimu itu. Perlu kau tau, untuk bisa memasukiku setidaknya kau harus memiliki jabatan setinggi Donal Trump." "Donal trump? Aku bahkan lebih dari itu." "Apa maksudmu?" Bukanya menjawab, Marc justru mundur satu langkah. Tangan pria itu diam-diam merayap ke punggung Carl. Menarik tali gaun kurang bahan yang saat ini sedang gadis itu kenakan. "Brengsek! Apa yang ingin kau lakukan hah!" Sebisa mungkin Carl mencoba untuk menghentikan tindakan lancang Marc, namun sayangnya ia terlambat. Dress kurang bahan yang Carl kenakan telah meluncur bebas ke lantai. Menampakkan tubuh mulus gadis itu yang sangat menggoda. Carl tidak mengenakan dalaman apapun. Sehingga memudahkan Marc untuk bisa melihat dengan jelas tubuh indah yang tersaji di depan-nya tanpa penghalang sedikit pun. "Keparat! Apa yang kau lakukan.....ahhh."



Kaki Carl mendadak lemas. Ia bisa merasakan tangan lancang Marc sedang meremas kewanitaan-nya. "Demi tuhan. Kau tidak memakai dalaman apapun. Apa kau sengaja melakukanya untuk menggodaku?" "Brengsek. Beraninya kau melakukan ini pada...kuhhhh...ahhhh." Terdengar rintihan halus dari bibir Carl saat jari-jari panjang Marc memainkan pusat tubuhnya. Carl mengejang. Kakinya lemas. Ia membutuhkan sebuah pegangan. Atau ia bisa terjatuh kapan saja. "Akkhhhh!" Gadis itu kembali memekik saat Marc memasukkan salah satu jarinya ke dalam lubang hangat Carl. "Astaga sayang kau sudah sangat basah." Wajah Carl memerah. Ia memang basah. Pria miskin itulah yang sudah membuatnya basah. Sialan! "Kau....hhhh.....breng.....sekkk…. hhhh….. Marc mengeluar masukkan jarinya dengan cepat. Pria itu bahkan tak tanggung-tanggung memasukkan ketiga jarinya sekaligus. Ia bergerak keluar masuk dengan gerakan teratur. Sambil sesekali mengambil gerakan memutar. Membuat Carl benar-benar kehilangan kewarasan-nya. Ini terlalu nikmat. Dan Carl tidak bisa memungkiri hal itu. Terbukti dari gadis itu yang kini mulai mendongakkan kepalanya. Menikmati segala sesuatu yang pria itu lakukan pada tubuhnya. Ia tau ini salah. Tapi entah kenapa Carl justru tidak ingin menghentikan-nya. Tidak sebelum ia mendapatkan pelepasan. "Keluarkan sayang. Orgasme-lah untukku." Marc berbisik di telinga Carl. Sementara kedua kakinya ia gunakan untuk membuka selangkangan gadis tersebut. Menggeser kaki Carl agar lebih terbuka hingga memudahkan jari-jarinya untuk bekerja. "Oughhh." Carl kembali memekik saat Marc mempercepat gerakan-nya. Sementara tangan Marc yang lain menyentuh payudara Carl, meremasnya dengan kasar sambil sesekali menjepit putingnya yang sudah mengeras. Bibir tebal Marc pun ikut bekerja dengan memberikan kecupan-kecupan panas di sekitar leher dan juga bahu gadis tersebut. "Ahhh....k-ku...mo-hon..."



"Ya sayang. Seperti itu. Teruslah memohon padaku." Marc semakin mempercepat gerakan-nya. Ia tau gadis itu akan segera mencapai orgasme-nya. Marc sangat tau itu. Karena itulah ia mempercepat gerakan-nya. "A-Akuhh..." Marc tersenyum miring. "Datanglah untukku. Aku sudah menantikan-nya. Keluarkan kapan pun kau siap Carl sayang." "Breng....sek....kau...hhh...akkuh..... ahhhhhhhhhhhh!" Carl meledak. Mengeluarkan cairan yang membasahi jari-jari Marc yang masih bersarang di dalam pusat tubuhnya. "Luar biasa." Marc ikut terengah. Pria itu tengah menahan diri untuk tidak memasuki Carl sekarang juga. Gadis itu layak mendapatkan lebih. Karena itulah Marc tidak akan meniduri Carl di sudut ruangan seperti ini. "Hari ini aku berhasil membuatmu orgasme dengan jari-jariku. Lain kali akan ku buat kau orgasme dengan kebanggaanku." Carl tidak bodoh. Ia tau apa maksud pria itu. Hanya saja gadis itu terlalu lelah. Sebisa mungkin ia berusaha mengatur nafasnya yang tidak beraturan akibat kegiatan panas yang baru saja Marc lakukan padanya. "Sekarang kau tidak akan bisa lagi menolakku sayang. Mulai hari ini kau adalah milikku." "Apa maksudmu?" "Orgasme-mu yang tadi merupakan bukti kalau kau telah terikat perjanjian denganku. Yang itu artinya mulai detik ini kau adalah milikku." Seringai Marc puas. "Perlu kau tau, aku ini merupakan tipe pria yang sangat posesif. Jadi sayang.....akan lebih baik kalau kau menjauhi para pria sialan simpanan-mu itu. Jika tidak….aku sendirilah yang akan menyingkirkan mereka semua. Dan ya....datanglah padaku jika kau ingin mendapatkan kenikmatan seperti tadi. Aku bahkan bisa memberimu lebih. Tidak lama lagi kau akan segera tau harus menemuiku dimana." Belum hilang keterkejutan Carl, gadis XG itu kembali dibuat terkejut dengan ulah Marc yang lain-nya. Pria itu tanpa ragu menjilati jari-jarinya yang berlumuran dengan Orgasme Carl, sebelum akhirnya meninggalkan gadis itu sendirian. Dalam keadaan yang begitu berantakan dengan beberapa kissmark yang memenuhi lehernya. "M-Mustahil."



Tubuh Carl yang memang sudah lemas semakin bertambah lemas begitu membaca sebuah kartu nama yang entah sejak kapan berada di dalam genggaman-nya. Entahlah. Mungkin pria itu yang menaruhnya. Tapi itu tidak penting. yang terpenting adalah isi dari kartu nama tersebut. Carl benar-benar tidak pernah menyangka kalau pria brengsek yang baru saja membuatnya orgasme merupakan pendiri sekaligus pemilik Os Corp. Perusahaan Real Estate pertama yang sampai sekarang tidak ada yang mampu menandingi jumlah kekayaan-nya.



PART 03



Tiga puluh menit telah berlalu, namun Marc tidak juga menghentikan aksi gila-nya. Ia menatap jari-jarinya dengan mata yang berbinar. Seolah jemarinya merupakan berlian paling mahal yang ada di dunia. Tidakkah hal itu cukup menggelikan jika dilakukan oleh CEO sekelas Marcus Cho? Orang-orang yang tidak mengerti pasti akan menganggapnya gila bukan? Kejadian hari itu masih segar di dalam ingatan Marc. Kejadian dimana jari-jarinya yang panjang menservice lubang sempit Carl yang begitu sangat menjepitnya dengan liar dan menggebu. Pria itu berhasil dibuat gila oleh jepitan Carl. Marc tidak bisa membayangkan betapa gilanya dia jika saja saat itu penis-nya lah yang menusuk lubang kehangatan Carl. Dan bukan jarinya. Ia ingin mengulangi kejadian itu lagi. Bahkan mungkin lebih dari itu. Marc ingin menusuk Carl dengan keras panas dan juga bergairah. Tentunya dengan keringat yang membasahi tubuh polos mereka masing-masing. Oh shitt! Pasti akan sangat menyenangkan jika keinginan-nya itu bisa terwujud. Dan Marc bersumpah akan melakukan apa saja untuk bisa merealisasikan keinginan liar-nya itu. Sial. Bahkan hanya dengan mengingatnya saja sudah membuat Marc kembali turn on. Dan hal itu tidak bisa dibiarkan. Marc butuh pelepasan. Atau dia tidak akan bisa berkonsentrasi dengan semua pekerjaanya. "Aku tau jari-jarimu itu penuh dengan dosa. Tapi haruskah kau terus menatapnya seperti itu? Kau jadi terlihat idiot." Jika biasanya Marc akan tersinggung, maka lain halnya dengan hari ini. Perasaan pria itu sedang sangat senang. Terbukti dari aura gelapnya yang berubah menjadi positif. "Untuk pertama kalinya aku merasa bangga memiliki jari-jari panjang seperti ini." "Ck. Jari banyak dosa begitu apanya yang bisa di banggakan?" "Informasi apa yang kau bawa?" Bukanya menjawab sindiran Max, Marc justru balik bertanya. Yang otomatis membuat Max berdecak kesal. "Setidaknya biarkan aku minum dulu," Max meraih cangkir kopi Marc tanpa rasa bersalah sedikit pun. Toh mereka sudah terbiasa berbagi. Sebelumnya mereka bahkan pernah berbagi wanita.



Sedikit gila memang. Tapi memang seperti itulah cara hidup pria-pria bebas seperti Marc dan para sahabatnya. "_Ini tentang Sera." Tepat seperti dugaan Max, Marc langsung mengalihkan seluruh fokusnya begitu nama Sera di sebut. Pria itu terlihat tidak sabaran menanti kelanjutan apa yang akan Max katakan padanya. "_Dia menghilang." Lanjut Max tajam. Penuh penekanan. "Apa maksudmu dengan menghilang? Bukankah aku sudah menyuruh anak buahmu untuk mengawasinya? Kenapa hal seperti ini bisa terjadi hah?" "Tenanglah Marc. Wanita itu jauh lebih licik dari yang kita kira. Kita tidak akan pernah tau hal apa saja yang bisa dia lakukan. Terbukti dengan caranya yang begitu mudah untuk menipumu. Lagipula...kau juga bersalah disini." "Apa maksudmu?" "Jika saja kau tidak sibuk dengan para jalangmu, aku yakin sekarang kita pasti sudah bisa menangkap Sera." Marc tidak menjawab. Perhatian pria itu teralihkan oleh email yang baru saja masuk ke dalam ponsel miliknya. Senyum segaris terbit di bibir tebal Marc begitu membaca isi dari email yang di terimanya itu. "Kau membutuhkan dokter Marc. Aku serius. Kau terlihat sangat menyeramkan saat sedang tersenyum seperti itu." "Hey apa-apaan ini?" Max kembali bersuara saat dengan kurang-ajarnya Marc melempar kunci mobil kearahnya. Yang dengan sigap langsung pria itu tangkap sebelum kunci tersebut benar-benar melukai wajah tampan-nya. "Ke Casino sekarang. Aku butuh pelepasan." "Ck. Pria gila mana yang melakukan pelepasan pagi-pagi seperti ini oeh?" Marc mengangkat bahunya acuh. Meraih jas armani mahal miliknya yang sempat pria itu gantung diatas kursi sebelum akhirnya melangkah pergi. Tentunya dengan diikuti Max yang berjalan di belakangnya. "Batalkan semua jadwalku sampai jam makan siang." "Tapi sir.....



Marc melangkah acuh. Mengabaikan sang sekertaris yang masih sibuk mengoceh di belakangnya. "Padahal tiga puluh menit lagi rapat antar pemegang saham akan diadakan. Bisa jadi masalah kalau tuan Marc sampai tidak datang." "Sudahlah. Percuma saja kau mengaturnya. Marc tidak akan pernah menarik perkataan-nya kembali. Lagipula Os Corp tidak akan bangkrut hanya karena Marc tidak menghadiri rapat penting." Dengan sangat terpaksa Dave akhirnya mengangguk. Max benar, Os Corp tidak akan jatuh bangkrut hanya karena masalah sepele seperti ini. "Dari pada kau sibuk mengurusi perusahaan yang membosankan ini, lebih baik kau ikut denganku saja." "Kemana?" "Bos gilamu itu ingin mendapatkan pelepasan." Dave tergelak. Namun ia tetap mempertahankan ekspresi datarnya. "Ada beberapa file penting yang harus aku urus. Kau pergi saja lebih dulu. Kalau sempat aku akan menyusul." "Ayolah Dave, berhenti menjadi pria membosankan. Ada banyak wanita dengan dada dan juga bokong besar disana. Apa kau tidak tergiur? Satu dua kali pelepasan akan membuatmu sedikit ril....." Seolah tersadar, Max buru-buru menghentikan ucapan-nya. Dan benar saja. Saat ia menoleh, Max sudah langsung mendapati tatapan tajam dari Dave. "Aku pergi dulu. Marc akan mengamuk kalau aku sampai membuatnya menunggu. Mengenai perkataanku yang tadi sebaiknya kau lupakan saja. Tadi itu aku hanya bercanda. Kau tau kan kalau aku ini suka bercanda? Sudah ya aku pergi dulu." Max benar-benar memaki tindakan gila yang baru saja ia lakukan. Dia bahkan terlihat seperti seorang kekasih yang baru saja ketahuan melakukan kesalahan. Ck yang benar saja? Dan pria itu, Dave Aguilar. Max tidak percaya jenis pria seperti Dave masih bertahan di era modern seperti ini. Astaga. Max benar-benar bisa gila jika terus memikirkan tingkah para sahabatnya yang menyimpang. *********



Winstar World Casino merupakan tempat judi terkenal dan juga mewah yang ada di Texas Amerika Serikat. Di tempat judi inilah orang-orang kelas atas biasa menghamburkan uang mereka. Dari sekian banyaknya pengunjung yang datang nampak sosok Carl disana. Gadis XG itu tengah sibuk menemani Park Chanyeol. Satu dari sekian banyaknya pria-pria kaya yang sedang menyewa jasa gadis liar berlabel cantik sekaligus seksi tersebut. "Ganjil." Chanyeol berucap tajam. Jemari pria itu perlahan melempar dadu kecil yang berada di dalam genggaman tangan-nya. Melemparnya dengan gerakan seanggun mungkin sambil sesekali meremas pinggang terbuka Carl. "Woahhh. You're win babe." Carl berteriak heboh saat tebakan Chanyeol benar. Dengan sekali lemparan dadu pria pemilik marga Park asal korea selatan itu berhasil mendapatkan taruhan sekitar 100 hingga 200 miliar US dollar. Jangan heran kenapa jumlah nominalnya bisa begitu sangat besar. Karena semua pengunjung yang terdaftar dalam Winstar World Casino merupakan orang-orang besar dengan jenis dompet yang sangat tebal. Tidak heran jika taruhan yang mereka buat pun tidak kalah besarnya dengan modal membangun sebuah gedung perusahaan mewah dengan tinggi 30 lantai. "Park Chanyeol tidak pernah kalah beb. You have to remember that." Carl menyeringai saat Chanyeol meraup bibirnya. Gadis XG itu dengan senang hati akan membalas ciuman Chanyeol. Terlebih lagi pria itu memang sudah membayar jasanya selama seharian penuh. Lebih dari itu. Dengan jumlah nominal yang baru saja Chanyeol terima membuat Carl tidak sabar ingin segera menguras habis uang pria tampan tersebut. "Eunghh." Carl melenguh merasakan pertautan lidah Chanyeol yang begitu liar. Tangan pria itu bahkan mulai merayap ke atas. Menekan tengkuk Carl untuk semakin memperdalam ciuman mereka. Ada banyak ratusan pasang mata yang menyaksikan kejadian intim pasangan tersebut. Namun mereka semua seolah tidak peduli. Pemandangan seperti ini sudah sangat terbiasa untuk orang-orang dengan kehidupan bebas seperti Amerika. "Aku menginginkanmu. Jadilah milikku. Maka akan aku berikan seluruh hasil judi hari ini untukmu." Carl mengerang. Tangan Chanyeol berhasil masuk ke dalam gaun transparan yang gadis itu kenakan. Meremas buah dada gadis tersebut dengan keras sambil sesekali menjepit



putingnya. Membuat Carl lagi-lagi harus mendesah. Ia mulai kehilangan kewarasan-nya. Sentuhan Chanyeol sangat nikmat. Sama seperti saat Marc menyentuhnya. Marc? Carl refleks mendorong Chanyeol menjauh. Sial! Carl nyaris saja melanggar aturan yang sudah ia buat selama bertahun-tahun lamanya. Dan itu semua karena sentuhan Chanyeol yang membuatnya terlena. Mood gadis cantik itu semakin memburuk begitu mengingat nama pria brengsek yang sudah lancang menikmati tubuhnya secara gratis. Hari ini tepat satu minggu setelah kejadian tak senonoh yang Marc lakukan padanya. Dan pria brengsek itu sama sekali tidak melakukan apapun. Awalnya Carl mengira Marc akan mentransfer sejumlah uang ke dalam rekening miliknya mengingat Carl adalah wanita bayaran yang sangat menggilai uang. Tapi ternyata Carl salah. Bajingan itu menghilang setelah menikmati vagina-nya. Sialan sekali bukan? Carl bersumpah akan memberi pria itu pelajaran jika nanti mereka sampai dipertemukan kembali. Bahkan jika perlu ia akan mendatangi kantor si brengsek itu. Tunggu dulu. Mendatangi kantor? Sialan! Kenapa ia tidak memikirkan hal itu sebelumnya? Terlebih saat Carl sudah tau harus menemui pria panas nan brengsek itu dimana. Sebenarnya sampai sekarang pun Carl masih sulit percaya kalau pria panas tersebut merupakan pendiri sekaligus pemilik Os Corp. Luar biasa bukan? Tidak seharusnya ia melepaskan kesempatan emas seperti ini. Dan Carl memang tidak akan melepaskan-nya. Kapan lagi ia bisa menguras habis uang miliarder terkaya se-Amerika itu jika bukan sekaranglah saatnya. Orang bilang kesempatan tidak datang dua kali. Dan Carl percaya penuh akan pribahasa kuno itu. "Why babe? Aku pikir kau juga menginginkan-ku. Sama seperti aku menginginkan tubuhmu." "Aku....



Drrrrtt drrrt drrrrrtt! Belum sempat carl menjawab, ponsel milik Chanyeol sudah lebih dulu bergetar. Alhasil dengan sangat terpaksa Chanyeol harus menjawab panggilan tersebut. Mengingat panggilan itu begitu penting untuknya. "Ada apa sayang. Daddy sedang sangat sibuk sekarang." "......." "Baiklah nanti daddy akan membeli boneka teddy bear seperti keinginanmu. Daddy tutup dulu. Bye sayang." "Putrimu?" Helaan nafas kasar terdengar dari dalam mulut Chanyeol begitu mendengar pertanyaan yang Carl ajukan sarat akan nada sindiran. Carl-nya cemburu. Begitulah yang ada di dalam pikiran Chanyeol saat ini. "Eunsoo sedang sakit. Karena itulah dia sedikit rewel." "Pulanglah. Sepertinya putrimu itu jauh lebih membutuhkan." "Dengar," Chanyeol menarik Carl ke dalam pelukan-nya. Membaui harum eksotis yang menguar dari dalam leher jenjang gadis tersebut sambil sesekali mengecupnya. "Kau tau kan kalau aku sangat mencintaimu? Kau juga tau kan kalau aku sangat menyayangi putriku? Kau dan juga Eunsoo sama pentingnya buatku. Kalian berdua adalah sumber kebahagiaanku. Oleh karena itu...bisakah kau tidak merajuk? Aku akan lebih senang kalau kau melupakan rajukanmu itu dan melanjutkan kegiatan kita yang tadi." "Pulanglah. Bukankah kau bilang putrimu sedang sakit." "Tidak. Aku masih ingin.... "Moodku sudah hilang." Sela Carl cepat. "Percuma saja kau terus membujukku." "Arrrggh sial." Chanyeol meremas rambutnya kasar. Carl meninggalkanya begitu saja. Dengan keadaan penisnya yang sudah berdiri tegak. Sialan! Jika saja tadi putri kecilnya tidak menelpon, bisa dipastikan mereka berdua akan bergelung dibawah selimut yang sama. Dengan keadaan saling memasuki tentunya.



Namun apa boleh buat. Semuanya sudah terlanjur terjadi. Chanyeol tidak mungkin menyalahkan putri kecilnya. Apalagi saat mengingat kalau Chanyeol hanyalah orangtua tunggal. Istri pria itu meninggal tiga tahun yang lalu akibat penyakit berat yang di deritanya. Sementara itu Carl sendiri memilih untuk menyibukkan diri di atas lantai dansa. Tentunya dengan di temani beberapa orang pria panas yang begitu memuja dirinya. Sejujurnya mood gadis itu tidak benar-benar rusak. Terkecuali untuk bagian tentang 'Marc' yang memang berhasil merusak mood-nya. Carl bahkan sama sekali tidak peduli dengan apa yang Chanyeol katakan padanya. Bagi Carl para pria tidak ada bedanya dengan mesin ATM berjalan. Karena itulah Carl tidak ingin terlibat perasaan lebih dengan mereka semua. Namun......terkadang sisi lain gadis itu berteriak meminta perhatian. Ia ingin di perhatikan. Gadis itu ingin menjadi satu-satunya alasan yang bisa membuat pria yang benar-benar tulus mencintainya bertekuk lutut di hadapan-nya. Menjadikan-nya satu-satunya alasan untuknya bahagia. Akan tetapi..... Adakah pria seperti itu di dunia yang egois ini? Rasanya mustahil. Jika pun ada. Dibelahan bumi mana Carl harus mencarinya? "Hai Carl." Carl refleks menoleh begitu mendengar ada yang memanggil namanya. "Lihatlah siapa yang datang? Ck. Jennifer Swan. Apa yang kau lakukan disini?" Carl berujar sinis. Mata hazelnya sibuk meneliti penampilan Jane yang menurutnya begitu biasa. Sangat berbeda dengan Carl yang menggoda dan juga seksi. "Mencari pria-pria kaya. Persis seperti yang kau lakukan." Jawaban Jane berhasil membuat Carl memutar kedua bola matanya malas. "Jangan sama-kan aku denganmu, Jane. Im still virgin. Sedangkan kau....kau hanyalah barang bekas tidak berguna." "Kau memang gadis yang sangat sombong, Carl." "Well. Kau tau betul seperti apa aku ini."



Carl mengibaskan rambutnya dengan sangat percaya diri. Membuktikan kalau hanya dirinya-lah yang terbaik diantara yang terbaik. Tak pelak aksi Carl tersebut sukses membuat para pria yang sejak tadi menatap lapar kearahnya menahan nafas. Carl terlalu menggoda untuk ukuran seorang wanita. Dan semua kaum pria mengakui hal itu. "Bye the way….Dimana sahabatmu yang biasa-biasa saja itu?" "Maksudmu Alexa?" "Apa kau punya sahabat lain selain dia?" Lagi-lagi Carl berhasil menyulut emosi Jane dengan ucapan-nya yang terdengar begitu sangat menyepelekan. "Setidaknya aku masih jauh lebih baik. Lihatlah dirimu yang katanya sempurna itu. Kau bahkan tidak memiliki satu orang pun teman yang mau bersahabat denganmu." "Untuk apa? Aku tidak membutuhkan seorang sahabat. Kau tau kenapa? Karena semua itu hanyalah omong kosong belaka. Di dunia ini tidak ada yang benar-benar mau menjadi sahabat. Para sahabat selalu bermuka dua. Dan apa kau tau? aku membenci orang-orang hina seperti itu. Bahkan jalang saja masih jauh lebih baik dari pada mereka. Setidaknya jalang tidak akan menusuk dari belakang." "Kau memang gadis yang aneh, Carl. Omong-omong soal Alexa, dia sedang mendapat job besar malam ini. Ahh aku iri sekali dengan-nya?" "Job apa? Apa ada kaitanya dengan nominal uang yang banyak?" "Bukan hanya banyak. Tapi sangat banyak. Kau bahkan tidak akan sanggup menghitung jumlahnya." "Aku tidak percaya gadis biasa seperti Alexa bisa mendapatkan uang lebih banyak dariku. Katakan, tua bangka mana yang menyewanya kali ini?" "Tua bangka?" Jane tertawa pelan. "Sayangnya itu hanya ada di dalam imajinasimu saja Carl. Karena pada kenyataanya Alexa sedang menghabiskan malam panas bersama dengan pria paling kaya di negeri ini." "Pria paling kaya di negeri ini? Mustahil." Ulang Carl tak percaya. "Kau tau pemilik casino ini? Alexa sedang melayani-nya. Aku dengar selain tampan pemilik Casino ini juga miliarder ternama. Kalau kau berhasil memuaskan nafsu-nya, dia akan membayarmu paling sedikit 5 milyar. Banyak sekali bukan? Tapi ya, untuk apa juga aku menjelaskan-nya padamu. Mengingat kau yang bersikeras mempertahankan



keperawanan-mu, aku yakin kau tidak akan mungkin tertarik. Sudahlah aku pergi dulu. Pria-ku sudah menunggu." "Luar biasa." Carl mendesah tak percaya. "Aku tidak percaya ada orang sekaya itu di dunia ini. Aku jadi penasaran, kira-kira seperti apakah paras pria itu? Apakah dia benar-benar setampan yang Jane katakan?" "Apa kau melihat Jane?" Carl menatap bartender di hadapan-nya dengan tidak berminat. Dan tentu saja kalian semua pasti sudah tau betul apa alasanya. Semua dikarenakan bartender tersebut tidak termasuk ke dalam golongan orang-orang berdompet tebal. Yahhh meski harus Carl akui kalau bartender ber-name tage Harry Style tersebut tidak kalah tampan dengan model papan atas negara ini. But.......sekali lagi prinsip Carl bekerja. Apa gunanya tampan jika miskin. "Dia sudah pergi." Jawab Carl dingin. "Begitu ya? Sayang sekali. Padahal aku punya pekerjaan penting buatnya." Alis Carl terangkat sebelah. "Pekerjaan penting?" "Mr. M baru saja memesan dua botol wine untuk diantar ke kamar-nya. Akan tetapi saat ini aku sedang sangat sibuk. Karena itulah aku ingin meminta bantuan Jane untuk mengantarnya." "Siapa itu Mr. M?" "Kau tidak tau? Dia pemilik Casino disini. Sekaligus Casino-Casino besar yang ada di Asia." Mata Carl melebar dengan sendirinya. Demi dewa Neptunus, sebenarnya seberapa kaya pria pemilik Casino itu? Membuat Carl jadi semakin penasaran saja. "Berikan padaku. Aku yang akan mengantarnya. Katakan saja dia ada dikamar nomor berapa." "Kau yakin? Tidak biasanya kau mau mengambil pekerjaan seperti ini." "Jangan cerewet. Cepat katakan berapa nomor kamarnya." "137." ********** Carl termenung di tengah perjalanan-nya menuju kamar dengan nomer 137. Sebuah kamar mewah yang katanya merupakan kamar pribadi pria kaya raya tersebut.



"Kamar nomor 137. Itu adalah kamar pribadi Mr. M. Berhati-hatilah denganya. Mr. M sangat dingin. Jangan sampai kau membuat kesalahan di hadapan-nya. Karena satu kesalahan kecil saja bisa menghancurkan hidupmu untuk selama-lamanya." Perasaan gugup itu mendadak menyerang Carl begitu ucapan Harry kembali terngiang di dalam ingatan-nya. Benarkah ada pria se-arrogant itu di dunia yang fana ini? "Tentu saja ada Carl bodoh. Pria brengsek itu contohnya." Langkah Carl kembali terhenti begitu mengingat nama Marc yang mendadak muncul di kepalanya. Entah kenapa sosok Mr. M pemilik Casino mewah tempatnya bekerja mengingatkan Carl akan sosok Marc yang juga arogan dan diktator. Tunggu dulu. Tidak mungkin kan kalau mereka berdua itu orang yang sama? Jantung Carl kembali berpacu mengingat kemungkinan apa saja yang bisa terjadi. Namun dengan cepat gadis itu segera menepisnya. Mustahil rasanya jika Mr. M dan Marcus merupakan orang yang sama kan? Kalau pun memang benar, serakah sekali Marcus Cho ini. Apa menjadi CEO perusahaan besar saja tidak cukup? Kenapa dia juga harus menjadi pemilik Casino terbesar di seluruh dunia oeh? Tuhan benar-benar tidak adil. "Ck. Jangan gila Carl. Singkirkan pikiran bodohmu. Belum tentu mereka berdua orang yang sama." Carl kembali memaki dirinya sendiri atas pikiran-pikiran bodoh yang bersarang di dalam kepalanya. "Itu benar. Mereka pasti orang yang berbeda. Kali ini aku tidak mungkin melakukan kesalahan lagi." Dengan dagu yang diangkat keatas, Carl kembali melanjutkan langkahnya dengan tenang. Meski pun pada kenyataanya jantung gadis itu masih berdetak dengan sangat cepat. Tapi Carl mencoba untuk tidak memperdulikan itu semua. Tokk Tok Tokk! Tokk Tok Tokk! Tokk Tok Tokk!



Tokk Tok Tokk! "Brengsek!" Carl tidak bisa untuk tidak mengumpat. Batas kesabaran gadis itu sudah habis. Hampir sepuluh menit lebih Carl berdiri di depan sebuah pintu bercat putih dengan nomor 137. Namun selama itu juga tidak ada yang membukakan pintu untuknya. Apa lubang Alexa begitu sangat nikmat hingga pria itu bahkan mengabaikan ketukan pintu darinya? Ayolah. Dia itu Scarlet Song. Tidak ada yang pernah mengabaikan dan bahkan membuatnya menunggu seperti ini. Kecuali si Mr. M yang masih belum diketahui wajahnya. Ck. Berhentilah menyalahkan orang lain Carl. Semua ini akibat dari kesalahanmu sendiri. Seandainya saja kau tidak merasa sangat penasaran dan bersikeras mengantarkan minuman untuk Mr. M itu, kau pasti tidak akan mungkin bernasib sial seperti ini. "Hanya sekali. Aku akan mengetuk pintu sialan ini sekali lagi. Jika tetap tidak ada yang membukakan pintu, aku bersumpah akan menyalakan alarm kebakaran dan membuat onar." Carl sudah bertekad. Gadis itu kembali mengetuk pintu di depan-nya. Lebih keras dari sebelumnya. Namun hasilnya tetap sama. Tidak ada yang membukakan pintu untuknya. "Sialan. Kaum penuh dosa itu benar-benar menguji kesabaranku." Krekkk! Carl nyaris saja mengeluarkan tendangan maut miliknya jika saja pintu bercat putih itu tidak lebih dulu terbuka. Ternyata pintu itu tidak terkunci. Hingga akhirnya pintu tersebut mendadak terbuka dengan sendirinya sewaktu Carl tidak sengaja menendangnya saat sedang kesal tadi. "Keparat! Kalau saja aku tau pintunya tidak dikunci aku pasti akan langsung menerobos masuk sejak tadi. Pasangan penuh dosa itu benar-benar membuatku nampak seperti orang bodoh." "Sshhhhh....hhhh....kau..hhh...sangat...hhh...nikmat...babe..hhh." Sialan! Baru masuk Carl sudah langsung disambut dengan suara-suara menjijikan yang menganggu telinganya. Carl bukan orang awam bodoh yang tidak mengerti suara apakah itu. Yang jelas itu bukanlah suara dari arwah hantu penasaran. Walau pun masih perawan namun Carl tidak benar-benar sepolos label yang melekat pada dirinya. Gadis itu sering menoton video dewasa di malam hari. Karena itulah Carl sama sekali tidak merasa terkejut saat mendengar suara erangan penuh kenikmatan seperti yang baru saja di dengarnya tadi.



Meski sering menonton video dewasa, namun Carl bersumpah dia hanya pernah orgasme satu kali. Itu pun karena perbuatan tak senonoh yang si brengsek Marc lakukan padanya. Shitt. Mengingat kejadian vulgar tersebut membuat vagina Carl tiba-tiba berkedut. Pria brengsek itu benar-benar membawa pengaruh buruk untuk selangkanganya. Sial. "Ougghh...hhhh...tusukanmu....hhh...sangat...hhh....hebat...hhh." Carl tercekat. Sekarang gadis itu bisa melihat dengan jelas percintaan panas tersebut dengan kedua bola matanya langsung. Disana. Tepat di hadapan-nya sepasang manusia beda jenis kelamin itu tengah saling bergerak satu sama lain dengan begitu sangat liar. Carl bahkan bisa melihat bokong seksi pria asing tersebut yang tengah bergerak naik turun seiring hujaman-nya yang bertambah kuat. Sial. Apa mereka sudah gila? Bagaimana bisa mereka bercinta tanpa menutup pintu oeh? Apa mereka itu ingin pamer? Jika iya. Maka selamat. Mereka benar-benar berhasil menjalankan rencana busuknya. Terbukti dari selangkangan Carl yang semakin bertambah gatal. "Shittt...kau...hhh...sangat...nikmat...berikan...aku...hhh....lebih...hhh." DEG! Tubuh Carl membeku. Ia tau suara bass itu. Dan jika Carl tidak salah, itu adalah suara si brengsek Marcus. Tunggu dulu. Apakah itu artinya Mr. M dan Marcus memanglah orang sama? Sial. Carl jadi menyesal sudah menawarkan diri mengantar minuman ke dalam kamar sialan ini. Jika saja ia tau Marc-lah pemilik kamar yang akan di datanginya, ia pasti akan menolak sejak awal. Jika seperti ini ia harus secepatnya pergi sebelum si brengsek itu melihatnya dan kembali menambah masalah. Namun ternyata........yang terjadi berikutnya tidaklah sesuai dengan harapan Carl. Meski gadis tersebut bersikeras untuk pergi tubuhnya justru bertindak lain. Bukanya pergi Carl justru menonton adegan vulgar di depanya. "Apa yang aku lakukan ini? Jelas-jelas aku ingin pergi, tapi kenapa tubuhku justru bertindak lain? Aku seperti tidak bisa mengendalikan tubuhku sendiri."



"Ouughh.....aku....hhhh...." Mengetahui Alexa yang hampir mencapai klimaks, Marc justru memperlambat tusukan-nya. Membuat Alexa benar-benar tersiksa dibuatnya. "Apa...hhh...yang...kau...lakukan...hhhh...aku...hampir...mendapatkan...klimaksku." "Jung Sera. Kau tau wanita itu dimana?" "Tidak...Ini...hhhh..sangat...menyiksa...aku...hhh...butuh...tusukan." "Aku tidak akan bergerak sampai kau menjawab pertanyaanku." "Kau....hhh....breng...sek...hhh." Seringain terbit dibibir tebal Marc begitu mendengar umpatan yang Alexa layangkan padanya. Ia tau betul wanita jalang itu sedang sangat tersiksa sekarang. "Katakan. Dimana Sera?" Gerakan Marc semakin bertambah pelan dan pelan seiring aksi bungkam Alexa. Wanita itu benar-benar di buat tersiksa olehnya. "Move. Please." Seringaian dibibir Marc semakin lebar mendengar nada permohonan yang ke luar dari dalam mulut alexa. "Katakan. Atau aku...akan mengakhiri semua kenikmatan ini." "Aku....hhh...oughh....ini...hhh… sangat...hhh...menyiksa...hhh." "Katakan." "Aku......hhhhh.......hhh… "Baiklah. Sepertinya percintaan membosankan ini memang harus di hentikan. Jalangku menolak bicara." "NO! Move Please!" "Cepat buka mulutmu sebelum aku benar-benar menghentikan percintaan ini." "Dia....hhhh...di....Jepang. bersama….hhh...pria....tua...kaya…. simpanan-nya." Rahang Marc mengeras. Ia tau betul siapa sosok pria tua kaya yang Alexa maksud.



"Dia tidak ada disana. Cepat katakan dimana Sera sekarang?" "Aku....hhh....tidak....tau. Dia....hhhh..menghilang....sejak...pindah...ke….Jep....ougghhhhh!" Alexa memekik histeris saat Marc dengan tanpa aba-aba menghentakkan kejantanan-nya dengan begitu sangat keras. Kejantanan Marc yang panjang dan juga besar benar-benar berhasil memuaskan Alexa dengan sangat baik. Alexa begitu sangat menikmati tusukan liar Marc tanpa tau kalau saat ini pria itu tengah meluapkan amarahnya. Dan tanpa mereka berdua sadari, sejak tadi Carl menonton percintaan panas mereka. Gadis itu bahkan juga mendengar semua ucapan yang mereka bicarakan. "Ahhhhhhhhhhhhhhhh!" Erangan panjang menandai akhir dari percintaan liar Marc dan Alexa. Pria itu ambruk menimpa tubuh polos Alexa dengan kepala yang berada di dalam cerukan leher jalang tersebut. "Aku sangat haus. Bisakah kau bang.....C-Carl?" "Sial." Marc menggeram mendengar nama penting itu keluar dari dalam mulut jalang yang baru saja di gagahinya. Pria itu dengan cepat menarik keluar penisnya, memakai pakaianya kembali sebelum akhirnya berbalik menghadap ke arah gadis cantik yang membuatnya nyaris gila. "Akan aku jelaskan." Gadis itu menatap datar kearah Marc. Ohh tidak. Apakah Carl cemburu melihat Marc bercinta dengan wanita lain? "Demi tuhan sayang, jangan cemburu. Jalang ini hanya selinganku saja. Aku bersumpah." Marc terlihat seperti orang gila. pria itu berbicara dengan batin-nya sendiri dan menganggap kalau seolah-olah Carl tengah cemburu padanya. Benar-benar seperti orang gila bukan? "Jadi Mr. M itu benar-benar kau? Ck. Kebetulan macam apa ini?" "A-Apa yang kau lakukan disini Carl?" Itu suara Alexa. Wanita itu benar-benar terkejut mengetahui Carl berada di satu ruangan yang sama denganya. Ia merasa terancam sekarang. Biar bagaimana pun juga Alexa kalah telak jika di bandingkan dengan gadis XG itu.



"Jangan hawatir. Aku hanya ingin mengantarkan ini." Carl mengangkat dua botol wine di tangan-nya. "Lanjutkan kegiatan kalian. Aku akan pergi." "Tetap di tempatmu." Carl tidak peduli. Ia nyaris berhasil mencapai pintu keluar jika saja Marc tidak mencekal tangan-nya. "Pergilah. Dave akan mengurus bayaranmu." "Tapi........baiklah." Alexa mengalah. Gadis itu akhirnya memilih untuk segera pergi. Apalagi setelah mendapati tatapan tajam yang Marc layangkan padanya. "Tentang yang kau lihat tadi aku...... "Jangan menyentuhku." Sela Carl cepat. "Dengan tangan kotormu." Marc menurut. Pria itu segera menjauhkan tangan-nya dari wajah Carl. Ia juga tidak berniat menyentuh Carl dengan tangan kotornya. Tidak sebelum ia mandi. Atau paling tidak mencuci tangan. Gadisnya terlalu istimewa. Gadisnya? Ahh. Itu terdengar sangat bagus. Mulai sekarang Marc akan memanggil Carl dengan sebutan 'gadisnya' Menarik bukan? Marc benar-benar menyukai panggilan barunya itu. "Dengar ya tuan Marcus Cho yang terhormat, aku sama sekali tidak tertarik dengan semua urusanmu yang penuh dengan dosa. Kau tau kenapa? Karena aku tidak peduli denganmu. Oleh karena itu....cepat katakan apa tujuanmu menahanku dikamarmu yang menjijikan ini. Jujur saja aku tidak memiliki banyak waktu untuk pria sepertimu. Astaga! Bau-mu bahkan membuatku jijik." Bukanya tersinggung, Marc justru tertawa. Pria itu tau betul bau menjijikan apa yang Carl maksud. Apalagi kalau bukan bau sperma sisa percintaanya dengan Alexa tadi. "Well, seperti yang baru saja kau lihat, aku bukanlah pria baik-baik yang bisa bertahan hanya dengan satu orang wanita. Semoga kau bisa mengerti kebutuhanku yang satu ini." "Apa maksudmu?"



"Kau kesini untuk mengambil uangmu bukan?" Marc balik bertanya. Mencoba mengalihkan pembicaraan, mungkin. "Datanglah ke kantorku jika memang kau benar-benar menginginkan uang itu." "Kenapa aku harus datang kesana?" "Tentu saja karena sekarang aku tidak sedang membawa uang atau pun cek tunai sayang." Marc benar-benar gemas melihat tingkah Carl yang kadang kelewat liar dan kadang kelewat polos. Pria itu bahkan sampai mencubit hidung gadis tersebut. Yang otomatis langsung mendapat delikan tidak suka dari Carl. "Sudah ku katakan aku tidak suka kau menyentuhku dengan tanganmu yang kotor. Haruskah aku mengeja kalimatku?" Marc mengangkat tanganya ke atas. Pertanda jika ia menyerah. "Okee. Aku tidak akan menyentuhmu. Tidak sebelum aku mandi. Apa kau mau memandikanku? Kita mungkin bisa mandi bersama. Dan melakukan hal-hal yang lain tentunya." "Dasar pria gila." Marc kembali tertawa. Ia tidak pernah tau kalau menggoda Carl si gadis XG akan se-menyenangkan ini. Sepertinya Marc akan sering menggoda Carl mulai sekarang. "Kalau kau memang menginginkan uang itu datanglah ke kantor. Aku bersumpah akan memberimu cek kosong yang bisa kau isi dengan nominal berapa pun." "Permainan apa yang sebenarnya tengah coba kau mainkan heum? Aku jelas tau betul ada maksud terselubung di balik cek kosongmu itu." "Tepat seperti dugaanmu Carl, sayang. Di dunia ini tidak ada yang gratis. Kau tentu tau betul mengenai hal itu bukan?" "Ck. Ucapanmu membuatmu mual." "Bagaimana bisa? Aku bahkan belum menghamilimu." "Keparat! Singkirkan pikiran mesum-mu dariku, brengsek!" "Aku serius." Ekspresi Marc berubah serius dalam hitungan detik. "Datanglah pukul sepuluh pagi. Tidak lebih dan tidak kurang. Jika tidak.....dengan sangat terpaksa kau harus melakukan hal lainya lagi demi bisa mendapatkan cek kosongmu yang sudah aku anggap hangus." "Apa maksudmu dengan melakukan hal lain?" "Entahlah. Mungkin dengan melakukan blow job. Atau....bercinta dengan mulut seksimu."



"Kau? Sial. Kau benar-benar bajingan brengsek." Marc kembali terkekeh. "Tepat pukul sepuluh pagi. Ingat itu." Marc bergegas pergi setelah menyelesaikan kalimatnya. Selain karena ada rapat penting yang harus ia hadiri, Marc memang tidak bisa jika berlama-lama di dekat Carl. Aroma dan juga tubuh gadis itu membawa dampak buruk bagi selangkangan-nya. ********* Keesokan harinya Carl benar-benar mendatangi Os Corp. Gadis itu bersumpah akan menguras habis semua uang yang pria sombong itu miliki untuk semua tindakan gila yang pria itu lakukan pada tubuh indahnya. Tidak ada yang boleh bermain-main dengan-nya. Termasuk si brengsek Marcus Cho. Pria itu harus tau jika Carl bukanlah barang gratis yang bisa ia sentuh semaunya. "Katakan. Ada di lantai berapa ruangan pria bernama Marcus itu? Aku ingin bertemu denganya." "Apakah sebelumnya anda sudah membuat janji dengan CEO kami?" "Tanyakan itu padanya. Pria gila itulah yang memaksaku kemari." Mendengar jawaban Carl yang begitu yakin membuat Jessica mau tak mau harus mengizinkan Carl masuk. Melihat penampilan Carl yang glamour membuat Jessica berfikir kalau Carl merupakan tamu penting CEO-nya. "Tuan Marcus ada di lantai 80. Anda bisa menaiki lift yang di sebelah kiri. Lift khusus karyawan biasa. Lift sebelah kanan hanya dikhususkan untuk tuan Marcus seorang." Carl bukan orang biasa. Dia istimewa. Semua pria bahkan tau itu. Jadi....sudah bisa dipastikan gadis itu akan lebih memilih menaiki lift sebelah kanan. Lift yang katanya hanya di khususkan untuk Marcus seorang. Carl bahkan mengabaikan puluhan pasang mata yang menatap kaget kearahnya. Tringg! Lift berhenti tepat di lantai 80. Namun kening Carl berhasil dibuat mengernyit begitu mendapati ruangan mewah tersebut dalam keadaan kosong. Mata hazel Carl lantas beralih menatap pintu kayu besar yang ada di hadapan-nya. Jika dilihat dari betapa tingginya pintu tersebut, sudah bisa dipastikan kalau itu merupakan ruangan Marcus yang harus ia datangi. Pintu berwarna coklat itu lantas terbuka. Menampilkan desain dalam ruangan yang ternyata begitu sangat menakjubkan. Carl tercengang melihat beberapa pajangan mewah yang tertata rapi di lemari kaca. Yang tentunya seluruh pajangan tersebut berharga ratusan bahkan miliyaran juta dollar.



"Luar biasa. Bisakah aku mencuri semua ini lalu pergi?" Kepala gadis cantik itu menggeleng saat pikiran-pikiran bodoh tersebut mulai menghinggapi kepalanya. "Semua ini membuatku gila. Si Marc ini ternyata memang benar-benar sangat kaya. Aku jadi semakin tidak sabar ingin segera menguras habis semua uangnya." "Ahhh....shhh...hhh." "Sial." Geraman jelas keluar dari dalam mulut Carl begitu telinganya kembali mendengar suara menjijikan seperti yang pernah ia dengar di Casino waktu itu. Dan benar saja. Saat carl melangkah lebih dalam, gadis itu bisa melihat bokong seksi Marc tengah bergerak naik turun dengan begitu sangat liar. Lagi. Kejadian yang sama harus menimpanya. Gadis cantik itu kembali harus menyaksikan percintaan panas si brengsek Marcus Cho tepat di depan matanya. Sialan! Entah dosa apa yang telah gadis itu lakukan dimasa lalu hingga ia harus bernasib se-sial ini. "Ahhhhhhhhhhh." Setelah menunggu cukup lama akhirnya suara erangan panjang terdengar. Menandai percintaan panas Marc yang telah usai. "C-Carl?" Marc tertegun melihat Carl ada di belakangnya. Gadis itu lagi-lagi memergoki percintaan panasnya dengan wanita lain. Sial. Jika saja tadi Tiffany tidak menggodanya, Marc pasti tidak akan mungkin terlena dan menyerang salah satu pegawai seksinya itu. "Pergi. Kau sudah tidak dibutuhkan." Tiffany mengangguk. Gadis itu bergegas memakai kembali pakaian kerjanya sebelum akhirnya melangkah pergi. Tiffany sempat melayangkan tatapan tajamnya pada Carl. Namun hanya ditanggapi gedikan bahu oleh gadis cantik tersebut. "Sejak kapan kau berdiri disitu?" "Sejak kau terus menusuk lubang jalangmu." Mata Marc terpejam selama beberapa saat. Konyol sekali. Pria itu merasa seperti seorang suami yang baru saja ketahuan bercinta dengan wanita lain. Shitt.



"Aku akan membersihkan diri. Baru setelah itu kita bicara." "Tidakkah ini sangat keterlaluan? apa sebenarnya tujuanmu menyuruhku datang kemari? Apakah untuk memperlihatkan percintaan menjijikkanmu pada....mpphht." Carl membeku. Marc tiba-tiba saja mencium bibirnya. "Kau terlalu banyak bicara, sayang." "Sialan. Berani sekali kau.... "Bibirku bersih. Aku serius." Potong Marc cepat. "Aku tidak melakukan ciuman apapun selama percintaan tadi." "Persetan dengan semua omong kosongmu. Aku tidak peduli." "Apa kau tau? Kita jadi terlihat seperti pasangan suami istri yang sedang bertengkar." "Bisa kau hentikan omong kosongmu? Aku tidak jauh-jauh datang kemari hanya untuk mendengarkan hal tidak berguna seperti itu." "Sepuluh menit. Aku akan kembali dalam sepuluh menit." Marc kembali mengalah. Pria itu bergegas menuju kamar mandi guna membersihkan diri dari semua cairan lengket yang menempel pada tubuhnya. Ia benar-benar sudah tidak sabar ingin segera berbicara dengan gadisnya. "Katakan Marc," Belum sempat keinginan Marc terealisasi, langkah pria itu sudah harus terhenti begitu mendengar suara merdu Carl. "Seberapa sering kau mengganti celana dalam-mu dalam sehari?" Marc bukan orang bodoh hingga tidak bisa mengerti arti sebenarnya dari ucapan Carl barusan. Bibir tebalnya yang membengkak perlahan-lahan mulai menyunggingkan sebuah seringaian saat otak jeniusnya memikirkan sebuah rencana licik yang bisa menjebak gadis XG itu ke dalam ranjangnya. "Kau harus melihatnya sendiri kalau memang ingin tau." "Apa maksudmu?" "Menikahlah denganku."



PART 04



BYURRRRRRR! "Apa kau bilang! Menikah denganmu? Cihh. Mimpi saja kau! Asal kau tau saja, menikah dengan pria penjahat kelamin sepertimu sama sekali tidak ada di dalam agenda-ku. Simpan itu baik-baik di dalam otakmu yang tidak seberapa itu. Kau mengerti tuan Marc yang terhormat?" "Luar biasa. Kau orang pertama yang berani melakukan hal sekurang ajar ini padaku," Bukanya tersinggung, Marc justru tersenyum geli. Disertai dengan gerakan kepala yang menggeleng berulang kali. Marc tidak menyangka reaksi Carl akan meleset jauh dari perkiraanya. Mengingat Carl yang begitu sangat menggilai uang, Marc mengira Carl akan langsung melompat ke dalam pelukannya begitu kata 'menikahlah denganku' itu terucap dari dalam mulutnya. Tapi ternyata ia salah besar. Carl justru menyembur wajah tampan-nya dengan cairan pekat yang ia ketahui bernama coklat. "_Dan sialnya aku bahkan sama sekali tidak bisa marah. Bukankah ini sangat luar biasa?" Tambah Marc. Ia dengan tanpa merasa jijik menjilati sudut bibirnya yang terkena semburan coklat, sebelum akhirnya mengambil kotak tissue untuk membersihkan wajahnya. Dan jujur saja hal itu berhasil membuat Carl bergidik ngeri. "Manis." Puji Marc. Pria itu sibuk mencecapi rasa manis yang tertinggal di lidahnya. "Kau pikir bagaimana lagi rasanya coklat kalau bukan manis hah? Orang bodoh pun bahkan tau." Carl mencibir kesal. Gadis itu tidak percaya ada makhluk sebodoh Marcus Cho di bumi abad ke dua puluh seperti ini. "Bukan coklat, tapi mulutmu. Mulutmu lah yang manis." "K-Kau?" "Segala sesuatu yang keluar dari dalam mulutmu pastilah akan terasa sangat manis. Aku yakin itu." "Termasuk air liurku?" Lagi-lagi Carl berujar sinis. Jujur saja ia mulai jengah melihat betapa ahlinya lidah pemilik marga Cho itu memainkan gombalan busuknya.



"Ya. Termasuk juga air liurmu." "Aku serius. Kau benar-benar butuh seorang dokter, Marc. Analisisku mengatakan penyakit jiwamu sudah tidak bisa tertolong lagi." "Itu dia." Marc menjentikkan jarinya tepat di depan wajah Carl. "Aku selalu suka setiap kali kau memanggil namaku. Terdengar lebih indah sekaligus seks......si." Untuk pertama kalinya seorang Scarlet Song bergidik ngeri mendengar kalimat 'seksi' yang selama ini melekat padanya. Entah ini hanya perasaanya saja atau apa, yang jelas setiap kalimat yang keluar dari dalam mulut si sialan Marc akan selalu mengandung nada sensual sekaligus mengerikan. Mulut pria itu benar-benar harus segera di labeli 18+ demi menghindari kemungkinan buruk apapun yan bisa terjadi. "Berhenti bicara omong kosong Marc. Namamu sama sekali tidak terdengar indah bagiku. Apalagi seksi. Huhh yang benar saja?" "36-26-34." "Sialan. Apa kau baru saja membocorkan pasword brangkasmu?" "Kalau iya, apa kau akan menyelinap masuk ke dalam kamarku?" Marc mengedipkan sebelah matanya. Tidak bisa untuk tidak menggoda Carl sebentar saja. Entahlah. Marc tidak tau apa yang sebenarnya tengah terjadi pada dirinya. Untuk pertama kalinya ia bahkan sampai bertingkah seperti orang gila. Marc hanya merasa senang setiap kali gadis XG itu berada di dalam jangkauan matanya. Yang dikatakan Carl mungkin memang ada benarnya. Marc butuh seorang dokter. Gadis XG itu benar-benar sudah berhasil mengkontaminasi seluruh hati dan juga jiwanya. "36-24-34. Kau serius tidak tau angka apa itu? Padahal itu semua angka-angka favoritku." "Apa maksudmu?" Carl sempat bingung. Namun akhirnya gadis itu sadar ukuran apa yang tengah Marc bicarakan. Apalagi kalau bukan ukuran dada, pinggang dan juga pinggul wanita yang ideal. "Sialan. Pikiranmu benar-benar sangat kotor." "Aku serius." Marc menatap Carl intens. Sangat-sangat intens. Namun alih-alih takut, Carl justru balik menantang tatapan tajam Marc. Membuat seringaian menyebalkan perlahan-lahan muncul



di bibir pria itu yang seksi. Demi tuhan. Carl adalah manusia pertama yang berani menentang dirinya. Dia benar-benar harus di beri hadiah untuk semua keberanianya itu. Mungkin sebuah ranjang berukuran King Size dengan bahan sutra bisa menyenangkan hati gadisnya. Ahh....tentunya juga harus lengkap dengan taburan dollar yang memenuhi ranjang. Carl pasti akan langsung terlena saat nanti Marc merealisasikan rencananya itu. Ohh astaga. Hanya dengan membayangkanya saja sudah membuat Marc kembali terangsang. Miliknya bahkan perlahan-lahan mulai berdiri tanpa harus pria itu komando. Sialan. "Menikah denganku. Kau dengar? Menikah denganku. Dan aku bersumpah akan memberikan apapun yang kau inginkan." "Kau pikir aku akan tertarik dengan tawaranmu? Tanpa bantuan darimu pun aku sudah bisa mendapatkan uangku sendiri. Untuk apa juga aku harus menikah dengan pria menjijikan sepertimu." "Apa kau melihat ada tanda tanya di belakang kalimatku?" Nada tegas kembali Marc keluarkan begitu Carl masih bersikukuh menolak lamaran-nya. Lamaran? Sepertinya kalimat 'menikahlah denganku' lebih cocok disebut sebagai kalimat paksaan dari pada sebuah lamaran. Apalagi saat pria itu yang mengatakan-nya. "Tidak bukan? Itu artinya aku tidak membutuhkan persetujuanmu sama sekali." "Apa maksudmu hah?" Cukup sudah. Carl benar-benar emosi sekarang. "Setuju tidak setuju, mau tidak mau, kita tetap akan menikah. Minggu depan." "Kau gila!" "Yes. Iam." Carl memijat pelipisnya kasar. Untuk pertama kalinya ia berurusan dengan pria gila seperti ini. Dan hal itu sukes membuat Carl pusing setengah mati. "Aku tidak sudi menikah denganmu." "Itu tetap tidak akan merubah apapun."



Marc mengangkat bahunya acuh. Meraih ponsel pintar miliknya yang sejak tadi tergeletak diatas meja guna menghubungi seseorang yang selama ini selalu bisa ia andalkan. Baik disaat pria itu dalam masalah atau pun sedang membutuhkan sesuatu. "Siapkan semua keperluan yang di butuhkan untuk pernikahan. Minggu depan aku akan menikah. Klik!" "APA KAU SUDAH GILA! BERANINYA KAU MEMBUAT RENCANA TANPA PERSETUJUAN DARIKU HAH? KAU PIKIR KAU ITU SIAPA? TIDAK ADA YANG BOLEH MEMPERMAINKAN AKU SEPERTI INI. TIDAK BOLEH! CAMKAN ITU BAIK-BAIK DI DALAM OTAKMU." "Tenanglah Sweetheart. Marah hanya akan membuatmu terlihat seribu kali lipat lebih cantiki." "Sialan. Apa sebenarnya maumu hah?" "Tubuhmu." "Kau? Brengsek! Kalau kau hanya menginginkan tubuhku lalu kenapa kau harus menikahiku hah? Kau ingin tubuhku bukan? Baiklah. Ayo kita bercinta. Setelah itu jangan harap kau bisa mengganggu hidupku lagi. Kau mengerti?" "Tidak. Aku tidak mengerti apapun. Melakukan sesuatu yang sama sekali tidak menguntungkan bukanlah gayaku." "Kau? Astaga. Kau benar-benar sakit jiwa!" "Hati-hati nona. Jaga bicaramu. Aku bisa saja menuntutmu atas pencemaran nama baik." "Itu jauh lebih baik. Lebih baik aku mendekam di dalam penjara dari pada harus menikah dengan pria penggila seks sepertimu." "Sayangnya kau harus mengubur dalam-dalam keinginanmu itu. Kau tau kenapa? Karena meskipun aku mau, aku tidak akan pernah melakukan hal merugikan seperti itu." " Sial. Pria ini ingin bermain-main denganku rupanya." Batin Carl Geram. "Jika memang seperti itu cara main-nya maka aku akan mengikuti permainan-nya. setelah itu kita lihat saja apa yang akan aku lakukan pada laki-laki tidak berguna ini." "Apa keuntungan yang akan aku dapatkan jika aku menikah denganmu?" Setelah menekan amarahnya hingga ke titik yang paling dasar, akhirnya Carl kembali membuka suaranya. "Apapun. Semua yang kau inginkan akan langsung kau dapatkan saat itu juga. Dengan hanya satu kali jentikan jari. Bagaimana? Tertarik menikah denganku?"



"Cihh. Bicaramu seperti seolah-olah pernikahan itu sama sekali tidak berarti." "Memang." "Sialan. Lalu kenapa kau bersikeras ingin menikah denganku hah?" "Simbiosis mutualisme. Anggap saja seperti itu. Aku membutuhkan tubuhmu, dan kau membutuhkan uangku. Bukankah ini sangat menarik? Kita bisa menjadi sepasang suami istri yang saling berbagi." "Kau? Demi tuhan. Jika saja melenyapkan nyawa seseorang tidak termasuk ke dalam tindakan kriminal, aku bersumpah akan melenyapkanmu detik ini juga." "Aku tau kau tidak seberani itu." "Jangan macam-macam denganku Marc. Aku bisa saja membunuhmu dengan pisau buah ini." Bukanya takut Marc justru tertawa keras melihat ekspresi Carl saat ini. Apalagi saat gadis itu mengancungkan sebuah pisau buah tepat di depat matanya. Astaga! Apa gadis itu pikir pisau sekecil itu bisa melenyapkan nyawa seorang Marcus cho? Yang benar saja? Sebelumnya Marc bahkan pernah mendapatkan serangan bertubi-tubi pada tubuhnya. Bahkan tiga butir peluru pernah melukai kepalanya. Tapi nyatanya tidak terjadi apapun padanya dan ia masih tetap hidup sampai sekarang. Bukankah itu artinya ia memiliki banyak nyawa cadangan? Sepertinya Marc memang diciptakan untuk merampas semua keberuntungan yang ada di dalam dunia. "Perfect. Aku suka gadis yang liar. Apalagi saat di ranjang." "Brengsek! Sekarang aku benar-benar sudah tidak ingin berurusan denganmu lagi. Cepat berikan cek kosong yang kau janjikan agar aku bisa segera enyah dari tempat sialan ini." "Kenapa harus buru-buru? Santai saja. Anggap seperti kantormu sendiri." "Apakah itu berarti aku juga bisa mengeruk seluruh uang disini." Sinis Carl. Gadis itu sudah kehilangan akalnya. Dan si brengsek Marc lah yang jadi tersangka utamanya. "Tentu. Aku akan sangat bersyukur kalau kau benar-benar bisa menghabiskan seluruh uangku." "Jangan meremehkanku Marc. Aku tidak hanya sedang asal bicara." "So?" "Kau ingin menikah denganku bukan? Baiklah. Ayo kita menikah. Setelah itu lihat saja apa yang akan aku lakukan padamu. Jangan panggil aku Carl jika aku tidak bisa mengeruk habis semua kekayaanmu."



"Perjanjian telah dibuat. Yang itu berarti kau tidak akan pernah bisa lepas dariku. Terkecuali aku sendirilah yang menendangmu dari hidupku." Carl tertegun. Untuk pertama kalinya ia melihat sisi Marc yang sedingin ini. Sial. Apakah pria itu memiliki kepribadian ganda? "Pernikahan akan diadakan minggu depan. Mengingat kau sangat menggilai uang, akan aku buatkan pesta pernikahan tujuh hari tujuh malam untukmu." "Apa kau ingin melenyapkanku? Kau pikir aku robot yang bisa menikah selama itu?" "Baiklah. Kita buat jadi mudah saja. Lupakan tentang ide pesta tujuh hari tujuh malam. Kita buat pesta pernikahan seperti manusia pada biasanya saja. Yang paling mewah tentunya. Bagaimana? Bukankah aku ini sangat baik? Apa sekarang kau sudah puas?" "Aku benar-benar akan membuatmu menyesal sudah berani menikahi seorang Carl." "Hmm. Aku suka penyesalan. Terdengar memilukan sekaligus menyakitkan. Itu hal yang biasa bagiku." "Apa maksudmu?" Marc mengangkat bahunya acuh. Sama sekali tidak ingin menjawab pertanyaan calon istrinya barusan. Calon istri? Ahh. Marc lebih menyukai paggilan 'gadisnya' daripada 'calon istri'. Terdengar sedikit lebih ekstrim. Tapi..... Bukankah selama ini Marc memang menyukai segala sesuatu yang ekstrim? Memukul, menembak, membunuh. Lalu memukul lagi menembak lagi membunuh lagi. Semua tindakan kriminal itu sudah biasa ia lakukan sejak beberapa tahun yang lalu. Dan ajaibnya tidak ada satupun pihak kepolisian yang berani menangkapnya. Itulah kenapa 'uang' bisa begitu sangat berharga di dunia yang egois ini. Semua orang akan menyembahmu disaat kau memiliki kedudukan, uang dan juga tahta. Akan tetapi....saat dimana kau jatuh, orang-orang akan langsung membuangmu seperti halnya sampah busuk yang sudah tidak lagi berguna.



"Aku memiliki syarat yang harus kau penuhi sebelum menikah." "Aku tau kau akan mengatakan hal itu. Cepat katakan apa syaratmu." "Kau tentu tau apa itu hukum rimba bukan? Dimana mata diganti dengan mata, tangan diganti dengan tangan, dan nyawa diganti dengan nyawa?" Marc mengangguk. Tanpa dijelaskan pun Marc tentu saja sudah tau. Ia bahkan sudah sejak lama menerapkan hukum mengerikan itu di dalam hidupnya. "Tapi kau tenang saja. Aku tidak akan meminta mata, tangan atau pun nyawamu. Semua itu sama sekali tidak berguna untukku. Setidaknya untuk sekarang." Jawab Carl serius. "Aku hanya ingin kau tau bahwa semua pasangan yang menikah akan saling berbagi satu sama lain. Dengan kata lain, semua hal yang menjadi milikmu otomatis juga akan menjadi milikku. Persis seperti hukum rimba yang lain-nya. Termasuk juga semua uang beserta harta kekayaan yang kau miliki. Bagaimana? Masih belum terlambat untuk menyerah?" "Itu semua sama sekali bukan masalah besar. Bisa aku pastikan setelah kita menikah nanti kau akan hidup layaknya seorang ratu yang tidak pernah ada di dalam cerita manapun." Carl menggeram. ia pikir Marc akan menyerah setelah mengetahui persyaratan yang ia minta. Tapi nyatanya pria itu justru menanggapinya dengan santai. Sangat-sangat santai. Seperti layaknya semua uang yang pria itu miliki sama sekali tidak berarti apapun. Apakah semua orang kaya memang seperti itu? Atau....hanya pria gila itu saja yang mengidap kelainan jiwa? Entahlah. Yang jelas Carl akan mendapati penuaan dini pada catatan medisnya kalau ia terus memikirkan hal tidak berguna seperti itu. "Jangan senang dulu Marc. Masih ada beberapa hal lagi yang harus kau penuhi sebagai syarat untuk menikahiku." "Aku tau. Kau tinggal sebutkan saja semua yang kau inginkan." "Cihh. Kau benar-benar pria yang sangat sombong ternyata." "Apakah itu syarat keduamu?" Carl menggeram. Lagi. Untuk menghadapi jenis manusia seperti Marcus ini Carl benar-benar harus menekan amarahnya hingga ke titik yang paling dasar. Jika tidak maka ia akan kalah sebelum berperang. "Tentu saja bukan." Erang Carl kesal. "Aku ingin pernikahan kita di umumkan di depan semua orang. Itu persyaratan kedua yang harus kau penuhi." "Apa maksudmu?"



"Kau pasti pernah mendengar cerita dimana seorang gadis biasa terjebak dengan pria kaya raya yang menjadikanya partner seks bukan? Gadis biasa itu terpaksa harus menjalani sebuah kontrak pernikahan rahasia untuk mengamankan hidupnya. Akan tetapi....aku bukanlah gadis biasa seperti itu. Aku ini istimewa. Sangat-sangat istimewa. Yang itu artinya aku tidak akan pernah sudi jika harus menjalani pernikahan rahasia seperti itu." "Dengan kata lain kau ingin agar seluruh orang di dunia tau kalau kau merupakan istri dari seorang Marcus Cho, begitu kan?" Marc terdiam selama beberapa saat. Ia terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu. "Baiklah. Itu juga bukan masalah. Aku mengabulkan permintaan keduamu." "Kau serius?" "Apa aku terlihat seperti sedang bercanda?" "Tapi.....tapi aku masih memiliki persyaratan yang lain-nya." "Sudah ku katakan aku tau. Karena itu….cepat katakan semua yang kau inginkan." Sekarang giliran Carl-lah yang terdiam. Marc orang pertama yang berhasil membuatnya tidak bisa berkata-kata seperti ini. Sial. "Bagaimana dengan malam pertama? Maksudku... "Jika yang kau maksud adalah tentang seks, kau tidak perlu hawatir. Aku bukan pria yang mengecewakan. Bukankah sebelumnya kau sudah pernah merasakan jariku? Anggap saja itu sebagai contoh kecilnya." "Sialan. Bukan itu maksudku, bodoh." "Lalu?" Alis Marc terangkat sebelah. Sedikit tidak mengerti akan ucapan gadis yang telah ia nobatkan sebagai calon istrinya itu. "Aku tidak tau kau orang seperti apa. Yang aku tau kau itu pria arogan yang sangat pemaksa sekaligus menyebalkan. Kau juga mesum. Kau bahkan sering meniduri para jalang di luaran sana. Aku hanya......bagaimana kalau aku sampai menderita penyakit mematikan karena seks tidak sehatmu itu?" "Aku selalu bermain aman." Dengan tanpa malu Marc menunjuk tumpukan kotak kondom yang berada tak jauh darinya "Kau tentu tau benda apa itu bukan? Jadi....tidak ada lagi yang perlu kau takutkan." "Apa kau juga akan memakai pengaman saat menyentuhku?" Pertanyaan bodoh itu refleks keluar dari dalam mulut Carl tanpa bisa ia cegah.



"Aku bisa saja melakukan-nya. Tapi sayangnya aku ingin merasakanmu secara langsung. Terlebih lagi kau masih perawan. Astaga! Kau pasti akan terasa sangat nikmat. Tidak banyak perawan yang selama ini bisa aku tiduri. Rata-rata dari mereka semua hanyalah barang bekas yang membuatku muak sekaligus nikmat di waktu bersamaan." "K-Kau tau dari mana kalau aku masih perawan?" "Apa kau pikir aku akan menikahi seseorang tanpa memeriksa keadaan tubuhnya lebih dulu? Itu sangatlah mustahil. Aku tidak sebodoh itu. Apa ada lagi yang kau inginkan?" "Aku tidak tau. Akan aku pikirkan itu nanti." "Baiklah. Sekarang diam dan dengarkan aku baik-baik. Hari ini kau sudah terlalu banyak bicara. Sekarang giliranku lah yang harus bicara." "Apa maksudmu? Kau....kau tidak bermaksud membuat persyaratan sama seperti yang aku lakukan bukan? Apa kau juga menginginkan uang? Tapi....bukankah kau sudah memiliki banyak uang. Sangat banyak bahkan." "Nappeun. Berhenti menyimpulkan sesuatu semaumu." "Kau? Apa kau baru saja berbicara bahasa korea?" "Apa itu masalah? Bukankah kita berdua berasal dari benua yang sama? Aku yakin kau pun sudah tau mengenai hal itu." "Kenapa kau memutuskan untuk tinggal disini?" "Bagaimana denganmu? Kenapa kau lebih memilih Amerika sebagai tempat tinggalmu?" Tanya Marc balik. "Aku memiliki alasanku sendiri. Kau?" "Masih terlalu awal untuk membahas masalah pribadi tapi ya...sama sepertimu. Aku juga memiliki alasanku sendiri." Kedua orang itu sama-sama terdiam. Sibuk memikirkan masa lalu mereka masing-masing. Hingga suara salah seorang pegawai Os Corp menginstrupsi lamunan mereka. "Excusme sir, rapat dengan perusahaan YMC Group akan dimulai lima belas menit lagi." Carl terhenyak. Tatapan gadis itu beralih menatap LCD besar yang tengah menunjukkan gambar wanita berambut pirang lengkap dengan pakaian-nya yang super seksi. "Bukankah dia sangat cantik? Dia salah satu sekertaris cadangan Os Corp." Jawab Marc seolah tau isi kepala Carl saat ini.



"Kenapa kau tidak menikah saja dengan-nya? Bukankah kau bilang dia cantik?" "Cantik saja tidak cukup. Untuk ukuran seorang Marcus Cho dia haruslah sempurna. Just like you." Untuk sesaat Carl sempat merona mendengar pujian Marc. Akan tetapi begitu mengingat betapa ahlinya mulut pria sialan itu dalam urusan membual, membuat Carl buru-buru menepis rekasi bodoh yang baru saja terjadi padanya. "Apa semua pegawai di kantormu selalu berpakaian se-seksi itu?" Sinis Carl. "Tidak heran mereka semua berakhir di atas ranjangmu." "Tidak semua. Hanya beberapa orang yang aku anggap memiliki standar khusus." "Standart Khusus?" "Hm. Seperti yang aku katakan tadi. 36-26-34," Carl menggeram. Marc mungkin memang berbicara dengan santai, akan tetapi tatapan mesum pria itu tidak pernah lepas dari kedua payudara sintal miliknya. Sial. Harus ia apakan pria tidak bermutu sepertinya ini? "Lagipula aku tidak pernah membawa mereka ke ranjangku. Kami selalu bercinta di luar." "Luar biasa. Haruskah aku memberimu pujian atas pengakuan yang baru saja kau katakan?" "Aku lebih suka kau memujiku saat diatas ranjang." "Terserah apa katamu saja." "Apa kau baru saja mengibarkan bendera kekalahanmu?" "Terlalu awal bagiku untuk melakukan hal bodoh seperti itu. Kita lihat saja. Kau....ataukah aku yang nantinya akan menyerah lebih dulu." "Marc tidak pernah kalah." "Dan Carl tidak pernah takut dengan apapun." "Wow. Bukankah kita terdengar seperti pasangan yang memang sudah diciptakan untuk saling bersama?" "Cihh. Itu hanya ada dalam mimpimu saja. Jika pun benar, pastilah tuhan sedang khilaf." Brakkkk!



Obrolan kedua orang itu terpaksa harus terhenti melihat pintu ruang kerja Marc yang tiba-tiba saja terjeblak cukup keras hingga menimbulkan suara bedebum yang memenuhi sesisi ruangan mewah berskala besar tersebut. "APA KAU SUDAH GILA? KAU PIKIR APA YANG KAU LAKUKAN HAH!" Itu bukan suara Marc. Melainkan suara pria pelaku perusakan pintu barusan. "Kau tau betul aku paling benci ada yang berteriak padaku. Dimana sopan santun-mu?" Marc menjawab santai. Ia sudah tau hal ini akan terjadi. Ia hanya tidak menyangka pria itu akan datang secepat ini. "Masa bodoh dengan sopan santun. Cepat katakan apa maksudmu hah? Pernikahan apa yang kau maksud? Apa kau gila? Kau bahkan tidak memiliki kekasih." "Aku memilikinya." "Siapa? Sera? Cihh. Wanita itu bahkan sudah melarikan diri." "Sialan. Tutup mulutmu, brengsek! Kau tidak tau apapun." "Terserah apa katamu. Yang jelas kali ini aku tidak akan menuruti permintaan gilamu." "Jangan macam-macam Denganku Max. Jika aku ingin menikah, itu artinya aku tetap akan menikah. Tidak peduli apapun yang terjadi." "Sialan. Siapa dia? Siapa gadis yang akan kau nikahi itu hah?" Dengan santai Marc mengarahkan dagunya kearah Carl yang sejak tadi hanya diam menonton perbebatan tidak penting sepasang laki-laki di depan-nya. "Dia.....astaga! Bukankah dia gadis XG itu." "Kau mengenalnya?" "Jangan bodoh. Tidak ada pria tidak baik-baik yang tidak mengenalnya." "Aku tidak menyangka kalau ternyata aku seterkenal itu. Tapi......entah kenapa wajahmu terasa tidak asing. Apa sebelumnya kita pernah bertemu? Apa kau salah satu Mr. X ku?" Saat itulah ekspresi Max berubah panik. Apalagi saat mendapati tatapan maut yang Marc layangkan padanya. Jujur saja perasaan takut sudah lebih dulu Max rasakan sejak saat ia melihat Carl di ruangan sahabat sekaligus atasan-nya. Ia takut Carl akan mengingat masa lalu Max yang pernah menyewanya. Biar bagaimana pun juga Marc sangat menyeramkan saat sedang marah. Dan Max sama sekali tidak ingin terlibat masalah apapun dengan pria kejam itu.



"Itu tidak mungkin. Ini pertemuan pertama kita." "Benarkah? Tapi kenapa wajahmu tidak asing oeh." "Berhenti bicara omong kosong. Kau calon istriku. Yang itu artinya kau hanya boleh bicara denganku." Carl memutar bola matanya jengah. Sepertinya ia sudah mulai memahani sifat menyebalkan nan arogan Marcus Cho ini. "Kau serius ingin menikah dengannya? Demi tuhan Marc, pikirkan lagi keputusanmu. Berhenti bertindak gila." "Itu jugalah yang sejak tadi berusaha aku jelaskan padanya. " Sela Carl. "Kau yakin dia tidak mengidap kelainan jiwa apapun? Seret dokter pribadinya kemari. Aku curiga pria arogan ini menyuap dokter pribadinya agar membuat laporan medis palsu." "Aku tidak pernah melakukan sesuatu yang tidak berguna seperti itu, sayang." Bela Marc tak terima. Yang benar saja? Menyuap seorang dokter hanya untuk membuat laporan medis palsu bukanlah gaya seorang Marcus Cho. "Aku serius Marc. Pikirkan ulang keputusanmu." "Apapun yang kau katakan tetap tidak akan merubah keputusanku. Tidakkah kau bisa melihat chemistry diantara kami berdua? Lihatlah. Dia bahkan terus-terusan menatapku." "Dia sedang memelototimu, bodoh. Jelas sekali kalau dia sedang marah." "Itu karena aku pernah bilang padanya kalau dia akan terlihat lebih cantik saat sedang marah." "Astaga! Kau benar-benar sudah gila." "Aku rasa juga begitu. Aku mulai tidak bisa memahami diriku sendiri. Ini benar-benar bukan seperti diriku yang sesungguhnya kan?" "J-Jadi kau serius akan menikah denganya? Apa....apakah itu berarti kau memiliki perasaan padanya?" "Dari banyaknya suku kata dan juga bahasa yang ada di seluruh dunia ini, aku tidak berhasil menemukan kata yang tepat untuk menggambarkan bagaimana perasaanku padanya." "Tapi Marc, menikah itu….demi tuhan! Pernikahan bukanlah sebuah pistol yang bisa kau mainkan kapan saja. Kau bahkan tidak tau apa itu yang disebut dengan cinta."



Carl tertegun. Benarkah itu? Gadis itu pikir Marc bertindak gila seperti ini karena dia jatuh cinta padanya. Tapi ternyata...... Sial! Apakah itu berarti Carl baru saja membuat keputusan yang salah. Astaga! ia tidak sedang masuk ke dalam kandang singa kan?



PART 05



Seluruh pasang mata kompak membulat melihat sesosok wanita cantik yang baru saja memasuki lobi perusahaan Os Corp. Mereka semua dibuat terheran-heran akan kedatangan wanita yang bisa dibilang jarang atau bahkan tidak pernah mengunjungi Os Corp itu. "Good morning Miss….. "Apa Marc ada?" Tanya wanita itu cepat. Bahkan sebelum sang receptionist sempat menyelesaikan kalimatnya. "Mr. Marc sedang ada kunjungan keluar. Beliau baru akan kembali saat makan siang, Miss." "Suruh dia kembali sekarang juga. Katakan padanya aku ingin bertemu." "Tapi Miss…... "Aku tidak suka dengan penolakan. Aku harap kau belum melupakan hal penting itu." Wanita itu kembali menyela. Ia sedikit merapikan rambutnya sebelum akhirnya melangkah pergi menuju lift yang hanya dikhususkan untuk Marc seorang. Tidak ada satu pun karyawan Os Corp yang berani menegur atau pun memarahinya. Mereka semua tau betul betapa pentingnya sosok wanita tersebut bagi atasan mereka. Ceklekkk! Setelah menunggu kurang lebih sekitar tiga puluh menit, akhirnya pintu ruang kerja Marc terbuka. Menampilkan sesosok pria tampan yang sejak tadi telah wanita itu tunggu-tunggu kedatanganya. "Akhirnya kau datang juga." "Apa yang eomma lakukan disini?" Marc bertanya langsung ke inti. Pria itu sangat tidak menyukai yang namanya basa-basi. Bahkan meskipun dengan eomma-nya sendiri. Jujur saja Marc sempat merasa terkejut saat salah seorang receptionist dikantor memberitau mengenai kedatangan sang eomma. Pasalnya, wanita paruh baya itu sudah lama sekali tidak mendatangi kantornya. Karena itulah Marc tanpa pikir panjang langsung melesat pergi meninggalkan rapat penting yang sudah ia alih tangankan pada Dave.



Terlepas dari itu semua, ada hal yang jauh lebih penting lagi yang sedang Marc pikirkan saat ini. Tentang sejak kapan eomma-nya itu ada di Amerika. "Apa seperti itu caramu menyambut kedatangan eomma? Apakah budaya barat sudah benar-benar mempengaruhi pola pikirmu?" "Eomma tau betul aku tidak suka basa-basi. Sejak kapan eomma ada di Amerika?" "Dari pada itu, ada hal yang jauh lebih penting yang harus kita bicarakan." "Apa maksud eomma?" "Duduklah. Eomma ingin membicarakan hal serius denganmu." "Aku tau. Tapi tentang apa?" "Tentu saja tentang pernikahanmu yang sangat tiba-tiba." "Sial." Marc benar-benar melupakan fakta penting tersebut. Ia terlalu terlena akan pesona gadis XG itu hingga lupa memberitau sang eomma perihal pernikahan-nya. "Ahh. Jadi tentang itu. Aku lupa memberitau eomma kalau pernikahanku akan diadakan empat hari lagi." "Apakah kau serius ingin menikah?" "Bagaimana menurut eomma? Apakah sebelumnya aku pernah terlihat seserius ini? Tidak bukan? Itu artinya aku memang serius ingin menikah." "Tapi Kyu_____ "Marc. Bukankah sudah sering kukatakan untuk memanggilku seperti itu? Kenapa eomma sangat keras kepala sekali oeh?" "Eomma yang sudah melahirkanmu. Eomma jugalah yang sudah memberikan nama itu untukmu. Yang itu artinya eomma berhak memanggilmu dengan panggilan apapun. Sesuai dengan keinginan eomma." "Terserah eomma saja." Marc mengalah. Ia tidak suka berdebat dengan ibunya. Itu hanya akan membuat tubuh dan juga pikirannya lelah. "Jadi....bisa kau beritau eomma kenapa tiba-tiba saja kau ingin menikah? Juiur saja eomma sangat terkejut saat Dave memberitahu perihal pernikahanmu."



"Sialan. Jadi pria itu yang sudah memberitahu eomma?" "Tentu saja. Dave tidak hanya bekerja untukmu. Tapi juga untuk eomma. Eomma harap kau tidak melupakan hal penting itu." "Ck. Terserahlah. Aku tidak ingin memusingkan hal sepele seperti ini." "Penggila uang dan memiliki banyak pria simpanan. Dari yang eomma dengar gadis itu memiliki reputasi yang cukup buruk. Kenapa kau justru ingin menikah denganya?" "....." Marc kembali terdiam. Ia bukanya tidak ingin menjawab. Tapi memang Marc tidak tau harus menjawab apa. "Eomma sedang bertanya padamu Cho. Bisakah kau membuka mulutmu yang katanya berharga itu untuk menjawab pertanyaan eomma?" "....." "Astaga! Eomma tau selama ini eomma memang sangat ingin agar kau cepat menikah, tapi bukan berarti kau bisa menikah dengan sembarangan gadis seperti ini juga." "Dia bukan gadis sembarangan eomma. Dia berbeda." "Apanya yang berbeda? Bukankah sudah jelas-jelas kalau gadis itu penggila harta? Bagaimana kalau ternyata dia hanya ingin menguras uangmu saja?" "Masalahnya tidak sepelik itu eomma?" "Apa maksudmu?" "Disini akulah yang memaksanya untuk menikah. Bukan dia. Jadi....bisakah eomma hilangkan kata-kata eomma yang tadi?" "Kau bersikeras ingin menikahi gadis itu, Kenapa? Apa karena kau sudah menidurinya?" "Secara teknis memang belum. Tapi aku pernah membuatnya orgasme satu kali." Cho Hana dibuat pening dengan jawaban gila putranya. "Apa kau mencintainya?" Marc tertegun. Pertanyaan macam apa itu? Apapun itu yang jelas pertanyaan Cho Hana berhasil membungkam mulut Marc dengan sangat baik.



"Pernikahan bukanlah sesuatu yang bisa kau jadikan mainan." Hana menghela nafasnya kasar. Melihat reaksi Marc yang langsung terdiam membuat wanita itu langsung tau jikalau putranya sama sekali tidak mencintai gadis yang akan di nikahinya tersebut. "Batalkan pernikahan ini. Eomma tidak ingin ada banyak hati yang terluka." "Aku tidak bisa." "Kenapa? Apa kau mencintainya?" "Tidak mungkin. Dan bahkan tidak akan pernah." Jawab Marc tegas. "Lalu? Kenapa kau bersikeras ingin tetap menikah denganya?" "Karena Marc tidak pernah menarik ucapan-nya." "Eomma tau bukan itu alasan utamamu." Marc mengela nafasnya kasar. Eomma-nya itu terlalu keras kepala. Persis seperti Cho Ahra. Cho Ahra? Mengingat nama Cho Ahra kembali di sebut membuat Marc merindukan kakak perempuanya yang telah lama meninggal. Yang bahkan sampai sekarang pelaku pelenyapan kakaknya itu masih belum bisa ia temukan. Dan Marc telah bersumpah akan menghabisi siapapun orang yang terlibat atas kematian Cho Ahra. "Apa ada lem di mulutmu? Kenapa kau sulit sekali membuka suara oeh?" "Apa yang ingin eomma tau?" "Tentu saja alasan sebenarnya di balik pernikahanmu yang sangat mendadak ini." "Aku menginginkan tubuhnya. Apa jawaban itu cukup untuk membuat eomma menyetujui pernikahan ini?" "Jangan bermain api jika kau tidak ingin terbakar. Semua akan bertambah sulit saat kau sudah melibatkan hati di dalamnya." "Aku tau. Karena itulah aku tidak akan pernah melibatkan perasaanku." "Tidak ada yang tau dengan jalan-nya takdir." "Bisakah eomma tidak bertele-tele? Langsung saja katakan apa yang eomma inginkan agar semuanya cepat beres. Pernikahanku tinggal empat hari lagi. Aku tidak ingin terjadi masalah apapun sampai hari itu tiba."



"Ternyata Kau benar-benar ingin menikahinya ya?" "Ck. Apakah ucapanku yang tadi masih belum jelas juga?" "Setidaknya biarkan eomma bertemu dengan-nya. Eomma ingin tau gadis seperti apa yang akan kau nikahi itu." "Dia cantik." "Kau tidak akan mungkin tertarik dengan-nya jika memang dia tidak cantik." "Sial. Sebenarnya jawaban seperti apa yang eomma inginkan hah?" "Apa kau baru saja mengumpati ibumu sendiri?" "Ya. Dan eomma-lah yang sudah memaksaku." "Dengar, kalau kau memang benar-benar ingin menikah maka hentikan pencarianmu terhadap Sera." Sekali lagi Marc kembali dibuat terkejut. Ia tidak pernah menyangka Cho Hana mengetahui perihal pencarian Sera. Shitt. Ini semua pasti ulah dari pria Gay itu. "Eomma tau betul aku tidak akan mungkin menghentikan pencarian itu." "Kalau begitu batalkan rencana pernikahanmu." "Aku juga tidak bisa melakukan-nya." Cho Hana memijat pelipisnya kasar. Ia benar-benar bisa terkena stroke jika putranya itu tidak segera menghentikan semua tindakan gilanya. "Apakah gadis yang akan kau nikahi itu tau kalau kau sudah memiliki gadismu sendiri?" "Tidak. Dia tidak tau. Dan sampai kapan pun juga dia tidak akan pernah tau." "Berhenti bertindak egois Kyu. Eomma tidak ingin kau menyesal." "Eomma jangan hawatir. Baik Sera maupun Carl, tidak ada satu pun dari mereka yang akan aku cintai." "Itu karena kau memang tidak akan pernah bisa mencintai siapa pun." "Eomma benar. Hati putramu ini sudah lama mati. Mustahil rasanya bisa di hidupkan kembali."



******* Kebisingan terdengar disalah satu Club ternama yang tengah Carl datangi. Gadis itu dengan segala atribut seksinya melangkah angkuh melewati puluhan manusia yang tengah menari di atas lantai dansa. "Bukankah kau Carl? Tumben sekali kau datang kesini? Biasanya kau selalu berada di Cassino bukan? Ada apa? Apa kau sudah kehabisan stok pria kaya yang bisa kau kencani?" Carl memutar bola matanya malas. Ia benci orang-orang yang sok akrab dengan-nya. Sama halnya juga dengan si brengsek Marc itu. "Carl tidak mungkin kehabisan pria. Aku yakin kau tau betul mengenai hal itu. Dan hey.....bukankah ini dress yang kau pakai kemarin?" "Memangnya kenapa?" "Tidak apa-apa." Carl tertawa mengejek. "Kau memang pantas memakai dress itu lagi. Kau tau kenapa? Karena memang hanya aku saja yang memiliki banyak koleksi dress mahal." "Kau sangat sombong Scarlett Song." "Well. Kau tau betul seperti apa aku ini." Carl mengibaskan rambut panjangnya dengan percaya diri di ikuti dengan langkah kaki menuju bartender. Carl selalu berjalan dengan dagu ke atas. Menunjukkan pada semua orang jika memang hanya dirinya lah yang terbaik. "Good night Carl. Long time no see." "Ck. Berhenti menggodaku Vinchent. Pria dengan kasta menengah ke bawah sepertimu tidak termasuk ke dalam tipeku. Aku yakin kau tau betul mengenai hal itu." "Ya-Ya. Aku tau itu. So.....what you want beautiful young lady?" "Berikan aku satu gelas cocktail seperti biasa." "Okey. Satu gelas Coctail akan segera tersaji untukmu."



Sementara itu….tak jauh dari lokasi Carl duduk nampak empat orang pria tampan tengah sibuk menikmati wine mahal mereka. Tentunya dengan di temani oleh dua orang wanita penghibur di sisi kiri dan juga kanan mereka. Bahkan satu diantara mereka tengah sibuk mencecapi leher wanita malam yang ada diatas pangkuan-nya. "Aku dengar kau akan menikah? Apa itu benar?"



"Kau benar sekali Spencer. Pria gila ini empat hari lagi akan menikah. Itu pun dengan gadis yang baru beberapa hari di temuinya." "Benarkah? Aku tidak menyangka hari seperti itu akan datang juga ke dalam hidupnya." "Itu karena memang dia sudah gila." Marc tidak menggubris sindiran teman-temanya. Ia sibuk mengukir kissmark di leher salah satu jalang yang saat ini berada di atas pangkuan-nya. "Berhenti bermain wanita Marc. Kau akan menikah sebentar lagi." Marc hanya menyeringai. Tangan-nya yang semula berada di pinggang wanita jalang berpindah meremas payudara milik sang wanita. Marc seolah ingin menunjukkan kalau ucapan para sahabatnya itu sama sekali tidak berpengaruh untuknya. "Aku yakin gadis itu akan langsung meminta cerai setelah mengetahui kelakuan liarmu ini." "Selama aku terus melemparinya dengan puluhan gepok uang dia tidak akan mungkin berani meninggalkanku." "Benarkah? Aku jadi semakin penasaran dengan sosok gadis yang akan kau nikahi ini." "Kau tidak tau? Dia akan menikah dengan Carl si gadis XG." "Siapa itu Carl? Dan hey apa itu XG?" Spencer mengernyit bingung. Sungguh ia tidak mengerti dengan ucapan Max barusan. "Apa kau sungguh tidak tau siapa itu Carl si gadis XG? Ck. Apa selama ini kau tinggal planet lain?" "Sialan kau Max. Kau lupa selama ini aku tinggal dimana hah?" Kesal Hyukjae. "Tapi ya....siapa itu XG? Sepertinya Amerika banyak berubah semenjak terakhir kali aku meninggalkanya." "Nama lengkapnya Scarlett Song. Dia gadis berparas bidadari namun berhati iblis." "Apa maksudnya itu?" "Perlu kau tau, Carl sangat menggilai uang. Asalkan kau punya uang, gadis itu akan senantiasa melemparkan dirinya padamu." "Benarkah? Itu terdengar sangat menarik. Aku jadi semakin bertambah penasaran saja. Kira-kira dimana aku bisa bertemu dengan-nya?" "Jangan macam-macam Spencer Lee. Gadis itu milikku. Berani kau menyentuhnya sedikit saja, kau akan langsung berurusan denganku."



"Ck. Kau ini sensitive sekali oeh? Tidakkah kau ingin berbagi? Bukankah dari dulu kita selalu berbagi wanita?" "Aku sudah memperingatkanmu untuk tidak macam-macam." Semua orang di dalam ruangan kompak menahan nafas melihat Marc yang tiba-tiba saja menodongkan pistol ke arah Lee Hyukjae. Atau yang biasa dipanggil Spencer Lee itu. "Wow-wow santai bung. Aku hanya bercanda. Calm down man." "Bercanda atau tidak, kau tetap akan berurusan denganku kalau kau sampai berani menganggu milikku." Spencer mengangkat kedua tanganya keatas. Pertanda kalau ia menyerah akan berdebatan sengitnya dengan si gila Marcus Cho tersebut. "Sepertinya otak pria itu benar-benar sudah rusak. Dia nyaris saja melenyapkanku hanya karena seorang gadis." "Bukankah dia memang tidak punya otak?" "Selain tidak punya otak, dia juga tidak punya hati." "Kau benar. Hatinya ikut mati sepeninggal Cho Ahra. Dia bahkan tidak tau apa itu cinta. Menggelikan bukan?" "Tepat sekali. Aku ragu dia menikah karena cinta." "Ck. Bukankah sudah ku katakan dia itu tidak tau apa yang namanya cinta? Sudah jelas bukan kalau dia memang menikah bukan karena cinta." "Aku setuju denganmu." Prankkkkkk! Obrolan kedua orang tersebut kompak terhenti begitu melihat botol wine yang pecah tepat di hadapan mereka. Dan tentu saja mereka tau betul siapa dalang di balik pelemparan botol wine tersebut. "Spencer Lee, Max Changmin." Marc menyebutkan kedua nama sahabatnya dengan suara yang sangat dingin. "Jangan pikir karena kalian sudah lama berteman denganku aku tidak akan segan melenyapkan kalian berdua. Sekali lagi aku dengar kalian berani membuka mulut lebar kalian itu, aku bersumpah akan benar-benar melempar kalian berdua ke neraka." "Hehehe kau mendengarnya ya?"



"Kau pikir apa? Dengan suara kalian berdua yang sekeras toak itu bahkan seluruh Amerika pun bisa mendengarnya." "Ya-Ya baiklah. Kami mengaku salah. Cepat singkirkan wajah menyeramkanmu itu." "Sialan." "Cho Kyuhyun!" Semua orang kompak terdiam begitu mendengar sebuah nama yang baru saja gadis cantik pemilik tubuh seksi itu ucapkan. Terutama Marc. Rahang pria itu mengeras melihat tubuh gadis tersebut yang sempoyongan. Terlihat sekali kalau gadis tersebut tengah mabuk berat. "Diantara kalian berempat siapa yang bernama Cho Kyuhyun?" ******* "Brengsek!" Umpatan tak henti-hentinya keluar dari dalam mulut Carl mengingat hal gila apa saja yang pria bernama Marcus Cho itu lakukan padanya. Carl sama sekali tidak pernah menyangka jikalau keputusan-nya waktu itu akan membuat hidupnya sangat menderita. Marc dengan segala ke-egoisanya telah menyiapkan semua keperluan yang dibutuhkan untuk pernikahan hanya dalam waktu singkat. Yang itu artinya empat hari lagi Carl benar-benar akan menjadi milik pria brengsek itu. Sial. Jika bisa ingin sekali rasanya Carl menarik kembali semua ucapan-nya waktu itu. Akan tetapi.....bukankah tujuan-nya menikah untuk menguras habis seluruh kekayaan Marc? "Damn god. Pria sialan itu benar-benar sukses membuatku gila." "Hai Carl apa kau sendirian saja?" "Aku rasa matamu belum cukup buta untuk membedakan apakah aku sedang sendiri atau berdua." "Kau benar-benar gadis yang sangat sombong." "Well. Aku cukup tersanjung dengan pujianmu." "Bersyukurlah kau memiliki wajah yang sangat cantik. Karena jika tidak, aku pastikan kau akan menjadi sasaran kebencian semua orang." "Apa kau baru saja memberikan pujian keduamu, Kangin-ssi?" "Ssi? Ah benar juga. Aku lupa kalau kau juga berasal dari Korea."



"Korea atau bukan. Itu sama sekali tidak penting lagi buatku." "Kenapa? Apa karena kau sudah kehilangan seluruh keluargamu? Ataukah karena kau yang dibuang oleh kakak kandungmu sendiri?" "Kau?" "Scarlett Song. Jangan kau pikir aku tidak tau asal usulmu yang sebenarnya. Ahhh. Haruskah aku memanggilmu Song Aerin?" "Sialan. Siapa kau sebenarnya hah?" "Aku? Aku bukan siapa-siapa." Kangin menjawab santai. "Anggap saja aku ini satu dari sekian banyaknya pria yang telah kau campakkan setelah kau kuras habis seluruh uangnya." "Ahh. Aku ingat sekarang. Ternyata kau si bodoh itu." "Jaga bicaramu nona." "Aku bicara sesuai fakta." "Sialan. Sekali lagi kau berani mengataiku bodoh, aku tidak akan segan-segan menyebarkan video seks kita." "Brengsek! Apa maksudmu hah? Kau tau betul aku tidak pernah melakukan seks denganmu." "Haruskah aku memperlihatkan buktinya?" Dan detik itu juga mata Carl membulat sempurna begitu melihat video panas yang Kangin tunjukkan. Di dalam video tersebut terlihat jelas bagaimana ia dan Kangin bercinta dengan begitu sangat liar dan juga menjijikan. Sialnya carl sama sekali tidak ingat kalau ia pernah melakukan hal menjijikan itu dengan si keparat Kangin. Akan tetapi video tersebut jelas memperlihatkan dirinya dan Kangin. Benarkah ia sudah kehilangan keperawan yang selama ini selalu Carl banggakan? Jika pun benar, apa yang harus ia lakukan sekarang? "T-Tidak mungkin. I-Itu pasti bukan aku kan?" "Kau sedang mabuk berat waktu itu. Tentu saja kau tidak akan ingat." "Apa kau sedang membodohiku? Itu pasti bukan aku. Aku tau betul aku masih perawan."



"Well. Kita bisa melakukan-nya sekali lagi kalau kau memang masih tidak percaya dengan video ini. Dengan begitu kau akan tau kalau sebenarnya kau itu sudah tidak perawan." "Brengsek! Cepat hapus video sialan itu." "Tidak semudah itu nona." "Apa yang kau inginkan?" "Good girl. Ternyata kau cukup pintar untuk bisa mengerti apa yang aku inginkan tanpa aku harus mengancammu lebih dulu." "Cepat katakan apa yang kau inginkan, brengsek!" "Bercintalah denganku." Carl menggeram melihat tangan lancang Kangin berani mengelus pahanya. "Cepat singkirkan tangan busukmu sebelum aku mematahkanya." "Ck, aku sudah tau kalau kau pasti akan menolak. Karena itulah aku sudah menyiapkan rencana kedua." "Apa maksudmu?" "Kau lihat empat orang pria yang ada disana itu? Satu diantara mereka ada yang bernama Cho Kyuhyun. Aku ingin kau bercinta dengan pria itu hingga dia lemas. Setelahnya kuras habis seluruh isi brangkas miliknya. Dan yang paling penting kau harus menghabisinya setelah kau berhasil menguras semua kekayaan-nya. Apa kau mengerti?" "Kau gila! Aku tidak sudi melakukan hal menjijikan seperti itu." "Itu berarti kau lebih suka kalau aku menyebarkan video panas kita berdua. Kau tentu tau betul apa yang akan terjadi seandainya video ini sampai tersebar kan? Kau dan juga semua keangkuhanmu itu aku pastikan akan langsung hancur saat itu juga." "Keparat kau!" "Pilihan ada di tanganmu nona. Turuti perintahku atau aku tidak akan segan menyebarkan video panas kita." Tubuh Carl menegang. Ia benar-benar terjebak sekarang. "Aku menunggu jawabanmu cantik." "A-Aku......Aku akan melakukanya."



"Good. Memang itulah yang aku inginkan. Ambil pistol ini. Pastikan kau menembaknya tepat di bagian kepala." Tanpa sepengetahuan Carl diam-diam Kangin mengulas senyum licik. Sebentar lagi rencana balas dendamnya pada Kyuhyun akan segera terwujud. Tidak peduli meskipun harus melalui perantara orang lain.



PART 06



"Berhenti.....hhhh....menusukku....hhhhh....brengsek!" "Belum saatnya. Aku tidak pernah berhenti sebelum benar-benar puas." "Kau....hhhh....pria.....gila...ahhhhhhhhh." Marc menyeringai. Lagi-lagi penisnya yang keras berhasil membuat Carl orgasme untuk kesekian kalinya. Marc memang langsung menyeret Carl ke Mansion pribadi miliknya saat gadis XG itu dengan sangat kurang ajar berani menyebut nama Korea Marc. yang menurut Marc hal itu merupakan hal yang sangat fatal. Marc telah bersumpah untuk menghukum siapa pun orang yang dengan lancang berani menyebut nama korea-nya. Dan Carl.....gadis XG itu juga termasuk ke dalamnya. Hanya saja....Marc mempunyai pengecualian Khusus untuk gadis tersebut. Jika biasanya ia akan menghukum orang asing yang lancang memanggil nama koreanya dengan sebuah pukulan, maka lain halnya dengan Carl. Khusus untuk gadis itu Marc akan memberikan hukuman yang spesial. Yang tentunya akan terasa sangat nikmat. Contohnya seperti saat ini. Sudah tujuh jam lebih Marc menusuk-nusuk vagina Carl tanpa ada niatan untuk berhenti. Salahkan saja gadis itu yang telah dengan sengaja berani mengumpankan dirinya ke dalam kandang Singa. Yah meskipun Marc tau Carl seperti itu akibat dari pengaruh alkohol tingkat tinggi yang gadis itu minum. "Ber...hhh....henti.....hhh....aku.....bisa....hhhh.....pingsan." "Jangan." Dalam sekejab wajah terangsang Marc berubah datar. Di ikuti dengan tatapan mata yang menyorot tajam. "Jangan coba-coba untuk pingsan. Aku benci melakukan seks tanpa desahan." Alih-alih merasa takut Carl justru ikut melayangkan tatapan tajamnya. Sepertinya terlalu banyak orgasme membuat efek alkohol dalam diri gadis tersebut mulai menghilang. "Kau pria brengsek yang menjijikan." "Dan kau perawan sialan yang sangat menggairahkan." Carl terkejut. Perawan? Ia? Benarkah itu? Tapi bukankah di dalam video itu ia dan Kangin sudah........



"Akkkhhhhhhhh!" Jeritan kembali terdengar dari dalam mulut Carl saat Marc menghentakkan penisnya dengan sangat keras. Pikiran gadis itu buyar. Ia tidak bisa memikirkan apapun lagi selain kenikmatan bertubi-tubi yang Marc berikan pada dada, bibir dan juga lubang vagina-nya. "Berhenti melamun. Cepat desahkan namaku seperti tadi." "Dalam mimpimu." Seringaian setan terbit dibibir Marc. Gadis itu sangat lancang. Dia harus di beri hukuman tambahan. "Kau sangat berani." "A-Apa yang kau lakukan?" Carl tidak mengerti. Marc tiba-tiba saja melepas penyatuan mereka dan berjalan ke arah nakas. Ia bisa melihat Marc tengah mengambil sebuah alat kecil berbentuk panjang dengan tombol-tombol kecil diatasnya. Ekspresi Carl seketika memucat. Ia bukan gadis bodoh yang tidak tau benda apakah itu. Hanya saja....untuk apa Marc mengambil vibrator sialan itu? Apakah mungkin untuk...... "Melihat wajahmu yang tiba-tiba saja berubah pucat, sepertinya aku tau apa yang sedang kau pikirkan." "A-Apa yang ingin kau lakukan dengan benda itu?" "Bersenang-senang. Dengan klitoris milikmu yang sangat menggiurkan." "Tidak. Aku tidak mau." Carl mencoba bangkit. Namun ia tidak bisa. Tubuh dan juga selangkangan-nya terasa remuk karena kebringasan Marc saat memasukinya. "Aku tidak suka dilawan sayang. Nikmati saja apa yang akan aku lakukan. Atau aku...... tidak akan segan-segan menghukum-mu lebih berat lagi." "Apa maksudmu? Hukuman apa yang sedang kau bicarakan?" "Kau memang sangat luar biasa nona Song. Kau bahkan tidak menyadari kesalahahanmu sendiri." "Biar aku beritau," Marc kembali berucap saat mendapati ekspresi bingung di wajah cantik gadis yang beberapa hari lagi akan segera menjadi istrinya itu. "Aku bukanlah pria agamis yang menerapkan sistem no seks before married. Aku tipe pria penggila seks. Itu sudah



pasti. Kehidupan liar sudah mendarah daging di dalam tubuhku sejak lama. Dan tidak akan ada yang pernah bisa merubah hal itu. Aku hanya.....kau tau, aku pikir aku bisa memperlakukan-mu dengan sedikit istimewa. Tapi kau justru berulah. Kau mendatangiku dalam keadaan mabuk. Fatalnya kau bahkan menyebut sebuah nama yang tidak pernah ingin aku dengar lagi. Sialan! Ini tidak sesuai dengan rencanaku." Marc mendongak. Menatap Carl masih dengan tatapan tajamnya. "Kau merusak segalanya. Sekarang nikmati saja hukumanmu." Seringaian Marc melebar. Dengan sekali gerakan ia berhasil mengikat kedua tangan Carl menggunakan dasi miliknya. "Semua dasi milikku di pesan dan di buat khusus oleh perancang nomer satu italia dengan menggunakan bahan sutera. Tidak ada satu pun dari mereka yang akan menyakiti tubuhmu. Jika pun itu terjadi....aku memiliki banyak uang yang bisa mengembalikan tubuh indahmu seperti sedia kala." "Tidak. Kau tidak bisa melakukan ini padaku Marc. Singkirkan vibrator sialan itu dari......ahhhhhh." Carl mengelijang. Ia terlambat. Marc sudah lebih dulu memasang vibrator tersebut sebelum ia selesai bicara. "Kau milikku. Aku bisa melakukan apapun padamu." Marc berbalik. Berjalan kearah sofa putih miliknya. Menumpukkan kaki kanan pada kaki kiri dengan tangan dan mulut yang sibuk menyesap wine yang mana harga tiap satu botolnya bisa membeli Bugetti Vernon keluaran terbaru. Marc sangat menikmati pemandangan erotis di depan-nya. Pemandangan dimana gadis angkuh itu menjerit, mendesah, bahkan mengumpat ketika lagi-lagi vibrator miliknya berhasil membuat gadis itu orgasme. "Hentikan...hhh....ini...hh...aku..hhh...sudah...hh....tidak...tahan....hhh...lagi....ahhhhhhh." Sekali lagi vibrator sialan itu berhasil melakukan tugasnya dengan sangat baik. Tubuh Carl akan melemas setiap kali ia mendapatkan orgasme-nya. Dan Marc benar-benar sangat menikmati pemandangan tersebut. Apalagi saat mata tajamnya bisa melihat dengan jelas bagaimana cairan warna putih itu keluar dari dalam lubang hangat gadis XG tersebut. "Marc." "Tidak sayang. Itu belum cukup. Vibrator milikku masih belum cukup membuatmu lemas." "Ini....hhh....sangat....menyiksaku. singkirkan....benda.....sialan....ini....hhh.....dari.....tubuhku....hhh." "Memohonlah. Gunakan mulut seksimu untuk memohon padaku."



"Aku.....hhh.....tidak….sudi....melakukan......Ahhhhhh." Untuk yang kesekian kalinya Carl kembali mengalami orgasme. "Turunkan egomu. Atau kau akan tersiksa seperti itu terus." "Aku.....hhh.....cepat...masuki aku....sialan! Aku sudah tidak tahan lagi..hhhh....ahhhhhhhhh." Dan rasanya Carl ingin menenggelamkan dirinya ke dasar sungai Amazon detik itu juga. Untuk pertama kalinya ia merasa sangat malu. Malu karena telah memohon pada pria brengsek seperti Marcus Cho. Carl bersumpah ia bisa melihat seringaian iblis tercetak jelas di bibir tebal Marc sebelum akhirnya mencabut vibrator sialan tersebut dan menggantinya dengan penis pria itu yang sudah sangat mengeras. Carl tidak ingat berapa lama Marc menusuknya. Gadis itu terlalu lelah hingga akhirnya tertidur di tengah pergumulan panas mereka. Menyisakan Marc yang masih terus memasuki Carl hingga ia benar-benar terpuaskan. ******* "Eunghh." Carl melenguh merasakan terpaan cahaya matahari yang mengenai wajahnya. Kedua mata hazel gadis itu mengerjap beberapa kali sebelum akhirnya terbuka sempurna. Tepat saat itulah Carl mengingat kembali peristiwa-peristiwa apa saja yang telah ia alami dalam semalam. Yang seketika itu juga membuat kepalanya pening. Nasibnya berubah menjadi sial sejak pertemuan tak sengajanya dengan Kangin. Dan semakin bertambah sial lagi sejak ia tau kalau ternyata pria pemilik nama Cho Kyuhyun merupakan pria yang sama dengan pria gila namun sungguh sialan tampan yang selama ini selalu mengejarnya. Carl bahkan masih ingat dengan sangat jelas betapa bringasnya Marc semalam. Pria itu menjilati seluruh tubuhnya. Mulai dari ujung kaki hingga ujung kepala, lalu beralih pada kedua payudara miliknya. Menggigit, memilin, memijat, bahkan memelintir. Marc benar-benar memanfatkan kedua tanganya dengan sangat baik. Carl masih ingat betul sensasi liar yang Marc timbulkan saat lidah panas pria itu menelusuri seluruh lekuk tubuhnya. Rasanya benar-benar sangat nikmat dan menggaraihkan. Jangan lupakan juga siksaan penuh kenikmatan dari vibrator sialan yang sengaja Marc pasang pada klitoris miliknya. Untuk yang satu itu rasanya benar-benar sangat sulit untuk di jelaskan dengan kata-kata. Marc bahkan tak henti-hentinya memasuki Carl hingga jangka waktu yang cukup lama. Untuk kedua kalinya Carl berani bersumpah kalau Marc merupakan jelmaan sesosok iblis seks yang terperangkap di dalam tubuh manusia.



Cara Marc bercinta terlihat seperti hewan liar yang sedang memasuki musim kawin. Begitu panas, liar dan juga sangat tidak terkontrol. "Habisi dia setelah kau berhasil membuatnya lemas. Tembak dia tepat di bagian kepala." Lamunan Carl buyar saat suara Kangin kembali memenuhi pikirannya. Ia mengusap wajahnya kasar. Jika saja Kangin sialan itu tidak membuat ulah, ia pasti tidak akan menderita dan berakhir menjadi mesin seks pria brengsek pemilik nama Marcus Cho ini. Shitt. Carl bisa merasakan lengan kekar Marc yang memeluknya possesive. Marc bahkan sengaja menyusu pada salah satu payudara Carl. Persis seperti seorang bayi. Nafas Carl memberat. Marc terlihat sangat tampan saat sedang tidur. Meskipun pada kenyataanya pria itu memang selalu tampan. Baik itu saat dia tidur atau pun saat membuka mata. Akhirnya dengan perlahan Carl menyingkirkan tangan Marc dari pinggangnya. Memundurkan sedikit tubuhnya guna melepaskan payudara miliknya dari mulut Marc. Gadis itu kembali merenungkan ucapan Kangin kemarin malam. "Sekarang apa yang harus aku lakukan? Haruskah aku benar-benar melenyapkan pria brengsek ini? Tapi.....kalau aku tidak melakukanya maka video itu akan.....arrggh sial." Di tengah kekalutan hatinya Carl memutuskan untuk mengambil pistol yang Kangin berikan. Dengan menahan semua rasa sakit ditubuhnya Carl perlahan-lahan mulai bangkit. Mengarahkan pistol miliknya ralat, pistol milik Kangin ke kepala Marc yang tengah tertidur lelap. Tangan Carl bergetar hebat. Keringat dingin bahkan mulai membasahi pelipisnya. Demi apapun juga selama ini Carl tidak pernah melenyapkan nyawa orang. Tidak salah bukan jika sekarang tubuhnya bergetar hebat? "M-Maafkan aku. Aku terpaksa harus menghabisimu demi kelangsungan hidupku. Aku.....aku harap arwahmu bisa tenang di alam sana." Carl memejamkan matanya. Gadis itu bersiap menarik pelatuk pada pistol miliknya jika saja suara bass Marc tidak membuat tubuhnya seketika menjadi batu. Persis seperti kutukan maling kundang pada jaman dulu. "Bukan seperti itu cara memegang pistol yang benar. Tanganmu bisa terluka jika sedikit saja kau sampai melakukan kesalahan." Marc berkata dengan santai. Mata pria itu terbuka jelang satu detik Carl menutup matanya. Dari posisinya sekarang Marc bisa melihat tubuh Carl yang bergetar. Terlihat sekali kalau gadis itu sedang ketakutan.



"M-Ma-rc kau?" "Aku tidak benar-benar tidur. Dan aku mendengar semua yang kalimat yang kau katakan." Brukkk! Tubuh Carl ambruk menyentuh lantai. Tamatlah riwayatnya. Ia sudah ketahuan. Carl yakin Marc pasti akan menghabisinya. Tanpa terasa airmata Carl menetes. Untuk pertama kalinya gadis itu kembali menangis setelah bertahun-tahun lamanya. Carl pikir ia tidak akan pernah bisa menangis lagi setelah kejadian buruk yang menimpanya di masa lalu. Tapi ternyata Carl salah. Ia masih bisa menangis. Air Matanya masih belum kering. Dan Carl tidak tau apakah ia harus merasa senang ataukah sedih. Karena sejujurnya Carl sudah lupa bagaimana caranya menangis. "Hey ada apa? Kenapa kau menangis?" Marc dibuat panik. Ia bergegas menghampiri Carl yang terduduk di lantai kamar Mansion. Mengabaikan tubuhnya yang saat ini tengah telanjang bulat. Marc bahkan tak segan mengangkat Carl ke atas pangkuannya, lalu memeluknya dengan sangat erat. "K-Kenapa kau memelukku? A-Aku....aku sudah berusaha melenyapkanmu. Kau...kau seharusnya membunuhku. A-Aku…. "Sssttt. Tenanglah. Kau tidak bisa bicara sembari menangis. Suaramu bisa serak." "Apa kau bodoh? Kau baru saja memergokiku ingin menembakmu, kenapa kau masih saja memperlakukanku dengan baik hah?" "Aku tau. "Apa maksudmu?" "Sistem keamanan Mansion langsung menyala begitu aku membawamu masuk. Saat itulah aku tau ada pistol di dalam tasmu. Awalnya aku ingin mengabaikannya, tapi aku justru merasa penasaran sendiri. Pikiranku mendadak kacau. Aku tau otakku tidak pernah salah, karena itulah aku sengaja mengeluarkan peluru dari dalam pistol milikmu yang ternyata hanya ada satu butir. Sepertinya kau memang sengaja menyiapkan pistol itu untuk melenyapkan seseorang. Itulah sebabnya aku memilih untuk berlagak tidak tau apapun. Aku hanya ingin membuktikan apakah dugaanku benar atau tidak. Dan kau tau, ternyata dugaanku memang benar. Kau sengaja menyiapkan pistol itu untuk melenyapkanku." "Aku…... "Tanganmu bergetar. Terlihat sekali kalau kau belum pernah memegang pistol sebelumnya. Katakan, siapa yang sudah menyuruhmu?"



"Aku…... "Gunakan mulutmu untuk menjawab, Carl. Jangan buat aku melakukan cara semalam untuk membuatmu buka mulut?" "......." "Kau menguji kesabaranku terlalu banyak nona. Perlu kau tau, aku tidak pernah mengampuni siapa pun orang yang berani menusukku dari belakang. Bahkan meskipun orang itu sangat penting buatku." Carl terdiam. Ia tidak tau harus melakukan apa. Haruskah ia memberitau Marc mengenai masalahnya? "Akhhhhh!" Carl memekik. Marc menarik paksa selimut yang membelit tubuhnya. Membuat keadaan mereka berdua sama-sama telanjang bulat. Bahkan pria itu langsung melempar tubuh Carl keatas ranjang dengan Marc yang berada diatasnya. "Kau bisa merasakannya bukan? Penisku kembali berdiri hanya karena melihat tubuh sialanmu ini. Kalau kau tetap bersikeras tidak mau bicara, aku benar-benar akan menggagahimu sampai kau jatuh pingsan." "Tidak. Jangan lakukan itu. Milikku masih sakit." "Kalau begitu bicaralah. Katakan kenapa kau ingin menembakku? Siapa yang sudah menyuruhmu?" "Aku.....tidak punya pilihan lain. Aku di paksa. Pria brengsek itu mengancam akan menyebarkan video panas kami kalau sampai aku tidak mau menuruti perintahnya." "Video panas?" Carl mengangguk. "Dia satu dari sekian banyaknya pria yang terjerat oleh pesonaku. Pria itu terlalu arogan. Karena itulah aku menguras habis seluruh uangnya sebelum akhirnya pergi. Aku pikir masalahku dengan-nya sudah selesai, tapi ternyata aku salah. Dia mendatangiku ke club dan langsung menunjukkan video panas kami. Aku….aku tidak tau bagaimana ceritanya hingga aku dan dia bisa bercinta dengan sepanas itu. Aku pikir selama ini aku masih perawan, tapi ternyata aku salah. Pria brengsek itu telah menjamah tubuhku saat aku sedang mabuk." "Omong kosong apa yang sedang kau katakan hah? Aku lah yang sudah memerawanimu, bukan mantan koleksi priamu itu." "A-Apa yang kau katakan?" "Tunggu disini."



Marc memindahkan tubuh Carl keatas sofa dengan sangat hati-hati. la lantas menarik lepas seprai yang semalam menjadi alas percintaan panas mereka. Menunjukkan noda darah perawan Carl yang masih menempel disana. "Kau lihat ini? Ini adalah darah keperawananmu. Akulah yang sudah membobol selaput dara-mu. Bukan dia atau siapa pun itu." "I-Itu artinya……... "Si brengsek itu telah menipumu demi membalaskan dendamnya padaku. Sepertinya bedebah itu tau kalau aku sedang mengincarmu. Karena itulah dia ingin memanfaatkanmu." "Kalau memang seperti itu kebenarannya, jangan harap aku akan mengampuninya." Carl terlalu emosi. Gadis itu tidak menyadari kalau pria yang telah mengambil keperawanannya jauh lebih buas dari pada singa atau pun pria yang bernama Kangin itu. "Aku yang akan mengurusnya. Mulai sekarang bedebah itu adalah mangsaku. Katakan saja siapa nama keparat itu." "Kangin. Namanya Kangin." Marc mengangguk. Ia lalu meraih ponsel miliknya yang ia taruh diatas nakas. Menghubungi tangan kanan yang selama ini selalu bisa pria itu andalkan dalam hal apapun. "Cari Tahu mengenai pria bernama Kangin yang menemui Carl di club kemarin malam. Aku ingin semua data diri mengenai pria itu secepat mungkin. Klik!". "Apa yang kau lakukan?" Carl bertanya pelan. Marc sudah kembali berdiri di hadapannya dengan tangan bersidekap di depan dada. Memperhatikan banyaknya ukiran kissmark yang pria itu buat pada tubuh indah Carl. Lebih dari itu, tubuh Marc yang polos membuat Carl mau tak mau melihat kejantanan pria itu yang berdiri tegak. "Penisku kembali berdiri. Aku butuh lubangmu untuk menenangkannya." "Aku tidak mau. Milikku masih sangat sakit." "Aku akan berhati-hati. Hanya dua sampai tiga ronde. Aku janji. Setelah itu kau bisa istirahat." Dengan segala paksaan dan juga keegoisan yang Marc miliki, akhirnya ia kembali memasuki Carl dengan liar dan menggebu. Mengabaikan dua sampai tiga ronde yang pria itu janjikan sebelumnya. ***********



"Ada apa?" Marc bertanya dingin. Ia baru saja ingin mengistirahatkan tubuhnya yang lelah akibat pergulatan panasnya dengan Carl, tapi sialnya niat pria itu harus tertunda saat kepala pelayan mengetuk pintu kamar. "Begini tuan, anda telah melewatkan sarapan dan juga makan siang anda. Karena itulah saya sengaja datang untuk memberitau kalau sekarang sudah memasuki waktu makan malam." "Pergilah. Aku akan turun tiga puluh menit lagi." Marc menutup pintu kamarnya. Melangkah menghampiri Carl yang terlelap. Gadis itu terlihat sangat kelelahan setelah melayani kebutuhan seks Marc yang berlebihan. "Bangunlah. Kau harus memasukkan sesuatu ke dalam tubuhmu." "......" "Carl." Marc kembali berbicara setelah tak mendapat tanggapan apapun dari gadis yang masih sibuk menutup matanya itu. "Scarlet Song!" "Apalagi? Biarkan aku istirahat. Tubuhku benar-benar sangat sakit." "Kau bisa kembali melanjutkan istirahat setelah memasukkan sesuatu ke dalam tubuhmu." "Kau sudah melakukannya." "Sperma saja tidak cukup. Kau harus memasukkan makanan ke dalam perutmu. Aku tidak ingin keadaanmu yang lemah menjadi penghalang untukku bisa menyentuhmu." "Kau pria brengsek!" "Aku tau." Tanpa kata Marc langsung membopong tubuh Carl yang hanya berbalutkan selimut ke ruang makan. Tindakan Marc tersebut sukses membuat para maid sekaligus penjaga Mansion menganga tak percaya. Ini adalah kali pertama bos mereka membawa seorang gadis ke dalam Mansion setelah bertahun-tahun lamanya. Tidak heran kalau mereka semua merasa sangat terkejut. Begitu pun dengan Han ahjumma. Wanita paruh baya itu sangat terkejut melihat tuan besarnya kembali membawa seorang wanita ke dalam Mansion. Ahjumma pikir wanita itu



adalah Sera. Tapi ternyata ia salah besar. Marc membawa wanita asing yang masih belum di ketahui namanya. "Apa menu hari ini?" "Hari ini saya memasak Caviar, Wagyu Beef Pie with mozzarella tortilla, tuan. Lengkap dengan red wine kesukaan tuan." Sang koki terkesiap. Marc tiba-tiba saja mengangkat tanganya keatas. Oh tidak, Pak Kim selaku sang koki hanya bisa berdoa agar tuan besarnya itu menyukai menu masakan-nya hari ini. Atau....pak Kim terpaksa harus memasak ulang semua makanan seperti minggu lalu hanya karena Marc tidak menyukai menu makanan yang ia masak. "Pergilah. Aku akan mengambil makananku sendiri." Lagi. Pak Kim kembali dibuat terkesiap. Kali ini bukan hanya pak Kim saja, melainkan seluruh Maid. Untuk pertama kalinya Marc ingin makan tanpa pelayanan apapun. Apakah ini nyata? "Katakan, apa yang ingin kau makan?" Marc bertanya dengan lembut. Namun jawaban yang keluar dari dalam mulut Carl justru membuat emosi pria itu kembali tersulut. "Aku tidak lapar." "Aku kira hukuman semalam cukup untuk membuatmu tidak melawan. Tapi ternyata aku salah. Haruskah aku kembali….. "Caviar. Aku ingin makan Caviar." Marc tersenyum. Ia lantas menyajikan makanan yang gadis itu inginkan ke atas piring sebelum akhirnya memberikannya pada Carl. Dan tentu saja aksi Marc tersebut berhasil membuat seluruh maid tercengang melihat kejadian langka yang bos besar mereka lakukan. "Makan. Perutmu tidak akan kenyang hanya dengan melihatnya." Carl menghela nafasnya kasar. Marc benar-benar menyebalkan. Tukang perintah arogan yang akan berubah menjadi liar saat diatas ranjang. "A-Apa yang kau lakukan?" Carl membelalak kaget. Sedetik lalu Marc baru saja mencium bibirnya. Ralat, bukan mencium, melainkan memasukkan potongan waegyu ke dalam mulut Carl menggunakan mulutnya. Tepat di depan para maid yang tengah berjejer rapi di samping mereka. Sialan. Apa pria itu tidak punya malu? "Makan makanmu. Atau aku akan terus menyuapimu dengan mulut."



"Aku bisa makan sendiri." Carl menjawab ketus. Dari sudut matanya ia bisa melihat para maid tengah berbisik-bisik. Yang tanpa harus menjadi seorang cenayang pun Carl tentu sudah tau apa yang tengah para maid itu bisikkan. Apalagi kalau bukan tentang dirinya. Benar-benar tukang gosip. Mendadak Carl kembali terdiam. Ia baru menyadari kalau Mansion tempatnya saat ini berada sangatlah mewah. Belum lagi banyaknya maid yang berseliweran kesana kemari semakin menambah keyakinan Carl kalau Mansion tersebut pastilah sangat luas. Carl menunduk sedih. Dulu ia juga pernah hidup seperti ini. Tinggal di sebuah rumah mewah yang memiliki banyak sekali pelayan di dalamnya. Tapi itu dulu. Sebelum akhirnya kejadian buruk itu menimpanya. Mengingat hal itu membuat selera makan Carl seketika menghilang. Gadis itu tidak menyadari kalau sedari tadi Marc terus menatapnya dengan sangat tajam. "Kau benar-benar sangat suka menguji kesabaranku rupanya." Marc meletakkan pisau dagingnya dengan kasar. Beralih menatap Carl yang saat ini juga tengah menatapnya. Demi tuhan. Marc hanya ingin Carl makan. Hanya itu saja. Kenapa gadis XG itu suka sekali menguji kesabaran-nya? Sialan. "Aku ingin istirahat." "Kau harus makan." "Aku tidak lapar." "Makan. Atau aku akan menyuapimu dengan mulutku seperti tadi." Carl bergidik mendengar nada dingin yang Marc ucapkan. Pria itu sepertinya memiliki sebuah kepribadian ganda. Kadang dia sangat manis. Kadang kala ia sangat menyeramkan. "Aku…... "Ini pesanan anda tuan." Ucapan Carl terhenti. Dave tiba-tiba saja datang dengan membawa sepuluh tas belanjaan di tangannya. Dave sama sekali tidak terkejut melihat gadis XG itu ada di dalam Mansion pribadi bosnya. Karena semalam Dave lah yang membantu Marc membawa mobil. Sementara sang bos sibuk bercumbu di jok belakang. "Berikan padanya."



Dave mengangguk. Ia lantas memberikan semua tas-tas itu pada Carl. Menimbulkan kerutan bingung di dahi gadis tersebut. "Apa ini?" "Anggap saja sebagai ganti dress-mu yang telah rusak." Marc menjawab santai. "Jangan khawatir. Harga dress itu sepuluh kali lipat lebih mahal dari milikmu. Mengenai bra dan juga celana dalam, kau pilih saja ukuran mana yang kira-kira cocok. Aku baru menyentuhmu sekali, tentu aku belum bisa memastikan berapa ukuranmu." Sialan. Bisakah Carl melempar Marc ke benua Antartika sekarang juga? Pria brengsek itu....bagaimana bisa dia berkata sesantai itu oeh? Apa dia tidak tau kalau perkataanya itu sukses membuatnya sangat malu sekaligus kesal? "Aku tau." Meski kesal. Carl tetap mengalah. Biarlah kali ini ia menjadi kelinci manis yang penurut. Tubuh dan pikiran gadis itu sedang sangat lelah. Ia tidak mungkin mendebat Marc dalam keadaan seperti ini. Tapi Carl janji. Begitu tubuhnya sudah pulih nanti, ia akan kembali menjadi singa betina yang siap melawan pria brengsek itu kapan pun. "Pihak butik baru saja menelpon, mereka ingin agar hari ini tuan dan.....em nyonya datang ke butik untuk mencoba gaun pengantin." "Ubah jadi besok. Semalam aku baru saja memerawaninya, dia tidak akan bisa melakukan kegiatan apapun hari ini." Dave bisa melihat wajah Carl yang merah padam. Pastilah itu semua karena ucapan bos-nya yang kelewat vulgar. "Antar aku ke kamar, aku ingin istirahat." "Kau memerintahku?" "Seperti katamu, semalam kau baru saja memerawaniku dengan sangat liar." Carl berucap dengan nada yang sangat tajam. "Kau tentu tau betul kalau saat ini aku tidak bisa berjalan kan? Haruskah aku menyuruh bawahanmu ini yang mengantarku? Melihat tubuhnya yang kekar sepertinya dia lebih kuat." "Jaga bicaramu manis. Kau harus berhati-hati dengan mulut sialanmu yang sungguh sangat manis itu." Carl bisa merasakan tubuhnya terangkat. tanpa kata Marc langsung membawa Carl pergi. Tentunya dengan di ikuti Dave di belakangnya. Pria itu bertugas membawa semua tas belanja yang berisi pakaian baru Carl. "Tunggu."



Baik Marc maupun Dave refleks menghentikan langkah mereka begitu mendengar seruan Carl. Dave bisa melihat rahang bos-nya mengeras begitu tau kemana arah pandang Carl saat ini. Gadis XG itu tengah melihat ke arah dinding dimana terdapat foto-foto Sera yang masih terpajang rapi meski telah bertahun-tahun lamanya. "Sepertinya kau sudah memiliki gadismu sendiri. Tapi aku heran...kenapa kau justru ingin menikah denganku oeh? Bukankah kau seharusnya menikah dengannya?" "Aku anggap kau tidak pernah mengatakan apapun." Marc nyaris melanjutkan langkahnya jika saja ucapan Carl berikutnya tidak berhasil membuat tubuhnya terasa beku. "Kalian sama-sama memiliki mata yang tajam. Sepertinya kalian memang ditakdirkan untuk bersama." "Persetan dengan takdir. Kau perlu istirahat. Terlalu banyak orgasme membuat otakmu rusak." "Aku yakin di balik foto yang pertama itu dia pasti tidak mengenakan apapun. Kau seharusnya memperlihatkan sedikit payudaranya. Itu akan membuat fotonya terlihat lebih indah." "Aku tidak suka memamerkan milikku." Marc menjawab tajam. Sangat-sangat tajam. "Ahh. Akhirnya kau mengakui kalau gadis yang ada di dalam foto itu memanglah gadismu." Marc dibuat terdiam. Sialan! Mulut Carl benar-benar sangat berbahaya. "Aku jadi penasaran, gadis itu pastilah sangat istimewa sampai-sampai kau memasang banyak sekali fotonya seperti ini. Atau.....dia justru hanyalah wanita simpananmu saja? Tunggu dulu.....apa sebenarnya tujuanmu ingin menikah denganku? Apakah untuk menjadikanku wanita simpanan yang bisa kau masuki kapan pun kau mau?" Marc menyeringai. Sebuah seringaian iblis yang terlihat begitu sangat menyeramkan. "Terdapat perbedaan besar antara wanita simpanan dengan seorang pelacur."



PART 07



"Apa kau baru saja menyebutku pelacur?" "Kau yang mengatakan-nya sendiri." Marc mengangkat bahunya acuh. Ia langsung melangkah pergi setelah sebelumnya sempat menaruh Carl di atas ranjang. "Gantilah pakaian anda. Selimut ini terlalu besar untuk ukuran tubuh anda yang kecil. Di sana juga ada krim yang bisa meredakan rasa nyeri pada selangkangan anda." "Apa pedulimu? Aku ini seorang pe-la-cu-r." Carl mengucapkan kata 'pelacur' dengan penuh penekanan. Entah kenapa ia merasa sangat kesal setiap kali ucapan Marc berdengung di telinganya seperti seekor nyamuk penganggu. "Itu kesalahan anda sendiri. Jika saja anda bisa menjaga mulut anda, tuan Marc tidak akan mungkin bicara seperti itu." "Apa aku tidak salah dengar? Kau menyalahkanku tanpa alasan, konyol sekali." "Anda mungkin tidak menyadarinya. Tapi ucapan anda tadi berhasil menyulut emosi tuan Marc." "Apa maksudmu?" Dave menggeleng pelan sebelum akhirnya menghela nafas kasar. "Bersikaplah baik. Dengan begitu tuan Marc juga akan memperlakukan anda dengan baik. Karena sadar atau tidak, anda memiliki tempat tersendiri di hatinya." Carl terdiam. Ia tau Marc sangat tergila-gila padanya. Hanya saja.....entah kenapa ia merasa ada ketakutan tersendiri setiap kali berdekatan dengan pria panas itu. "Foto itu.....apa kau tau siapa gadis yang ada di dalam foto itu?" "Namanya Park Sera. Hanya itu yang bisa saya katakan pada anda." "Apakah dia……. "Sebaiknya anda segera tidur. Mengingkat apa yang baru saja terjadi saya yakin tuan Marc tidak akan kembali ke kamar."



"Aku ingin kembali ke apartemenku." "Disini hanya tuan Marc yang berhak mengambil keputusan." Dave berlalu pergi begitu saja. Meninggalkan Carl yang terdiam dengan seribu macam pertanyaan di benaknya. "Marcus Cho, orang seperti apa kau itu sebenarnya?"



********* Suara gemericik gelang kaki terdengar memenuhi salah satu mansion mewah milik seorang pengusaha ternama Korea Selatan. Tepatnya di salah satu kamar yang di fungsikan sebagai kamar utama. Dikamar itu nampak sesosok gadis cantik dengan lingerie berbahan sutra tengah menari mengikuti alunan suara music. Tarianya akan melambat saat alunan lagunya memelan. Dan akan berubah cepat mengikuti ritme alunan musik yang ia putar. Gadis itu terlalu asyik menari hingga tidak menyadari jikalau sedari tadi ada sepasang mata tajam yang sedang mengawasinya dengan sangat intens. "Akkhh!" "Ra-ya!" Pria pemilik mata tajam itu panik. Ia langsung berlari begitu melihat kaki gadis tersebut terbentur meja. Ia lantas mencium kaki sang gadis yang membiru tanpa merasa jijik sedikit pun. "Hati-hati Raya. Hati-hati." Pria itu menggeram kesal. "Bukankah aku sudah sangat sering mengatakan itu padamu? Kenapa kau sangat ceroboh sekali oeh?" "Hehehe maafkan aku oppa. Aku hanya kurang hati-hati tadi. Aku janji lain kali tidak akan terluka lagi." "Kau selalu mengatakan itu setiap kali aku memergokimu terluka. Tapi kau akan mengulanginya lagi di kemudian hari." "Apa oppa marah padaku?" Pria itu, Cho Kyuhyun. Ia hanya bisa menghela nafasnya kasar. Ia benci melihat gadis itu terluka. Tidakkah dia tau itu? "Aku hanya tidak ingin kau sampai terluka karena hal apapun. Itu akan membuatku gila." ********



"A-Apa yang kau lakukan Raya?" "Maafkan aku oppa. Aku terpaksa harus melakukan ini padamu." Airmata Sera menetes. Ia terpaksa menembak Kyuhyun dengan senjata api miliknya. Karena memang sejak awal misinya adalah untuk melenyapkan Cho Kyuhyun. Tapi sepertinya Sera sengaja menghindari titik vital. Ia terjebak dalam rencananya sendiri. Sera tau tidak seharusnya ia jatuh cinta pada musuh. Tapi Sera justru melakukan hal bodoh itu. Itulah kenapa Sera memilih untuk menghindari bagian titik vital Kyuhyun. Ia tidak ingin pria yang sangat di cintainya itu tewas di tanganya sendiri. "Katakan Raya, kenapa kau tega melakukan ini?" "Karena sejak awal memang inilah yang aku inginkan, oppa. Aku sengaja datang untuk menjadi malaikat maut untukmu." "'Tidak Raya. Kau pasti bohong." "Aku mengatakan yang sebenarnya. Dan aku.....akan memberitaumu sesuatu yang penting. Ini menyangkut tentang kematian Cho Ahra kakakmu." "R-Raya kau?" "Kau benar oppa. Aku mengetahui segalanya. Aku bahkan tau siapa pelaku utama di balik pembunuhan itu." Marc menggeleng tegas. "Tidak Raya. Kau pasti berbohong. Kau tidak mungkin menghianatiku seperti ini." "Kim Sangwon. Cari pria itu jika oppa ingin tau dalang sebenarnya di balik pembunuhan kakakmu." "K-Kau penghianat Raya. K-Kau menghianatiku." Sera tertunduk sedih. "Maaf dan terimakasih." "Tidak Raya. Kau tidak bisa menghianatiku seperti ini. Kembali Raya. Kembaliiiiiii!"



"TIDAK SERA!" Marc terbangun dengan nafas yang tersengal-sengal. Tubuh pria itu basah oleh keringatnya sendiri. Wajahnya memucat mengingat mimpi yang baru saja ia alami. Pria itu termenung selama beberapa saat. Ia tidak menyangka kilasan-kilasan masa lalu itu akan kembali menghantui mimpinya.



"Apa anda baik-baik saja tuan? Saya mendengar suara teriakan anda dari luar." Dave langsung datang saat mendengar teriakan Marc. Awalnya pria itu ingin mengecek keadaan Mansion, tapi ia justru dikejutkan oleh suara teriakan bosnya. "Dimana obat itu? Cepat berikan padaku." Dave mengangguk. Dengan cepat ia segera mengambil botol aspirin yang selalu Marc simpan di setiap laci nakas miliknya. Marc menelan tiga butir aspirin yang Dave berikan begitu saja tanpa perlu repot-repot menggunakan air minum. Ia sudah terbiasa. Sangat. Bahkan rasa pahit dari obat tersebut sama sekali tidak terasa di lidahnya. "Apakah mimpi itu datang lagi?" Marc hanya mengangguk. Ia sangat menikmati proses dimana obat penenang itu mulai mengambil alih dirinya. "Apa saya perlu memanggil dokter kemari?" "Tidak. Aku masih bisa mengatasi tubuhku sendiri." Dave memandang sedih pria pemilik marga Cho yang tengah bersandar dengan mata terpejam di hadapan-nya. Marc selalu seperti ini. Ia selalu menelan aspirin setiap kali masa lalu pria itu kembali menghantuinya. Kepergian Sera, penghianatan yang gadis itu lakukan, semuanya benar-benar berdampak buruk buat Marc. Pria itu bahkan nyaris kehilangan akalnya hanya karena seorang Park Sera yang ternyata penghianat. "Apa yang dia lakukan? Apa dia sudah tidur?" "Belum tuan. Saat saya tinggal tadi nona masih duduk melamun. Dia.....sepertinya ucapan anda tadi berhasil mempengaruhi pikirannya dengan sangat baik." Marc menghela nafasnya kesal. Sejujurnya ia tidak ingin bicara sekasar itu, terlebih pada gadis XG itu. Tapi apa boleh. Gadis itu sendirilah yang lebih dulu memancing emosinya. "Aku akan menemuinya." "Tapi kondisi anda…….. "Berhenti mencemaskanku seperti orang sakit. Saat ini hanya dia-lah yang aku butuhkan." *******



Marc membuka pintu kamarnya dengan pelan. Takut membangunkan Carl yang sedang tertidur. Begitulah kira-kira yang Marc pikirkan. Tapi ternyata dugaan Marc salah besar. Alih-alih tidur Carl justru sibuk menghitung tumpukan Dollar yang Marc tau betul gadis itu dapatkan dari mana. Kini sebuah pertanyaan mulai muncul di dalam kepala Marc. Darimana gadis itu bisa mengetahui password brangkasnya? "Ck. Tidak baik mengambil uang orang lain tanpa izin nona, kau bisa dituduh sebagai pencuri." Marc mengecup bibir Carl singkat sebelum akhirnya mendudukkan diri di sampingnya. Yang otomatis menimbulkan decakan kesal dari gadis tersebut. "Aku hanya mengambil apa yang aku anggap milikku. Anggap saja sebagai bayaran atas percintaan liar kita kemarin." "Seks. Aku lebih suka menyebutnya seperti itu." Carl memutar bola matanya malas. "Terserah apa katamu saja." "Selangkanganmu, apa rasanya masih sakit?" "Why? Kau ingin melakukan seks lagi? Lakukan saja. Aku ini pelacur. Kau tidak memerlukan izin untuk menusukku sepuas yang kau mau." "Jaga bicaramu honey. Kau tau betul kau lebih dari itu." Marc tercekat. Ia tidak menyangka kata-kata itu akan keluar dari mulutnya lagi. Dulu sekali ia juga pernah mengucapkan kalimat itu. Hanya saja dengan gadis yang berbeda. "Seingatku kau sendirilah yang memberikan julukan itu padaku." "Dengar," Marc menarik paksa Carl untuk menatapnya. "Kalau kau bersikap baik maka aku juga akan memperlakukanmu dengan baik. Jadilah kelinci manis yang penurut, maka bisa aku pastikan kau akan hidup layaknya seorang ratu." "Aku ini gadis pembangkang Marc. Kau harusnya tau betul itu." Ya. Marc tau itu. Carl berbeda. Dia tidak seperti Sera yang bisa dengan mudah ia jadikan boneka seks miliknya. "Aku tau kau berbeda honey. Jika tidak, mana mungkin aku sampai bertindak gila seperti ini hanya karena seorang wanita penggila harta sepertimu heum?"



"Aku ingin pulang." "Tidak. Kau tidak akan kemana-mana. Empat hari lagi kita akan menikah." "Apa kau sungguh berfikir aku akan sudi tinggal di Mansion yang terdapat banyak foto orang asing di dalamnya?" "Dia bukan orang asing." Marc menggeram. Ucapan Carl sukses menyulut emosinya. "Aku tidak peduli apakah dia orang asing atau bukan. Yang jelas aku tidak akan tinggal di tempat yang terdapat foto wanita lain di dalamnya. Itu hanya akan melukai harga diriku." "Harga diri yang mana? Apakah kau sungguh berfikir masih memiliki sesuatu yang kau sebut sebagai harga diri itu? Asal kau tau saja, saat seorang Marcus Cho sudah berada di depan selangkanganmu, itu artinya kau sudah tidak memiliki harga diri lagi." "Brengsek! Kau benar-benar pria keparat yang sangat memuakkan." "Well. Aku menyukai pujianmu padaku." "Sebenarnya apa alasanmu menikahiku Marc? Kau bahkan mengejarku seperti orang gila disaat aku terus menghindarimu. Akan tetapi.... disaat aku setuju menikah denganmu entah kenapa aku merasa kau malah berubah. Kau berbalik memperlakukanku seperti seorang wanita murahan." Marc terdiam? Benarkah ia seperti itu? Marc akui ia sendiri juga tidak tau kenapa ia bisa sangat tergila-gila dengan gadis XG itu. Marc hanya merasa jika Carl memiliki sesuatu yang istimewa. Sesuatu yang tidak bisa ia temukan dalam diri Sera. Hanya saja Marc belum tau apa. Marc harus secepatnya mencaritau apa tengah terjadi pada dirinya. Ia harus tau apakah arti Carl yang sebenarnya. Apakah gadis itu hanyalah obsesinya semata atau justru kelemahan tebesarnya. Karena jika sampai Carl menjadi kelemahan terbesarnya, Marc tidak punya pilihan lain selain melenyapkan-nya. "Wajahmu memucat. Apa kau baru saja melihat hantu?" "Apa yang telah kau lakukan padaku Carl? Kenapa aku selalu hilang kendali setiap kali berada di dekatmu? Aku tidak pernah seperti ini sebelumnya. Bahkan dengan Sera sekalipun. Katakan Carl. Apa yang telah kau lakukan padaku?" "A-Apa maksumu Marc? Aku tidak mengerti dengan yang kau katakan."



"Tubuhmu, aromamu, nafasmu, detak jantungmu, aku menikmati semua yang ada pada dirimu. Kau seperti heroin yang membuatku kecanduan. Dan aku tidak bisa seperti ini terus Carl. Ini tidak benar. Semua ini membuatku gila." Marc mengusap wajahnya frustasi. "_Sera......dia segalanya bagiku. Dia hidupku. Tapi dia menghianatiku Carl, dia menghianatiku. Apa kau juga akan menghianatiku sama sepertinya?" Carl terdiam. Jujur saja ia sedikit bingung dengan situasi yang tengah ia hadapi sekarang. Carl bisa melihat luka yang begitu mendalam di mata itu. Disana juga ada kebencian. Dan satu hal lagi yang tidak pernah Carl ketahui. Ia tidak tau jika pria seperti Marc bisa terlihat sefrustasi ini. "Ini tidak benar Carl. Aku harus segera mencaritau apa yang sebenarnya terjadi padaku. Harus." "Apa yang kau lakukan?" Carl mendesis saat Marc mulai mengecupi leher dan juga telinganya. "Ini membuatku gila. Aku membutuhkanmu. Di atas ranjangku." "Kau gila? Lukaku bahkan belum…….mpppphhhhht." Marc tidak membiarkan Carl bicara. Ia mencium Carl brutal sebelum akhirnya membawa Carl ke ranjang. Melampiaskan seluruh hasratnya pada gadis yang saat ini tengah terlentang dibawah tubuhnya hingga ia benar-benar puas. ******* Sementara itu tak jauh dari Mansion mewah Marc berada nampak dua orang pria dengan pakaian serba hitam tengah memberikan laporan kepada seorang pria tampan berbadan tinggi yang sedang duduk angkuh di atas kursi kebesaran-nya. Tangan kanan pria itu sibuk menghisap rokok. Sementara tangan kirinya tengah memegang foto seorang gadis cantik. "Apa aku tidak salah dengar? Kalian yakin gadis ini orangnya?" "Benar bos. Menurut pengintaian yang kami lakukan, Cho Kyuhyun memang tengah mengincar gadis cantik yang ada di dalam foto itu. Dia bernama Carl. Dan dia adalah gadis bayaran." "Gadis bayaran?" "Benar bos. Gadis itu sangat mencintai uang. Menurut kabar yang beredar dimana ada uang disitulah Carl akan berada." "Ini sangat menarik."



Pria tampan itu menyeringai. "Bawa gadis itu kemari. Aku ingin dia menjadi bagian dari kelompok kita." "Bagaimana dengan Sera, bos?" "Biarkan penghianat itu tetap di tempatnya. Sekarang aku sudah mendapatkan mainan yang jauh lebih menarik darinya." Seringaian pria itu melebar. Cho Kyuhyun akan segera tiada. Dan ialah yang akan menjadi pemenangnya. "Aku sudah menemukan kelemahanmu, Cho Kyuhyun. Aku pastikan kali ini kau benar-benar akan berakhir di tanganku. Persis seperti kakakmu yang bodoh itu."



PART 08



"Sera......dia segalanya bagiku. Dia hidupku. Tapi dia menghianatiku. Apa kau juga akan menghianatiku sama sepertinya?" Marc seketika mendongak. Rasanya ia tidak asing dengan kalimat tersebut. Ahh. Benar juga. Itu adalah kalimat yang pernah ia ucapkan pada Carl waktu itu. Sialan. Ia tidak menduga Dave akan mengetahuinya. "Jadi tuan Marc, sejak kapan Sera beralih fungsi menjadi hidup anda?" Marc menyeringai. "Ternyata telingamu cukup tajam juga." "Boleh saya tau kenapa tuan bicara seperti itu pada nona Carl?" "Kau sudah lama bekerja denganku Dave. Kau harusnya tau betul cara mainku." "Apakah tuan mencurigainya?" "Semua yang berhubungan denganku patut di curigai. Termasuk juga gadis XG itu. Ck. Dia bahkan berani mengangkat senjata padaku." "Kapan gadis itu melakukanya?" "Pagi hari. Tepat setelah aku membobol keperawanan-nya." "Saya yakin dia pasti memiliki alasanya sendiri." "Kau benar. Dia beralasan pria bernama Kangin lah yang telah menyuruhnya. Tentu saja aku tidak akan percaya begitu saja. Karena itulah aku menyuruh Max melakukan penyelidikan." "Dengan kata lain tuan ingin memastikan apakah gadis XG itu kawan ataukah lawan. Begitu kan tuan? Karena itulah tuan bersandiwara di depan-nya?" "Kau selalu pintar, Dave. Tidak salah kau menjadi tangan kanan kepercayaanku." "Boleh saya mengatakan sesuatu?" Marc mendesis kesal. Jika Dave sudah sampai pada tahap seperti itu, itu artinya pria tersebut akan mengatakan sesuatu yang berkemungkinan besar menyangkut tentang cara main Marc.



"Sandiwara tuan benar-benar sangat nyata. Saya tidak pernah tau tuan bisa memasang ekspresi se-menyedihkan itu juga." "Sial. Apa kau memeriksa rekaman CCTV di kamarku?" "Hanya mencoba belajar dari masa lalu." Marc mengangguk singkat. Ia tidak akan memperotes tindakan Dave yang menurut orang lain sangatlah lancang itu. Marc tau betul alasan Dave melakukanya. Karena itulah ia sama sekali tidak marah. Pria itu lantas beralih menatap layar Macbook yang terhubung dengan semua CCTV di rumahnya. Senyum tipis terbit di bibir Marc begitu melihat Carl yang masih tertidur lelap. Gadis itu pasti sangat kelelahan. Tentu saja. Semalaman penuh Marc terus memasukinya tanpa henti. "Tuan benar-benar terlihat menyeramkan saat sedang tersenyum. Apakah efeknya sekuat itu?" "Ya. Bahkan jauh lebih berbahaya dari-pada ekstasi." "Tuan apakah mungkin dia?" "Tidak Dave. Itu tidak mungkin. Sampai kapan pun juga Carl tidak akan mungkin menjadi kelemahanku. Karena jika sampai hal itu terjadi, aku tidak akan punya pilihan lain selain melenyapkanya." Dave hanya diam. Sejujurnya ia juga merasakan ketakutan yang sama. Ia takut bosnya itu jatuh cinta. Karena jika sampai hal itu terjadi, percayalah para musuh diluaran sana akan lebih leluasa dalam menghancurkan pertahan yang Marc buat. Meski begitu.....dari lubuk hatinya yang paling dalam Dave ingin agar atasanya itu bisa menemukan seseorang yang tulus mencintainya. Yang tentunya tanpa disertai embel-embel apapun di belakangnya. "Seharusnya hari ini tuan dan nona Carl melakukan fitting baju pengantin bukan? Saya harap tuan tidak lupa kalau tiga hari lagi tuan akan menikah." "Tidak perlu melakukan fitting. Ukur saja sesuai dengan ukuran yang aku berikan." "Mengingat sikap dan juga sifat gadis itu yang berbeda, tuan yakin ingin melakukan-nya?" "Kenapa tidak? Mulut gadis itu akan tetap diam selama segala sesuatunya serba mewah. Pastikan saja desaigner-nya membuat gaun pengantin Carl dengan bahan terbaik. " "Saya pikir tuan hanya main-main saja dengan pernikahan ini."



Marc mengangkat bahunya acuh. Ia lantas terdiam begitu mengingat sesuatu yang sejak semalam mengganggu pikiran-nya. "Apa kau yang sudah memberitahu password brangkas pada Carl?" "Maafkan saya tuan. Saya tidak punya pilihan lain. Nona Carl memaksa meminta password brangkas anda. Apakah gadis itu mengambil uang dalam jumlah yang sangat banyak?" "Uang sama sekali bukan masalah bagiku." Jawab Marc santai. "Asal dia tidak berhianat, aku akan melakukan apapun untuknya." "Bagaimana kalau ternyata Carl itu adalah musuh?" Benar juga. Bagaimana kalau ternyata Carl adalah musuh? Apa yang harus Marc lakukan? Mempertahankan gadis yang tanpa ia sadari telah mengambil alih hatinya itu, atau justru..... Melenyapkanya? "Tuan?" "Tidak Dave. Ini tidak benar. Semuanya harus benar-benar jelas sebelum aku terlalu jauh melangkah." "Anda benar tuan. Kita tidak bisa mengambil resiko sekecil apapun." "Itulah maksudku. Gadis itu seperti memiliki kekuatan sihir yang mampu mengendalikan hidupku. Dan aku tidak bisa membiarkan hal itu terus-terusan terjadi. Bukan karena aku takut mati, melainkan karena aku lebih mengkhawatirkan4 ko keselamatannya. Hidup Carl akan di penuhi banyak bahaya begitu pernikahan kami di umumkan." "Semuanya masih belum terlambat tuan. Anda masih bisa membatalkan pernikahan itu." "Apa maksudmu Dave?" "Bukankah selama ini anda hanya ingin menikmati tubuhnya saja? Sekarang keinginan anda sudah terpenuhi. Saya rasa tidak ada salahnya jika anda melepaskannya." "Disitulah letak kesalahanku Dave." Marc mengusap wajahnya kasar. Terlihat sekali kalau pria itu sedang frustasi. "Apa maksud anda tuan?"



"Bukankah sudah ku katakan kalau pengaruh gadis itu sangat berbahaya? Tubuhnya yang sialan sangat seksi itu benar-benar berhasil membuatku terkena overdosis tingkat tinggi. Kau tau? Sepertinya aku terjebak dalam permainanku sendiri." "Apakah itu artinya pernikahan anda akan tetap digelar?" "Ya." "Tapi tuan....bagaimana dengan para musuh anda yang ada diluaran sana? Mereka pasti akan memanfaatkan Carl untuk menghancurkan anda." "Selama aku masih bisa bernafas, tidak akan aku biarkan siapa pun menyakitinya." "Tapi kenapa? Bukankah nona Carl hanyalah pelacur yang anda manfaatkan untuk memuaskan hasrat anda saja? Sama seperti Sera dulu?" "Itu jugalah yang sedang aku coba untuk caritau. Aku tidak mengerti kenapa gadis itu bisa mendadak jadi begitu sangat istimewa untukku." "Jika saya boleh memberi saran sebaiknya anda tidak melibatkan perasaan apapun di dalam permainan ini. Anda harus ingat tujuan sebenarnya anda menikahi Carl." "Aku tau apa yang harus aku lakukan." Tatapan Marc berubah menajam. Sepertinya ucapan Dave barusan sukses membuatnya kesal. "Bagaimana dengan Sera? Apa sudah ada kabar tentangnya?" "Belum tuan. Orang-orang kita lagi-lagi kehilangan jejak." "Brengsek! Kapan gadis itu akan tertangkap hah?" "Apa yang akan anda lakukan kalau seandainya saja kita berhasil menangkapnya?" Sekali lagi ucapan Dave berhasil membuat Marc terdiam. Marc pun tidak tau apa yang akan Marc lakukan nantinya. Yang jelas ia hanya ingin tau siapa dalang di balik pembunuhan Cho Ahra yang sebenarnya. Yang tentunya jawaban itu hanya di ketahui oleh Sera. Itulah kenapa selama ini Marc bersikeras mencari keberadaan gadis tersebut. Selain itu.....Marc juga ingin tau alasan apa yang membuat Sera sampai berani menghianatinya. Ceklekkk! Obrolan kedua orang itu terhenti melihat pintu ruang kerja Marc yang terbuka. Menampikan sosok Max yang langsung menghampiri Marc begitu saja.



"Aku rasa kau cukup tau sopan santun bukan?" "Lupakan tentang sopan santun. Ada hal yang jauh lebih penting yang harus kau tau." "Ada apa?" Marc tau ada yang tidak beres. Terbukti dari ekspresi Max yang terlihat tegang. "Ada yang salah disini Marc. Ini semua tidak benar." "Apa maksudmu?" "Pria bernama Kangin itu, dia sudah tewas. Jasadnya di temukan mengapung di pinggiran sungai Han." "Omong kosong apa yang kau katakan hah? Jelas-jelas pria itu menemui gadisku beberapa hari yang lalu." "Percayalah Marc, kasus ini tidak semudah yang terlihat. Gadis XG itu ikut terseret. Bahkan sekarang nyawanya juga akan ikut terancam." "Apa maksudmu sialan!" "Orang-orang itu tau kalau saat ini kau sedang begitu sangat tergila-tergila dengan Carl. Karena itulah mereka memanfaatkan gadis itu untuk melawanmu. Aku peringatkan, kali ini musuh kita tidak main-main, Marc. Singkirkan gadis XG itu sebelum dia berbalik menjadi bom waktu buatmu." Marc seketika terdiam. Jujur saja rencana itu sudah pernah terpikirkan olehnya. Hanya saja Marc tidak menyangka akan terjadi secepat ini. "Berikan perintahmu Marc. Dan aku pastikan gadis XG itu akan langsung menemui ajalnya." "Tidak. Gadis itu harus tetap hidup. Aku masih membutuhkan tubuhnya." "Berhenti memperumit keadaan. Ada banyak jalang diluaran sana yang bisa memuaskan hasratmu." "Aku tau keparat! Hanya saja bukan itu masalahnya." "Lalu apa?" "Kau tidak akan mengerti. Carl berbeda. Tubuh gadis itu berbeda sialan! Aku tidak pernah merasa sepuas ini sebelumnya. Tapi Carl, tubuh gadis itu mampu memberiku kenikmatan yang tidak pernah aku temui dalam tubuh jalang mana pun juga. Bahkan termasuk Sera sekalipun."



"Itu dia. Disinilah letak masalah terbesarmu saat ini Marc. Belum apa-apa kau sudah ketergantungan dengan tubuh gadis itu. Pikirkan apa yang akan terjadi padamu nanti. Gadis itu bisa saja membuatmu gila, sialan! Dan yang paling parah dia bisa menjadi sumber kelemahan terbesarmu." Marc mengusap wajahnya frustasi. Haruskah ia benar-benar melenyapkan Carl? Bisakah ia melakukan itu?



******* "Tidak oppa. Percayalah padaku. Bukan aku yang melakukannya." "Dia bohong oppa. Aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri. Rin-lah yang sudah mendorong Song Ahjumma dari atas tangga." "Tidak! Itu tidak benar. Aku tidak mungkin mendorong ibuku sendiri." "Itu benar Song Aerin! Kau lah yang sudah mendorongnya. Kau seorang pembunuh." "AKU BUKAN PEMBUNUH!" Gadis kecil itu terus menangis. Berharap sang kakak mau mempercayainya. "Aku bukan pembunuh hikss. Bukan aku yang mendorong eomma. Percayalah padaku oppa. Aku tidak____ "CUKUP SONG AERIN! BERHENTI MENYANGKAL SEMUA KESALAHANMU." "O-oppa!" Pekikan terdengar dari dalam mulut Rin saat sang kakak dengan sangat tega mendorong tubuhnya dengan begitu sangat kasar. Pelipis gadis itu bahkan sampai berdarah akibat berbenturan dengan sudut meja kaca. "Pergi! Aku tidak sudi memiliki adik pembunuh sepertimu." "Tidak oppa. Jangan usir aku. Bukan aku yang mendorong eomma hikss. Aku___oppa!" Gadis kecil itu kembali menjerit saat sang kakak menyeret tubuhnya dari keluar rumah besar yang sudah sejak lahir ia tempati. "Bagus oppa. Usir gadis pembawa sial itu dari sini." "Tidak oppa. Jangan dengarkan Haneul eonnie. Dia sudah berbohong oppa. Bukan aku yang mendorong eomma dari tangga."



"Tutup mulutmu gadis sialan. Kau tidak bisa mengelak dari kesalahanmu lagi." "Aku tidak melakukan apapun hiksss." "Pergi kau! Aku tidak sudi memiliki adik sepertimu." "Kau seorang pembunuh." "Pergi kau dari rumahku sekarang juga." "Kau seorang pembunuh." "Pergi kau dari hadapanku sekarang juga."



"TIDAKKKKKKKK! Carl terbangun dengan nafas tersengal-sengal. Mimpi buruk itu kembali mendatanginya. Membuat wajah cantik Carl berubah menjadi pucat pasi. Ia tidak menyangka mimpi buruk itu kembali mendatanginya setelah bertahun-tahun lamanya. Carl lantas bangkit dari atas ranjang. Gadis itu dengan cepat mengambil obat tidur yang biasa Carl minum disaat mimpi buruk itu datang. "Jika minum satu butir, kau akan tidur selama satu hari. Jika minum dua butir, kau akan tidur selama dua hari. Dan jika minum semua, kau akan tertidur untuk selamanya." Carl menelan satu butir obat tidur miliknya. Senyum sinis terbit di bibir Carl saat ucapan dokter Park kembali terngiang di telinganya. Pernah suatu ketika Carl sempat ingin menelan semua obat tidur tersebut. Namun pada akhirnya Carl mengurungkan rencana gilanya itu. Ia tidak cukup gila untuk mengakhiri hidupnya sendiri. "Nona? Apa nona baik-baik saja? Saya mendengar teriakan nona dari luar kamar." Han ahjumma bertanya dengan panik. Wanita paruh baya itu berniat membangunkan Carl untuk makan siang sebelum akhirnya mendengar suara teriakan Carl yang berhasil membuatnya panik. "Bisakah kau pergi? Aku sedang tidak ingin berbicara dengan siapa pun." Carl menjawab lemah. Gadis itu bahkan menyembunyikan kepalanya diantara kedua lutut. "Tapi nona…….." Ucapan Han ahjumma terhenti. Wanita paruh baya itu tidak sengaja melihat botol obat yang sedang Carl pegang.



"N-Nona, obat apakah yang sedang anda minum itu?" "Hanya obat tidur biasa." "Apa tuan tau kalau anda mengkonsumsi obat tidur?" "Untuk apa? Kalau pun tau dia juga tidak akan peduli. Sudahlah. Lebih baik kau pergi saja. Aku benar-benar tidak ingin di ganggu." "Tapi nona belum makan siang." "Pergilah ahjumma. Pergi sebelum aku mengusirmu." "Nona bisa memanggil saya seandainya saja nona membutuhkan sesuatu." Han ahjumma menurut. Wanita paruh baya itu bergegas pergi begitu mendengar nada pengusiran dari calon nyonya-nya. ******** "Brengsek! Marc melempar jas kerjanya ke sembarang tempat. Obrolannya dengan Max sewaktu di kantor tadi benar-benar sukses membuat pria itu kesal bercampur bingung. "Syukurlah tuan, anda sudah pulang." "Ada apa!" Han ahjumma bergidik ngeri mendengar suara teriakan Marc. Saat itulah Han ahjumma tau jikalau keadaan sang tuan besar sedang tidak baik-baik saja. "B-Begini tuan, sejak siang tadi nona belum makan makanan apapun. Dia hanya minum segelas susu. Itupun tadi pagi. Saya benar-benar takut terjadi sesuatu dengan nona. Apalagi sejak tadi nona tidak mau keluar dari kamar." Marc melirik jam rolex ditangannya yang menunjukkan pukul sepuluh malam. Itu artinya sudah berjam-jam lamanya gadis itu belum memasukkan apapun kedalam perutnya. Astaga! Apakah gadis itu berniat untuk bunuh diri? Jika iya. Marc bersumpah akan mengejar Carl hingga kedalam neraka sekalipun. "Siapkan makanan. Aku akan membangunkannya." "Tapi tuan…... "Ada apa lagi hah? Kau ingin melawan perintahku?"



"Tidak tuan. Sungguh bukan seperti itu maksud saya. Saya hanya......begini tuan, tadi saya sempat melihat nona Carl meminum obat tidur." "Obat tidur?" "Iya tuan. Saat saya tanya apakah tuan atau tidak, nona Carl justru mengusir saya pergi." Marc tidak menggubris ucapan Han ahjumma. Dengan langkahnya yang lebar Marc bergegas memasuki kamarnya. Tujuan pria itu hanya satu. Memastikan keadaan gadisnya baik-baik saja. "Apa yang terjadi? Kenapa kau sampai meminum obat tidur heum? Apa ada yang menganggu tidur indahmu? Katakan siapa orangnya? Aku bersumpah akan menghabisi bedebah itu." Marc tak henti-hentinya menciumi punggung tangan Carl. Ia sedikit cemas mengetahui Carl mengkonsumsi obat tidur. Bukanya apa-apa. Marc hanya tidak ingin terjadi hal buruk pada gadis XG itu. "Sial." Marc menggeram. Dari posisinya sekarang ia bisa merasakan tubuh polos Carl di balik selimut tebal yang membungkus badan gadis tersebut. Dan hal itu sukses membuat kejantanan Marc menegang. Tapi tidak. Marc tidak akan meniduri Carl. Pria itu tidak suka melakukan seks tanpa desahan. Karena itulah Marc tidak akan meniduri Carl. Tidak untuk saat ini. "Tuan." "Ada apa lagi?" "Tuan Siwon datang berkun….. "Hai Marc. Bagaimana kabarmu?" Belum selesai Han ahjumma bicara. Pria bermarga Choi itu sudah lebih dulu masuk ke dalam kamar pribadi Marc. "Oeh dia siapa?" "Calon istriku." Marc menjawab singkat. "Sebaiknya kita bicara diluar." Siwon sempat melirik kearah Carl sebelum akhirnya pria itu mengikuti langkah Marc keluar kamar.



"Aku tidak tau kalau ternyata kau akan menikah?" "Aku berniat memberitaumu besok. Tapi sudahlah. Kau sudah tau ini." "Ck. Kau masih saja menyebalkan seperti dulu." "Sejak kapan kau ada di Amerika hyung?" "Baru saja. Karena itulah aku langsung kesini. Aku berencana tinggal di tempatmu selama aku ada di Amerika." "Tidak masalah. Kau bisa tinggal selama apapun yang kau mau." "Gadis itu.....siapa namanya?" "Carl." "Dia sangat cantik. Tidak heran kau sampai jatuh cinta padanya." "Aku tidak mencintainya?" "Benarkah? Lalu kenapa kau ingin menikahinya oeh?" "Aku.....sudahlah. Terlalu rumit untuk di jelaskan." "Dia terlihat seperti orang Korea." "Dia memang orang korea." "Jinjja? Apa marganya? Siapa tau saja aku mengenal keluarganya." "Itu mustahil." "Apa maksudmu?" "Dave sudah pernah mencaritau, akan tetapi hasilnya nihil. Tidak terdapat data apapun mengenai kehidupan Carl di Korea. Aku hanya tau jika dia bermarga Song. Sedangkan di korea sana ada ribuan keluarga yang memiliki marga seperti itu." "Tidakkah itu sedikit mencurigakan?" "Apa maksudmu?" "Selalu-lah waspada. Kadang orang terdekatmu lah yang justru menjadi musuh besarmu." "Apa kau mencurigai Carl?"



"Aku hanya tidak ingin kejadian masa lalu kembali terulang. Kau tau? Rasanya benar-benar sangat menyakitkan saat kau harus kehilangan orang yang paling kau cintai lebih cepat dari seharusnya." Marc terdiam. Ia tau betul rasa sakit itu. Baik Marc maupun Siwon, mereka berdua sama-sama menderita atas kematian Cho Ahra. "Nuna benar-benar sangat beruntung bisa dicintai oleh orang sepertimu." "Akulah yang beruntung memiliki wanita seperti Cho Ahra."



********



"Brengsek! Katakan sekali lagi." "Ampuni saya tuan. Saya benar-benar mengatakan yang sebenarnya." Brakkkk! Laptop berharga puluhan juta won itu seketika hancur setelah sang pemilik dengan kejam membantingnya ke lantai. "Bagaimana itu mungkin hah! Bagaimana mungkin bedebah itu menculik gadisku!" Emosi Marc memuncak. Beberapa saat yang lalu salah seorang anak buahnya baru saja melapor mengenai Carl yang telah dibawa pergi secara paksa oleh dua orang asing yang tidak di kenal. Saat itulah Marc merasa seolah oksigen di sekitarnya menghilang begitu saja. "Ampuni saya tuan. Nona Carl meminta saya menemaninya mengambil anjing di apartemen. Saya tidak tau kalau kami akan dihadang di tengah jalan. Semuanya terjadi dengan begitu sangat cepat. Saat saya sadar nona Carl sudah berada di tangan musuh. Mereka mengancam akan melukai nona Carl jika saya sampai melakukan perlawanan. Mereka bahkan membius saya sebelum akhirnya membawa nona Carl pergi." "Cepat cari gadisku, keparat! Temukan dia kalau kau tidak ingin kepalamu hilang." Teriakan Marc terdengar memenuhi seisi ruang kerja-nya. Pria itu dengan cepat menelpon Max. Memberi bawahannya itu perintah untuk segera mencari keberadaan Carl. "Gadisku menghilang. Perintahkan semua anak buahmu untuk mencarinya. Carl-ku harus di temukan. Kau dengar? Dia harus ditemukan tidak peduli apapun juga. Klik!"



"Sial. Aku tidak bisa hanya berdiam diri saja. Bedebah itu harus mati. Marc tidak akan pernah mengampuni siapa pun orang yang sudah dengan lancang berani mengusik hidupnya." Marc berjalan pergi dengan cepat. Sangat-sangat cepat. Akan tetapi langkah pria itu seketika langsung terhenti begitu melihat siluet sesosok gadis di hadapannya. "C-Carl?" Marc berlari cukup kencang. Mengabaikan para staff Os Corp yang saat ini tengah menatap ingin tau kearahnya. "Kau baik-baik saja? Apa ada yang sakit? Katakan padaku bagian mana yang sakit heum?" Pria itu berkata dengan panik. Mata tajamnya sibuk menelisik seluruh tubuh Carl dari ujung kaki sampai ujung kepala. "Syukurlah." Helaan nafas lega terdengar dari dalam mulut Marc begitu tau gadisnya baik-baik saja. Marc bahkan tanpa sadar langsung memeluk Carl dengan sangat erat. Sementara Carl sendiri hanya bisa terdiam. Ia terlalu terkejut dengan pelukan Marc yang begitu sangat tiba-tiba sekaligus erat. Cukup erat hingga mampu membuat Carl merasa sesak. "Kau membuatku ketakutan. Aku pikir aku telah kehilanganmu." "Aku....aku baik-baik saja." "Siapa dia? Siapa bedebah yang sudah menculikmu?" Carl hanya diam. Ia tidak akan memberitau Marc mengenai pertemuannya dengan pria bertopeng itu. Tidak untuk sekarang. Tidak sebelum Carl mencaritau semua kebenarannya. "Katakan Carl, siapa bedebah itu?" "A-Aku tidak tau Marc. Dia menutupi wajahnya dengan topeng." "Apa dia menyakitimu? Apa dia menyentuhmu?" Carl menggeleng pelan. "Dia hanya mengatakan beberapa kalimat yang tidak aku mengerti. Lalu setelah itu dia melepaskanku." "Kalimat apa?" Carl kembali menggeleng. "Aku tidak bisa menceritakannya sekarang. Aku butuh waktu."



Sampai aku tau apakah yang pria itu katakan tentangmu memang benar adanya ataukah tidak. Marc tidak menjawab. Pria itu hanya mempererat pelukannya. Hari ini untuk pertama kalinya Marc menyadari sesuatu. Carl telah menjadi kelemahannya. Ya ia sadar itu. Marc menyadari segalanya saat tau Carl-nya menghilang. Dan Marc sudah memutuskan sesuatu. Tidak peduli apapun yang akan terjadi nanti, Marc akan tetap melindungi Carl hingga nafas terakhirnya.



PART 09



Marc menatap datar semua makanan yang tersaji diatas meja makan. Rahang pria itu bahkan mengeras dengan otot-otot leher yang menegang. Terlihat sekali jika saat ini ia tengah berusaha menahan amarahnya. Carl sendiri tidak ingin ambil pusing. Ia justru dengan santai memakan makanan yang tersaji di depanya. Carl memang sengaja menyuruh Chef Kim untuk menambahkan keju ke dalam setiap masakan. Yang tentu saja pada awalnya Chef Kim langsung menolak idenya itu dengan tegas. Akan tetapi setelah melalui bujukan dan juga sedikit ancaman akhirnya Chef Kim mau melakukanya. "Katakan. Apa maksud semua ini? Kenapa ada keju di semua makanan ini." "Why? Apa semua ini mengingatkanmu akan seseorang?" "Jangan." Marc mendesis kesal. "Jangan pernah coba untuk melewati batasanmu, Carl. Kau mungkin memang spesial. Tapi bukan berarti kau bisa melawanku." Carl mengangkat bahunya acuh. Gadis itu kembali menyuapkan makanan ke dalam mulutnya tanpa tau jika kini emosi Marc telah bertambah berkali-kali lipat. "Brengsek! Cepat singkirkan semua makanan ini dari hadapanku sekarang juga." "B-Baik tu…... "Tetap di tempatmu Chef Kim. Aku masih belum selesai makan." Suara Carl terdengar dingin sekaligus penuh dengan ancaman. Tidak heran jika Chef Kim langsung menurutinya begitu saja. Gadis itu terlihat sangat menyeramkan saat sedang marah. Bahkan melebihi seorang Marcus Cho. Yah. Sepertinya Marc benar-benar menemukan lawan yang sepadan kali ini. "Kau? Sial. Apa kau sengaja melakukan semua ini hah?" "Kalau pun iya apakah itu masalah?" "Jangan melewati batasanmu, Carl. Hanya karena kau calon istriku bukan berarti kau bisa melakukan apapun semaumu." "Kalau begitu kenapa tidak kita batalkan saja pernikahan ini." "Apa maksudmu hah?"



"Aku menarik semua ucapanku kembali. Aku Scarlet Song tidak jadi ingin menikah denganmu." "Kau tidak akan pernah bisa Melakukannya." "Aku bisa. Aku bisa melakukan apapun yang aku mau. Ingat itu." "Kau tidak sekuat itu nona. Sadarilah posisimu." "Aku tidak peduli. Apapun yang terjadi aku tetap tidak mau menikah denganmu. Aku tidak sudi menikah dengan pria yang mencintai wanita lain." "Apa maksudmu dengan mencintai wanita lain?" "Jangan pura-pura bodoh Marc. Itu sama sekali tidak cocok untukmu. Tanpa harus bertanya pun aku sudah tau kalau selama ini kau sangat mencintai Sera-mu itu." Rahang Marc semakin mengeras. Jadi ini tentang Sera. Sial. "Aku tidak mencintainya." Aku bahkan tidak tau apa itu artinya cinta. Bagiku cinta hanyalah nama lain dari kematian. Itulah kenapa aku tidak pernah ingin mencintai seseorang yang aku anggap memiliki arti lebih. Entah itu kau, ataupun Sera sekalipun. "Semua foto-foto itu tidak akan mungkin terpasang di dinding rumahmu jika memang kau tidak mencintainya." Marc terdiam. Mulut gadis ini benar-benar sangat berbahaya. Dan Marc harus sangat berhati-hati akan hal itu. "Kenapa diam? Merasa kalah tuan Marc yang arrogant?" "BIBI HAN!" Marc tidak menggubris ucapan Carl. Pria itu justru berteriak memanggil kepala pelayan di rumah mewahnya. "A-Apakah tuan besar membutuhkan sesuatu?" Han ahjumma berlari tergopoh-gopoh menghampiri meja makan. Wanita paruh baya itu tengah membersihkan dapur saat suara teriakan Marc tiba-tiba saja terdengar. "Singkirkan semua foto-foto sialan itu. Aku ingin mulai hari ini rumahku bebas dari kenangan apapun yang menyangkut tentang Sera." Bukan hanya Han ahjumma saja yang terkejut. Bahkan Carl pun juga berhasil dibuat terkejut akan perintah yang baru saja Marc katakan.



Apa pria itu bercanda? Bukankah dia mencintai Sera? Lalu kenapa sekarang dia justru ingin menyingkirkan semua foto-foto gadis itu? Mungkinkah ada yang tidak beres disini? Mungkinkah apa yang pria bertopeng itu katakan memang benar? Carl yakin pasti terdapat sesuatu rahasia yang tidak ia ketahui. "T-Tuan apakah anda yakin ingin….. "Ya." Marc menyela cepat. "Aku ingin hari ini juga rumahku bersih dari semua sampah itu." Tatapan Marc beralih menatap Carl yang juga tengah menatapnya. "Aku akan melakukan apapun untuk membuat pernikahan kita tetap berlangsung sesuai rencana." Carl tertergun. Untuk pertama kalinya ia melihat tatapan penuh kelembutan dari dalam sorot mata tajam itu. "Habiskan makananmu. Aku tidak ingin terjadi hal buruk apapun sebelum pernikahan kita terlaksana." "Aku tidak lapar." "Jangan membantah." "Aku memang tidak lapar." "Sudah cukup! Kita baru berbaikan kemarin. Berhenti memancing emosiku. Atau akibatnya benar-benar akan sangat buruk." "Apa kau sedang mengancamku?" "Sudah ku katakan, aku akan berlaku baik jika kau pun berlaku baik padaku. Akan tetapi jika kau sampai melakukan sebaliknya maka kau akan menerima sendiri akibat dari perbuatanmu itu." "Wow. Tenangkan emosimu tuan Cho. Masih terlalu pagi untuk memulai pertengkaran." Siwon muncul dengan setelan training serba hitam miliknya. Sepertinya pria itu baru saja selesai melakukan olahraga pagi.



"Jangan ikut campur hyung. Ini hanya antara aku dan calon istriku." Siwon mengangkat bahunya acuh. Pria itu lantas mendudukkan dirinya di kursi samping Carl. Senyum tipis terbit di bibir Siwon saat mendapati Carl terus-terusan menatap kearahnya. "Choi Siwon. Itu namaku. Aku dan Marc sudah lama saling mengenal. Dia bahkan sudah aku anggap seperti adikku sendiri." Ucapan Siwon barusan seolah menjawab tatapan penuh tanya yang sejak tadi Carl layangkan padanya. "Aku tidak peduli. Semua itu sama sekali tidak ada hubunganya denganku." "Matamu mengatakan segalanya nona. Percuma saja kau berbohong." Carl terdiam. Hanya dengan sekali lihat saja ia sudah bisa menyimpulkan kalau Siwon ini merupakan pria tenang dengan pengendalian diri yang sangat baik. "Apa ada yang ingin kau tanyakan lagi nyonya Cho? Sepertinya kau begitu penasaran tentangku." "Pergilah ke kamar." Marc berucap dingin. Ia tidak suka melihat Carl-nya terlalu akrab dengan pria lain. Tidak peduli meskipun pria itu adalah Siwon. Pria yang sudah ia anggap seperti kakaknya sendiri. "Ke kamar, Cari. Sekarang." "Tidak. Aku tidak mau. Aku masih ingin…….yakkk! Apa yang kau lakukan?" Carl benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiran Marc. Pria itu tiba-tiba saja menggendongnya ala bridal style dan langsung membawanya pergi ke kamar. Aneh. Bukankah beberapa menit yang lalu pria itu masih di liputi dengan semua kekesalannya? Kenapa sekarang dia beralih jadi baik hati seperti ini? Benar-benar pria yang aneh. "Istirahatlah. Aku akan menemui Siwon hyung dulu." "Ck. Kau pikir apa yang kau lakukan oeh? Aku bukan barang gratis yang bisa kau pegang begitu saja." Marc menghela nafasnya kasar. Pria itu lantas mengeluarkan black Card dari dalam saku celana miliknya dan lalu melemparkannya pada Carl.



"Apa itu cukup?" Senyum dibibir Carl merekah. Meski begitu gadis tersebut tetap berusaha mempertahankan sisi angkuhnya. Ia tidak ingin terlihat murahan di hadapan Marc. Yahh meskipun sejak awal ia memang sudah terlihat murahan. "Akan aku pikirkan. Kalau pun kurang aku bisa memintanya nanti." Marc-lah memutar bola matanya malas. "Jangan terlalu mencintai uang. Kau bisa gila." "Ck. Bilang saja kau takut jatuh miskin." "Kata miskin tidak ada di dalam hidupku nyonya Cho." "Ya-Ya terserah kau saja. Omong-omong siapa pria tadi? Kau terlihat tidak menyukainya." "Bukan dia yang tidak aku sukai. Tapi kau." "Aku?" "Ya. Aku tidak suka milikku terlalu akrab dengan pria lain. Terlepas dari siapa pun pria itu." "Aku bukan milikmu." Ketus Carl. "Sejak saat penisku masuk ke dalam lubangmu, sejak saat itulah kau resmi menjadi milikku." Kini giliran Carl lah yang memutar bola matanya malas. "Sudah ku duga. Semua yang berhubungan dengan otak bodohmu itu pastilah tidak jauh-jauh dari seks." "Well. Kau tau betul aku bukanlah pria baik-baik yang hanya akan bertahan dengan satu orang wanita." "Apakah itu artinya kau juga akan mengklaim semua jalang di luar sana sebagai milikmu?" "Tidak. Tentu saja tidak. Hanya kau yang berhak atas diriku. Begitupun sebaliknya. Para jalang itu tidak lebih dari sekedar pemuas seks belaka." "Bukankah aku juga hanya pemuas seks untukmu?" "Secara teknis mungkin memang seperti itu. Akan tetapi jika dilihat secara non teknis kau lebih dari itu." "Apa maksudmu?"



Marc menggeleng singkat. Pertanda tidak ingin melanjutkan obrolan lagi. "Aku akan menemui Siwon hyung. Dan ya....aku ingin semua pakaian sialan ini sudah harus terlepas dari tubuhmu begitu aku kembali nanti." Marc keluar kamar dengan langkah yang angkuh. Pria itu cukup terkejut saat mendapati Siwon sudah berdiri di depan pintu kamarnya. Pria pemilik marga Choi itu bahkan menatap tajam kearahnya. Sial. "Apa ada yang ingin hyung….. "Jangan main-main Marc. Jangan melakukan kesalahan yang akan membuatmu lemah." Marc terdiam. Ia bukan pria bodoh yang tidak bisa mengerti apa maksud ucapan Siwon barusan. "Hyung jangan khawatir. Kata cinta tidak ada di dalam hidupku." "Tetapi perilakumu menunjukkan sebaliknya." "Apa maksudmu?" "Jangan berlagak bodoh Marc. Hanya dengan sekali lihat saja aku sudah langsung tau betapa gadis itu sangat berpengaruh untukmu." Marc hanya diam. Ucapan Siwon mendadak membuatnya kehilangan kata-kata. "Jangan lengah. Itu hanya akan membuat musuh menang dengan mudah."



******* "Siapa kau? Kenapa kau membawaku kemari?" Carl benar-benar tidak mengerti. Dua orang pria asing tiba-tiba saja menghadang mobilnya dan membawanya pergi secara paksa. Dan disinilah Carl sekarang berada. Di sebuah gudang tua pengap bersama dengan sepuluh orang pria berbadan besar dan satu orang pria bertopeng tengkorak yang duduk angkuh di hadapannya. "Selamat datang gadis cantik. Setelah sekian lama akhirnya aku bisa bertemu denganmu juga." "Siapa kau? Dan apa maksud ucapanmu barusan?" "Kau tidak perlu tau siapa aku. Kau hanya perlu diam dan dengarkan perkataanku baik-baik."



"Aku menolak. Aku bahkan tidak mengenalmu." Pria bertopeng itu langsung bertepuk tangan sesaat setelah mendengar kalimat sinis yang keluar dari dalam mulut Carl barusan. "Aku suka gadis pembangkang sepertimu." "Sialan! Siapa kau sebenarnya hah? Kenapa kau menutupi wajahmu dengan topeng seperti itu? Kalau kau memang berani cepat singkirkan topeng sialanmu." "Tidak secepat itu sayang. Ini masih terlalu awal. Bersabarlah. Akan ada hari dimana kau akan bisa melihat wajahku yang sebenarnya." "Ck. Sebenarnya apa tujuanmu membawaku ke tempat kotor ini hah?" "Jangan hawatir. Aku tidak akan mencelakaimu. Jadi ya….kau tidak perlu memasang wajah panik seperti itu." "Terserah. Aku benar-benar tidak punya waktu untuk meladeni semua omong kosongmu. Aku akan pergi dari tempat kotor ini." "Tidakkah kau ingin mendengar sebuah kisah tentang pemuda bernama Marc dan seorang gadis yang bernama Sera?" Tepat seperti yang pria bertopeng itu rencanakan. Carl langsung berhenti begitu mendengar nama Marc dan Sera di sebut. "Duduklah dulu. Sepertinya kau tertarik dengan ceritaku." Carl memandang jijik sekitarnya. Saat itulah pria bertopeng itu langsung memerintahkan salah seorang anak buahnya untuk membawakan Carl sebuah kursi. Yahhh. Pria bertopeng itu seakan bisa mengerti isi kepala Carl dengan baik. "Aku menyesal tidak bisa menjamu-mu dengan baik. Datanglah ke ranjangku kalau kau ingin fasilitas lebih." Bukanya takut Carl justru menyeringai mendengar ucapan si pria bertopeng. "Well sebelum datang ke ranjangmu setidaknya aku harus tau dulu seberapa banyak jumlah uang yang kau miliki." "Aku hanya bercanda. Lagipula aku sama sekali tidak tertarik dengan wanita bekas Cho Kyuhyun." Cho Kyuhyun? Ahh. Carl ingat sekarang. Kyuhyun adalah nama Korea dari pria arrogant yang sebentar lagi akan segera menjadi suaminya.



"Apa maumu? Aku tau kau tidak mungkin membawaku kesini tanpa sebuah tujuan berarti." "Kau gadis yang cerdas. Tidak heran Marc begitu tergila-gila padamu." "Bisa kau hentikan basa-basimu? Aku benar-benar muak berada di tempat pengap ini." "Bergabunglah denganku. Dan aku bersumpah akan memberikan apapun yang kau mau." "Apa maksudmu?" "Aku adalah pimpinan dari sebuah organisasi rahasia dimana Marcus Cho yang menjadi target utamanya." "Target utama?" Pria itu mengangguk singkat. "Kami semua menginginkan kematian pria brengsek itu." "Kenapa?" "Karena dia pantas untuk mati." Carl hanya diam. Gadis itu benar-benar bingung dengan situasi yang tengah ia hadapi sekarang. "Kau tau gadis yang bernama Sera? Dia hanyalah satu dari sekian banyaknya wanita yang berhasil selamat dari jeratan Marcus Cho. Sera.....dia sebenarnya calon pengantin Marc yang melarikan diri." "Melarikan diri?" "Eoh. Gadis malang itu awalnya hanyalah gadis miskin biasa yang tidak sengaja Marc temukan di depan pintu gerbang Mansion miliknya. Gadis itu di temukan dalam keadaan pingsan dan juga kelaparan. Marc terjerat oleh paras Sera yang nyaris sempurna. Karena itulah tanpa pikir panjang Marc langsung menjadikan Sera sebagai miliknya. Persis seperti yang Marc lakukan padamu saat ini." "Tapi kenapa Marc bilang kalau Sera itu seorang penghianat?" "Apa mau dikata? Sera hanyalah manusia biasa yang rapuh. Gadis itu sudah mencapai batasnya. Ia tidak sanggup lagi menjadi budak seks pria bajingan itu. Karena itulah Sera menembak Marc sebelum akhirnya melarikan diri." Carl terdiam kaget. Ia sama sekali tidak menyangka kisah Sera akan berakhir setragis itu. Carl pikir Sera merupakan gadis yang sangat Marc cintai. Tapi ternyata ia salah besar. "Itu masih belum seberapa. Kau akan lebih terkejut lagi saat tau apa yang telah Marc lakukan pada bayinya."



"B-Bayi?" "Sera sempat mengandung anak Marc sebelum akhirnya pria itu melenyapkan darah dagingnya sendiri." "Tidak. Itu tidak mungkin. Marc tidak mungkin……. Carl membekap mulutnya tak percaya. Gadis itu bahkan tidak sanggup melanjutkan ucapannya lagi. "Kau tidak mengenal Marc, Carl. Pria itu gila. Dia akan melakukan apapun demi bisa memenuhi semua ambisinya. Bahkan dia tidak akan segan melenyapkan siapa pun orang yang berani menghalagi jalannya. Apa kau tau? Sampai sekarang pun Marc masih sangat gencar mencari keberadaan Sera. Akan tetapi bukan untuk kembali pada gadis malang itu. Melainkan untuk melenyapkannya." "Ini tidak benar. Kau pasti berusaha untuk mencuci otakku kan?" "Tidak masalah kalau kau tidak percaya. Tapi ya....kau bisa membuktikan sendiri apakah ucapanku ini benar atau hanya bualan semata." "Apa maksudmu?" "Lakukan sesuatu yang bisa mengingatkan Marc akan kenanganya bersama Sera. Aku pastikan pria itu akan langsung marah besar. Kau tau kenapa? Karena bagi Marc Sera hanyalah seonggok sampah yang tidak berguna. Kau pun akan mengalami nasib yang sama seperti Sera saat nanti Marc sudah bosan dengan tubuhmu." Carl tertegun. Benarkah Marc akan melakukan itu padanya? Sepertinya Carl memang harus membuktikannya sendiri. "Apakah karena hal itu kau ingin melenyapkan Marc?" "Kau tidak akan pernah tau seberapa banyak dosa yang telah pria itu lakukan. Terlepas dari masalah Sera, aku memang memiliki dendam pribadi padanya." "Apa hubunganmu dengan Sera? Kenapa kau terlihat begitu membela gadis itu?" "Ambil ini. Semua informasi yang kau butuhkan tentang Sera ada di dalam buku itu." Pria bertopeng itu melempar sebuah buku kecil kearah Carl yang langsung gadis itu tangkap dengan kedua tangannya. "Di dalam sana juga ada nomer teleponku. Bergabunglah kapan pun kau mau. Mari kita sama-sama singkirkan pria iblis itu dari dunia ini."



"Apa ini? Bukankah aku sudah menyuruhmu untuk menyingkirkan semua pakaian sialan ini? Kenapa kau masih memakainya heum?" Lamunan Carl buyar saat tiba-tiba saja Marc memeluknya dari belakang. Gadis itu terlalu banyak melamun hingga tidak menyadari kehadiran Marc di kamar. "A-Aku……. "Ada apa? Kenapa wajahmu mendadak pucat? Apa kau sakit?" "Aku……aku ingin bertanya sesuatu." "Katakan." Marc berkata dengan parau. Mulut pria itu sibuk menciumi leher jenjang Carl. Sedangkan kedua tangannya ia gunakan untuk meremas payudara Carl dari belakang. "A-Apa yang akan kau lakukan terhadap sesuatu yang sudah tidak lagi kau anggap menarik?" "Membuangnya." Marc menjawab santai. Pria itu tidak menyadari jika kalimatnya itu berhasil menyulut emosi Carl. Pria bertopeng itu benar. Pria seperti Marc memang sudah selayaknya di singkirkan dari dunia ini.



PART 10



Akhirnya hari yang ditunggu-tunggu datang juga. Hari dimana seorang Marcus Cho menggelar pesta pernikahannya dengan begitu sangat meriah, hingga membuat hampir seluruh masyarakat Amerika bahkan dunia di buat tercengang olehnya. Bahkan acara pernikahan tersebut langsung menjadi trending satu di situs media sosial manapun. Mengalahkan pernikahan keluarga kerajaan inggris yang beberapa bulan lalu sempat di eluh-eluhkan oleh hampir seluruh manusia di bumi. Pria dengan titel pemilik perusahaan terbesar se-Amerika bahkan asia itu tak tanggung-tanggung menggelar pesta pernikahan hingga menelan dana hampir 5 Milyar USD. Tidak heran jika publik berhasil di buat tercengang oleh semua kemewahan yang pria itu miliki. Bahkan menurut kabar yang beredar para tamu undangan yang menghadiri acara pernikahan tersebut akan di berikan sebuah marchandise berupa liontin berlian. Benar-benar sangat menakjubkan. Beruntunglah orang-orang yang mendapat undangan berlapis emas tersebut. "Sedikit usapan magic dari tangan ajaibku maka semuanya akan sempurna." Pria pemilik tubuh gemulai itu menatap puas hasil kinerja tangannya yang telah berhasil mengubah sang mempelai wanita menjadi seperti layaknya ratu. Sementara sang mempelai wanita sendiri justru bermalas-malasan. Sama sekali tidak ingin memuji penampilannya yang begitu sangat cantik. Toh ia memang sudah cantik sejak dulu. Baginya kata cantik tidak lebih dari sekedar selingan. Ia sudah sangat bosan dengan pujian yang bahkan sudah di dengarnya lebih dari seribu kali itu. Tatapan Carl beralih pada gaun pernikahan yang saat ini melekat pada tubuhnya. Jika boleh jujur gaun pernikahan ini merupakan gaun pernikahan terindah yang pernah ia lihat sepanjang sembilan belas tahun hidupnya. Tentu saja. Selain karena memang dirancang khusus hanya untuknya, gaun tersebut juga dihiasi banyak sekali kristal swarovski. Carl bahkan sangat yakin jika gaun pernikahan para ratu dari kerajaan inggris tidak lebih baik dari gaun-nya saat ini. Marc benar-benar sangat licik. Dia tau betul cara membelenggu Carl ke dalam hidupnya. Pria itu sengaja memberi Carl semua kemewahan yang ada di dunia untuk membuat gadis XG tetap berada di sisinya. Lebih tepatnya berada diatas ranjangnya. Sangat licik bukan?



"Anda benar-benar sangat cantik nona. Tuan Marc sangat beruntung bisa mendapatkan anda." "Ck. Dia memang beruntung. Tapi disini akulah yang sial." "Apa maksud anda?" "Nothing." Jawab Carl malas. "Aku yakin hari ini semua mata akan tertuju pada anda. Bahkan tuan Marc tidak akan mampu mengalihkan matanya dari anda walau hanya sedetik saja." "Dia memang tidak bisa jika tidak melihatku. Baginya aku ini lebih indah dari ribuan permata yang ada di dunia. Bukankah aku sangat beruntung? Pria panas yang begitu sangat di gilai di dataran Amerika kini berada di bawah kakiku. Sekarang aku bisa melakukan apapun padanya." "Anda memang sangat beruntung. Anda bahkan berhasil membuat ribuan gadis diluaran sana patah hati." "Jangan hawatir. Marc bukan pria yang mengecewakan. Para gadis itu pasti akan mendapatkan gilirannya." "Apa maksud anda?" "Mengingat apa pekerjaanya, aku yakin kau pasti sudah sangat mengenal Marc dengan baik." "Maksud anda tentang tuan Marc yang sangat menggilai seks?" "Tepat sekali." "Apa anda tidak masalah dengan itu? Maksudku, sebentar lagi anda akan menjadi istrinya, aku rasa tidak ada satu pun istri di dunia ini yang rela membagi suaminya dengan wanita lain." "Well. Aku akui aku bukanlah orang timur yang sopan, tapi bukan berarti aku menganut adat kuno seperti itu juga. Selama Marc masih memberiku tumpukan dollar miliknya aku sama sekali tidak mempermasalahkan hal itu. Toh Marc selalu memakai pengaman setiap kali bercinta dengan para jalangnya." "Anda gadis yang aneh." "Dunia ini sangat kejam, sayang. Kau tidak bisa hidup hanya dengan mengandalkan hati saja." "Apa anda sudah siap?"



Dave mengintrupsi obrolan dua orang tersebut dengan kedatangannya. Hari ini pria itu terlihat rapi dengan setelan serba hitam. Selalu seperti itu. Carl bahkan sampai dibuat heran sendiri. Sebenarnya pria itu ingin menghadiri upacara pernikahan atau pemakaman? Di tangan Dave sendiri ada sebuah buket bunga yang nantinya akan Carl lempar kearah tamu undangan begitu upacara pernikahan selesai. Sebuah kepercayaan aneh yang selalu para pengantin lakukan setiap kali selesai menikah. Carl sendiri bahkan tidak mengerti apa manfaat dari kegiataan tidak berguna seperti itu. Hanya karena kau mendapat bunga dari lemparan mempelai wanita bukan berarti kau akan segera menikah bukan? Itu benar-benar sangat konyol. Takdir manusia bukan di tentukan dari sebuah lemparan bunga. Melainkan tergantung bagaimana nasib akan membawanya. Dan Carl? Ia menuliskan takdirnya sendiri. Gadis itu sama sekali tidak percaya dengan takdir yang sudah tuhan tentukan untuknya. Takdir yang sebagian besar justru akan menghancurkan hidup manusia. Sama seperti yang terjadi pada Carl di masa lalu. "Hari ini adalah hari pernikahan anda dengan tuan Marc. Saya harap anda tidak membuat ulah apapun. Biar bagaimana pun juga ini adalah kali pertamanya tuan Marc menikah. Saya tidak ingin sampai terjadi masalah apapun di hari ini." "Ngomong-ngomong soal masalah aku baru saja berencana ingin melakukannya. Apa kau ingin memberi saran? Menurutmu masalah seperti apa yang sebaiknya aku ciptakan?" Carl berujar santai tanpa peduli dengan tatapan tajam yang Dave layangkan padanya. "Ada apa dengan matamu? Marc bisa membuatmu buta jika dia tau kau memelototiku seperti itu." Dave menghela nafasnya kasar. Ia lupa kalau Carl sangatlah arogan. Persis seperti Marc. Pantas saja mereka terlihat serasi saat bersama. "Bersiaplah. Ada seseorang yang ingin bertemu dengan anda." "Tunggu!" Ucapan Carl berhasil membuat Dave berhenti sebelum pria itu mencapai pintu keluar. "Apakah ada yang anda inginkan?" "Aku ingin membuat kesepakatan." Alis Dave terangkat sebelah. "Kesepakatan?" "Bantu aku kabur dari sini. Sebagai gantinya kau bisa menikmati tubuhku selama satu bulan penuh secara gratis. Bagaimana?"



Carl tidak peduli jika saat ini ia bertingkah seperti seorang jalang. Toh sekarang ia tidak ada bedanya dengan wanita-wanita menjijikan itu. Carl ingin menghentikan semuanya sebelum terlambat. Ia tidak ingin menjadi korban Marc yang selanjutnya. Karena sekeras apapun Carl berusaha menerima pernikahan ini, ingatannya akan selalu kembali pada semua ucapan yang pernah pria bertopeng itu katakan padanya. "Kau menawarkan tubuhmu padaku?" Suara Dave berubah dingin. Bahkan ia melupakan sopan santun yang biasa pria itu ucapakan saat berbicara dengan Carl. "Aku tau aku sudah seperti seorang jalang sekarang. Tapi aku benar-benar ingin pergi dari sini." "Kenapa kau ingin melakukan itu?" "Karena Marc pria yang menyeramkan. Dia kejam dan berdarah dingin. Aku tidak ingin bernasib sama seperti Sera yang menyedihkan." "Menyedihkan? Kau bahkan tidak mengenal siapa itu Sera. Bagaimana bisa kau berbicara seperti itu tentangnya?" "Aku tau semuanya. Aku tau siapa itu Sera. Dan aku juga tau apa makanan kesukaanya. Sera….dia hanyalah gadis malang yang Marc temukan di depan pintu rumahnya. Gadis malang yang dalam satu hari berubah nasib menjadi boneka seks seorang Marcus Cho. Gadis malang yang bahkan harus kehilangan darah dagingnya sendiri. Gadis malang yang begitu sangat menyukai keju. Gadis malang yang…... "Darimana kau tau semua itu?" Dave menyela cepat. Sedikit kaget saat mendengar ucapan Carl barusan. "Tentu saja aku tau. Pria bertopeng itu yang……. Ucapan Carl terhenti. Ia sadar tidak seharusnya mengatakan semua hal itu pada dave. Sekarang pa yang harus ia lakukan? "Pria bertopeng? Tunggu dulu, apa semua ini ada hubunganya dengan penculikan singkat yang kau alami beberapa hari yang lalu?" "...." "Bicaralah Carl. Atau kau benar-benar akan melihat sisi terburukku." "Kau tidak akan berani melakukan hal itu. Marc akan…..



"Persetan dengan tuan Marc. Aku bahkan tidak segan menggadaikan nyawaku sendiri demi bisa membuatmu buka mulut. Oleh karena itu…...akan lebih baik kalau kau mengatakan yang sebenarnya." Carl menelan ludahnya gugup. Ia tidak menyangka Dave bisa berubah menjadi se-menyeramkan ini. "Aku…...aku tidak tau siapa pria itu. Dia menutupi wajahnya dengan topeng. Dia jugalah yang sudah menceritakan semua tentang Sera padaku. Dia bahkan memberiku buku catatan yang berisi tentang semua data diri Sera. Dia juga memberiku sebuah kartu nama. Pria bertopeng itu bilang jika aku mau bekerja sama dengannya dia akan membebaskanku dari jeratan Marc." "Dan kau percaya? Semudah itu?" "Apa maksudmu?" "Dengarkan aku baik-baik karena aku hanya akan mengatakannya satu kali," Dave menghela nafasnya kasar. "_Tidak semua cerita yang pria bertopeng itu katakan padamu adalah sebuah kebenaran. Dia sengaja menghapus dan menambahkan cerita hasil karangannya sendiri. Percayalah, hidupmu justru akan terancam jika kau sampai lepas dari tuan Marc. Kau tau kenapa? Karena entah kau mau atau tidak, tusn Marc akan terus melindungimu. Camkan itu." "Kalau yang kau katakan itu memang benar lalu kenapa Marc masih bersikeras mencari keberadaan Sera hah? Pria bertopeng itu bilang jika Marc mencari Sera bukan karena Marc mencintainya. Melainkan karena Marc ingin melenyapkan Sera. Aku bahkan sengaja menambahkan keju pada setiap makanan untuk memancing emosi pria itu. Dan ternyata dugaanku memang benar. Emosi Marc langsung tersulut begitu melihat makanan yang paling disukai mantan wanitanya itu tersaji di meja makan." "Berhenti berulah nona. Kau tidak tau apapun. Suatu saat nanti pasti akan ada hari dimana kau akan mengetahui semua kebenarannya. Sampai hari itu tiba tolong jadilah kelinci yang manis. Sekarang cepat berikan kartu nama yang pria bertopeng itu berikan padamu." "Untuk apa?" "Kau tidak perlu tau." Carl mendengus kesal. "Aku tidak membawanya. Kartu nama itu ada di dalam dompetku. Kau cari saja di kamar bos besarmu itu." Sinis Carl kesal. "Dengar, jadilah kelinci yang manis. Itu akan jauh lebih baik untukmu. Dan ya......jika kau pikir aku akan tertarik pada tubuhmu itu maka kau salah besar. Aku sama sekali tidak tertarik dengan milik tuanku sendiri." "Sialan."



"Bersiaplah. Sebentar lagi akan datang seseorang yang ingin menemuimu." "Siapa?" "Anda akan segera mengetahuinya." Dave kembali bersikap sopan. Dan benar saja. Tidak lama kemudian datang seorang wanita paruh baya yang masih terlihat begitu sangat cantik di usianya yang sudah tua. "Tinggalkan kami berdua." Timah wanita itu yang langsung mendapat anggukan kepala dari Dave. "Baik nyonya." Nyonya? Jangan bilang wanita ini? "Dugaanmu sangatlah benar. Aku Cho Hana. Ibu dari Cho Kyuhyun." "Maafkan aku. Aku tidak tau kalau anda merupakan ibu dari pria arogan itu. Maksudku Marc." Cho Hana diam-diam tersenyum tipis. Ia pikir gadis yang Marc nikahi adalah gadis liar seperti yang sudah ia caritau selama ini. Tapi ternyata Hana salah. Terbukti dari cara gadis XG itu yang dengan mudahnya langsung meminta maaf. Ada sisi lain dari gadis XG itu yang membuat Hana tiba-tiba saja menyukainya. "Namamu Carl bukan? Kau sangat cantik. Pantas saja putraku ingin menikahimu." "Aku tau. Semua orang selalu mengatakan hal itu padaku." Carl tidak peduli kalau ia dianggap tidak sopan. Ia juga tidak perlu repot-repot berakting menjadi calon menantu yang baik. Ia sangat tidak menyukai permainan penuh kebohongan seperti itu. Carl bahkan tidak peduli akan jadi seperti apa reaksi wanita di depannya setelah melihat sikap tidak sopanya tadi. "Kau wanita yang jujur. Aku suka itu." "Apa maksud anda?" "Scarlet Song. Gadis XG yang mengoleksi para pria hanya untuk menguras kekayaanya saja. Aku pikir semua cerita tentangmu itu benar. Tapi ternyata aku salah. Kau tidak seburuk yang ada di portal gosip." "Anda salah nyonya. Semua cerita itu memang benar. Aku memang Scarlet Song si gadis XG yang hobi mengoleksi para pria tampan untuk di kuras hartanya." "Apapun yang kau katakan itu tetap tidak akan merubah penilaianku padamu."



"Anda sudah melakukan kesalahan besar kalau begitu." "Dengar, karena sebentar lagi kau akan menjadi istri dari putraku aku ingin kau mengetahui satu hal. Kyuhyun, dia tidaklah sekuat yang terlihat. Jauh di dasar lubuk hatinya dia merupakan pria rapuh yang bisa dengan mudah di hancurkan. Suatu saat nanti kau pasti akan melihat sisi lain dari putraku itu. Saat hari itu tiba aku harap kau akan tetap berada di sisinya. Ini adalah kali pertama putraku itu membahas perihal pernikahan. Aku sangat yakin pastilah kau begitu sangat berarti untuknya. Bahkan melebihi Sera. Aku yakin suatu saat nanti Kyuhyun pasti akan menjadikanmu satu-satunya tempat untuknya pulang. Kau hanya harus menunggu hingga hari itu tiba." Carl benar-benar tidak mengerti. Ia terlalu bingung dengan semua yang Cho Hana katakan padanya. Tidak Dave, tidak juga Cho Hana. Entah kenapa kedua orang itu sangat ingin agar Carl mau menunggu. Ck. "Aku harus pergi. Sampai bertemu lagi di altar pernikahan." "....." "Pernikahan akan segera dimulai. Saya harap anda sudah siap." Dave kembali masuk. Kali ini pria itu sudah berganti baju menjadi serba putih. Dave bahkan sampai mengenakan sapu tangan dengan warna senada. "Kau?" "Anda benar. Saya yang akan mendampingi anda berjalan ke altar." Carl terdiam. Ekspresi gadis itu berubah sendu. Ini adalah hari pernikahannya. Meski begitu tidak ada satu pun keluarganya yang datang. Keluarga? Ia bahkan sudah tidak memiliki keluarga lagi. Orangtuanya sudah lama meninggal sejak saat ia masih kecil. Kalau pun ada. Hanyalah tersisa satu orang saja. Dan Carl sangat yakin kalau orang itu pastilah sudah sangat melupakannya. Tentu saja. Dia bahkan menganggapmu sebagai seorang pembunuh. "Apakah sudah saatnya aku keluar?" "Masih tersisa beberapa menit lagi sebelum acara di…...



Brakkk! Pintu tempat Carl berhias tiba-tiba saja terbuka. Memunculkan sesosok pria yang mampu membuat mata Carl membulat sempurna. "D-Daddy." "Apa yang kau lakukan Sweetheart? Kau tidak bisa meninggalkanku begitu saja. Sampai mati pun aku tidak akan pernah membiarkanmu menikah dengan pria lain. Kau milikku Sweetheart. Hanya milikku." Simon. Salah satu pria koleksi Carl memaksa masuk dengan keadaan yang begitu sangat berantakan. Terlihat sekali jika pria tua sangat frustasi. Tentu saja. Siapa pun pasti akan frustasi saat harus kehilangan gadis secantik Carl. "Sial bagaimana kau bisa masuk ke dalam sini hah?" Simon mengabaikan ucapan Dave. Pria itu lebih memilih untuk mendekati Carl. Namun langsung di halangi oleh Dave. "Minggir. Aku ingin membawa gadisku pergi." "Gadismu? Ck. Kau benar-benar pria tua tak berotak rupanya. Berani sekali kau mencari masalah dengan tuan Marc hah?" "Aku tidak peduli. AyoSweetheart kita harus segera pergi dari sini." "Singkirkan tanganmu sebelum aku mematahkanya." "Jangan ikut campur. Kau hanya kacung tidak berguna yang bekerja di bawah sepatu pria brengsek bernama Marcus ." Bugggkhh! Satu pukulan keras berhasil mengenai wajah Simon. Bukan hanya sekali, Dave memukul Simon hingga berulang kali. Membuat pria tua itu jatuh terhuyung ke lantai. Jika biasanya para gadis akan berteriak saat melihat pertengkaran seperti itu, maka lain halnya dengan Carl. Dia hanya menatap malas kearah pria tua yang pernah menjadi partner-nya itu. "Seret dia keluar. Jangan biarkan dia menginjakkan kaki di tempat ini lagi." "Tidak akan. Aku tidak pergi tanpa gadisku." "Itu namanya kau benar-benar cari mati."



Dave nyaris kembali melayangkan tinju-nya jika saja ucapan Carl tidak membuatnya terhenti. "Pergilah dad. Aku tidak mau ikut denganmu." "S-Sweetheart kau?" "Kau tentu tau betul seperti apa aku ini dad. Kekayaan yang kau miliki jelas tidak sebanding dengan yang Marc punya. Sudah jelas aku akan memilih pria yang lebih kaya bukan? Karena itu akan lebih baik kalau kau pergi. Pergilah secara baik-baik sebelum Dave mematahkan kedua kaki dan tanganmu dengan kejam." "Kau dengar itu? Pergilah baik-baik selagi aku masih mengampuni nyawamu." "Aku belum kalah. Kau dengar itu? Aku pasti akan mengambil kembali gadisku tidak peduli bagaimana pun caranya."



********



Suasana berbeda terlihat di dalam ruangan mempelai pria. Di bandingkan dengan bersiap, pria yang beberapa saat lagi akan segera berganti status menjadi suami Carl tersebut justru tengah sibuk menggagahi seorang wanita di atas sofa dengan tubuh polos yang mengeluarkan banyak sekali keringat. "Ouggh... tuan...ini...hhh...sangat...hhh....nikmat...hhhhh." Marc menyeringai. Gerakan pria itu semakin bertambah cepat bersamaan dengan terbukanya pintu ruangan tempat pria itu berada dengan kasar. Membuat Marc menggeram kesal disela-sela kenikmatannya. "Tuan…... "Diam Dave. Aku masih belum mendapatkan pelepasan." "Tapi tuan……. "Aku bilang diam, sialan!" Marc semakin mempercepat tusukannya. Ia akan segera mencapai pelepasannya. Dan Marc sudah tidak bisa menahanya lagi. Dave sendiri langsung berbalik pergi. Tidak benar-benar pergi sebenarnya. Dave memilih untuk menunggu di depan pintu dari pada harus menyaksikan percintaan panas sang tuan besar.



Tidak lama setelahnya terdengar suara erangan dari dalam ruangan. Menandakan jika percintaan sang tuan telah usai. Saat itulah Dave memutuskan untuk kembali masuk ke dalam. "Kau benar-benar sangat hebat tuan Marc. Aku tidak keberatan kau menjadikanku simpanan setelah pernikahanmu nanti." "Aku tidak tertarik dengan barang murahan sepertimu." Marc berucap tajam. Melepas pengaman miliknya dengan kasar sebelum akhirnya melemparnya ke dalam tempat sampah. "Tapi aku…… "Pergi. Kau sudah tidak dibutuhkan lagi." Marc mengambil ponselnya dengan kasar. "Kirim perias baru ke ruanganku." "Kau dengar itu nona? Cepatlah pergi sebelum tuan Marc benar-benar menghabisimu." Wanita itu memberengut kesal. Ia lebih memilih pergi daripada harus berurusan dengan pria seperti Marc yang wanita itu yakini bisa menghancurkannya dengan mudah. "Hal penting apa yang membuatmu sampai berani menganggu kesenanganku, Dave?" "Tidakkah ini sedikit keterlaluan? Tidak seharusnya anda bercinta di hari pernikahan anda." "Ck. Kau tau betul pria seperti apa aku ini, Dave. Berhentilah mengguruiku. Katakan saja apa tujuanmu datang kemari? Apakah sudah saatnya aku pergi ke altar?" "Anda perlu tau satu hal. Disaat anda sibuk bercinta, tua bangka sialan itu nyaris saja membawa kabur calon istri anda." "Sialan! Apa maksudmu hah!" "Simon. Pria tua itu berhasil menerobos masuk ke dalam ruangan Carl. Untunglah saat itu saya ada disana, jika tidak……, "Keparat! Akan kubunuh bedebah tua itu jika dia sampai berani menyentuh milikku." Dave menghela nafasnya kasar. Marc langsung pergi begitu saja. Bahkan sebelum Dave sempat menyelesaikan ucapanya. Dengan keadaan sangat berantakan dan……..bau sperma. Dave hanya bisa berharap agar gadis XG itu tidak sampai menendang Marc keluar begitu bosnya itu sampai disana. Brakkk!



Carl kembali dibuat terkejut saat pintu ruanganya kembali terjeblak untuk yang kedua kalinya. Kali ini oleh orang yang berbeda. Orang yang justru membuat Carl kesal. "Kau pikir apa yang……. "Apa kau baik-baik saja? Apa tua bangka itu menyakitimu? Katakan, di bagian mana bedebah itu menyentuhmu? Aku bersumpah akan membuatnya merasakan hal yang sama." "Jangan berlebihan. Kau bisa lihat sendiri kan kalau aku baik-baik saja?" Sejujurnya carl sempat tertegun melihat betapa perhatiannya Marc saat ini. Apalagi saat melihat betapa intens-nya Marc memperhatikan keadaan tubuhnya dari ujung kaki hingga ujung kepala. Hanya saja Carl bisa dengan cepat mengendalikan ekspresinya. "Senang melihatmu baik-baik saja. Seharusnya aku ada disini saat bedebah sialan itu mencoba membawamu pergi dariku." "Jangan hawatir. Dia tidak lebih kaya darimu. Bisa dipastikan aku tidak akan ikut dengannya." "Untuk pertama kalinya gadisku melakukan hal yang benar." "Ck. Apa kau baru saja menggagahi jalangmu lagi? Tubuhmu bau sperma." Marc tertawa canggung. "Aku akan mandi dan menghilangkan bau sialan ini dari tubuhku." Carl memutar bola matanya malas. "Kau pikir aku peduli? Tapi ya…...sepertinya hanya aku satu-satunya gadis di dunia ini yang mendapati calon suaminya bercinta dengan wanita lain tepat di hari pernikahan mereka." "Aku tidak akan mungkin terpancing jika saja pelayan sialan itu tidak menggodaku lebih dulu." "Apa ini Marc? Kau bercinta dengan seorang pelayan? Ck! Seleramu benar-benar sangat buruk. Aku pikir jalang adalah seleramu yang paling buruk. Tapi ternyata masih ada yang lebih buruk lagi. Kau benar-benar sukses membuat harga dirimu jatuh di depan mataku, Marc." Rahang Marc mengeras. Ia paling benci di rendahkan. "Jangan main-main denganku Carl sayang. Akibatnya bisa sangat buruk buatmu." Marc berlalu pergi begitu saja. Namun sebelum benar-benar pergi ia sempat mengatakan sesuatu yang membuat Carl kesal setengah mati. "Sampai bertemu di altar, istriku."



********



Setelah melewati berbagai proses yang cukup melelahkan akhirnya Carl resmi menjadi istri dari seorang Marcus Cho. Carl pikir acara merepotkan ini sudah selesai. Tapi ternyata ia salah besar. Siapa yang menyangka jika ternyata ia masih harus menyalami ratusan tamu yang hadir. Benar-benar sangat melelahkan. "Lelah?" "Menurutmu?" Marc mendengus kesal. "Bisa kau perbaiki sikapmu? Sekarang kau adalah istriku. Istri dari seorang Marcus Cho. Aku harap kau bisa bersikap dengan baik. Terlebih lagi di depan eomma-ku." "Seperti kau pernah bersikap baik saja. Sudahlah. Berhenti menceramahiku. Aku tidak memiliki cukup tenaga untuk berdebat denganmu." Marc mengangkat satu tanganya keatas. Saat itulah Dave langsung datang menghampiri sepasang pengantin baru tersebut. "Apa ada yang tuan inginkan." "Ambilkan flat shoes untuk istriku. Bawakan juga air minum untuknya." "Saya mengerti." "Aku perhatikan akhir-akhir ini kau jadi baik padaku. Kau tidak berencana ingin melenyapkanku kan?" "Aku tidak sebodoh itu." Marc membawa Carl duduk diatas kursi. Sedikit meringis melihat kaki istrinya yang memerah. "Rasanya pasti sangat sakit." "Sedikit." "Jangan menahannya. Aku tau kau tidak sekuat itu." "A-Apa yang kau lakukan?" Carl nyaris saja terkena serangan jantung saat tiba-tiba saja Marc berlutut di depannya, dengan jemari pria itu yang memijat kaki Carl. Ulah Marc tersebut berhasil membuat hampir seluruh tamu undangan menatap iri ke arah Carl yang begitu sangat beruntung bisa mendapatkan seorang Marcus Cho.



"Hentikan Marc. Kau membuat semua orang menatap kearah kita." "Diamlah." "Ck. Aku tidak akan tersentuh. Aku tau kau pasti sengaja melakukannya kan?" Marc tidak menjawab. Ia lebih memilih untuk menyudahi aktifitasnya dengan duduk di samping carl. "Kau keterlaluan sekali Kyu. Bagaimana bisa kau menikah tanpa memberitauku oeh?" Suara itu? Tubuh Carl menegang. Wajah gadis itu berubah pucat pasi. Ia benar-benar tidak menyangka akan melihat pria itu disini.



PART 11



"Kau keterlaluan sekali Kyu. Bagaimana bisa kau menikah tanpa memberitauku oeh?" Suara itu? Tubuh Carl menegang. Wajah gadis itu berubah pucat pasi. Ia benar-benar tidak menyangka akan melihat pria itu disini. Dalam situasi yang sama sekali tidak pernah ia duga. "Oeh hyung? Kau datang?" "Ck. Hari ini sahabatku menikah. Tentu saja aku harus datang bukan?" "Kau sangat sulit di hubungi akhir-akhir ini. Aku pikir kau tidak akan datang." "Hanya karena aku sibuk bukan berarti kau bisa menikah tanpa menghubungiku kan? Kau ini sahabat macam apa oeh?" "Jangan merengek. Kau membuat semua orang jadi berfikir kita pria menyimpang yang memiliki hubungan lebih." "Sialan." Marc sibuk mengobrol dengan pria yang ia panggil hyung itu tanpa tau jika saat ini Carl tengah meremas kedua tanganya gelisah. Tubuh gadis itu bahkan bergetar dengan keringat dingin yang mulai bermunculan di kening indahnya. "Omong-omong apa kau tidak akan mengenalkan istrimu padaku?" Pria itu menatap istri Marc dengan penuh minat. Bukan karena tertarik. Melainkan lebih kearah penasaran. Sejak kedatangan pria itu, Carl memang langsung menundukkan wajahnya. Tidak heran jika hal itu berhasil membuat pria tersebut penasaran. "Ahh. Perkenalkan dia Carl, istriku. Dan sayang, ini Song Joongki sahabatku dari Korea." Song Joongki. Sahabat Marc dari Korea. Joongki oppa-nya. Pria yang sangat ia benci sekaligus ia rindukan ada di hadapanya.



Apa yang harus Carl lakukan sekarang? Dunia benar-benar sangat sempit. Ia tidak pernah menyangka jika ternyata kedua pria yang sama-sama telah mempermainkan hidupnya itu saling mengenal satu sama lain. Hebat sekali bukan? "Hey ada apa denganmu heum? Kenapa kau terus menunduk seperti itu? Ayo angkat wajahmu." "Aku……. "Kau sangat cantik. Pantas saja setan tengik ini menikahimu." Carl membeku. Saat mendongak tadi ia memang tidak sengaja bertatapan dengan Joongki. Mereka kini bahkan saling menatap satu sama lain. Seolah tengah menyelami wajah masing-masing. "Jangan menatap istriku terlalu lama hyung. Itupun jika kau tidak ingin masuk ke dalam daftar orang-orang yang ingin aku singkirkan." "Jangan berlebihan. Aku hanya…….kau tau? Wajah istrimu sangat tidak asing. Entah kenapa aku merasa seperti pernah melihat wajah ini sebelumnya." "Wanitaku memang sangat terkenal. Jangan heran kalau kau pernah melihat wajahnya." Marc menjawab santai. Berbanding terbalik dengan Carl yang tegang luar biasa. Meski begitu Carl bisa sedikit bernafas lega karena ternyata Joongki tidak mengenalinya. Hal yang ditakutinya sejak tadi ternyata tidak terjadi. Dan Carl benar-benar bersyukur akan hal itu. Saat di usir dari rumah dulu usia Carl memang baru menginjak sebelas tahun. Tidak heran kalau saat ini Joongki tidak mengenalinya. "Aku pikir bukan karena itu." "Apa maksudmu?" "Entahlah. Aku hanya merasa yakin pernah melihat wajah istrimu sebelumnya. Hanya saja aku lupa kapan." "Jangan main-main denganku hyung. Kau tau betul aku sangat benci mililku di usik." "Santailah sedikit. Mungkin itu hanya perasaanku saja. Benarkan nona Carl?" "Y-Ya."



Joongki mengernyit bingung. Entah ini hanya perasaanya saja atau apa, yang jelas istri sahabatnya itu terlihat sangat gusar saat berbicara dengannya. Aneh sekali. Ada apa dengan gadis itu? "Bukankah aku sudah menyuruh oppa untuk menunggu? Kenapa oppa malah meninggalkanku oeh?" Belum hilang keterkejutan Carl, gadis itu kembali di kejutkan akan kedatangan Haneul. Wanita yang menjadi penyebab utama kehancurannya selama ini. Brengsek! "Kau terlalu lama di toilet sayang. Karena itulah aku meninggalkanmu." "Ck. Lain kali jangan lakukan itu lagi oppa. Oppa tau betul aku tidak suka di tinggal sendirian." "Arraso. Aku tidak akan melakukanya lagi." Tangan Carl terkepal erat. Ia benar-benar muak melihat sandiwara kedua orang tersebut. Lihat saja. Saat waktunya tepat nanti Carl bersumpah akan membalaskan semua rasa sakitnya. Terutama pada wanita sialan itu. "Ahh. Apa kau istrinya Marc? Perkenalkan aku Haneul, tunangan Joongki oppa. Sahabat suamimu. Aku harap kita bisa menjadi teman yang baik nantinya." Apalagi ini? Tunangan? Jadi hubungan mereka sudah sejauh itu? Luar biasa. Dan apa katanya tadi? Berteman? Cihh. Apa wanita ular itu sudah tidak waras? Kepala Carl benar-benar serasa ingin meledak sekarang. "Ada apa?" Marc bertanya setelah melihat Carl menarik-narik ujung jas-nya. Persis seperti bocah lima tahun yang sering ia jumpai di pesta. "Aku lelah. Bisakah aku pergi ke kamar?"



Marc mengangguk. "Aku akan mengantarmu." "Hey kalian mau kemana? Aku bahkan belum mengucapkan selamat." "Haneul benar. Kau mau membawa istrimu kemana oeh?" "Dia sedang tidak enak badan. Aku akan membawanya ke kamar." "Bagaimana dengan kami?" Marc mengangkat bahunya acuh. "Nikmati saja pestanya." "Ck. Pria itu benar-benar sangat menyebalkan." "Sudahlah oppa. Marc benar. Lebih baik kita nikmati saja pestanya. Pesta ini terlalu mewah. Sangat sayang jika di lewatkan." "Kau benar." "Omong-omong apa sudah ada kabar mengenai adik pembunuhmu itu?" "Belum ada. Orang-orangku belum berhasil menemukan keberadaannya." "Aku rasa dia sengaja bersembunyi." "Kau benar. Dia memang gadis pengecut yang hanya bisa bersembunyi." "Lalu apa yang harus kita lakukan sekarang oeh? Semakin lama kita menemukan keberadaan adikmu semakin lama pula kita bisa mengambil alih warisan yang orangtuamu tinggalkan untuknya." "Kau jangan hawatir. Aku akan meminta bantuan Marc. Kali ini kita pasti akan menemukan gadis sialan itu dengan cepat." "Oppa benar. Setelah kita mendapatkan tanda tanganya nanti lebih baik oppa segera memasukkanya ke dalam penjara. Dia kan sudah membunuh eommonim." "Jangan hawatir. Aku tau betul cara memberi gadis sialan itu pelajaran." ****** "Lelah?" "Aku berdiri seperti patung hidup selama hampir delapan jam lebih. Tentu saja aku lelah, bodoh. Kakiku bahkan serasa ingin patah." Marc berdecak kesal. Jika boleh jujur ia tidak terlalu menyukai mulut tajam sang istri.



"Bisakah kau berbicara lebih lembut? Ini adalah hari pernikahan kita." Alis Carl terangkat sebelah. "Lalu?" "Setidaknya kau bisa mencoba menjadi kelinci manis hari ini." "Lihatlah siapa yang bicara? Mulutku ini bahkan tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan tingkah menjijikanmu." "Apa kita akan terus berdebat? Bukankah tadi kau bilang kepalamu pusing?" "Pusing dikepalaku mendadak hilang setelah melihat wajah menyebalkanmu." "Ck. Sudahlah lebih baik kau segera istirahat. Aku tidak ingin malam pertama kita tertunda hanya karena penyakit orang miskin-mu." Carl hanya diam. Di banding meladeni sindiran Marc, lebih baik ia menanyakan hal yang jauh penting. Marc?" "Hm?" Pria itu hanya bergumam. Ia sibuk melepas jas juga dasi yang sejak tadi menyiksa tubuhnya. "Kau mengenalnya? Maksudku, kau dan pria tadi terlihat sangat akrab." "Bukankah tadi sudah ku katakan kalau Joongki hyung merupakan temanku dari Korea?" "Ahh. Aku lupa tentang itu." Carl menggaruk kepalanya bingung. Terlihat sekali jika ia sedang berfikir keras saat ini. "Apa…..apakah itu artinya kau juga mengenal keluarganya?" "Katakan," Dengan Cepat Marc sudah kembali duduk di samping Carl. Pria itu bahkan tak segan melayangkan tatapan tajamnya. "Kenapa kau sangat penasaran tentang Joongki hyung? Kau menyukainya?" "Kau bercanda? Dia opp…...dia bukan pria yang baik." Dengan Cepat Carl segera meralat ucapannya. Nyaris saja ia mengatakan sesuatu yang tidak seharusnya ia katakan. Rupanya tuhan masih menjaga mulutnya dengan baik kali ini. Hanya saja…..Carl tidak menyadari jika ucapanya barusan justru menimbulkan kebingungan tersendiri bagi Marc.



"Apa maksudmu? Joongki bukan pria yang baik?" "I-Itu…. "Apa sebelumnya kau pernah mengenal Joongki?" Selidik Marc curiga. "Aku tidak mengenalnya?" "Benarkah? Lalu kenapa kau bisa sampai bilang kalau Joongki bukanlah pria yang baik?" "Aku hanya…….kau tau Alexa? Dia pernah menjadi partner seks pria itu sebelumnya. Alexa bilang Joongki hyung bukanlah pria yang baik. Dari sana-lah aku tau mengenai sahabatmu itu." Carl hanya berharap agar Marc tidak sampai mencium kebohongannya. "Apa tujuanmu sebenarnya? Aku tau betul kau sedang berbohong." "A-Apa maksudmu?" "Joongki bukanlah pria yang suka meniduri wanita sembarangan. Dia tidak sepertiku. Terlebih lagi ini pertama kalinya Joongki kembali ke Amerika setelah sekian lama. Jadi sudah bisa dipastikan kalau ceritamu tadi hanyalah omong kosong belaka." Carl menggigit bibirnya cemas. Sia-sia saja ia merangkai cerita dadakan seperti tadi jika pada akhirnya akan ketahuan juga. Sial. "Jadi?" "Baiklah. Aku mengaku. Aku memang sudah berbohong padamu." "Katakan kenapa kau sampai melakukan hal itu?" "Aku hanya tidak menyukainya. Dulu sekali aku pernah membaca artikel buruk tentang sahabatmu itu. Artikel itu bilang temanmu yang bernama Joongki itu pernah mengusir adiknya sendiri." "Adik?" Carl mengangguk pelan. "Kau tidak tau?" "Tidak." "Kau bilang dia sahabatmu? Tidak mungkin kau tidak tau." "Aku memang tidak tau." "Itu terdengar aneh."



"Aku mungkin memang bersahabat denganya, tapi bukan berarti aku mau ikut campur urusannya. Aku bahkan tidak pernah berkunjung ke rumahnya." Carl mengangguk mengerti. Pantas saja ia tidak pernah melihat Marc sebelumnya. Pria itu ternyata memang tidak pernah berkunjung ke rumahnya. "Tapi…..kau pasti tau tentang wanita tadi kan?" "Maksudmu Haneul? Ada apa dengannya?" "Aku tidak menyukainya. Sepertinya dia juga bukan orang yang baik." "Jangan terlalu di pikirkan. Setiap orang memiliki topeng mereka masing-masing." "Apa maksudmu?" "Kepura-puraan. Sandiwara. Penghianatan. Semua itu sudah menjadi hal yang umum bagi setiap manusia." "Apa kau juga seperti itu?" "Dengar, aku tau aku sudah sangat egois selama ini. Tapi bukan berarti kau bisa menyamakanku dengan orang-orang rendahan itu. Aku hanya…..idak tau bagaimana cara yang benar untuk mengikatmu ke dalam hidupku." "Boleh aku tau kenapa kau sangat tergila-gila padaku?" Marc menggeleng frustasi. "Itu jugalah yang ingin aku caritau selama ini." Carl memutar bola matanya malas. "Biar aku permudah. Kau tidak akan mungkin tergila-gila padaku jika kau tidak jatuh cinta padaku." "Apa maksudmu?" "Its so simple Marc. Kau tergila-gila padaku karena memang kau jatuh cinta padaku." "C-Cinta? Carl mengangguk. "Meskipun kau tidak pernah mengatakannya tapi aku tau kalau sebenarnya kau sudah jatuh ke dalam pesonaku. Dan kau tidak bisa mengelak akan hal itu." Lidah Marc kelu. Benarkah seperti itu? Marc lantas menggeleng. Ini tidak benar. Cinta hanyalah nama lain dari sebuah kematian. Dan Marc sangat tidak menginginkan hal seperti itu ada di dalam hidupnya. "Aku tidak mencintaimu."



Carl tertawa pongah. "Benarkah?" "Dengar," Rahang Marc mengeras. Ia sangat benci di remehkan. Harusnya Carl tau itu. "_Aku tau kau sedang berusaha memancing emosiku, Carl. Tapi aku tidak akan terpancing kali ini. Kau tau kenapa? Karena ada hal yang jauh lebih penting yang harus aku katakan dibanding semua omong kosongmu itu." "Hal penting apa? Jangan bilang kau ingin menyatakan cinta padaku. Karena jika iya sudah pasti aku akan menolak…..mpphhhttt." Berhasil. Marc selalu berhasil membungkam Carl dengan ciumanya yang memabukkan. "Bisakah kau hanya diam mendengarkanku?" Carl tanpa sadar mengangguk. Ia masih terlalu terkejut dengan ciuman Marc barusan. Meskipun pada kenyataannya mereka sudah sering bercinta tetap saja Carl selalu merasa ada yang aneh dengan tubuhnya setiap kali Marc melakukan kontak fisik dengannya. "Aku akui aku tidak tau bagaimana perasaanku padamu. Yang aku tau aku hanya ingin agar kau selalu berada di sampingku selamanya. Oleh karena itu aku ingin kita memulai semuanya dari awal. Aku…...ingin kita hidup normal seperti layaknya suami istri yang lain." "A-Apa yang kau katakan?" Carl tergagap. Jujur saja ia benar-benar tidak menyangka akan mendengar kalimat seperti itu dari mulut tajam Marc. Pria itu bilang ingin memulai semuanya dari awal. Apakah ini nyata? Pria itu tidak sedang mabuk atau keracunan sesuatu kan? "Aku tidak akan mengulangi ucapanku sayang. Aku tau kau mendengarnya dengan baik." "Ini sangat mengejutkan. Aku tidak menyangka kau akan berkata seperti itu padaku." "Kau benar. Aku bahkan jauh lebih tidak menyangka lagi. Sudahlah. Berhenti bicara. Cepat lakukan tugasmu dengan baik." "Tugas?" "Kalau kau lupa ini adalah malam pertama kita nyonya Cho." "Malam pertama kepalamu? Malam pertama kita sudah lama lewat. Kau lupa kau sudah pernah memperkosaku sebelumnya?"



"Perbaiki ucapanmu. Aku tidak pernah melakukan pemerkosaan seperti yang kau tuduhkan. Kau sendirilah yang menyerahkan tubuhmu padaku." "Sialan. Aku sedang mabuk saat itu." "Well. Itu tidak ada bedanya bukan?" Drrrt drrrt drrrt. Perhatian Marc teralihkan oleh suara dering ponselnya. Tak butuh waktu lama bagi Marc untuk menjawab panggilan tersebut. Terlebih saat Marc tau siapa yang sudah lancang menghubunginya di malam pertama seperti ini. "Aku akan memutuskan kepalamu jika kau sampai melaporkan hal yang tidak penting." "......" Tubuh Marc menegang. Terlalu syok dengan berita yang Max sampaikan padanya. "Jangan main-main denganku Max." "....." "Brengsek! Jaga dia. Aku akan kesana sekarang, sialan!" "Ada apa?" Carl tidak bisa untuk tidak bertanya. Apalagi saat melihat Marc melempar ponselnya hingga nyaris tak berbentuk. Namun alih-alih mendapat jawaban, Marc justru Mengabaikannya. Pria itu sibuk memasukkan pakaiannya ke dalam koper seperti orang kesetanan. Ada apa dengannya? "Kau akan pergi?" "Aku harus ke jepang." Padat singkat dan jelas. Itulah jawaban yang Carl terima atas pertanyaanya barusan. "Jepang?" Marc menghela nafasnya kasar. "Ada pekerjaan penting yang harus aku urus. Dan mungkin akan memakan waktu yang cukup lama." "Berapa lama?"



"Satu minggu. Dua minggu. Tiga minggu. Satu bulan. Entahlah. Aku tidak bisa memastikan berapa lama aku akan disana. Selama aku pergi kau harus menjaga dirimu dengan baik. Aku akan menyuruh Siwon hyung dan juga Dave untuk menjagamu." "Kau benar-benar pria yang luar biasa Marc?" Gerakan Marc yang tengah memasukkan baju ke dalam koper terpaksa harus terhenti begitu mendengar suara tepuk tangan Carl yang menggema memenuhi seisi kamar. "Berhenti memancingku, Carl?" "Kaulah yang seharusnya berhenti sialan! Setelah menjadikanku wanita pertama yang melihat calon suaminya bercinta dengan wanita lain di hari pernikahan mereka, kau kembali menjadikanku sebagai wanita pertama yang di tinggal suaminya di malam pertama mereka. Kau benar-benar layak di beri penghargaan untuk itu." Marc tau ia tidak seharusnya meninggalkan Carl disaat seperti ini. Terlebih lagi ini adalah hari pernikahan mereka. Akan tetapi…..ia juga tidak bisa membatalkan kepergiannya. Disana. Di negeri Jepang sana, wanitanya yang lain sedang sangat membutuhkan kehadirannya. "Aku akan segera kembali. Aku janji." "Jangan menjanjikan apapun padaku. Aku tidak percaya dengan janji murahan seperti itu. Jika kau ingin pergi ya pergi saja. Memangnya hanya kau saja yang bisa pergi? Aku pun juga bisa pergi kemana pun yang aku mau. Termasuk pergi jauh dari tempat ini." "Dengarkan aku, berani kau keluar selangkah saja dari rumah ini, aku bersumpah tidak akan segan menembak kepala cantik-mu."



PART 12



Carl menghembuskan nafasnya kasar. Yang dilakukannya sedari tadi hanyalah duduk diam dengan bertumpuk-tumpuk dollar yang memenuhi seluruh ranjang berukuran King size miliknya. Carl akui ia memang langsung membobol brangkas milik Marc begitu pria brengsek itu meninggalkannya. Tapi sekarang Carl benar-benar mengutuk aksinya itu. Seluruh badan juga tangannya jadi terasa sakit akibat terlalu lelah menghitung uang. Sial. Suasana hati Carl semakin bertambah buruk mengingat pertemuanya dengan Joongki dan juga Haneul di pesta kemarin malam. Pertemuannya dengan Joongki membuat Carl mau tak mau harus teringat kembali akan masa lalunya yang sangat menyedihkan. Mimpi buruk itu bahkan kembali mendatanginya lagi. Beruntung Carl selalu membawa obat tidur miliknya kemanapun gadis itu pergi. Jika tidak, bisa dipastikan ia akan mengalami depresi berat. "Anda memanggil saya?" Carl terlonjak kaget melihat Dave sudah berdiri di hadapannya. Kapan pria itu masuk ke dalam kamar? Bagaimana bisa ia tidak menyadarinya oeh? "Apa kau tidak bisa mengetuk pintu lebih dulu? Hanya karena Marc tidak ada bukan berarti kau bisa berbuat seenaknya." "Saya sudah tiga kali mengetuk pintu. Tetapi karena anda tidak kunjung menjawab saya akhirnya memutuskan untuk langsung masuk saja." Carl mendesah kasar. Dave selalu bisa menjawab semua omongannya. Benar-benar menyebalkan. "Sudahlah. Cepat kemasi semua uang-uang ini lalu kirim ke rekening pribadi milikku. Ingat ke rekening pribadiku. Bukan rekening Marcus." "Apa anda berencana ingin mencuri semua uang ini saat tuan tidak ada?" "Terserah apa katamu. Yang jelas aku ingin semua uang ini sudah harus ada di dalam rekeningku saat ini juga. Kau mengerti?" "Jangan coba membantah. Atau akibatnya akan sangat buruk untukmu."



Carl kembali membuka mulutnya begitu menyadari reaksi Dave yang terlihat ingin membantah ucapannya. "Anda tidak seharusnya melakukan ini nona. Tuan Marc bahkan sudah memberikan lima buah black card miliknya pada anda." "Aku tidak peduli. Anggap saja uang-uang ini sebagai jaminan saat nanti bosmu itu mencampakkan-ku." "Rasanya sedikit mustahil tuan Marc akan melakukan hal itu." "Tapi nyatanya itulah yang sedang dia lakukan sekarang." Dave terdiam. Ia tau bosnya sudah sangat keterlaluan karena meninggalkan Carl di hari pernikahan mereka. Tapi Dave juga tidak bisa melakukan apa-apa. Terlebih lagi saat semuanya berhubungan dengan Sera. Wanita yang jelas-jelas sangat ingin Dave singkirkan dari kehidupan tuan-nya. "Seperti yang anda inginkan, saya akan segera mengirim semua uang-uang ini ke dalam rekening anda." "Itu sangat bagus. Akan tetapi….bisa kau beritahu hal apa yang membuat tuanmu itu tiba-tiba saja pergi ke Jepang?" Gerakan tangan Dave terhenti. Ia tau Carl pasti akan menanyakan hal ini padanya. Hanya saja…..Dave tidak tau harus memberikan jawaban seperti apa. "Boleh saya tau apa yang tuan katakan sebelum dia pergi meninggalkan anda?" "Entahlah. Dia hanya bilang ada urusan penting di Jepang." "Jika tuan Marc sudah berkata seperti itu sebaiknya anda percaya saja." "Kau ingin aku mempercayainya? Pria brengsek itu? Cihh. Aku saja tidak percaya dengan tuhan. Bagaimana bisa kau menyuruhku untuk mempercayainya oeh?" "Saya tidak tau. Tapi yang jelas itu akan baik untuk anda." "Kau sama menyebalkannya dengan pria brengsek itu. Sudahlah. Kau membuatku muak." "Anda mau kemana? Saya harap anda tidak melakukan hal bodoh dengan kabur dari tempat ini." "Jangan hawatir. Aku tidak akan mungkin kabur sebelum menguras semua harta milik tuanmu. Jadi kau tenang saja."



Carl melenggang pergi dengan angkuhnya. Dari sudut matanya ia bisa melihat Dave tengah menatap tajam kearahnya. Tapi apa pedulinya. Toh pria itu sama tidak pentingnya dengan si brengsek Marcus Cho. ******* "Kopi?" Carl terhenyak. Seseorang tiba-tiba saja mengulurkan secangkir kopi padanya. Latte Macchiato. Hanya dengan sekali hirup saja Carl sudah langsung bisa menebak kopi jenis apakah yang pria itu berikan padanya. Bukan karena ia begitu sangat menggilai Caffein, melainkan karena aroma kopi yang pria itu bawa mengingatkannya akan seseorang. "Aku tidak suka kopi." "Sayang sekali. Padahal aku sudah membuatnya khusus untukmu." Carl mengangkat bahunya acuh. "Kau pulang cepat?" "Mau bagaimana lagi. Marc ingin agar aku menjagamu. Mau tidak mau aku harus mengurangi waktuku bekerja demi bisa menemanimu bukan?" "Seharusnya kau tidak perlu melakukan hal merepotkan seperti itu." "Tidak masalah. Marc sudah aku anggap seperti adikku sendiri. Begitu pun denganmu yang sekarang menjadi istrinya. Kalian berdua adalah tanggung jawabku. Aku sama sekali tidak keberatan melakukan sesuatu yang bisa membantu meringankan beban kalian." Carl tidak ingin menjawab. Ucapan Siwon terdengar sangat berlebihan untuknya. "Omong-omong soal Marc, apa dia sudah mengabarimu?" "Untuk apa mengabariku? Dia pasti sedang sangat sibuk disana." "Di dunia ini tidak ada orang yang benar-benar sibuk nona. Semua tergantung ada di urutan berapa kau di dalam daftar prioritas hidupnya." Jujur saja ucapan Siwon berhasil membuat Carl tertegun untuk beberapa saat. Namun dengan cepat ia langsung bisa mengendalikan ekspresinya. "Apa kau baru saja mengatakan kalau aku sama sekali tidak penting bagi Marc?" "Aku tidak menyalahkanmu jika kau sampai berfikir seperti itu. Biar bagaimana pun juga disini Marc-lah yang bersalah. Dia tidak seharusnya meninggalkan istrinya hanya demi wanita lain."



"Apa maksudmu?" "Marc sengaja pergi ke Jepang untuk menemui Sera. Bukankah kau sudah tau itu?" "Tidak. Aku tidak tau." Keadaan berubah menjadi hening. Kedua manusia beda jenis kelamin itu sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. Terutama Carl. Sekarang ia tau alasan apa yang membuat si brengsek Marc itu sampai meninggalkanya. Sera? Jadi wanita itu sudah kembali? Pantas saja Marc langsung meninggalkannya begitu saja. Cihh. Apakah wanita itu begitu sangat hebat hingga bahkan seorang Carl pun sampai bisa di singkirkannya semudah ini? Brengsek! Carl benar-benar geram dengan sebuah fakta yang baru saja di dapatinya tersebut. "Itu artinya…..Marc sudah membohongimu?" Setelah cukup lama terdiam. Siwon akhirnya kembali membuka suara. "Persetan dengan apa yang pria itu lakukan. Aku sama sekali tidak peduli." "Tapi kau istrinya. Kau tidak seharusnya membiarkan suamimu menemui wanita lain seperti itu." "Suami? Kau yakin orang yang kau sebut sebagai suami itu menyadari statusnya? Aku bahkan tidak yakin jika dia menganggapku sebagai seorang istri." "Kenapa kau bicara seperti itu?" "Karena memang seperti itulah kenyataanya. Hubungan kami hanyalah sebatas simbiosis mutualisme belaka. Dia menginginkan tubuhku dan aku menginginkan uangnya. Hanya sebatas itu saja. Tidak lebih. Jadi aku sama sekali tidak peduli dengan yang pria itu lakukan di luar sana. Bagiku dia tak ubahnya seperti mesib ATM berjalan." "Aku bisa melihatnya. Ada kemarahan di dalam kalimat yang kau ucapkan tadi. Terlihat sekali kalau kau cemburu dengan Sera."



"Hahaha bercandaanmu sama sekali tidak lucu." Siwon mengangkat bahunya acuh. "Aku hanya mengatakan apa yang aku lihat." Pria itu lantas berdiri. Menepuk pelan pundak Carl sembari mengatakan sesuatu yang tidak gadis itu mengerti. "Datanglah padaku jika suatu saat nanti kau sudah tidak sanggup lagi untuk bertahan."



*****



"Apa gadis itu sudah memberi kabar?" "Belum bos. Sampai sekarang gadis itu masih belum memberikan jawaban apapun." Seorang pria berbadan besar terlihat tengah berbicara melalui sambungan telepon dengan seorang pria yang ia panggil bos. Siapa lagi jika bukan pria bertopeng yang pernah menculik Carl dulu. "Dia benar-benar gadis yang sangat keras kepala." "Apa kami perlu menculiknya lagi bos?" "Tidak. Jangan lakukan apapun yang bisa menghancurkan rencanaku." "Tapi bos…... "Marc mulai melemahkan pengawasannya. Cepat atau lambat gadis itu pasti akan menyerahkan dirinya pada kita. Itulah kenapa aku tidak ingin kalian sampai bertindak gegabah. Untuk saat ini kita hanya perlu menunggu tanggal mainnya saja." "Saya mengerti bos." "Nyalakan waktunya. Hitung mundur kehancuran Marcus Cho telah di mulai." Terdengar suara tawa yang begitu sangat keras sebelum akhirnya suasana berubah kembali menjadi hening. "Kau benar-benar akan habis kali ini Cho Kyuhyun."



*********



"Untunglah kau cepat datang Marc. Wanitamu itu benar-benar sangat merepotkan."



"Dimana dia?" "Ada di dalam kamar-mu." Marc hanya mengangguk. Ia semakin mempercepat langkahnya demi bisa melihat seorang gadis yang saat ini ada di dalam kamar miliknya. Kamar? Tentu saja. Kalian tidak berfikir Sera akan di tempatkan di ruangan yang usang bukan? Jika iya akan lebih baik jika kalian segera memperbaiki pola pikir kalian. Karena sampai kapan pun juga Marc tidak akan pernah menempatkan Sera di tempat rendahan seperti itu. "Raya." Marc membeku. Disana. Tepat di atas ranjang miliknya duduk seorang wanita cantik yang selama ini selalu Marc cari-cari keberadaannya. Wanita itu masih sama. Tidak ada satu inci pun dari tubuhnya yang berubah. Jika pun ada mungkin hanya rambut Sera yang sekarang berubah menjadi pendek. Juga sikapnya. "Raya." Marc kembali bersuara. Kali ini pria itu memilih untuk langsung menghampiri wanitanya. Langkah kaki Marc terasa begitu sangat berat di setiap menitnya. Ia benar-benar tidak bisa melihat keadaan wanita itu yang berbanding seratus delapan puluh derajat dengan yang dulu. "Ra-ya." Suara Marc tercekat. Apalagi saat Sera menoleh kearahnya. Marc bisa melihat bagaimana Mata wanita itu yang membulat sempurna begitu melihat dirinya. "Kyuni? Apa kau Kyuni-ku?" "Ya Raya. Ini aku. Kyuni-mu." Mata Marc terpejam. Merasakan pelukan hangat Sera di tubuhnya. Dan lagi-lagi rasanya masih sama seperti dulu. Hangat sekaligus menenangkan. "Kyuni kemana saja oeh? Kenapa tidak pernah mengajakku jalan-jalan lagi?"



Mata Marc kembali terpejam. Max sudah memberitau mengenai keadaan Sera yang sekarang. Tapi tetap saja ia tidak siap. Ini terlalu tiba-tiba. "Istirahatlah Raya. Nanti aku akan menemuimu lagi." "Kyuni mau kemana?" Marc tidak menjawab. Ia bergegas pergi sebelum pertahanannya di buat runtuh oleh wanita masa lalunya itu.



*********



"Apa yang terjadi padanya hah! Cepat katakan kenapa Sera bisa sampai menjadi idiot seperti itu!" "Tenanglah Marc. Kenyataan tetap tidak akan berubah meski kau berteriak seratus kali sekalipun." "Brengsek! Cepat katakan apa yang terjadi padanya, sialan!" "Aku tidak tau. Tapi yang jelas saat kami menemukan Sera keadaanya sudah seperti itu. Dokter bilang ada yang salah dengan otaknya. Sepertinya Sera sempat mengalami kecelakaan parah yang merusak sistem kerja otaknya. Karena itulah dia…...berperilaku seperti anak kecil." "Apa dia bisa disembuhkan?" "Aku tidak tau. Dokter bilang…... "Dia harus sembuh. Lakukan apapun untuk membuat Sera kembali seperti semula lagi." "Semuanya tidak mungkin bisa semudah itu Marc." "Persetan dengan hal itu. Yang aku tau sangat penting bagiku untuk membuat Sera kembali pulih seperti dulu lagi. Jika perlu aku akan membawanya ke Barcelona agar Sera bisa mendapatkan pengobatan yang terbaik." "Kalau kau sampai melakukan hal itu lalu bagaimana dengan istrimu?" Marc terdiam. Tapi kemudian pria itu hanya menghembuskan nafasnya kasar. "Dia akan mengerti."



PART 13



"Kita mau kemana Kyuni? Apa Kyuni akan mengajakku jalan-jalan?" Saat ini Marc, Sera, dan juga Max tengah berada diatap Mansion mewah milik Marc di Jepang dengan sebuah helikopter yang menunggu mereka. Helikopter tersebutlah yang nantinya akan membawa mereka semua ke tempat Marc menyimpan Jet pribadi miliknya. "Ya Raya. Aku akan mengajakmu pergi jalan-jalan." Lebih tepatnya berobat." Lanjut Marc dalam hati. "Jinjja? Dengan pesawat besar ini?" "Tentu saja." "Daebak! Boleh aku naik pesawatnya lebih dulu." Marc mengangguk. "Tentu. Kau naiklah lebih dulu Raya. Aku ingin bicara dengan Max lebih dulu." Sera terlihat berfikir sejenak. "Tapi Kyuni tidak akan lama kan?" "Tidak akan. Cha…..masuklah dulu." "Baiklah Kyuni. Aku akan masuk lebih dulu." Marc menegang. Sera mencium pipinya. Hanya ciuman pipi. Tapi entah kenapa itu bereaksi sangat besar untuk tubuhnya. Terutama untuk selangkangannya. Sial. "Apakah yang tadi itu bisa dikatakan sebagai perselingkuhan? Ahh benar juga. Aku lupa kalau kau memang tidak pernah bisa setia dengan satu orang wanita." "Tutup mulutmu Max. Hanya gunakan mulutmu itu untuk hal yang berguna saja. Kau mengerti?" Max berdecak kesal. Jalan pikiran sahabat sekaligus bosnya itu terlalu sulit untuk di pahami. Bahkan meski mereka telah berteman sejak lama sekalipun. "Aku harap semuanya sudah siap." Marc kembali membuka mulutnya. Memastikan tidak ada satu kekurangan apapun di perjalanannya nanti. "Kau yakin ingin melakukan ini Marc?"



"Apa aku terlihat seperti sedang main-main? Cepat selesaikan semuanya agar kita bisa segera pergi." "Semuanya sudah siap. Hanya saja…...bagaimana dengan gadis XG itu? Maksudku istrimu. Apa kau benar-benar akan meninggalkanya?" "Tidak peduli sebanyak apapun kau bertanya jawabanku tetap tidak akan berubah. Akan lebih baik kalau kau menutup mulutmu." "Mengingat kau yang selama ini begitu sangat menggilai gadis XG itu, aku harap kau tidak akan menyesal meninggalkanya seperti ini." "Tutup mulutmu Max! Kau tau betul kesembuhan Sera sangat penting bagiku." Max mengangkat kedua tangannya keatas. Menyerah untuk mendebat si keras kepala Marcus Cho. "Terserah kau saja. Sejak awal semua keputusan memang ada di tanganmu." ******** "Apa yang kau lakukan?" "Aku rasa matamu belum cukup buta untuk melihatnya langsung." Siwon terkekeh pelan. Tidak menyangka jawaban seperti itulah yang akan ia dapatkan. Siwon lantas mendudukkan dirinya di samping Carl. Yang sukses menimbulkan kernyitan bingung di kening gadis tersebut. "Aku perhatikan semenjak Marc pergi kau jadi sering mengajakku bicara. Kau tidak sedang jatuh cinta padaku kan?" Siwon kembali terkekeh. "Begitukah? Anggap saja aku sedang berusaha mengakrabkan diri dengan adik ipar." "Berhentilah melakukan omong kosong." "Well. Omong-omong aku tidak sedang melakukan omong kosong denganmu." Carl memutar bola matanya malas. "Terserah kau saja." "Apa masih belum ada kabar dari Marc?" "Kenapa kau terus menanyakan hal itu? Apa kau tidak bosan?" "Aku hanya ingin tau."



"Adikmu itu hari ini menghubungiku. Tapi sayangnya aku sedang malas bicara. Karena itulah aku tidak mengangkat panggilannya. Tapi ya…..kau tidak perlu hawatir. Aku sudah mengiriminya pesan bergambar yang akan membuatnya menyesal telah mencampakkan gadis secantik diriku." "Kau tidak seharusnya melakukan hal itu." "Aku tidak peduli. Sudah seharusnya dia di beri pelajaran. Dia pikir dia itu siapa? Cihh. Salah besar jika dia pikir dia bisa mempermainkan-ku seperti ini. Lihat saja, aku pasti akan membalas pria brengsek itu." "Tenang saja. Kau jauh lebih cantik dari Sera. Bisa aku pastikan Marc akan memilihmu." "Omong kosong." "Aku bicara sesuai fakta." "Cihh. Kalau pun itu benar, aku sendiri-lah yang akan menolaknya. Aku terlalu berharga untuk pria brengsek sepertinya." "Kau benar-benar gadis yang sangat menarik, Carl." "Semua pria selalu mengatakan itu." Siwon berdehem pelan. "Aku dengar dulunya kau seorang gadis bayaran. Apa itu benar." "Ya. Itu memang benar. Kenapa? Apa kau merasa risih?" "Kau bercanda? Aku justru sangat kagum padamu." "Kagum?" "Eoh. Aku sudah membaca semua artikel tentangmu. Dan kau benar-benar gadis yang sangat mengagumkan. Bagaimana kau bisa melakukan itu semua oeh? Membuang para pria setelah kau menguras semua kekayaanya. Itu benar-benar tindakan yang sangat berani." "Mereka saja yang terlalu bodoh. Tunggu dan lihat saja. Tidak lama lagi adik-mu itu juga akan mengalami hal yang sama. Aku akan segera memasukkanya ke dalam daftar X-ku." Suasana berubah menjadi hening sebelum akhirnya Siwon kembali bersuara. "Apa aku juga bisa menjadi bagian dari orang bodoh itu?" "Apa maksudmu?" "Kembalilah jadi gadis XG lagi. Untukku. Dan aku bersumpah akan memberikan apapun yang kau mau."



*******



"Kenapa kau mengatakan hal itu padanya?" "Aku tidak mengerti dengan yang kau katakan." "Jangan pura-pura bodoh Andrew Choi. Jika kau lupa aku selalu mengawasi gadis itu selama dua puluh empat jam penuh." Saat ini Dave dan juga Siwon tengah berada di ruang kerja milik pria bermarga Choi tersebut. Tepatnya di bagian sayap kanan Mansion mewah Marcus Cho. Dave memutuskan untuk langsung menghampiri Siwon setelah mendengar apa yang pria itu katakan pada istri tuan-nya. Menurut Dave, kali ini Siwon sudah melewati batasnya. Dan ia tidak bisa membiarkan itu. "Kau tidak seharusnya bertanya jika memang sudah tau." Siwon kembali bersuara. Jujur saja ia sangat tidak suka saat ada yang mencampuri urusannya. "Jangan menggali kuburanmu sendiri. Kau tentu tau betul seperti apa Marcus itu." "Ya kau benar. Aku memang sangat tau seperti apa Marcus itu." Dave menghela nafasnya kasar. "Aku pikir kau hanya mencintai Cho Ahra. Tapi ternyata aku salah. Aku tidak bisa membayangkan hal mengerikan seperti apa yang akan terjadi jika tuan Marc sampai mendengar semua ini." "Kau mengancamku?" "Hanya memberi peringatan. Jangan rusak hubunganmu dengan tuan Marc hanya karena seorang gadis." Dave tau ucapanya kali ini sedikit berlebihan. Tapi ia juga tidak punya pilihan lain. Hati Siwon telah lama mati semenjak kematian Ahra. Dia seharusnya senang saat tau pria itu sudah mulai bisa membuka hatinya kembali. Tapi na'asnya pria itu membuka hati untuk gadis yang salah. Karena itulah Dave terpaksa harus ikut turun tangan. "Pikirkan ucapanku. Jangan sampai hanya karena seorang gadis penggila uang hubunganmu dengan tuan Marc rusak."



********



Suasana berbeda terlihat di dalam kamar Carl. Gadis itu hanya duduk diam sembari melamun. Sangat berbanding terbalik dengan sikap bar-barnya selama ini. Sepertinya ucapan Siwon tadi sedikit banyak berhasil mengganggu pikiranya. "Sepertinya pria itu sudah gila. Bagaimana bisa dia ingin agar aku menjadi gadisnya disaat dia sendiri tau kalau aku ini istri dari pria yang sudah dia anggap seperti adik sendiri oeh? Dia benar-benar sudah gila." "Tapi…...tidakkah ini menarik? Tidak ada salahnya bukan mencoba bermain-main? Dengan begini aku bisa memberi pelajaran sekaligus kehancuran bagi pria brengsek bernama Marc itu. Jika dia saja bisa berhubungan dengan wanita lain, kenapa aku tidak?" Carl kembali bermonolog. Sebenarnya ia sudah sangat bernafsu ingin memberikan Marc pelajaran. Hanya saja Carl tidak tau bagaimana caranya. Hingga akhirnya Siwon datang dan taraaaa…...pria itulah yang akhirnya menjadi jalan keluar baginya. "Apa ini Carl? Kau tidak sedang cemburu dengan wanita bernama Sera itu kan?" Carl berdecih saat pikiran bodoh itu terlintas di dalam kepalanya. Hingga akhirnya perhatian Carl berhasil di alihkan oleh dering pesan yang masuk ke dalam ponsel miliknya. Tidak hanya satu. Tapi dua. Dan itu dari nomer yang tidak ia kenal semua. FromFrom: 0214664849 "Selamat pagi nyonya Marc. Ini aku Haneul. Bisakah kita bertemu? Aku ingin kita bisa berteman dan menghabiskan waktu bersama." Haneul? Ekspresi Carl berubah datar begitu membaca pesan yang Haneul kirim untuknya. Cihh. Untuk apa wanita itu ingin berteman denganya? Apa wanita itu lupa apa yang sudah dia lakukan pada Carl dulu? Dasar wanita ular. Perasaan marah tergambar jelas di wajah Carl saat ini. Hati gadis itu bahkan berdenyut sakit saat ia kembali mengingat masa lalunya lagi. Haruskah Carl melakukan balas dendam atas semua perbuatan yang sudah mereka lakukan padanya dulu? Akan tetapi…...jika melakukan itu sudah bisa dipastikan jati diri Carl akan terbongkar. Sedangkan gadis itu sudah berjanji untuk tidak terlibat urusan apapun yang nyangkut masa lalunya yang kelam. Apa yang harus ia lakukan sekarang?



Jemari Carl beralih membuka pesan yang lain. Tubuh gadis itu behasil dibuat menegang setelah membaca pesan kedua di ponselnya. "Kau membuatku menunggu terlalu lama nona. Kau harusnya sudah bergabung denganku saat ini. Tidakkah kau ingin membalas perbuatan Marc padamu? Setelah berhasil menikahimu pria itu justru lebih memilih bersama dengan wanitanya yang lain. Itu sangat keterlaluan bukan? Bergabunglah denganku jika kau tidak ingin aku membuat hidupmu hancur. Datanglah ke persimpangan jalan. Atau aku sendiri yang akan menculikmu. Sama seperti dulu."



******* Helaan nafas kasar berulang kali terdengar dari dalam mulut Marc sejak sepuluh menit yang lalu. Membuat Max yang mendengarnya hanya bisa mendengus kesal. Max bukanya tidak tau jika sejak tadi bosnya itu telah berulang kali mencoba menghubungi sang istri. Tapi sayangnya gadis malang itu tidak kunjung mau mengangkat panggilan dari bosnya. Dan Max tidak tau apakah dia harus senang atau justru sedih melihat nasib bosnya itu. Toh pria itu juga tidak akan pernah mau mendengar saran apapun darinya. Karena itulah Max lebih memilih untuk menyibukkan diri dengan ponsel miliknya dibanding mengurusi Marc yang sudah seperti singa kelaparan. "Sial. Kemana gadis itu? Berani sekali dia mengabikan telepon dariku heh." "Apa lagi yang kau harapkan Marc. Kau telah mencampakkanya. Tentu saja dia tidak akan lagi peduli dengamu." "Tutup mulutmu brengsek!" Max mengangkat bahunya acuh. "Masih belum terlambat untuk berubah pikiran." "Kau tau betul itu tidak akan pernah terjadi." "Itu artinya kau sudah harus siap menghadapi kemungkinan buruk apapun. Sudahlah. Jangan mengangguku. Aku ingin istirahat." Rahang Marc mengeras. Berani sekali pria ini berkata seperti itu padanya. Apa dia sudah bosan hidup? Namun alih-alih memberikan Max ultimatum, Marc justru kembali menyibukkan diri dengan ponselnya. Bukan tanpa alasan. Melainkan karena beberapa detik yang lalu ia baru saja mendapatkan pesan yang masuk ke dalam emailnya. Rahang pria itu langsung mengeras begitu tau gadis bar-bar itulah yang mengiriminya pesan.



Carlxxx: Sepertinya aku mulai merindukanmu Marc. Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan? Aku bahkan berfikir ingin menarikmu keatas ranjang. Ahh. Seandainya saja kau ada disini. Pasti semuanya akan lebih menarik. Sial. Sial. Sial. Marc mengumpat kesal. Gadis itu sengaja menggodanya. Marc sangat tau. Carl bahkan sengaja mengiriminya foto vulgar gadis tersebut. Brengsek! Tapi…...demi tuhan. Lekukan sialan itu benar-benar sangat menganggu selangkangannya. Dan itu benar-benar sangat menyiksa. Sekarang apa yang harus ia lakukan? Tak ingin membuang waktu, Marc kembali mencoba menghubungi istrinya. Namun sungguh amat disayangkan hanya suara operatorlah yang menjawab. "Brengsek! Dimana gadis sialan itu hah? Cepat perintahkan dia untuk menjawab panggilanku." Tanpa menunggu jawaban Dave, Marc langsung mematikan panggilanya begitu saja. Ia memang memutuskan untuk menelepon Dave saat istri sialanya yang sungguh sangat cantik tidak juga menjawab panggilan darinya. "Sial. Aku tidak bisa seperti ini terus." Saat tengah sibuk berfikir mata Marc tidak sengaja menangkap sosok Sera yang tengah sibuk bermain boneka. Persis seperti anak kecil penghuni rumah di depan Mansion mewahnya. Gadis itu benar-benar berubah. Tidak ada lagi Sera yang dulu ia kenal. Tunggu dulu. Sera? Haruskah ia menggunakan wanita itu lagi? "Jangan gila Marc. Wanita itu sedang sakit." Max berucap dingin. Ia sangat tau apa yang tengah Marc pikirkan saat ini. "Persetan! Aku sudah tidak bisa menahanya lagi." Marc bergegas menghampiri Sera yang sibuk dengan boneka beruang di tangannya. Wanita itu tidak hanya mengajak bonekanya bermain, tapi Sera juga mengajak bonekanya bicara. Jika saja Marc tidak mengenal siapa itu Sera, mungkin ia akan menganggap wanita itu gila. "Raya."



"Ada apa Kyuni? Apa Kyuni ingin ikut bermain boneka denganku? Tapi kan Kyuni laki-laki. Kata eomma anak laki-laki tidak boleh bermain boneka." "Aku tidak ingin bermain boneka. Tapi aku…..aku perlu bantuanmu Raya?" "Apa Kyuni ingin sesuatu?" Marc mengangguk singkat. "Aku perlu bantuanmu Raya. Aku perlu kau ada diatas ranjangku sekarang juga."



PART 14



"Anda mau kemana nyonya?" Sial. Carl mengumpat kesal. Rencana-nya yang ingin kabur gagal total karena ulah Dave yang memergoki aksinya. Sebenarnya Carl tidak benar-benar ingin kabur. Dia hanya ingin menemui pria bertopeng itu tanpa di ketahui oleh siapa pun, karena memang seperti itulah persyaratannya. Tapi na'asnya Dave berhasil mengacaukan semuanya. Shitt! "Apapun rencana anda sebaiknya anda membatalkan itu." "Diam kau." "Mata saya anda dimana-mana nyonya. Saya harap anda tidak melupakan hal itu." "Ck. Tak bisakah kau meninggalkanku? Kenapa kau selalu saja mengikutiku oeh?" "Karena sejak awal tugas saya memang untuk menjaga anda." "Damn! Ini benar-benar sangat berlebihan." Carl kembali mengumpat. Dave terlalu patuh. Dan Carl benci itu. Carl jadi penasaran sebenarnya seberapa besar Marc menggaji Dave hingga pria itu bisa begitu sangat patuh. Persis seperti robot yang telah di program khusus hanya untuk mematuhi semua perintah tuan-nya. Sama sekali tidak ada cela. Sialan! "Masuklah nyonya. Udara malam tidak baik untuk kesehatan anda." "Aku masih ingin disini. Kalau kau mau masuk ya masuk saja." "Saya akan tetap disini saja kalau begitu." Carl menghembuskan nafasnya lelah. Dave bukan pria bodoh. Pria itu pastilah sengaja menempeli Carl agar ia tidak bisa pergi kemana-mana. "Aku haus. Cepat ambilkan aku minum." Dave mengangguk. Dengan santai ia mengangkat tangannya keatas. Memanggil salah seorang bodyguard yang berjaga di sekitar mereka.



"Ambilkan air minum untuk nyonya." "Baik tuan." "Luar biasa. Seingatku tadi aku sedang menyuruhmu, bagaimana bisa kau malah menyuruh orang lain oeh?" "Karena saya tau betul apa yang ada di dalam otak cantik anda." Carl menggeram. Ia tidak bisa seperti ini terus. Ia harus melakukan sesuatu agar bisa pergi dari tempat ini. Karena jika tidak bisa di pastikan pria bertopeng itu akan kembali berulah. Dan Carl benar-benar tidak ingin menjadi korban penculikan untuk yang kedua kalinya. Beruntung saat itu Carl bisa bebas tanpa kekurangan satu apapun. Carl tidak bisa membayangkan hal mengerikan apa yang akan terjadi padanya jika saja pria bertopeng itu sampai berhasil menculiknya lagi. Apapun itu yang jelas bisa Carl pastikan kali ini pria itu tidak akan melepaskanya begitu saja. Karena memang hal yang sama tidak akan mungkin terjadi sebanyak dua kali bukan? Ia harus memutar otak agar Dave mau menyingkir darinya. Perlahan seringaian mulai terbit di bibir Carl. Sepertinya ia tau harus mengusir Dave dengan cara apa. "Kenapa malam ini sangat panas sekali oeh?" Carl melepas piyama tidur yang ia pakai dengan sengaja. Menyisakan sebuah lingerie tipis yang mampu membuat pria manapun meneteskan liur saat melihatnya. Bagaimana dengan dave? Entahlah. Tidak ada yang benar-benar bisa membaca pikirannya. Pria itu sangat sulit di tebak. Persis seperti Marc. Ahh. Menyebut nama Marc membuat Carl tiba-tiba saja teringat akan pria brengsek itu. Bagaimana kabar pria itu sekarang? Apa yang dia lakukan di Jepang sana? Apakah ia tengah sibuk bersenang-senang dengan Sera? Tentu saja. Pastilah pria itu saat ini tengah bergelung nikmat dengan jalangnya. Cihh. "Pakailah baju anda kembali nyonya. Itu akan jauh lebih baik."



Carl terhenyak. Dave si kaku itu menyampirkan kimono yang tadi sempat Carl lepas ke pundaknya. Sialan! Padahal kan Carl sengaja melakukan hal itu untuk menggoda Dave agar pria itu tergoda. Dengan begitu Carl bisa kabur seperti rencana semula. Tapi ternyata hasilnya sungguh sangat luar biasa melenceng. Alih-alih tergoda Dave justru memilih untuk menutupi tubuh Carl kembali. Sial. Pria itu bodoh atau bagaimana? "Apapun yang anda rencanakan itu akan sia-sia saja. Anda tau kenapa? Karena saya sama sekali tidak tertarik dengan tubuh anda." Demi dewa Poseidon yang katanya adalah penguasa lautan, apakah Dave si pria kaku itu baru saja merendahkannya? Jika iya Carl benar-benar tidak bisa menerima hal itu. Tubuh Carl adalah yang terindah diantara yang paling indah. Tentu saja ia akan tersinggung saat ada yang meremehkan bentuk tubuhnya. "Apa kau baru saja menghina bentuk tubuhku, Dave?" "Saya hanya mengatakan yang sebenarnya." "Sialan kau!" "Ada satu hal penting yang harus anda tau dan pahami dengan baik. Tidak peduli sebagus apapun tubuh anda saya tetap tidak akan pernah tergoda." "Kenapa? Apa kau seorang gay?" Dave mengangkat bahunya acuh. "Anda bebas menilai saya seperti yang anda inginkan. Toh saya tidak pernah peduli dengan penilaian orang lain." "Seriously, Dave. You're a sick boy." "Sudah saya katakan. Anda bebas menilai saya seperti apapun yang anda inginkan." "Semua ini benar-benar membuatku gila." Carl beranjak dari tempatnya. Ia akan memikirkan cara lain agar bisa pergi dari Mansion ini. "Anda mau kemana?" "Tidur. Mau ikut?" Sinis Carl yang justru tidak ditanggapi sama sekali oleh Dave. "Selamat malam kalau begitu." "Sialan."



*********



Jam sudah menunjukkan pukul lewat tengah malam. Namun Carl belum juga memasuki alam mimpinya. Alih-alih tidur Carl justru tak henti-hentinya mengumpat kesal. Bagaimana ia bisa tidur jika pria bertopeng itu terus saja merecokinya oeh? Pria itu bahkan mengancam akan menyeret paksa Carl jika gadis itu tidak kunjung menemuinya dalam waktu sepuluh menit. Dasar pecundang sialan! "Ini tidak bisa di biarkan. Hanya karena penjagaan disini sangat ketat bukan berarti pria bertopeng itu tidak bisa menculikku kan? Terbukti dari mereka yang bisa dengan sangat mudah mengalahkan anak buah Marc saat menculikku dulu. Aku harus melakukan sesuatu sebelum pria sialan itu membuatku game over." Carl memaksa otaknya untuk bekerja lebih keras. Apapun yang terjadi ia harus pergi ke persimpangan jalan seperti yang pria bertopeng itu inginkan. Mengingat jarak Mansion ke persimpangan jalan yang membutuhkan waktu sekitar tujuh menit, Carl hanya memiliki tiga menit tersisa untuk keluar dari tempat ini. Masalahnya bisakah ia melakukan hal segila itu hanya dalam waktu tiga menit? Mengingat banyaknya bodyguard yang berjaga disekitar Mansion rasanya mustahil ia bisa kabur dengan mudah. Carl lantas berjalan kearah balkon. Kalau pun pada akhirnya ia tidak bisa menggunakan pintu utama, setidaknya ia bisa pergi lewat balkon bukan? Carl bergidik ngeri. Sepertinya itu bukan ide yang bagus. Jarak balkon ke halaman utama sangatlah tinggi. Sekitar sembilan atau sepuluh meter mungkin. Entahlah Carl tidak terlalu pandai dalam hal ukur mengukur seperti itu. Namun ada satu hal yang Carl yakini dengan pasti. Sekali saja ia terjatuh, bisa Carl pastikan ia akan berakhir di rumah sakit dengan gips dan juga perban yang membungkus seluruh tubuh indahnya. Dan Carl tidak ingin hal itu sampai terjadi. Kalau pun harus mati setidaknya Carl ingin mati dengan keadaan cantik. Bukan dipenuhi perban seperti mumi firaun. Itu benar-benar tidak keren sama sekali. "Melompat jelas bukan pilihan yang bagus. Sepertinya aku harus menggunakan cara lain."



Cark kembali masuk ke dalam kamar. Ia cukup beruntung menikah dengan pria kaya raya seperti Marc. Setidaknya Carl tidak perlu bersusah payah mengumpulkan selimut hanya untuk dijadikan alat melarikan diri. Dengan cekatan Carl mengikat selimut yang sudah ia buat menyerupai tali ke kaki ranjang. Ranjang Marc sangatlah besar. Carl sangat yakin ranjang tersebut akan mampu menahan berat tubuhnya. Carl kembali memandang ke bawah. Memastikan sudut mana yang akan ia pilih. Yang berkemungkinan besar tidak akan ketahuan oleh para bodyguard Marc. Helaan nafas frustasi pun tidak bisa Carl sembunyikan lagi. Ia menemukan sudut aman itu. Hanya saja letak sudutnya yang berada dekat dengan tanaman kaktus berduri membuat Carl bergidik ngeri. "Kalau pun hari ini aku harus mati setidaknya aku memiliki banyak uang yang bisa membantuku masuk ke dalam surga." Carl menggila. Pikiran semacam menyuap penjaga pintu kematian dengan semua uang yang ia miliki sedang memenuhi isi kepala gadis itu saat ini. Seharusnya baik buruknya seseorang di tentukan oleh perbuatan mereka. Bukan dengan uang. Tapi mungkin seiring dengan majunya peradaban di dunia, peraturan di akhirat pun ikut berubah. Yang itu artinya kau bebas menentukan dimana kau akan berakhir dengan semua uang yang kau miliki. Itulah yang Carl pikirkan. ******* "Terlambat sepuluh menit. Kau sangat membuang waktuku." Carl mendesis sebal. Tidakkah pria itu tau butuh perjuangan hebat untuk bisa sampai di tempat ini? Cihh. "Berhenti mengumpatiku di dalam hati nona. Atau aku tidak akan segan-segan menembakkan peluruku padamu." "Cepat katakan apa yang kau inginkan. Aku tidak repot-repot datang kesini hanya untuk mendengarkan ancaman-mu itu." "Jangan hawatir. Aku tidak akan melukaimu selama kau mau menuruti semua perintahku." "Apa yang kau inginkan?" "Kau tau betul apa yang inginkan Carl. Bergabunglah dengan….." Ucapan pria bertopeng itu terhenti. Rahangnya berubah mengeras begitu menyadari situasi apa yang tengah ia hadapi sekarang. "Brengsek! Kau melanggar perjanjian kita Carl. Berani sekali kau hah!"



"Apa maksudmu?" "Aku sudah memperingatkanmu. Tapi kau justru dengan sengaja melanggar peringatanku sialan! Lihat dan tunggu saja apa yang akan aku lakukan pada hidupmu setelah ini." "Tunggu. Aku benar-benar tidak mengerti dengan yang kau maksud." "Kau dibuang nona. Mulai sekarang kau bukan lagi pionku. Tapi kau adalah targetku selanjutnya. Tunggu saja. Kehancuranmu pasti akan segera datang. Begitu pun dengan si brengsek Marc itu." "Jangan bergerak." Carl yang awalnya bingung seketika dibuat mengerti melihat Dave yang tiba-tiba saja sudah berdiri membelakanginya. Sial. Carl benar-benar tidak menyangka jika pria itu akan mengikutinya secara diam-diam seperti ini. Pantas saja pria bertopeng itu sangat marah. Lihatlah. Dave bahkan tak segan megancungkan pistol ke wajah pria tersebut yang tertutup topeng. "Siapa kau? Berani sekali kau mengancam istri tuanku hah!" "Siapa pun aku itu sama sekali tidak ada hubunganya denganmu." Dave mengernyit. Pria itu jelas menggunakan alat bantu untuk menyamarkan suara-nya. Dan Dave benar-benar sangat membenci pengecut seperti itu. "Perlihatkan wajahmu jika kau tidak ingin menjadi sasaran peluru beracunku." Pria itu menyeringai di balik topeng yang ia pakai. "Tangkap aku jika kau bisa." Suara tembakan terdengar bersamaan dengan lolosnya pria bertopeng tersebut dari tangan Dave. "Sial." Niat Dave yang ingin mengejar pria bertopeng tersebut terpaksa harus terurungkan akibat ulah Carl yang menahan tangannya. "Lepaskan tangan saya nyonya. Saya harus mengejar pria itu." Carl menggeleng tidak setuju. "Kau pikir apa yang kau lakukan Dave! Kau membuat nyawaku dalam bahaya sialan! Pria itu pasti tidak akan melepaskanku setelah ini."



"Nyawa anda memang sudah dalam bahaya semenjak anda memutuskan untuk terlibat dengannya." Carl terdiam. Bukan karena tidak bisa menjawab. Melainkan karena rasa pusing yang kembali menyerang kepalanya. Sebelumnya Carl memang sudah merasakan pusing di kepalanya. Tepatnya sejak saat Carl begitu nekat kabur dari balkon kamar. "Siapa pria tadi? Kenapa anda bisa sampai berhubungan denganya." "Aku tidak tau tau. Dia pria yang sama dengan yang pernah menculikku dulu." "Apa anda tau seperti apa wajahnya?" Carl menggeleng lemah. "Dia selalu menutupi wajahnya dengan topeng." Pernyataan Carl semakin membuat Dave mencurigai niat buruk pria bertopeng tersebut. "Saya akan mengejar orang itu. Peluru milikku berhasil melukai pahanya. Saya yakin dia tidak akan bisa pergi ja…..nyonya!" Dave bergerak cepat. Carl tiba-tiba saja jatuh pingsan dengan wajah pucat pasi. Untunglah Dave sempat menangkap tubuhnya sebelum Carl benar-benar jatuh ke tanah.



********** "Istri anda dalam bahaya tuan. Seseorang sedang mengincar nyawanya. Akan lebih baik jika anda segera pulang." Pesan yang jelas-jelas di kirim atas nama Dave itu seketika langsung terhapus dari kotak masuk setelah simbol delete pada ponsel tersebut di tekan.



PART 15



Barcelona, Spanyol.



"Bagaimana? Apa kau sudah menemukan penyebab di balik kecelakaan yang menimpa Sera?" Saat ini baik Marc maupun Max tengah berada di salah satu apartemen mewah yang baru saja Marc beli di pusat kota Barcelona. Marc sengaja membeli apartemen dengan harga selangit hanya untuk ditempatinya bersama dengan Sera selama gadis itu menjalani masa pengobatan. Alasan kenapa Marc lebih memilih apartemen daripada Rumah Sakit adalah demi keamanan Sera. Marc tau betul alasan dibalik perginya Sera dimasa lalu karena ulah seseorang yang sampai saat ini belum bisa Marc lacak wajah dan juga keberadaanya. Karena itulah ia harus melindungi Sera mati-matian. Marc tidak ingin sampai kehilangan wanita itu lagi. Karena bagaimana pun juga Sera sangat penting untuknya. "Ada lebih dari 300 kasus kecelakaan yang terjadi di Jepang selama dua bulan terakhir ini. Dari mulai kecelakaan ringan hingga kecelakaan fatal. Jujur saja hal itu sedikit mempersulit penyelidikan kita. Tapi kau jangan hawatir. Orang-orang kita masih akan terus melakukan penyelidikan ke seluruh rumah sakit yang ada di Jepang." "Bagus. Aku ingin kasus kecelakaan ini bisa di selesaikan secepat mungkin. Beri pelajaran pada siapa pun orang yang sudah membuat Sera menjadi idiot seperti ini." Max mengangguk. "Jangan hawatir. Tidak lama lagi kita pasti akan segera tau apa yang sebenarnya terjadi pada Sera selama ini." "Ya. Itu jauh lebih baik." Marc beralih memanggil salah seorang suster yang memang ditugaskan untuk merawat Sera di apartemen miliknya. "Kapan tesnya akan di mulai?" "Pukul sepuluh pagi tuan." Marc mengangguk. Ia lantas mengusir pergi perawat tersebut dengan gerakan tangan. "Masih tersisa tiga puluh menit lagi. Aku rasa aku harus membangunkan Sera sekarang." "Aku tidak percaya kau benar-benar meniduri wanita tidak waras itu." "Tutup mulutmu Max. Kau tau betul aku benci ada yang mengurusi hidupku."



"Ck. Kasihan sekali gadis malang yang berstatus sebagai istrimu itu. Entah dosa apa yang dia lakukan di masa lalu hingga dia bisa memiliki suami brengsek sepertimu." Marc berdecak kesal. "Setidaknya aku selalu memberikan gadis itu semua kemewahan yang dia inginkan. Bukankah itu sudah lebih dari cukup? Sangat cukup malahan." "Harta saja tidaklah cukup Marc. Kau juga harus menjaga perasaan gadis itu jika kau tidak ingin sampai kehilangannya." "Apa maksudmu?" "Pikirkan saja jika seandainya kau lah yang ada di posisi Carl saat ini. Menurutmu apa yang akan kau rasakan saat istrimu lebih memilih pergi dengan lelaki lain oeh? Kau pasti akan sangat menderita bukan? Begitu pun dengan Carl. Pastilah saat ini gadis itu tengah merasakan patah hati luar biasa karena telah kau campakkan begitu saja." Marc terdiam. Tiba-tiba saja ia teringat akan ucapannya tempo hari yang ingin memulai hidup baru dengan Carl. Namun alih-alih mewujudkanya Marc justru meninggalkan gadis itu sendirian. Apakah sekarang ia menyesal? Penyesalan itu memang selalu ada. Namun…..Marc juga tidak bisa memungkiri kalau kesembuhan Sera sangatlah penting untuknya. Sangat. "Kembalilah ke Amerika Marc. Perbaiki hati istrimu yang sudah berulang kali kau permainkan." Marc menghela nafasnya kasar. "Aku rasa kau terlalu melebih-lebihkan keadaan. Kau tau betul perasaan seperti itu tidak pernah ada diantara kami." "Secara teknis kau mungkin memang benar. Katakanlah kau tidak mencintai Carl. Atau mungkin kau belum menyadarinya. Akan tetapi…..bagaimana jika dilihat secara non teknis oeh? Setidaknya hargailah wanita yang sudah kau kejar-kejar seperti orang gila itu." "Berhenti mengguruiku Max. Aku sangat tau betul apa yang harus aku lakukan." "Aku hanya tidak ingin jika nantinya kau sampai menyesal." Marc kembali terdiam. Ia sama sekali tidak ingin menjawab ucapan sang sahabat. "Apa sampai saat ini istrimu belum mau memberi kabar juga?" "Entahlah. Aku sudah berhenti menghubunginya lagi sejak kemarin. Sudahlah. Cepat berikan barang yang aku minta padamu."



Max menghela nafasnya kasar. Dengan malas ia menyerahkan paper bag berisi pakaian wanita sesuai dengan keinginan pria pemilik marga Cho tersebut. "Aku harap ukuranya sesuai dengan yang kau inginkan." Marc mengangkat bahunya acuh. "Ukuran berapa pun bagiku sama sekali bukan masalah. Sera…..dia akan tetap terlihat cantik dengan pakaian apapun."



Texas, Amerika.



Dave menghela nafasnya gusar. Terhitung sudah dua jam lebih sejak terakhir kali ia mengirim pesan pada tuan-nya itu. Namun sejak saat itu pula belum ada balasan apapun dari bosnya tersebut. Ini benar-benar sangat aneh. Tidak biasanya Marc mengabaikan pesan penting darinya seperti ini. Terlebih lagi nomor pria itu juga tidak aktif. Ada apa dengan Marcus Cho? Mungkinkah Sera kembali berhasil mengubahnya menjadi pria bodoh seperti dulu lagi? Jika benar. Bisa Dave pastikan gadis XG itu akan tamat. "Bukankah yang tadi itu dokter pribadi Marc? Apa yang dia lakukan disini? Siapa yang sakit?" Lamunan Dave buyar mendengar pertanyaan Siwon. Sepertinya pria itu baru saja pulang. "Ya. Nyonya Carl sedang tidak enak badan." "Benarkah? Kenapa tidak ada yang memberitauku?" "Saya rasa kesehatan nyonya bukanlah urusan anda." Siwon berdecak kesal. Sedikit tidak setuju dengan ucapan tangan kanan kepercayaan Marc tersebut. "Berhenti memusuhiku Dave. Aku hanya berusaha memperlakukan adik ipar dengan baik." "Akan tetapi yang saya lihat tidaklah seperti itu." "Sudahlah. Aku ingin melihat keadaan gadis itu." "Tunggu." Langkah Siwon terpaksa harus terhenti setelah mendengar seruan Dave yang cukup keras.



"Ada apa lagi? Aku tidak macam-macam denganya jika memang itu yang kau takutkan." "Ada apa dengan kaki anda? Kenapa jalan anda sedikit pincang?" Untuk yang kedua kalinya langkah Siwon kembali terhenti karena ucapan Dave. "Bukan hal serius. Tidak perlu khawatir." "Dimana anda semalam?" "Apa maksudmu?" "Seseorang mencoba menyakiti nyonya Carl semalam. Saya berhasil melukai paha pria itu sebelum dia sempat melarikan diri." Ekspresi Siwon berubah datar. "Apa kau sedang mencurigaiku Dave?" "Kaki anda pincang bersamaan dengan pria misterius itu terluka. Tidak ada yang salah bukan jika saya mencurigai anda? Terlebih lagi semalam anda juga tidak pulang." "Kau benar-benar tidak waras. Marc pasti akan menghajarmu jika dia sampai mendengar hal ini." "Bagaimana kaki anda bisa terluka?" Dave masih belum menyerah. Entah kenapa melhat cara berjalan Siwon yang pincang seperti itu membuatnya seketika teringat akan sosok pria misterius yang menemui Carl semalam. Pria misterius yang berhasil Dave lukai dengan peluru beracunya. Tidak salah bukan jika Dave mendadak mencurigai Siwon? Terlebih pria itu pulang dengan keadaan pincang. "Aku lembur semalam. Salah seorang karyawanku menjatuhkan gucci mahal dikantor. Sialnya gucci itu jatuh tepat diatas kaki-ku. Karena itulah jalanku jadi seperti ini. Apakah jawaban itu cukup? Atau haruskah aku melepaskan sepatuku untuk menunjukkan luka yang ada di kakiku ini padamu? Sialan! Kau benar-benar mempermainkan harga diriku Dave!" "Tidak tuan. Saya tidak bermaksud seperti itu. Saya hanya….entahlah. Pria bertopeng itu berhasil mengacaukan pikiran saya. Belum lagi tuan Marc yang tidak bisa dihubungi sama sekali sejak semalam membuat pikiran saya semakin bertambah kacau." "Kita bahas hal ini nanti. Aku harus mandi dan mengganti perban di kakiku." "Anda tidak jadi menemui nyonya Carl?" "Aku akan menemuinya. Pasti. Setelah aku mandi tentunya."



Helaan nafas kasar terdengar dari dalam mulut Dave begitu Siwon beranjak pergi. Ada apa Dengannya tadi? Bisa-bisanya ia mencurigai Siwon seperti itu. Brengsek! Pria bertopeng itu benar-benar berhasil mengacaukan pikirannya dengan sangat baik.



******* "Eungh." Setelah cukup lama pingsan akhirnya Carl kembali membuka mata. Gadis itu mendesis pelan merasakan nyeri yang masih tertinggal di kepalanya. Ada apa dengannya? Tidak biasanya ia seperti ini? "Sial. Kenapa kepalaku rasanya berat seka…...astaga!" Saat itulah Carl ingin sekali mengutuk keberadaan Dave yang seperti manekin hidup di depannya. Sialan! Apakah pria itu tidak tau kalau dia nyaris saja membuat Carl terkena serangan jantung? Shitt! "Apa yang kau lakukan di kamarku?" "Saya sedang menjaga anda." "Haruskah seperti ini? Ini terlalu sangat berlebihan kau tau? Lagipula setauku pelayan itu harusnya berjaga di depan pintu. Bukan di dalam kamar." "Mengingat semalam anda nyaris saja celaka, saya tidak bisa mengambil resiko sebesar itu." Carl terdiam. Ia teringat kembali akan pria bertopeng yang menemuinya semalam. Juga ancaman-ancaman yang pria itu layangkan padanya. "Apa pria itu sudah berhasil di tangkap?" "Belum. Dia bukan pria biasa yang bisa ditangkap dengan mudah. Bahkan setelah anak buah saya menyusuri tempat pria itu melarikan diri, dia tetap tidak bisa di temukan." "Apakah jika semalam aku tidak menahanmu pria bertopeng itu akan tertangkap?" "Kemungkinan apapun bisa saja terjadi, nyonya." "Jawaban macam apa itu? Dan lagi…..kenapa semalam kau mengikutiku hah? Kau tau? Karena ulahmu itu sekarang nyawaku dalam bahaya sialan!" "Anda jangan khawatir. Nyawa anda akan tetap aman selama tuan Marc masih memerintahkan saya untuk menjaga anda. Lagipula saya tidak mungkin hanya berdiam diri saat melihat anda dengan nekat berani melarikan diri melalui balkon kamar yang cukup tinggi."



"K-Kau melihatnya?" "Seperti yang selalu saya katakan, mata saya ada dimana-mana. Anda seharusnya mengerti akan hal itu. Anda selalu berada dalam pengawasan saya selama dua puluh empat jam penuh." "Astaga! Apakah itu artinya kau tidak tidur sama sekali?" Dave mengangkat bahunya acuh. "Itu sudah menjadi hal yang bisa buat saya." "Kau benar-benar sakit jiwa." "Semua itu demi keselamatan anda. Anda seharusnya senang mendengarnya." "Senang? Jawabanmu justru membuatku kesal kau tau?" "Saya minta maaf kalau begitu." "Terserah. Kau benar-benar membuat kepalaku semakin bertambah pusing saja." "Anda harus beristirahat. Dan lagi sebaiknya anda tidak banyak bergerak lebih dulu." "Kau memerintahku?" "Hanya mencoba melakukan yang terbaik." "Cihh. Kau pikir aku peduli?" "Anda harus peduli. Jika bukan untuk anda, setidaknya lakukanlah untuk bayi anda." "Bayi?" Dave mengangguk mantap. "Anda sedang hamil." "Hamil? Aku? Kau bercanda!" Dave tercengang. Tidak menyangka reaksi Carl akan seperti itu. Dave kira gadis itu akan berteriak histeris seperti para gadis lainnya. Karena itulah Dave sudah mempersiapkan diri. Tapi ternyata dugaanya salah besar. Gadis XG itu benar-benar sangat sulit di tebak. "Sayangnya saya tidak pernah bercanda dengan ucapan saya. Saat ini nyonya memang benar-benar tengah hamil." "Ini…...ini gila. Bagaimana mungkin aku bisa hamil oeh?" Carl mengusap wajahnya kasar. Ia hamil. H-A-M-I-L. Sialan. Adakah yang lebih gila dari ini?



Carl lantas terdiam. Ia ingat Marc tidak pernah mau menggunakan pengaman saat berhubungan dengannya. Carl sendiri pun juga tidak pernah berfikir untuk meminum obat pencegah kehamilan. Tidak heran jika sekarang Carl mengandung benih pria itu. Hanya saja……..ayolah! Dia itu hamil anak pria brengsek bernama Marcus Cho. Bagaimana jika pria itu memaksa menggugurkan kandungannya seperti yang pernah ia lakukan pada Sera dulu? Mengingat hal itu membuat Carl memucat. Benarkah ia akan mengalami nasib seperti itu juga? Jika benar, maka apa yang harus ia lakukan? Melarikan diri? Meninggalkan semua kemewahan ini? Bisakah Carl melakukanya? Apapun itu yang jelas Carl tidak akan mungkin bisa melenyapkan darah dagingnya sendiri. Ia pernah dituduh sebagai seorang pembunuh sebelumnya. Dan Carl tidak ingin tuduhan itu berubah menjadi kenyataan hanya karena si brengsek Marcus Cho. Jadi…….apa yang harus ia lakukan sekarang? Carl tanpa sadar menyentuh perutnya sendiri. Hati gadis itu menghangat mengingat ada bayi kecil tengah bertumbuh di dalam perutnya. Sekarang Carl mengerti kenapa akhir-akhir ia jadi sering merasakan pusing berkelanjutan. "Apa kau sudah memberitau Marc mengenai kehamilanku?" "Saya sudah mencoba untuk memberitahu tuan Marc. Akan tetapi…...nomer tuan tidak bisa di hubungi sejak semalam. Dia bahkan tidak membalas pesan yang saya kirim." "Jangan memberitahunya." "Apa maksud anda? Tuan Marc berhak tau mengenai keberadaan darah dagingnya sendiri." "Kau ingin anak ini mati oeh?" "Sebenarnya apa maksud anda?" "Aku…...aku hanya tidak ingin dia melenyapkan anakku sama seperti saat dia melenyapkan anaknya bersama Sera dulu."



"Bukankah sudah saya katakan untuk tidak mempercayai hal yang belum pasti kebenarannya? Sepertinya pria bertopeng itu benar-benar berhasil mencuci otak anda dengan sangat baik." "Kau pikir apalagi yang bisa aku lakukan hah? Terkadang pria brengsek itu menahanku seakan dia tidak ingin aku pergi. Tapi terkadang dia juga mengabaikanku seperti seolah-olah dia sudah tidak membutuhkanku lagi. Dia bahkan meninggalkanku hanya demi gadis masa lalu yang telah mencampakkannya. Bukankah ini sudah sangat keterlaluan? Jika akan seperti jadinya kenapa dia menikahiku oeh? Dia benar-benar menjatuhkan harga diriku dengan sangat baik." Carl menghela nafasnya kasar. "Lalu kemudian pria bertopeng itu datang. Dia menjanjikanku sebuah kebebasan asalkan aku mau bergabung dengannya. Tapi sekarang semuanya menjadi sangat kacau. Pria itu berbalik memusuhiku. Dia bahkan menjadikanku sebagai target. Semua ini salah si Marcus brengsek itu. Jika saja aku tidak terlibat dengannya hidupku pasti tidak akan sekacau ini." "Apa anda tau siapa pria bertopeng itu?" "Bukankah sudah ku katakan kalau aku tidak tau? Kenapa kau terus saja menanyakan pertanyaan yang sama hah? Pria itu selalu menggunakan topeng saat menemuiku. Mustahil aku bisa mengetahui seperti apa wajahnya. Yang aku tau dia hanya…...memiliki bau seperti lavender bercampur citrus. Entahlah bau pria itu sangat aneh." Dave mendengarkan dengan seksama penjelasan Carl. Sepertinya akan sulit menguak siapa pria bertopeng itu sebenarnya. "Tapi ya…..mungkin kau bisa melacaknya melalui nomer ponsel yang pria itu gunakan untuk menghubungiku. Tapi aku tidak yakin. Pria itu selalu menggunakan nomer baru setiap kali menghubungiku." "Saat anda pingsan saya sudah memeriksa ponsel anda. Sialnya nomer yang pria bertopeng itu gunakan untuk menghubungi anda sama sekali tidak terdaftar. Pria itu sangat cerdik." "Aku tau. Dia memang sangat cerdik. Dia bahkan bisa menculikku dengan sangat mudah meskipun aku sudah berada di bawah pengawasan anak buah Marc." "Saya pastikan hal seperti itu tidak akan terjadi lagi. Akan tetapi…...bolehkan saya meminta sesuatu pada anda." "Kau tidak sedang ingin memerasku kan?" Dave menggeleng. "Tolong jangan pernah mempercayai ucapan orang luar. Termasuk pria bertopeng itu. Suatu hari nanti…...anda pasti akan mengetahui semua kebenarannya. Tuan Marc mungkin memanglah sangat brengsek, tapi dia tidak seburuk yang anda kira. Dan mengenai kehamilan anda, saya akan memberi anda waktu untuk mengatakanya sendiri pada tuan Marc. Tapi jangan terlalu lama. Atau saya yang akan mengambil tindakan."



Three Week Later.



"Apa hari ini kau sudah melihat ponselmu?" "Belum. Ponseku sepertinya mati. Entahlah. Aku menaruhnya di kamar. Ada apa?" "Ada masalah di Amerika. Tepatnya di perusahaanmu. Dan ini cukup serius." "Apa maksudmu?" "Lihat ini. Seseorang mencoba bermain-main dengan perusahaanmu." "Brengsek! Siapa bedebah tidak punya otak itu hah? Dia ingin mati rupanya. Aku hanya pergi selama beberapa hari tapi sampah tidak berguna itu sudah berani melawanku. Sialan! Berani sekali mereka." "Kau harus kembali ke Amerika Marc. Os Corp bisa berada dalam zona merah jika kau tidak segera mengambil tindakan." "Aku tidak mungkin meninggalkan Sera. Terlalu bahaya jika gadis itu sendirian. Aku sangat yakin seseorang diluar sana sedang mengincarnya." "Apakah Sera jauh lebih penting dari pada perusahaanmu?" Marc terdiam sejenak. Tapi kemudian pria itu mengangguk. "Kesembuhan Sera lebih penting dari hal apapun juga. Kau harusnya juga tau itu." "Kau? Sialan! Pergilah ke Amerika sekarang juga. Masalah Sera biar aku yang akan mengurusnya." "Kau yakin bisa menjaganya dengan baik?" "Kau meragukanku?" "Aku hanya tidak ingin kehilangan gadis itu untuk yang kedua kalinya." "Kepalaku sebagai jaminan-nya. Apa hal itu cukup untuk membuatmu kembali ke Amerika?" Marc mendesah kasar. "Baiklah. Aku akan kembali ke Amerika. Selama aku pergi kau harus menjaga Sera dengan baik. Aku akan langsung kembali saat urusanku sudah selesai." "Jangan lupa untuk melihat keadaan istrimu saat kau pulang nanti. Ini sudah tiga minggu sejak terkahir kali kau meninggalkanya." "Aku tau."



Os Corp. Amerika. "Sampah tidak berguna seperti kalian berani sekali bermain-main denganku oeh?" Marc menatap tajam dua orang karyawan Os Corp yang tengah bersujud di bawah kakinya. Mereka sudah sangat lancang berani menggelapkan uang perusahaan. Mereka bahkan membuat saham Os Corp menurun drastis. Sialan! "Untunglah orang-orangku cepat tanggap. Jika tidak kalian berdua pasti akan terus menggerogoti perusahaanku seperti rayap menjijikan bukan? Brengsek! Harus aku apakan kalian berdua oeh?" "Ampuni kami tuan Marc. Kami menyesal. Kami berjanji tidak akan melakukan kesalahan lagi. Kami benar-benar menyesal." "Mengampuni kalian? Mati pun aku tidak akan pernah sudi mengampuni sampah tidak berguna seperti kalian. Brengsek! Cepat singkirkan dua orang ini dari hadapanku sekarang juga. Jika bukan melenyapkan nyawanya, pastikan mereka membusuk di dalam penjara untuk seumur hidup mereka." "Baik tuan." Kedua pria pelaku penggelapan uang perusahaan itu hanya bisa berteriak meminta ampun saat orang-orang Marc menarik mereka pergi dengan begitu tidak berperasaan. Semua orang-orang Marc memanglah orang-orang kasar yang tidak memiliki perasaan. Karena itu jangan pernah mencoba bermain-main dengannya jika kalian tidak ingin berakhir dengan mengenaskan. "Dan kalian____selidiki seluruh karyawan Os Corp, pastikan kejadian seperti ini tidak terulang lagi." "Baik tu…... Brakkk! Pintu ruangan Marc di dobrak cukup keras dari luar. Membuat semua orang yang ada disana berjingat kaget. Bahkan Marc sudah memasang wajah dewa kematian miliknya. "Brengsek! Berani sekali kau…. "Kita harus bicara." Marc tertegun. Disana. Tepat di depan pintu ruang kerja-nya berdiri seorang gadis yang sudah tiga minggu ini tidak Marc lihat. Gadis keras kepala yang tidak Marc ketahui bagaimana kabarnya selama tiga minggu terakhir ini.



"C-Carl. Apa yang kau lakukan di…... "Aku hamil." Belum hilang keterkejutan Marc, pria itu kembali dibuat terkejut akan pengakuan Carl barusan. Apalagi saat ini gadis itu berdiri tepat di depannya dengan tangan terlipat diatas dada. Carl hamil. Bagaimana bisa? "Aku hamil anakmu, sialan!" Seakan mengerti apa yang tengah Marc pikirkan, Carl pun kembali membuka suara. Namun alih-alih menanggapi, reaksi Marc yang justru seperti batu es berhasil membuat Carl geram setengah mati. Alhasil tanpa ingin berkata-kata lagi Carl pun memutuskan untuk segera pergi. Namun, langkahnya harus tertunda saat Marc akhirnya bersuara setelah sekian lama hanya diam. "Mau kemana kau?" "Melakukan aborsi. Puas!" Suasana berubah menjadi hening sebelum akhirnya suara teriakan Marc menggelegar memenuhi seisi ruangan. "SIALAN! APA YANG KALIAN LAKUKAN HAH! CEPAT HENTIKAN GADIS GILA ITU!"



PART 16



"Mau kemana kau hah!" Marc berhasil menangkap Carl sebelum gadis itu benar-benar memasuki salah satu rumah sakit di Texas. Marc memang berhasil mengejar Carl yang kabur membawa salah satu koleksi Lamborghini miliknya. Marc bahkan tidak ingat kekacauan seperti apa yang telah pria itu timbulkan dijalanan hanya untuk mengejar gadis gila yang sialnya adalah istrinya itu. Namun bukan hal itulah yang menjadi permasalah Marc saat ini. Melainkan niatan Carl yang ingin menggugurkan bayi mereka. Demi tuhan. Apa gadis itu sudah tidak punya otak? "Lepaskan tanganku." "Tidak akan." "Aku bilang lepaskan tanganku, sialan!" Cukup sudah. Batas kesabaran Marc benar-benar telah habis saat umpatan sialan itu keluar dari dalam mulut istri cantiknya. "Apa kau sudah gila? Kau kemanakan otakmu itu hah?" "Ya. Aku memang sudah gila. Dan itu semua karenamu. Tidakkah kau menyadari hal itu? Sekarang lepaskan tanganku. Biarkan aku melakukan apa yang harus aku lakukan." "Mati pun aku tidak akan pernah melepaskan tanganmu." "Kau sudah melakukannya. Sebelum hari ini. Tiga minggu yang lalu. Tepat saat kau lebih memilih jalang itu di bandingkan denganku." Marc terkejut. Sialan! Bedebah mana yang sudah memberitau Carl mengenai alasan sebenarnya ia pergi ke Jepang? Marc benar-benar tidak akan mengampuni orang itu. "Apa kau terkejut? Cihh. Aku bahkan jauh lebih terkejut lagi. Sudahlah ayo kita bercerai saja." Sekali lagi Marc berhasil dibuat terdiam. Lebih tepatnya tertegun. Ia tidak pernah menyangka kalimat sialan itu akan keluar dari bibir manis istrinya. Brengsek! "Kau sadar dengan yang kau katakan itu hah!"



"Seingatku aku tidak minum alkohol hari ini. Itu artinya aku memang sadar. Sangat-sangat sadar. Jadi ayo kita bercerai." "Sialan! Tutup mulutmu itu brengsek!" "Kenapa kau keberatan? Bukankah tidak ada cinta di dalam pernikahan kita? Kau bahkan jauh lebih mementingkan wanita lain dibanding istrimu sendiri. Bukankah akan lebih baik kalau kita berpisah saja?" "Kau sedang mengandung anakku Carl. Tidakkah kau memikirkan nasib anak itu nantinya hah!" "Aku pikir kau tidak menginginkan anak ini. Karena itulah aku berniat menggugurkanya." "Kau!" Emosi Marc memuncak. Ia bahkan mengangkat tangannya. Berniat menampar Carl jika saja gadis XG itu tidak lebih dulu menahan tangannya. "Jangan," desis Carl tajam. Menepis kuat-kuat tangan Marc hingga pria itu sedikit terhuyung ke belakang. "Jangan coba-coba melakukan kekerasan fisik padaku jika kau tidak ingin ku buat menyesal untuk seumur hidupmu. Camkan itu." Marc mengusap wajahnya kasar. Ia benar-benar tidak sadar jika dirinya nyaris saja menampar Carl. Ia hanya terlalu terbawa emosi. Sial. Mulut gadis itu sangatlah berbahaya. "Dengar," Marc berusaha mati-matian menahan emosinya. Pria itu tau akan percuma saja menghadapi Carl dengan emosi. Dia Scarlet, si gadis keras kepala pemilik mulut beracun. Bukan Sera si gadis lemah lembut yang akan selalu menuruti semua kata-katanya dengan mudah. "Ayo kita pulang dan selesaikan masalah ini di rumah." "Tidak akan. Aku akan tetap ke tujuan utamaku tidak peduli apapun yang terjadi." "BRENGSEK! IBU MANA YANG TEGA MEMBUNUH ANAKNYA SENDIRI HAH!" Teriakan Marc berhasil membuat Carl bungkam. Pria itu memang berteriak dengan sangat keras. Sangat-sangat keras hingga berhasil menarik perhatian orang-orang disekitar mereka. Bahkan ada sebagian orang yang dengan sengaja merekam pertengkaran pengusaha paling kaya se-Amerika itu dengan ponsel pribadi mereka. Tentu saja. Mereka pasti akan mendapatkan royalti sangat banyak jika menjual rekaman tersebut ke kantor pemburu berita. Karena itulah mereka tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan emas seperti ini.



"Kenapa sekarang kau hanya diam?" Sinis Marc. "Bukankah tadi kau sangat ingin menggugurkan anakmu?" "Siapa bilang aku ingin menggugurkan anakku hah?" "Kau. Kaulah yang tadi mengatakannya." "Itu memang benar. Tapi bukan berarti aku akan benar-benar menggugurkan anakku. Aku tidak segila itu." "Lantas untuk apa kau mendatangi rumah sakit hah!" "Tentu saja untuk memeriksakan kandungan. Kau pikir untuk apalagi orang hamil datang ke rumah sakit oeh? Sudahlah. Aku tidak memiliki waktu untuk meladenimu. Asal kau tau saja, tadi itu aku hanya ingin menggertakmu. Aku tidak tau kalau kau akan benar-benar termakan omonganku. Dasar pria bodoh." Marc terdiam syok. Jadi gadis itu hanya menggertaknya saja? Brengsek! Adakah yang lebih gila dari ini? Marc bahkan sampai rela mengorbankan harga dirinya menjadi tontonan umun demi mengurungkan niat gadis yang ternyata hanya ingin mempermainkan dirinya saja. Sialan! "Tuan baik-baik saja?" Dave muncul setelah pertikaian tuan-nya selesai. Ia ada disana saat pertengkaran hebat itu terjadi. Namun Dave tidak berani untuk mendekat. Apalagi saat melihat wajah Marc yang sudah seperti iblis kematian. "Kau! Sial! Cepat urus orang-orang itu. Pastikan tidak ada berita apapun yang akan membuat namaku menjadi halaman utama berita. Lakukan semuanya dengan cepat. Kau mengerti?" Marc melajukan mobilnya dengan ugal-ugalan. Ia perlu mendinginkan kepalanya sebelum kembali menghadapi iblis betina itu lagi.



********* "Sial. Pergi kalian semua dari hadapanku sekarang juga!" Marc tanpa ampun mengusir kelima jalang yang menemaninya. Ia pikir dengan meminum alkohol dan ditemani banyak wanita akan membuat kepalanya lebih dingin. Tapi ternyata Marc salah besar. Yang ada Marc justru semakin memikirkan iblis betina-nya. Sialan! "Gadis itu benar-benar membuatku gila."



Marc mengusap wajahnya kasar. Ia bahkan mengabaikan tubuhnya yang setengah telanjang akibat perbuatan para jalangnya tadi. "Tuan terlihat sangat kacau." "Aku tidak butuh pendapatmu." "Saya membawakan pakaian ganti untuk anda." Dave tau betul kebiasan tuan besarnya itu saat sedang marah. Karena itulah ia sengaja mendatangi Club tempat Marc meredakan amarahnya. Sebuah keajaiban melihat bos-nya itu hanya berdiam diri tanpa ada satu wanita pun yang bersamanya. Karena biasanya Marc memerlukan tiga sampai lima orang jalang untuk meredakan emosinya. "Sebuah kemajuan melihat anda hanya sendirian." "Cihhh. Para jalang itu saja yang tidak becus melayaniku. Masih baik aku hanya mengusir mereka." Dave mengangguk. "Soal kehamilan nyonya Carl, bagaimana menurut anda?" "Bagaimana lagi? Anakku sudah terlanjur jadi. Aku tidak mungkin memintanya kembali menjadi sperma bukan?" Dave kembali mengangguk. "Saya tidak menyangka anda akan menjadi seorang ayah secepat ini." "Aku bahkan jauh lebih tidak menyangka lagi." "Apa anda sudah memberitahu madam Cho tentang hal ini?" "Tidak. Jangan memberitahunya. Aku tidak ingin eomma membuat kehebohan di tempatku." "Tapi madam berhak tau." "Berhenti mengaturku. Aku tau apa yang harus aku lakukan." Dave hanya diam. Tidak ingin mendebat Marc lagi. "Sejak kapan kau mengetahui masalah kehamilan Carl?" "Sejak tiga minggu yang lalu, tuan." "Lalu kenapa kau tidak memberitauku sejak awal hah?" "Maafkan saya tuan. Nyonya Carl melarang saya memberitahu anda. Nyonya bilang dia sendiri yang akan memberitahu anda."



Marc menghela nafasnya kasar. "Kau itu bekerja untukku. Lain kali hanya turuti peritah dariku." "Baik tuan." "Bagaimana dengan orang-orang itu? Apa kau sudah mengurus mereka?" "Anda jangan khawatir. Saya pastikan tidak akan ada artikel apapun yang akan membahas pertengkaran anda dengan nyonya Carl." "Seperti biasa. Kau memang selalu bisa aku andalkan. Omong-omong ini benar-benar sangat membosankan. Apa yang sebaiknya aku lakukan?" "Mungkin sebaiknya anda pulang." "Apa gadis itu sudah tidur?" "Jika yang anda maksud adalah nyonya Carl maka jawabannya adalah belum. Nyonya Carl masih belum tidur. Saat saya pergi tadi dia sedang berenang di temani jus dan juga beberapa camilan kesukaanya." Marc mengumpat dalam hati. Berani sekali gadis itu bersenang-senang diatas penderitaanya. Shitt! "Aku akan pulang nanti saja kalau begitu. "Anda tidak sedang takut pulang ke rumah anda sendiri kan tuan?" "Sialan! Apa maksudmu hah? Tentu saja tidak. Aku hanya…...kau tau? Mulut gadis itu benar-benar sangat berbahaya." "Nona Carl memang seperti itu." "Kau bicara seperti seolah-olah kau sangat mengenalnya saja." "Selama anda tidak ada saya lah yang menjaganya. Karena itulah sedikit banyak saya mulai tau tentangnya." "Jangan macam-macam Dave. Sejak kapan kau tertarik dengan wanita hah?" "Saya tidak tertarik dengannya, tuan. Saya hanya melakukan tugas saya seperti yang anda minta." Marc mendesis sinis. "Jangan lupa, Aku tidak akan pernah mengampuni siapa pun orang yang berani mengusik milikku. Bahkan meskipun itu adalah kau." "Dibandingkan dengan saya, anda seharusnya lebih menghawatirkan tuan Siwon."



"Apa maksudmu?" "Akhir-akhir ini tuan Siwon mulai bersikap aneh. Dia memperlakukan nyonya Carl sama seperti dia memperlakukan nona Ahra dulu." Marc menegang. Benarkah itu? Sial. Ia hanya pergi selama tiga minggu. Hanya tiga minggu. Tapi kenapa ada banyak sekali masalah yang membuatnya serasa ingin meledak? "Jauhkan Siwon hyung dari jangkauan mata istriku." "Saya…….. "Tidak-tidak. Kau tidak perlu melakukan apapun. Aku sendirilah yang akan menjauhkan Siwon hyung darinya." "Tuan, anda…...tidak sedang mabuk kan?" Marc tertawa pelan. "Sejak kapan alkohol bisa membuatku mabuk oeh? Sudahlah. Aku ingin pulang. Cepat bawa kemari pakaianku." "Tuan." "Apalagi?" "Saya ingin bertanya sesuatu. Ini mengenai pesan yang saya kirim tempo hari. Kenapa tuan tidak membalas pesan saya?" "Pesan? Pesan apa? Aku tidak menerima pesan apapun darimu." "Pesan yang berisi tentang nyonya Carl." "Kapan kau mengirim pesan itu." "Sehari setelah anda meninggalkan Amerika. Tepatnya pukul lewat tengah malam." Marc berfikir sejenak. Ia ingat. Hari itu ia dan Sera tengah menghabiskan malam panas bersama. Dan Marc tidak sempat menyentuh ponselnya sama sekali. "Anda sungguh tidak menerima pesan yang saya kirim?" "Saat itu Sera sedang bermain dengan ponsel milikku. Mungkin saja dia tidak sengaja menghapusnya. Sudahlah. Itu hanya pesan biasa." "Itu bukan pesan biasa." "Apa maksudmu?"



"Seseorang mencoba menyakiti istri anda." "Kau? Sial. Bagaimana itu bisa terjadi hah? Dimana semua bodyguard berbadan besar itu? Apa aku membayar mahal mereka untuk bersantai?" "Soal itu…...saya masih belum yakin. Hanya saja akhir-akhir ini nyonya sering di ganggu oleh pria bertopeng yang sangat mencurigakan. Sepertinya orang itu ingin menggunakan nyonya Carl untuk melawan anda. Untunglah saya berhasil merusak kesepakatan yang mereka buat." Rahang Marc mengeras. "Kesepakatan apa?" "Pria itu berjanji akan membebaskan nyonya Carl dari jeratan andaseandainya saja nyonya Carl mau bersekutu denganya untuk menghancurkan anda." "Katakan, siapa bedebah itu?" "Maafkan saya tuan. Orang itu sangat licik. Dia bukan jenis pria yang bisa kita tangkap dengan mudah. Dari cerita yang saya dengar dari nyonya Carl orang itu begitu sangat menginginkan kehancuran anda. Saya curiga orang itu ada hubunganya dengan kematian nona Ahra." "Setelah menghabisi nuna-ku sekarang dia mengincar istriku. Kurangajar! Aku benar-benar tidak akan melepaskannya kali ini." "Anda harus berhati-hati tuan. Pria itu sepertinya sangat berbahaya." Marc tertawa sinis. "Sejak kapan seorang Marcus takut dengan maut oeh? Maut-lah yang seharusnya takut padaku."



********



"Aku akan melakukannya sepelan mungkin. Hentikan aku jika aku menyakitimu." Carl mengangguk. Membiarkan Siwon menangkup kedua pipinya. "Aku akan memulainya dalam hitungan ketiga." Carl kembali mengangguk. "Lakukanlah. Aku sudah tidak bisa menahannya lagi." "Baiklah." "BRENGSEK! APA YANG KALIAN LAKUKAN HAH!" Siwon jatuh tersungkur setelah mendapatkan tendangan keras di bagian pinggang.



"KALIAN PIKIR APA YANG KALIAN LAKUKAN HAH! APA KALIAN TIDAK PUNYA OTAK!" Amarah Marc kembali tersulut melihat pemandangan sialan di depannya. "Kau? Berani sekali kau mencium istriku hah? Apa kau sudah bosan hidup? Dan kau?" Marc beralih menunjuk wajah Carl yang terdiam kaget. "Kau kemana-kan otakmu itu? Kau sedang mengandung anakku sialan! Berani sekali kau berciuman dengan pria lain hah!" Marc berniat melayangkan tinju-nya ke wajah Siwon, namun pria itu dengan cepat menangkisnya. "Kau salah paham Marc. Aku tidak mencium istrimu. Aku hanya….. "Kau pikir aku buta? Berani sekali kalian berselingkuh di belakangku, sialan!" "KAMI TIDAK BERSELINGKUH BRENGSEK! AKU HANYA MEMBANTU MENIUP MATANYA YANG TERKENA DEBU!" "A-Apa?" Marc tercengang. Apalagi ini. "Tingkat kecemburuanmu benar-benar sangat buruk. Bagaimana bisa kau berpikiran sepicik itu tentangku oeh? Sialan! Kau bahkan membuat pinggangku sakit." "Aku rasa kau harus menata ulang otakmu Marc. Aku serius. Terlalu lama bersama Sera membuat otakmu tumpul." Carl melenggang pergi begitu saja. Bersamaan dengan Siwon yang juga meninggalkan Marc yang masih di liputi amarah. "Apalagi hah!" Kemarahan Marc semakin memuncak. Apalagi saat Max menelefon-nya pada waktu yang salah. "....." "Brengsek! Cepat bawa Sera kembali ke Amerika sekarang juga."



PART 17



"Eungh." Carl mengerjap pelan. Merasakan sinar matahari yang mengintip malu-malu dari balik tirai jendela kamar yang tidak tertutup rapat. Kening gadis itu mengernyit menyadari ada yang aneh dengan tubuhnya. Sesaat yang lalu ia memang baru saja terbangun dari tidurnya yang lelap. Namun bukan hal itu yang membuatnya merasa aneh. Melainkan lengan kekar Marc yang saat ini memeluk pinggang sempitnya. Kapan pria itu kembali ke kamar? Seingat Carl setelah kejadian salah faham dengan Siwon kemarin Marc langsung pergi begitu saja. Bahkan pria itu tidak kembali kerumah hingga lewat tengah malam. Karena itulah Carl merasa heran saat menemukan Marc tidur di sampingnya. Carl menghela nafasnya kasar. Saat sedang tidur seperti ini Marc terlihat seperti seorang malaikat. Tampan dan sempurna. Benar-benar tidak ada cela sedikit pun. Berbanding terbalik dengan saat pria itu membuka mata. Alih-alih seperti malaikat Marc justru terlihat seperti iblis buangan dari neraka. Tatapan Carl lantas beralih pada bibir tebal Marc. Perasaan ingin mengecap bibir pria tersebut tiba-tiba muncul begitu saja di dalam benak Carl. Ada apa denganya? Tidak biasanya ia seperti ini? Apa mungkin semua ini efek karena ia sedang hamil? Jika iya bersiap-siaplah harga diri Carl tergerus habis. Tatapan Carl kembali terfokus pada wajah tampan Marc. Ada sedikit perasaan tidak rela mengingat wajah tampan tersebut telah terjamah oleh banyak wanita jalang diluaran sana. Pria ini suaminya bukan? Seharusnya wajah pria ini hanya untuknya. Seharusnya tubuh pria ini hanya miliknya. Seharusnya hanya ia yang boleh melihat semua keindahan dalam diri pria ini. Seharusnya…….. Cukup Carl. Okee? Kau mulai gila sekarang. "Berhenti menatapku seperti itu. Aku tau aku tampan."



Sial. Carl menunduk malu. Menyembunyikan wajahnya yang memerah karena tertangkap basah memandangi wajah Marc secara diam-diam. Terlebih lagi saat pria itu sedang tidur. Double sialan. "Aku tidak menatapmu. Kau saja yang besar kepala." Sudah tertangkap basah tapi masih ingin mengelak. Mungkin itulah yang terjadi pada Carl saat ini. "Hanya karena mataku tertutup bukan berarti aku tidak tau apa yang kau lakukan." Marc menjawab dengan santai. Pria itu bahkan tidak membuka matanya sama sekali. "Justru karena matamu tertutup, sudah jelas kau hanya asal bicara saja." "Tidak perlu mata terbuka hanya untuk mengenalimu." "Ck. Dasar pembual ulung. Sudahlah cepat singkirkan tanganmu dariku. Kau membuatku tidak bisa bernafas." "Pelukanku tidak se-erat itu sayang." "Tetap saja kau harus menyingkirkan tanganmu dariku." "Aku tidak mau." "Baiklah. Tidak masalah. Aku akan menggunakan kekerasan kalau begitu." Carl baru saja akan memukul Marc jika saja pria itu tidak lebih dulu menahan tangannya. "Jangan melukai tanganmu. Aku tidak ingin tanganmu memar hanya karena memukuli tubuhku yang keras." "Cihh kau mulai lagi bersikap berlebihan. Setelah ini kau pasti akan meninggalkanku kan? Aku tau itu." "Apa maksudmu?" "Jangan pura-pura bodoh Marc. Itulah yang selalu kau lakukan padaku selama ini. Setelah kau mengejarku seperti orang gila, setelah kau memperlakukan-ku seperti seorang ratu, dan setelah kau menikahiku dengan seenak jidatmu kau justru meninggalkanku seperti seonggok sampah hanya demi kekasih masa lalumu yang bahkan telah mencampakkan-mu itu. Sebenarnya apa yang kau inginkah hah? Apakah kau sungguh serumit ini?" "Aku tidak seperti itu."



"Lalu seperti apa? Buktikan kalau kau memang berbeda dengan pria-pria diluaran sana." Marc terdiam. Ia tidak tau harus menjawab apa. "Cihh sudah ku duga kau tidak akan bisa menjawab. Kau kan memang tidak ada bedanya dengan para bajingan menjijikan itu. Kau bahkan lebih menjijikan dari mereka semua." Rahang Marc mengeras. Pertama kalinya dalam hidup ada orang yang berani menghinanya seperti ini. Dan sialnya itu adalah istrinya sendiri. Shitt! Harus Marc apakan gadis ini oeh? "Hati-hati dengan mulutmu Carl. Terlalu cepat seratus tahun bagimu untuk bisa menghinaku." "Kau pikir aku peduli." "Kau benar-benar minta di hukum rupanya." Tepat saat itulah Marc langsung mencium Carl secara membabi buta. Sama sekali tidak membiarkan Carl mengambil nafas barang sebentar saja. "Kau...hhh...apa...kau sudah gila hah!" Marc tidak menggubris. Pria itu justru kembali mencium Carl jauh lebih kasar lagi. "Aku harap kau masih ingat hukuman seperti apa yang aku berikan padamu dulu. Kali ini aku pastikan kau akan mengalami hal yang lebih parah dari itu." "Tidak. Jangan lakukan itu. Aku…..aku sedang hamil. Kau tidak ingin kan jika anak ini sampai kenapa-napa?" Marc nyaris merobek dress Carl jika saja gadis itu tidak menahan kedua tangannya. Marc lantas menghela nafasnya kasar. Sial. Ia lupa jika Carl sedang hamil. Emosi benar-benar membuatnya lupa diri. "Kendalikan mulutmu jika kau tidak ingin melihatku lepas kendali seperti tadi. Aku serius. Mulutmu itu sangat beracun. Jangan sampai mulutmu membawa pengaruh buruk untuk anakku. Calon pewaris Os Corp. Atau aku akan sangat-sangat murka padamu." "Kau mengancamku?" "Ya." Padat singkat dan jelas. Begitulah jawaban yang Marc berikan untuk pertanyaan Carl barusan. "Cihh. Kau sangat menginginkan seorang pewaris rupanya." Sinis Carl yang justru di tanggapi Marc dengan gedikan bahu. Pria itu sudah jauh lebih tenang sekarang.



"Hanya sebuah keharusan." "Kenapa kau tidak membuatnya dengan Sera saja? Kau kan sangat mencintainya. Kau pasti akan lebih bahagia jika memiliki anak dengannya." "Jangan pernah melibatkan Sera dalam masalah kita jika kau tidak ingin melihat sisi lain dari diriku seperti tadi." Ucapan Marc sarat akan ancaman. Namun hal itu sama sekali tidak membuat Carl takut. "Aku lupa kalau kau sangat mencintai wanita itu. Kau tentu tidak akan suka jika ada yang menjelekkanya. Bahkan meskipun itu adalah istrimu sendiri." "Sebenarnya ada apa denganmu hah? Kau mulai bertingkah aneh sejak kemarin." "Entahlah. Mungkin aku sudah gila." Dalam hati Carl menyetujui ucapan Marc barusan. Akhir-akhir ini ia memang tidak bisa mengontrol pengendalian dirinya. Mungkinkah ini akibat dari pengaruh bayi lagi? Carl tidak pernah tau jika hamil akan jadi sangat merepotkan seperti ini. "Dengar, aku akui aku memang tidak bisa meninggalkan Sera. Tidak untuk saat ini. Akan tetapi…..aku bisa pastikan satu hal. Tentang kau yang tidak akan kekurangan satu apapun selama hidup denganku." "Kau benar. Yang aku butuhkan memang hanya uang. Bukan yang lain. Termasuk juga dirimu." Carl berbalik memunggungi Marc. Rasa sedih tiba-tiba saja menjalar ke dalam hatinya begitu mendengar ucapan pria tersebut. Carl akui ia memang sangat menggilai uang. Dulu bahkan ia merasa biasa-biasa saja saat ada yang merendahkannya seperti ini. Tapi entah kenapa saat pria itu, Marcus Cho yang mengatakannya, Carl jadi merasa sakit hati. "Kau marah?" "Untuk apa? Kau bahkan sama sekali tidak penting untukku." Sebisa mungkin Carl menjaga intonasi suaranya. Sudah ia katakan bukan jika semenjak dinyatakan hamil Carl jadi sulit mengendalikan emosinya. "Kau benar. Kita berdua memang sama-sama tidak memiliki arti penting untuk satu sama lain. Karena itu…...aku harap kau bisa kembali bersikap biasa-biasa saja seperti dulu."



"Aku selalu bersikap biasa-biasa saja kalau kau lupa." "Tidak Carl. Kau lengah. Sejak kemarin kau tidak bertingkah biasa- biasa saja. Kau tidak seperti Carl si gadis XG, melainkan Carl istri dari seorang Marcus Cho." "Apa inti dari ucapanmu itu?" "Aku hanya ingin kau mendengarkan baik-baik apa yang akan aku katakan padamu ini," Marc menghela nafasnya gusar. "Tidak peduli apa yang aku lakukan di luar sana, saat aku kembali kerumah aku adalah suamimu. Yang itu artinya aku hanya milikmu saat dirumah. Sedangkan saat di luar rumah, aku bebas melakukan apapun yang aku inginkan. Dan kau tidak bisa ikut campur dalam hal itu." "Termasuk saat kau meniduri para pelacurmu. Begitukan maksudmu?" "Ya." "Kau benar-benar bajingan yang brengsek." "Aku tau. Brengsek memang nama lain dari diriku." Carl ingin menangis. Tapi ia tidak tau ingin menangis untuk alasan apa. "Carl." "Apalagi hah?" Carl nyaris berteriak. Kelakuan Marc benar-benar membuatnya frustasi. Sangat. "Kenapa kau tidak langsung memberitahuku saat kau dalam masalah." "Apa maksudmu?" "Dave sudah menceritakan semuanya. Mengenai pria bertopeng itu berikut dengan semua ancamannya. Kau tidak seharusnya menyembunyikan semua masalah itu dariku, Carl." "Cihh. Aku rasa itu bukanlah urusanmu." "Kau istriku Carl. Tentu saja semua yang menyangkut tentangmu adalah urusanku." "Sejak kapan kau peduli denganku? Bukankah aku ini tidak lebih penting dari Sera?" "Sera! Sera! Sera! Lagi-lagi kau selalu melibatkan Sera dalam setiap masalah kita. Tak bisakah kau tidak melibatkan Sera hah? Aku muak mendengarnya." "Kalau kau saja muak lalu bagaimana denganku hah! Aku istrimu tapi kau justru lebih perhatian dengan wanita jalang itu."



"CUKUP CARL! CUKUP!" Marc berteriak marah. Tangan pria itu terangkat ke udara. Nyaris menampar Carl jika saat mulut gadis XG itu tidak kembali berulah. "Apa? Kau ingin menamparku? Tampar saja. Aku tidak takut." Marc mengusap wajahnya kasar. Mulut sialan gadis XG itu lagi-lagi berhasil menyulut emosinya. Brengsek! "Kita bicara saat kepalaku sudah dingin." Marc melangkah pergi begitu saja. Meninggalkan Carl yang sama sekali tidak menggubris Ucapannya. "Dasar pria brengsek! Mati saja kau sialan!"



******* "Tuan?" "Ada apa?" Marc mengerjap. Sepertinya ia ketiduran. Jam berapa sekarang? "Sekarang pukul empat sore tuan. Kenapa tuan tidur disini?" Dave menjawab dengan lugas. Lama bekerja dengan seorang Marcus Cho membuat Dave sangat mengenali kebiasaan dan juga sikap tuan besarnya itu. "Sial. Sepertinya aku tertidur saat sedang mendinginkan kepala." "Apa nyonya Carl membuat ulah lagi?" "Memang kapan gadis itu tidak membuat ulah?" Marc memijat pelipisnya kasar. Ia bisa merasakan kepalanya yang berdenyut nyeri. Mungkin efek dari tidurnya yang tidak nyaman. Pria itu memang tertidur di kursi santai yang ada dikolam belakang Mansion. Hal itu jugalah yang mungkin membuat kepalanya jadi pusing. Perlu dicatat. Di dalam mansion Marc tidak hanya terdapat satu buah kolam renang. Melainkan dua. Di depan dan belakang Mansion dengan ukuran yang sama besarnya. Jangan lupakan juga kolam renang pribadi yang ada di rooftop. Jika dihitung semuanya berjumlah tiga buah.



"Gadis itu? Dimana dia sekarang?" "Boleh saya tau siapa yang tuan maksud? Apakah itu nyonya Carl atau justru Sera." "Tentu saja Carl, bodoh. Dimana dia sekarang?" "Nyonya ada di dalam kamar. Tidak keluar sejak tadi pagi. Nyonya juga…..menolak untuk makan apapun." "Apalagi ini? Tak bisakah gadis itu tidak membuatku frustasi sebentar saja?" "Nyonya Carl memang keras kepala, tuan." "Bukan lagi keras kepala. Tapi dia sangat-sangat keras kepala, kau tau? Setiap hari aku bahkan nyaris dibuat gila karena ulahnya itu." Dave mengangguk setuju. Carl memang berbeda. Bisa dibilang dia gadis pertama yang berhasil membuat tuan-nya kelimpungan seperti ini. Jujur saja Dave sedikit kagum dengan gadis XG itu. "Orang kita baru saja mengirim pesan. Mereka bilang Max dan yang lain baru saja tiba di Amerika." "Bagaimana dengan Sera?" "Seperti yang anda inginkan. Bisa dipastikan Sera dalam keadaan baik-baik saja." Marc mengangguk. "Omong-omong kenapa aku tidak melihat ada embel-embel nyonya di depan nama Sera?" "Karena semenjak wanita itu menghianati anda saya sudah tidak menghormatinya lagi." "Kau terlalu setia padaku Dave." "Itu sudah menjadi tugas saya, tuan Marc." Marc kembali mengangguk. "Kau jangan hawatir. Setelah semua masalah ini selesai aku akan memberikan cuti panjang untukmu. Sesekali kau juga perlu menikmati hidup." Dave hanya mengangguk. "Apa kau tau dimana Siwon hyung? Sejak kesalah-pahaman kemarin aku belum melihatnya sama sekali." "Saya tidak tau tuan. Sepertinya tuan Siwon sedang pergi. Dia sangat sibuk akhir-akhir ini." "Mungkin ada masalah dengan perusahaannya. Sudahlah. Selesaikan tugasmu sebelum Max tiba. Aku akan menemui gadis keras kepala itu lebih dulu."



"Tapi tuan." "Apa ada yang ingin kau katakan?" "Mengenai pria bertopeng itu, apakah tuan tidak ingin menyelidikinya lebih lanjut lagi?" "Kau jangan hawatir. Max yang akan mencaritau mengenai bedebah itu. Aku juga sudah memerintahkan Aiden untuk kembali." "Bagaimana dengan Sera?" "Untuk Sera, aku sendiri yang akan memastikan keselamatannya." "Kalau begitu izinkan saya untuk bergabung dengan Max, tuan." "Tidak Dave. Tugasmu menjaga Carl. Terutama anakku yang masih berada di dalam kandunganya. Kau harus memastikan semua tetap baik-baik saja sampai saat anakku lahir nanti. Kau mengerti?" "Baiklah tuan. Saya mengerti."



******** Marc menghela nafasnya kasar. Hal pertama yang ia dapati saat masuk kamar adalah keadaan kamarnya yang gelap dengan hanya diterangi satu buah lampu tidur yang menyala. Dari tempatnya berdiri sekarang Marc bisa melihat Carl tengah meringkuk diatas ranjang dengan posisi menyamping. Sepertinya gadis itu masih marah. "Sayang." Marc ikut naik keatas ranjang. Bahkan dengan tidak tau malunya ia memeluk erat tubuh sang istri. "Apa yang kau lakukan? Cepat singkirkan tanganmu dariku." Gigi Carl bergemeletuk. Bukanya meminta maaf untuk semua perkataanya tadi pagi Marc justru memeluknya dari belakang. Secara diam-diam pula. Benar-benar tidak punya otak bukan? Apa pria itu tidak tau kalau saat ini ia masih marah? Menyebalkan. "Dave bilang kau tidak mau makan apapun. Apa itu benar?" "Ya."



"Kenapa kau melakukan itu? Kau sengaja ingin membuat anakku tiada ya?" "Terserah. Aku tidak peduli dengan yang kau katakan." "Ini harus di hentikan Carl. Kita tidak bisa terus-terusan bertengkar seperti ini." "Aku tidak peduli. Bukankah aku sudah mengatakan hal itu? Sekarang cepat singkirkan tanganmu dariku." "Tidak akan." "Kau…... "Biarkan tetap seperti ini. Sebentar saja." Marc semakin mengeratkan pelukannya. Suara pria itu berubah pelan untuk alasan yang tidak Carl mengerti. "Sudah lama sekali aku tidak merasa senyaman ini saat tidur." Carl tidak menjawab. Diam-diam ia menikmati usapan lembut Marc pada perutnya. "Aku memang brengsek. Tapi bukan berarti aku tidak menginginkan darah dagingku sendiri. Semua orang kaya menginginkan pewaris. Begitu pun denganku." "Berhentilah menyebutnya sebagai pewaris. Belum tentu anak yang aku kandung laki-laki." "Tidak masalah. Mau dia laki-laki atau perempuan, bagiku itu sama saja. Yang penting mereka berasal dari spermaku." "Cihh. Kau mulai lagi dengan mulut besarmu." "Aku serius Carl. Kau harus menjaganya sampai dia lahir nanti." Carl tidak menjawab. Ia bisa merasakan hembusan nafas Marc yang terasa hangat di tengkuknya. Terasa seperti hembusan nafas orang sakit. Sakit? Mungkinkah Marc sedang sakit? Carl lantas berbalik. Dan benar saja. Ia bisa melihat wajah Marc yang pucat. "Kau sakit? Wajahmu pucat." Marc tersenyum tipis. "Senang melihatmu khawatir." "Aku tidak hawatir." "Benarkah? Lalu yang barusan itu apa?"



"Aku…...sudahlah. Anggap saja sebagai bentuk pencegahan bertambahnya jumlah janda di dunia ini." "Kau lucu sekali." Marc tertawa pelan. "Aku tidak akan mati secepat itu sayang. Tidak sebelum melihat anak-anakku sukses." Carl memutar bola matanya malas. "Terserah kau saja." "Dengar," Carl membeku. Marc tiba-tiba saja merapatkan tubuh mereka. Namun bukan hal itu yang menjadi alasan utamanya, melainkan ucapan lirih yang pria itu bisikkan di telingan Carl. "Tunggulah aku sampai waktunya tiba."



******* "Dimana Sera." Saat ini Marc tengah berada di salah satu ruangan yang terlihat seperti sebuah kamar. Namun lebih luas dan memiliki warna serba pink. "Kau sangat lambat Marc. Aku nyaris saja pergi jika dalam sepuluh menit kau tidak datang." "Aku ketiduran," Jawab Marc malas. Ia memang ketiduran. Untunglah ia bisa pergi tanpa ketahuan oleh Carl. Jika tidak, entah kalimat beracun seperti apalagi yang akan gadis itu lemparkan padanya. "Dimana Sera?" "Dia ada di tempat yang kau inginkan." Max mengarahkan dagunya ke ranjang tidak jauh dari mereka. Dan benar saja. Disana nampak Sera tengah tertidur dengan lelap. "Pastikan tidak ada satu orang pun yang mengetahui keberadaanya. Aku akan mengirim dokter setiap tiga hari sekali untuk memeriksa keadaan Sera. Dan ya….pastikan juga tempat ini aman dari jaungkauan mata siapa pun. Terutama istriku." "Kau yakin ingin melakukan ini Marc?" "Lebih dari yakin." "Tapi…... "Berhenti mendebatku. Semua aku lakukan demi keselamatan sekaligus kesembuhan Sera. Kau harusnya tau itu." "Bagaimana dengan Carl?"



"Dia istriku. Sudah tugasku untuk mengurusnya." "Ini sangat gila. Aku harap kau tidak mendapat masalah apapun karena hal ini. Jangan lupa istrimu sedang hamil. Biasanya perasaan wanita hamil itu akan jauh lebih sensitif. Yang paling penting jangan membuatnya setres. Itu akan berakibat buruk untuk anakmu." "Aku tau. Aku akan…...hueek!" "Kau baik-baik saja?" Marc tidak menjawab. Ia mendadak mual saat salah seorang anak buahnya membawa masuk makanan yang sebelumnya Max pesan. "Sial. Sampah apa yang kalian bawa hah?" "Sup iga sapi. Aku yang memesannya. Ada apa?" Jawab Max santai. "Kau gila? Cepat jauhkan makanan sampah itu dariku. Bau-nya membuatku muak." "Kau ini aneh sekali oeh? Biasa-nya kau sangat menyukai sup iga sapi. Karena itulah aku sengaja memesan dalam porsi banyak." "Apa kau tuli? Cepat singkirkan sampah itu dari…...huekkk!" Marc kembali mual. Namun anehnya tidak ada apapun yang keluar dari dalam mulutnya. "Aku serius Marc. Kau perlu dokter." Marc terduduk lemas. Sial. Ada apa denganya? Kenapa tubuhnya sangat lemas sekali? Ia juga merasa pusing. Mungkinkah ia salah makan sesuatu? Marc menggeleng. Ia belum memasukkan apapun ke dalam perutnya. Tidak mungkin jika ia salah makan. Tunggu dulu. Jangan bilang iblis betina itu memasukkan racun ke dalam makananya secara diam-diam? Marc kembali menggeleng. Tidak-tidak. Carl tidak sepicik itu. Jadi ada apa denganya? "Tuan anda……. "Sial. Cepat jauhkan semua makanan itu dariku."



Dave menangguk. Dengan sekali gerakan tangan, anak buah Marc langsung menyingkirkan semua makanan tersebut dari hadapan bos-nya. "Sebaiknya kita pergi. Tuan terlihat tidak sehat. "Aku tidak mungkin meninggalkan Sera." "Saat sakit pun kau bahkan masih sempat memikirkan wanita penghianat itu." Marc memijat pelipisnya kasar. "Jaga ucapanmu Max." "Aku hanya mengatakan apa yang ada di dalam kepalaku saja." "Aku akan menggantungmu kalau sampai terjadi hal buruk pada Sera." Max mengangkat bahunya acuh. Sama sekali tidak terpengaruh dengan ucapan Marc barusan. "Urusi dulu kesehatanmu. Setelah itu kau bisa menggantungku sepuas yang kau mau." "Sialan kau!" Marc melenggang pergi begitu saja. Dave benar. Ia butuh dokter. Kepalanya benar-benar sangat berat. Belum lagi mual sialan yang semakin memperburuk keadaanya. Sebenarnya ada apa dengan tubuhnya? Wanita itu yang hamil tapi kenapa malah ia yang menderita? Sial. Sementara itu suasana berbeda tampak di sebuah gedung tua tak terpakai di pinggiran kota Texas. Di tempat usang itu nampak seorang pria bertopeng yang lagi-lagi tengah terlibat pembicaraan serius dengan para anak buahnya. "Kapan kita akan bertindak bos? Marc sialan itu harusnya sudah mati sejak lama." Pria yang dipanggil bos itu meremas kaleng soda di tanganya dengan penuh amarah. "Semua rencanaku jadi kacau karena gadis XG itu. Tapi kalian tidak perlu hawatir, apapun yang terjadi kita akan tetap menghancurkan Marc. Terlebih lagi saat gadis itu tengah mengandung calon pewaris Os Corp." "Gadis itu hamil?" "Kau benar. Gadis XG itu tengah mengandung keturunan Marc. Dan kita tidak bisa tinggal diam saja." "Apa bos ingin kita menculik anak itu? Jika benar itu akan memakan waktu yang sangat lama boss." "Menculik? Cihh. Untuk apa menculik jika kita bisa menghabisinya langsung."



"Maksud anda bos?" "Habisi janin-nya. Jangan biarkan anak itu sampai lahir ke dunia ini. Jika perlu habisi juga ibunya. Apapun yang terjadi Marc tidak boleh sampai memiliki keturunan. Ingat itu."



PART 18



"Ada apa denganya?" Carl mengernyit melihat Marc di papah oleh Dave. Wajah pria itu juga pucat. Terlihat seperti sedang…..sakit? Sejak kapan setan bisa sakit? "Tuan Marc sedang tidak enak badan. Saya sudah memanggil dokter untuk memeriksanya." "Dia bisa sakit?" "Jangan bercanda nyonya. Tuan Marc sungguh sedang sakit." "Baiklah-baiklah." Carl mengangkat bahunya acuh. "Letakkan saja dia di ranjang." Marc mendesis melihat sikap Carl yang sangat cuek. "Tolong jaga tuan Marc sebentar. Saya akan menghubungi dokter Hans lagi." "Mau bagaimana lagi. Aku memang harus menjaganya bukan?" "Ucapanmu terdengar tidak tulus." Carl mencibir kesal. Saat sakit pun pria itu masih saja menyebalkan. "Orang sakit dilarang banyak bicara. Tidakkah kau tau itu?" Marc tidak menggubris. Selain karena pusing ia juga merasakan lemas di sekujur tubuhnya. Sampai saat ini pun Marc masih belum tau apa yang terjadi pada tubuhnya itu. Semua baru akan jelas saat dokter pribadinya datang nanti. "Rasanya aneh melihatmu terbaring tak berdaya seperti ini." "Jangan memancingku Car…..hueek!" Marc berlari ke toilet. Lagi-lagi rasa mual itu kembali menyerangnya. "Aissh menyusahkan saja." Carl terpaksa menyusul Marc ke toilet. Dari tempatnya berdiri saat ini Carl bisa melihat Marc yang membungkuk di depan wastafel dengan wajah pucat.



"Sepertinya kau mabuk jalang." "......" "Hey! Apa mungkin sekarang kau sedang mendapat karma?" "Diam Carl. Berhenti bicara omong kos…...hueeekkk!" Marc menggeram kesal. Lagi-lagi mual sialan itu kembali mengganggunya. Sial. "Aishh kau ini merepotkan sekali oeh?" Mau tak mau Carl membantu memijat tengkuk Marc. Ia benar-benar jijik mendengar suara muntahan tak berkesudahan dari pria yang berstatus sebagai suaminya tersebut. "Antar aku ke kamar." "Cihh." Carl memberengut sebal. Meski begitu ia tetap memapah Marc ke ranjang. "Harusnya saat sakit kau tidak mendatangiku. Kau kan bisa mendatangi kekasih tercintamu itu." Carl tak henti-hentinya menggerutu. "Lain kali kalau kau sakit lagi datangi saja Sera. Jangan merepotkanku. Kau mengerti?" Rahang Marc mengeras. Pria itu bersumpah akan menghukum Carl saat tubuhnya sudah pulih nanti. "Sebentar lagi dokter akan datang. Setelah itu kita akan tau apakah kau benar-benar terkena karma atau hanya sakit biasa." "Tutup mulutmu Carl. Hanya karena aku sedang tidak berdaya bukan berarti kau bisa berbuat seenaknya…..hueeekk!" "Aishh cepat pakai ini. Aku tidak ingin kamarku menjadi kotor karena muntahanmu." Carl menendang tempat sampah dengan kesal. Gadis itu tidak sadar jika tindakanya tersebut berhasil menyulut emosi Marc. Jika saja Marc tidak dalam keadaan sakit, bisa dipastikan Carl akan berakhir mengenaskan dibawah kungkungan tubuhnya. "Tuan, dokter Hans sudah datang." Dave masuk di ikuti seorang pria paruh baya dengan setelan formal. Sama sekali tidak nampak seperti seorang dokter.



"Dia dokter pribadi tuan Marc semenjak menetap di Amerika." Jawaban Dave seolah menjawab pertanyaan yang bersarang di dalam kepala Carl saat ini. "Apa yang anda rasakan tuan Cho?" "Pusing. Mual. Lemas. Entahlah. Semua ini benar-benar membuatku gila." Dokter Hans mengangguk. Ia memeriksa tubuh Marc dengan sangat teliti sebelum akhirnya menoleh ke arah Carl. "Bagaimana keadaanya dokter? Apa dia mengidap penyakit serius." Merasa di tatap oleh dokter Hans, Carl pun akhirnya membuka suara. "Tuan Cho baik-baik saja nyonya." "Sayang sekali. Padahal aku sudah menyiapkan diri untuk semua kemungkinan terburuk." "Anda tidak perlu hawatir. Tuan Cho bukan orang yang mudah jatuh sakit. Hanya saja…...apakah anda sedang hamil?" "Bagaimana kau bisa tau?" Dokter Hans tersenyum lembut. "Kehamilan anda menjelaskan keadaan tuan Cho saat ini." "Apa maksudmu?" "Tuan Cho terkena sindrom Couvade." "Sindrome Couvade? Apa itu? Apakah itu penyakit mematikan jenis baru?" Marc berdecak kesal. Gadis itu sangat bernafsu agar Marc memiliki penyakit mematikan. "Bukan penyakit mematikan nyonya. Sindrom couvade merupakan gejala di mana seorang suami ikut mengalami gejala-gejala kehamilan. Semisal morning sickness, mengidam dan lain sebagainya. Hal-hal yang biasa ibu hamil alami, tuan Cho juga akan ikut mengalaminya." "Benarkah? Astaga! Itu benar-benar sangat menarik." "Menarik kepalamu! Yang ada aku ikut tersiksa bodoh." "Anda jangan hawatir tuan Cho. Saya akan memberikan obat untuk mengurangi rasa mual anda." "Ya. Itu jauh lebih baik."



"Baiklah kalau begitu saya permisi dulu. Kalau ada apa-apa jangan sungkan untuk menghubungi saya." Marc mengangguk. "Mari dokter, Saya akan mengantar anda sampai pintu depan." Dave berlalu pergi mengantarkan dokter Hans. Meninggalkan pasangan suami istri gila yang hanya saling terdiam di tempat mereka. "Bawa kemari obatnya." "Apa?" "Jangan memancingku Carl. Aku tau kau mendengarnya dengan baik." "Ck. Kau ini sensitif sekali oeh?" Carl memberikan obat Marc dengan kesal. "Cepat minum obatmu sebelum kau mual lagi." Marc mengerang kesal. Ia terlalu lemas untuk menggerakkan tubuhnya. "Sial. Kenapa tubuhku lemas sekali oeh? Semua ini benar-benar sangat menyiksa." "Apakah rasanya sungguh se-menyiksa itu?" "Ya." Jawab Marc pasrah. Ia tidak sadar jika ucapanya itu berhasil membuat Carl diam-diam tersenyum penuh kemenangan. Ketidak-berdayaan Marc merupakan sumber kesenangan untuk gadis tersebut. "Bagus nak. Teruslah buat ayahmu menderita seperti itu." ******** "Apa yang kau bawa itu?" "Ini nampan, nyonya." "Aku tau itu nampan. Tapi kenapa kau membawa nampan itu dari arah sana? Apa kau baru saja membawa makanan untuk seseorang?" Carl bertanya curiga. Matanya tidak sengaja melihat Dave berjalan dari arah sayap kiri Mansion dengan nampan ditanganya. Padahal biasanya ruangan itu kosong. Bahkan tidak ada satu orang pun yang pergi kesana. Tidak salah bukan jika ia curiga? Terlebih lagi cara



berjalan Dave yang terlihat begitu sangat hati-hati membuat rasa curiga di dalam diri Carl semakin bertambah kuat. "Tidak nyonya. Sebenarnya ini nampan bekas saya makan semalam. Tadi pagi saya lupa membereskanya, karena itulah hari ini saya mengambilnya lagi." "Aneh sekali. Sejak kapan kau suka makan di tempat gelap itu oeh? Setau-ku bagian sayap kiri Mansion kan sangat gelap." "Disana sangat tenang. Karena itulah saya suka menghabiskan waktu disana." "Lalu kenapa kau harus berjalan sepelan itu?" "Kaki saya semalam terkilir nyonya. Karena itulah saya harus berjalan dengan sangat hati-hati." Carl memutar bola matanya malas. "Sudahlah terserah kau saja." "Bagaimana keadaan tuan Marc? Saya harap kondisinya sudah jauh lebih baik daripada kemarin." "Dia memang sudah membaik." Carl menjawab malas. Ia sibuk memasukkan bersendok-sendok es krim ke dalam mulutnya. Saat bangun tadi tiba-tiba saja ia sangat ingin makan es krim. Alhasil di sinilah ia sekarang. Duduk disofa malas dengan berkotak-kotak es krim di Depannya. "Jangan terlalu makan banyak es krim nyonya. Itu tidak baik untuk kesehatan anda." "Jangan protes. Aku ini sedang mengidam, kau tau?" "Jangan keras kepala. Itu semua demi kesehatanmu." Semua orang kompak menoleh kearah Marc yang berjalan menuruni tangga. Wajah pria itu masih pucat. Terlihat sekali jika kondisinya belum sepenuhnya membaik. "Tuan seharusnya istirahat di kamar saja." "Aku bosan." Jawab Marc malas. "Cepat buatkan aku coklat dingin. Jangan lupa tambahkan banyak es ke dalamnya." "Coklat dingin? Bukankah tuan tidak begitu manyukai coklat." "Lakukan saja apa yang aku perintahkan." "Baiklah tuan."



Dave berlalu pergi. Mungkin tuan-nya itu juga tengah mengidam. Begitulah yang Dave pikirkan. "Apa?" Carl berujar sinis melihat Marc yang terus-menerus menatapnya. Namun alih-alih menjawab pria itu justru menggelengkan kepala. "Singkirkan tanganmu. Aku ingin tidur." Alis Carl terangkat sebelah. Pertanda jika ia sama sekali tidak mengerti ucapan Marc barusan. "Aishh dasar lamban." Marc menyingkirkan kedua tangan Carl dengan tidak sabaran. Ia lantas menaruh kepalanya diatas paha gadis tersebut. Menggantikan tangan Carl yang sebelumnya bertumpu disana. "Apa yang kau lakukan?" "Diamlah. Aku ingin mengisi energiku." Tubuh Carl menegang. Marc dengan sengaja mengambil nafas tepat didepan perutnya. Membuat Carl mau tak mau merasakan gelenyar aneh yang tiba-tiba saja menyusup ke dalam tubuhnya. "Hentikan Marc. Kau membuatku tidak nyaman." Marc tidak menyahut. Meski begitu sebuah senyuman tipis sempat tersemat di bibirnya walau hanya sebentar. "Kau benar-benar menyiksa ayahmu dengan sangat baik nak." Marc bergumam pelan. Mengecup singkat perut Carl sebelum akhirnya menyembunyikan kepalanya disana. "Hari ini aku sudah tidak mual lagi. Tapi aku masih sedikit pusing. Bisa kau memijat kepalaku." "Kau tidak lihat aku sedang sibuk makan? Pijit saja sendiri." "Ayolah. Please. Aku ingin kau yang memijat kepalaku." Carl semakin dibuat bingung. Hari ini Marc benar-benar bertingkah sangat aneh. Pria itu bahkan merengek seperti anak kecil. Ternyata efek mengidam benar-benar sangat menyeramkan. Untunglah ia tidak sampai se-mengerikan Marc. Carl tidak tau mau ditaruh dimana harga dirinya jika nanti ia sampai merengek-rengek seperti Marc barusan. "Kau benar-benar sangat menggelikan Marc. Aku serius."



Marc mengangkat bahunya acuh. Melihat hal itu, membuat Carl mau tak mau harus menuruti keinginan pria tersebut. "Aku tidak tau kalau pijatanmu akan senyaman ini." "Berhenti membual. Aku begini karena kasihan. Jika tidak, mana mungkin aku sudi memijat kepalamu yang penuh dosa ini oeh." Marc memilih untuk tidak menjawab. Karena memang ia tengah menikmati pijatan lembut Carl pada kepalanya. "Apa yang kau lakukan selama tiga bulan ini?" "Maksudmu saat aku di Jepang?" "Ya." Jawab Carl singkat. "Hanya melakukan rutinitas biasa." Marc sengaja berbohong. Karena memang Marc tidak ingin Cari tau perihal penyakit Sera. "Apa selama di Jepang kau dan Sera tinggal bersama?" Marc tidak tau harus menjawab apa. "Apa yang aku katakan. Tentu saja kau tinggal dengannya. Kau kan sangat mencintainya." Carl lantas terdiam. Tiba-tiba saja ia ingin menanyakan hal lain. "Apa….apa kau juga menidurinya?" "....." Tidak. Sebenarnya bukan kalimat seperti itulah yang ingin Carl tanyakan. Melainkan Carl ingin tau lebih penting mana antara dirinya dengan Sera. Namun Carl takut jawaban yang Marc berikan akan membuat Carl kecewa. Karena itulah Carl sengaja mengganti pertanyaanya. "Katakan saja. Aku hanya ingin tau." "Ya." Jawab Marc jujur. "Berapa kali? "Lima, enam, tujuh. Entahlah. Aku tidak ingat." Carl tidak tau apakah ia harus memuji kejujuran Marc barusan atau justru mengutuknya. Yang jelas….jawaban yang Marc berikan berhasil membuat Carl merasa tidak nyaman. Ada sesuatu dalam diri Carl yang tiba-tiba saja terasa perih.



"Jangan membahas Sera lagi jika itu hanya akan membuatmu terluka." "Aku tidak……. "Berhenti mengelak Cari. Semua tergambar jelas pada ekspresimu." Marc lantas terdiam sejenak sebelum akhirnya mendongak menatap sang istri dengan kedua mata tajamnya. "Lupakan Sera. Ada aku disini. Dan aku sudah pulang. Sekarang aku milikmu. Kau bebas melakukan apapun padaku." "Aku tidak tertarik." "Benarkah? Kau yakin tidak ingin melakukan apapun pada…..mppphhh Ucapan Marc terhenti di detik Carl mencium bibirnya dengan tiba-tiba. Meski sempat terkejut namun Marc dengan cepat menguasai keadaan dan membalas ciuman Carl padanya. Carl sendiri tidak tau kenapa ia bisa tiba-tiba saja mencium Marc seperti ini. Yang jelas Carl hanya ingin melampiaskan amarahnya. Karena itulah Carl sengaja mencium Marc dengan kasar. Bahkan Carl juga mengigit bibir Marc berulang kali. Sedangkan Marc? Pria itu tau jikalau saat ini Carl tengah melampiaskan amarahnya. Karena itulah Marc tidak ingin melawan. Sudah Marc bilang bukan saat dirumah ia adalah milik Carl. Karena itulah Carl bebas melakukan apapun padanya. "Sudah puas?" Marc bertanya setelah ciuman panjang mereka yang liar usai. Menyisakan bibir bengkak Marc yang berdarah di beberapa tempat. "Aku…..bibirmu…. "Hanya luka ringan. Akan sembuh dalam beberapa hari. Itu benar Carl. Pria itu hanya mengalami luka ringan yang bisa sembuh dalam beberapa hari. Tidak sepertimu yang mengalami luka batin. Yang bahkan entah membutuhkan waktu berapa lama untuk bisa sembuh. "Carl aku….. Prankkk! Brakkk! Ucapan Marc terpotong oleh suara benda jatuh yang tiba-tiba saja terdengar. Tidak begitu keras namun masih bisa di dengar oleh telinga Carl dan juga Marc. Ekspresi pria itu bahkan berubah tegang setelahnya.



"Suara apa itu? Sepertinya dari lantai atas." Ponsel Marc bergetar bersamaan dengan Carl melayangkan pertanyaanya. Sebuah pesan masuk yang dikirim atas nama Max tertera di layar ponsel pria tersebut. Yang itu artinya ada hal penting yang ingin pria itu katakan padanya. "Aku harus pergi." "Jangan bodoh. Kau sedang sakit." "Aku tau." Carl menghela nafasnya kasar. Marc melenggang pergi begitu saja. Namun sepertinya pria itu melupakan ponselnya. Dan hal itu berhasil menarik perhatian Carl. Tanpa menunggu lama Carl pun langsung membaca pesan yang membuat Marc nekat pergi ditengah kondisinya yang masih sakit. From: Max "Sera tidak mau makan jika bukan kau yang menyuapi. Dia bahkan mulai melempar semua barang-barang." "Jadi ini alasanmu pergi? Kau lagi-lagi meninggalkanku demi wanita jalang itu." Carl bergegas mengembalikan ponsel Marc ke atas meja saat melihat pria itu kembali. "Ponselku ketinggalan." Setelah mengambil ponsel miliknya Marc kembali berlalu pergi. Namun sebelum benar-benar pergi Marc sempat berbalik dan mengatakan sesuatu yang membuat Carl kesal setengah mati. "Jangan menungguku. Aku akan pulang larut hari ini." "Cihh. Siapa juga yang ingin menunggumu. Dasar pria brengsek tidak berperi-kemanusiaan!" Carl mengumpat kesal. Niatnya yang ingin kembali ke kamar terpaksa harus tertunda begitu melihat foto Marc yang terpajang angkuh diatas meja. "Kau lihat pria jelek ini?" Carl menyodorkan foto Marc tepat di depan perutnya. Berharap sang anak bisa melihat seperti apa tampang ayahnya. "Pria ini bernama Marcus Cho. Dan dia adalah ayahmu. Saat kau sudah lahir nanti kau harus menyiksanya okee? Pria jelek ini harus di hukum karena telah berani mencampakkan ibumu demi wanita lain." "Sarapan sudah siap nyonya. Apa nyonya ingin makan sekarang?" Bibi Han tiba-tiba saja. Tidak heran Carl langsung mengentikan aksi gilanya.



"Kau saja yang makan. Aku tidak ingin makan apapun hari ini." "Nyonya tidak boleh seperti itu. Nyonya harus tetap makan demi bayi nyonya." Carl menghembuskan nafasnya kasar. Pelayan itu benar. Tidak peduli seburuk apapun suasana hatinya ia harus tetap makan demi bayi yang ada di dalam perutnya. "Apa yang kau masak?" "Nasi goreng seafood kesukaan tuan besar." "Kelihatanya enak. Baiklah aku akan makan." Carl berbalik arah menuju ruang makan. Dari arah yang berlawanan ia bisa melihat Dave yang membawa segelas susu coklat dingin pesanan Marc tadi. "Dimana tuan Marc?" "Pergi menemui Sera." Jawab Carl acuh. Menimbulkan kerutan di dahi Dave. Marc menemui Sera. Apakah itu artinya Sera kembali membuat ulah? Dave harus segera memastikannya sendiri. "Kau mau kemana? Duduk dan temani aku makan. Aku bosan selalu makan sendirian." "Maafkan saya nyonya saya harus per……. "Jangan membantah. Aku sedang tidak dalam mood yang baik hari ini. Jangan sampai kau yang menjadi korban." Dave mengalah. Dengan berat hati ia akhirnya ikut bergabung dengan nyonya- besarnya. Percayalah, jika Marc sampai melihat hal ini bisa dipastikan pria itu akan menghajarnya habis-habisan. "Sudah berapa lama kau bekerja untuk Marc?" "Cukup lama." Jawab Dave singkat. "Benarkah? Kau di gaji berapa hingga kau bisa sangat patuh begitu?" "....." Dave memilih untuk tidak menjawab pertanyaan Carl barusan. Karena memang Dave tidak ingat berapa banyak Marc menggajinya. Yang jelas itu sangatlah banyak. "Mau bekerja untukku? Aku janji akan menggajimu lebih banyak."



"Anda yakin mampu melakukannya?" "Kau meremehkanku?" Dave tersenyum miring. "Jika anda lupa, anda bukanlah apa-apa tanpa tuan Marc." "Sialan kau!" "Sebenarnya apa yang ingin anda tanyakan?" "Karena kau sudah tau, aku akan langsung berterus terang saja. Aku…..sebenarnya aku ingin tau mengenai Sera." "Apa yang ingin anda tau?" "Menurutmu….lebih penting mana antara aku dengan Sera?" "Untuk saat ini Sera jauh lebih penting daripada anda." Cari terdiam sesaat. Jujur saja jawaban Dave barusan berhasil membuat Carl merasa kesal sekaligus sedih. "Apakah karena itu Marc langsung pergi setiap kali Sera membutuhkannya?" "Mengenai hal itu anda pasti akan segera menemukan jawabannya. Tetapi bukan sekarang." Carl berdecih kesal. Entah kenapa Carl merasa semua orang sengaja menutup-nutupi perihal Sera darinya. "Aku tidak peduli. Toh aku juga tidak ingin tau lebih jauh lagi tentangnya." Sungut Cari kesal. "Omong-omong apa kau mendengar suara berisik tadi? Sepertinya itu dari lantai atas. Coba kau periksa." "Tidak." Jawab Dave cepat. " Tempat itu kosong. Tidak ada apapun disana." "Benarkah?" Cari bertanya curiga. Terlebih setelah melihat respon Dave yang begitu cepat menjawab. "Kalau memang tidak ada apa-apa, kenapa bisa ada suara berisik oeh?" "Mungkin yang anda dengar adalah suara tikus. Tikus biasa bersarang di tempat yang tidak di tinggali." "Mungkin kau benar." Melihat Carl mengangkat bahunya acuh membuat Dave bernafas lega. Untung saja Carl tidak curiga. Jika tidak? Dave benar-benar tidak tau harus melakukan apa. "Arrkkh!"



Dave terkesiap. Carl dengan sengaja memuntahkan nasi goreng yang baru saja gadis itu makan. Namun bukan hal itu yang membuat Dave tercengang. Melainkan pecahan kaca bercampur nasi goreng yang ada di depanya. Dave kecolongan. Bedebah itu berhasil menyusup kedalam Mansion dan bahkan berhasil melukai istri dari tuan-nya. Brengsek!



PART 19



"Ayolah Raya sampai kapan kau akan merajuk terus oeh? Kau harus makan." "Tidak. Aku tidak mau makan. Aku sedang marah dengan Kyuni. Kyuni bilang tidak akan meninggalkanku, tapi ternyata Kyuni tetap meninggalkanku." Marc menghela nafasnya kasar. Dua puluh menit telah berlalu sejak Marc tiba di kamar Sera, namun gadis itu belum juga mau memakan makanan-nya. Entah Marc harus membujuk Sera dengan cara apalagi agar wanita itu mau memasukkan makanan ke dalam mulutnya. "Aku mengaku salah okee? Sekarang kau harus makan. Ayo buka mulutmu." "Aku tidak mau." "Kenapa lagi? Bukankah aku sudah mengaku salah? Aku juga sudah menyuapimu kan? Biasanya kau selalu semangat makan jika aku suapi." "Tapi sekarang aku sedang marah." Marc kembali menghela nafasnya kasar. Ia tidak sedang dalam kondisi bisa diajak berdebat. Tubuh dan kepalanya masih terasa sakit. Bahkan ia masih terlihat pucat. Tapi sepertinya Sera tidak memperdulikan itu semua. Ck. Tentu saja. Gadis itu juga sedang dalam keadaan sakit. Mana mungkin ia bisa memahami kondisi orang lain. "Begini saja, katakan apa yang kau inginkan agar kau mau makan heum?" "Aku…….," Sera menaruh jari telunjuknya di dagu. Bertingkah layaknya orang yang tengah berpikir keras. "Aku baru akan makan kalau Kyuni mau menyuapiku dengan mulut." Harusnya Marc sudah tidak terkejut lagi dengan permintaan seperti itu. Apalagi dulu sekali ia sering menyuapi Sera dengan mulutnya. Tapi entah kenapa mendadak sekarang ia malah terkejut. Mungkin efek dari mereka yang sudah lama tidak bertemu. Atau justru karena hal lain. Entahlah. Marc sendiri juga tidak tau kenapa ia bisa sampai se-terkejut itu. "Ayo Kyuni cepat suapi aku dengan mulutmu. Jika tidak aku tidak mau makan." Sera melipat kedua tanganya di depan dada. "Cepatlah Kyuni aku sudah lapar. Ayo suapi aku seperti dulu lagi."



Marc tertegun. Sera menyebut kata 'dulu'. Mungkinkah wanita itu sudah sembuh? "Raya kau…….Kau ingat masa lalu kita?" "Eoh." Sera mengangguk semangat. "Kyuni ingat? Dulu Kyuni suka menyuapiku dengan mulut saat sedang bermain rumah-rumahan." Marc mendengus kesal. Ia pikir Sera sudah mulai mengingat masa lalunya lagi, tapi ternyata ia salah besar. Sera masih belum sembuh. Atau bahkan tidak akan pernah sembuh. Entahlah. Mengingat semua itu membuat kepala Marc kembali berdenyut sakit. Untunglah ia sudah meminum obat penghilang rasa mual. Jika tidak bisa dipastikan Marc akan kembali menjadi penghuni toilet untuk beberapa menit ke depan. "Ayo Kyuni cepat suapi aku." Marc melirik Max yang sejak tadi duduk di sofa belakangnya. "Pergilah Max. Aku perlu privasi." "Ini gila. Kau tidak benar-benar akan menyuapinya dengan mulutmu kan?" "Itu bukan urusanmu." "Kau benar. Tidak seharusnya aku bertanya seperti itu disaat kalian berdua bahkan sudah melakukan hal lebih. Sudahlah. Lakukan saja apa yang kau mau. Aku akan menunggu di luar." Max berlalu begitu saja. Meninggalkan Marc yang masih melayangkan tatapan tajam ke arah pria tersebut. "Kapan Kyuni akan menyuapiku? Aku sudah lapar." Perhatian Marc kembali teralihkan oleh Sera. Ia lantas menyuapkan satu sendok nasi ke dalam mulutnya sebelum beralih mencium Sera. Menyuapi gadis itu dengan menggunakan mulutnya persis seperti yang Sera minta. Begitu seterusnya hingga nasi di dalam piring tersebut habis. "Lihat Kyuni aku berhasil menghabiskan semua makananku." Marc tersenyum tipis. "Kau memang gadis yang hebat. Sekarang aku akan membantumu bersiap." "Apa Kyuni akan mengajakku jalan-jalan?" "Tidak Raya. Kau tidak akan pergi kemana-mana sebelum dokter memastikan kondisimu sudah baik-baik saja." "Tapi aku ingin jalan-jalan."



"Kau bisa melakukan itu nanti. Sekarang jadwalmu untuk diperiksa." Marc beranjak menuju walking closet. Mengambil salah satu dress rancangan Calvin Klein yang menumpuk di dalam lemari yang keseluruhanya memiliki warna pink. "Aku akan membantumu mengganti baju sebelum dokter itu datang dan memeriksamu." "Apa dokter itu akan menyuntikku? Aku tidak mau di suntik Kyuni. Aku takut." "Tidak apa-apa Raya. Dokter itu tidak akan menyuntikmu. Kau tidak perlu khawatir." "Bagaimana kalau dokter itu tetap menyuntikku oeh? Aku takut sekali." "Tidak akan. Percayalah padaku." "Aku selalu percaya pada Kyuni." Senyum di bibir Marc kembali terbit. "Good girl." "Kyuni." "Hmm." "Ayo kita lakukan permainan itu lagi." Alis Marc terangkat sebelah. "Permainan apa?" "Permainan diatas tempat tidur seperti waktu itu. Aku sangat suka saat Kyuni menciumku. Aku juga suka melihat Kyuni tidak memakai baju. Ayo kita lakukan itu lagi." "Tidak Raya. Kita tidak bisa melakukannya. Kau harus di periksa." "Kyuni jahat. Aku benci dengan Kyuni." Sera merajuk. Wanita itu berlari ke dalam toilet dengan membawa serta boneka kesayanganya. Dia bahkan mengunci pintunya dari dalam. Membuat Marc benar-benar frustasi dibuatnya. "Jangan seperti ini Raya. Ayolah kau harus melakukan pemeriksaan." "Aku tidak mau. Aku benci dengan Kyuni." "Jangan membuatku marah Raya. Kau harus keluar." "Aku tidak mau hiksss. Kyuni jahat. Aku benci dengan Kyuni."



Marc menggeram kesal. "Kau ingin bercinta bukan? Baiklah. Ayo kita lakukan. Sekarang cepat buka pintunya." Pintu toilet terbuka. Menampilkan Sera dengan wajah memerah. Terlihat sekali jika wanita itu baru saja menangis. "Benarkah kita akan bermain seperti itu lagi?" Marc mengangguk. "Hanya sekali. Setelah itu kau harus di periksa, okee?" "Okee." ******** "Apa tuan Cho ada di dalam? Ada hal penting yang harus saya bicarakan dengannya." "Jangan mengganggunya jika kau tidak ingin kehilangan salah satu bagian tubuhmu." Dokter petter mengangguk. Ia sangat tau betapa buruknya tabiat seorang Marcus Cho. Akan lebih baik jika ia menunggu diluar saja. Persis seperti yang Max sarankan padanya. "Tuan dan juga nyonya Cho terlihat sangat serasi saat sedang bersama." Max mengernyit heran. "Kau sudah bertemu dengan istrinya Marc?" "Tentu saja sudah. Istri tuan Cho nyonya Sera kan." Max baru saya akan membantah saat tiba-tiba saja pintu kamar Sera terbuka. Menampilkan sosok Marc dengan keadaan yang cukup berantakan. Yang otomatis membuat Max tak segan untuk melayangkan tatapan sinisnya. "Kalian bercinta lagi? Aku pikir kau hanya menyuapinya dengan mulut saja." Sinis Max. "Diam kau." Marc menjawab dingin. Tatapan pria itu beralih pada dokter Petter yang juga tengah menatap kearahnya. "Masuklah. Sera ada di dalam. Kau bisa melanjutkan pemeriksaanmu." "Sebenarnya saya datang untuk berbicara dengan anda." "Apa maksudmu? Aku pikir kau datang untuk memeriksa keadaan Sera." "Soal itu saya pasti akan tetap melakukanya tuan Cho. Hanya saja…...Begini, bisakah anda ikut saya sebentar? Ada hal penting yang harus saya bicarakan dengan anda. Ini menyangkut tentang keadaan nyonya Sera." Marc mengangguk. Ia membawa langkah kakinya menuju salah satu ruangan yang akan pria itu gunakan untuk berbicara dengan dokter petter.



"Apa yang ingin kau bicarakan?" "Ini mengenai keadaan nyonya Sera, tuan." "Apa yang terjadi?" "Nyonya Sera mengalami luka yang cukup serius dibagian kepala. Akan sulit untuk membuatnya pulih seperti dulu lagi." "Maksudmu Sera tidak akan sembuh? Begitu?" "Menyembuhkan seseorang tidak semudah membalik telapak tangan tuan Cho. Semua butuh proses dan juga kesabaran. Ditambah lagi semua ini menyangkut tentang sistem otak manusia yang begitu sangat sensitif." "Apa maksudmu?" "Saya sudah melakukan tes darah dan juga CT scan pada tubuh nyonya Sera. Dan ternyata hasilnya cukup mengejutkan. Nyonya Sera mengalami hantaman cukup keras dibagian kepala. Hal itulah yang membuat nyonya Sera bertingkah seperti layaknya anak kecil. Sedangkan untuk masalah memory otak, kita perlu melakukan pemeriksaan lebih lanjut." "Apa Sera masih bisa sembuh dan kembali pulih seperti dulu lagi?" "30 persen dari 100. Untuk saat ini hanya sebesar itulah kemungkinan istri anda bisa kembali pulih seperti dulu lagi." Marc tertegun. Bukan karena kecilnya kemungkinan Sera bisa sembuh, melainkan karena sebutan 'istri' yang dokter petter berikan untuk Sera. "Tidak peduli sekecil apapun kemungkinan sembuhnya aku ingin agar Sera bisa pulih seperti dulu lagi. Masalah biaya kau tidak perlu khawatir. Asalkan bisa membuat Sera kembali pulih aku tidak keberatan mengeluarkan biaya sebanyak apapun." Marc beranjak bangkit. Namun sebelum benar-benar pergi ia sempat mengatakan sesuatu yang membuat dokter Petter mengernyit bingung. "Sesekali bacalah berita agar kau tau siapa istriku."



****** "Tuan, nyonya Carl……. "Jangan sekarang Dave. Aku benar-benar butuh istirahat." Marc berlalu menuju kamar tamu. Tidak memiliki cukup tenaga untuk kembali ke kamarnya. Tubuh dan pikirannya benar-benar sangat lelah. Belum lagi kondisi tubuh Marc yang



memang tidak stabil membuat pria itu semakin tidak berdaya. Hal itu jugalah yang membuat Marc mengabaikan keberadaan Dave yang menunggunya untuk bicara. "30 persen dari 100. Untuk saat ini hanya sebesar itulah kemungkinan nyonya Sera bisa kembali pulih seperti dulu lagi. Marc memijat pelipisnya kasar. Ucapan dokter Petter kembali terngiang-ngiang di kepalanya. Mengingat hal itu membuat kepala Marc semakin berdenyut sakit. Ia hanya ingin semua masalah ini cepat selesai. Hanya itu saja. Tapi sepertinya akan sulit untuk mewujudkan keinginanya itu. Terlebih lagi…….Marc tidak tau kapan masalah Sera ini akan berakhir. "Arrrggh sial!" Marc menjambak rambutnya kasar. Apapun yang terjadi masalah Sera harus segera diatasi. Jika tidak, maka semuanya akan benar-benar menjadi kacau. Bukan hanya untuk hidupnya. Tapi juga untuk dia. Untuk gadis yang saat ini berstatus sebagai istrinya. "Ada yang ingin saya bicarakan dengan anda." Marc melirik Dave malas. "Bukankah sudah ku katakan kalau aku tidak ingin di ganggu? Sejak kapan kau mulai membantah perintahku Dave?" "Maafkan saya tuan. Ini benar-benar penting. Jika tidak saya tidak akan mungkin berani menganggu tuan seperti ini." "Apapun yang ingin kau katakan, katakan dalam sepuluh menit. Setelah itu jangan ganggu aku lagi. Aku sudah cukup kesal dengan penyakit Sera. Jangan sampai kau menjadi alasan kekesalanku yang lainya lagi. Hal itu bisa berakibat sangat fatal untukmu." Dave mengangguk. "Ini tentang nyonya Carl." "Kali ini apalagi?" Marc mengerang kesal. Lagi-lagi Carl. Tak bisakah istri cantiknya itu tidak membuat ulah sebentar saja? Setidaknya tidak saat pikiran Marc sedang sangat kacau seperti ini. "Lidah nyonya Carl terluka tuan. Nyonya tidak bisa memasukkan makanan apapun ke dalam…... "Brengsek!" Rahang Marc mengeras. Pria itu bahkan beranjak pergi begitu saja tanpa ingin repot-repot mendengar ucapan Dave yang belum usai. Melihat bagaimana ekspresi Marc tadi, Dave tau sesuatu yang buruk akan segera terjadi. Karena itulah Dave memutuskan untuk langsung mengejar tuan-nya. Dan benar saja. Saat Dave sampai, Marc sudah mendobrak pintu kamar utama dengan sangat kasar.



Mengakibatkan sesosok gadis yang sedang beristirahat itu terlonjak kaget diatas ranjang super nyaman-nya. "Apa yang kau lakukan Marc? Apa kau sudah gila?" "Kaulah yang sudah gila brengsek! Kau? Kau kemanakan otakmu itu hah!" "Apa maksudmu?" "Waktu itu kau mengancam ingin menggugurkan kandunganmu, sekarang kau sengaja melukai lidahmu sendiri. Apa kau benar-benar sebodoh itu? Kau taruh dimana otakmu hah! Sepertinya kau benar-benar sangat bernafsu ingin melenyapkan anakku. Karena itulah kau sengaja melukai lidahmu sendiri. Apa aku benar? Cihh. Aku rasa hanya kaulah satu-satunya ibu di dunia ini yang ingin melenyapkan anaknya sendiri. Kau menjijikan Carl. Aku tidak pernah menduga hal ini darimu." "Kau salah faham Marc. Aku tidak….. "TUTUP MULUTMU JALANG! BERHENTI MEMBELA DIRI." Sudah cukup. Carl tidak sanggup lagi. Ia tau ia memang gadis murahan penggila harta. Tapi ia tidak seburuk itu. Rasanya benar-benar sangat menyakitkan saat suamimu sendiri menyebutmu sebagai seorang jalang. Hal itu jugalah yang membuat Carl berlari pergi. Kali ini pria itu sudah sangat keterlaluan. Setelah meninggalkanya demi wanita lain kini pria itu menghinanya dengan berbagai kalimat pedas. Dan Carl tidak bisa mentolerir hal itu lagi. Sementara Marc sendiri tampak tidak peduli. Ia terlalu marah, muak, benci, sekaligus kesal dengan kelakuan istri bar-barnya. "Tuan anda…….. "Cukup Dave. Berhenti membela gadis penggila harta itu." "Lalu siapa yang harus saya bela tuan? Apakah Sera si gadis penghianat yang saat ini kembali menguasai hidup anda? Atau justru istri sah anda yang sama sekali tidak bersalah tetapi harus menerima semua makian anda? Katakan tuan, siapa yang harus saya bela?" "Apa maksudmu sialan!" "Perlu anda tau, nyonya Carl bukan sengaja ingin melukai lidahnya sendiri. Seseorang berhasil menyelinap masuk ke dalam Mansion. Orang itu bahkan mencampur pecahan beling ke dalam makanan nyonya Carl. Karena itulah lidah nyonya Carl terluka."



PART 20



"Kau menemukanya?" Dave mengangguk. "Nyonya Carl pergi ke arah halte bis dengan pakaian tipis dan tanpa alas kaki. Nyonya Carl bahkan sempat tersandung beberapa kali." Marc mendesah kasar. Ia pikir Carl hanya akan marah seperti biasa. Tapi ternyata ia salah besar. Wanita itu kabur dari rumah. Sial. Marc akui ia sudah sangat keterlaluan. Tidak seharusnya ia mengatai Carl dengan sebutan jalang. Terlebih lagi Marc juga memaki Carl tanpa alasan yang jelas. Hanya saja….ego pria itu terlalu tinggi untuk sekedar mengucapkan kata maaf. Marc tidak melakukan kesalahan fatal. Jadi untuk apa dia meminta maaf? Itulah yang Marc pikirkan selepas perginya Carl dari mansion mewahnya. "Dimana dia sekarang?" "Seseorang membawa nyonya Carl pergi. Setelah saya selidiki nomor plat mobilnya, orang itu bernama Park Chanyeol. Salah satu pria koleksi nyonya Carl dulu." Rahang Marc mengeras. Pria itu cari mati. Berani sekali dia mendekati miliknya. Cihhh! "Berikan perintah anda tuan. Kita harus segera mengambil kembali nyonya Carl dari tangan pria itu." "Perbaiki ucapanmu Dave. Gadis XG itu bukan sedang di culik, tapi sengaja melarikan diri. Kalimatmu yang tadi itu terlalu berlebihan." "Apa maksud anda, tuan?" "Kau tentu tau betul apa maksudku Dave." "Anda terkesan sangat tidak peduli dengan keselamatan gadis XG itu. Apakah anda benar-benar hanya ingin menjadikanya sebagai tameng saja?" "Sialan apa maksudmu hah!" Dave menyeringai. Untuk pertama kalinya ia merasa sangat jengah dengan kelakuan bosnya. Terlebih lagi semua ini menyangkut tentang si penghianat Sera. Sepertinya bosnya itu perlu dibawa kembali ke jalan yang benar.



"Jangan pura-pura bodoh tuan. Kita semua tau apa tujuan sebenarnya anda menikahi gadis XG itu. Anda bahkan sampai merendahkan harga diri anda hanya demi bisa mendapatkan Carl yang ternyata hanya ingin anda jadikan sebagai tameng. Tameng untuk melindungi Sera dari incaran para musuh anda. Anda tau Sera berperan penting dalam mengungkap kasus pembunuhan Cho Ahra. Karena itulah anda sengaja mencari tameng untuk melindungi wanita itu. Dan pilihan anda jatuh pada Scarlet si gadis XG. hukum saya jika ada ucapan saya yang salah." Marc menggeram. Ucapan Dave seratus persen memang benar. Terlepas bagaimana pesona gadis XG itu, dulu Marc memang sengaja mengincar Carl untuk melindungi Sera dari incaran para musuh. Marc sangat tau Sera berperan penting dalam kematian Cho Ahra, karena itulah Marc bersikeras melindungi Sera meskipun wanita itu telah menghianatinya. Marc pikir para musuhnya diluaran sana akan melepaskan Sera begitu mereka tau Marc telah memiliki wanitanya yang baru. Hal itu jugalah yang membuat Marc bersikeras menyeret Carl ke dalam hidupnya. Alasan lainya Marc memilih Carl adalah karena gadis itu penggila harta. Marc sangat yakin akan mudah membuang Carl saat gadis itu tak lagi dibutuhkan. Akan tetapi…….perlahan-lahan alur rencananya mulai berubah. Dan Carl-lah yang patut disalahkan untuk hal itu. Marc tidak menampik jika pada akhirnya ia terjebak dengan pesona gadis XG tersebut. Hal itu jugalah yang membuat Marc nekat menanamkan benihnya di dalam diri Carl. Marc telah bersumpah akan terus mengikat Carl ke dalam hidupnya tidak peduli meskipun ia harus membagi pikiran dan juga tubuhnya dengan dua orang wanita sekaligus. Marc lantas menyeringai. Ia telah memiliki jawaban untuk ucapan Dave barusan. "Tidak ada yang salah dengan kalimatmu Dave. Hanya saja…kau melupakan satu hal. Carl mungkin memang aku gunakan sebagai tameng untuk melindungi Sera. Akan tetapi…….saat gadis XG itu dalam bahaya, aku sendirilah yang akan menjadi tameng untuknya." "Kenapa? Apa karena nyonya Carl sedang mengandung benih anda?" "Kandunganya adalah bonus." Dave mengernyit bingung. "Apa maksud anda?" "Carl tidak serendah itu Dave. Dia…...memiliki tempat tersendiri di dalam hidupku. Kau harusnya juga sudah tau itu." "Lantas apa yang akan anda lakukan selanjutnya?" "Tidak ada. Biarkan gadis itu menikmati udara bebas seperti yang dia inginkan. Karena setelahya aku pastikan dia tidak akan lagi bisa melangkahkan kakinya keluar dari pintu rumahku."



********* "Bagaimana keadaanmu sekarang, baby?" "Jauh lebih baik. Setidaknya aku tidak harus mati kedinginan diluar sana." Carl tidak tau apakah ia harus bersyukur atau justru sebaliknya. Pertemuanya dengan Chanyeol membuat Carl merindukan pekerjaanya yang dulu. Jika saja ia tidak sedang hamil, Carl pasti akan lebih memilih kembali menjadi gadis XG dari pada harus tinggal dengan pria brengsek itu. Persetan dengan harta. Carl benar-benar sudah muak dengan segala tingkah laku Marc beserta mulut tajam pria tersebut. Dia hanyalah manusia biasa yang memiliki hati rapuh seperti yang lainya. Bukan boneka tak bernyawa yang bisa pria itu permainkan kapan saja. Untunglah Carl tidak sengaja bertemu dengan Chanyeol, jika tidak mungkin gadis itu akan berakhir luntang-lantung dijalanan dengan resiko menjadi korban pemerkosaan para bajingan brengsek diluaran sana. Mengingat saat pergi Carl tidak membawa sepeser uang pun selain lingerie tipis yang saat ini melekat pada tubuhnya. "Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa kau bisa sampai ada di halte bis dengan hanya bermodalkan pakaian tipis seperti ini heum?" "Ceritanya sangat rumit. Aku malas menjelaskannya." "Boleh aku tau selama ini kau pergi kemana saja?" Chanyeol mengenggam erat kedua tangan Carl. Ekspresi pria itu berubah sendu seiring kata demi kata yang mulai keluar dari dalam mulutnya. "Aku mencarimu ke setiap club dan juga Casino yang biasa kau datangi. Tapi kau tetap tidak ada dimana pun." Genggaman di tangan Carl semakin mengerat. "Aku pikir aku telah kehilanganmu. Kau benar-benar membuatku sangat frustasi." "Kau mencariku?" Chanyeol mengangguk semangat. "Kau sangat penting untukku. Bukankah aku sudah sering mengatakan hal itu? Tolong jangan menghilang lagi. Atau aku benar-benar bisa menjadi gila." Carl tidak tau harus menjawab apa. Disatu sisi ia senang Chanyeol begitu perhatian padanya. Tapi disisi lain Carl dengan bodohnya justru berharap agar Marc-lah yang saat ini berada di posisi Chanyeol. Ia……..merindukan sikap Marc yang dulu. Sial. "Wajahmu pucat. Sepertinya kau sakit. Aku akan memanggil dokterku kemari." "Tidak. Itu tidak perlu. Aku hanya kelelahan. Sedikit beristirahat akan membuatku lebih baik."



Chanyeol mengangguk. "Ada satu kamar kosong disini. Kau bisa menggunakanya untuk beristirahat." Carl mengangguk. Ia menarik tanganya dari genggaman Chanyeol. Beralih meminum strawberry hangat yang memang Chanyeol sediakan untuknya. "Tentang ucapanku dulu, aku sangat serius. Aku harap kau mau memikirkannya dengan baik." "Ucapan yang mana?" "Tentang aku yang ingin menikah denganmu." Carl terhenyak. Dulu sekali Chanyeol memang pernah berulang kali melamarnya. Tapi ia selalu mengabaikan hal itu. Sekarang Carl tidak tau harus menjawab apa saat pria itu kembali mengungkit lamarannya. Terlebih lagi sekarang Carl bukanlah gadis lajang. Ia telah menikah. Itupun dengan pebisnis nomer satu se-Amerika yang sialnya pria itu sungguh sangat brengsek. Omong-omong tentang pernikahan, mungkinkah Chanyeol tidak tau jikalau ia telah menikah? "Aku tau." "A-Apa?" "Pernikahanmu digelar dengan begitu sangat mewah. Semua umat di bumi bahkan membicarakannya. Mustahil rasanya jika aku sampai tidak mengetahui statusmu yang sekarang." "Lalu kenapa? Kenapa kau masih tetap ingin melamarku saat kau sendiri tau aku telah menikah? Kau bahkan mencariku ke Casino." "Karena aku tau kau tidak bahagia." Carl tertegun. Benarkah itu? Benarkah selama ini ia tidak bahagia? Saat seluruh lembaran dollar itu menjadi miliknya? "Tidak selamanya uang bisa membuatmu bahagia, baby. Bukan uang yang kau butuhkan. Melainkan perhatian dan juga kasih sayang. Saat aku tau kau tidak mendapatkan semua itu, salahkah aku jika aku ingin mengambilmu darinya? Pria brengsek itu sama sekali tidak pantas untukmu." "Bagaimana kau bisa tau semua itu?" "Tidak ada yang tidak mengenal Marcus Cho." Dalam hati Carl membenarkan ucapan Chanyeol barusan.



"Dengar," Chanyeol kembali mengenggam tangan Carl erat. "Aku mungkin memang tidak sekaya Marcus Cho. Tapi aku bisa menjanjikanmu satu hal. Aku berjanji akan selalu membuatmu bahagia." "Marcus….dia sangat berbahaya. Akan lebih baik jika kau tidak mencari masalah dengannya." "Aku tau. Dan aku tidak peduli. Asalkan bisa bersamamu aku rela melakukan apapun. Termasuk mengorbankan nyawaku sendiri." "Itu sangat berlebihan. Aku ini penggila uang. Bukan penggila pria beranak satu sepertimu." "Aku tau. Dan aku sama sekali tidak keberatan menguras seluruh isi tabunganku demi bisa membuatmu tetap berada di dalam jangkauan mataku." Carl menghela nafasnya kasar. "Aku sedang hamil. Mustahil rasanya kau mau menikahi wanita hamil sepertiku. Terlebih lagi aku masih berstatus sebagai istri orang." Chanyeol membeku. Jujur saja ia sangat terkejut saat tau gadis pujaan hatinya tengah mengandung benih orang lain. Chanyeol lantas menghela nafasnya kasar. "Tidak apa-apa. Aku akan menganggap anak itu seperti anakku sendiri. Aku berjanji akan membesarkannya dengan penuh kasih sayang." Apalagi ini? Carl mengerang frustasi. Tidak menyangka akan jawaban yang baru saja Chanyeol berikan padanya. Mungkin menurut sebagian orang tindakan Chanyeol barusan merupakan tindakan yang mulia. Tapi tidak untuk Carl. Sebagian dari hati kecilnya merasa tidak rela saat janin yang ia kandung harus menyandang marga pria lain. Yang jelas-jelas tidak memiliki hubungan apapun dengan anaknya. "Bukankah kau memiliki seorang putri? Dimana dia sekarang? Kenapa sejak tadi aku tidak melihatnya?" Chanyeol tersenyum kecut. Ia tau Carl tengah berusaha mengalihkan obrolan. Meski begitu Chanyeol tetap menjawab dengan sebuah senyuman tipis. "Eunsoo ada di rumah eomma. Dia akan selalu pergi kesana setiap hari sabtu dan minggu." "Oh." Carl lantas terdiam selama beberapa saat. "Aku sangat lelah. Bisakah aku pergi ke kamar dan beristirahat?" Chanyeol hanya menganggukkan kepala. "Aku akan mengantarmu ke kamar tamu. Tapi jika kau mau kita bisa tidur bersama. Diatas ranjangku."



"Untuk yang satu itu aku rasa kau tau betul apa jawabanya. Aku mungkin memang seorang wanita bayaran, tapi bukan berarti aku ini seorang jalang." Mengingat kata jalang membuat ulu hati Carl kembali berdenyut sakit. Ia kembali teringat akan kata-kata Menyakitkan yang Marc layangkan padanya sebelum ia pergi dari Mansion. "Apa yang kau katakan? Kau tau betul aku tidak pernah menyamakan-mu dengan para jalang menjijikan itu. Kau sangat berharga baby. Kau harusnya tau itu." Carl tersenyum. "Aku tau. Sekarang aku ingin istirahat. Selamat malam." ******** Tiga puluh menit telah berlalu sejak Carl memasuki kamar barunya. Namun gadis itu belum juga bisa memejamkan mata. Pikiranya kacau. Dan itu semua hanya karena satu orang pria. Seorang pria brengsek yang saat ini berstatus sebagai suaminya. Carl mendesis sinis. Marc sama sekali tidak melakukan apapun. Bahkan saat pria itu tau Carl sengaja kabur dari Mansion mewahnya. Sangat berbanding terbalik dengan tingkah Marc yang dulu begitu sangat menggilainya. Sekarang Carl jadi tau jikalau selama ini ia memang tidak memiliki arti apapun untuk pria itu. Semuanya hanya sandiwara. Dan Carl benar-benar merutuki kebodohannya yang dengan suka rela terjebak di dalam lingkaran hitam seorang Marcus Cho hanya demi tumpukan dollar yang bahkan tidak bisa ia bawa ke surga. Carl lantas menunduk. Jemari gadis itu mengelus perut datarnya dengan sayang. Hatinya selalu menghangat setiap kali mengingat ada sesosok makhluk kecil yang tengah bertumbuh di dalam perutnya. Sesosok bayi suci yang masih belum jelas akan jadi seperti apa nasibnya dimasa depan nanti. Setetes airmata turun membasahi pipi mulus Carl. Gadis itu tak kuasa menahan tangis mengingat kemungkinan buruk apa saja yang akan segera menimpanya. "Tidak apa-apa kan jika nanti kau besar tanpa ada sosok appa yang mendampingimu?" Carl mengahapus air matanya kasar. Ia tidak pernah se-cengeng ini sebelumnya. Hormon wanita hamil benar-benar sangat mengerikan. "Kenapa aku jadi sangat cengeng? Aku tidak mencintai pria brengsek itu. Seharusnya aku tidak merasakan apa-apa saat semua kesakitan ini menimpaku. Tapi kenapa aku justru merasakan yang sebaliknya?" Srekkk!



Carl berhenti bermonolog saat telinganya mendengar suara rating terinjak dari balik jendela balkon kamar yang saat ini ia tempati. "Siapa disana?" Samar-samar Carl bisa melihat sekelebat bayangan melintasi jendela kamarnya. Namun saat Carl periksa tidak ada siapa pun disana. "Mungkin hanya perasaanku saja." Carl mengangkat bahunya acuh. Ia lantas kembali ke atas ranjang. Mengistirahatkan tubuhnya yang memang terasa sangat lelah. Carl hanya berharap agar saat bangun nanti semuanya akan baik-baik saja. Tentunya tanpa adanya mulut pedas dari pria bermarga Cho yang selama ini sudah sangat menyiksa batinnya. Carl tidak tau jika dibawah sana seseorang tengah mengawasinya dari balik kemudi Lamborghini mewah yang terparkir rapi tepat di depan rumah Chanyeol. ******** "Eungh." Carl melenguh. Merasakan terpaan sinar matahari yang menyorot langsung ke wajahnya. Sesekali ia mengerjap. Menyesuaikan sinar matahari yang sedikit menganggu pengelihatannya. "Apa tidurmu nyenyak?" DEG! Suara itu. "Hentikan wajah bodohmu sayang. Kau membuatku ingin menidurimu detik ini juga." "Kau?" Kedua mata Carl membulat sempurna begitu melihat sesosok pria berkemeja putih yang saat ini tengah menyeringai setan kearahnya. "Kenapa kau bisa ada disin…..yakkk! Bagaimana mungkin aku bisa ada di kamar ini lagi oeh? Dimana Chanyeol?" "Jangan menyebut pria lain saat sedang bersamaku, honey. Akibatnya bisa sangat fatal untuk pria sampah tidak berguna itu." Carl tidak menggubris. Ia masih sangat syok mengetahui ia bangun dan tidur di tempat yang berbeda. Carl ingat betul semalam ia masih tidur di rumah Chanyeol. Lantas kenapa sekarang ia bisa bangun di kamar si brengsek Marcus Cho?



Apakah mungkin pria itu…... "A-Apa kau menculikku?" "Kata menculik terlalu kejam untukku, sayang. Aku hanya mengambil kembali apa yang seharusnya menjadi milikku." Marc berjalan mendekat. Dengan tidak tau malunya pria itu mencium kening Carl lama. Sangat lama. Seperti seolah-olah Carl sangat berarti untuknya. "Tidakkah ini sudah sangat keterlaluan? Berhentilah mempermainkan-ku sesuka hatimu." "Aku bebas melakukan apapun terhadap milikku." Jawaban Marc yang kelewat santai justru semakin menyulut emosi Carl. "Apakah kau sungguh serumit ini? Aku lelah menjadi pion-mu." Ucapan Carl yang begitu sangat lirih berhasil menyita seluruh perhatian Marc. Pria itu sangat sadar jikalau memang ia sudah terlalu banyak menyakiti perasaan istrinya. Tapi toh ia juga tidak bisa melakukan apa-apa. Mulutnya akan menjadi sangat sulit diatur saat ia sedang marah. Dan seharusnya Carl sudah memahami hal itu dengan baik. "Bersikaplah baik jika kau tidak ingin mendengar semua caci maki-ku lagi." "Apa ucapanmu itu benar-benar bisa di percaya? Bahkan saat aku bersikap baik pun kau masih saja merendahkanku. Kau bahkan menyebutku jalang." "Aku…...aku sedang khilaf waktu itu." Carl tersenyum sinis. Pria ini bodoh atau apa? Dia bahkan sama sekali tidak merasa bersalah untuk semua kalimat pedasnya kemarin. "Kau tidak seharusnya menahanku disaat kau masih sangat mencintai Sera." "Berhenti melibatkan Sera di dalam setiap masalah kita, Carl. Bukankah aku sudah pernah mengatakan hal itu padamu? Aku rasa telingamu masih cukup baik untuk memahami setiap ucapanku." "Lagi-lagi kau menyalahkanku demi wanita itu. Kau membuatku semakin yakin kalau selama ini aku memang tidak memiliki arti apapun untukmu." Rahang Marc mengeras. Ia tidak terima dengan tuduhan tak berdasar Carl barusan. "Berhenti bertingkah sok pintar. Kau tidak tau apapun tentangku."



"Kau benar. Aku memang tidak tau apapun. Tidak seperti Sera yang mengenalmu luar dalam." "Kau? Sial. Bisakah kau tidak memancing emosiku hah!" "Bagaimana denganmu? Bisakah kau berhenti mempermainkanku?" "Kau…... Drrtt drrt drrrt! Marc terpaksa harus menelan kembali berbagai jenis sumpah serapah yang sudah siap ia keluarkan begitu mendengar ponselnya berdering. Kerutan jelas terbit di dahi Marc begitu melihat id si penelepon. "Waeyo hyung? Tidak biasanya kau menelepon?" "....." "Berhenti basa-basi. Katakan saja apa yang kau inginkan." "......." "Adik? Aku tidak tau kau punya seorang adik." "....." "Kirimkan saja fotonya. Biar nanti orang-orangku yang mengurus. Klik!" "Siapa?" Kalimat itu lolos begitu saja tanpa bisa Carl cegah. Sejujurnya ia merasa penasaran setengah mati begitu mendengar obrolan Marc dengan lawan bicaranya tadi. Entah kenapa perasaan gadis itu mendadak tidak enak. Ia bahkan melupakan rasa kesalnya terhadap sang suami. "Tidak biasanya kau ingin tau masalahku. Bahkan seingatku kita masih dalam keadaan bersitegang." "Jawab saja siapa yang menelepon. Apakah Song Joongki?" "Hmm." "A-Apa yang dia katakan? Aku mendengar kata adik di obrolan kalian tadi." "Dia ingin mencari adiknya yang hilang. Dan dia meminta bantuan dariku." "A-Apa kau akan membantunya?"



Marc mengangkat bahunya acuh. "Tidak ada alasan bagiku untuk menolak." ******** Yang dilakukan Carl sedari tadi hanyalah melamun dan melamun. Ia tidak menyangka Joongki akan melibatkan Marc di dalam masalah mereka. Dan yang membuat Carl terheran adalah niatan pria itu yang tiba-tiba saja ingin mencarinya setelah bertahun-tahun lamanya. Ada apa dengan pria itu? Mungkinkah ia sudah mengetahui kebenarannya? Karena itulah Joongki mencarinya? Atau justru karena hal lain? Entahlah. Carl tidak bisa berfikir apapun untuk saat ini. Carl kembali menghembuskan nafasnya kasar. Ingin rasanya ia menyuruh Marc untuk menolak permintaan Joongki. Tapi rasanya itu sedikit mustahil mengingat pria itu yang langsung bergegas pergi begitu Max menghubunginya. "Apa yang harus aku lakukan? Marc tidak boleh sampai membantu Joongki oppa. Aku tidak ingin jati diriku yang sebenarnya terungkap. Entah kenapa aku merasa Joongki oppa tidak tulus mencariku." Saat tengah sibuk berpikir tanpa sengaja Carl melihat sebuah pintu kayu berwarna coklat tidak jauh dari tempatnya duduk saat ini. Carl tidak tau ada pintu seperti itu di taman belakang Mansion. Tapi kemudian Carl mengangkat bahunya acuh. Masalahnya sudah cukup banyak. Ia tidak ingin menambah beban Pikirannya lagi. "Ikut aku." "Apa yang kau lakukan?" Carl benar-benar terkejut saat tiba-tiba saja Marc menariknya ke dalam Mansion. Bukankah tadi pria itu sedang pergi? Kenapa sekarang tiba-tiba ada di hadapannya? Sepertinya Carl terlalu banyak melamun hingga tidak menyadari kedatangan Marc. Apapun itu yang jelas melihat bagaimana ekspresi Marc saat ini Carl tau akan ada hal buruk yang segera menimpanya. "Ada hal penting yang harus aku katakan." Ekspresi Marc yang begitu sangat serius semakin menambah buruk firasat Carl saat ini.



"Apa yang ingin kau kata…... "Aku ingin menikah lagi. Aku berjanji akan memperlakukan kalian secara adil."



PART 21



"Aku ingin menikah lagi. Aku berjanji akan memperlakukan kalian secara adil." Terkejut? Bingung? Syok? Carl tidak tau harus bereaksi seperti apa. Ini…….terlalu tiba-tiba sekaligus sangat mengejutkan. "K-Kenapa? Apa aku melakukan kesalahan?" Carl tidak tau kenapa justru kata-kata itulah yang keluar dari dalam mulutnya. Yang jelas ia benar-benar merasa sangat syok dengan kalimat yang Marc ucapkan barusan. Menikah lagi? Jujur saja kalimat itu tidak pernah terlintas di dalam benak Carl sedikit pun. Tidak heran kalau sekarang Carl terdiam syok. Carl bahkan bisa merasakan perutnya yang mendadak melilit sakit. "Katakan Marc, apa aku melakukan kesalahan?" Marc menggeleng. "Tidak ada yang salah denganmu." "Lalu kenapa? Kenapa kau ingin menikah lagi?" Untuk sesaat Marc sempat terdiam. Pria itu bahkan sampai menghela nafasnya kasar. "Terkadang seseorang tidak perlu membuka mulut hanya untuk mengatakan kebenaran." "Aku tidak mengerti?" Marc kembali menghela nafasnya kasar. Ia bingung harus memulainya dari mana. "Kau tidak harus mengerti. Yang jelas apapun yang akan aku lakukan, tidak peduli sebanyak apapun aku menyakitimu, kau hanya perlu mempercayaiku. Untuk saat ini hanya itu saja yang bisa aku katakan." Marc meninggalkan Carl begitu saja. Namun langkah pria itu seketika langsung terhenti begitu mendengar kalimat lirih yang Carl ucapkan padanya.



"Apa denganku saja tidaklah cukup?" "Apa maksudmu?" "Aku…..Jika aku bilang aku mulai menyukaimu apakah kau mau membatalkan rencana pernikahan itu?" Dengan tegas Marc menggelengkan kepalanya. "Aku tidak bisa. Pernikahan ini sangat penting." Marcus Cho. Pria brengsek itu benar-benar sukses menginjak-injak harga diri seorang Scarlet Song dengan semua ulahnya. "Ceraikan aku kalau begitu. Aku tidak ingin di madu." "Aku juga tidak bisa melakukannya." "Kau egois. Kau pria brengsek yang sangat menjijikan. Kau…...arrrkh!" Carl mengerang. Kram di perutnya kembali berulah. Kali ini lebih sakit dari yang sebelumnya. "Perutmu…….ada apa dengan perutmu? Kenapa kau terlihat sangat kesakitan?" Marc tidak bisa untuk tidak panik. Apalagi saat melihat Carl yang tak hentinya merintih kesakitan sembari memegangi perut. "S-Singkirkan tanganmu dariku." Marc menggeleng tegas. "Kau sekarat. Aku akan membawamu ke rumah sakit." Carl tidak lagi melawan. Ia mati-matian menahan rasa sakit di perutnya sebelum akhirnya jatuh pingsan. "CEPAT SIAPKAN MOBIL!" Dave yang mengerti langsung berlari keluar. Samar-samar Dave bisa melihat noda darah pada dress putih yang Carl kenakan. Entah apa yang terjadi pada nyonya-nya itu. Yang jelas firasat Dave benar-benar sangat buruk. ********* "Nyonya Carl pasti akan baik-baik saja." Marc tidak menggubris perkataan Dave. Ia terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri hingga akhirnya suara deritan pintu yang terbuka berhasil mengembalikan kesadarannya. "Bagaimana keadaanya?"



Dokter paruh baya itu menghela nafasnya kasar. Ia baru saja selesai memeriksa keadaan Carl saat tiba-tiba saja Marc langsung menghampirinya dengan tidak sabaran. "Istri anda mengalami pendarahan ringan." "Pendarahan?" Dokter itu mengangguk. "Saya harap hal seperti ini tidak terjadi lagi. Meski hanya pendarahan ringan tapi itu bisa membahayakan janin istri anda. Sebisa mungkin tolong jauhkan nyonya Cho dari hal-hal yang bisa membuatnya jatuh stres. Itu pun jika anda tidak ingin sampai terjadi hal buruk dengan calon anak anda." Marc tidak menjawab. Ia lebih memilih melihat keadaan Carl secara langsung di bandingkan menjawab perkataan dokter tersebut. "Aku bersyukur kau baik-baik saja." Marc mencium kening Carl lama. Hal yang selalu pria itu lakukan setiap kali bertemu dengan sang istri. Tentunya saat Marc dalam suasana hati yang baik. Bukan saat sedang diliputi amarah. "Dokter bilang kau tidak boleh terlalu stres." "Jangan mengurusiku. Urusi saja calon istri barumu." "Singkirkan semua pikiran burukmu. Aku tidak ingin beban pikiranmu bertambah." "Apa pedulimu? Kau bahkan berniat menduakan-ku." Rahang Marc mengeras. Ia benar-benar membenci sifat keras kepala sang istri. "Bisakah kita berhenti berdebat? Aku tidak ingin kehilangan anakku." "Apa maksudmu?" Marc menghela nafasnya kasar. "Kau mengalami pendarahan ringan karena terlalu stres. Jika hal seperti ini sampai terjadi lagi aku pastikan kita akan benar-benar kehilangan anak kita." Kita? Hati Carl tiba-tiba saja menghangat saat mendengar kalimat tersebut. Tapi tunggu. Apa katanya tadi?



Pendarahan? Itu artinya ia baru saja mengalami pendarahan. Ya tuhan bagaimana keadaan janinya sekarang? Apa bayinya baik-baik saja? "Dia baik-baik saja. Keturunanku bukan orang yang lemah." Ucapan Marc seakan menjawab berbagai pertanyaan yang tergambar jelas di wajah Carl saat ini. "Aku……aku tidak bermaksud mencelakakan-nya." Marc mengangguk. "Jangan ulangi lagi. Kau akan benar-benar melihatku hilang kendali jika sampai hal seperti ini terjadi lagi." Carl mencelos. Tidakkah pria itu sadar jika dia-lah penyebab ke-setresan Carl saat ini? "Kau-lah yang membuatku stres." "Aku tau." "Hanya itu? Tidakkah kau ingin minta maaf?" Marc mengangkat bahunya acuh. "Aku tidak pernah melakukan hal seperti itu sebelumnya." "Terserah kau saja." Carl berbalik memunggungi Marc. Dari tempatnya berdiri saat ini Marc bisa mellhat punggung Carl yang bergetar. Apa gadis itu menangis? "Tentang kau yang mulai menyukaiku, apakah itu benar?" "Aku tidak tau. Kalimat itu keluar dari dalam mulutku begitu saja." Marc kembali menghembuskan nafasnya kasar. "Jika pun benar, itu sama sekali bukan masalah untukku." "......" "Besok…...aku akan menikah dengan Sera." Sera? Jadi benar Marc akan menikah dengan Sera.



Ternyata dugaan Carl sama sekali tidak salah. Bahkan kini airmata sialan itu mendadak menetes dari dalam mata indahnya. "S-Secepat itu?" "Semakin cepat pernikahan itu diadakan maka semuanya akan semakin baik." "Kau bilang aku tidak boleh stres kan? Tapi kau justru terus saja melakukan sesuatu yang membuatku merasa stres." Marc hanya diam. Ia tidak ingin menjawab apapun. "Jika tau akan seperti ini jadinya kenapa dulu kau bersikeras menikahiku?" "Aku tidak memiliki jawaban untuk pertanyaanmu." "Setidaknya katakan bagaimana perasaanmu padaku. Jika memang aku sudah tidak lagi dibutuhkan aku akan dengan senang hati pergi dari sisimu." "Haruskah aku menjawabnya?" Lagi-lagi helaan nafas kasar keluar dari dalam mulut Marc begitu melihat anggukan kepala Carl. "Diantara banyaknya suku kata dan juga bahasa yang ada di seluruh dunia ini, aku tidak menemukan kata yang tepat untuk menggambarkan bagaimana perasaanku padamu." "Bagaimana itu mungkin?" "Entahlah. Tapi jika yang kau maksud adalah tentang cinta maka aku benar-benar tidak memiliki jawabannya. Kau tau kenapa? Karena bagiku cinta hanyalah nama lain dari sebuah kematian. Dan aku sama sekali tidak ingin terikat dengan hal yang tidak abadi seperti itu." "Tapi kau mencintai Sera." "Aku tidak mencintainya." "Kau tidak akan mungkin menikahinya jika memang kau tidak mencintainya." "Bagaimana denganmu? Bukankah kita juga menikah tanpa cinta?" "Aku tidak tau. Kaulah yang menarikku ke dalam hidupmu." "Aku sama sekali tidak menyesal sudah melakukan hal itu." "Apakah," Carl menggigit bibirnya. Tidak cukup yakin dengan kalimat yang akan ia ucapkan. "Apakah kau juga akan mengumumkan pernikahan keduamu di depan semua orang?"



Marc terdiam. Tapi kemudian pria itu menggeleng tegas. "Hanya kau satu-satunya wanita yang akan dunia kenal sebagai istriku." "Tidak ada satu wanita pun di dunia ini yang ingin dimadu. Begitu pun denganku. Aku lebih memilih bercerai daripada harus melihatmu menikahi wanita lain." "Jika bercerai kau akan kehilangan semua kemewahan yang aku berikan. Apa kau siap kehilangan semua itu?" Carl mengangguk lemah. "Aku siap." "Tapi akulah yang tidak siap." "Apa maksudmu?" Marc menggeleng. "No matter what happens, just trust me. Aku hanya ingin kau mengingat kalimat itu disetiap hembusan nafasmu." Marc lantas berlalu meninggalkan Carl yang diliputi perasaan bingung. "Dia menyuruhku percaya. Tapi dia jugalah yang sering mematahkan kepercayaan itu. Cihh." ******** Sudah satu setengah jam sejak Carl tiba di Mansion. Tapi gadis itu tidak juga bisa menghilangkan kernyitan di keningnya. Ia benar-benar bingung melihat keadaan Mansion yang begitu sangat sepi. Tidak ada siapa pun disana. Termasuk para pelayan dan juga Dave. Entah pergi kemana semua orang. Yang jelas hal itu benar-benar membuat Carl sangat kebingungan. Bahkan saat pulang dari rumah sakit tadi ia hanya di jemput oleh salah seorang bodyguard Marc yang langsung menghilang entah kemana. Suara derap langkah berhasil mengalihkan perhatian Carl. Dan benar saja, di depan sana berdiri Dave yang tampak begitu sangat kelelahan. Entah apa yang pria itu lakukan diluar sana hingga bisa selelah itu. "Kau darimana saja? Dan kemana semua orang? Kenapa aku tidak melihat satu orang pun disini?" Langkah Dave otomatis terhenti melihat Carl yang telah berdiri di depannya. "Apa nyonya membutuhkan sesuatu?"



"Itu bukan jawaban dari pertanyaanku Dave. Maksudku….dimana semua orang? Rasanya sangat aneh melihat keadaan Mansion begitu sangat sepi. Bahkan tidak ada satu pun pelayan disini." "Semua orang sibuk mempersiapkan pernikahan tuan Cho dengan Sera. Begitu pun dengan saya. Saya yang bertanggung jawab untuk mengurus pernikahan itu. Karena itulah sejak pagi saya tidak ada dirumah." Carl tersenyum kecut. Bahkan Dave yang biasa selalu menemaninya pun mulai berbalik meninggalkannya demi seorang Sera. Apakah Sera benar-benar se-istimewa itu? Kenapa semua orang seakan menomor satu-kannya? "A-Apa……apakah Marc juga ada disana?" Dave mengangguk. "Saat ini tuan tengah bersama dengan Sera." "Aku mengerti." Jawab Carl lemah. "Aku ingin beristirahat. Kau lakukan saja apa yang ingin kau lakukan." "Sebaiknya anda mulai membereskan pakaian anda." Langkah Carl terhenti. Tubuh wanita itu bahkan membeku begitu kalimat yang Dave katakan terdengar sampai ke gendang telinganya. "A-Apa maksudmu?" "Tuan Marc ingin anda pergi dari Mansion ini." Carl terdiam syok. Pria itu menendangnya keluar. Bukan hanya dari hidupnya. Tapi juga dari rumahnya. Demi tuhan. Adakah yang lebih menyedihkan dari ini? "Aku……. "Maafkan saya, nyonya. Tapi anda benar-benar tidak bisa menolak. Perintah tuan Marc adalah yang paling utama. Mari, saya akan membantu mengemasi pakaian anda." Carl tidak menjawab apapun. Ia masih terlalu sangat syok dengan semuanya. "Sekedar informasi, tuan Marc melarang anda membawa apapun selain pakaian anda. Tetapi anda tidak perlu khawatir. Tuan Marc sudah menyiapkan tempat tinggal baru untuk anda." "Aku mengerti." Jawab Carl linglung. "Kenapa anda tidak membawa apapun?" Dave reflek bertanya begitu mendapati Carl tidak membawa satu setel pun pakaian miliknya. Kecuali yang sedang wanita itu pakai.



"Bukankah Marc melarangku membawa apapun?" "Tapi…… "Tidak apa-apa. Aku datang dengan tangan kosong. Tentu aku juga harus pergi dengan tangan kosong." "....." Dave memilih untuk diam dan tidak mengatakan apapun. "Sebelum pergi, aku ingin mengatakan sesuatu." Dave reflek mengangguk. "Sampaikan ucapan selamatku untuk pernikahannya yang baru." ******** "Berapa lama lagi?" "Lima menit lagi." "Carl…...kau sudah mengirimnya pergi dari Mansion kan?" "Kau jangan khawatir. Dave sudah menangani gadis itu." Marc mengangguk. "Ayo kita mulai Max. Aku sudah sangat tidak sabar dengan pernikahan ini." Max mengangguk. "Aku akan menjemput Sera kemari." Dan benar saja. Tidak lama setelahnya Max datang dengan membawa serta Sera yang sudah berpakaian layaknya seorang pengantin. "Ada apa ini Kyuni? Kenapa aku harus berpakaian seperti ini? Baju ini terlalu berat. Aku tidak menyukainya." Marc tersenyum tipis. "Kita akan menikah Raya, karena itulah kau memakai baju pengantin." "Menikah? Jinjja? Apa Kyunie benar-benar akan menikah denganku?" Marc hanya menganguk. "Daebak."



Ekspresi bahagia Sera berubah murung dalam hitungan detik. "Tapi aku kan masih kecil Kyuni. Eomma bilang anak kecil tidak boleh menikah." Marc kembali menggeleng. "Tidak apa-apa Raya. Lagipula bukankah kemarin kau yang sangat ingin menikah denganku?" "Woahh aku tidak tau kalau Kyuni akan menuruti semua permintaanku seperti ini. Kyuni yang terbaik. Aku mencintai Kyuni." "Aku tau." Marc membawa Sera ke atap gedung. Diatas sana-lah mereka nantinya akan menikah. "Oeh? Kyuni bilang kita akan menikah. Tapi kenapa Kyuni membawaku kesini? Disini juga tidak ada apapun." Sera berhasil dibuat bingung dengan suasana disekitarnya. Alih-alih dibawa ke dalam gedung megah, ia justru dibawa ke atap. Terlebih lagi tidak ada hiasan apapun disana. Yang ada hanyalah tempat kosong seperti kebanyakan atap lainya. "Kau ingin tau kenapa aku membawamu kesini?" Ucapan Marc berubah dingin. Tidak ada lagi nada halus yang biasa ia gunakan saat berbicara dengan Sera. "Itu semua karena aku sudah sangat muak dengan semua sandiwaramu." Itu benar. Marc sengaja membawa Sera ke atap bukan tanpa alasan. Bukan juga untuk mendorong wanita itu dari atas sana. Melainkan untuk mengirim Sera ke Pitesti Prison, penjara paling mengerikan di dunia. Terbukti dari Max yang sudah menunggunya dengan Helikopter dari atas. Wanita itu harus menanggung akibat untuk semua perbuatan jahatnya. "Aku tidak mengerti yang Kyuni katakan." "Berhenti berpura-pura sialan! Aku tau kau tidak benar-benar sakit jiwa." "Tidak Kyuni. Itu tidak benar. Aku…..aku benar-benar sedang sakit." Marc tertawa sinis. "Tidak ada orang sakit yang akan mengaku kalau dirinya tengah sakit." Ekspresi takut yang tadinya terpampang jelas di wajah Sera berubah menjadi seringaian licik dalam hitungan detik. "Well. Kau sangat cerdas oppa. Aku tidak menyangka kau akan menyadari semuanya secepat ini." "Bukan secepat ini. Sejak awal aku sudah tau kalau kau hanya berpura-pura idiot. Kau bahkan menanam alat penyadap di dalam rumahku. Tidak cukup dengan itu, kau kuga menaruh bom disana, brengsek!"



Sera tertawa senang. "Semua itu masih kurang oppa. Aku bahkan mengancam dokter utusanmu untuk membuat riwayat palsu mengenai laporan kesehatanku. Kau tau apa yang aku lakukan padanya? Aku menyekap putri kesayangannya. Karena itulah dokter bodoh itu bisa dengan mudah menuruti semua perintahku." Rahang marc mengeras. Ia tau jika laporan dokter sialan itu palsu. Hanya saja Marc tidak menyangka Sera akan sampai menyekap orang. Cihh. Tentu saja wanita itu bisa melakukannya. Kau lupa dulu sekali dia bahkan pernah menembakmu? "Kenapa kau melakukan semua ini Sera? Kenapa kau berubah jadi wanita yang kejam." "Sejak dulu aku memang seperti ini oppa. Kelembutan yang aku berikan padamu, itu semua hanyalah topeng belaka. Aku tidak menyangka kau akan bisa tertipu semudah itu. Kau…..bahkan memperlakukanku seperti seorang ratu." Suara Sera semakin melemah disetiap akhirnya. Dan Marc sama sekali tidak peduli dengan semua itu. Ia terlalu muak. Muak dengan semua sandiwara Sera selama ini. Wanita sialan itu bahkan sampai menanam puluhan alat penyadap hanya untuk memastikan Marc tidak berperilaku baik pada Carl. Karena sekali saja Marc ketahuan melakukan hal itu, Sera tidak akan segan menekan remot pengendali yang dia pegang. Hal itu jugalah yang membuat Marc bersikap kasar pada istrinya. Dan Marc tidak melakukannya tanpa alasan. Pria itu tau Sera memegang alat pengendali bom yang diam-diam wanita itu sembunyikan dirumahnya. Dan sialnya Marc tidak bisa menemukan dimata lokasi bom itu berada. Hal itu jugalah yang membuat Marc harus mengikuti semua rencana Sera. Tapi sekarang tidak lagi. Saat dokter mengatakan ia bisa kehilangan calon anaknya kapan saja, saat itulah Marc merombak semua rencananya. Bahkan Dave yang tadinya tidak tau mengenai rencana-nya pun jadi ikut ia libatkan. Karena itulah Marc mengungsikan seluruh pelayan di mansion. Berikut dengan Carl. Marc tidak ingin ada satu korban pun saat ledakan itu terjadi. "Kau benar-benar sangat bodoh oppa. Sepertinya gadis XG itu berhasil melemahkan pertahanmu." Alih-alih tersinggung, Marc justru mengeluarkan seringaiannya. "Aku hanya mencoba mengikuti alur permainanmu yang sangat membosankan." "Membosankan kau bilang? Cihh. Kau bahkan berulang kali meniduriku." Marc mengangkat bahunya acuh. "Pria manapun di dunia ini pasti tidak akan menolak saat di beri kenikmatan seperti itu. Lagipula…….bukankah tugas seorang jalang memang untuk melayani tuan-nya?"



"Kau berubah oppa. Kau tidak seperti Kyuhyun yang aku kenal dulu." Sekali lagi Marc mengangkat bahunya acuh. "Kaulah yang memulai penghianatan itu. Jangan salahkan aku jika pada akhirnya aku berbalik membencimu." "Ketahuilah oppa, apapun yang kau rencanakan, semua tidak akan ada gunanya." "Apa maksudmu?" Sera kembali tertawa. "Game over oppa. Semuanya sudah selesai. Ucapkan selamat tinggal pada istri dan juga calon anakmu tercinta." Marc terdiam Syok. Alih-alih menekan remot pengendali, Sera justru melempar remot itu kearah Marc. Dan yang lebih mengejutkan adalah saat Sera nekat melompat dari atas atap. Hanya saja tidak benar-benar jatuh ke bawah. Karena ternyata di bawah sana berdiri pria bertopeng yang siap menangkap tubuh wanita itu kapan saja. "Gawat tuan! Seseorang berhasil menyusup dan membawa nyonya Carl pergi." Teriakan Dave berhasil menyadarkan keterkejutan Marc. Tubuh pria itu berubah membeku. Sekarang ia mengerti apa maksud dari ucapan Sera tadi. "Bukankah dari awal aku sudah menyuruhmu untuk memindahkannya ke tempat yang aman? KAU PIKIR APA YANG KAU LAKUKAN HAH! AKU AKAN MEMBUNUHMU JIKA SAMPAI TERJADI HAL BURUK PADA MEREKA!" "Ampuni saya tuan. Saya tidak tau kenapa orang-orang itu bisa sampai melacak keberadaan nyonya Carl. Padahal saya sudah memindahkannya ke tempat yang paling aman seperti yang anda katakan. Saat saya sampai di Vila, Vila anda sudah dalam keadakaan sangat kacau. Beberapa anak buah kita bahkan tewas di tempat." Bahu Marc melemas. "Semua ini salahku. Seharusnya sejak awal aku tidak memainkan sandiwara sialan itu. Karena kebodohanku sekarang nyawa istri dan juga calon anakku dalam bahaya."



PART 22



Flashback. Hari itu Marc langsung terbang menuju Jepang begitu Max memberitahunya bahwa Sera telah di temukan. Pria itu bahkan tega meninggalkan sang istri di malam pertama mereka. Dan betapa terkejutnya Marc saat tau kondisi Sera yang berbeda. Wanita masa lalunya itu memang masih cantik. Hanya saja….psikisnya sedikit bermasalah. "Apa yang terjadi? Bagaimana mungkin Sera bisa jadi seperti ini hah!" "Tenanglah Marc. Saat kami menemukan Sera, dia sudah dalam keadaan seperti itu." "Brengsek! Jika Sera gila lalu bagaimana aku bisa mengetahui siapa dalang di balik pembunuhan Cho Ahra hah! Aku tidak mau tau. Apapun yang terjadi Sera harus bisa sembuh." "Aku rasa itu tidak perlu." "Apa maksudmu, keparat!" "Tahan dulu emosimu Marc. Kita semua sama-sama tau betapa pentingnya Sera di dalam hidupmu. Hanya saja…..tidakkah kau merasa ada yang janggal? Sera yang tadinya begitu sangat sulit kita lacak keberadaanya mendadak muncul dalam kondisi gila. Bahkan orang idiot pun akan tau kalau semua kejadian ini sangatlah janggal." "Kau menuduh Sera berbohong?" Max mengangkat bahunya acuh. "Semua baru akan jelas setelah Aiden datang." "Aiden?" "Eoh. Aiden langsung datang begitu dia tau Sera telah di temukan." "Lalu dimana pria itu sekarang?" "Markas CIA." "Kau gila! Apa yang pria ikan itu lakukan disana hah!" "Tenang Marc. Tenang. Oke? Masalah ini tidak akan pernah selesai kalau kau terus-terusan terbawa emosi. Lagipula Aiden tidak pergi ke markas CIA tanpa alasan. Dia kesana….untuk mencari serum kejujuran."



"Serum kejujuran?" Max mengangguk. "Aku tidak tau bagaimana ceritanya hingga orang-orang dari markas CIA itu bisa sampai berhasil membuat Serum kejujuran. Yang jelas kita sangat membutuhkan serum itu untuk memastikan apakah Sera benar-benar gila atau hanya berpura-pura saja. Poin plus-nya kita juga bisa mencaritau mengenai dalang di balik pembunuhan Cho Ahra melalui serum itu. Dan ya….kau tidak perlu merasa hawatir. Serum itu sangat aman. Bahkan para korban tidak akan sadar jika mereka baru saja diberikan Serum kejujuran. Dengan kata lain korban tidak akan bisa mengingat hal apa saja yang ia katakan saat serum itu bekerja." "Kau yakin serum itu bisa diandalkan?" "Sejauh yang aku tau serum itu belum pernah gagal. Bahkan agen CIA selalu menggunakan serum tersebut dalam misi mereka." "Serum seperti itu pastilah tidak dijual bebas. Bagaimana mungkin kau bisa begitu yakin Aiden akan bisa mendapatkanya?" "Itu hal yang sangat mudah. Aiden tinggal menyebut namamu. Maka semua masalah akan selesai." "Kau? Sial. Bagaimana bisa kau merahasiakan semua ini dariku hah?" "Ayolah bung kau itu sangat berlebihan. Kita sama-sama tau kau memiliki 25 persen saham di markas CIA. Yang itu berarti tidak akan sulit bagi Aiden untuk mendapatkan serum itu." "Cihh. Aku justru ingin menarik semua sahamku dari sana. Mereka hanya mendompleng nama besarku untuk kepentingan pribadi mereka." "Mungkin masalah pembunuhan Cho Ahra sudah lama selesai jika saja sejak awal kau melibatkan para agen CIA." "Selesai? Cihh. Aku rasa itu hanya karanganmu saja. Bahkan Aiden yang menjabat sebagai mantan ketua tim CIA pun gagal mengungkap siapa dalang di balik pembunuhan Cho Ahra. Dan sekarang kau justru mengagung-agungkan kumpulan orang bodoh itu." Max tidak ingin membantah lagi. Karena memang semua yang dikatakan Marc itu benar. "Jangan terlalu mengandalkan CIA. Mereka semua tidak lebih dari sekumpulan penjilat tidak berguna yang hanya akan bekerja untuk negara mereka." ****** "Kau yakin ini akan bekerja?" Marc menatap serius Aiden yang tengah menyuntikan serum kejujuran pada tubuh Sera.



Sebelumnya wanita itu sudah dibuat pingsan dengan obat bius yang Max campurkan pada makanannya. "Sangat yakin. Kita hanya perlu menunggu serum itu bekerja. Setelahnya kau bebas menanyakan apapun pada wanita masa lalu-mu ini." Marc berdecih tidak suka. Entah kenapa ia selalu kesal setiap kali mereka semua menyebut Sera sebagai wanita masa lalunya. "Aku rasa serumnya sudah bekerja. Lebih baik kau segera mengintrogasi wanita penghianat ini." Marc berdeham pelan. Pria itu duduk ",berhadapan dengan Sera yang tengah dalam pengaruh serum kejujuran. "Park Sera?" "K-Kyuhyun oppa? Benarkah itu kau?" Semua orang yang ada disana berdecak kesal mendengar ucapan Sera. Wanita itu jelas sekali hanya berpura-pura gila. Terbukti dari cara bicara Sera yang kembali seperti orang normal. Cara kerja serum kejujuran benar-benar sangat luar biasa. Sekali serum itu masuk ke dalam tubuhmu, maka semua rahasiamu akan terbongkar. Bahkan Marc pun sampai mengakui kalau pengaruh serum kejujuran benar-benar sangat hebat. "Ya Raya ini aku. Kyuhyun oppa-mu." Marc mati-matian menahan omosinya. Ia tidak ingin bertindak gegabah. Tidak sebelum Sera memberitahu mengenai dalang dibalik pembunuhan Cho Ahra. "Sudah lama sekali kita tidak bertemu. Bagaimana keadaanmu, oppa?" "Aku tidak datang untuk membahas masa lalu denganmu. Aku datang untuk menanyakan beberapa hal." "Memangnya apa yang ingin oppa tanyakan?" "Sebelumnya aku ingin tau apa yang membuatmu sampai berpura-pura menjadi gila seperti ini." "Alasanku? Tentu saja karena aku ingin kembali masuk ke dalam hidup oppa." "Apa maksudmu?"



"Aku diperintahkan untuk melenyapkan istrimu." "Kau!" "Tahan Marc. Kita harus mendengar pengakuannya sampai selesai." "Dia benar oppa. Kau harus mendengar pengakuanku sampai selesai." "Lanjutkan. Aku ingin kau mengatakan semua yang kau tau. Termasuk juga dalang di balik pembunuhan kakak-ku." Sera tertawa kecil. "Kau sudah salah menangkap orang, oppa. Disini aku hanyalah pion. Musuhmu yang sebenarnya sedang bersembunyi disuatu tempat. Menunggu waktu yang tepat untuk menyerangmu hingga nafas terakhir." "Apa maksudmu?" "Kau ingat kejadian saat istrimu di culik dulu? Saat itu kami semua sengaja mencuci pikiran gadis XG itu untuk melawanmu. Tapi sialnya gadis itu sangat sulit untuk dipengaruhi. Istrimu bahkan dengan terang-terangan menolak bergabung dengan kami. Karena itulah X memerintahkan kami para pion untuk melenyapkannya. Aku sengaja berpura-pura gila agar kau sibuk denganku. Dan saat itulah pion X yang lain akan menyerang istrimu." "Katakan siapa itu X?" "Dia penguasa atas kami semua. Dialah musuhmu yang sebenarnya oppa. Dia jugalah yang menjadi dalang di balik pembunuhan Cho Ahra." "Bicara yang jelas. Cepat katakan siapa keparat itu." Sera dengan tegas menggeleng. "Kami tidak pernah tau seperti apa wajah dan juga namanya. X sangat pandai menyembunyikan diri." "Kau pion-nya. Tidak mungkin kau tidak mengetahui siapa X itu sebenarnya." Sera kembali menggeleng. "Aku sungguh tidak tau oppa. Yang aku tau X sangat dekat denganmu. Sangat-sangat dekat. Dia ada untuk memata-matai semua pergerakanmu. Karena itulah kami semua bisa dengan mudah mengetahui apa rencanamu. Kami bahkan menanam banyak alat penyadap di dinding rumahmu. Dan yang paling penting, disana juga ada bom yang bisa meledak kapan saja." "Keparat! Sebenarnya apa tujuanmu melakukan semua itu hah!" "Untuk memastikan kau tidak terlalu dekat dengan Carl. Karena jika kau sampai melakukanya, maka aku tidak akan segan-segan meledakkan bom-nya." Rahang Marc mengeras. Tangan pria itu bahkan terkepal erat.



"Apakah bedebah itu yang memintamu melakukan semua tindakan gila itu?" Sera menggeleng tegas. "Tidak oppa. Itu adalah keinginanku sendiri. Aku cemburu melihat gadis XG itu bisa sangat dekat denganmu. Karena itulah aku sangat ingin melenyapkannya." "Kau! Sial. Aku pastikan kau tidak akan selamat setelah ini." "Kau tidak akan bisa membunuhku oppa. X selalu melindungiku." "Brengsek! Cepat katakan dimana kau menaruh bom itu." "Aku tidak tau. X-lah yang menaruh bom-nya." "Keparat! Aku pastikan kau akan menerima hukuman untuk semua perbuatanmu." Marc berlalu meninggalkan Sera begitu saja. Begitu pun dengan Max dan juga Donghae yang ikut melangkah pergi. ******* "Apa yang akan kau lakukan Marc? Kita tidak bisa bertindak gegabah. Terlebih lagi ada bom di rumahmu." "Ikuti permainan Sera." "Apa maksudmu?" "Aku ingin kalian semua mengikuti permainan Sera. Bersikaplah seperti layaknya kalian tidak tau apapun. Aku akan melakukan tugasku sebagai pria masa lalu Sera yang masih begitu peduli padanya. Sementara itu kalian berdua terus pantau keadaan Sera dari jauh." "Kau yakin ingin melakukan semua itu?" Marc mengangguk. "Hanya dengan cara inilah kita bisa mengetahui siapa itu X. Aku yakin pria itu pasti akan menemui Sera secara diam-diam. Karena itulah kita harus mengikuti permainan mereka. Setidaknya sampai kita menemukan dimana keparat itu meletakkan bom-nya." "Bukankah akan lebih mudah jika kita memindahkan istri dan juga seluruh pelayanmu ke Mansion lain?" "Tidak. Jika kita melakukan itu para bajingan keparat itu pasti akan curiga. Terlebih lagi kita tidak akan bisa mengungkap siapa itu X. Karena itulah aku ingin kalian semua berpura-pura menjadi orang bodoh. Aku pun akan melakukan hal yang sama. Aku akan menjauhi Carl seperti yang Sera inginkan." Flashback end.



"Brengsek!" Marc meninju cermin di depannya dengan penuh emosi. Penculikan Carl adalah kesalahanya. Jika saja sejak awal ia tidak membuat rencana gila, jika saja sejak awal ia tidak bernafsu ingin menangkap X, semua ini pastilah tidak akan terjadi. Carl pasti akan baik-baik saja. Begitu pun dengan calon anaknya. Marc bersumpah akan melenyapkan keparat itu jika sampai terjadi hal buruk pada istri dan juga anaknya. "Mobil yang membawa pergi istrimu sudah berhasil dilacak Marc. Tapi….. "Tapi apa hah!" "Mobil itu terdaftar atas namamu." "KAU BERCANDA!" "Itulah yang terjadi. Bedebah itu benar-benar sangat licik." "Keparat! Cepat lakukan sesuatu. Aku bersumpah akan membunuh kalian semua jika sampai terjadi hal buruk pada mereka berdua." "Kau tidak bisa hanya berteriak saja. Gunakan otak cerdasmu untuk mencari jalan keluar." "Diamlah Aiden. Kau tau betul seperti apa Marc. Dia tidak akan bisa berfikir jernih saat sedang kalut." Itu benar. Sangat-sangat benar. Terbukti dari tingkah Marc yang hanya bisa mengamuk dan mengamuk. "Orang-orang kita berhasil melacak kemana mobil itu pergi." Dave datang dengan nafas tersengal-sengal. Terlihat sekali kalau pria itu baru saja berlari. "Mobil yang menculik nyonya Carl berhenti di hutan dekat perbatasan Seoul. Ada kemungkinan mereka membawa nyonya Carl kesana." "Siapkan senjata. Kita kesana sekarang!" ******** Sementara itu di tempat lain, tepatnya di sebuah gudang tua nampak Carl tengah duduk dikursi kayu dengan tangan dan kaki yang terikat. Byurrr!



Carl seketika tersadar dari pingsan begitu se-ember air dingin sengaja diguyurkan ke atas kepalanya. "Akhirnya kau bangun juga." Carl sangat terkejut melihat pria bertopeng itu berdiri angkuh di depannya. Terlebih lagi Carl dalam keadaan kaki dan tangan yang terikat. Apa yang terjadi padanya? "A-Apa yang terjadi? Kenapa kau mengikatku?" "Cihh. Sepertinya kau lupa apa yang terjadi padamu. Haruskah aku mengingatkanya lagi?" Carl terdiam. Perlahan-lahan ia mulai mengingat semuanya. Ia ingat saat itu Dave mengirimnya ke sebuah Mansion baru yang telah Marc siapkan untuknya. Karena terlalu kesal Carl memutuskan untuk melarikan diri secara diam-diam. Saat itulah seseorang tiba-tiba saja membekap mulut Carl dari belakang hingga gadis itu tidak sadarkan diri. "Sepertinya kau sudah ingat." "Apa yang kau inginkan?" Carl tidak ingin berbasa-basi. Carl sangat tau ia tidak mungkin diculik tanpa alasan. "Mudah saja. Aku ingin kau dan bayimu lenyap dari dunia ini. Dengan begitu aku akan bisa dengan mudah menghancurkan Marc si penghianat itu." "Kau gila!" "Sstt tenanglah sayang. Kau tidak perlu takut padaku. Aku berjanji akan memberikan kematian terindah padamu." Keringat dingin mulai membasahi tubuh Carl. Terlebih lagi saat pria bertopeng itu sengaja menodongkan pistol pada perutnya. "Apakah pistolku membuatmu takut adik ipar?" Carl tertegun. Panggilan itu? "Kau sangat benar adik ipar. Ini aku." Mata Carl membulat sempurna. Pria bertopeng itu dengan sangat berani melepas topeng yang selama ini menyembunyikan wajah aslinya. "C-Choi Siwon."



PART 23



"Kenapa kau melakukan semua ini? Marc sudah menganggapmu sebagai kakaknya sendiri, tapi kau justru menusuknya dari belakang. Dasar pria brengsek!" Alih-alih tersinggung Siwon justru tertawa keras. "Kau tidak bisa hanya menyalahkanku saja adik ipar. Disini aku hanya membalas pengkhianatan yang Marc lakukan." "Apa maksudmu?" "Kau tidak berhak menanyakan apapun padaku." Ekspresi Siwon berubah dingin. "Tapi karena kau akan segera mati, aku akan berbaik hati dengan sedikit menceritakan masa lalu kami padamu." "Kami?" "Aku, Kyuhyun, dan Ahra. Kami bertiga dulunya adalah sahabat yang dipertemukan sejak kecil. Tapi kemudian status itu mulai berubah saat aku menyadari aku menyukai Ahra. Dari sanalah akhirnya aku dan Ahra berkencan. Kami berdua saling mencintai. Dan Kyuhyun tau itu. Tapi suatu ketika Kyuhyun justru mengenalkan Ahra pada pria lain hingga akhirnya Ahra…...dia hamil anak bajingan itu. Aku sangat marah. Tentu saja. Aku bahkan menghajar Kyuhyun habis-habisan. Tapi apa kau tau apa yang suami brengsekmu itu lakukan? Dia justru memintaku untuk menikahi kakaknya. Tentu saja aku langsung menolak." Carl terdiam. Ia bisa melihat ekspresi kesakitan saat Siwon menyebut nama Ahra. "Tidak hanya sampai disitu, aku yang gelap mata memutuskan untuk menyelinap ke dalam rumah keluarga Cho tepat dua hari setelahnya. Disanalah aku menembak perut Ahra hingga wanita itu tewas. Berikut dengan anak sialanya." Carl membuka mulutnya tak percaya. Ia tak menyangka Siwon yang dari luar terlihat begitu sangat baik ternyata menyimpan banyak sekali kekejaman di dalamnya. "Yang lebih menarik adalah saat aku sama sekali tidak menyesal sudah melenyapkannya. Saat pagi datang akulah orang pertama yang berpura-pura terpukul atas kematian Ahra. Alih-alih curiga mereka semua justru merasa iba padaku. Benar-benar sangat bodoh bukan? Rasanya tanganku ini sudah sangat gatal ingin mengulangi hal yang sama pada pria sialan itu. Berikut juga….dirimu." "Apa salahku? Kenapa kau melibatkanku dalam dendam-mu?" "Itu hal yang sangat mudah. Aku ingin Marc merasakan sakitnya kehilangan orang yang sangat dia cintai. Persis seperti yang pria itu lakukan padaku dulu. Berhubung Marc mencintaimu, maka kaulah yang harus aku habisi."



"K-Kau salah faham. Marc sama sekali tidak mencintaiku. Dia…..dia mencintai Sera." Siwon tertawa keras. "Sera? Oh ayolah adik ipar jangan berlagak sok bodoh di depanku. Kita semua sama-sama tau Sera hanyalah masa lalu pria penghianat itu. Sedangkan kau…..kau adalah masa depan-nya yang harus segera aku akhiri." "Kau sudah gila Choi Siwon. Kau benar-benar sakit jiwa." Sekali lagi Siwon kembali tertawa. "Itu sangat benar. Dokter bahkan memfonisku menderita stres akut." "Jangan main-main denganku. Marc…,dia pasti tidak akan melepaskanmu saat dia tau kau membahayakan calon pewarisnya." "Memang itulah yang aku inginkan. Aku sengaja menculikmu untuk memancing pria itu kemari. Setelahnya aku akan menghabisi kalian bersama." Krekkk! Bunyi engsel pintu yang terbuka memaksa Siwon kembali memakai topeng penyamarannya. Ia tidak perlu repot-repot menoleh hanya untuk mengetahui siapa yang datang. "Ada apa Sera? Bukankah aku menyuruhmu untuk berjaga di bawah?" "Maaf X, aku hanya ingin melihat wanita Marc dari dekat. Dan ya….aku akan merasa sangat senang kalau kau memberiku kesempatan berbicara dengannya." Carl membeku. Tidak salah lagi. Itu adalah Sera. Apa yang wanita itu lakukan disini? Dia juga terlihat akrab dengan Siwon. Mungkinkah mereka berdua….. Bekerja sama? "Lakukan apapun yang kau inginkan Sera. Tapi jangan menghabisinya. Dia hanya boleh mati di depan Marc." "Kau jangan hawatir. Aku tau apa yang harus aku lakukan." Bersamaan dengan itu Siwon melangkah pergi meninggalkan Carl dan juga Sera yang tengah menatap satu sama lain. "Kau pasti terkejut melihatku ada disini bukan? Aku yakin di dalam kepalamu itu kau tengah bertanya-tanya apa yang aku lakukan disini." Carl tidak menjawab. Namun ia tau kalau Sera terlibat dalam penculikanya.



"Well. Semua kau pikirkan itu memanglah benar. Aku terlibat dalam penculikan yang terjadi padamu. Dan…...heyyy lihatlah wajahmu. Kau sangat cantik. Tidak heran jika pada akhirnya Marc melupakanku dan jatuh cinta padamu." "Kau salah. Marc mencintaimu. Bukan aku." "Benar. Tapi itu dulu. Sebelum kau datang dan merebut posisiku." "Aku tidak merebut posisi siapa pun. Kau sendirilah yang memutuskan untuk meninggalkannya." "Ternyata kau gadis yang sangat cerdas." "Jangan lakukan ini Sera. Jangan buat Marc beralih membencimu karena kejahatanmu ini." Sera mengangkat bahunya acuh. "Marc sudah membenciku. Kenapa tidak sekalian saja aku membuatnya menderita." "Kau salah. Marc tidak membencimu. Dia…..dia mencintaimu. Ada banyak fotomu di Mansion-nya. Dia….dia bahkan berniat ingin menikahimu." Sera tersenyum sinis mendengar nada suara Carl yang memelan. Sangat terlihat sekali kalau gadis XG itu tertarik pada Marc. "Tidak pernah ada pernikahan apapun Carl. Tidak ada. Semua hanyalah kamuflase yang Marc ciptakan untuk menipuku." "Apa maksudmu?" "Marc mengetahui semua kejahatanku. Karena itulah dia mencoba melakukan balas dendam. Tapi na'as recananya itu harus gagal. Aku berhasil melarikan diri sebelum dia sempat memberiku pelajaran." Carl cukup terkejut mendengar semua pengakuan Sera. Jika memang benar Marc tidak mencintai Sera lalu apa arti semua ucapan Marc selama ini? Tidak mungkin kan jika Marc sengaja membohonginya? "Marc mencintaimu. Kau harusnya sudah tau itu." Belum hilang keterkejutan Carl. Gadis itu kembali dikejutan akan fakta baru yang Sera katakan padanya. Marc mencintainya? Benarkah itu?



Tanpa sadar senyum tipis terbit di bibir Carl. Dan hal itu benar-benar membuat Sera geram setengah mati. "A-Apa yang kau lakukan?" Carl terhenyak merasakan benda dingin menempel pada pipinya. Dan itu adalah sebuah pisau. "Kau membuat Marc jadi seperti orang gila karena wajah cantikmu ini. Aku jadi penasaran akan seperti apa reaksi Marc saat tau aku merusak wajah favoritnya." "Sedikit saja kau berani menyentuhku aku bersumpah akan…...arrrkhh!" Terlambat! Sera sudah lebih dulu menggoreskan pisaunya pada pipi mulus Carl sebelum gadis itu selesai bicara. "Kau melakukan kesalahan besar dengan mengancamku seperti tadi." Carl meringis perih. Luka sayatan di pipinya cukup dalam. Ia bahkan bisa merasakan tetes demi tetes darah yang mengalir dari pipinya. "Aku mohon jangan menyakitinya." Tubuh Carl bergetar hebat. Sera dengan sengaja menekan pisau miliknya ke perut gadis tersebut. Dan hal Itu benar-benar membuat Carl takut. Ia takut Sera akan menusuk perutnya. "Apa kau baru saja memohon padaku nyonya Cho?" Carl menggeleng. Ia kembali meringis saat sera dengan sengaja menggores perutnya dari balik dress tipis yang Carl kenakan. Dan lagi…..darah segar berhasil keluar dari permukaan perut Carl. Ingin sekali rasanya Carl membalas semua perbuatan Sera. Namun apa daya. Tubuh gadis itu terikat. Membuat Carl tidak bisa melakukan apapun selain hanya meringis dan menjerit kesakitan. "Jangan menyakitinya. Aku mohon. Dia tidak memiliki salah apapun." "Kau tidak perlu hawatir. Aku tidak akan menghabisi bayimu," Sera tersenyum sangat manis. Namun senyuman itu justru terlihat sangat menakutkan. "Karena memang itu bukan tugasku. X sendirilah yang nantinya akan melenyapkan kalian berdua." Ucapan Sera justru membuat Carl semakin takut. "Mari kita lihat apa yang akan aku lakukan padamu selanjutnya." "Apa mak……..



Ucapan Carl seketika terhenti begitu tau apa yang Sera lakukan. Wanita masa lalu Kyuhyun itu mengambil sebuah tongkat bisbol dari dalam tumpukan dus-dus bekas yang ada di sekitar mereka. "Jangan gila Sera. Kau pikir apa yang…….Arrggghhh!" Jerit penuh kesakitan tidak bisa lagi Carl tahan. Wanita itu, Park Sera, dia dengan sengaja memukul kaki Carl dengan menggunakan tongkat bisbol secara membabi buta. Bukan hanya sekali, melainkan berkali-kali hingga membuat kaki Carl di penuhi luka memar. "Hentikan hikss, aku mohon." Sera memutar bola matanya malas. Menyiksa Carl membuat perasaan wanita itu luar biasa senang. Anggap saja saat ini Sera tengah memberi gadis itu pelajaran karena telah membuat marc berpaling darinya. "Aku jadi penasaran. Kira-kira akan seperti apa reaksi suamimu saat tau kau sudah tidak lagi bisa berjalan heum? Mungkinkah dia akan meninggalkanmu? Ahh. Apa yang aku katakan? Tentu saja Marc akan meninggalkanmu. Marc kan tidak menyukai gadis yang cacat. Karena itulah aku harus membuatmu cacat seumur hidup." ****** Di tempat lain. Tepatnya di hutan tidak jauh dari gudang tempat Carl disekap nampak sebuah Helikopter baru saja mendarat di tempat tersebut. "Jangan gegabah Marc. Kita terlalu mudah menemukan lokasi persembunyikan musuh. Aku curiga mereka sengaja membuat jebakan." "Max benar tuan. Kita tidak boleh gegabah. Jangan sampai kita semua mati konyol disini." "Aku setuju dengan Dave. Akan sangat tidak keren jika kita sampai mati konyol disini." Aiden ikut membuka suara. Sejak awal ia sudah curiga jika musuh sengaja memancing mereka agar datang ke tempat ini. "Aku tidak peduli." Marc melompat dari atas Helikopter begitu saja. Di tangan pria itu sendiri sudah ada sebuah pistol yang nantinya akan ia gunakan untuk meindungi diri. "Dasar kesar kepala." Mereka bertiga mau tak mau ikut melompat ke bawah. Sepertinya Marc berniat menyergap musuh secara langsung.



Dan hal itu jauh lebih berbahaya dan lebih beresiko dibandingkan dengan menyergap musuh secara diam-diam. "Kalian berdua masuk dari belakang. Aku dan Dave akan menyergap dari depan. Tidak peduli apapun yang terjadi Carl harus keluar secara hidup-hidup." ******** "Orang-orang kita mendengar deru mesin Helikopter tidak jauh dari tempat ini boss. Sepertinya Marcus dan orang-orangnya sudah datang." Siwon menyeringai sinis. "Akhirnya permainan yang sebenarnya akan segera dimulai." "Berikan perintah anda." "Lakukan penyergapan dari dua arah sekaligus. Panggil Sera. Pastikan wanita itu berjaga di pintu depan." "Baik boss." "Aku tidak sabar melihat pasangan seks itu saling menghabisi satu sama lain." Siwon menatap tajam layar monitor di depanya dengan antusias. Ia sudah memasang banyak CCTV yang akan memantau setiap pergerakan Marc dan orang-orangnya.



PART 24



Brakkk! Marc mendobrak pintu kayu di depanya dengan tidak sabaran. Pria itu tidak ingin berbasa-basi dengan melakukan penyelinapan seperti yang Max dan Aiden lakukan. Menurutnya semua itu hanya akan memperlambat pencarianya saja. "Kau selalu cepat Marc. Kau bahkan bisa menemukan tempat ini hanya dalam beberapa jam saja." "Dimana Carl?" Marc menatap tajam Sera yang berdiri di depanya. Ia sama sekali tidak terkejut saat tau wanita itulah yang menghadangnya. "Carl? Ahh. Maksudmu gadis bayaran itu? Kau jangan khawatir. Aku sudah mengurusnya dengan begitu sangat baik." "Apa maksudmu?" "Entahlah. Aku rasa istri cantikmu itu saat ini sudah tiada." "KEPARAT! KAU PIKIR APA YANG KAU LAKUKAN HAH!" Saat itulah baik Sera mau pun Marc sama-sama menodongkan pistol mereka. "Cepat katakan dimana Carl sebelum semua peluruku menembus jantungmu." "Kau terlalu menyukaiku Marc. Kau tidak akan mungkin bisa menembak….,..arrghh!" Tepat saat itulah Sera mengerang kesakitan. Ia tidak menyangka Marc memiliki pistol lain yang ia sembunyikan di belakang tubuhnya. Dan sialnya pistol tersebut berhasil melukai lengan kanan Sera. Yang otomatis akan membuat wanita itu kesulitan menembak terkecuali Sera menggunakan tangan kirinya. "Kau menembakku." Sera berkata pelan. Wanita itu masih terlalu kaget Marc tega menembaknya. "Bukan hanya menembak. Demi bisa membawa istriku kembali aku bahkan bisa melenyapkan nyawamu dengan sangat mudah. Kau tau Raya, kau terlalu lemah." Sera tersenyum di tengah kesakitan-nya. Ia selalu suka saat Marc memanggil namanya.



"Sekarang cepat katakan dimana kalian menyembunyikan Carl." "Aku tidak tau…..Arrrghhh!" Sera kembali menjerit saat Marc menjambak kasar rambutnya. Pria itu bahkan mengunci kedua tangan Sera agar wanita itu tidak melarikan diri. "Jangan paksa aku menghabisimu saat ini juga wanita sialan! Cepat katakan dimana istriku!" "Argghh…….dia……. "Sial." Marc seketika menunduk saat telinganya mendengar suara tarikan pelatuk pistol. Dan benar saja, beberapa detik setelahnya salah seorang pria berpakaian serba hitam baru saja melepaskan tembakan kearahnya. Namuh pria itu kembali bersembunyi saat Marc akan melayangkan tembakan balasan. "Brengsek! Kalian semua benar-benar tidak akan aku ampuni." Marc menarik paksa Sera ke salah satu pilar. Dari sana-lah ia bisa mengintai para musuh sekaligus melindungi diri. Mata tajam Marc menelisik seluruh ruangan. Ia bisa melihat tiga orang pria tengah bersembunyi di tempat mereka masing-masing. Satu dibalik drum bekas. Sedangkan dua orang lainya bersembunyi di balik pilar sama seperti dirinya. Dorrrr! Satu orang yang bersembunyi di balik drum-drum bekas berhasil Marc tangani. Sekarang tinggal dua orang lainya lagi. Suara baku tembak kembali terdengar. Salah seorang dari mereka berhasil menembakkan pelurunya kearah Marc. Marc yang menyadarinya pun segera bersembunyi di balik pilar. Membuat timah panas itu menghantam pilar dan berbelok arah. "Kau tidak akan bisa menang dengan mudah oppa. Musuhmu bukan orang biasa." "Diam." "Lebih baik kau pulang. Istrimu sudah tiada. Percuma saja kau datang kemari." "AKU BILANG DIAM BRENGSEK!" Dorrrr!



Suara teriakan Marc terdengar bersamaan dengan suara tembakan. Marc cukup terkejut saat tau Dave berdiri di belakang. Pria itulah yang baru saja melayangkan tembakan kearahnya. Tidak. Bukan kearahnya. Melainkan kearah seorang pria yang berdiri tidak jauh darinya. Seseorang mencoba menembak Marc saat pria itu tengah berdebat dengan Sera. Untunglah dave datang tepat waktu dan melihat itu semua. "Jangan terpengaruh tuan. Wanita sialan ini hanya ingin membuat anda lengah." Suara tembakan kembali terdengar. Kali ini Dave mengarahkan tembakan-nya pada pria yang mencoba menyerang mereka dari depan. "Tidakkah semua ini terasa ganjil oppa? Mereka semua terlalu mudah untuk kau kalahkan." Dalam hati Marc membenarkan ucapan Sera. Orang-orang sialan ini terlalu lemah. Bedebah itu pasti sengaja mengirim orang-orang lemah untuk melawanya. Marc sangat yakin jika yang terkuat dari mereka pastilah sedang menahan istrinya. Brengsek! "Urus dia." Marc mendorong tubuh Sera kearah Dave dengan sangat kasar. Firasat pria itu mengatakan jika saat ini istrinya tengah berada dalam bahaya yang jauh lebih besar. Karena itulah Marc dengan cepat berlari kelantai atas. Ke tempat yang Marc yakini digunakan bedebah itu untuk menahan istrinya. Marc bersyukur gedung tua ini hanya terdiri dari dua lantai. Jika tidak pastilah ia akan sulit menemukan keberadaan istrinya itu. Marc sama sekali tidak menyadari jika semua tindakanya telah di pantau melalui CCTV. Siwon tersenyum melihat Marc berhasil naik kelantai atas dengan sangat mudah. Siwon sengaja tidak memerintahkan banyak anak buah miliknya untuk menghadang pria tersebut. Karena memang Siwon ingin menghadapi Marc secara langsung. Sekaligus memberi pria itu sedikit kejutan, mungkin. "Suamimu sudah datang. Mari kita beri dia sedikit kejutan." Sementara itu dari arah belakang gudang, Max dan Aiden berhasil dibuat sedikit kewalahan saat menghadapi musuh mereka yang bisa dibilang cukup banyak. "Sial. Bedebah itu menaruh semua orang-orangnya di pintu belakang." Max kembali melayangkan tinjunya kearah pria yang menyerangnya. Sebelum akhirnya melepas tembakan kearah pria tersebut. Aiden mengangguk setuju. Ia ikut melepas tembakan kearah empat orang pria yang mencoba menyerangnya secara berkelompok.



"Jangan hawatir. Orang-orang ini tidak cukup kuat untuk menghabisi nyawa kita berdua." "Kau benar. Ayo kita habisi mereka semua." Aiden kembali mengangguk. Ia lantas melakukan gerakan memutar. Mengayunkan kakinya untuk menendang salah seorang pria yang mencoba menyerangnya dari belakang. "Menunduk!" Seruan dari Max berhasil membuat Aiden langsung membungkuk. Pria itu mengumpat kesal menyadari ia nyaris saja tertembus peluru milik Max. Sedangkan Max menyeringai senang. Tembakannya selalu tepat sasaran. Terbukti dari keberhasilanya menembak pria yang mencoba menembak Aiden dari balik tubuh pria ikan tersebut. "Katakan jika kau ingin menembak sialan!" "Aku melindungimu bodoh." "Cihh." Mereka berdua kembali menghajar orang-orang yang terus saja berdatangan untuk menyerang. Dalam hati mereka berharap agar Marc bisa menemukan Carl tanpa bantuan mereka berdua. Karena sepertinya mereka berdua akan memerlukan waktu sedikit lebih lama untuk membereskan orang-orang tersebut. ******* Brakkk! Pintu kayu berukuran puluhan tahun itu menjeblak terbuka setelah Marc menendangnya dengan begitu sangat keras. Namun tubuh Marc seketika membeku melihat pemandangan di depanya. Di sana, tepat di depan kedua matanya ia bisa melihat gadis yang berstatus sebagai istrinya terikat lemas diatas kursi kayu tua. Tidak sampai disitu, Marc bahkan bisa melihat darah di area pipi dan juga…..perut gadis tersebut. Saat itulah tubuh Marc melemas. Keadaan Carl jauh dari kata baik-baik saja. Bahkan perut wanita itu berdarah. Mungkinkah ia telah kehilangan anaknya? "D-Dia baik-baik saja." Carl berucap lemah. Gadis itu sangat mengerti arti tatapan mata Marc yang mengarah pada perutnya.



"Jangan mendekat." Niat Marc yang ingin menghampiri Carl refleks terhenti begitu mendengar seruan gadis tersebut. "Aku mohon jangan mendekat." "Apa mak….. Ucapan Marc terhenti. Ia bisa merasakan moncong pistol tengah menempel pada kepalanya. Yang tanpa harus bertanya pun, Marc tentu sudah tau betul apa yang tengah terjadi padanya sekarang. Seseorang sedang menempelkan pistol ke kepala Marc dari arah belakang. Namun hal itu sama sekali tidak membuat Marc takut. Ia sangat tau cara mengatasi pengecut yang hanya berani menyerang dari arah belakang seperti ini. Marc sudah siap mengambil ancang-ancang hendak membalikkan tubuhnya saat tiba-tiba saja sebuah suara berhasil membuat tubuh pria itu membeku. "Jangan berani melawan jika kau tidak ingin melihat gadis ini berakhir di tanganku, Marc." Marc tau suara itu. Ia sangat tau. "S-Siwon hyung?" "Kau benar. Ini adalah aku." Siwon muncul dari balik punggung Carl. Lengkap dengan pistol yang menempel pada pelipis gadis tersebut. Saat itulah Marc bisa melihat wajah dingin Siwon dengan begitu sangat jelas. "A-Apa yang kau lakukan disini h-hyung?" "Haruskah aku menjawabnya? Seharusnya kau sudah bisa menebaknya sendiri kan?" Siwon dengan sengaja memainkan pistol miliknya di sekitar leher Carl. "Aku penasaran. Menurutmu apa yang akan terjadi saat aku menembak leher jenjang istrimu ini heum? Mungkinkah dia akan langsung pergi ke surga?" Marc tidak bereaksi. Ia masih terlalu terkejut dengan apa yang di lihat oleh kedua matanya saat ini. "Kenapa kau melakukan ini? Aku tidak percaya kau akan menusukku dari belakang."



"Dia ingin membalas dendam atas penghianatan yang sudah kau lakukan padanya." Itu suara Carl. Di tengah keadaanya yang sekarat gadis itu masih bisa mengeluarkan suara. Meski lirih namun masih bisa di dengar oleh Marc dan juga Siwon. "Istrimu benar. Aku melakukan semua ini untuk membalaskan dendamku padamu." "Apa maksudmu?" "Kau lupa apa yang sudah kau lakukan padaku dulu hah? Kau dengan brengseknya berani membuat Ahra-ku hamil dengan pria lain, sialan! Kau…...kau benar-benar tidak akan aku ampuni untuk dosamu itu." Marc tertegun. Jadi Siwon melakukan semua ini karena kejadian masa lalu itu. "Sudah ingat dengan semua penghianatan yang kau lakukan padaku hah!" "Kau…...apakah kau yang sudah menghabisi Ahra nuna?" "Tepat sekali. Memang akulah yang sudah menghabisinya." "KAU! KEPARAT KAU!" "Sedikit saja kau berani melawan aku bersumpah akan melenyapkan Carl tepat di depan matamu. Berikut dengan bayi yang dikandungnya." Marc menggeram. Ucapan Siwon seperti simalakama untuknya. Marc benar-benar sangat ingin menghabisi Siwon saat ini juga. Akan tetapi…...ia tidak bisa membahayakan nyawa istri dan juga calon anaknya yang bahkan belum lahir ke dunia. "Bagus. Terus turuti semua perintahku jika kau tidak ingin melihat istri dan calon anakmu menjadi abu." Untuk saat ini Marc tidak bisa melawan Siwon dengan kekerasan. Karena itulah ia akan mencoba berbicara secara baik-baik dengan bajingan itu. "Kau….kau sudah salah faham. Aku tidak…... "Tutup mulutmu brengsek! Jangan kau pikir aku akan mempercayai semua ucapan busukmu. Kau sudah melakukan kesalahan fatal. Sekarang kau harus menerima akibat dari perbuatanmu itu." "Tidak-tidak. Tolong dengarkan aku dulu," Marc panik melihat Siwon mengarahkan pistol miliknya ke perut Carl. "Aku mohon biarkan aku menjelaskan semuanya." Suara tepuk tangan menggema memenuhi seisi ruangan tersebut.



"Wow tuan Cho. Lihat apa yang baru saja kau lakukan? Aku tidak menyangka kau akan sampai memohon hanya demi gadis bayaran seperti ini." Rahang Marc mengeras melihat Siwon mencengkram rahang Carl dengan sangat keras. "Singkirkan tanganmu darinya brengsek! Jangan pernah kau berani menyentuh istriku." "Jika aku mau aku bahkan bisa menidurinya." "Keparat!" Amarah Marc memuncak. Dengan cepat ia merebut pistol yang anak buah Siwon gunakan untuk menodong kepalanya. "Cepat lepaskan istriku jika kau tidak ingin berakhir detik ini juga." "Tidak Marc. Apa yang kau lakukan? Dengan kau melawanku kau justru hanya akan mempercepat kematian istrimu." Marc yang tadinya tidak begitu mengerti seketika dibuat mematung begitu melihat bom yang dipasang pada tubuh Carl. "Inilah kenapa aku tidak ingin kau mendekat." Marc bisa mendengar suara Carl yang sangat lirih. Marc bahkan bisa merasakan betapa ketakutannya gadis itu sekarang. Tangan Marc terkepal erat. Tindakan Siwon benar-benar membuatnya sangat marah. "Kau lihat bom ini Marc? Kau hanya punya waktu sepuluh menit untuk menyelamatkan istrimu dari ledakannya." "Apa yang kau inginkan." "Bagus. Kata itulah yang sejak tadi aku tunggu keluar dari dalam mulut busukmu." "Jangan bertele-tele. Cepat katakan apa yang kau inginkan." "Aku memiliki pilihan menarik untukmu. Akhiri hidupmu atau….akhiri hidup istrimu." "Apa maksudmu hah!" "Sangat mudah. Jika kau tidak ingin melihat nyawa istri dan anakmu lenyap maka kau harus segera mengakhiri hidupmu sendiri." Carl mengeleng lemah. "J-Jangan dengarkan dia." "Pilihan ada di tanganmu Marc. Akhiri hidupmu atau aku yang akan mengakhiri hidup istrimu."



Marc menyeringai. "Kau tidak akan berani melakukanya. Jika bom itu meledak maka kau juga akan ikut meledak bersamanya." Siwon tertawa sinis. "Aku tidak sebodoh itu tuan Cho." Saat itulah Marc bisa mendengar suara deru mesin helikopter tepat di samping luar bangunan tersebut. "Sebelum bom-nya meledak aku akan lebih dulu pergi menggunakan Helikopter milikku." "Brengsek!" "Cepat ambil keputusan. Timer bom ini tidak akan mau menunggu lebih lama lagi." Marc bisa melihat hitung mundur waktunya yang hanya tinggal tujuh menit. Saat itulah Marc mau tidak mau harus segera membuat keputusan. "Aku………..," Marc mulai menempelkan pistol pada pelipisnya sendiri. Dan hal itu benar-benar membuat Siwon sangat senang. Rencana-nya berhasil. Sejak awal ia sudah menduga kalau Marc akan lebih memilih untuk mengakhiri hidupnya sendiri. "Memilih untuk mengakhiri hidup…….mu." Tepat saat itulah erangan Siwon terdengar. Pria itu sama sekali tidak pernah menyangka jikalau Marc menyimpan sebuah pisau di balik sepatu yang ia kenakan. Pisau itulah yang Marc lemparkan ke leher Siwon di detik-detik terakhir. "Breng…..arrggghhh!" Siwon kembali mengerang. Marc menghajarnya secara membabi buta. Marc benar-benar melampiaskan rasa marahnya atas kematian Cho Ahra. Berikut penganiayaan dan juga penculikan yang menimpa sang istri. "Ini untuk kematian kakakku." Marc meninju perut Siwon hingga mulut pria itu memuntahkan darah. "Dan ini untuk kelancanganmu menculik istriku." Siwon jatuh terkapar setelah menerima tembakan pada perutnya. Belum puas sampai disitu Marc kembali menghajar Siwon habis-habisan. Marc menyeret Siwon ke arah balkon dengan tidak berperasaan. Ia juga menarik kerah baju Siwon dan mendekatkan wajah mereka berdua. "Asal kau tau saja…….nuna tidak pernah menghianatimu. Kau sendirilah yang telah memperkosanya, sialan! Kau mabuk berat hingga tidak menyadari perbuatanmu sendiri, brengsek!"



Bersamaan dengan itu Marc melepaskan pegangan-nya pada kerah baju Siwon. Membuat pria itu terjatuh dari atas balkon. Siwon seketika tewas setelah tertusuk pagar besi di bawahnya. Tepat saat itulah Aiden, Max dan juga Dave datang. Berikut dengan Sera. "Urus jasadnya." Marc berucap dingin. Pria itu berbalik menghampiri Carl yang terlihat semakin sekarat. "P-Pergilah. Aku tidak ingin bom ini ikut membunuhmu." Marc menggeleng. Mati pun ia rela asalkan tetap bersama dengan gadis itu. Yahhh…….pada akhirnya Marc menyadari bagaimana perasaanya yang sebenarnya. Marc harus mengakui kalau dirinya telah jatuh cinta pada Carl. Bahkan semenjak Marc pertama kali melihatnya. "W-Waktunya tidak banyak lagi. Aku mohon pergilah." "Tidak. Kita pasti bisa melakukan sesuatu untuk menyingkirkan benda sialan ini dari tubuhmu." "Kalian jangan hawatir. Aku pandai menjinakkan bom." Aiden dengan cekatan memeriksa jenis bom yang sengaja dipasang pada tubuh Carl. "Sial. Ini bom jenis High explosive yang biasa digunakan untuk meledakkan tambang. Sialnya bom jenis ini lumayan sulit untuk dijinakkan. Tapi kau jangan khawatir. Aku bisa menanganinya. Terakhir kali aku berurusan dengan bom sialan ini saat aku masih bergabung dengan CIA dulu." "Apapun yang ingin kau lakukan, lakukan dalam empat menit sebelum bom itu benar-benar meledak dan menghabisi kita semua" "Aku sedang berusaha." Aiden tau ia tidak boleh gegabah. Nyawa mereka semua bergantung pada seutas kabel yang akan ia potong. Sekali saja ia salah memotong kabel, bisa di pastikan mereka semua akan ikut meledak bersama dengan bom tersebut. "Jika pun bom itu harus meledak, pastikan wanita sialan ini ikut meledak bersamanya." Sera menunduk takut melihat tatapan penuh kebencian yang Marc layangkan padanya. Kini Sera menyadari satu hal. Marc Membencinya. Bahkan Sera sangat yakin tidak akan ada lagi jalan baginya untuk kembali. "Apa kita semua akan akan mati?"



Suara lirih Carl berhasil membuat Marc tersadar dari tatapan penuh kebencian miliknya. Pria itu lantas menunduk. Memandang wajah sang istri yang tengah menatap sayu kearahnya. "Tatap mataku. Aku berjanji semua akan baik-baik saja." Carl mengangguk. Ia terus menatap mata Marc seperti yang pria itu katakan. Baik Marc maupun Carl sama-sama berharap agar mereka semua bisa selamat. Termasuk juga bayi mereka yang berada di dalam perut Carl. "Aku berjanji akan berubah menjadi lebih baik begitu kita keluar dari tempat ini." Carl kembali mengangguk. Gadis itu seolah bisa mendengar apa yang Marc katakan melalui tatapan mata mereka. "Biarkan aku pergi. Aku tidak ingin mati di sini." "Aku mohon biarkan aku pergi. Aku janji tidak akan muncul di hadapan kalian lagi." Permohonan Sera sia-sia saja. Karena pada kenyataanya ucapan wanita itu sama sekali tidak digubris oleh semua orang yang ada disana. "Cepatlah Aiden. Waktunya tinggal dua menit lagi." Keringat dingin mulai membasahi pelipis Aiden bersamaan dengan berkurangnya timer pada bom tersebut. "Sial. Potong saja kabel yang warna merah!" Bicara memang mudah. Namun pada kenyataanya ada enam jenis kabel berwarna merah disana. Dan Aiden masih belum selesai meneliti kabel-kabel tersebut sementara waktu yang mereka miliki semakin menipis. "Aku harap ini kabel yang benar." Semua orang ikut menahan nafas melihat Aiden mulai memotong kabel berwarna merah. Bersamaan dengan itu timer yang ada pada bom tersebut berhasil di hentikan pada detik ke dua sebelum bom tersebut benar-benar meledak. Melihat hal itu akhirnya semua orang yang ada disana bisa menghembuskan nafas lega. "Kerja bagus Aiden!" Aiden mengusap kasar keringat di wajahnya. Pria itu lantas tertawa puas. "Akhirnya kau mengakui kehebatanku juga." Marc tidak menggubris. Ia sibuk memeluk tubuh Carl yang bergetar hebat. "Semua sudah baik-baik saja. Kau bisa tenang sekarang."



Carl hanya menganggukkan kepala tanpa ingin melepaskan pelukannya dari Marc. "Ayo kita pulang." Carl menggeleng pelan. "Kakiku…...kakiku sangat sakit. Aku tidak bisa berjalan." Marc menunduk. Menatap kaki jenjang Carl yang berubah warna menjadi kemerahan. Rahang pria itu mengeras mengetahui ada banyak sekali luka memar di kaki istrinya. "Siapa yang melakukannya?" "Sera." Ucap Carl pelan. Kemarahan Marc semakin memuncak. Apalagi saat Carl menyebut nama wanita sialan itu lagi. "A-apa….apa kau benar-benar tidak bisa berjalan?" Carl kembali menggeleng. Bahkan kini wajah gadis itu sudah dipenuhi oleh airmata. "Rasanya benar-benar sangat sakit. Bahkan jika hanya digerakkan sedikit saja. Aku…..apakah aku tidak akan bisa berjalan lagi?" Marc menggeleng pelan. "Semua akan baik-baik saja. Aku janji." Bersamaan dengan itu Marc langsung menggendong Carl. Ia harus secepatnya membawa Carl kerumah sakit. Istrinya itu harus segera mendapatkan pertolongan pertama. Namun langkah kaki pria itu terhenti tepat di depan Sera yang tengah di tawan oleh Dave. "Patahkan kakinya. Pastikan dia tidak akan pernah bisa berjalan lagi." "KAU GILA! KAU PIKIR APA YANG KAU KATAKAN HAH!" Sera berteriak histeris. Marc tidak pernah main-main dengan ucapanya. Karena itulah Sera merasa ketakutan setengah mati. Namun Marc mengabaikan itu semua. Sera sudah kehilangan tempat di dalam hidup Marc. Untuk selama-lamanya. ******* "Bagaimana keadaan istriku?" "Keadaan istri anda sangat lemah. Beruntung anda membawanya ke rumah sakit tepat waktu. Jika tidak, anda bisa saja kehilangan istri sekaligus calon anak anda." Marc belum bisa-bisa bernafas lega. Masih ada satu hal lagi yang harus pria itu pastikan.



"Kakinya. Bagaimana dengan kakinya?" Dokter paruh baya itu hanya bisa menghela nafasnya kasar begitu mendengar pertanyaan yang Marc ajukan. "Dengan sangat menyesal harus saya katakan jika kaki istri anda tidak dalam keadaan bisa digunakan untuk berjalan." "Apa maksudmu hah!" "Begini, benturan di kaki istri anda cukup serius hingga membuat tulangnya bergeser. Selain itu juga ada beberapa tulang yang retak. Karena itulah…. "KAU BERCANDA! Cepat sembuhkan dia! Sekarang!" "Saya benar-benar minta maaf tuan Cho. Untuk bisa membuat istri anda kembali berjalan seperti dulu lagi setidaknya kita memerlukan waktu sekitar satu hingga tiga bulan lamanya." "Keparat! Kau benar-benar akan berakhir jika sampai wanitaku tidak bisa pulih seperti dulu lagi."



PART 25



Hal pertama yang Carl lihat saat bangun adalah ruangan yang berwarna serba putih. Dan Carl tidak perlu menjadi pintar untuk mengetahui ruangan apakah itu. Mengingat semua kejadian yang ia alami sebelumnya sudah bisa dipastikan jika saat ini ia sedang berada di salah satu rumah sakit di Texas. "Ssshhh." Carl menggeram merasakan rasa sakit di sekujur kakinya. Gadis itu tadinya ingin bangun, namun niatnya harus terhenti begitu rasa sakit dikakinya begitu sangat terasa. "Sial. Kakiku jadi seperti ini karena ulah wanita jalang itu. Lihat saja, aku pastikan wanita sialan itu akan mengalami hal yang sama sepertiku." "Dikabulkan." Oeh? Carl refleks menoleh begitu mendengar suara bass Marc. Saat itulah Carl baru sadar jika ternyata sedari tadi ia tidaklah sendirian. "K-Kau disini?" Marc mengangguk. Ia memilih untuk menghampiri Carl yang sejak tadi terus menatapnya. "Aku berjanji wanita sialan itu akan mendapatkan hukuman yang setimpal. Dan aku juga berjanji semua akan baik-baik saja." Carl hanya diam. Ia bukan orang bodoh. Carl jelas tau apa maksud dari ucapan Marc barusan. Dan untunglah ia sudah menyiapkan diri akan segala kemungkinan terburuk yang menimpanya akibat dari perbuatan Sera. "Apa kata dokter? Apakah sangat parah?" Marc menggeleng. Kedua tangan pria itu menangkup wajah Carl. Mengecup bibirnya sekilas sebelum akhirnya menatap mata Carl dalam-dalam. "Hanya retak. Ada banyak dokter hebat di dunia ini yang bisa menyembuhkanmu. Semua pasti akan baik-baik saja. Aku janji." "Dan luka ini. Aku pasti akan menghilangkan-nya. Begitu pun dengan yang ada di perutmu." Marc kembali berucap. Tak lupa ia juga mengelus luka sayatan di pipi sang istri dengan sangat hati-hati. Pria itu tidak bisa untuk tidak tersenyum melihat Carl yang memejamkan mata.



"Aku sudah berjanji akan memperbaiki semuanya begitu kita selamat dari peristiwa terkutuk itu kan? Sekarang biarkan aku mewujudkannya." Carl tidak tau harus bersikap seperti apa. Tubuh dan juga otaknya benar-benar mengalami disfungsi. Terlebih lagi saat Marc menjatuhkan ciuman manis pada bibirnya. "Terimakasih sudah bertahan dan menjaga anak kita dengan baik." Tubuh Carl perlahan mulai rileks. Hati wanita itu menghanghat. Carl selalu merasakan perasaan seperti ini setiap kali Marc menyebut kata 'kita'. Sepertinya ia memang sudah benar-benar jatuh ke dalam pesona pria itu. Pelan namun pasti Carl mulai ikut membalas ciuman Marc pada bibirnya. "Terimakasih juga sudah datang untukku." Marc menggeleng. "Aku memang harus datang untuk menyelamatkan istri dan anakku." Marc beralih memeluk tubuh Carl. "Cepatlah sembuh agar kita bisa merancang masa depan kita dengan baik." "Masa depan?" "Hmm. Masa depan bahagia yang hanya ada kau, aku, dan anak-anak kita di dalamnya." "K-kau…tidak akan menceraikanku?" "Tidak akan. Kata sialan itu bahkan tidak pernah ada di dalam kepalaku." "Tapi kau sudah mengusirku." "Aku hanya ingin melindungimu. Dengan caraku." "Tapi aku...aku sudah tidak cantik lagi." "Itu bukan masalah." "Tapi itu masalah buatku. Aku benci melihat kekurangan yang bisa membuatku terhina." "Ada banyak dokter bedah plastik di negara kita. Kau tidak perlu mencemaskan apapun. Uangku sangat lebih dari cukup untuk bisa membuatmu kembali cantik seperti dulu lagi." "Lalu….bagaimana dengan kakiku? Bagaimana jika aku tidak bisa berjalan lagi?" "Sudah ku katakan semua akan baik-baik saja. Kau hanya perlu percaya padaku." "Kau jadi berubah baik semenjak aku di culik."



"Sejujurnya aku masihlah Marc yang dulu. Marc yang sama dengan yang dulu mengejarmu seperti orang gila." "Tidak. Itu sama sekali tidak benar. Kau berubah semenjak Sera kembali." "Ada alasan di balik itu semua sayang. Aku yakin kau pun sudah tau alasanya." Carl akhirnya mengangguk. Ia memang sudah tau mengenai semua kisah masa lalu Marc dulu. "Seandainya saja kau memberitahu Siwon mengenai kejadian yang sebenarnya, mungkin kejadian hari ini tidak akan pernah terjadi." "Kau salah jika berfikir seperti itu. Aku dan Ahra nuna sudah berulang kali memberitahunya, tapi pria brengsek itu menolak untuk percaya. Karena itulah aku dan nuna memutuskan untuk menunggu sampai ajak itu lahir agar dia mau mengakui kebenaran. Tapi ternyata semua tidak berjalan sesuai rencana. Bajingan brengsek itu melenyapkan kakakku secara diam-diam. Dan betapa bodohnya aku saat itu karena aku sama sekali tidak mencurigainya." "Pasti ada alasan di balik itu semua kan?" Marc mengangguk. "Dihari pemakaman Cho Ahra pria itu menangis histeris layaknya orang gila. Dokter bahkan memfonisnya menderita depresi. Itulah kenapa aku sama sekali tidak mencurigainya. Aku tidak tau kalau ternyata semua itu hanyalah sandiwara belaka. Dia benar-benar merencanakan semuanya dengan sangat baik." "Tetap saja kau tidak seharusnya membunuh pria itu. Setidaknya dia harus merasakan penyesalan lebih dulu sebelum tiada." "Takdirnya memang untuk mati di tanganku. Dan mengenai penyesalan, dia memang sudah seharusnya mati dalam penyesalan." "Kau tau? Semenjak bertemu denganmu kau membuatku terseret ke dalam berbagai masalah yang mengancam keselamatanku." "Aku berjanji hal seperti itu tidak akan terjadi lagi." "Ucapanmu terdengar seperti kau akan selalu melindungiku selamanya." "Aku memang akan melakukan itu." Carl berdehem pelan. "Boleh aku bertanya sesuatu?" Alis Marc terangkat sebelah. "Sejak kapan kau memerlukan izin dariku?" "Aku serius Marc."



"Baiklah. Cepat katakan apa yang ada di dalam kepala cantikmu itu." Carl terdiam beberapa saat. Sedikit ragu untuk mengutarakan isi hatinya. "Mengenai pernikahan keduamu, Sera bilang itu hanya sandiwara. Apa itu benar?" Marc mengangguk. "Pernikahan itu hanyalah satu dari sekian banyaknya sandiwara yang aku rancang untuk menjebaknya." "Lalu dimana wanita itu sekarang?" "Di tempat yang seharusnya." "Apa kau benar-benar akan membuat kakinya lumpuh?" "Ya. Itu ganjaran yang setimpal karena telah lancang menyentuh milikku." Milikku. Milikku. Milikku. Kata-kata Marc mendadak berputar-putar di dalam kepala Carl. Hatinya lagi-lagi berhasil dibuat menghangat dengan kalimat sederhana yang pria itu katakan. Carl tidak pernah tau kalau jatuh cinta akan se-simple ini. Tunggu dulu. Jatuh cinta? "Jangan terlalu banyak berfikir. Kau hanya perlu menjalani apa yang sudah ditakdirkan untukmu. Hanya seperti itu." "Apakah itu artinya kau adalah takdirku?" "Bagaimana menurutmu?" Carl kembali terdiam. Mendadak ia teringat akan ucapan Sera waktu itu. Tentang Marc yang mencintainya. Benarkah Marc memang mencintainya? Karena itulah sikap pria itu berubah baik? Atau justru Marc hanya merasa kasihan saja padanya? "Aku tidak tau. Semua ini terlalu aneh. Kau mendadak berubah jadi baik. Itu membuatku takut." "Takut?"



Caril mengangguk. "Sekarang dendam masa lalumu telah selesai. Tapi….apakah setelah ini kau bisa terus bersikap baik padaku? Aku tidak ingin membesarkan anakku sendirian." Mendengar ucapan Carl membuat Marc mau tidak mau tersenyum. Ia lantas mencium bibir Carl lama sebelum akhirnya mengatakan sesuatu yang membuat sistem kerja tubuh Carl mengalami kelumpuhan seketika. "Kau ratu-nya. Semua pasti akan berjalan seperti yang kau inginkan. Aku berjanji." ******** "Apa Marcus sudah menemukan keberadaan adikmu?" Haneul meletakkan lima belas kantong paper bag keatas ranjang. Sepertinya wanita itu habis berbelanja. Lagi. "Aku tidak tau. Marc belum memberi kabar apapun sampai saat ini." Haneul berdecak kesal. Dengan langkahnya yang lebar ia langsung menghampiri Joongki yang sibuk dengan laptop di pangkuan-nya. "Kau bilang teman-mu itu bisa di andalkan. Tapi ternyata dia sama sekali tidak becus." "Tenanglah sayang. Mungkin Marc sedang sangat sibuk. Karena itulah dia belum menemukan gadis sialan itu." "Aku tidak peduli! Apapun yang terjadi aku tidak akan kembali ke Korea sebelum adik pembunuhmu itu di temukan." "Ayolah Neul-ah jangan seperti ini. Jika kau tidak kembali ke Korea lalu bagaimana dengan pernikahan kita oeh?" "Batalkan saja." "Apa maksudmu?" "Ck. Coba oppa pikirkan ini baik-baik. Jika kita menikah sekarang lalu bagaimana dengan kehidupanku kelak hah? Tabungan kita tinggal sedikit. Dan aku tidak mau hidup dalam kemiskinan. Satu-satunya cara agar kita bisa hidup mewah seperti dulu lagi adalah dengan menemukan adikmu itu dan memaksanya menandatangi surat peralihan harta. Dengan begitu hidup kita akan kembali terjamin. Dan aku tidak akan merasa ragu untuk terikat seumur hidup denganmu." "Semua tidak semudah itu sayang. Terlebih lagi kita juga tidak tau seperti apa bentuk dan rupa gadis itu sekarang." "Aku tidak peduli! Temukan gadis sialan itu jika kau tidak ingin pernikahan kita batal."



Joongki mengusap wajahnya kasar. Haneul meninggalkanya begitu saja dengan keadaan marah besar. Jika sudah seperti ini Joongki tidak punya pilihan lain selain menemui Marc di Mansion pria itu. Joongki harap Marc benar-benar serius ingin membantunya. Karena sejujurnya hanya Marc-lah harapan terakhir Joongki untuk bisa menemukan adik sialan-nya. ********* "Marc?" Wajah Carl memerah. Hal pertama yang ia lihat saat membuka mata adalah wajah tampan Marc yang tengah terlelap dengan begitu sangat damai. Carl tidak berbohong dengan menyebut Marc tampan. Karena memang pria itu terlihat sangat tampan saat tidur. Tatapan Carl beralih pada bibir tebal Marc yang sedikit terbuka. Perasaan ingin mengecup bibir pria itu mendadak muncul begitu saja di dalam pikiran Carl. Mengecup bibir suami sendiri tidak termasuk ke dalam dosa kan? Carl kalah. Ia akhirnya memilih untuk menuruti nafsu primitifnya. "Mencuri ciuman secara diam-diam itu tidak baik nyonya Cho. Tapi karena kau adalah istriku, kau selalu memiliki pengecualian khusus." Marc beralih mencium bibir sexy Carl. Lebih intens dan lebih dalam dari ciuman gadis itu sebelumnya. "K-Kau bangun?" Carl bertanya setelah Marc melepaskan ciuman panasnya. "Ya. Milikku terbangun. Bisa kau menidurkanya lagi?" "Tidak. Bukan itu maksudku." "Tapi seperti itulah maksudku." "Hentikan Marc. Kau tau betul aku tidak bisa bercinta denganmu." "Apa masalahnya? Kau tinggal membuka selangkanganmu saja." "Kakiku lumpuh." "Bukan lumpuh. Hanya retak di beberapa tempat." "Bagiku itu tidak ada bedanya."



Marc mendesah kasar. "Mulai besok kau akan menjalani terapi. Percayalah, semua pasti akan baik-baik saja." "Bisakah aku menjalani terapi di rumah saja? Aku benci suasana rumah sakit." Marc kembali menghela nafasnya kasar. "Kita perlu mendapat izin dari dokter untuk bisa melakukan itu." "Kenapa tidak kau manfaatkan saja kekuasaanmu? Kau kan sangat berkuasa. Aku yakin dokter disini tidak akan berani melawanmu." "Tidak jika itu menyangkut kesehatanmu sayang." "Berhenti membual. Kau jadi terlihat seperti sangat mencintaiku." "Aku memang…." Marc sengaja menghentikan ucapanya. Ia tidak ingin mengungkapkan perasaanya yang sebenarnya. Tidak dalam situasi seperti ini. Marc tidak ingin Carl sampai berfikir jika ia menyatakan perasaanya hanya karena rasa kasihan. "Dengar, tidak peduli apapun yang aku lakukan itu semua demi kebaikanmu. Jadi aku mohon percayalah padaku sekali ini saja." "Aku akan mempercayaimu jika kau bisa membawaku keluar dari tempat penuh obat-obatan ini segera." Lagi-lagi Marc mendesah kasar. "Aku akan mendiskusikannya dengan dokter." Carl tersenyum senang. Ia senang Marc mau menuruti ucapan-nya. "Kau sangat cantik saat sedang tersenyum." Marc kembali menjatuhkan bibirnya pada bibir Carl. Mencium bibir manis yang sudah menjadi candunya itu dengan sangat rakus. Bahkan suara decapan bibir mereka menggema memenuhi seisi kamar rawat Carl. "Astaga! Sepertinya aku datang di waktu yang tidak tepat." Marc menggeram mendengar suara menyebalkan itu. Namun alih-alih melepaskan ciumanya Marc justru semakin intens mencium bibir sang istri. Yang tentu saja hal itu berhasil membuat Max berdecak kesal. "Cukup Marc. Berhenti memamerkan keahlian menciummu padaku. Aku sudah sangat sering melihatnya. Bahkan sejak kau baru mulai meniduri para jalangmu." Max sama sekali tidak sadar jika ucapanya itu berhasil membangunkan singa yang sedang tertidur. Bahkan Marc sampai langsung menghentikan ciumannya begitu kalimat sialan tersebut keluar dari dalam mulut sang sahabat.



"Kau cari mati hah!" "Apa? Aku hanya mengatakan yang sebenarnya." Rahang Marc mengeras. "Kau tidak seharusnya mengatakan hal itu di depan istriku, sialan!" Ahh. Saat itulah Max baru mengerti situasi yang sebenarnya. Marc marah hanya karena ia mengatakan kalimat tersebut di depan istrinya. Astaga! Jangan bilang pria itu benar-benar sudah tergila-gila dengan istrinya? Benar-benar sulit di percaya. "Well seperti itulah dirimu Marc. Suka tidak suka kau memang harus mendengar kalimat seperti itu sepanjang hidupmu." Ucapan Carl justru semakin membuat Marc bertambah kesal. "Apa bedanya denganmu yang sudah berciuman dengan lebih dari seratus orang pria hah?" "Tentu saja berbeda. Aku melakukanya karena uang. Sedangkan kau, kau melakukanya karena nafsu. Jelas itu sangat berbeda." Marc berdecak kesal. "Mulutmu itu harus lebih sering di disiplinkan nyonya Cho." Carl mengangkat bahunya acuh. Tatapan gadis itu beralih menatap Max yang tengah berjalan kearah sofa. "Wajahmu benar-benar tidak asing. Kau yakin kita tidak pernah bertemu sebelumnya?" Max meneguk ludahnya susah payah. Terlebih saat Marc ikut melayangkan tatapan tajam kearahnya. Sial. "K-kita tidak pernah bertemu nyonya Cho. Apa kau tidak bosan terus-terusan menanyakan hal itu padaku?" "Aku tidak yakin. Entah kenapa aku merasa kalau kau itu satu dari sekian banyaknya pria yang pernah menyewaku dulu." "Hentikan omong kosongmu sayang. Berhenti membahas hal tidak berguna seperti itu." Carl berdecak kesal. Namun ia langsung terdiam begitu merasakan sesuatu di daerah kewanitaanya. Dan tentu saja hal itu tidak luput dari jangkaun mata tajam seorang Marcus Cho. "Ada apa? Apa kakimu sakit lagi?" "Aku…..aku tidak apa-apa." "Aku tau kau berbohong. Cepat katakan ada apa?"



"Aku…...arkkhh sial! Aku ingin ke toilet. Cepat antarkan aku ke toilet sebelum aku mengompol disini." Marc terkekeh pelan. Ia lantas mengangkat tubuh Carl dan membawa istrinya itu ke toilet. "Em…..kau bisa menunggu diluar sementara aku menyelesaikan pekerjaanku." Marc dengan tegas menggeleng. "Kakimu sedang sakit. Kau tidak akan bisa melakukanya sendiri." "Tidak-tidak. Kakiku sudah tidak terasa begitu sakit semenjak dokter menyuntikkan obat penghilang rasa sakit padaku. Jadi kau tidak perlu khawa…... Mulut Carl terkatup rapat. Marc tiba-tiba saja melucuti celana-nya. Tidak sampai disitu, Marc bahkan dengan senantiasa menunggu hingga Carl selesai buang air kecil. "Sudah?" Marc kembali terkekeh melihat Carl hanya mengangguk pelan dengan wajah semerah tomat. Ia lantas mendesah berat saat selesai membersihkan daerah kewanitaan sang istri. "Aku benar-benar merindukan ini." Carl tersentak. Marc tiba-tiba saja mengecup kewanitaanya. Hanya kecupan biasa. Namun efeknya sukses membuat tubuh Carl meremang. "Aku serius carl. Kita perlu melakukan pengobatan secepat mungkin agar aku bisa secepatnya memasukimu kembali." "Dasar otak mesum." "Bisa kita bicara sebentar? Ada hal penting yang harus aku bicarakan denganmu." Marc hanya mengangguk. Ia memberi isyarat pada Max untuk menunggu diluar. Max yang mengerti pun langsung melangkah keluar seperti yang pria Cho itu katakan padanya. "Tiga menit lagi dokter akan datang untuk memeriksa keadaanmu. Sementara itu aku akan bicara dengan Max sebentar. Aku janji akan segera kembali." Carl hanya mengangguk. Ia masih sangat malu dengan kejadian sewaktu di toilet tadi. ******* "Cepat katakan apa yang ingin kau katakan. Aku tidak bisa meninggalkan Carl lebih dari sepuluh menit." Max berdecak kesal. Saat ini mereka tengah berada di koridor rumah sakit untuk membicarakan sesuatu hal yang penting. Namun sepertinya pikiran pria bermarga Cho itu



tidak bisa lepas dari sang istri. Padahal mereka baru meninggalkan Carl tidak lebih dari lima menit yang lalu. "Kau tau Marc? Aku melihat ada banyak kemajuan padamu. Terutama dalam hal perasaan." Marc mengangkat bahunya acuh. "Itu sama sekali bukan urusanmu." Lagi. Max kembali dibuat kesal dengan kelakuan sahabat sekaligus bosnya itu. "Sebaiknya aku langsung bicara pada inti permasalahan sebelum otakmu teralihkan oleh Carl sepenuhnya." "Itu jauh lebih baik." "Ini tentang Sera." Tepat seperti dugaan Max. Rahang Marc langsung mengeras begitu ia menyebut nama Sera. Sepertinya Marc benar-benar sudah membenci wanita masa lalunya itu. "Ada apa lagi dengan wanita sialan itu? Apa dia membuat ulah lagi?" "Keadaanya memburuk." "Apa maksudmu?" "Dia menjadi sangat depresi setelah Aiden menyuntiknya dengan cairan pelumpuh sistem syaraf. Dia bahkan sampai membuang kotoran di tempat. Dan astaga! Itu benar-benar sangat menjijikan." Marc berdesis kesal. "Apa inti dari ucapanmu." "Begini, apa tidak seharusnya kita memasukkan Sera ke tempat penampungan saja? Toh keadaanya juga sudah lumpuh. Wanita sialan itu tidak akan mungkin bisa melarikan diri." "Tidak. Tetap biarkan dia disana. Dia harus membayar semua perbuatannya selama ini. Aku ingin dia membusuk di tempat menjijikan itu untuk selamanya." Max mendesah kasar. Sudah ia duga Marc akan menolak mentah-mentah saran darinya. "Kalau begitu perintahkan anak buahmu untuk berjaga disana. Tempat itu sangat menjijikan. Aku tidak akan sudi datang kesana lagi." Marc mengangkat bahunya acuh. "Lakukan saja apa yang menurutmu baik. Tapi ingat…pastikan wanita sialan itu membusuk disana hingga nafas terakhirnya." "Aku tau." *********



"Selamat datang kembali nyonya besar." Carl menatap intens satu persatu pelayan yang berjejer rapi di depanya. Gadis itu berusaha mencari tatapan penuh cemoohan yang diam-diam para pelayan layangkan saat melihat keadaanya yang sekarang. Namun alih-alih menemukan yang dia cari, Carl justru mendapati fakta sebaliknya. Tidak ada tatapan cemoohan ataupun belas kasihan disana. Yang ada hanyalah tatapan penuh hormat seperti biasanya. Melihat hal itu membuat Carl bisa menghembuskan nafasnya lega. Setidaknya ia tidak perlu menahan amarah melihat tatapan-tatapan penuh belas kasihan padanya. Tanpa Carl sadari, sejak tadi ekspresi gadis itu tidak pernah lepas dari pengawasan mata tajam Marc. Pria itu ikut bernafas lega melihat tidak ada satu pun pelayan yang membantah perintahnya. Marc memang sudah memerintahkan seluruh pelayan di mansion untuk tidak membuat Carl sedih atau pun kesal dengan ancaman mereka akan langsung di pecat jika sampai ketahuan membangkang sedikit saja. Dan Marc cukup puas mengetahui tidak ada satu pun pelayan-nya yang membangkang. "Mau makan siang lebih dulu atau langsung istirahat?" Carl tersenyum melihat Marc tak segan untuk berjongkok di depannya. Bahkan di hadapan seluruh pelayan Mansion. "Aku ingin langsung istirahat saja." Marc mengangguk. Lagi-lagi pria itu menolak saat bodyguard ingin mengambil alih kursi roda Carl. "Kenapa kau membawaku kesini? Apa kau ingin pisah ranjang?" Pertanyaan tersebut refleks keluar dari dalam mulut Carl saat tau Marc mengarahkan kursi roda yang ia duduki ke kamar tamu. "Hentikan pikiran bodohmu nyonya Cho. Aku tidak membawamu kesini untuk pisah ranjang." "Lalu?" Marc mendesah kasar. "Kakimu sedang bermasalah. Aku tidak ingin kau kesulitan dengan letak kamar kita yang berada diatas. Karena itulah aku sengaja memindahkanmu ke kamar tamu." "Ck. Bilang saja kau tidak ingin aku repotkan." "Tidak ingin kau repotkan? Aku bahkan akan dengan senang hati menjadi kaki untukmu jika memang itu diperlukan."



Carl tertegun. Yang barusan itu apa? Apakah Marc baru saja menggombal? "Kau menyeramkan. Apalagi saat berkata manis seperti itu." Marc mengangkat bahunya acuh. Ia lebih memilih memindahkan Carl keatas ranjang di bandingkan dengan meladeni ucapan sang istri. "Memang tidak lebih besar dari kamar kita, tapi bisa aku pastikan kau akan merasa nyaman disini." Carl hanya mengangguk. Tidak masalah ia tidur dimana pun asalkan pria itu, Marcus Cho selalu bersamanya. "Maaf sudah menganggu waktu anda tuan. Tuan Joongki menunggu di ruang tamu. Katanya ada hal penting yang ingin dia bicarakan dengan anda." Dave tiba-tiba datang dan menginstrupsi obrolan mereka. "Pergilah. Aku akan menemuinya nanti." "Baik." "Bisakah kau tidak menemui pria itu?" "Ada apa? Aku perhatian kau begitu sangat tidak menyukai Joongki hyung. Apa dia salah satu bekas priamu dulu?" "Kau bercanda? Tentu saja bukan." "Lalu kenapa kau begitu sangat membencinya?" "Aku….hanya merasa kalau dia bukan pria yang baik." "Aku tidak berfikiran seperti itu." "Pokoknya aku tidak mau kau sampai menemuinya. Titik!" "Ayolah sayang jangan seperti ini. Kasihan Joongki hyung. Dia sudah jauh-jauh datang kemari. Kasihan kalau aku tidak menemuinya." "Sejak kapan kau punya rasa belas kasihan? Bukankah kau hanya bisa menyiksa orang?" "Aku tidak seburuk itu." "Pembual."



Marc menghela nafasnya kasar. Untung saja ia sudah jatuh cinta pada Carl. Jika tidak, bisa Marc pastikan ia akan memaki gadis itu habis-habisan dengan berbagai kalimat tajam miliknya. "Begini saja, bagaimana kalau kita temui Joongki hyung bersama? Anggap saja sebagai bentuk pengenalan agar kau tidak terus salah faham denganya." "Tidak. Aku tidak mau berkenalan dengan pria jahat sepertinya." Marc kembali mendesah kasar. "Baiklah. Aku akan menemuinya sendiri saja." "Tunggu." Carl berseru cepat melihat Marc benar-benar akan menemui Joongki sendirian. Dan Carl tidak bisa membiarkan hal itu terjadi. Biar bagaimana pun juga ia ingin tau apa yang membuat pria bermarga Song itu sampai mendatangi Mansion suaminya. "Berubah pikiran nyonya Cho?" "Aku...aku ingin ikut denganmu. Tapi aku takut temanmu itu akan menghina kondisi kakiku." "Percayalah. Aku tidak akan segan menghajarnya jika dia sampai berani mengatakan hal seperti itu tentangmu." "Kau yakin?" Marc mengangguk. "Sangat yakin. Ayo kita temui Joongki hyung bersama." ****** "Hal penting apa yang membuatmu sampai jauh-jauh datang kemari hyung?" Joongki langsung menoleh begitu melihat kedatangan Marc. Kening pria itu mengernyit melihat Marc mendorong kursi roda yang terdapat Carl diatasnya. "Istrimu….. "Terjadi sedikit masalah yang membuatnya sampai seperti ini." "Itu pasti masalah yang sangat buruk." Marc mengangguk. "Semua sudah berakhir. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi." "Syukurlah kalau semua memang sudah baik-baik saja." "Jadi apa yang membuatmu sampai jauh-jauh datang kemari?" Marc bertanya setelah ia memindahkan Carl keatas sofa. Marc bahkan tak segan memeluk pinggang istrinya itu possesive hanya untuk membuat Carl merasa nyaman.



"Begini, sebenarnya aku sengaja datang untuk menanyakan hasil penyelidikanmu." "Penyelidikan?" Joongki mendesah kesal. "Jangan bilang kau lupa? Kau kan sudah setuju untuk mencaritau mengenai keberadaan adikku." "Ahh. Aku lupa tentang itu." Joongki kembali mendesah kasar. "Bisakah kau memerintahkan anak buahmu untuk mulai bekerja dari sekarang? Ini benar-benar sangat penting." "Kenapa kau sangat ingin mencaritau mengenai keberadaan adikmu?" Carl yang sejak tadi hanya diam akhirnya mulai membuka suara. Ia benar-benar jengah melihat sandiwara joongki yang terlihat begitu sangat menyayangi adiknya. Cihh. "Apa yang kau katakan adik ipar. Tentu saja karena aku….. "Jangan pernah memanggilku seperti itu. Kau hanya orang asing. Aku rasa kau terlalu lancang." Marc mendesah kasar. Entah kenapa istri cantiknya itu begitu sangat tidak menyukai Joongki. Sedangkan Joongki sendiri tidak ingin ambil pusing. Sejak pertemuan pertama mereka joongki memang sudah merasa jika Carl tidak memyukainya. "Istriku tidak sedang berada dalam suasana hati yang baik. Aku harap kau bisa memahami keadaanya. Terlebih lagi dia sedang hamil." "Aku mengerti. Wanita hamil memang seperti itu. Tapi ya...aku serius mengenai ucapanku yang tadi. Aku harap kau benar-benar bisa membantu menemukan keberadaan adikku." "Itu bukan hal yang sukit. Hanya saja sejak kapan kau punya adik? Aku tidak pernah tau kalau kau ternyata memiliki seorang adik." "Ceritanya cukup panjang. Perlu waktu yang lama untuk menyelesaikannya." Marc hanya mengangguk. Toh ia juga tidak begitu tertarik dengan kisah masa lalu temanya. "Sudah berapa lama adikmu menghilang?" "Aku tidak begitu ingat berapa umurnya saat itu. Yang jelas dia menghilang sejak dia masih kecil."



"Adikmu menghilang sejak masih kecil dan kau baru mencarinya sekarang? Kau benar-benar luar biasa tuan Song. Jelas sekali kalau kau bukanlah kakak yang bertanggung jawab." Lagi-lagi Marc kembali mendesah kasar. Ia sengaja mengelus perut Varl untuk membuat sang istri lebih tenang. "Calm down okee? Emosi tidak baik untuk kesehatan bayi kita." Marc berbisik pelan. Pria itu beberapa kali terlihat mengecup pelipis Carl yang duduk di sampingnya. "Tidak apa-apa Marc. Yang dikatakan istrimu memang benar. Aku memang bukan kakak yang bertanggung jawab. Aku terlalu sibuk dengan pekerjaanku. Aku menelantarkan-nya hingga akhirnya adikku memilih untuk pergi dari rumah." Carl mendesis sinis. Jelas sekali pria itu sedang berbohong. "Dan sekarang aku ingin menebus semua kesalahanku dimasa lalu. Karena itulah aku ingin mencarinya. Jujur saja aku sangat merindukan adik kecilku itu hingga rasanya aku ingin mati." "Merindukan adikmu? Hingga rasanya kau ingin mati? Cihh. Benar-benar akting yang sangat buruk. Sejak kapan kau mulai merindukan adikmu hah! Kau lupa apa yang telah kau lakukan padanya dulu? Kau mengusirnya, brengsek! Kau bahkan tega menuduhnya sebagai seorang pembunuh. Seperti itukah yang kau sebagai kerinduan?" Joongki tercengang. "B-Bagaimana kau bisa tau semua itu?"



PART 26



Carl berhasil dibuat gelagapan oleh pertanyaan Joongki. Emosi membuat Carl tidak sengaja mengungkap rahasia yang selama ini gadis itu coba sembunyikan. Dan sekarang Carl tidak tau harus menjawab pertanyaan Joongki dengan apa. Marc sendiri hanya diam. Namun ia bukan orang bodoh yang tidak tau apapun. Marc bahkan sangat tau betapa tegangnya istrinya itu sekarang. Dan hal itu sukses membuat berbagai macam pertanyaan muncul di dalam kepala Marc. Mungkinkah semua ini ada hubunganya dengan kebencian Carl terhadap Joongki yang tidak beralasan? Apapun itu yang jelas Marc sangat tau ada yang tidak beres disini. "Bisakah kau menjawab pertanyaanku nyonya Cho? Aku ingin tau bagaimana kau bisa mengetahui semua cerita masa laluku itu." Ucapan Joongki membuat Marc kembali tertarik ke dunia nyata. Kening pria itu mengernyit melihat reaksi Carl yang hanya diam. Bahkan Marc bisa merasakan gerakan tangan sang istri yang tengah meremas kemeja bagian belakang Marc erat. "Bisakah kau membuka mulutmu dan menjawab pertanyaanku? " "Cukup hyung. Berhenti menekan istriku." "Maaf saja. Tapi aku tidak akan menurutimu kali ini Marc. Sangat penting bagiku untuk memastikan bagaimana istrimu bisa mengetahui kisah masa laluku. Karena dari yang aku tau tidak ada yang mengetahui kisah itu kecuali aku dan Haneul." "Tunggu dulu. Jadi maksudmu semua yang Carl katakan itu benar? Kau…..mengusir adikmu sendiri?" "Aku punya alasan untuk itu." "Bagaimana dengan sebutan pembunuh? Kau benar menuduh adikmu seperti itu?" "Aku tidak hanya asal menuduh. Gadis sialan itu memang seorang pembunuh." Tangan Carl terkepal erat. Ia ingin sekali melakukan pembelaan diri dan membongkar segalanya di depan Marc. Tapi entah kenapa lidahnya terasa kelu. Carl bahkan tidak mampu mengucapkan satu patah pun kalimat dari dalam mulutnya.



"Luar biasa! Kau memberikan tuduhan sebesar itu pada adikmu tanpa merasa terbebani sedikit pun. Jika memang adikmu itu seorang pembunuh lalu kenapa kau bersikeras mencarinya hah! Kau ingin menjebloskanya ke dalam penjara?" "Tidak." "Lalu?" "Aku hanya ingin mengambil apa yang seharusnya menjadi milikku." "Apa maksudmu?" "Aku rasa kau tidak perlu tau sejauh itu Marc. Kau hanya aku izinkan untuk membantu mencari keberadaan gadis sialan itu. Tidak lebih." Marc berdecak sinis. Mendadak ia sangat membenci sikap sang sahabat. "Apa kau sungguh berfikir aku akan membantumu disaat kau sendiri mencoba menutupi sesuatu dariku? Cihh. Aku tidak sebodoh itu hyung." Joongki mendesah kasar. Satu-satunya jalan agar Marc mau membantunya adalah dengan memberitahu alasan sebenarnya dibalik pencarian Rin. Dan sepertinya Joongki tidak punya pilihan lain selain memberitahu pria tersebut. "Tujuanku sebenarnya adalah untuk mengambil kembali harta milik keluargaku." "Apa maksudmu?" "Appa meninggalkan 75 persen warisan miliknya untuk gadis sialan itu. Sedangkan aku….aku hanya mendapat 25 persen berikut dengan fila. Appa bahkan juga mewariskan perusahaan dan rumah padanya." Ucapan Joongki sukses membuat Carl terkejut. Sangat-sangat terkejut. Gadis itu tidak menyangka jika appa-nya akan meninggalkan warisan sebanyak itu untuknya. "Dia adikmu. Kalian satu darah. Kau tidak seharusnya merebut apa yang sudah tuan Song berikan padanya." "Kau salah. Semenjak dia membunuh eomma, semenjak itulah dia sudah bukan lagi adikku." "Tunggu dulu, jadi nyonya Song meninggal karena dibunuh? Dan itu oleh adikmu sendiri?" Joongki mengangguk. "Itulah kenapa aku sangat ingin mengambil alih warisan appa-ku darinya. Gadis sialan itu sama sekali tidak berhak atas satu inci pun harta warisan keluargaku." Tatapan Joongki kembali beralih pada Carl yang sejak tadi hanya diam. "Karena itulah aku ingin tau darimana kau mengetahui semua kisah masa laluku? Apa kau mengenal adikku?"



"Aku tidak mengenalnya." Jawab Carl pelan. Sangat-sangat pelan. Namun masih bisa di dengar oleh dua orang pria disana. "Lalu bagaimana kau bisa tau mengenai kisah itu?" "Aku tidak tau?" "Apa maksudmu tidak tau hah!" "Kau! Sial. Berani sekali kau meneriaki istriku hah!" Emosi Marc tersulut. Pria itu marah melihat Carl di bentak seperti tadi. "Aku…..aku minta maaf. Tapi sungguh jawaban istrimu sangat…. "Arrkhh!" Ucapan Joongki terpotong oleh suara rintihan Carl. Gadis itu mengerang kesakitan sembari memegangi perut. Dan hal itu sukses menyulut emosi Marc lebih besar lagi. Pria itu merasa sangat yakin jika sakit di perut istrinya disebabkan oleh teriakan Joongki. Karena itulah Marc tak segan melemparkan tatapan tajam kearah sahabatnya itu sebelum akhirnya membawa Carl pergi. "Aku bersumpah akan mengejarmu sampai ke dasar neraka jika sampai terjadi hal buruk pada istri dan juga anakku. Camkan itu hyung!" ********** Joongki mengusap wajahnya kasar. Ucapan Carl saat di Mansion Marc tadi sore benar-benar sangat menganggu pikiranya. Ia tidak mengerti kenapa Carl bisa sampai mengetahui semua kisahnya. Terlebih lagi gelagat gadis itu juga sangat mencurigakan. Mungkinkah Carl adalah…....adiknya? "Itu tidak mungkin. Gadis sombong itu pasti bukanlah Rin. Ya dia pasti bukanlah Rin." Joongki kembali terdiam. Pikiran-pikiran liar mulai merasuk ke dalam otaknya. "Tapi...jika memang dia bukan Rin lalu bagaimana bisa dia mengetahui semua kisah itu oeh? Apa mungkin gadis itu mengenal adikku?" "Tidak. Itu tidak mungkin. Carl sendiri yang bilang kalau dia tidak mengenal adikku. Lagipula….gadis sialan itu pastilah menjadi gembel setelah aku usir dari rumah. Dia tidak mungkin bisa mengenal istri Marc." Joongki terdiam selama beberapa saat. Pria itu lantas menyeringai saat otaknya memikirkan sebuah rencana yang akan mengungkap siapa sebenarnya sosok Carl yang saat ini berstatus sebagai nyonya Cho tersebut.



"Satu-satunya cara untuk membuktikan apakah Carl adalah Rin atau bukan adalah dengan memberi gadis itu makanan yang mengandung kacang. Karena seingatku Rin memiliki alergi terhadap kacang. Jika Carl sampai terbukti alergi saat memakanya, maka sudah bisa dipastikan dia memanglah gadis sialan itu. Akan tetapi…...jika sampai tidak terjadi apa-apa, itu artinya Carl memang berbohong. Dia pastilah mengenal adikku. Jika tidak, mana mungkin dia bisa mengetahui semua kisah masa lalu kami." Joongki tersenyum senang. Ia sudah memiliki rencana ampuh untuk membuktikan siapa Carl yang sebenarnya. Dan joongki merasa sangat yakin jika rencananya itu akan berhasil. Joongki tidak tau jika sedari tadi ucapanya itu di dengar oleh Haneul. Bahkan kini Haneul ikut menyeringai licik. Wanita itu sudah tau harus melakukan apa untuk menemukan keberadaan gadis kecil sialan yang selama ini sangat di bencinya. ********* Kau pembunuh! Pergi kau dari rumahku! Kau pembunuh! Pergi kau dari rumahku! Kau pembunuh! Pergi kau dari rumahku!



"TIDAKKKKK!" Carl terbangun dengan nafas tersengal-sengal. Ia bahkan mengabaikan kakinya yang berdenyut sakit akibat dari gerak refleks yang ia lakukan. Dan itu semua karena mimpi buruk masa lalu yang kembali mendatanginya. "Ada apa? Apa kau mimpi buruk?" Marc yang memang sedang duduk tak jauh dari Carl langsung menghampiri sang istri begitu mendengar suara teriakan Carl barusan. "Aku…...aku……. "Minumlah." Carl tidak menyahut. Namun ia langsung meminum air putih yang Marc berikan hingga tandas. "Sudah merasa lebih tenang?" Carl hanya mengangguk. Dengan nafasnya yang masih sedikit memburu ia langsung memeluk tubuh Marc erat. Sangat-sangat erat. Seolah tengah mencari perlindungan diri. "Tenang saja. Aku ada disini. Bersamamu."



Marc tak henti-hentinya menggumamkan kalimat yang sama. Tangan pria itu mengelus punggung Carl teratur sambil sesekali menciumi kepala sang istri. Marc tau ada yang tidak beres dengan istrinya. Tapi ia juga tidak bisa memaksa Carl untuk bercerita. Apaagi disaat istrinya itu tengah hamil. Ia tidak ingin melakukan sesuatu yang bisa membahayakan keselamatan bayinya. Cukup sekali saja ia melakukan kesalahan. Dan Marc tidak ingin sampai mengulanginya lagi. Terlebih lagi…..saat ucapan dokter John tadi sore masih sangat membekas di dalam kepala Marc. Tentang keadaan Carl yang saat ini tengah di landa stress berat. Dan hal itu bisa sangat membahayakan keberadaan janin yang tengah dikandungnya. Marc memang langsung memanggil dokter saat Carl mengeluh sakit perut. Ia bahkan dengan tegas mengusir Joongki dari Mansion miliknya. Dan Marc tidak melakukan semua itu tanpa alasan. Ia hanya ingin istri dan anaknya selalu aman. Hanya itu. Tapi sepertinya takdir tidak sedang berpihak padanya. Terbukti dari Carl yang langsung pingsan setelah kejadian itu. Beruntung dokter langsung datang dan memberikan pertolongan pertama. Saat itulah Marc akhirnya tau jika sang istri tengah di landa stress hebat. Yang berkemungkinan besar ada hubunganya dengan masalah Joongki. Carl sempat sadar setelah dokter melakukan pertolongan pertama. Namun gadis itu kembali tertidur akibat dari pengaruh obat. Dan saat bangun tiba-tiba saja Carl berteriak dengan wajah pucat dan keringat dingin. Hal itulah yang membuat kekhawatiran Marc jadi bertambah berkali-kali lipat. "Apapun masalahmu berbagilah denganku. Aku janji akan menjadi pendengar yang baik." Marc bisa merasakan gelengan kecil di dadanya seiring dengan bertambah eratnya pelukan Carl. "Tolong jangan menyiksa diri lagi. Itu akan sangat berbahaya untuk keselamatan bayi kita. Aku mohon. Kau tidak ingin kan jika bayi kita sampai kenapa-napa?" Carl mengangguk. "Karena itu…...berbagilah masalahmu denganku. Aku mohon. Aku tau ada yang kau sembunyikan dariku. Dan aku tidak ingin mencaritau apa itu. Aku hanya ingin mendengarnya langsung dari mulutmu." Carl akhirnya mendongak. Saat itulah ia bisa melihat sorot mata tajam Marc yang meredup. Jujur saja hati Carl sakit melihat hal itu. Belum lagi kalimat permohonan yang berulang kali pria itu lontarkan membuat hati Carl semakin teriris. Haruskah ia menceritakan masa lalunya pada Marc? Bagaimana jika pria itu menolak percaya seperti yang Joongki lakukan padanya?



"Aku mempercayaimu sayang. Sangat. Kau tidak perlu takut untuk berbagi apapun denganku." Ucapan Marc seolah menjawab raut keraguan di wajah Carl saat ini. "Kau akan benar-benar mempercayaiku kan? Berjanjilah untuk tidak meninggalkanku sendirian." Marc kembali menarik Carl kedalam pelukanya. Lagi-lagi ia mengusap punggung Carl teratur untuk menenangkan istrinya itu. "Tidak peduli apapun yang terjadi aku akan selalu bersama denganmu. Aku janji." "Aku…...akulah orang yang Joongki cari." Carl akhirnya memberanikan diri untuk bicara. Saat itulah Marc merasa begitu sangat terkejut mendengar pengakuan Carl. Marc pikir Carl hanya sekedar mengenal adik dari temanya itu. Karena itulah Carl bisa sampai tau kisah masa lalu Joongki. Marc tidak menyangka kalau ternyata semua akan lebih rumit dari itu. "Lanjutkan ceritamu sayang. Aku akan mendengarkanmu sampai akhir." Marc berganti mengelus kepala Carl. Ia sengaja tidak ingin melepaskan pelukannya. Bukan tanpa alasan. Marc hanya tidak ingin Carl kembali ragu dan menghentikan ceritanya. "Aku…...aku tidak pergi dari rumah. Aku di usir." Di usir? Brengsek! Berani sekali pria itu mengusir istrinya hah! Benar-benar tidak bisa dimaafkan! "Kau diusir?" Carl mengangguk. "Hari itu aku melihat Haneul dan eomma bertengkar sebelum akhirnya wanita itu mendorong eomma dari atas tangga. Kepala eomma mengeluarkan banyak sekali darah. Melihat hal itu aku langsung menangis ketakutan. Saat itulah Haneul akhirnya menyadari keberadaanku. Haneul mengancam akan melemparku dari atas tangga kalau aku sampai memberitahu orang lain. Bertepatan dengan itu Joongki pulang dari kuliah. Sama sepertiku, Joongki juga sangat terkejut saat melihat keadaan eomma yang di penuhi banyak darah. Aku tidak tau kalau Haneul akan melimpahkan semua kesalahnya padaku. Sejak awal Haneul memang membenciku karena aku tidak menyukainya yang setiap hari selalu datang kerumah. Mungkin kerena itulah Haneul membenciku dan melimpahkan semua kesalahanya padaku. Tapi sungguh aku bukan pembunuh hikss. Bukan aku yang membunuh eomma. Haneul-lah yang…... "Sssstt tidak perlu di lanjutkan. Aku percaya padamu. Istriku tidak mungkin seorang pembunuh. Kau terlalu suci untuk melakukan pekerjaan kotor seperti itu."



Carl menggeleng. "Joongki tidak mempercayaiku. Dia lebih mempercayai Haneul. Joongki bahkan tega mengusirku dari rumah. Aku…...aku masih sangat kecil saat itu hikks. Aku kelaparan. Aku kehujanan. Dan aku tidak memiliki rumah. Seorang pengemis tua menemukanku dan membawaku ke rumahnya. Rumah itu sangat kecil. Aku bahkan harus tidur di lantai. Tapi aku tidak menangis. Aku senang ada orang yang mau menolongku. Tapi itu tidak berlangsung lama. Pengemis tua itu kecelakaan dan tak bisa mengurusku lagi. Dia akhirnya menyerahkanku ke panti asuhan. Saat itulah sepasang suami istri berkewarganegaraan Amerika mengadopsiku. Mereka bukan orang kaya, tapi mereka sangat baik padaku. Aku….aku kembali sendirian di usiaku yang ke tujuh belas tahun. Orangtua angkatku meninggal. Itulah yang membuatku berakhir bekerja di club malam hingga akhirnya aku bertemu denganmu diumurku yang ke sembilan belas tahun." "Maafkan aku. Jika saja aku tau hidupmu semenderita itu aku pasti akan meminta tuhan untuk mempertemukan kita lebih awal." Percayalah. Meski reaksi Marc terlihat biasa saja namun sebenarnya tidaklah seperti itu. Marc menyimpan emosi besar atas perbuatan yang sudah Joongki dan Haneul lakukan pada istrinya. Terutama wanita itu. Marc bersumpah akan memberi wanita sialan itu pelajaran yang tidak akan pernah bisa Haneul lupakan untuk seumur hidupnya. "Meski terlambat tapi aku bersyukur bisa bertemu denganmu. Mulai sekarang aku akan menggantungkan hidupku padamu. Aku…..aku akhirnya menyadari kalau aku telah jatuh cinta padamu." Marc tidak tau harus bereaksi seperti apa. Ucapan cinta yang Carl katakan terlalu sangat tiba-tiba. Dan itu membuat Marc sangat terkejut. Meski begitu Marc merasa sangat senang. Ia senang cintanya tidak betepuk sebelah. "Aku juga mencintaimu sayang. Sangat-sangat mencintaimu." "...." Marc tersenyum simpul. Carl tertidur lelap di dalam pelukanya. Pantas saja Carl tidak bereaksi apapun. "Terlalu banyak menangis pasti membuatmu sangat lelah kan?" Dengan sangat hati-hati Marc membaringkan tubuh Carl ke ranjang. Mencium kening gadis itu lama sebelum akhirnya membenahi letak selimut yang menutupi tubuh Carl. "Mimpi indah wanitaku." ******* Marc menuruni tangga Mansion dengan sedikit terburu. Ia baru saja mengambil beberapa berkas penting yang harus ia bawa ke kantor. Saat itulah mata tajam Marc melihat Dave



tengah mengobrol dengan salah seorang pelayan di area bagian dapur. Kedua orang itu langsung bangkit begitu melihat Marc berjalan menghampiri mereka. "Apa ada yang tuan besar inginkan?" Marc mengangguk. "Istriku masih tidur. Pastikan kau menjaganya dengan baik karena aku harus pergi. Dan kau Dave, kau ikut denganku. Ada rapat penting yang harus kita hadiri saat ini." "Baik tuan." Marc berlalu pergi diikuti Dave di belakangnya. Namun tidak lama setelahnya Marc kembali menghentikan langkah kakinya. Berbalik menatap pelayan yang masih setia berdiri di tempatnya tadi. Jujur saja Marc tidak ingin meninggalkan Carl sendirian. Terlebih lagi setelah pengakuan gadis itu semalam. Tapi Marc juga tidak punya pilihan lain. Sangat penting baginya untuk menghadiri rapat kali ini. Karena itulah Marc terpaksa harus meninggalkan Carl selama beberapa saat. "Pastikan Carl makan dan minum vitamin tepat waktu. Pastikan juga dia meminum susu hamilnya." "Saya mengerti tuan." Marc kembali meneruskan langkahnya setelah yakin tidak ada lagi yang harus ia katakan. Lima belas menit setelah Marc pergi terdengar suara bel pintu di Mansion pria tersebut. "Kau siapa?" Salah seorang pelayan Mansion mengernyit bingung melihat sesosok wanita cantik dengan dress cukup ketat berdiri di depan pintu Mansion tuan-nya. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan wanita itu. Hanya saja Mansion milik Marc tidaklah terbuka untuk umum. Bahkan para tamu yang ingin berkunjung biasanya akan diarahkan ke bagian lain dari Mansion. Karena itulah pelayan muda tersebut merasa heran. "Apa Carl ada? Aku Choi Haneul, tunangan dari sahabatnya Marcus. Bisa aku bertemu dengan nyonya-mu? Aku dengar dia sedang sakit. Karena itulah aku ingin menjenguknya." Pelayan itu terdiam. Sedikit banyak pelayan itu berhasil mengingat sosok Haneul yang pernah menghadiri pesta pernikahan tuan dan nyonya-nya dulu. "Apa aku boleh masuk?" Ulang Haneul saat tak mendapati tanggapan apapun. Jujur saja Haneul sangat geram dengan kelakuan pelayan tersebut. "Silahkan nyonya. Anda boleh masuk." Setelah cukup lama berfikir akhirnya pelayan itu membiarkan Haneul masuk.



"Silahkan duduk. Saya akan memanggil nyonya besar terlebih dulu." Haneul hanya mengangguk. Tidak lama setelahnya datang pelayan lain yang membawa jus jeruk juga beberapa camilan lain untuknya. "Mansion ini benar-benar sangat indah." Sembari menunggu kedatangan Carl, Haneul sengaja memanjakan mata dengan menatap seisi Mansion Marc. Terlihat sekali jika wanita itu sangat menyukai Mansion Marc yang begitu sangat mewah. "Seandainya saja aku yang menjadi nyonya di tempat ini aku pasti akan menjadi wanita yang paling bahagia di dunia." ******* Ada rapat penting yang mengharuskanku pergi. Aku janji akan segera kembali. Jaga dirimu dengan baik.♥ Senyum di bibir carl terbit melihat secarik pesan yang Marc tinggalkan padanya lengkap dengan setangkai mawar merah. Hati Carl seketika menghangat mengingat kejadian semalam. Ia tidak menyangka Marc akan mempercayainya sebesar itu. Lebih dari itu ia bahkan mengungkapkan perasaanya pada pria tersebut. Dan yang membuat Carl lebih tidak percaya lagi adalah saat Marc membalas pernyataan cintanya. Bagaimana Carl bisa tau? Karena sejujurnya Carl masih setengah sadar semalam. Hanya saja Carl terlalu mengantuk untuk sekedar merespon pernyataan cinta dari suaminya. "Maaf menganggu waktu anda nyonya. Di ruang tamu ada seorang wanita yang ingin bertemu dengan anda?" "Siapa?" Carl mengernyit heran. Tidak biasanya ia kedatangan tamu. Seingat Carl ia bahkan tidak memiliki teman. Tidak mungkin kan jika teman jalangnya yang berkunjung? Ck. Sudah pasti bukan. Mereka bahkan tidak tau dimana letak Mansion Marc. "Wanita itu bilang namanya Choi Haneul." DEG! Untuk apa Haneul ingin menemuinya? Mungkinkah wanita itu juga ikut-ikutan mencurigainya sama seperti Joongki?



Untuk memastikan semuanya Carl tidak punya pilihan lain selain menemui wanita itu. "Dimana Marcus?" "Tuan besar sedang pergi ke luar nyonya. Tuan bilang ada rapat penting yang harus ia hadiri." Carl mengangguk. Bodohnya ia bertanya sesuatu yang jelas-jelas sudah ia tau jawabanya. "Bantu aku naik keatas kursi roda. Aku ingin menemui wanita itu." "Baik nyonya." ****** "Apa yang membuatmu datang kemari nona Choi?" Carl bisa melihat Haneul tersenyum ke arahnya. lebih tepatnya sebuah senyuman yang dipaksakan. "Kau memakai kursi roda?" Carl mau tidak mau harus mengangguk. "Terjadi insiden yang membuatku harus memakai kursi roda untuk sementara waktu. Jadi…...apa yang membuatmu kemari?" Carl kembali bertanya setelah menyuruh pelayan yang mengantarnya tadi pergi. "Aku hanya ingin melihat keadaanmu. Joongki oppa bilang kau sedang sakit. Karena itulah aku datang berkunjung. Aku tidak tau kalau ternyata sakitmu sangat parah hingga kau sampai harus menggunakan kursi roda." Carl tidak bisa untuk tidak mengernyit saat mendengar ucapan Haneul barusan. Benarkah hanya itu alasan Haneul datang? Apa mungkin Joongki belum menceritakan apapun pada wanita ular itu? "Tempat ini sangat sepi. Dimana semua pelayan-mu tadi?" Lamunan Carl seketika buyar saat Haneul mengajukan pertanyaan. Carl lantas melihat kearah jam dinding yang tengah menunjukkan pukul dua belas siang, yang mana waktunya bagi para pelayan Mansion untuk beristirahat. "Mereka sedang istirahat." Haneul hanya mengangguk. Ia lantas meletakkan paper-bag yang tadi dibawanya ke atas meja. Tidak sampai disitu, Haneul bahkan dengan senang hati membukakan isi paper-bag tersebut untuk Carl.



"Ini, aku membawakanmu kue coklat yang aku beli di toko roti langgananku. Aku harap kau akan menyukainya." "Kue?" Haneul kembali mengangguk. "Cobalah. Aku yakin kau pasti akan menyukainya. Ini kue terbaik di Texas." "Benarkah?" Lagi-lagi Haneul mengangguk. "Cobalah." Mau tak mau Carl mencoba kue yang Haneul berikan. Bukan karena merasa kasihan pada wanita ular itu, melainkan karena Carl tergiur oleh aroma coklat yang kue itu keluarkan. Pada suapan pertama Carl tidak merasakan apa-apa. Namun saat sudah menelanya barulah Carl merasa ada yang aneh. Tiba-tiba saja Carl merasa mual sekaligus sesak. Bahkan Carl bisa melihat bintik-bintik merah yang muncul di kulit tanganya. Dan Carl sangat tau betul apa yang terjadi pada tubuhnya itu. "Ada apa denganmu?" Haneul pura-pura panik melihat keadaan Carl yang seperti orang sekarat. "A-Aku…….. "Tunggu, apa kau memiliki alergi terhadap sesuatu?" Carl dengan lemah mengangguk. "K-ka-cang. Aku a-alergi ka-cang." Haneul tersenyum sinis. Lenyap sudah ekspresi sok panik yang tadi wanita itu pasang pada wajahnya. Haneul memang sengaja memesan kue coklat dengan campuran serbuk kacang untuk diberikan pada Carl. Dengan alasan aroma coklat yang kuat akan mampu menyamarkan aroma kacang yang terdapat pada kue tersebut. Dan sepertinya usaha Haneul berhasil. Terbukti dari Carl yang langsung memakan kue tersebut tanpa merasa curiga sedikit pun. "Jadi benar kau gadis sialan itu? Cihh! Aku aku tidak percaya ini. Kau benar-benar sangat mengejutkan." "A-Apa mak-sud-mu?" "Jangan berlagak bodoh, sialan! Aku tau kau itu Song Aerin." Saat itulah Haneul langsung mengeluarkan sebuah berkas dari dalam tasnya. "Cepat tanda tangani berkas ini." Carl menggeleng. Ia merasa sesak, mual sekaligus gatal-gatal. Jika seperti ini terus bisa dipastikan Carl akan segera jatuh pingsan.



"Tidak masalah. Berhubung kau sedang cacat sekaligus sekarat akan sangat mudah bagiku untuk mendapatkan tanda tanganmu." Carl sebisa mungkin mengelak saat Haneul memaksa tanganya untuk melakukan cap jempol. Carl sangat ingin melawan, tapi ia juga tidak bisa melakukan apa-apa. Selain karena kakinya yang sedang sakit, reaksi dari alergi yang Carl alami semakin membuat gadis itu tak berdaya. Dalam hati Carl berharap agar datang seseorang yang menolongnya. Tapi sepertinya itu sia-sia saja mengingat Marc tengah pergi. Di tambah lagi para pelayan juga tengah beristirahat. Bodyguard? Jangan bertanya tentang bodyguard. Karena sudah bisa dipastikan para bodyguard Marc hanya akan berjaga di luar Mansion. Bukan di dalam. "Jangan melawanku bodoh!" Kepala Carl tertoleh ke samping setelah Haneul melayangkan tamparan keras padanya. Saat itulah Haneul berhasil memanfaatkan keadaan Carl untuk mendapatkan cap jempol gadis tersebut. "Dasar wanita bodoh. Mulai hari ini semua kekayaanmu menjadi milikku hahaha!" Haneul tertawa keras. Tidak cukup sampai disitu, Haneul bahkan dengan kasar menjambak rambut Carl secara membabi buta. "Ini hukuman karena saat kecil dulu kau sudah sangat menyusahkanku." Haneul kembali menjambak rambut Carl. Kali ini dengan menggunakan kedua tanganya. Haneul benar-benar terlihat seperti orang yang kesetanan. Saat itulah sebuah teriakan menggelegar memenuhi seisi Mansion mewah Marc. "APA YANG KAU LAKUKAN PADA ISTRIKU, BRENGSEK!"



PART 27



Marc menatap tajam sosok Haneul yang duduk terikat di depanya. Tatapan pria itu nyalang menghunus tepat ke dalam bola mata sang gadis. "Lepaskan aku Marc. Kau tidak bisa menahanku seperti ini. Aku tunangan sahabatmu. Tatapan tajam Marc berhasil membekukan seluruh sistem syaraf pada tubuh Haneul. Dan hal itu benar-benar sukses membuat Haneul ketakutan setengah mati. Kini Haneul sadar seberapa berbahaya-nya pria penguasa dataran Amerika ini. Sejujurnya Haneul sangat mengutuk kedatangan Marc yang tidak tepat waktu. Jika saja saat itu Marc tidak datang dan memergoki aksi gilanya, bisa dipastikan ia tidak akan berakhir di tempat sialan ini. Haneul tidak pernah tau jikalau Marc akan begitu sangat murka hanya karena ia sedikit bermain-main dengan istrinya. Pria itu bahkan tanpa ampun langsung menyeret Haneul ke gudang kosong bawah tanah miliknya. "Aku mohon lepaskan aku Marc. Aku berjanji tidak akan membuat masalah denganmu lagi. Tapi tolong lepaskan aku. Aku masih ingin hidup." Alih-alih menggubris ucapan Haneul, Marc justru meraih tangan gadis tersebut. Membuat Haneul seketika meremang saat jemari Marc yang panjang mengelus tanganya dengan gerakan naik turun. Ada apa dengan pria ini? Marc seharusnya menghajarnya kan? Bukan malah mengelus tanganya seperti ini. Haneul lantas menyeringai. Hilang sudah rasa takut yang beberapa saat lalu sempat menghinggapi dirinya. Sekarang yang ada hanyalah rasa percaya diri yang begitu sangat tinggi. Sepertinya Marc tergoda denganya. Karena itulah Marc sengaja mengelus tanganya dengan lembut. Itulah yang tengah Haneul pikirkan saat ini. Pelan tapi pasti Haneul mulai bergerak-gerak kecil di tempat. Sengaja membuat gerakan tak terlihat untuk membuat mini dress yang ia kenakan tersingkap ke atas. Dalam hati Haneul berharap agar Marc benar-benar tertarik padanya. Dengan begitu Haneul tidak perlu lagi memikirkan akan jadi seperti apa masa depanya nanti. Dan yang pasti ia bisa mendepak orang-orang tidak berguna yang sudah tidak ia perlukan dengan sangat mudah.



Marc sendiri hanya diam. Dari tempatnya duduk sekarang ia bisa melihat celana dalam Haneul yang berwarna hitam. Karena memang wanita itu hanya memakai celana dalam tanpa di lapisi safety pants. "Marcus." Haneul sengaja memanggil nama Marcus dengan suara yang dibuat semanja mungkin. Dan sepertinya usaha Haneul itu sangat berhasil mengingat Marc yang kini kembali mengelus tanganya. "Kau menyukai sentuhanku?" Haneul mengangguk semangat. "Sangat." Marc kembali mengangguk. "Aku juga menyukainya." Haneul bersorak senang. "Kalau begitu…...bisakah kau melepaskan tali sialan ini? Aku ingin kita saling menyentuh lebih dalam lagi." "Itu ide yang sangat bagus." Marc menurut. Ia lantas melepas satu persatu ikatan tali yang mengikat tubuh sexy Haneul. "Katakan. Kau ingin aku memulainya darimana?" Pipi Haneul memerah melihat tatapan mata Marc yang begitu sangat intens memandangi tubuhnya. "Terserah padamu sayang. Aku milikmu." Saat itulah Haneul bisa merasakan mini dress miliknya di robek secara paksa. Pria itu, Marcus Cho sengaja merobek dress Haneul dengan sekali tarikan. Menyisakan celana dalam dan juga bra yang sama-sama memiliki warna hitam. Cukup gila memang. Tapi itulah yang Marc lakukan pada Haneul saat ini. Entah apa maksud dan tujuanya yang jelas hanya Marc seorang-lah yang tau.



"Jangan hanya di lihat. Aku milikmu sayang. Kau bebas melakukan apapun padaku." Marc lantas menyeringai sebelum akhirnya kembali meraih tangan Haneul dan mengelusnya dengan lembut. "Tangan sekecil ini," Senyuman Haneul melebar melihat Marc semakin intens mengelus kulit tanganya. "BAGAIMANA BISA TANGAN SEKECIL INI BERANI MENYAKITI MILIKKU HAH!" "Aakkhhh!"



Tepat saat itulah tubuh Haneul jatuh terhuyung ke lantai. Marc menyentakkan tanganya dengan begitu sangat kasar hingga membuat Haneul ambruk. Tidak cukup sampai disitu, Marc kembali menarik Haneul untuk berdiri berhadapan denganya. Bahkan Marc tak segan mencengkram rahang wanita tersebut dengan sangat keras. "Dan wajah ini. Bagaimana bisa wajah selugu ini menyimpan banyak sekali kebusukan di dalamnya oeh!" "Arrrggghh!" Haneul menjerit keras. Satu tamparan keras berhasil mendarat di pipinya hingga membuat sudut bibir Haneul berdarah. "A-apa yang kau lakukan? Aku…...aku pikir….. "Kau pikir apa? Aku tertarik padamu? Cihh! Asal kau tau saja, tadi itu aku hanya ingin sedikit bermain-main denganmu. Tapi reaksimu sungguh diluar dugaan. Kau benar-benar jalang kelas kakap." Marc beralih menjambak rambut Haneul. Pria itu ingin Haneul merasakan apa yang Carl rasakan saat wanita sialan itu dengan sangat lancang berani menyiksa istri tercintanya. "Tidak Marc lepas arrrrgghh!" Marc tidak peduli sebanyak apa Haneul akan menjerit kesakitan. Yang jelas ia hanya ingin memberi wanita sialan itu pelajaran setimpal karena telah berani menyakiti istrinya. "Joongki pasti akan membunuhmu jika dia sampai mengetahui semua ini." "Sebelum itu terjadi aku pastikan dia yang akan membunuhmu lebih dulu." "A-Apa maksudmu hah!" "Kau sudah terlalu lama hidup dalam sandiwara. Sekarang saatnya mengakhiri semua sandiwaramu itu." "Brengsek kau!" Marc tertawa sinis. "Kau beruntung aku tidak menghabisi nyawamu detik ini juga. Tapi jangan kau kira aku akan mengampunimu begitu saja." "A-apa yang ingin kau lakukan?" Haneul beringsut mundur melihat Marc memanggil kelima orang anak buahnya yang berbadan sangat besar. Haneul tau hal buruk akan segera terjadi. Terbukti dari seringaian setan yang Marc tujukan padanya.



"Puaskan dia. Jalang ini sangat membutuhkan belaian pria. Kalian bebas melakukan apapun padanya. Tapi ingat…..pastikan kalian mengikatnya kembali setelah urusan kalian selesai." "KAU GILA! KAU PIKIR APA YANG KAU LAKUKAN HAH!" Marc berlalu meninggalkan Haneul begitu saja. Samar-samar Marc bisa mendengar suara teriakan, tangis, jerit permohonan sekaligus desahan nikmat dari tempat Haneul saat ini di sekap. ****** "Anda benar-benar sangat kejam tuan." Marc menyeringai. Ia menarik beberapa lembar tissue untuk membersihkan tanganya. Pria itu sengaja mencuci kedua tanganya setelah menyentuh tubuh menjijikan Haneul. "Itu hukuman yang sangat pantas untuk jalang sepertinya. Kau boleh bergabung jika kau mau." "Terimakasih. Saya dengan keras menolak saran anda." Marc terkekeh. "Kau sungguh tidak tertarik dengan wanita? Kau tau? Dada dan bokong mereka benar-benar sangat menggiurkan. Lubang vagina mereka yang terbaik." Dave tidak bereaksi apapun. Bahkan hanya untuk sekedar merespon ucapan vulgar tuan-nya. "Apa kita akan langsung pergi ke rumah sakit?" "Ya. Aku harus tau bagaimana keadaan istriku saat ini." Setelah menyelamatkan sang istri dari tindakan anarkis Haneul, Marc memang langsung membawa Carl ke rumah sakit. Hanya saja Marc terpaksa harus meninggalkan istrinya itu. Tentunya setelah Marc memastikan sang istri mendapatkan perawatan yang tepat. Dan Marc tidak melakukan hal itu tanpa alasan. Ia hanya ingin memastikan Haneul mendapat hukuman setimpal atas semua perbuatanya pada Carl selama ini. Entah itu dimasa sekarang atau pun dimasa lalu. "Beberapa saat yang lalu Max sempat Menelepon. Dia bilang keadaan nyonya Carl sudah membaik. Dokter berhasil mengatasi alergi yang nyonya Carl derita." "Alergi?" Dave mengangguk. "Nyonya Carl memiliki alergi terhadap kacang. Dan sepertinya Haneul mengetahu hali itu. Karena itulah wanita itu sengaja memberi istri anda kue coklat yang sudah di campur dengan bubuk kacang. Hal itu jugalah yang membuat keadaan nyonya Carl melemah."



Marc tidak pernah tau akan hal itu. Ia pikir warna merah yang ada pada wajah dan juga tubuh Carl adalah hasil perbuatan dari Haneul. "Dokter juga menyarankan agar nyonya beristirahat penuh selama beberapa minggu ke depan." Marc mengangguk mengerti. Ia bisa sedikit bernafas lega mengetahui keadaan Carl sudah lebih baik dari sebelumnya. "Anda banyak berubah." "Apa sangat terlihat?" "Sangat." Mendengar jawaban Dave membuat Marc refleks tersenyum. "Anda bahkan jadi sering tersenyum." "Berterimakasihlah pada istriku. Karenanya kau jadi bisa melihat sisi lain dari diriku." Dave mengangguk setuju. "Anda benar. Sepertinya saya memang harus melakukan hal itu." "Apa itu berkasnya?" Dave mengangguk. Ia lantas memberikan map warna merah yang ia bawa pada Marc. "Ini hanya duplikasinya saja. Berkas yang asli sudah saya simpan di tempat yang aman. Saya juga sudah mengubah beberapa bagian untuk menghilangkan nama dan cap jempol nyonya Carl." "Wanita itu benar-benar tidak akan aku ampuni. Hanya karena berkas sialan ini dia berani menyiksa istrik, cihh!" "Apa rencana anda selanjutnya tuan?" "Perintahkan Max untuk terus berjaga di dekat Carl. Ada urusan lain yang harus aku selesaikan sebelum pergi ke rumah sakit." "Saya mengerti." ****** Marc memarkirkan Audy A8 miliknya di depan salah satu hotel bintang lima miliknya. Dan Marc tidak datang kesana tanpa alasan. Melainkan karena ia ingin menemui seseorang. "G-Good evening sir."



Marc tidak menggubris sapaan hormat para pegawai yang terkejut melihat kedatanganya yang bisa dibilang begitu sangat tiba-tiba. Karena memang Marc tidak memiliki waktu untuk itu. Ia harus secepatnya menyelesaikan tujuanya agar Marc bisa segera bertemu dengan sang istri. Langkah Marc berhenti di depan pintu kamar bernomor 1007. Dan Marc tidak perlu meminta izin untuk masuk ke dalam kamar tersebut. Marc hanya tinggal memerintahkan pegawainya untuk membawa kunci cadangan. Dan semua masalah akan teratasi dengan mudah. "Marc? Apa yang kau lakukan disini?" Joongki merasa sangat terkejut melihat kedatangan Marc yang begitu sangat tiba-tiba. Terlebih lagi pria itu langsung masuk begitu saja ke dalam kamar hotelnya. "Ini hotel milikku. Aku bebas melakukan apapun yang aku mau." "Aku tau hotel ini milikmu. Hanya saja…..apa yang kau lakukan dikamarku?" "Hanya ingin mengatakan sesuatu padamu." "Tentang apa?" "Tentang wanitamu yang saat ini ada di tanganku." "Apa maksudmu?" "Haneul. Dia ada di tanganku. Lebih tepatnya wanita itu sedang aku sandera." "Brengsek! Kenapa kau melakukan hal itu hah!" "Aku bisa melakukan apapun yang aku mau." Kepala Joongki serasa ingin mendidih saat mendengar ucapan Marc yang terkesan begitu sangat santai. "Cepat katakan dimana kau menyembunyikan kekasihku?" "Dia ada di tempat yang aman. Dan…..sedang bersenang-senang mungkin." "Kau?" "Benar sekali. Aku sengaja memerintahkan anak buahku untuk bersenang-senang dengan wanitamu." "KEPARAT KAU! BERANI SEKALI KAU MELAKUKAN ITU PADA WANITAKU HAH!" "JANGAN BERTERIAK PADAKU BRENGSEK! SETELAH SEMUA YANG DIA LAKUKAN PADA ISTRIKU KAU SEHARUSNYA MERASA BERUNTUNG KARENA AKU HANYA



MEMERINTAH-KAN ANAK BUAHKU UNTUK MENIDURINYA. BUKAN UNTUK MEMBUNUHNYA, SIALAN!" "APA MAKSUDMU SEBENARNYA HAH!" Marc berdecih sinis. Ia benar-benar sangat ingin menghajar Joongki detik ini juga. Tapi tidak. Marc tidak akan melakukan itu. Ia ingin Joongki menderita dalam penyesalan. Bukan dalam kekerasan. "Kau tau apa yang wanitamu itu lakukan pada istriku hah? Dia menganiaya istriku. Kau dengar? Dia menganiaya istriku, brengsek! Apakah menurutmu aku akan melepaskanya begitu saja setelah semua yang dia lakukan pada istriku? Kau tau betul aku tidak sebaik itu. Aku pasti akan membalas setiap perbuatan mereka. Dan itulah yang sedang aku lakukan pada wanitamu." "Tidak. Haneul tidak mungkin seperti itu. Aku tau kau sedang membodohiku." "Baca ini. Berkas sialan ini akan menunjukkan seperti apa wanitamu itu yang sebenarnya." Joongki dengan sigap menangkap map yang Marc lembar ke wajahnya. Mata pria itu seketika membulat begitu tau berkas tersebut berisi dokumen peralihan semua kekayaan milik keluarga Song kepada Haneul. "I-ini…..ini tidak mungkin. Haneul tidak mungkin menghianatiku." "Cihh. Itu semua bahkan masih belum seberapa dibandingkan dengan apa yang wanita itu lakukan pada keluargamu selama ini." Joongki tidak menanggapi. Pria itu terlalu terkejut dengan semua yang Marc katakan padanya. "Datanglah ke Mansionku. Disana kau akan mendapatkan semua kebenaran mengenai kematian ibumu. Jika kau beruntung, kau bahkan akan bisa bertemu dengan adik yang selama ini sudah kau sia-siakan."



PART 28



"Bagaimana keadaanmu?" Carl tidak bisa untuk tidak tersenyum. Terlebih lagi saat Marc mengecup keningnya lama. Tak lupa pria itu juga mengecup bagian perut gadis tersebut. "Jauh lebih baik. Meski terkadang aku masih sering pusing. Kau darimana saja?" "Ada sedikit masalah yang harus aku selesaikan. Apa aku meninggalkanmu terlalu lama?" Carl mengangguk. "Aku sangat bosan disini. Bisakah kau membawaku pulang? Lagi?" "Tidak. Keadaanmu masih belum baik. Kau akan tetap disini sampai dokter mengatakan kondisimu sudah baik-baik saja." "Tapi aku sudah baik-baik saja." "Apanya yang baik-baik saja nyonya Cho? Kulitmu masih merah. Wajah dan bibirmu juga masih pucat." "Kau tinggal menciumku. Dengan begitu bibirku tidak akan pucat lagi." Marc menyeringai. "Apakah tadi itu undangan untuk bercinta?" Carl dengan semangat mengangguk. Dan sialnya hal itu justru membuat Marc tercengang. "Wahh sayang ada apa denganmu heum? Tidak biasanya kau ingin memulai percintaan lebih dulu. Kau tidak sedang kerasukan sesuatu kan?" "Aku tidak tau. Keinginan itu mendadak muncul begitu saja di dalam kepalaku." Marc mendesah kasar. "Jika saja kondisimu sedang dalam keadaan baik aku pasti tidak akan menolak. Tapi…..karena keadaanmu tidak memungkinkan, aku terpaksa harus menolak undanganmu." "Ck. Semua ini karena kakiku yang cacat." "Tidak. Jangan menyalahkan kakimu. Tidak lama lagi kau akan bisa kembali berjalan seperti dulu lagi. Kau hanya harus bersabar sampai saat itu tiba." "Bagaimana kalau ternyata aku tidak akan pernah bisa berjalan lagi?" "Kau pasti bisa berjalan lagi. Aku sudah berjanji padamu."



"Kau banyak berubah." "Ya. Dan semua itu karenamu." "Kau yakin itu karenaku?" "Tentu saja. Hanya kau satu-satunya wanita di dunia ini yang berani melawanku tanpa merasa takut sedikit pun." "Itu karena aku spesial." "Aku tau." "Tapi ya…...kau yakin sudah benar-benar berubah?" "Apa maksudmu?" "Seks liar dengan para jalang. Apa kau masih melakukan itu?" Marc dengan tegas menggeleng. "Tidak lagi." "Aku tidak yakin ucapanmu itu bisa di percaya." "Kau tidak harus percaya. Kau hanya perlu yakin jika saat ini aku sedang mencoba untuk berubah menjadi yang lebih baik." "Itu sangat manis. Mendekatlah, aku akan menciummu." Dengan cepat Marc langsung mendekat. Namun mulut pria itu seketika berdecak kesal saat Carl hanya mencium bagian pipinya. "Why? Kenapa wajahmu terlihat kesal begitu?" "Ck. Ciuman macam apa itu tadi? Kau harusnya menciumku di bibir bukan pipi. Itu sangat kekanakan." "Kau lah yang kekanakan tuan Cho. Aku kan cuma bilang ingin menciummu. Jadi ya terserah aku mau menciummu di bagian mana." Sekali lagi Marc berdecak kesal. "Lakukan apapun yang membuatmu senang nyonya Cho." "Tidak ada perlawanan? Luar biasa." Marc mengangkat bahunya acuh. "Aku tidak suka berdebat dengan orang sakit." Carl refleks membuka mulut saat Marc menyuapkan buah strawberry padanya.



"Rasanya sangat manis." "Tentu saja. Ini strawberry kualitas terbaik dengan harga yang sangat mahal. Kau harus menghabiskannya." Carl berdecak kesal. "Kau terdengar tidak ikhlas. Haruskah aku mengganti uangmu?" "Untuk apa? Toh pada akhirnya nanti kau juga akan memakai uangku untuk menggantinya." "Itu sudah pasti. Aku kan istrimu." Carl kembali membuka mulutnya. Marc benar-benar menyuapi Carl hingga strawberry di tanganya habis. "Kau benar-benar tidak mau rugi ternyata." "Jaman sekarang banyak orang miskin yang sulit mendapatkan makanan. Jadi kau tidak boleh menyia-nyiakan makanan. Terlebih lagi jika harganya sangat mahal. Seperti halnya strawberry berkualitas terbaik ini." Carl membrenggut kesal. Hilang sudah kalimat pujian yang baru saja ingin ia ucapkan karena kalimat terakhir yang pria itu katakan. "Singkirkan tampang jelekmu. Kau tau betul uang sama sekali bukan masalah untukku." Itu benar. Uang memang sama sekali bukan masalah untuknya. Marc sengaja berkata seperti itu untuk membuat Carl memakan habis strawberry yang ia berikan. Dan Marc tidak melakukan hal itu tanpa alasan. Dokter yang menangani Carl mengatakan jika istrinya itu tidak dalam nafsu makan yang baik. Karena itulah sebisa mungkin Marc membuat Carl makan. Yahh meskipun itu hanya sekedar buah-buahan. Setidaknya ia sudah mencoba menjadi suami yang baik. "Apa kau masih ingin makan sesuatu? Sedikit sup dengan nasi mungkin." "Tidak. Perutku sudah kenyang. Apa kau sudah makan?" Marc mengangguk. "Aku mampir ke restoran dulu sebelum kesini." "Biar ku tebak, kau pasti makan di salah satu restoran bintang lima kan?" "Memangnya sejak kapan aku makan makanan pinggir jalan heum?" "Ck. Dasar tuan menyebalkan." "Dengar." Marc tiba-tiba saja mengusap perut Carl. Dan hal itu sukses membuat Carl langsung terdiam. "Disini, anak kita sedang bertumbuh. Berhentilah melakukan sesuatu yang bisa membahayakan keadaanya."



"Apa maksudmu?" "Apa yang kau lakukan sepanjang hari ini heum? Kau menolak makan makanan apapun. Tidakkah kau tau jika itu bisa membahayakan bayi kita?" "Aku tau. Tapi kau juga tidak bisa hanya menyalahkanku. Aku selalu seperti ini saat alergiku kambuh." Marc mencoba mengerti. "Lain kali jangan menolak makan lagi. Meski hanya sedikit kau tetap harus makan okee?" Carl mengangguk. "Dan mengenai alergimu, kenapa kau tidak pernah memberitahu kalau kau memiliki alergi terhadap kacang?" "Kau tidak pernah bertanya." "Ck. Lain kali jangan sembunyikan apapun dariku. Arra?" Carl tertegun. "Kau…..kau berbicara bahasa Korea?" "Waeyo? Apa ada yang salah dengan hal itu." "T-Tidak. Hanya saja sudah lama sekali aku tidak mendengar bahasa itu." Marc berdehem pelan. "Apa kau tidak ingin kembali ke Korea?" "A-apa?" "Aku pikir sudah saatnya kita kembali ke negara kita." "Apa maksudmu?" "Aku hanya ingin anakku lahir dan besar di negara dimana dia seharusnya berada. Karena itulah aku ingin kembali ke negara kita." "Aku tidak bisa. Aku…...aku tidak ingin kembali kesana." "Why?" Carl hanya diam. Dia tidak ingin menjawab. "Let me guess. You don't wanna go back because you are scared right?" Carl akhirnya mengangguk. "Aku tidak ingin mereka mengetahui siapa diriku yang sebenarnya."



"Sampai kapan? Sampai kapan kau akan menjadi seorang pengecut?" "Apa maksudmu?" "I don't remember ever marrying a loser." "Aku bukan pecundang." "Buktikan. Buktikan kalau kau memang bukan seorang pecundang." Carl kembali terdiam. "Dengar," Marc meraih kedua tangan Carl. Mengenggam tangan gadis itu erat sambil sesekali menciuminya. "Kau tidak bisa seperti ini terus sayang. Masalah itu untuk dihadapi. Bukan di hindari." "Aku…..aku takut." "Apa yang kau takutkan? Kau tidak sendiri. Ada aku yang akan selalu bersamamu." Carl kembali terdiam selama beberapa saat. Tapi kemudian ia menghela nafasnya kasar. "Kau ingin aku melakukan apa?" Marc tersenyum. Ia senang Carl mau menurut padanya. "Temui Joongki. Jelaskan padanya kalau kau sama sekali tidak bersalah." "Percuma. Dia tidak akan percaya." "Dia harus percaya. Buatlah dia agar dia mau mempercayaimu. Kau sudah pernah kalah sebelumnya. Dan aku tidak ingin kau sampai mengalami hal itu lagi." "Semua tidak semudah itu Marc." "Aku akan membantumu." Lagi-lagi Carl mendesah kasar. "Apa…..apa jika aku melakukan itu semua akan lebih baik?" Marc dengan cepat mengangguk. "Dengan kau berani mengatakan kebenaran, kau jadi tidak perlu menyembunyikan identitasmu lagi." "Tapi…...bagaimana jika dia kembali menyakitiku sama seperti dulu?" "Kau bisa mengandalkanku. Aku akan selalu berdiri satu langkah di depanmu untuk melindungimu dari bahaya apapun."



"B-baiklah. Aku….aku akan menemui Joongki. Tapi aku tidak janji akan memaafkan semua perbuatanya padaku." Marc mengangguk. "Kau tidak harus memaafkanya. Kau hanya perlu mengatakan kebenaranmu padanya." "Tuan." Baik Marc mau pun Carl sama-sama menoleh begitu melihat Dave menghampiri mereka. "Ada apa?" Dave membisikkan sesuatu ke telinga Marc yang membuat tubuh pria itu menegang untuk beberapa saat. Dan tentu saja Carl melihat itu semua. "Pergilah. Aku tidak akan datang." Dave mengangguk. Ia lantas bergegas pergi setelah merasa tidak memiliki urusan lagi. "Ada apa?" "Bukan apa-apa." "Aku tau kau sedang berbohong Marc." Marc menghela nafasnya kasar. "Sera bunuh diri." "B-bagaimana bisa?" Terkejut. Itulah yang Carl rasakan saat ini. Ia tidak menyangka Sera akan melakukan hal senekat itu. Tapi…,.bukankah dia memang wanita yang nekat? Tidak heran jika Sera sampai berani bunuh diri. "Dave bilang dia sengaja mengiris pembuluh darah di lehernya dengan pecahan gelas." "Dia sudah gila." Marc mengangguk setuju. "Kau tidak ingin menghadiri upacara terakhirnya? Biar bagaimana pun juga dulu Sera adalah orang yang sangat kau lindungi." "Itu dulu. Semenjak aku tau dia berpihak pada Choi Siwon, dan semenjak dia menyakitimu, bagiku dia sudah bukan siapa-siapa lagi." "Kau sama sekali tidak terlihat sedih."



"Sudah ku bilang Sera hanyalah masa lalu yang sudah tidak berarti apapun lagi." "Lalu…..siapakah orang yang saat ini menempati posisi terpenting dalam hidupmu?" "Kau bisa melihatnya sendiri. Dia ada di depan mataku sekarang." Carl tersipu malu. Tidak menyangka Marc akan bicara seterus-terang itu. "Mau ku beritau sebuah rahasia?" "A-apa?" "Di dunia ini aku hanya memiliki satu kelebihan dan juga satu kekurangan. Kau mau tau apa itu?" Carl mengangguk. "Saat aku mencintai seseorang, aku akan mencintainya dengan sepenuh hatiku. Itu adalah kelebihanku. Sedangkan kekuranganku adalah…..jika aku terlanjur mencintai seseorang maka akan sulit bagiku untuk berpaling ke lain hati." Seharusnya Carl tidak segugup ini. Seharusnya ia merasa biasa saja mengingat sebelumnya ia sudah pernah mendengar ungkapan cinta pria tersebut. Tapi tetap saja Carl merasa gugup setiap kali mendengar kata cinta dari bibir suaminya itu. " K-kau mencintaiku?" "Ya. Dan aku tidak tau caranya untuk berhenti. Bagaimana ini?" "Aku…... "Berhenti sok jual mahal. Aku tau kau juga mencintaiku." Carl berdecak kesal. Marc merusak suasana romantis yang telah pria itu ciptakan sendiri. "Kau terlalu percaya diri tuan Cho. Tapi ya.....kau benar. Aku rasa aku memang mulai mencintaimu." Carl lantas tertawa. "Ini benar-benar pernyataan cinta yang paling aneh kan? Tidak ada hadiah, bunga, atau bahkan makan malam romantis. Padahal kan kau sangat kaya." Marc mengangguk setuju. "Cepatlah sembuh agar kita bisa melakukan hal-hal yang tertunda." Marc benar. Carl harus sembuh. Bukan hanya untuk dirinya sendiri. Tapi juga untuk Marc. Untuk anak yang ada didalam perutnya, dan untuk masa depan keluarga kecilnya kelak. *********



Setelah lima hari terjebak di dalam rumah sakit, Carl akhirnya di perbolehkan untuk pulang. Tidak heran jika Carl merasa begitu sangat bahagia. Terbukti dari senyuman Carl yang tidak pernah luntur dari semenjak Lamborghini Marc meninggalkan pelataran rumah sakit. "Kau terlihat sangat bahagia?" "Setelah terjebak selama lima hari berturut-turut di tempat membosankan itu akhirnya aku bisa bebas tuan Cho, tentu saja aku merasa sangat bahagia." "Jangan lupa apa kata dokter. Kau tidak boleh kelelahan apalagi sampai jatuh stres. Itu pun jika kau tidak ingin kembali ke tempat itu lagi." "Aku tau sayang. Berhentilah mengatakan hal yang sama." Lamborghini Marc mengerem mendadak. Bukan karena ada bahaya di depan mereka. Melainkan karena panggilan 'sayang' yang Carl katakan padanya. "Apa kau sudah gila? Kau ingin membunuh kita bertiga oeh?" "K-kau…...kau memanggilku apa barusan?" Alih-alih menjawab omelan Carl, Marc justru melayangkan pertanyaan lain yang membuat Carl mau tidak mau tersenyum geli. Hilang sudah niatnya yang ingin memarahi pria tersebut. "Why? Apakah ada yang salah dengan panggilanku?" "Kau benar-benar luar biasa." Marc merutuki kebodohanya yang langsung terkejut hanya karena sebuah panggilan sayang. Pria itu lantas tertawa saat mengetahui pengaruh Carl sangatlah luar biasa. "Teruslah memanggilku seperti itu, oke?" Carl dengan patuh mengangguk. Senyum di bibirnya melebar melihat stand-stand makanan yang berjejer rapi di pinggir jalan. "Jangan pergi dulu." Marc mengernyit bingung mendengar permintaan Carl. Meski begitu ia tetap menghentikan mobilnya. "Ada apa?" "Aku ingin makanan yang ada disana itu." Kerutan di kening Marc semakin melebar melihat Carl menunjuk stand makanan di pinggir jalan.



"Aku ingin makan itu Marc. Ayolah belikan aku makanan itu." "Itu tidak sehat. Makan di restoran saja." "Aku tidak mau. Pokoknya aku ingin makanan yang ada di sana itu. Ayolah." "Tidak. Jangan harap aku akan membiarkanmu memakan makananan tidak sehat seperti itu." "Baiklah. Lakukan apapun sesukamu. Tapi ingat, saat anakmu lahir berliur nanti kau jangan pernah menyalahkanku." Marc mendesah kasar. Kapan aturan sialan seperti itu akan di musnahkan dari muka bumi? Membuat repot saja. "Cepat jalankan mobilnya. Aku sudah tidak sabar melihat seberapa berliurnya anakmu saat lahir nanti." "Aku menyerah. Cepat katakan apa yang kau inginkan." Ya. Pada akhirnya Marc lebih memilih untuk menyerah daripada harus melihat calon pewarisnya tumbuh dengan leleran air liur yang menjijikan. Dan ucapan Marc tersebut berhasil membuat Carl kembali tersenyum bahagia. Padahal beberapa detik yang lalu gadis itu masih sibuk merajuk. Hormon ibu hamil memang sangat luar biasa. "Nachos. Aku ingin Nachos yang orang itu jual." "Tunggi disini. Aku akan segera kembali." "Belikan aku tiga ya? Aku ingin tiga kotak Nachos, oke?" Marc memutar matanya malas. Wanita hamil benar-benar sangat merepotkan. Marc bersyukur ia sudah tidak lagi terkena efek muntah-muntah dari kehamilan istrinya itu. ****** "Sudah kenyang nyonya Cho?" Marc mendengus kesal melihat Carl yang mulai mengantuk setelah menghabiskan tiga kotak Nachos berukuran besar hingga tandas. Carl benar-benar terlihat seperti babi. "Lain kali kita harus kesana lagi. Nachos buatan mereka benar-benar sangat enak." Mimpi saja. Marc telah bersumpah tidak akan pernah membawa Carl ke tempat itu lagi. Cukup sekali saja ia membiarkan istrinya itu memakan makanan pinggir jalan. Jangan harap akan ada lain kali. "Berapa lama lagi kita akan sampai? Aku merindukan suasana rumah."



"Mansion kita sangat besar sayang. Keterlaluan sekali kalau kau sampai tidak bisa melihatnya." Senyum Carl melebar melihat Mansion besar Marc sudah ada di depan mata. Namun….senyuman gadis itu seketika lenyap begitu melihat sosok pria yang berdiri di depan pintu masuk Mansion. "Apa yang pria itu lakukan disini?" "Aku yang menyuruhnya datang." "Apa maksudmu?" "Kau sudah berjanji sayang. Sekarang saatnya menepati ucapanmu." "Haruskah secepat ini." Marc mengangguk. "Semakin cepat masalahmu selesai maka semuanya akan semakin lebih baik." Carl menghela nafasnya kasar. Jujur saja ia belum siap. Namun ia juga tidak punya pilihan lain selain menghadapi semua masalahnya. "Aku bukan lagi gadis kecil lemah seperti dulu. Jika pria itu sampai berani macam-macam denganku aku bersumpah tidak akan segan menendang selangkanganya." Marc refleks tertawa. "Jangan terlalu agresif. Aku tidak ingin anakku lahir sebelum waktunya." Marc membelokkan mobilnya ke kiri. Memarkirkan Lamborghini hitam miliknya itu di depan patung air mancur berbentuk kepala singa yang ada di tengah-tengah halaman Manson. Marc turun dari mobil lebih dulu. Mengeluarkan kursi roda Carl dari dalam bagasi mobil sebelum akhirnya membantu sang istri turun dari mobil. "Aku tidak tau kau akan datang secepat ini." Marc berkata tanpa ingin berhenti. Ia melewati tubuh joongki begitu saja dengan pria itu yang ikut berjalan di sampingnya dan juga Carl. "Aku tidak ingin basa-basi. Cepat katakan apa sebenarnya maksudmu menyuruhku kemari." Marc mengangkat bahunya acuh. "Kau harus bersabar. Bagiku kenyamanan Carl adalah yang paling utama." "Brengsek! Apa kau sengaja mempermainkanku hah!" "Jangan melewati batasanmu hyung. Jagalah sikapmu selagi aku masih menganggapmu sebagai seorang tamu."



"Aku tidak peduli. Aku hanya ingin tau dimana kau menyembunyikan kekasihku." "Apa maksudnya? Kau menyembunyikan Haneul?" "Hanya sedikit bermain-bermain dengan bedebah yang sudah berani mengusik milikku." Meski ucapan Marc terdengar acuh, tapi sebenarnya nada bicara pria itu terdengar sangat menyeramkan. Dan Joongki tidak cukup bodoh untuk bisa memahami ada banyak kemarahan di balik perkataan pria tersebut. "Bisakah kau tidak mempersulit segalanya? Aku hanya ingin tau dimana kau menyekap tunanganku." "Ikut aku." Marc berucap dingin. Ia mendorong kursi roda Carl kearah ruang bawah tanah miliknya. Di ikuti dengan Dave dan juga Joongki yang berjalan di belakang mereka. ****** "KAU APAKAN WANITAKU BRENGSEK!" Joongki tidak bisa untuk tidak berteriak. Apalagi saat melihat keadaan Haneul yang begitu sangat berantakan, kotor, dan juga compang-camping seperti gelandangan. Bahkan keadaan Haneul saat ini jauh lebih menyedihkan daripada gelandangan yang ada di luaran sana. Bukan hanya Joongki saja yang merasa terkejut. Carl pun merasakan hal yang sama. Hanya saja gadis itu masih bisa mengendalikan dirinya dengan baik. "Jangan berani berteriak padaku." Joongki tidak peduli dengan rahang mengeras Marc saat ini. Pria itu lebih memilih untuk menghampiri Haneul yang duduk meringkuk di pojok ruangan tanpa alas apapun. Rahang pria itu seketika mengeras melihat kaki indah tunanganya yang teringat oleh rantai. Marc benar-benar sudah sangat keterlaluan. Joongki bersumpah akan membalas semua perbuatan pria itu pada wanitanya. "S-Sayang." "Jangan menyentuhku." Haneul beringsut mundur. Semenjak ia di perkosa ramai-rami oleh anak buah Marc, Haneul akan selalu merasa ketakutan setiap kali ada orang yang mendekatinya. Dan tentu saja tingkah laku aneh Haneul tersebut tidak luput dari semua pasang mata yang ada disana. "Sayang ada apa denganmu? Ini aku Jong…..



"AKU BILANG JANGAN MENYENTUHKU BRENGSEK!" Haneul berteriak histeris. Ia mengusap bagian tubuh yang di sentuh oleh Joongki berulang-ulang kali. Sepertinya perlakuan anak buah Marc berhasil membuat wanita itu trauma. "Kau apakan tunanganku hah! Kenapa dia jadi seperti ini?" Marc mengangkat bahunya acuh. "Mungkin anak buahku terlalu kasar saat menidurinya." "KAU…... "Cukup. Aku tidak membawamu kesini untuk semua omong kosong seperti itu. Turuti perintahku jika kau ingin mendengar semua kebenaranya." Teriakan Joongki terhenti begitu mendengar kalimat tajam yang Marc katakan. Rahang pria itu semakin mengeras manakala kedua matanya menangkap sosok Dave yang dengan segaja menyuntikkan sesuatu ke dalam tubuh Haneul. "Apa yang kau suntikkan padanya?" "Sebuah serum kejujuran yang akan mengungkap semua kejahatan wanitamu." "Apa maksudmu?" Alih-alih menjawab Marc justru sibuk melihat jam Rolex yang melingkar di pergelangan tanganya. "Waktunya tiba. Saatnya memulai interogasi." Carl memilih untuk tidak ikut bersuara. Ia tau akan ada saatnya dimana ia mengeluarkan suaranya. Oleh karena itulah Carl hanya memperhatikan Marc yang tengah menatap tajam ke arah Haneul. Kening gadis itu mengernyit melihat tubuh Haneul yang berubah seperti orang mabuk sesaat setelah Dave menyuntikkan sesuatu ke dalam tubuhnya. "Choi Haneul, itu namamu bukan?" "Ya." Jawab Haneul pelan. "Aku tidak ingin basa-basi. Cepat katakan apa tujuanmu sebenarnya? Kenapa bertahun-tahun yang lalu kau tega menuduh Song Aerin sebagai seorang pembunuh?" "Dia menjadi penghalang untukku bisa menguasai semua harta keluarganya. Karena itulah aku menuduhnya telah melenyapkan nyonya Song. Padahal akulah yang telah menghabisi wanita tua itu." Marc menyeringai. Dari sudut matanya ia bisa melihat tubuh Joongki yang berubah menjadi sekaku batu.



"Cepat katakan kejahatan apalagi yang selama ini sudah kau kakukan pada keluarga Song." "Tidak ada. Aku hanya membunuh nyonya di rumah itu berikut dengan memberikan tuduhan palsu pada putri kecilnya. Aku juga melakukan segala cara untuk membuat putra tunggal mereka jatuh cinta padaku hanya untuk menguasai semua harta mereka." "Tidak! Kau….kau pasti berbohong kan? Aku tau kau tidak mungkin melakukan semua itu." Haneul tertawa. Ia beralih menatap Joongki yang berdiri mematung di depannya. "Kau benar-benar sangat bodoh oppa. Bagaimana bisa kau lebih percaya padaku di bandingkan dengan adikmu sendiri oeh? Kau bahkan tega mengusir gadis kecil itu dari rumah mewah kalian tanpa menyelidiki kebenaranya lebih dulu. Ck ck ck." "Itu tidak benar. Kau…..kau pasti berbohong kan? Aku tau kau sedang membohongiku. Suntikan itu…..pasti suntikan sialan itu yang sudah mempengaruhi otakmu." Joongki kalut. Pria itu berusaha menampik semua yang Haneul ucapkan padanya. "Berhentilah menjadi pria yang bodoh oppa. Untuk apa juga aku berbohong? Sekarang semua itu sudah tidak ada gunanya lagi." "APA MAKSUDMU HAH! JADI BENAR KAU YANG SUDAH MELENYAPKAN IBUKU?" "Itu benar. Akulah yang sudah melenyapkan ibumu." "Kenapa? Kenapa kau tega melakukan ini padaku Neul-ah. Kau tau betul kan kalau aku sangat mencintaimu?" Haneul tertawa sembari terisak. "Cinta? Aku tidak pernah mencintaimu tuan Song. Aku hanya mencintai kekayaanmu saja." "Kau penipu! Kau seorang pembunuh! Karenamu aku bahkan tega mengusir adikku sendiri." Haneul kembali tertawa. "Itu karena kau terlalu bodoh." "Pergilah ke neraka dan tebus semua dosa-dosamu itu, wanita brengsek!" Semua terjadi dengan begitu sangat cepat saat tiba-tiba saja Joongki merebut pistol yang Dave bawa dan menembakkanya ke kepala Haneul. Bahkan Marc sampai harus memeluk Carl untuk membuat istrinya tidak sampai melihat kematian Haneul yang mengerikan. Dalam hati Marc benar-benar merutuki tindakan gegabah Joongki. Tidak masalah jika pria itu memang ingin menghabisi wanita sialan tersebut. Hanya saja….Joongki tidak seharusnya melakukan itu di depan Carl yang bahkan tengah hamil. Bukan apa-apa. Marc hanya tidak ingin menambah beban pikiran untuk istrinya itu. "Dia tewas." Lapor Dave setelah memeriksa keadaan Haneul. Menyisakan Joongki yang jatuh berlutut di lantai gudang bawah tanah milik Marc.



"Aku…,aku berdosa hikss. Aku menyesal telah memperlakukan adikku dengan sangat buruk. Aku…….aku," Joongki berhenti bicara. Pria itu beralih menatap Marc yang tengah memeluk istrinya erat. "Kau…..kau pasti tau kan dimana adikku? Aku mohon pertemukan aku dengannya hikss. Aku….aku ingin minta maaf padanya. Aku ingin menebus semua kesalahanku padanya. Aku benar-benar ingin bertemu dengannya hiks. Tolong pertemukan aku dengannya." Kedua mata Carl terpejam. Hatinya meringis sakit melihat Joongki menangis seperti itu. Namun egonya juga terluka karena perbuatan pria itu dimasa lalu. "Aku mohon tolong pertemukan aku dengan adikku hikss. Aku ingin minta maaf padanya." "Sayang." Carl mengangguk. Ia bisa mendengar bisikan pelan Marc di telinganya. Sekarang Carl tau apa yang harus ia lakukan. "Aku ada disini oppa. Kau tidak perlu mencariku." Joongki terkejut. "Kau?" "Itu benar. Aku adalah Rin." Airmata Joongki kembali menetes. Ia. Tidak pernah menyangka jika ternyata Carl adalah adik kecilnya. Meskipun dugaan itu sudah sempat terlintas di dalam benak jongki sebelumnya. K-Kau…...apakah kau benar Rin adikku?" Carl refleks memalingkan wajah saat Jongki berniat menyentuh pipi gadis tersebut. Saat itulah Jongki teringat kembali akan semua dosa-dosanya dimasa lalu. Joongki lantas bersimpuh di bawah kaki Carl. Pria itu menangis histeris menyadari kesalahanya selama ini. "Maafkan aku hikss. Aku….aku sudah sangat berdosa padamu. Aku mohon maafkan aku." "Bangunlah. Kau tidak perlu sampai berlutut seperti ini." Joongki menggeleng tegas. "Aku berdosa padamu. Sangat-sangat berdosa. Aku harus melakukan ini untuk mendapatkan maaf darimu." "Aku sudah memaafkanmu. Sekarang kau bisa bangun." Saat itulah Joongki mendongak. Mencoba mencari kebohongan dari ucapan Carl barusan melalui tatapan mata gadis tersebut. Namun sayang…..yang Joongki dapati hanyalah tatapan datar yang tidak memiliki arti apapun. "K-Kau memaafkanku?"



Carl mengangguk. "Aku memaafkanmu. Tapi bukan berarti kita bisa kembali bersama seperti dulu lagi. Aku sudah sangat bahagia dengan hidupku yang sekarang. Jadi tolong….tolong jangan pernah menggangguku lagi. Kau hanya perlu menjalani hidupmu dengan baik tanpa ada aku di dalamnya."



PART 29



Eight Months Later. Pintu kaca berukuran cukup besar itu perlahan-lahan mulai terbuka, menampilkan sesosok wanita cantik dengan perut buncit tengah menghirup dalam-dalam udara pagi hari di sekeliling balkon kamarnya. "Good morning Seoul." Carl tersenyum lebar. Udara Seoul saat pagi hari adalah udara yang terbaik. Benar kata orang, sebaik-baiknya negara orang masihlah lebih baik negara sendiri. "Masih terlalu pagi untuk bangun sayang." Senyum di bibir Carl semakin melebar merasakan sebuah lengan kekar memeluk tubuhnya dari belakang dengan sesekali mengusap perutnya yang buncit. "Kau bangun?" "Hmm. Aku merasakan pergerakanmu diatas ranjang." "Dulu aku tidak seperti itu." "Itu karena sekarang kau tidak lagi sendirian. Ada bayi kita didalam perutmu. Sekecil apapun kau mencoba membuat pergerakan, aku akan tetap bisa merasakanya." "Apakah itu artinya aku sangat gendut?" "Hmm…..may be yes, may be no." "Kau menyebalkan. Katakan saja kalau aku ini memang gendut." "Gendut adalah lambang dari kemakmuran. Kau harusnya bersyukur memiliki bentuk tubuh menggemaskan seperti ini. Rasanya benar-benar sangat empuk saat di peluk." "Ck. Awas saja kalau kau sampai menjadikan bentuk tubuhku yang bulat ini sebagai alasan untukmu berselingkuh dan kembali meniduri para jalang seperti dulu lagi." "Tidak akan. Kau bisa percaya padaku." Marc membalik tubuh Carl menghadap ke arahnya. Jemari pria itu berganti mengelus pipi Carl yang sudah kembali mulus seperti dulu lagi.



"Senang melihat lukamu sudah benar-benar hilang." Marc berganti menatap kedua kaki telanjang Carl yang berdiri diatas ubin marmer. "Dan yang lebih membuatku senang lagi adalah, saat aku melihat kaki favoritku ini sudah bisa kembali berlarian seperti dulu lagi." Carl mengangguk setuju. Semenjak kejadian di gudang bawah tanah milik Marcus delapan bulan yang lalu, Carl memang rutin menjalani terapi penyembuhan tulang kakinya yang retak. Dia juga melakukan operasi laser untuk mengembalikan pipi mulusnya seperti semula. Dan usaha Carl tentu saja sangat membuahkan hasil mengingat betapa gigihnya ia ingin sembuh. Belum lagi jumlah uang yang Marc gelontorkan tidaklah main-main. Tidak heran jika pada akhirnya Carl kembali menjadi sosok sempurna seperti dulu lagi. Selain itu. Berkat desakan dari sang eomma, Marc akhirnya juga memutuskan untuk membawa Carl kembali ke Korea tiga bulan setelah gadis itu dinyatakan bisa kembali berjalan seperti dulu lagi. Beruntung Carl mau menurutinya untuk kembali ke Korea dengan suka rela. Jadi mereka tidak perlu beradu mulut hanya untuk menentukan dimana mereka akan tinggal. Sedangkan mengenai Joongki, Carl tidak pernah lagi melihat pria itu. Jongki benar-benar menuruti ucapan Carl untuk tidak lagi muncul di depanya. Suatu ketika Marc pernah memberitahunya kalau sekarang pria itu tengah sibuk mengurusi kedai ramen sederhana miliknya di Jeju. Ya. Pada akhirnya Joongki lebih memilih untuk hidup sederhana. Ia menolak harta yang Carl berikan padanya. Marc-lah yang sekarang mengambil alih kepemimpinan perusahaan keluarga Song. "Ayo masuk. Udara disini sangat dingin." "Tidak apa-apa. Ada kau yang akan memelukku." Marc tidak bisa untuk tidak tersenyum. Sekarang mereka memang lebih terbuka satu sama lain. Yahh meskipun pertengkaran kecil tak luput mewarnai hari-hari mereka. "Kau benar. Aku akan selalu memelukmu. Selamanya." "Jangan menciumku. Kau belum gosok gigi." Marc berdecak kesal. Selalu saja seperti ini. Setiap kali ada momen romantis pastilah akan hancur karena ulah salah satu dari mereka. Jika bukan Marc, maka Carl-lah yang akan berulah. Misalnya saja seperti saat ini. Saat Marc berniat mencium bibir sang istri, Carl justru mengatakan sesuatu yang membuat Marc ingin sekali membenturkan kepala istrinya itu ke tembok. "Kau merusak momen romantis kita." "Aku sangat menyesal. Haruskah kita mengulanginya lagi?"



"Itu ide yang sangat bagus. Bagaimana kalau kita lakukan diatas ranjng saja." "Jangan gila tuan Cho. Dokter tidak memperbolehkan kita melakukan itu." Marc mendesah kasar. Itu benar. Kandungan Carl memang sering kali bermasalah. Karena itulah dokter dengan tegas melarang mereka berdua melakukan hubungan intim sampai bayi mereka lahir. "Lagi-lagi aku harus merelakan pangkal pahaku berdenyut sakit hanya karena ucapan dokter menyebalkan itu." Carl tertawa geli. Ia bisa melihat kejantanan Marc yang mengembung dari balik celananya. "Kalau kau memang sudah sangat tidak tahan, mungkin kau bisa menyewa salah satu jalang di club." Marc berdecak kesal. "Dan membiarkanku melihat surat cerai keesokan harinya? Terimakasih. Aku dengan tegas menolak saran darimu." Carl kembali tertawa. "Kau mau kemana?" "Toilet. Tentu saja. Kau pikir penisku akan tidur dengan sendirinya." Kesal Marc. Terlebih lagi saat istri cantiknya itu tak kunjung berhenti tertawa. "Cho Kyuhyun!" Langkah Marc seketika terhenti. Dengan kesal ia akhirnya berbalik badan menghadap sang istri. "Wae? Kau ingin meledekku lagi?" Carl menggeleng. Ia senang Marc sudah benar-benar melupakan masa lalunya. Terbukti dari pria itu yang sudah tidak marah lagi saat di panggil dengan nama Korea-nya. Dulu kematian Cho Ahra membuat Marc tidak ingin lagi di panggil dengan nama Kyuhyun. Bagi Marc, panggilan Kyuhyun hanya akan mengingatkanya pada kenangan sang kakak. Sekarang Carl bersyukur semua sudah baik-baik saja. "Ck. Apa kau sengaja memanggilku untuk melihatmu berdiri seperti patung begitu?" Carl menggeleng. Ia lantas tersenyum sebelum akhirnya menghampiri sang suami yang terlihat kesal. "Aku merindukan milikmu berada di dalam mulutku. Jadi aku rasa kali ini aku akan membantumu mendapatkan pelapasan yang hebat." Belum sempat Marc menjawab, Carl sudah lebih dulu menariknya ke dalam kamar mandi sebelum akhirnya suara erangan dan juga desahan dari dalam mulut Marc yang mengambil alih keheningan di dalam kamar berukuran besar tersebut. *******



"Selamat pagi nyonya. Apa nyonya ingin makan sekarang?" Carl mengangguk. "Apa aku bisa mendapatkan satu cup ramen pedas berukuran besar?" Jung Eunji. Pelayan muda berumur dua puluh tiga tahun itu dengan tegas menggeleng begitu mendengar ucapan sang majikan. "Sudah ku duga. Kau memang sangat menyebalkan seperti tuan-mu." Eunji tersenyum kecil. "Semua demi kesehatan anda dan juga bayi di dalam perut anda." Carl berdecak kesal. Ia bahkan sampai memutar bola matanya malas. Carl tau betul kesehatan bayi di dalam perutnya sangatlah penting. Tapi demi tuhan! Ini benar-benar sudah sangat berlebihan. Bayangkan saja, apapun yang akan Carl makan haruslah lolos dari tes mulut Marcus Cho lebih dulu. Bukankah itu sangat menyebalkan? Carl tidak akan bisa makan sebelum suaminya itu memastikan makanan yang Carl makan adalah makanan yang aman. "Berdebat pun akan percuma. Sudahlah. Cepat buatkan aku sandwich dan juga satu gelas jus strawberry dingin. Hari ini aku ingin sarapan dengan kedua menu itu." "....." Carl mengernyit saat tak mendapati jawaban apapun dari pelayan yang hanya berbeda beberapa tahun denganya itu. Carl lantas mendengus geli saat tau kemana arah mata Eunji saat ini. Disana. Tepat di tangga rumah mewahnya nampak suaminya, Marcus Cho tengah berjalan angkuh di ikuti Dave di belakangnya. Kedua pria itu sama-sama terlihat tampan dengan setelan serba hitam yang mereka kenakan. Tidak heran jika Eunji sampai terpesona seperti itu. "Aku tau kau diam-diam menyukai Dave kan?" "A-Aniyo nyonya. Mana mungkin saya berani menyukai tuan Dave. Saya hanya seorang pelayan biasa. Tidak sebanding dengannya yang menjadi kepercayaan tuan besar." Carl berdecak kesal. "Jika memang cinta ya akui saja. Tidak perlu merasa rendah diri seperti itu. Tapi ya…...aku rasa itu akan sedikit sulit mengingat Dave itu sangat kaku." Eunji mengangguk setuju. Dave memang sangat kaku. Bahkan lebih kaku daripada Marcus. Karena itulah selama ini Eunji hanya bisa menyukai pria itu secara diam-diam tanpa berani melakukan apapun. Sejujurnya Eunji sudah menyukai Dave sejak pertama kali ia bekerja di rumah besar Marc. Bukan hanya karena ketampanan Dave yang memang memiliki wajah keturunan Amerika. Melainkan karena pria itu pernah menolongnya saat hampir akan terjatuh.



Saat itu Eunji kesulitan membersihkan kaca yang memiliki ukuran lebih tinggi daripada tubuhnya. Karena itulah Eunji berinisiatif menggunakan bangku sebagai tempat untuknya berpijak. Eunji tidak tau jika bangku yang ia injak akan oleng dan hampir membuatnya terjatuh. Untunglah saat itu Dave tiba-tiba saja datang dan menangkap Eunji sebelum tubuh gadis itu menghantam kerasnya lantai marmer. Sejak saat itulah diam-diam Eunji mulai memiliki perasaan pada pria tersebut. Dan tentu saja semua tingkah laku aneh Eunji tersebut dapat di baca dengan jelas oleh Carl yang memang selalu memperhatikan tingkah aneh salah satu pelayanya itu. "Morning." Carl tersenyum merasakan kecupan di bibirnya. Ibu hamil itu terkekeh melihat Eunji yang menundukan wajahnya malu. "Kau membuat pelayanmu malu tuan Cho." Bisik Carl pelan yang justru di tanggapi dengan gedikan bahu dari suaminya. "Dia harusnya sudah terbiasa mengingkat setiap hari aku selalu menciummu dimana pun." "Ck. Itu karena kau terlalu mesum. Omong-omong kenapa hari ini kau sangat rapi?" "Aku harus ke kantor." "Kantor?" Saat itulah ekspresi Carl berubah. "Heum. Ada rapat penting hari ini." "Kenapa kau melakukan ini?" "Hey ada apa?" Marc panik melihat Carl tiba-tiba saja terisak. Semenjak kehamilanya semakin membesar istrinya itu memang berubah menjadi sangat cengeng. Dan yang pasti semakin galak. "Apa kau sudah tidak mencintaiku lagi? Apa kau sudah mulai bosan denganku hah!" Kepanikan Marc semakin bertambah melihat Carl melepas alas kaki yang ia kenakan dan langsung melemparkanya kearah pria tersebut. Marc beralih menatap Dave yang justru mengangkat kedua tanganya keatas. Pria itu seolah tidak ingin terlibat dalam urusan rumah tangganya. Sial. Marc perhatikan akhir-akhir ini tangan kananya itu sudah mulai berani berkhianat. Dulu Dave akan langsung turun tangan jika istrinya itu membuat ulah. Tapi sekarang? Pria itu seolah tidak ingin terlibat lagi dalam urusan rumah tangganya. Shitt!



"Sebenarnya kau kenapa oeh? Kenapa tiba-tiba saja kau jadi marah-marah seperti ini?" "Dasar suami tidak peka! Pergi saja kau ke sungai Amazon sana." "Seharusnya sungai Han. Bukan sungai Amazon. Kau lupa sekarang kita ada di Korea?" Mendengar ucapan Marc justru membuat kekesalan Carl semakin memuncak. Pria itu benar-benar tidak peka dengan keadaan sang istri. "Sudah cukup. Oke? Sekarang katakan apa yang kau inginkan?" Marc berinisiatif mengambil jalur damai melihat istri cantiknya bersiap melempar vas bunga. "Sayang." Melihat Carl yang sama sekali tidak bereaksi membuat Marc langsung mendekati Carl. Berusaha bicara secara baik-baik dengan istrinya itu. "Ada apa heum? Katakan apa yang kau inginkan. Tapi jangan marah-marah seperti ini. Emosi tidak baik untuk kesehatan bayi kita." Marc mencoba berbicara sehalus mungkin. Ia bahkan sengaja mengusap perut sang istri untuk membuat emosi Carl mereda. "Kau sudah berjanji hari ini kita akan pergi berbelanja berdua hikss. Tapi kenapa kau justru pergi ke kantor oeh! Kau sengaja ingin mengingkari janjimu kan?" Damn! Jadi karena hal itu. Pantas saja istrinya mengamuk. Marc benar-benar lupa akan janjinya. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Rapat kali ini begitu sangat penting. Marc tidak mungkin meninggalkanya begitu saja. Tapi…...janjinya pada Carl juga tidak kalah penting. Bahkan jauh lebih penting. Sial. Apa yang harus ia lakukan? "Pergilah. Abaikan saja aku yang tidak penting ini. Saat anakku lahir nanti aku bersumpah akan menyembunyikannya darimu. Lalu saat dewasa nanti akan aku katakan kalau ayahnya sama sekali tidak peduli dengannya. Karena itulah ayahnya memilih untuk pergi." Marc menarik paksa dasi di lehernya dengan kasar. Melempar asal jas hitam miliknya ke sofa sebelum akhirya membuka kedua kancing teratas kemeja putih yang ia kenakan. Tak lupa Marc juga melipat kedua lengan bajunya keatas sebelum akhirnya menatap sang istri dalam-dalam. "Kau ingin pergi berbelanja bukan? Baiklah. Ayo kita pergi sekarang." "Oeh? Bagaimana dengan rapatmu."



Marc mendesah kasar. Ia beralih menatap Dave yang juga tengah menatap kearahnya. "Pergilah ke kantor. Aku akan mengawasi jalanya rapat melalui video call." Dave mengangguk mengerti. "Minta juga agar Aiden melaporkan perkembangan perusahaan di Amerika." "Baik tuan." "Jadi…..apa kita akan pergi berbelanja sekarang juga?" Marc mengangguk. Sedikit bernafas lega mengetahui wajah Carl yang sudah tidak lagi muram bercampur garang seperti tadi. "Kalau begitu aku akan memperbaiki riasan wajahku terlebih dulu." "Jangan berlari." "Hehehe." Carl menunduk malu. Tidak menyangka Marc akan mengetahui kebiasaanya yang suka berlari secara diam-diam. Marc sendiri hanya bisa menghembuskan nafasnya kasar. Semenjak kakinya bisa kembali berjalan, Carl memang sangat suka berlarian kesana kemari. Membuat Marc begitu sangat cemas. Terlebih lagi istrinya itu tengah hamil besar. Beruntung Marc menaruh banyak kamera CCTV di setiap sudut rumah hingga mempermudahkanya mengawasi keseharian sang istri. ******** "Menurutmu lebih bagus yang warna pink atau yang warna merah?" Carl menunjukkan dua pasang baju bayi berbeda warna pada Marc. Mencoba meminta pendapat sang suami mengenai pakaian mana yang lebih cocok dikenakan putrinya nanti. Putri? Itu benar. Setelah melakukan USG mereka akhirnya tau jika janin yang Carl kandung berjenis kelamin seorang perempuan. Dan Marc sama sekali tidak mempermasahkan hal itu. Selama bayi itu berasal dari sperma miliknya, Marc akan terus menyayangi sang anak tidak peduli apapun yang terjadi. "Katakan Marc. Menurutmu lebih bagusan yang warna pink atau merah?" "Merah lebih bagus." "Benarkah? Aku pikir lebih bagusan yang warna pink."



"Kalau begitu pilih yang warna pink saja." "Tapi yang merah juga bagus. Bagaimana ini?" Marc mendesah kasar. "Kita bisa membeli dua-duanya sayang. Berhenti membuat segala sesuatu menjadi rumit." Carl tersenyum lebar. "Kau benar. Baiklah. Aku akan beli dua-duanya. Sekalian yang warna biru juga ya?" "Hmm." Saat sedang menemani Carl berbelanja tanpa sengaja mata tajam Marc melihat sebuah bando kecil dengan hiasan bunga berwarna putih yang sangat cantik. Tanpa pikir panjang Marc pun langsung mengambil bando kecil tersebut dengan sebuah senyuman kecil. "Yu jie pasti akan sangat cantik saat mengenakan ini." Cho Yu jie adalah nama yang telah Marc pilihkan untuk calon anaknya nanti. Dan Carl pun juga sudah tau mengenai hal itu. "Oeh? Kau membeli bando?" Marc mengangguk. "Aku pikir Yu Jie akan sangat cantik saat mengenakan ini." "Bagaimana denganku?" "Apa?" "Jika aku mengenakan bando seperti itu juga, menurutmu akan lebih cantikan aku atau Yu Jie?" "Hentikan omong kosongmu. Sudah tentu Yu Jie." Carl berdecak kesal. Bayinya bahkan belum lahir tapi Marc sudah sangat yakin jika anak mereka nanti akan lebih cantik darinya. Ck. "Jangan cemburu dengan putrimu sendiri. Itu tidak baik." "Siapa juga yang cemburu. Aku justru akan merasa sangat senang jika putriku nanti benar-benar terlahir sebagai bayi cantik. Setidaknya gen-ku tidak berakhir sia-sia." "Jangan lupakan gen-ku juga. Biar bagaimana pun juga akulah yang memiliki andil lebih besar dalam pembuatanya." "Dasar pria gila."



Marc mengangkat bahunya acuh. "Aku rasa belanja hari ini sudah cukup. Sebaiknya kita pulang sekarang." Carl mengangguk. Marc benar. Ia sudah banyak berbelanja hari ini. Sekarang saatnya untuk beristirahat. "Aku ingin makan lebih dulu. Aku rasa satu porsi bulgogi bisa membuatku kenyang." "Kau yakin satu porsi bisa membuatmu kenyang?" "Sebenarnya tidak. Bagaimana kalau dua sampai tiga porsi?" "Sudah ku duga kau tidak akan kenyang hanya dengan satu porsi." "Jangan meledekku. Aku begini juga karena anakmu." "Aku tau sayang. Berhenti merajuk. Aku cuma bercanda saja tadi." Carl mengerucutkan bibirnya sebal. "Kita jadi makan atau tidak?" "Tentu saja jadi. Aku tidak mungkin membiarkan istri dan anakku kelaparan." "Kalau begitu jangan meledekku lagi." "Baiklah nona pemakan segalanya. Aku berjanji tidak akan meledekmu lagi." "Yakkkk!!" ******* "Oeh? Kau mau membawaku kemana? Bukankah seharusnya kita belok ke kanan?" "Eomma mengundang kita makan malam?" "Itu artinya kita akan pergi ke rumahmu?" Marc mengangguk. "Eomma orang yang sangat sibuk. Karena itulah sekalinya dia memiliki waktu dia langsung menyuruh kita datang untuk makan malam." Carl tersenyum tipis. "Orangtua memang seperti itu. Kau beruntung. Setidaknya kau masih memiliki orangtua meski hanya satu." "Apa yang kau katakan heum? Eomma-ku adalah eomma-mu juga. Kau tidak boleh bicara seperti itu lagi. Arra?" Carl mengangguk.



"Oeh? Kau ingat Simon? Tua bangka yang menjadi pria koleksimu dulu? Sekarang dia sudah bangkrut." "Bagaimana bisa?" "Aku rasa dia terlalu frustasi karena tidak bisa merebutmu dariku." Carl terkekeh pelan. "Dia memang sangat berlebihan jika sudah menyangkut tentangku. Tidak heran jika pada akhirnya dia jatuh miskin karena terlalu frustasi." Marc ikut tertawa. Ia senang Carl sudah kembali ceria. Setidaknya usaha pria itu dalam mengalihkan suasana untuk membuat hati istrinya membaik tidak berakhir sia-sia. "Eomma sangat menyukai bunga. Aku rasa akan lebih baik kalau kita mampir membeli bunga lebih dulu." "Itu ide yang sangat bagus." Marc memberhentikan mobilnya di depan sebuah toko bunga cukup besar yang kebetulan di lewatinya. "E&C flories. Tidakkah menurutmu nama tokonya sedikit aneh?" Marc mengangguk setuju. "Ayo kita lihat apakah mereka memiliki bunga yang eomma suka." "Memangnya bunga jenis apa yang eomma-mu suka kbr?" "Tulip Bulb." "Wow. Itu jenis bunga yang cukup mahal." "Kau benar. Wanita tua itu sangat tau cara menghabiskan uang putranya dengan sangat baik." Carl terkekeh sebelum akhirnya turun dari dalam mobil. "Apa kalian ingin membeli bunga?" Seorang anak kecil berlari menghampiri Marc dan juga Carl begitu mereka memasuki toko bunga. Membuat kening mereka berdua sama-sama mengernyit melihat tidak ada siapa pun di dalam toko bunga tersebut selain anak kecil yang saat ini tengah tersenyum lebar kearah mereka berdua. "Kau yang menjual bunga disini?" Anak kecil itu mengangguk. Tapi kemudian langsung menggeleng lagi. "Appa yang menjualnya. Aku hanya membantu." Jawabnya malu-malu.



"Kau sangat manis. Bisa kau panggilkan appa-mu sebentar? Ada beberapa bunga yang ingin kami beli." Gadis kecil itu kembali mengangguk sebelum akhirnya berlari ke lantai atas untuk memanggil sang appa. "Luar biasa. Ini pertama kalinya aku melihatmu besikap semanis itu pada orang lain." Marc tersenyum kecil. "Aku memang menyukai anak-anak. Kau saja yang tidak tau." "Ck." "Tunggu dan liat saja, saat Yu Jie lahir nanti aku pasti akan memperlakukanya seperti seorang ratu." "Bagaimana denganku? Apa kau juga akan memperlakukanku seperti seorang ratu?" Marc terkekeh pelan. Entah sadar atau tidak yang jelas istinya itu selalu saja tidak ingin kalah dengan anak mereka yang bahkan belum lahir ke dunia. "Tentu saja tidak. Aku akan memperlakukanmu seperti seorang putri." "Kenapa bukan ratu?" "Karena hanya ada satu orang ratu di dalam sebuah istana." "CK. Kau ingin menjadikan putrimu sebagai seorang ratu. Sedangkan aku? Aku yang notabennya adalah istrimu justru hanya kau jadikan sebagai putri. Benar-benar tidak adil." Marc kembali terkekeh. "Semua adil dalam cinta sayang. Kau tidak perlu merasa cemburu seperti itu. Tanpa harus bertanya pun kau harusnya sudah tau kalau kau sangat penting untukku. So….berhentilah menanyakan sesuatu yang hanya akan membuatmu terlihat bodoh." "Maaf membuat kalian menunggu terlalu lama." Carl baru saja akan membalas ucapan Marc jika saja sebuah suara pria tidak lebih dulu menginstrupsinya. Raut keterkejutan jelas sekali terlihat di wajah Carl begitu tau siapa sosok pria tersebut. "Chanyeol?" "Baby?" "Kau….kau di Korea?"



Chanyeol mengangguk. Ia berniat memeluk Carl jika saja sebuah tubuh besar tidak lebih dulu menarik Carl ke dalam pelukanya. Saat itulah Chanyeol baru sadar jika sedari tadi Carl tidaklah sendirian. "Jangan berani menyentuh istriku jika kau tidak ingin aku mematahkan kedua tanganmu itu." Carl terkekeh melihat Marc begitu sangat possesive padanya. "Maaf tuan Park. Kau kurang beruntung kali ini." "Bagaimana kau bisa ada di Korea?" Alih-alih menggubris ucapan Carl, Chanyeol lebih tertarik mencaritau mengenai keberadaan Carl di Korea. "Marc yang membuatku pindah ke Korea." Jawab Carl santai. "Omong-omong apa toko bunga ini milikmu?" Chanyeol mengangguk. "Seseorang membuatku di deportasi dari Amerika setelah menemukan istrinya berada di dalam Apartemenku. Dan disinilah aku sekarang. Mengurusi toko bunga milik almarhum istriku bersama dengan anak kami." Carl terhenyak. Ia bukan orang bodoh yang tidak bisa memahami perkataan Chanyeol barusan. "Kau membuatnya di deportasi dari Amerika?" Tanya Carl pada Marc yang berdiri angkuh di sampingnya. "Hanya mencoba memberi pelajaran pada bedebah yang sudah berani menculik istriku." "Ck. Dia tidak menculikku tuan Cho. Aku sendirilah yang waktu itu datang padanya." "Bagiku sama saja." "Dasar tuan sok berkuasa." "Bisakah kita hentikan omong kosong ini? Aku tidak suka anakku terlalu lama berada di tempat asing." Chanyeol berdehem pelan. Ia tau Marc sengaja mengusap perut buncit Carl di depan matanya untuk membuat pria itu cemburu. "Putriku bilang kau ingin bunga. Pasti bunga mawar kan?" "Tidak. Bukan bunga mawar. Aku ingin seikat penuh bunga Tulip Bulb lengkap dengan hiasan pita yang cantik." "Aku pikir bunga kesukaanmu adalah mawar."



"Sebenarnya itu untuk ibu mertuaku." Chanyeol hanya mengangguk. Ia bergegas membungkus bunga yang Carl pesan berikut dengan seikat bunga mawar. "Aku pikir aku hanya memesan bunga tulip Bulb saja." "Mawar ini khusus untukmu." "Benark….. "Aku tidak suka istriku menerima bunga dari pria lain." Marc menepis kasar bunga mawar yang akan Chanyeol berikan pada istrinya. Saat itulah Chanyeol sadar kalau waMarcus Cho memang begitu sangat mencintai Carl. Pantas saja Marc langsung mendeportasinya dari Amerika saat pria tau Carl berada di dalam apartemen miliknya. "Tenanglah tuan Cho. Aku tidak akan merebut Carl darimu. Terlebih lagi saat aku tau dia sedang mengandung buah cinta kalian berdua." "Baguslah kalau memang kau sadar diri." Marc menyerahkan blackcard miliknya yang langsung Chanyeol tolak saat itu juga. "Tidak perlu membayar. Anggap saja sebagai salam perkenalan." "Gadis kecil tadi, apa dia putrimu?" Marc baru saja ingin memprotes ucapan Chanyeol jika saja Carl tidak lebih dulu bersuara. "Kau benar. Dia putri yang sering aku ceritakan padamu dulu." Carl mengangguk. "Dia sangat cantik." "Gen dari ibunya aku rasa." "Saatnya pergi. Eomma tidak akan suka jika kita sampai membuatnya menunggu terlalu lama." "Kami harus pergi. Terimakasih untuk bunganya." Chanyeol memandang sendu Lamborgini Marc yang baru saja meninggalkan pelataran toko bunga miliknya. "Aku bisa melihatnya. Pria itu sangat mencintaimu Carl. Aku harap dia bisa selalu membuatmu bahagia untuk selamanya." ********



"Kehilangan Ahra membuatku lebih sering menghabiskan waktu diluar rumah di bandingkan dengan putraku sendiri. Mungkin hal itu jugalah yang membuatku selama ini belum bisa menjadi ibu yang baik untuknya. Karena itu…..eomma sangat berharap agar kau mau menjaga Kyuhyun dengan baik. Teruslah bersamanya hingga maut memisahkan kalian berdua. Eomma bisa melihat betapa dia sangat mencintaimu. Eomma akan selalu berdoa agar hidup kalian berdua selalu bahagia." Carl tersenyum mengingat sepenggal obrolanya dengan ibu Marc saat makan malam tadi. Ia senang nyonya Cho mau menerimanya dengan hangat. Bahkan wanita itu sudah tidak sabar menantikan cucu pertamanya lahir. Sama seperti Marc. Cho Hana juga sama sekali tidak mempermasalahkan jenis kelamin dari anak yang Carl kandung. Bahkan kebahagiaan jelas tergambar di wajah nyonya Cho saat tau calon cucunya seorang perempuan. Kelak Yu Jie akan menjadi obat dari rasa rindunya terhadap Ahra selama ini. Itulah yang nyonya Cho katakan saat makan malam tadi. "Ck. Dia pasti bekerja lagi." Carl berdecak kesal melihat ranjang di sampingnya kosong. Ia tau betul pasti saat ini Marc tengah berkutat dengan tumpukan dokumen perusahaan miliknya yang sangat membosankan. Karena memang beberapa jam yang lalu pria itu pamit untuk memeriksa beberapa file penting. "Dia akan bekerja sampai pagi jika aku tidak segera menyeretnya tidur." Carl membawa langkah kakinya turun. Berniat menghampiri sang suami di ruangan kerjanya jika saja sebuah suara tidak lebih dulu menganggu telinga gadis tersebut. "Sssshh…….hhh…. Carl mengernyit mendengar suara aneh dari dalam salah satu kamar tamu yang pintunya tidak tertutup rapat. Merasa penasaran carl pun akhirnya memutuskan untuk berbalik arah dan mendekati kamar tersebut. "Shhh…...ahhhhh." DEG! Suara itu? Tidak salah lagi. Itu adalah suara desahan Marcus Cho. Rahang Carl seketika mengeras. Ia bersumpah akan mengebiri suaminya itu jika sampai Marc kembali ke kebiasaan lamanya yang sudah meniduri para jalang.



Dengan tekad dan kepercayaan penuh, Carl akhirnya menjeblak pintu kamar tersebut dengan sangat kasar. Saat itulah kedua mata Carl langsung membulat sempurna begitu melihat pemandangan di depanya. "MARCUS CHO, DAVE AGUILAR, APA YANG KALIAN BERDUA LAKUKAN HAH!"



PART 30



"Merasa lebih tenang?" Carl mengangguk. Perasaanya memang jauh lebih tenang setelah Marc memberinya segelas air dingin. "Lain kali jangan asal berteriak seperti tadi. Bagaimana jika anak kita sampai lahir di tempat heum?" "Aku terkejut, bodoh. Siapa suruh kalian menonton video panas seperti itu. Dan yakkkk! Sejak kapan kau merekam percintaanmu hah!" "Jangan berteriak. Bukankah aku sudah mengatakan hal itu padamu?" "Itu bukan jawaban dari pertanyaanku Marc." Marc menghela nafasnya kasar. "Seseorang mencoba memerasku menggunakan rekaman video sialan itu." "Apa maksudmu?" "Itu video lama sayang. Aku tidak ingat tepatnya kapan. Tapi yang jelas wanita sialan itu mencoba memerasku menggunakan video percintaan kami yang diam-diam dia rekam tanpa sepengetahuanku. Untuk membuktikan apakah video itu asli atau tidak, aku dan Dave mencoba menonton-nya bersama. Tapi sialnya kau datang di waktu tidak tepat. Saat kau datang Dave tengah mencoba membantu menarik bajuku yang tersangkut ikat pinggang. Karena itulah kau salah faham." "Tentu saja aku salah faham. Posisi kalian mirip seperti orang yang sedang melakukan oral. Belum lagi suara desahan dari dalam video sialan itu membuatku semakin salah mengartikan semuanya." "Itu karena pikiranmu terlalu pendek." "Kau sendiri? Bagaimana denganmu hah? Bukankah kau sangat pintar? Bagaimana bisa kau tidak tau kalau kau sedang di rekam oeh?" "Apakah menurutmu aku bisa memikirkan hal lain selain selangkangan saat aku sedang sangat terangsang? Jawabanya adalah tidak. Karena itulah aku tidak pernah tau jika ternyata jalang sialan itu merekam semua percintaan kami secara diam-diam." "Cihh. Lalu dimana wanita itu sekarang?"



"Dave dan orang-orangku sedang membereskanya. Kau tidak perlu khawatir." "Tetap saja. Tetap saja kau tidak seharusnya menonton rekaman seperti itu. Apa kau sungguh tidak punya malu? Bagaimana bisa kau menonton video seksmu sendiri oeh? Bersama dengan Dave pula." "Untuk apa aku merasa malu. Toh Dave juga sudah terbiasa melihatku bercinta dengan para jalang sialan itu." "Dasar pria gila." "Aku suamimu sayang. Berhenti menjulukiku seperti itu." Carl mencibir kesal. "Omong-omong siapa wanita berambut pirang yang ada di dalam video itu? Kau terlihat sangat menikmati penyatuanmu denganya." Marc tertawa keras. "Begitukah?" "Cihh." "Jangan cemburu. Dia hanya jalang biasa. Sama sekali tidak berarti apapun untukku." Carl memutar bola matanya malas. "Terserah kau saja." Carl tiba-tiba saja terdiam. Membuat Marc benar-benar penasaran dengan tingkah istrinya itu. Terlebih lagi saat Carl dengan terang-terangan menatap intens kedua bola mata Marc yang berwarna hitam pekat. "Wae? Kenapa menatapku seperti itu? Kau ingin mengajakku bercinta?" Carl dengan tegas menggeleng. "Aku hanya penasaran." "Penasaran?" "Eoh. Apakah diam-diam kau juga pernah merekam video percintaan panas kita?" "Tentu saja tidak. Tapi ya….jika kau mau mungkin lain kali kita bisa mencobanya." "Terimakasih. Aku dengan segala kewarasan yang ada di dalam diriku dengan keras menolak semua saran gilamu." Tawa Marc benar-benar meledak. Bersama Carl membuat Marc terlihat jauh lebih manusiawi. Dan hal itu juga sudah diakui oleh sahabat Marc yang lainya. Bahkan suara tawa pria itu sampai menggema memenuhi seisi ruang tengah. Membuat Eunji seketika mematung dibuatnya. Bukan karena terpesona. Tetapi lebih kepada terkejut. Bisa dibilang ini adalah kali pertama pelayan muda itu mendengar suara tawa tuan-nya yang



selama ini dikenal memiliki sikap sangat dingin. Tidak heran jika Eunji sampai di buat mematung seperti itu. "Oeh? Apa itu jus strawberry yang tadi aku minta?" Eunji terkesiap. Carl tiba-tiba saja melihat kearahnya. Bahkan Marc juga langsung menghentikan tawanya begitu saja saat menyadari keberadaan Eunji. Dan semua hal itu sukses membuat Eunji gugup sekaligus panik. Ia takut Marc akan memecatnya karena sudah lancang berani mengusik kesenanganya. "N-Ne nyonya. Saya membawa jus strawberry yang anda minta sekaligus kopi hitam untuk tuan." Eunji berjalan mendekat. Ia sedikit merasa lega bisa menjawab pertanyaan nyonya mudanya itu dengan lugas. "Terimakasih Eunji-ssi. Kau bisa kembali tidur." "Ne nyonya. Saya permisi dulu." "Jangan terlalu baik dengan orang asing." Peringat Marc setelah Eunji melenggang pergi. "Orang asing? Aku pikir dia adalah pelayan dirumah ini." "Tetap saja dia orang asing bukan?" "....." "Dengar," Merasa tidak mendapat respon apapun dari Carl, Marc berinisiatif menangkup wajah istrinya itu untuk menghadap kearahnya. "Di dunia ini tidak ada yang benar-benar setia. Jika keluarga sendiri saja bisa berhianat, kau pikirkan saja apa yang orang asing bisa lakukan pada kita oeh? Bukanya apa-apa. Aku hanya tidak ingin masa lalumu yang suram kembali terulang lagi. Kau mengerti kan maksudku?" Carl mengangguk. Seratus persen ia membenarkan ucapan Marc barusan. Pria itu benar. Sangat-sangat benar. Jika keluarga sendiri saja bisa berhianat, apa kabar mereka yang hanya orang asing? Tapi tunggu. Bukankah Marc juga orang asing? Mereka bahkan belum satu tahun mengenal. Menikah pun karena dasar paksaan. Apakah itu artinya Marc juga akan menghianatinya?



"Apa kau juga akan menghianatiku?" Marc mengernyit bingung. "Kenapa kau bisa berfikir seperti itu?" "Karena aku pikir kita hanyalah orang asing yang tidak sengaja di pertemukan." Marc berdecak kesal. Pria itu bahkan sampai mencubit pelan hidung mancung Carl karena saking merasa gemasnya. "Aku suamimu sayang. Bukan orang asing. Berhentilah berfikir yang tidak-tidak. Aku tidak akan mungkin menghianatimu." "Aku tidak memiliki jaminan apapun. Maksudku, apa jaminanya kalau kau tidak akan menghianatiku?" "Nyawaku sebagai jaminanya." Carl tertegun. Tidak menyangka Marc akan menjawab pertanyaanya dengan lugas dan tanpa perasaan ragu sedikit pun. Sepertinya Marc benar-benar mencintainya. "Apa itu cukup? Aku harap jawabanku cukup untuk membuatmu percaya padaku." Tidak. Bukan hanya cukup. Tapi itu lebih dari cukup. Sangat cukup malahan. "Terimakasih. Itu lebih dari sekedar kata cukup. Kau bahkan membuatku semakin jatuh cinta padamu." Carl tersenyum. Sebuah senyuman tulus yang mampu membuat kinerja jantung seorang Marcus Cho berdetak tidak normal. Dulu mungkin Marc akan menganggap apa yang dirasakanya saat ini sebagai gejala penyakit jantung. Tapi tidak dengan sekarang. Karena sekarang pria itu sudah tau apa itu yang dinamakan dengan cinta. Dan Marc patut berbangga diri akan hal itu. "Bukan hanya aku. Kau pun membuatku merasakan hal yang sama." Marc menyatukan bibirnya dengan Carl. Melumatnya sebentar sebelum akhirnya melepasnya lagi. "Yang tadi itu apa?"



"Tentu saja ciuman." "Kenapa hanya sebentar sekali?" Marc tertawa renyah. "Kita bisa melanjutkanya di kamar kalau kau mau?" "Jangan mulai. Dokter melarangmu berbuat macam-macam dengan selangkanganku." Gelak tawa Marc kembali terdengar. Mulut Carl memang semakin frontal semenjak wanita itu dinyatakan hamil. "Hal itu jugalah yang membuatku tidak menyukai dokter jelek itu. Ck. Dia pikir dia siapa? Berani-beraninya membatasi aktivitas ranjangku." Gerutu Marc kesal yang justru membuat Carl terkekeh pelan. "Jangan menggerutu tuan Cho. Semua ini demi kebaikan calon ratu kesayanganmu." "Aku tau." Marc beralih membaringkan dirinya di sofa dengan paha Carl sebagai bantalnya. Carl sendiri hanya tersenyum. Gadis itu bahkan tidak segan memainkan rambut coklat Marc yang ada diatas pangkuanya. "Apa yang kau lakukan didalam sana Queen? Apa kau sudah tidur? Ahh. Tentu saja kau sudah tidur. Ini kan sudah larut malam." Senyum dibibir Carl semakin mengembang melihat bagaimana Marc mencoba berinteraksi dengan bayi yang ada di dalam perut Carl. Pria itu bahkan tak segan melayangkan kecupan-kecupan penuh sayang pada perut buncit istrinya. "Jangan menganggunya Marc. Baby Yu akan membuatku kesulitan tidur jika dia sampai membuat ulah." Marc mengangguk patuh. "Jangan terlalu menyusahkan eomma-mu Queen. Dia bisa berubah menjadi anjing gila saat sedang kesal." Carl mencibir kesal. "Berhenti menghasut anakku tuan Cho." "Aku hanya memberikan peringatan." Jawab Marc santai. "Omong-omong aku lebih suka baby Yu memanggilku mommy dibandingkan dengan eomma. Tak bisakah kita mengganti panggilanya?" Marc dengan tegas menggeleng. "Tidak ada bantahan sayang. Kita sudah membahas masalah ini sejak jauh-jauh hari."



Meski sebal Carl tetap memilih untuk mengangguk. Jika saja Cho Hana tidak memberikan ultimatum agar cucunya kelak harus mengikuti budaya Korea, Carl pastilah sudah menerapkan sistem budaya Amerika pada anaknya nanti. "Kemarikan jus-nya. Aku haus." Marc menurut. Semenjak hamil sikap bossy istrinya memang semakin menjadi-jadi. Dan Marc sama sekali tidak ingin melayangkan kalimat protes dalam bentuk apapun. Toh semua itu demi kebaikan putrinya kelak. "Setiap tengah malam kau selalu minta dibuatkan jus strawberry. Apa kau tidak bosan? Padahal kita memiliki berbagai jenis buah dengan kualitas terbaik." Marc bertanya setelah Carl meneguk habis semua jus-nya. "Sama sekali tidak. Strawberry adalah buah favoritku." Marc mendesah kasar. "Aku harap saat lahir nanti anakku tidak memiliki bintik-bintik hitam seperti buah kesukaanmu itu." "Jangan bercanda. Dave pasti akan menganggapmu bodoh jika dia sampai mendengar kalimatmu barusan." "Apa masalahnya. Aku hanya menghawatirkan bentuk fisik putriku kelak." Carl memutar bola matanya malas. Marc akan berubah menjadi sangat berlebihan jika sudah menyangkut calon ratu barunya. "Bagaimana denganmu? Apa kau tidak bosan setiap malam selalu meminum kopi hitam seperti itu? Setidaknya tambahkanlah sedikit susu untuk mempermanis mulutmu yang tajam." "Ide yang bagus. Bisa aku memerasnya dari tempatnya langsung?" "Hentikan pikiran bodohmu Marc. Aku tau betul kemana matamu memandang." Marc tertawa pelan. Ia memang terang-terangan menatap payudara Carl dengan tatapan mesum. Tidak heran jika gadis itu bisa dengan mudah menebak isi pikiranya. "Tidak ada yang salah dengan mataku sayang. Kau istriku. Aku bebas memandang apapun yang ada pada dirimu. Termasuk juga kedua buah dadamu yang semakin bertambah besar ini." Lagi. Carl harus memutar bola matanya malas. Penyakit mesum Marcus Cho sudah mencapai batas tahap normal. Mustahil rasanya pria itu bisa di sembuhkan lagi. "Omong-omong apa kau tau Eunji? Pelayan muda yang tadi mengantarkan minuman untuk kita? Aku rasa dia menyukai Dave."



"Benarkah?" "Heum. Aku selalu mengawasi tingkah lakukanya selama ini. Dan kau tau? Dia benar-benar menyukai tangan kananmu itu. Wajahnya selalu merona setiap kali Dave ada di sekitarnya." "Aku rasa itu akan sulit." "Apa maksudmu?" "He's different." "Maksudmu dia gay?" "Tidak. Dia bukan gay. Yahh meskipun dia selalu mengatakan hal itu kepada setiap wanita yang mendekatinya." "Lalu apa maksud ucapanmu yang tadi itu?" "Dave…..dia sama sepertiku. Pria kaku yang tidak terlalu suka tersenyum. Dia juga tipe pria yang sangat tidak menyukai hubungan terikat. Percayalah, sejak kecil Dave bahkan sudah dilatih untuk menjadi pria yang tangguh. Dia hanya tau caranya berkelahi dan menghajar orang. Pria itu bahkan sama sekali tidak tertarik dengan wanita. Apalagi sampai memiliki hubungan terikat. Jadi ya…..aku sarankan untuk jangan terlalu berharap padanya. Itu pun jika pelayan itu tidak ingin sakit hati." Carl mengangguk setuju. Dave memang sangat dingin dan juga kaku. Persis seperti Marc. Hanya saja pria itu jauh lebih buruk. Setidaknya Marc masih bisa tersenyum meski pun hanya di depan Carl. Berbanding terbalik dengan Dave yang sudah seperti robot kaku. "Aku jadi merasa kasihan pada Eunji. Padahal gadis itu sangat menyukai Dave." "Jangan memforsir otakmu untuk hal-hal yang tidak penting. Dia hanya pelayan. Berhenti mencampuri hal yang tidak seharusnya menjadi urusanmu." "Aku tau." "Kau tau?" Ekspresi Marc tiba-tiba saja berubah menjadi serius. Dan tentu saja Carl bisa melihat itu semua. "Ini sudah lama. Tidakkah kau ingin melihatnya?" "Siapa?" "Song Joongki." Carl seketika terdiam. Terlebih lagi saat nama tersebut keluar dari dalam mulut suaminya. Tidak lama setelahnya ia mulai menghela nafasnya kasar. "Jawabanku tetap tidak akan berubah Marc. Kau harusnya tau betul itu."



Marc mengangkat bahunya acuh. "Aku hanya tidak ingin dicap sebagai suami brengsek yang sengaja menjauhkan sang istri dari keluarganya sendiri." "Sejak kapan pendapat orang lain menjadi sangat penting untukmu oeh? Aku mungkin memang sudah memaafkan semua perbuatan buruknya padaku, tapi aku juga sudah memutuskan hubunganku denganya. Itu adalah poin yang paling penting. Aku harap kau bisa mengerti dan tidak mengungkit masalah ini lagi." "Baiklah. Aku mengerti. Aku berjanji tidak akan membahas hal ini lagi denganmu." Carl tersenyum. Ia senang Marc selalu menuruti semua keinginanya. "Hari semakin larut. Lebih baik sekarang kita tidur. Aku tidak ingin princess kecilku kembali berulah dan membuatmu repot." "Aku sedang malas menggerakan tubuhku. Baby Yu pasti akan sangat senang kalau kau mau menggendongnya sampai kamar." "Tidak perlu mengkambing hitamkan putriku hanya untuk membuatmu di gendong. Kau tau kenapa? Karena tanpa kau menyeret nama baby Yu sekalipun, aku pasti akan selalu menuruti semua keinginanmu." Pipi Carl merona. Bukan hanya karena ucapan Marc, melainkan juga karena pria itu yang langsung mengangkat tubuhnya begitu saja. "Aku pasti berat." "Tidak ada kata berat jika itu sudah menyangkut tentang orang yang kau anggap sangat penting di dalam hidupmu." Senyum bahagia kembali terbit di bibir Carl. Jika dulu ia begitu sangat mengutuk pertemuanya dengan Marc, maka sekarang Carl sangat mensyukuri pertemuanya itu. Ia bersyukur bisa di pertemukan dengan pria seperti Marcus Cho. Pria brengsek yang pada akhirnya justru membuat hidup Carl sangat bahagia. Setidaknya Carl tidak terlahir ke dalam golongan orang yang hanya bisa mengandalkan kata seandainya. Dan Carl patut mensyukuri itu semua. ******** "Tuan." Langkah Dave terhenti saat salah seorang pelayan memotong jalanya. "Aku harap kau memiliki alasan penting untuk tindakanmu ini nona Jung" "I-Ini untuk anda."



Dave menatap datar setangkai bunga mawar yang Eunji berikan padanya. "Apa maksud semua ini?" Tanya Dave dingin. "A-Aku…..aku menyukai anda. Maukah anda menjadi kekasihku?" Tepat saat itulah tatapan Dave berubah menjadi semakin datar dan juga dingin. "Aku sama sekali tidak tertarik dengan wanita. Akan sangat baik bagimu jika kau menjauh dariku." "Apa maksud anda." "Pernah mendengar tentang gay? Seperti itulah diriku yang sebenarnya." Ucapan Dave membuat Eunji merasa sangat syok. Dave seorang gay. Benarkah itu? "Menjauhlah dariku jika kau tidak ingin hidupmu berubah menjadi sangat menyedihkan." Dave berlalu meninggalkan Eunji begitu saja. Saat itulah Eunji tau ia tidak memiliki kesempatan apapun. Pria yang disukainya dengan terang-terangan mengaku sebagai seorang gay. Apalagi yang bisa ia lakukan selain mulai melupakan perasaanya itu. Akan tetapi…..bisakah Eunji Melakukannya? Jawabannya adalah tidak. "Tunggu tuan!" Eunji bergegas menyusul Dave begitu sesuatu terpikir di dalam kepalanya. "Apalagi hah!" "Aku…..aku benar-benar menyukai anda. Dan aku sama sekali tidak peduli dengan kelainan anda. Aku bahkan akan dengan senang hati membantu anda untuk sembuh dari kelainan anda itu." "Kau sadar dengan apa yang katakan itu nona Jung? Asal kau tau saja, jika aku ingin aku bahkan bisa berubah menjadi seribu kali lipat lebih menyeramkan dibanding dengan tuan Marc. Menjauhlah dariku sebelum aku benar-benar membuat hidupmu hancur." "Aku tidak peduli tuan. Aku hanya ingin bersama dengan anda." "Baiklah. Lakukan apapun yang kau mau. Tapi ingat, sampai kapan pun juga aku tidak akan pernah sudi menatap kearahmu. Ingat itu." "SIAPKAN MOBIL!"



Ucapan Dave berhenti bersamaan dengan suara teriakan Marc. Saat itulah Dave tau hal buruk sedang terjadi. Terlebih lagi saat Marc menggendong Carl yang berlumuran darah. "Tuan apa yang terjadi dengan nyonya?" Dave berlari mengikuti Marc keluar Mansion. Meninggalkan Eunji yang tertunduk sedih. Tidak ada kesempatan untuk pelayan malang itu. Dia sudah kalah. Bahkan sebelum dia berperang. ********* Marc menjambak rambutnya kasar. Para dokter sialan itu menarik paksa dirinya dari dalam ruang operasi hanya karena Marc ikut-ikutan kalut melihat Carl yang mengerang kesakitan. Pada awalnya semua masih baik-baik saja. Marc dan Carl masih bercanda seperti biasanya sampai saat tiba-tiba saja Carl pamit pergi ke toilet. Saat itulah mimpi buruk Marc datang. Ia menemukan Carl terpeleset di dalam kamar mandi dengan darah yang keluar dari dalam selangkanganya. Marc yang kalut pun tanpa pikir panjang langsung bergegas membawa Carl ke rumah sakit. Saat itulah dokter keparat itu memutuskan untuk melakukan operasi pengeluaran janin. Operasi yang seharusnya dilakukan satu bulan lagi terpaksa harus dilakukan sekarang. Dan Marc tidak memiliki kuasa untuk menolak itu semua. Terlebih lagi saat mengingat keadaan Carl yang sudah sangat lemah. Suara teriakan Carl dari dalam ruang operasi semakin membuat perasaan Marc bertambah semakin kalut. Ia tidak pernah merasa setakut ini sebelumnya. Tapi hari ini, hari ini untuk pertama kalinya Marc merasakan ketakutan luar biasa. Ia takut kehilangan istri sekaligus anaknya. Pria itu bahkan bersumpah akan menceburkan diri kedalam sungai Han jika istri dan juga anaknya sampai gagal di selamatkan. Berselang beberapa menit kemudian Marc bisa mendengar suara tangisan bayi dari dalam ruang operasi. Dan itu adalah suara tangis bayinya. Buah cintanya dengan Carl selama ini. Calon pewaris yang selama ini di nantikanya akhirnya lahir ke dunia. Dan hal itu berhasil membuat senyum lega terbit di bibir pria bermarga Cho tersebut. Pria itu bahkan tanpa sadar sampai meneteskan airmatanya. "Kau dengar itu Dave. Putriku…..putriku akhirnya bisa melihat dunia yang sama denganku. Aku benar-benar tidak sabar ingin segera membawanya ke dalam pelukanku." "Tuan benar. Saya ikut senang mendengarnya."



"Tapi itu saja masih belum cukup. Aku baru benar-benar akan merasa lega setelah memastikan dengan mata kepalaku sendiri istri dan anakku dalam keadaan baik-baik saja." "Tuan tidak perlu hawatir. Nyonya bukan orang yang lemah. Nyonya pasti akan baik-baik saja." Marc mengangguk. Dalam hati ia mengamini ucapan Dave barusan. "Dia memang harus baik-baik saja. Atau aku sendiri yang akan mengacaukan pintu surga untuk membawanya kembali ke dalam hidupku." Ceklekk! Suara pintu yang terbuka berhasil mengalihan perhatian Marc bersamaan dengan munculnya dokter Park dari dalam ruang operasi. "Selamat tuan Cho. Putri anda berhasil lahir tanpa kekurangan satu apapun. Dan dia juga sangat cantik. Akan tetapi…..karena putri anda lahir secara prematur dia harus di tempatkan di ruang inkubator lebih dulu." Marc mengangguk. "Bagaimana dengan istriku?" "Anda tidak perlu hawatir. Istri anda baik-baik saja. Sebuah keajaiban melihat istri anda bisa bertahan sampai akhir. Anda juga sudah di perbolehkan untuk melihatnya." Marc kembali mengangguk. Tatapan pria itu beralih pada Dave yang juga tengah melihat ke arahnya. "Berjagalah didepan ruang inkubator. Pastikan putriku tetap aman sampai aku dan Carl tiba disana." "Baik tuan." Marc berlalu memasuki ruangan dimana Carl berada. Saat itulah mata tajam Marc bertemu dengan mata hazel Carl yang juga tengah melihat kearahnya. "Bagaimana keadaanmu heum?" Marc menyempatkan diri untuk mencium kening Carl sebelum beralih mengenggam tangan istrinya. "Aku baik-baik saja. Kau tidak perlu hawatir." "Tidak sayang. Kau tidak boleh banyak bergerak lebih dulu." "Aku ingin melihat baby Yu."



"Kita pasti akan melihatnya. Tapi nanti oke? Setelah keadaanmu membaik." Carl yang tadinya ingin protes seketika langsung terdiam begitu melihat tatapan tajam yang Marc lemparkan padanya. "Apa aku benar-benar tidak bisa bertemu dengan baby Yu?" "Tidak sekarang. Baby Yu masih berada diruang inkubator. Kita belum bisa bersentuhan dengannya untuk beberapa waktu kedepan." Carl menghela nafasnya pelan. "Apa kau sudah bertemu dengan baby Yu? Bagaimana wajahnya? Dia mirip sepertiku atau sepertimu?" Marc menggeleng. "Aku belum melihatnya. Aku ingin kita melihat baby Yu bersama-sama." Baik Marc maupun Carl terlalu larut dengan kebahagiaan mereka hingga tidak menyadari jika sedari tadi ada sosok Joongki yang mengintip dari luar pintu kaca dengan airmata yang menetes. "Teruslah berbahagia agar aku bisa memaafkan diriku yang penuh dengan penyesalan ini." Bersamaan dengan itu salah seorang suster datang dengan membawa baby Yu. Calon pewaris kerajaan bisnis Os Corp yang kelahiranya telah dinantikan oleh banyak orang. "Putriku." Perasaan haru hinggap di dalam diri Carl saat melihat Baby Yu untuk pertama kalinya. Gadis itu bahkan langsung mengambil alih putri kecilnya dari tangan sang suster. "Dokter menyarankan agar Putri anda mendapatkan ASI pertamanya terlebih dulu sebelum kembali dimasukkan ke dalam inkubator." Carl mengangguk. Bayi mungil itu langsung menyusu begitu Carl memberikan putingnya. "Saya akan kembali tiga puluh menit lagi. Selama itu anda bisa menghabiskan waktu bersama dengan putri anda." Carl tidak menanggapi. Ia terlalu sibuk mengagumi sosok bayi mungil yang saat ini tengah menyusu padanya. Air mata gadis itu menetes menyadari ia baru saja melahirkan sosok malaikat cantik yang ia beri nama Cho Yu Jie. "Jangan menangis. Aku tidak ingin ada airmata dihari bahagia ini." "Ini airmata bahagia. Kau tau? Aku tidak pernah menyangka saat seperti ini akan datang ke dalam hidupku. Sekarang aku bahkan telah menjadi seorang ibu. Rasanya benar-benar seperti mimpi."



"Aku tau sayang. Aku sangat tau apa yang kau rasakan. Karena aku pun merasakan hal yang sama sepertimu." Marc menghapus tetes demi tetes airmata yang mengalir dari dalam mata indah sang istri sebelum akhirnya memberikan kecupan singkat pada bibir Carl. "Putri kita sangat cantik." "Kau benar. Gen kita benar-benar menurun dengan sangat baik." Carl mengangguk setuju. "Mata dan hidungnya sangat mirip denganmu. Haruskah kita mengasuransikan dua anggota penting itu?" Marc terkekeh pelan. "Aku rasa kita perlu mengasuransikan semuanya." Marc lantas mengeluarkan sesuatu dari dalam tas bersalin yang beberapa saat lalu anak buahnya kirim. "Oeh? Bukankah itu bando yang kau beli waktu itu?" Sekarang gilirian Marc lah yang mengangguk. Dengan hati-hati pria itu mulai memakaikan bando yang ia bawa ke kepala sang putri. "Bando ini akan membuat baby Yu jadi lebih cantik." "Putri kita memang sudah sangat cantik tuan Cho. Tapi ya…..aku akui kau pandai memilih aksesoris. Bando ini sangat cocok untuk baby Yu." "Hmm. Aku sangat tau apa yang terbaik untuk putriku." Marc beralih mengecup pipi putrinya dengan sayang dan juga sangat hati-hati. "Hallo Queen. Im your appa." Perasaan haru menyelimuti diri Marc melihat putri kecilnya menggeliat didalam gendongan sang ibu. Sama seperti Carl, pria itu tidak pernah menyangka hari seperti ini akan tiba ke dalam hidupnya. "Berhenti menciuminya Marc. Kau bisa membuat putri kita menangis." "Baby Yu sangat menggemaskan. Aku jadi tidak bisa berhenti menciuminya." "Omong-omong apa kau sudah memberitahu eommonim?" "Sudah. Hanya saja eomma sedang ada urusan penting di Prancis. Dan dia baru bisa kembali tiga hari lagi." "Tidak apa-apa. Yang penting kau sudah memberitahunya." "Terimakasih." "Oeh?"



"Terimakasih sudah membuatku merasakan bagaimana rasanya menjadi seorang ayah. Terima kasih sudah mau menjadi istriku. Terima kasih sudah mau menjadi ibu dari anakku. Dan terima kasih juga karena kau sudah mau mengerti sikapku yang sangat brengsek ini. Aku harap kau tidak menyesal telah terikat seumur hidup denganku." "Kau adalah benang takdir yang telah tuhan gariskan untukku Marc. Aku tidak akan pernah menyesal menjadi istri dan juga ibu dari anakmu. Terima kasih karena telah memilihku menjadi istrimu." Carl balas memeluk Marc dengan baby Yu berada di tengah-tengah mereka. Tuhan memang sangat adil. Dia tidak akan pernah salah memilihkan benang takdir untuk setiap umatnya. Marcus Cho dan Scarlet Song, mereka berdua hanyalah contoh kecil diantara semua kebaikan itu.



Aku mencintaimu seperti malam yang di penuhi oleh diam. Tapi aku tidak ingin menjadi bintangmu karena aku tidak ingin menjadi satu diantara seribu. Aku juga tidak ingin kau menjadi bulanku. Karena bulan selalu berubah-ubah. Aku ingin kita seperti angin. Berhembus dengan mulus menghiraukan segalanya yang tidak pernah kita duga. (Marcus Cho) Cinta. Satu kata klasik yang sering dilontarkan oleh jutaan umat manusia di bumi menjadi salah satu alasan mengapa aku menerimanya menjadi pengendali atas seluruh hidupku. (Scarlet Song)



THE END.