Draft Laporan Kuljar - 2 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ACARA I PEMBUATAN LARUTAN STOCK, MEDIA KULTUR DAN STERILISASI ALAT A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Kultur jaringan merupakan salah satu teknologi pilihan yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan keragaman genetik tanaman karena tidak memerlukan tempat yang lapang tetapi dapat menghasilkan produksi yang banyak dan beragam. Keberhasilan kultur jaringan bergantung pada alat dan media yang digunakan. Pada metode kultur jaringan menghendaki kondisi yang serba aseptik, sehingga alat dan media yang digunakan harus steril. Komposisi formulasi dari suatu media, harus mengandung nutrient esensial makro dan mikro serta sumber tenaga. Zat-zat tersebut bisa dicampur sendiri dari bahan dasarnya, atau diperoleh sudah dalam bentuk campurannya. Biasanya ditambah zat pengatur tumbuh, seperti hormonehormon dan zat penyangga seperti agar. Media merupakan faktor penentu dalam perbanyak secara kultur jaringan. Media kultur jaringan tanaman harus berisi semua zat yang diperlukan untuk menjamin pertumbuhan eksplan yang ditanam. Media tersebut harus berisi garam mineral berupa unsur makro dan mikro, gula, protein, vitamin dan hormon. 2. Tujuan Praktikum Tujuan praktikum Acara I. Pembuatan Larutan Stock, Pembuatan Media Kultur dan Sterilisasinya adalah sebagai berikut : a. Mengetahui langkah-langkah dalam pembuatan larutan stock b. Mengetahui langkah-langkah dalam pembuatan media kultur jaringan c. Mengetahui prosedur sterilisasi alat-alat penanaman B. Tinjauan Pustaka Kultur jaringan yaitu suatu metode untuk mengisolasi bagian dari suatu tanaman seperti protoplasma, sel, sekelompok sel, jaringan dan organ serta menumbuhkannya dalam kondisi aseptik sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman yang



utuh kembali. Tujuan kegiatan kultur jaringan adalah perbanyakan massal tanaman yang biasanya sangat lambat dengan metoda konvensional dalam jumlah yang besar dalam waktu yang singkat. Selain itu, diperoleh tanaman yang bebas virus, membantu pemulian tanaman untuk mempercepat pencapaian tujuan penelitian pada tanaman yang biasa diperbanyak secara vegetatif (Anonim, 2008). Pelaksanaan teknik ini memerlukan berbagai prasyarat untuk mendukung kehidupan jaringan yang dibiakkan. Yang paling esensial adalah wadah dan media tumbuh yang steril. Media adalah tempat bagi jaringan untuk tumbuh dan mengambil nutrisi yang mendukung kehidupan jaringan. Media tumbuh menyediakan berbagai bahan yang diperlukan jaringan untuk hidup dan memperbanyak dirinya (Hendra, 2007). Tujuan dari sterilisasi adalah agar tidak ada mikroorganisme lain, yang tidak diinginkan, tumbuh dalam media tersebut, sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang akan dibiakkan dalam media tersebut (Ermila, 2005). Apabila kita melakukan gerakan-gerakan selama bekerja di dalam laboratorium, akan megakibatkan timbulnya suatu awan debu yang hampir tidak tampak. Debu tersebut mengandung spora yang sangat besar jumlahnya. Bila spora ini kontak dengan media kultur yang digunakan dalam pekerjaan tersebut, spora kan tumbuh dengan cepat. Dalam beberapa hari spora akan tumbuh menjadi koloni yang terlihat oleh mata biasa (Wetherel, 2008). Media Schenk & Hildebrant (media SH) merupakan media yang juga cukup terkenal, untuk kultur kalus tanaman monokotil dan dikotil. Konsentrasi ion-ion dalam komposisi media SH sangat mirip dengan komposisi pada media Gamborg dengan perbedaan kecil yaitu level Ca2+, Mg2+, dan PO4-3 yang lebih tinggi. Schenk & Hildebrant mempelajari pertumbuhan jaringan dari 37 jenis tanaman dalam media SH dan mendapatkan bahwa: 32 % dari spesies yang dicobakan, tumbuh dengan sangat baik, 19% baik, 30% sedang, 14% kurang baik, dan 5% buruk pertumbuhannya. Tetapi karena zat tumbuh yang diberikan pada tiap jenis



tanaman tersebut berbeda. Media SH ini cukup luas penggunaannya, terutama untuk tanaman legume. Media WPM (Woody Plant Medium) yang dikembangkan oleh Lioyd & Mc Coen pada tahun 1981, merupakan media dengan konsentrasi ion yang lebih rendah dari media MS. Media diperuntukkan khusus tanaman berkayu, dan dikembangkan oleh ahli lain, tetapi sulfat yang digunakan lebih tinggi dari sulfat pada media WPM. Saat ini WPM banyak digunakan untuk perbanyakan tanaman hias berperawakan perdu dan pohon-pohon. Pada umumnya media kultur jaringan dibedakan menjadi media dasar dan media perlakuan. Resep media dasar adalah resep kombinasi zat yang mengandung hara esensial (makro dan mikro), sumber energi dan vitamin. Dalam teknik kultur jaringan dikenal puluhan macam media dasar. Penamaan resep media dasar pada umumnya diambil dari nama penemunya atau peneliti yang menggunakan pertama kali dalam kultur khusus dan memperoleh suatu hasil yang penting artinya (Zaid, 2010). C. Metode Praktikum 1. Waktu dan Tempat Praktikum Praktikum Acara I Pembuatan Larutan Stock, Media Kultur dan Sterilisasi Alat dilaksanakan pada hari Kamis 29 Maret 2012, bertempat di Laboratorium Fisiologi Tanaman dan Bioteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Alat a. Alat penanaman eksplan 1) Laminar Air Flow Cabinet (LAFC) 2) Petridish dan botol-botol kultur 3) Peralatan diseksi, yaitu pinset besar/kecil, pisau pemes, gunting eksplan b. Alat pembuatan media 1) Timbangan analitik 2) Botol-botol kultur 3) Magnetic stirrer 4) pH meter



5) Gelas piala 6) Pipet 7) Plastic pp 0,3 mm 8) Karet gelang 9) Kertas label c. Alat sterilisasi Autoklaf 3. Bahan a. Bahan-bahan untuk pembuatan media 1) Aquadest 2) Larutan stok, terdiri atas hara makro dan mikro, vitamin, ZPT 3) Agar-agar 4) Gula 5) NaOH 1 N dan HCl 1 N 4. Cara Kerja a. Pembuatan Larutan Stok 1) Larutan Stok Media a) Menimbang bahan–bahan kimia yang telah dikalikan menjadi beberapa kali konsentrasi b) Melarutkan bahan-bahan kimia tersebut ke dalam aquadest dengan volume tertentu c) Memasukkan masing-masing larutan ke dalam botol dan menyimpannya ke dalam refigerator 2) Larutan Stok Zat Pengatur Tumbuh a) Menghitung kebutuhan bahan BAP 100 ppm sebanyak 300 ml adalah sebagai berikut : 100 ppm = 100 mg/l = 30 mg/0,1 l = 30 mg/300 ml b) Menghitung kebutuhan bahan IBA 100 pmm sebanyak 100 ml adalah sebagai berikut: 100 ppm



= 100 mg/l = 10 mg/0,1 l



= 10 mg/100 ml c) Melarutkan bahan dengan alkohol atau NaOH 1 N kemudian ditambah dengan aquadest sampai 300 ml untuk BAP dan 100 ml untuk IBA d) Memasukkan masing-masing larutan tersebut ke dalam botol dan menyimpannya ke dalam refigerator b. Pembuatan Media 1) Mengambil masing-masing larutan stok sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan dan memasukkannya kedalam gelas piala 2) Mengambil larutan stok ZPT sesuai dengan perlakuan 3) Menambah aquadest sampai 1000 ml dalam labu takar 4) Menambah gula sebanyak 30 gr 5) Mengatur pH dengan kisaran 5,6-6,3 dengan menambahkan beberapa tetes NaOH untuk menaikkan pH atau HCl untuk menurunkan pH. Pada saat pengukuran pH, larutan media diaduk dengan magnetik stirer 6) Menambahkan agar-agar 8 gr kemudian dididihkan 7) Menuangkan larutan media ke dalam botol-botol kultur kurang lebih 25 ml tiap botol 8) Menutup botol berisi larutan media dengan plastik c. Sterilisasi Alat dan Media Kultur 1) Membungkus alat-alat kultur seperti petridish, pisau scalpel, dan pinset dengan kertas koran 2) Memasukkan botol-botol berisi media dan alat-alat kultur yang telah dibungkus kertas koran ke dalam autoklaf untuk proses sterilisasi pada suhu 1210C, tekanan 1,5 kg/cm3 selama 45 menit 3) Menyimpan alat-alat kultur dalam oven 4) Menyimpan media pada rak penyimpan media yang bertujuan untuk mengantisipasi ada tidaknya kontaminasi pada media sehingga dapat dicegah penggunaan media yang telah terkontaminasi pada saat penanaman



D. Hasil Pengamatan dan Pembahasan 1. Hasil Pengamatan



|Gambar 1.1 Proses pembuatan media



2. Pembahasan Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak (Gilang, 2009). Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula (digunakan sebagai sumber energi), dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan. Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Media yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf. Pada praktikum kali ini media yang digunakan adalah media Murashige dan Skoog (MS) yang dimodifikasi dengan penambahan ZPT BAP 2 ppm dan IBA 0,5 ppm. Media yang umum digunakan dalam kultur jaringan adalah media semi-solid (semi padat) dengan cara menambahkan agar. Media semi padat ini digunakan karena beberapa alasan antara lain: eksplan yang kecil mudah terlihat dalam media padat, selama kultur eksplan tetap berada pada orientasi yang sama, eksplan berada di atas permukaan media sehingga tidak diperlukan teknik aerasi tambahan pada kultur, orientasi pertumbuhan tunas dan akar tetap, dan kalus tidak pecah seperti jika ditempatkan pada media cair (Sany, 2007). Pada umumnya media kultur jaringan dibedakan menjadi media dasar dan media perlakuan. Resep media dasar adalah resep kombinasi zat yang mengandung hara esensial (makro dan mikro), sumber energi dan vitamin. Zat pengatur tumbuh khususnya auksin dan sitokinin adalah suatu zat organik utama yang mengendalikan proses morfogenesis didalam teknik kultur jaringan. Kepekaan jaringan terhadap zat yang ditambahkan pada media perlakuan khususnya zat pengatur tumbuh ditentukan oleh konsentrasi zat pengatur tumbuh yang sudah ada didalam jaringan tersebut. Sterilisasi merupakan segala kegiatan dalam kultur jaringan harus dilakukan di tempat yang steril, yaitu di laminar flow dan menggunakan alat-



alat yang juga steril. Sterilisasi juga dilakukan terhadap peralatan, yaitu menggunakan etanol yang disemprotkan secara merata pada peralatan yang digunakan. Praktikan yang melakukan kultur jaringan juga harus steril. Medium dan alat-alat yang digunakan terlebih dahulu disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121ºC, tekanan 1,5 kg/cm2 selama 45 menit . Peralatan kultur disterilkan secara aseptik dengan perendaman pada alkohol dan pembakaran pada setiap kali pemakaian. Media yang terkontaminasi kemungkinan disebabkan karena kondisi laboratorium dan ruang pertumbuhan yang kurang steril serta tabung kultur yang tidak steril. Kondisi laboratorium yang tidak pernah dilakukan sterilisasi menggunakan kemungkinan juga mempengaruhi proses pembiakan secara kultur jaringan. Kebersihan



praktikan,



laboran



maupun



asisten



juga



perlu



diperhatikan didalam perkembangbiakan secara kultur jaringan ini. Apabila praktikan, laboran maupun asisten dalam kondisi yang aseptis maka akan memperkecil kemungkinana terjadinya kontaminasi. Sebelum praktikan, laboran maupun asisten memasuki ruang penanaman terlebih dahulu harus mencuci tangan menggunakan sabun antiseptik, kemudian setelah berada diruang penanaman pekerja harus menyemprotkan spirtus pada badan dan tangan hingga lengan. Keadaan praktikan, laboran maupun asisten yang kurang aseptik akan memungkinkan terjadinya kontaminasi. Jadi didalam perkembangbiakan secara kultur jaringan ini kesterilan pekerja juga sangat diperlukan untuk menunjang keberhasilan penanaman. Peralatan yang harus steril adalah LAFC, alat-alat diseksi, tabung kultur dan lain-lain. Pada laminar sudah dilengkapi dengan blower, lampu UV sehingga dapat mensterilkan ruangan dalam laminar. Akan tetapi sebelum menggunakan laminar sebaiknya disemprot menggunakan alkohol 70 %. Alat-alat diseksi juga perlu adanya sterilisasi, apabila alat-alat tersebut tidak disterilisasi kemungkinan unutk terjadinya kontaminasi akan besar karena bekas-bekas eksplan ataupun media yang tersisa pada alat-alat diseksi



akan mejadi sumber kontaminan. Oleh karena itu alat-alat diseksi juga perlu disterilisasi. Pembuatan media pada praktikum Pembuatan Larutan Stock, Pembuatan Media Kultur dan Sterilisasinya dilakukan dengan cara mencampur larutan stok dengan ZPT, aquadest hingga 1000 ml, gula 30 gr, mengatur pH pada kisaran 5,8-6,3, menambah agar-agar 8 gr yang kemudian dididihkan. Bahan-bahan tersebut dididihkan di atas kompor listrik dan diaduk dengan menggunakan magnetic stirrer agar panas yang dihasilkan merata dan bahan-bahan tersebut homogen. Setelah itu, menuangkan larutan media ke dalam botol-botol kultur ± 25 ml tiap botol dan menutup dengan plastic. Sterilisasi yang dilakukan pada media ini adalah dengan penyimpanan media dalam autoklaf. Sterilisasi dengan autoklaf adalah salah satu metode sterilisasi dengan uap air dibawah tekanan. Proses sterilisasi ini berlangsung selama 45 menit pada tekanan 1,5 kg/cm2. Sebelum alat digunakan, semua alat juga harus disterilakan dengan menggunakan autoklaf. Setelah disterilisasi, media tersebut kemudian disimpan di dalam rak penyimpan media untuk menghindari adanya kontaminasi. Hasil pembuatan media dan sterilisasi pada praktikum ini tidak ada yang terkontaminasi sehingga seluruh media yang dibuat dapat digunakan.



Kesimpulan Dan Saran 1. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum Acara I Pembuatan Larutan Stock, Pembuatan Media Kultur dan Sterilisasinya adalah : a. Media kultur jaringan yang digunakan harus mengandung unsur hara makro dan mikro, ZPT, dan unsur-unsur lain yang dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan tanaman. b. Sterilisasi merupakan hal yang sangat diperlukan dalam kultur jaringan untuk menghindari kontaminasi, baik sebelum alatl digunakan maupun pada saat pembuatan media. c. Autoklaf adalah salah satu alat sterilisasi dengan metode sterilisasi menggunakan uap air dibawah tekanan. 2. Saran Dalam penggunaan peralatan perlu berhati-hati. Peralatan yang akan digunakan harus selalu dijaga kesterilannya agar dapat terbebas dari mikrobia-mikrobia yang tidak diharapkan. Terlebih lagi pada pembuatan media, bahan serta alat-alat yang digunakan harus tetap steril agar tidak terjadi kontaminasi oleh mikrobia yang lain.



DAFTAR PUSTAKA



Anonim. 2008. Teknik Kultur Jaringan http://www.bbpp-lembang.info.htm. Diakses pada tanggal 20 Mei 2012 Ermila, Mila. 2005. Penuntun Praktikum Mikrobiologi. Erlangga : Jakarta Gunawan, L. W. 2005. Teknik Kultur Jaringan. IPB: Bandung Hendra, T. 2007. Kultur Jaringan. http://lelos66.blog.friendster.com.htm. Diakses pada tanggal 21 Mei 2012 Sany. 2007. Tentang Kultur Jaringan. http://www.bndah-lembang.com/kuljar. Diakses tanggal 12 Mei 2012. Wetherel, D.F. 2008. Propagasi Tanaman Secara In Vitro. Avery Publishing Group Inc. New Jersey Zaid. 2010. Media Kultur Jaringan. http://z47d.wordpress.com/2010. Diakses 29 April 2011



ACARA II



KULTUR JARINGAN PISANG A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Pisang merupakan komoditas bernilai ekonomi tinggi di Indonesia. Propinsi Kalimantan Selatan merupakan salah satu daerah produksi dan wilayah potensial dikembangkannya tanaman pisang. Produksi pisang rata-rata untuk Kalimantan Selatan tahun 1995 – 1999 adalah 20.571,8 ton, pada tahun 2000 adalah 11.731 ton, dan pada tahun 2001 adalah 16.589 ton dengan luas panen 8.150 Ha (BPS, 2002). Jenis pisang yang dikenal di Kalimantan Selatan antara lain pisang manurun (kepok), pisang mauli (uli), pisang talas dan pisang raja. Pisang kepok dan talas sering dikonsumsi oleh masyarakat dalam bentuk kolak pisang atau pisang goreng, sedangkan pisang mauli (uli) sering dihidangkan sebagai pencuci mulut dalam acara selamatan dan perkawinan. Kendala pengadaan bibit unggul secara konvensional adalah sulit mendapatkan bibit yang berkualitas dalam jumlah besar dalam waktu yang singkat. Salah satu keunggulan perbanyakan tanaman melalui teknik kultur jaringan adalah sangat dimungkinkan mendapatkan bahan tanam dalam jumlah besar dalam waktu singkat (Priyono et al., 2000). Dari sekian banyak jenis media dasar yang digunakan dalam teknik kultur jaringan, tampaknya media MS (Murashige dan Skoog) mengandung jumlah hara organik yang layak untuk memenuhi kebutuhan banyak jenis sel tanaman dalam kultur (Gunawan, 1990). Dalam kultur jaringan, dua golongan zat pengatur tumbuh yang sangat penting adalah sitokinin dan auksin. NAA (Naftaleine Asetat Acid) adalah zat pengatur tumbuh yang tergolong auksin. Pengaruh auksin terhadap



perkembangan



sel



menunjukkan



bahwa



auksin



dapat



meningkatkan sintesa protein. Dengan adanya kenaikan sintesa protein, maka dapat digunakan sebagai sumber tenaga dalam pertumbuhan.



Adapun kinetin (6-furfury amino purine) tergolong zat pengatur tumbuh dalam kelompok sitokinin. Kinetin adalah kelompok sitokinin yang berfungsi untuk pengaturan pembelahan sel dan morfogenesis. Dalam pertumbuhan jaringan, sitokinin bersama-sama dengan auksin memberikan pengaruh interaksi terhadap deferensiasi jaringan (Sriyanti dan Wijayani, 1994). 2. Tujuan Praktikum Praktikum Acara II Kultur Jaringan Pisang ini bertujuan : a. Mengetahui teknik kultur jaringan pisang. b. Mengetahui pengaruh BAP dan IBA terhadap pertumbuhan dan perkembangan eksplan pisang. B. Tinjauan Pustaka Dalam percaturan pasar dunia, kelompok pisang terkenal ialah yang mempunyai susunan gen tripel (AAB dan AAA), bersifat triploid, dan tidak berbiji



(partenokarpi).



Huruf



besar



“A”



dan



“B”



masing-masing



menggambarkan banyaknya genom (kelompok kromosom) yang berasal dari nenek moyang pisang diploid Musa acuminata dan Musa balbisiana. Pisang kepok mengandung genom BBB, pisang mauli mengandung genom AA dan pisang raja mengandung genomAAB (Sunarjono, 2002). Dalam kultur jaringan pisang, sampai saat ini yang banyak dikenal adalah kultur dengan eksplan bonggol. Apabila dibandingkan dengan jantung pisang maka mendapatkannya lebih mudah dan jumlah eksplan yang didapat lebih banyak bahkan mencapai 200 eksplan setiap jantung pisang, serta lebih kecil resikonya terhadap kontaminasi sebab bukan berasal dari tanah dan tertutup rapat oleh kelopak. Zat Pengatur Tumbuh yang digunakan adalah BAP dan IBA. IBA dapat menstimulir perakaran tetapi pada saat yang bersamaan ternyata juga menekan pembentukan tunas. IBA merupakan zat pengatur tumbuh (ZPT) golongan auksin yang umumnya digunakan untuk pembentukan akar. ZPT tersebut diangkut secara basipetal sehingga terjadi akumulasi auksin pada bagian pang-kal tunas dan akhirnya terbentuk akar. Dengan demikian, terjadi



perubahan sink dan source yang menyebabkan sitokinin yang disintesis dari akar digunakan untuk pemanjangan akar (Supriati, 2009). Saat ini sudah banyak dilakukan teknik perbanyakan bibit tanaman dengan menggunakan teknik kultur jaringan (in vitro) yang dapat menyediakan bibit secara cepat dan massal dalam waktu yang singkat, bibit yang dihasilkan seragam, sehat serta lebih mudah dalam pengangkutannya. Teknik kultur jaringan mempunyai beberapa kelemahan antara lain, terdapat kemungkinan terjadi variasi somaklonal, membutuhkan biaya mahal dan keahlian khusus, sehingga sulit untuk diaplikasikan kepada kalangan petani biasa (Naibaho et al., 2008). Pelestarian secara in vitro memiliki banyak keuntungan, antara lain mudah pengelolaannya, tidak memerlukan ruangan yang terlalu luas, dan mencegah penularan penyakit sistemik yang dapat menurunkan mutu hasil maupun degenerasi tanaman induk (Wattimena, 1988). C. Metode Praktikum 1. Waktu dan Tempat Praktikum Praktikum Acara IV Kultur Jaringan Nanas ini dilaksanakan pada tanggal 5 April 2012, bertempat di Laboratorium Fisiologi Tanaman dan Bioteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Alat a. LAFC lengkap dengan lampu Bunsen b. Petridish c. Botol-botol kultur d. Peralatan diseksi, yaitu pinset besar atau pinset kecil, pemes. 3. Bahan a. Eksplan pisang b. Media kultur c. Alkohol 90 % d. Aquadest steril e. Spiritus f. Chlorox (Sunclin)



4. Cara Kerja a. Mempersiapkan eksplan b. Mensterilkan eksplan dan melakukannya dalam LAFC: 1) Merendam eksplan dalam larutan chlorox 2) Membilas eksplan dengan aquadest steril c. Menanam eksplan: 1) Membuka plastik penutup botol media perlakuan 2) Mengambil eksplan dan menanamnya dalam media perlakuan 3) Membakar pinset diatas api sebelum dan sesudah digunakan 4) Mendekatkan



mulut



botol



dengan



api



untuk



menghindari



kontaminasi selama penanaman. d. Memelihara eksplan 1) Menempatkan botol-botol kultur berisi media dan eksplan di rak kultur 2) Menjaga lingkungan diluar botol meliputi; suhu, kelembaban, dan cahaya 3) Menyemptot botol-botol kultur dengan spiritus 2 hari sekali untuk mencegah kontaminasi. e. Melakukan Pengamatan Selama 5 minggu, meliputi; 1) Presentase keberhasilan kultur jaringan 2) Saat muncul tunas dan akar, mengamati 2 hari sekali 3) Jumlah daun dan jumlah akar, serta jumlah tunas dan kalus pada akhir pengamatan. f. Perhitungan persentase keberhasilan, dilakukan pada akhir pengamatan.



D. Hasil dan Pembahasan



1. Hasil Pengamatan Tabel 2.1 Hasil Pengamatan Acara II Kultur Jaringan Pisang No.



Kondisi Tanaman



Tanggal Pengamatan



Akar



Tunas



Daun



Keterangan Kalus



Kontamiasi



1



10 April 2012



Kontaminasi bakteri



2



12 April 2012



Kontaminasi bakteri



3



17 April 2012



Kontaminasi bakteri



4



19 April 2012



Kontaminasi bakteri



5



24 April 2012



Kontaminasi bakteri



6



26 April 2012



Kontaminasi bakteri



Sumber: Laporan Sementara



Gambar 2.1 Eksplan pisang 2. Pembahasan Bahan yang digunakan dalam kultur jaringan ini adalah bonggol dari tanaman pisang. Dalam kultur jaringan pisang ini tingkat keberhasilan yang didapat adalah 0%. Eksplan yang dikulturkan tidak ada yang hidup. Eksplan yang ditanam menjadi kekuningan karena browning dan sebagian lagi mengalami kontaminasi oleh bakteri. Media yang digunakan dalam kultur jaringan mawar adalah Murashige dan Skoog (MS) yang dimodifikasi dengan penambahan ZPT BAP 2 ppm dan IBA 0,5 ppm. BAP merupakan zat pengatur tumbuh berupa sitokinin yang dapat merangsang tumbuhnya tunas, sedangkan IBA merupakan zat pengatur tumbuh berupa auksin yang merangsang pertumbuhan akar dan kalus.



Namun, pemberian IBA dan BAP pada eksplan mawar ini belum dapat diamati karena eksplan tersebut mengalami kontaminasi bakteri sebelum tumbuh menjadi tanaman baru (Supriati, 2006). Sedangkan bahan-bahan kimia yang digunakan dalam acara ini yaitu: fungisida, alkohol 96%, aquadest steril, spirtus dan Chlorox (Sunclin). Bahan-bahan ini digunakan sebagai fungsi dari sterilisasi secara kimiawi. Alkohol 96% digunakan untuk menghilangkan bakteri dan mikroba sewaktu proses sterilisasi alat-alat diseksi dan perendaman eksplan. Fungisida digunakan untuk perendaman eksplan agar terhindar dari kontaminasi fungi pada eksplan ketika jaringan tersebut baru diambil dari lingkungan luar (Ibrahim et al, 2004). Aquadest steril digunakan untuk menghilangkan dari pengaruh sesudah perendaman eksplan dalam berbagai zat kimia (menetralkan). Sehingga sel-sel eksplan tersebut dapat terus hidup dan aktif membelah. Spirtus digunakan untuk menghilangkan kontaminasi bakteri dan mikroba. Biasanya cairan ini disemprotkan pada tangan, petridish dan botol-botol kultur yang digunakan selama proses penanaman. Clorox merupakan senyawa kimia desinfektan yang dapat membunuh mikroba. Eksplan direndam dalam larutan klorox sebelum ditanam. Selama proses pensterilan eksplan dan penanaman eksplan dilakukan di dalam LAFC (Laminar Air Flow Cabinet), dilakukan dengan secara cermat sesuai urutan dan hati-hati agar tetap netral bebas dari ancaman kontaminasi. Keberhasilan kultur jaringan dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain bahan tanam yang digunakan (genetik, fase perkembangan, ukuran eksplan, musim, jenis jaringan dan jenis tanaman), lingkungan sekitar, kesterilan alat, media dan tempat. Sedangkan kegagalan dalam kultur jaringan dipengaruhi oleh kesterilan media dan eksplan.



E. Kesimpulan Dan Saran 1. Kesimpulan a. Keberhasilan kultur jaringan pisang ini 0%. b. Kontaminasi oleh bakteri mengakibatkan eksplan pisang tidak dapat tumbuh menjadi tanaman baru. c. Pemberian IBA dan BAP tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan eksplan. 2. Saran Sebaiknya



pelaksanaan



tahap-tahap



kultur



jaringan



perlu



diperhatikan mulai dari pembuatan media, penanaman eksplan dan seterusnya agar diperoleh tanaman baru yang baik.



DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2006. Perbanyakan Benih Tanaman Hias Pisang. http://distan.jakarta.go.id. Diakses pada Tanggal 19 Mei 2012 Anonim. 2011. Kultur Jaringan Pisang. http://perpustakaan-online.blogspot.com. Diakses pada Tanggal 20 Mei 2012 Biro Pusat Statistika. 2002. Statistika Indonesia. Jakarta. Indonesia. Fowler, M.W., 1983. Commercial application and economic aspects of mass plant cell culture, dari Mantell, S.H., Smith, H. (Eds.), Plant Biotechnoligy. Cambridge University Press, London, 3-38. Gunawan, L.W. 1990. Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan. Laboratorium Kultur Jaringan. Pusat Antar Universitas (PAU) Bioteknologi. IPB. Bogor. P. 304. Ibrahim,M.S.D., N. Nova K., Nurliani B. 2004. Studi Pendahuluan : Induksi Kalus Embriogenik Dari Eksplan Daun Echinaceae purpurea. Buletin TRO Vol. XV No. 2, 2004. Naibaho, N., K. Darma, Sobir dan M. R. Suhartanto. 2008. Perbanyakan Massal Bibit Nanas dengan Stek Daun. Pusat Kajian Buah Tropika. Institut Pertanian Bogor: Bogor Priyono, D. Suhandi, dan Matsaleh. 2000. Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh IAA dan 2-IP pada Kultur Jaringan Bakal Buah Pisang. Jurnal Hortikultura. 10 (3) : 183 – 190. Sriyanti, D.P. dan A.Wijayani. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Yayasan Kansius. Yogyakarta. Hal. 18, 54, 57, 63, 67, 69, 82-83. Sunarjono, H. 2002. Budidaya Pisang dengan Bibit Kultur Jaringan. Penebar Swadaya. Jakarta. Supriyati, Y., I. Mariska dan Mujiman. 2006. Multiplikasi Tunas Belimbing Dewi (Averrhoa carambola) melalui Kultur In Vitro. Dalam Buletin Plasma Nutfah. 12(2): 50-55. Wattimena, G. A. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Institut Pertanian Bogor: Bogor.



ACARA III KULTUR JARINGAN NANAS A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Tanaman nanas merupakan salah satu tanaman yang termasuk ke dalam keluarga Bromeliaceae. Tanaman nanas merupakan tanaman herba tahunan atau dua tahunan yang mempunyai tinggi antara 50 – 100 cm, daun berbentuk pedang yang panjangnya mencapai 1 m atau lebih, lebarnya 5 – 8 cm, pinggiran daunnya berduri, berujung lancip. Buahnya berupa senokarp (cenocarpium) yang terbentuk dari penebalan yang luar biasa dari poros perbungaan dan dari peleburan masing-masing bunga yang kecil dan dihiasi oleh suatu roset daun-daun yang pendek, tersusun spiral yang disebut mahkota atau crown. Prospek penerapan teknik kultur in vitro tanaman nanas di Indonesia



cukup



bagus



terutama



untuk



mengatasi



permasalahan



perbanyakan nanas Si Madu yang kemungkinan merupakan pertumbuhan sel mutan dari tanaman khimera. Masalah yang dihadapi dalam perbanyakan vegetatif nanas Si Madu secara konvensional adalah timbulnya keragaman sehingga sifat pohon induknya tidak dapat dipertahankan. Melalui jalur embriogenesis, karakteristik nanas Si Madu diharapkan dapat dipertahankan. Dalam hal ini tanaman (planlet) yang dihasil-kan dari jalur embriogenesis berasal dari satu sel sehingga terjadinya khimera dapat dihindari. 2. Tujuan Praktikum Praktikum Acara II Kultur Jaringan Nanas ini bertujuan : c. Mengetahui teknik kultur jaringan nanas. d. Mengetahui pengaruh BAP dan IBA terhadap pertumbuhan dan perkembangan eksplan nanas.



B. Tinjauan Pustaka Tanaman nanas (Ananas comosus L. Merr) merupakan tanaman buah yang berasal dari Amerika tropis yaitu Brazil, Argentina dan Peru. Tanaman nanas telah tersebar ke seluruh penjuru dunia, terutama di sekitar daerah khatulistiwa yaitu antara 250LU dan 250LS. Di Indonesia tanaman nanas sangat terkenal dan banyak dibudidayakan di tegalan dari dataran rendah sampai ke dataran tinggi. Daerah penghasil nanas di Indonesia yang terkenal adalah Subang, Bogor, Riau, Palembang dan Blitar (Sunarjono, 2005). Perbanyakan in vitro tanaman nanas dengan ratio perbanyakan yang rendah tersebut masih jauh lebih cepat dibandingkan dengan cara perbanyakan konvensional. Makin banyak jumlah subkultur, semakin tinggi daya regenerasi tunas nanas in vitro. Akan tetapi makin banyak jumlah subkultur juga berakibat pada meningkatnya tingkat mutasi pada tanaman regeneran, walaupun hal ini masih dapat ditolerir. Protokol perbanyakan in vitro tanaman nanas telah didapatkan, dan teknik ini telah berhasil dilakukan untuk perbanyakan massal nanas klon Smooth Cayenne Lampung 1 dan F180. Walaupun masih terdapat kendala pada aklimatisasi planlet, namun sejumlah besar tanaman regeneran telah berhasil diaklimatisasi dan ditanam di lapangan (Yusnita, 2007). Zat pengatur tumbuh dari golongan auksin berperan antara lain dalam pembentukan kalus, morfogenesis akar dan tunas serta embriogenesis. Pemilihan konsentrasi dan jenis auksin ditentukan antara lain oleh tipe pertumbuhan dan perkembangan eksplan yang dikehendaki. Penggunaan auksin dengan daya aktivitas kuat (antara lain 2,4-D, NAA atau dikombinasikan dengan sitokinin dengan konsentrasi rendah) umumnya digunakan untuk induksi kalus embriogenik. Selain itu, jenis dan konsentrasi hormon, jenis asam amino serta rasio auksin dan sitokinin sangat menentukan dalam menginduksi pembentukan kalus ( Purnamaningsih, 2006). Salah satu pilihan teknologi perbanyakan bibit nanas yang dapat mengatasi kelemahan teknik kultur jaringan yaitu dengan menggunakan teknik stek basal daun



mahkota nanas. Perbanyakan nanas dengan menggunakan stek basal daun berpotensi menghasilkan bibit yang lebih banyak (Naibaho et al., 2008). Kontaminasi dari eksplanlah yang paling sulit diatasi karena dalam hal ini metode sterilisasi harus selektif. Walaupun sterilisasi telah dilakukan dengan berbagai cara, namun kadang-kadang kontaminasi tetap saja terjadi. Dalam hal ini dikarenakan pada eksplan telah terjadi kontaminasi internal. Cara penggulangannya dilakukan treatment pada tanaman yang akan dijadikan sebagai sumber eksplan. Treatment-nya adalah dengan mengisolasi eksplan, disemprot dengan bakterisida, fungisida selama 3 bulan setiap hari dengan konsentrasi 150-200 mg/l (Husen, 2008). C. Metode Praktikum 1. Waktu dan Tempat Praktikum Praktikum Acara IV Kultur Jaringan Nanas ini dilaksanakan pada tanggal 5 April 2012, bertempat di Laboratorium Fisiologi Tanaman dan Bioteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Alat a. LAFC lengkap dengan lampu Bunsen b. Petridish c. Botol-botol kultur d. Peralatan diseksi, yaitu pinset besar atau pinset kecil, pemes. 3. Bahan a. Eksplan Nanas b. Media kultur c. Alkohol 90 % d. Aquadest steril e. Spiritus f. Chlorox (Sunclin) 4. Cara Kerja a. Mempersiapkan eksplan b. Mensterilkan eksplan dan melakukannya dalam LAFC: 1) Merendam eksplan dalam larutan chlorox



2) Membilas eksplan dengan aquadest steril c. Menanam eksplan: 1) Membuka plastik penutup botol media perlakuan 2) Mengambil eksplan dan menanamnya dalam media perlakuan 3) Membakar pinset diatas api sebelum dan sesudah digunakan 4) Mendekatkan



mulut



botol



dengan



api



untuk



menghindari



kontaminasi selama penanaman. d. Memelihara eksplan 1) Menempatkan botol-botol kultur berisi media dan eksplan di rak kultur 2) Menjaga lingkungan diluar botol meliputi; suhu, kelembaban, dan cahaya 3) Menyemptot botol-botol kultur dengan spiritus 2 hari sekali untuk mencegah kontaminasi. e. Melakukan Pengamatan Selama 5 minggu, meliputi; 1) Presentase keberhasilan kultur jaringan 2) Saat muncul tunas dan akar, mengamati 2 hari sekali 3) Jumlah daun dan jumlah akar, serta jumlah tunas dan kalus pada akhir pengamatan. f. Perhitungan persentase keberhasilan, dilakukan pada akhir pengamatan



D. Hasil dan Pembahasan 1. Hasil Pengamatan Tabel 3.1 Hasil Pengamatan Acara III Kultur Jaringan Nanas Kondisi Tanaman Tanggal No. Pengamatan Akar Tunas Daun Kalus



Keterangan Kontamiasi



1



10 April 2012



Kontaminasi jamur



2



12 April 2012



Kontaminasi jamur



3



17 April 2012



Kontaminasi jamur



4



19 April 2012



Kontaminasi jamur



5



24 April 2012



Kontaminasi jamur



6



26 April 2012



Kontaminasi jamur



Sumber: Laporan Sementara



Gambar 3.1 eksplan nanas 2. Pembahasan Bahan eksplan yang digunakan berupa daun nanas. Bahan yang digunakan memiliki karakteristik jaringan tebal. Sebelum dilakukan penanaman terlebih dahulu dilakukan sterilisasi pada bahan tanam. Sterilisasi eksplan dilakukan menggunakan clorox (sunclin) dengan melakukan perendaman selama ± 3 menit pada bahan dan membilas bahan dengan aquadest. Sterilisasi bahan harus dilakukan dengan tepat, apabila perendaman clorox terlalu lama maka jaringan dari bahan tanam



akan mengalami kematian (browning) sehingga tidak mampu membentuk individu baru, apabila sterilisasi terlalu singkat maka bahan tanam yang digunakan akan membawa bibit – bibit kontaminasi. Pada eksplan nanas perendamannya dilakukan lebih lama daripada eksplan yang lain, karena daun nanas memiliki jaringan yang tebal dan lebih keras, sehingga sterilisasinya juga perlu ditingkatkan. Pada praktikum kultur jaringan nanas, setelah diamati terjadi kontaminasi berupa jamur atau fungi yang menyebabkan eksplan tidak dapat tumbuh dan membusuk. Hal ini dapat terjadi dikarenakan kurangnya ketelitian dalam melakukan sterilisasi dan penanaman eksplan sehingga terjadi kontaminasi di dalam media ataupun eksplan. E. Kesimpulan Dan Saran 1. Kesimpulan a. Tingkat keberhasilan kultur jaringan nanas ini 0% b. Adanya kontaminasi jamur menyebabkan eksplan tidak dapat tumbuh. c. Pemberian IBA dan BAP tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan eksplan. 2. Saran a. Pemilihan eksplan harus dilakukan secara tepat agar pengkulturan dapat berjalan lancar. b. Bagian tanaman yang digunakan untuk eksplan sebaiknya bagian jaringan yang masih aktif mengalami pembelahan. c. Kebutuhan nutrisi tanaman harus tersedia dalam media tanam.



DAFTAR PUSTAKA Husen, M. 2008. Kontaminasi Dalam Kultur Jaringan. http://eshaflora.com. Diakses pada tanggal 28 April 2011 Naibaho, N., K. Darma, Sobir dan M. R. Suhartanto. 2008. Perbanyakan Massal Bibit Nanas dengan Stek Daun. Pusat Kajian Buah Tropika. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 20 hal Purnamaningsih, R. 2006. Induksi Kalus dan Optimasi Regenerasi Empat Varietas Padi melalui Kultur In Vitro. Jurnal AgroBiogen 2(2):74-80 Sunarjono, H. 2005. Berkebun 21 Jenis Tanaman Buah. Cet ke-2. Penebar Swadaya: Jakarta Yusnita. 2007. Hibridisasi dan Seleksi Untuk Mendapatkan Klon Nanas Unggul dan Teknik Kultur In Vitro Untuk Mempercepat Perbanyakan Klon Baru Nanas (Ananas comosus L.). http://digilib.unila.ac.id/go. Diakses pada tanggal 28 April 2011



ACARA IV KULTUR JARINGAN MAWAR



A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Tanaman mawar merupakan tanaman berbunga yang digemari oleh banyak orang. Tanamana ini biasa diperbanyak dengan stek atau cutting sehingga tanaman baru mempunyai sifat genetik sama dengan induknya. Perlakuan penyetekan pada tanaman mawar hanya mampu menghasilkan tsedikit tanaman baru dan apabila induk tanaman mawar dipotong secara terus-menerus sebagai bahan stek maka tanaman induk tersebut akan rusak. Oleh karena itu, diperlukan suatu metode atau cara yang efektif dan efisien serta cepat dalam memperkembangbiakan tanaman mawar. Kultur jaringan sebagai salah satu metode perbanyakan tanaman dapat dipilih untuk mengatasi permasalahana diatas. Pada kultur jaringan tidak menutup kemungkinan ditambahkannya suatu zat pengatur tumbuh untuk mempercepat regenerasi dan pertumbuhan dari jaraingan tanaman sehingga tanaman baru yang dihasilkan dalam waktu singkat dan berjumlah banyak. 2. Tujuan Praktikum Tujuan praktikum Acara IV Kultur Jaringan Mawar adalah : a. Mengetahui teknik kultur jaringan mawar. b. Mengetahui pengaruh BAP dan IBA terhadap pertumbuhan dan perkembangan eksplan mawar. B. Tinjauan Pustaka Mawar (Rosa hybrida L.) biasa diperbanyak secara vegetatif, sedangkan secara generatif hanya ditujukan untuk pemuliaan. Perbanyakan mawar bunga potong umumnya diperbanyak secara okulasi, okulasi mata tunas atau okulasi mata berkayu. Okulasi mata tunas dilakukan pada saat kulit batang bawah



mudah dikelupas. Pada saat tersebut sel-sel tanaman dan sel-sel kambium tersebut sedang dalam keadaan aktif (Anonim, 2008). Media yang digunakan dalam kultur jaringan mawar mempunyai komposisi media yang berbeda jenis bahan kimia atau konsentrasinya. Perbedaan komposisi media dapat mengakibatkan perbedaan pertumbuhan dan perkembangan mawar yang ditumbuhkan secara invitro. Media Murashige dan Skoog (MS) sering digunakan karena cukup memenuhi unsur hara mikro, makro dan vitamin untuk pertumbuhan tanaman (Marlina, 2004). Kultur Pucuk (Shoot Culture) adalah teknik mikropropagasi yang dilakukan dengan cara mengkulturkan eksplan yang mengandung meristem pucuk dengan tujuan perangsangan dan perbanyakan tunas-tunas/cabangcabang aksilar. Tunas-tunas aksilar tersebut selanjutnya diperbanyak melalui prosedur yang sama seperti eksplan awalnya dan selanjutnya diakarkan dan ditumbuhkan dalam kondisi in vivo (Anonim, 2010). Keberhasilan teknik kultur jaringan dipengaruhi antara lain oleh jenis eksplan, yaitu bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan untuk inisiasi suatu kultur, dan komposisi media yang digunakan. Pada dasarnya, semua tanaman dapat diregenerasikan menjadi tanaman sempurna bila ditumbuhkan pada media yang sesuai. Salah satu komponen media yang menentukan keberhasilan kultur jaringan adalah jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang



digunakan.



Sitokinin



digunakan



untuk



menumbuhkan



dan



menggandakan tunas aksiler atau merangsang pertumbuhan tunas adventif (Yusnita, 2004). Dalam budidaya in vitro (kultur jaringan), menginduksi kalus merupakan salah satu langkah penting, setelah itu diusahakan agar terjadi diferensiasi akar dan tunas. Proses terjadinya kalus sampai diferensiasi berbeda–beda, tergantung pada bagian tanaman yang dipakai sebagai eksplan, metode budidaya in vitro, juga zat–zat tanaman yang di bubuhkan pada media dasar. Untuk mendapatkan kalus penggunaan eksplan dari daun umumnya lebih menguntungkan dari pada eksplan batang. Masalah yang perlu diantipasi adalah generasi kalus menjadi planlet. Untuk mendapatkan kalus,



zat pengatur tumbuh yang biasa digunakan adalah 2,4–D dari golongan auksin dan BAP dari golongan sitokinin (Ibrahim et al, 2004). Pada 0 ppm BAP tidak ada satupun kalus yang terbentuk. Nilai tertinggi dijumpai pada pemberian 4 ppm BAP dengan menghasilkan prosentase kalus terbentuk sebesar 69,7%, yang berbeda sangat nyatadengan pemberian 0 ppm BAP. Hasil penelitian menunjukkan bahwapada konsentrasi 4 ppm BAP sinergis dengan pemberian 15 ppm CCC sehingga menghasilkan prosentase kalus tertinggi. Penelitian ini menunjukkan bahwa dengan peningkatan konsentrasi BAP hingga 4 ppm terjadi peningkatan prosentase kalus. Tetapi setelah itu, makin tinggi konsentrasi BAP dalam media tumbuh makin menurun prosentase kalus yang terbentuk (Sofia, 2007). C. Metode Praktikum 1. Waktu dan Tempat Praktikum Praktikum Acara IV Kultur Jaringan Mawar dilaksanakan pada tanggal 5 April 2012, bertempat di Laboratorium Fisiologi Tanaman dan Bioteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Alat a. LAFC lengkap dengan lampu Bunsen b. Petridish c. Botol-botol kultur d. Peralatan diseksi, yaitu pinset besar atau pinset kecil, pemes. 3. Bahan a. Eksplan Mawar b. Media kultur c. Alkohol 90 % d. Aquadest steril e. Spiritus f. Chlorox (Sunclin) 4. Cara Kerja a. Mempersiapkan eksplan b. Mensterilkan eksplan dan melakukannya dalam LAFC:



1) Merendam eksplan dalam larutan chlorox 2) Membilas eksplan dengan aquadest steril c. Menanam eksplan: 1) Membuka plastik penutup botol media perlakuan 2) Mengambil eksplan dan menanamnya dalam media perlakuan 3) Membakar pinset diatas api sebelum dan sesudah digunakan 4) Mendekatkan



mulut



botol



dengan



api



untuk



menghindari



kontaminasi selama penanaman. d. Memelihara eksplan 1) Menempatkan botol-botol kultur berisi media dan eksplan di rak kultur 2) Menjaga lingkungan diluar botol meliputi; suhu, kelembaban, dan cahaya 3) Menyemptot botol-botol kultur dengan spiritus 2 hari sekali untuk mencegah kontaminasi. e. Melakukan Pengamatan Selama 5 minggu, meliputi; 1) Presentase keberhasilan kultur jaringan 2) Saat muncul tunas dan akar, mengamati 2 hari sekali 3) Jumlah daun dan jumlah akar, serta jumlah tunas dan kalus pada akhir pengamatan. f. Perhitungan persentase keberhasilan, dilakukan pada akhir pengamatan.



D. Hasil dan Pembahasan 1. Hasil Pengamatan Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Acara IV Kultur Jaringan Mawar (Rossa sp.) Kondisi Tanaman Tanggal Keterangan No. Pengamatan Kontamiasi Akar Tunas Daun Kalus 1



10 April 2012



Kontaminasi jamur



2



12 April 2012



Kontaminasi jamur



3



17 April 2012



Kontaminasi jamur



4



19 April 2012



Kontaminasi jamur



5



24 April 2012



Kontaminasi jamur



6



26 April 2012



Kontaminasi jamur



Sumber : Laporan Sementara



Gambar 4.1 eksplan mawar 2. Pembahasan Bahan yang digunakan dalam kultur jaringan ini adalah ruas batang mawar dari jaringan yang masih muda. Penggunaan ruas batang yang masih muda ini adalah agar mampu beregenerasi dengan lebih cepat. Dalam kultur batang mawar ini tingkat keberhasilan yang didapat adalah 0%. Eksplan yang dikulturkan tidak ada yang hidup. Eksplan yang ditanam terkontaminasi oleh jamur sehingga membusuk dan tidak dapat tumbuh. Hal ini dapat terjadi dikarenakan kurangnya ketelitian dalam melakukan sterilisasi dan penanaman eksplan sehingga terjadi kontaminasi di dalam media ataupun eksplan



Media yang digunakan dalam kultur jaringan mawar adalah Murashige dan Skoog (MS) yang dimodifikasi dengan penambahan ZPT BAP 2 ppm dan IBA 0,5 ppm. BAP merupakan zat pengatur tumbuh berupa sitokinin yang dapat merangsang tumbuhnya tunas, sedangkan IBA merupakan zat pengatur tumbuh berupa auksin yang merangsang pertumbuhan akar dan kalus. Namun, pemberian IBA dan BAP pada eksplan mawar ini belum dapat diamati karena eksplan tersebut mengalami kontaminasi bakteri sebelum tumbuh menjadi tanaman baru. Sedangkan bahan-bahan kimia yang digunakan dalam acara ini yaitu: fungisida, alkohol 96%, aquadest steril, spirtus dan Chlorox (Sunclin). Bahan-bahan ini digunakan sebagai fungsi dari sterilisasi secara kimiawi. Alkohol 96% digunakan untuk menghilangkan bakteri dan mikroba sewaktu proses sterilisasi alat-alat diseksi dan perendaman eksplan. Fungisida digunakan untuk perendaman eksplan agar terhindar dari kontaminasi fungi pada eksplan ketika jaringan tersebut baru diambil dari lingkungan luar. Aquadest steril digunakan untuk menghilangkan dari pengaruh sesudah perendaman eksplan dalam berbagai zat kimia (menetralkan). Sehingga sel-sel eksplan tersebut dapat terus hidup dan aktif membelah. Spiritus digunakan untuk menghilangkan kontaminasi bakteri dan mikroba. Biasanya cairan ini disemprotkan pada tangan, petridish dan botol-botol kultur yang digunakan selama proses penanaman. Clorox merupakan senyawa kimia desinfektan yang dapat membunuh mikroba. Eksplan direndam dalam larutan klorox sebelum ditanam. Selama proses pensterilan eksplan dan penanaman eksplan dilakukan di dalam LAFC (Laminar Air Flow Cabinet), dilakukan dengan secara cermat sesuai urutan dan hati-hati agar tetap netral bebas dari ancaman kontaminasi. Keberhasilan kultur jaringan dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain bahan tanam yang digunakan (genetik, fase perkembangan, ukuran eksplan, musim, jenis jaringan dan jenis tanaman), lingkungan sekitar,



kesterilan alat, media dan tempat. Sedangkan kegagalan dalam kultur jaringan dipengaruhi oleh kesterilan media dan eksplan. E. Kesimpulan Dan Saran 1. Kesimpulan a. Kegagalan dari kultur jaringan dari tanaman mawar ini dikarenakan terjadinya kontaminasi jamur. b. Kontaminasi yang terjadi karena sterilisasi dari bahan maupun media kurang sempurna sehingga mikrobia-mikrobia masih hidup dan berkembang di dalam botol kultur. c. Pengaruh BAP dan IBA belum bisa diamati karena eksplan mati. d. Fungsi dari IBA digunakan sebagai permacu pertumbuhan akar sedangkan BAP sebagai pemacu pertumbuhan tunas. e. Prosentase keberhasilan dari kultur jaringan mawar ini adalah 0% 2. Saran Pada saat sterilisasi perendaman dalam larutan clorox perlu dilakukan agak lama karena sterilisasi yang dilakukan terkadang belum membunuh keseluruhan mikrobia sehingga terjadi kontaminasi. Pemilihan eksplan perlu dilakukan secara cermat untuk menghindari adanya penyakit yang terbawa oleh eksplan tanaman.



DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2010. Kultur Pucuk. Available at e-learning.unram.ac.id/Kuljar/BAB V. Diakses pada tanggal 17 Mei 2012 Anonim. 2008. Perbanyakan Mawar secara Stenting (Stek dan grafting). http://hortikultura.litbang.deptan.go.id. Diakses pada tanggal 20 Mei 2012 Ibrahim,M.S.D., N. Nova K., Nurliani B. 2004. Studi Pendahuluan : Induksi Kalus Embriogenik Dari Eksplan Daun Echinaceae purpurea. Buletin TRO Vol. XV No. 2, 2004 Marlina N. 2009. Teknik modifikasi media Murashige dan Skoog (MS) untuk konservasi in vitro Mawar. Buletin Teknik Pertanian 9(1):4-6 Nia.



2008. Hormon Pertumbuhan Pada Tumbuhan. http://.anthuriumonline.wordpress.com. Diakses pada tanggal 20 Mei 2012



Sofia, D. 2007. Pengaruh Berbagai Konsentrasi Benzyl Amino Purine Dan Cycocel Terhadap Pertumbuhan Embrio Kedelai (Glysine max L. Marr.). USU Reposytor Yusnita. 2004. Kultur Jaringan: Cara Memperbanyak Tanaman secara Efisien. Agromedia Pustaka: Jakarta



ACARA V SUBKULTUR A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Kultur jaringan itu sendiri dimulai dari pemilihan dan penyiapan tanaman induk sumber eksplan, inisiasi



kultur, multifikasi dan



perbanyakan propagul, pemanjangan tunas dan pertumbuhan akar dan aklimatisasi. Pada saat tahapan-tahapan tersebut berlangsung terutama pada tahapan multifikasi dan elongasi media untuk eksplan harus diganti, pergantian dari media lama ke media baru disebut dengan subkultur. Metode kultur jaringan dikembangkan untuk membantu memperbanyak tanaman, khususnya untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan secara generatif. Multiplikasi adalah kegiatan memperbanyak calon tanaman dengan menanam eksplan pada media. Kegiatan ini dilakukan di laminar flow untuk menghindari adanya kontaminasi yang menyebabkan gagalnya pertumbuhan eksplan. Tabung reaksi yang telah ditanami ekplan diletakkan pada rak-rak dan ditempatkan di tempat yang steril dengan suhu kamar. Pengakaran adalah fase dimana eksplan akan menunjukkan adanya pertumbuhan akar yang menandai bahwa proses kultur jaringan yang dilakukan mulai berjalan dengan baik. Pengamatan dilakukan setiap hari untuk melihat pertumbuhan dan perkembangan akar serta untuk melihat adanya kontaminasi



oleh bakteri



ataupun



jamur. Eksplan



yang



terkontaminasi akan menunjukkan gejala seperti berwarna putih atau biru (disebabkan jamur) atau busuk (disebabkan bakteri). 2. Tujuan Praktikum Praktikum Kultur Jaringan Acara V ini bertujuan untuk mengetahui teknik sub kultur untuk beberapa jenis kalus yang tersedia.



B. Tinjauan Pustaka Sub kultur merupakan salah satu tahap dalam perbanyakan tanaman melalui kultur jaringan. Pada dasarnya sub kultur kita memotong, membelah dan menanam kembali eksplan yang telah tumbuh sehingga jumlah tanaman akan bertambah banyak. Sub kultur adalah suatu usaha untuk mengganti media kultur jaringan dengan media yang baru, sehingga kebutuhan nutrisi untuk kalus atau protokormus dapat terpenuhi (Anonima, 2009). Bila eksplan tumbuh dengan baik, dan sifat totipotensi selnya muncul. Mestinya ada proses pertumbuhan yang mengarah pada pengkhususan, yaitu dari eksplan membentuk kalus, kalus membentuk tunas, akar, embrio somatic atau organ lain (Anonimb, 2006). Dua zat pengatur tumbuh yaitu auksin dan sitokinin merupakan zat pengatur tumbuh yang umum digunakan dalam budidaya kultur jaringan. Hal yang lebih menentukan arah pertumbuhan jaringan tanaman adalah perimbangan dari dua zat pengatur tumbuh tersebut (George et all, 1990). Problem utama berkaitan dengan proses pertumbuhan adalah bila eksplan yang ditanam mengalami stagnasi, dari mulai saat tanam hingga kurun waktu tertentu tidak mati tetapi tidak tumbuh. Mestinya pertumbuhan ditandai dengan pertambahan ukuran, misalnya : berat, panjang dan jumlah (Tanaka et all, 2004). Sterilisasi permukaan bahan tanam dapat dilakukan dengan bermacammacam bahan pensteril (sterilan). Bentuk dan konsentrasi sterilan yang digunakan dan waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan sterilisasi harus ditentukan secara tepat (Santoso et all, 2004). Subkultur dapat dilakukan ketika eksplan dalam botol sudah setinggi botol atau eksplan sudah berada lama didalam botol kultur sehingga pertumbuhannya sudah mulai berkurang. Pertumbuhan yang sudah mulai berkurang ini terjadi karena hara yang ada sudah mulai berkurang sehingga tidak mampu mendukung pertumbuhan eksplan lagi. Dengan adanya penggantian media ini diharapkan pertumbuhan eksplan akan menjadi baik lagi karena hara yang dibutuhkan sudah tercukupi lagi dan eksplan mendapat



tempat yang luas untuk berkembang karena botol juga sudah diganti (Juansah, 2009). C. Metode Praktikum 1. Alat a. LAFC lengkap dengan lampu Bunsen b. Petridish c. Botol-botol kultur d. Peralatan diseksi, yaitu pinset besar atau pinset kecil, pemes. 2. Bahan a. Eksplan : kalus, tunas/buku b. Media kultur c. Alkohol 90 % d. Aquadest steril e. Spiritus 3. Cara Kerja a. Penanaman eksplan 1) Membuka plastik penutup botol media kultur 2) Mengambil eksplan / memecah eksplan kalus / tunas / buku yang ada dan menanamnya di media kultur baru dengan pinset. Setelah digunakan, pinset harus selalu dibakar diatas api 3) Selama penanaman, mulut botol harus selalu dekat dengan api untuk menghindari kontaminasi b. Pemeliharaan 1) Botol-botol media berisi eksplan ditempatkan di rak-rak kultur 2) Lingkungan di luar botol harus dijaga suhu, kelembaban, dan cahayanya 3) Penyemprotan botol-botol kultur dengan spirtus dilakukan 2 hari sekali untuk mencegah kontaminasi c. Pengamatan selama 5 minggu, meliputi : 1) Saat muncul akar, tunas, daun dan kalus (HST), diamati setiap hari 2) Jumlah akar, tunas dan daun, diamati 1 minggu sekali



3) Deskripsi kalus (struktur dan warna kalus), dilakukan pada akhir pengamatan D. Hasil dan Pembahasan 1. Hasil Pengamatan Tabel 5.1 Hasil Pengamatan Acara V Subkultur Krisan No.



Kondisi Tanaman



Tanggal Pengamatan



1



17 April 2012



2



19April 2012



3



24 April 2012



4



26 April 2012



5



1 Mei 2012



6



3 Mei 2012



Akar



Tunas



Daun



Keterangan Kalus



Kontamiasi



Sumber : Laporan Sementara



Gambar 5.1 Eksplan Krisan 2. Pembahasan Sub kultur merupakan salah satu tahap dalam perbanyakan tanaman melalui kultur jaringan. Pada dasarnya sub kultur kita memotong, membelah dan menanam kembali eksplan yang telah tumbuh sehingga jumlah tanaman akan bertambah banyak. Sub kultur adalah suatu usaha untuk mengganti media kultur jaringan dengan media yang baru, sehingga kebutuhan nutrisi untuk kalus atau protokormus dapat terpenuhi.



Parameter perlu dilakukannya sub kultur selain hal diatas adalah waktu kemunculan akar (hari), jumlah akar, waktu kemunculan tunas (hari), jumlah daun, kondisi tanaman yang ditandai oleh ada tidaknya kontaminasi oleh bakteri atau jamur, baik pada media maupun pada planlet. Bagian planlet yang disubkultur adalah pucuk dan node pertama hingga node keempat. Setiap node terdiri atas satu helai daun. Dalam penanaman diusahakan daun tidak menyentuh media untuk mengurangi kemungkinan kontaminasi. Pada sub kultur tanaman krisan dalam satu botol media ditanami 1 planlet. Pada praktikum subkultur, kalus yang digunakan yaitu kalus krisan. Kalus krisan yang sudah disiapkan dipindahkan pada media agar lain, kemudian diamati selama 5 minggu. Pada minggu pertama krisan tampak normal, namun terlihat media bagian bawah agak cair. Pada minggu kedua tampak media yang cair tersebut menyebabkan eksplan tidak dapat tumbuh sehingga lama-kelamaan kalus krisan menjadi mati. Hal ini dimungkinkan karena tahapan pembuatan media yang kurang optimal sehingga masih ada media yang dapat cair. Satu hal yang perlu diperhatikan dalam memilih saat sub kultur adalah jangan sampai terlambat menentukan saat subkultur yang paling tepat. Jika sub kultur terlambat dilakukan atau usia eksplan sudah tua dalam botol maka hasilnya tidak begitu bagus. Pada praktikum sub kultur ini praktikan tidak mengetahui umur dari eksplan didalam botol. Sehingga kemungkinan kegagalan sub kultur bisa dikarenakan oleh hal ini. Kondisi awal tanaman krisan pada saat subkultur ialah karena media sebelumnya sudah sangat padat. Untuk itu diperlukan pergantian media sehingga tanaman tersebut dapat tumbuh dengan optimal karena tidak kekurangan unsur hara untuk diserap. Pada saat subkultur, tanaman krisan lebih mudah dan tidak terlalu rentan terhadap cahaya ataupun panas. Kontaminasi sangat beragam, keragaman tersebut dapat dilihat dari jenis kontaminasinya (bakteri, jamur, virus, dan lain-lain). Upaya mencegah terjadinya kontaminsi antara lain adalah



membiasakan



membersihkan berbagai sarana yang diperlukan dalam kultur jaringan. Mengusahakan bahwa proses sterilisasi media secara baik dan benar. E. Kesimpulan Dan Saran 1. Kesimpulan a. Sub kultur adalah suatu usaha untuk mengganti media kultur jaringan dengan media yang baru, sehingga kebutuhan nutrisi untuk kalus atau protokormus dapat terpenuhi b. Eksplan pada paktikum ini terkontaminasi jamur, c. Kontaminasi ini dikarenakan ruangan steril yang digunakan tidak terjaga suhu dan kelembabannya. 2. Saran Sebaiknya ruang sterilnya dijaga suhu dan kelembabannya sehingga tidak terjadi kontaminasi. Proses pembuatan media serta strerilisasi perlu lebih dioptimalkan untuk menghindari kontaminasi.



DAFTAR PUSTAKA Anonima, 2009. Sub kultur. www. google.com. Diakses tanggal 30 April 2011 Anonimb. 2006. Masalah-masalah yang Timbul pada Kultur Jaringan. http://iptek-net.go.id. Diakses pada tanggal 30 April 2011 George, E.F. dan Sherrington P.D. 1990. Plant Propagation by Tissue Culture. Handbook and Directory of Commercial Laboratories. Exegetics Limited. England. Juansah. 2009. Tentang Kultur Jaringan. BBPP Lembang. Lembang. Santoso, U., dan F Nursandi. 2004. Kultur Jaringan Tanaman. UMM Press. Malang. Tanaka, M., dan Sakanishi Y. 1997. Factors Affecting The Growth of In Vitro Cultured Lateral Buds from Phalaenopsis Flower Stalks. J. Scientia Hort 8(4) : 169 – 178.