..Eksekusi Jaminan Fidusia [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA MAKALAH Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Hukum Acara Pengadilan Agama II yang diampu oleh dosen Dr. H. Acep Saefuddin, S.H., M.Ag.



Disusun oleh: Kelompok 12 NIM



1183010088



Muhammad Kokodi Akbar



NIM



1183010090



Muhammad Rafi Kaimudin



PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG 2020/2021



KATA PENGANTAR



Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan karunia, taufik, dan hidayah-Nya kepada kami sehingga dapat menyusun dan menyelesaikan makalah dengan judul “Eksekusi Jaminan Fidusia” Makalah ini disusun dengan maksud dan tujuan untuk menambah pemahaman kami terhadap ranah hukum islam yang ada di Indonesia, lebih spesifik dalam tata cara beracara di Pengadilan dalam perkara Ekonomi Syariah, dengan bahasan seperti dalam judul yang tertera diatas pada umumnya dan juga memenuhi tugas mata kuliah Hukum Acara Pengadilan Agama II yang lebih dikhususkan nya Dengan terselesaikannya makalah ini kami mengucapkan terima kasih kepada bapak dosen, yakni Bapak Dr. H. Acep Saefuddin, S.H., M.Ag. selaku dosen pengampu sekaligus pembimbing kami, yang telah memberikan kami tugas karya tulis ilmiah ini dengan waktu yang telah ditentukan sebagaimana mestinya dan sebagai bentuk melatih kedisiplinan kami dalam mengemban tanggungjawab sebagai seorang Mahasiswa dalam proses pembelajaran penyusunan makalah pada mata kuliah terkait Kami mengetahui dan menyadari betul bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang dapat membangun dari



bapak dosen yang kami hormati demi kesempurnaan makalah ini dan



pembelajaran untuk kami di kemudian harinya



Bandung, 9 Januari 2020



Penulis



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR .................................................................................... DAFTAR ISI ................................................................................................... BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. A. Latar Belakang Masalah ................................................................. B. Rumusan Masalah ........................................................................... C. Tujuan Penulisan ............................................................................. BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ A. Pengertian Jaminan Fidusia ................................... B. Jaminan Fidusia Yang Menjadi Kewenangan PA…………………….. C. Asas Asas Jaminan Fidusia……………………………. D. Eksekusi Jaminan Fidusia ................................ BAB III PENUTUPAN ................................................................................... DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fidusia tidak ada diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, dan lahir dari pelaksanaan asas kebebasan berkontrak yang diatur dalam Pasal 1338 Kitab UndangUndang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi yang membuatnya. Artinya setiap orang diperbolehkan membuat perjanjian apa saja baik yang sudah diatur dalam undangundang maupun belum diatur dalam undang-undang, sehingga banyak muncul perjanjian-perjanjian dalam bentuk baru yang menggambarkan maksud dan kehendak masyarakat yang selalu dinamis.1 Latar belakang lahirnya lembaga fidusia adalah karena adanya kebutuhan dalam praktek. Kebutuhan tersebut didasarkan atas fakta-fakta bahwa menurutsistem hukum kita jika yang menjadi objek jaminan utang adalah benda bergerak, maka jaminannya diikat dalam bentuk gadai dimana objek jaminan tersebut harus diserahkan kepada pihak yang menerima gadai (kreditur). Sebaliknya, jika yang menjadi objek jaminan utang adalah benda tak bergerak, maka jaminan tersebut haruslah berbentuk hipotik (sekarang ada hak tanggungan) yang mana objek jaminan tidak diserahkan kepada kreditur, tetapi tetap dalam kekuasaan debitur. Akan tetapi, terdapat kasus-kasus dimana barang objek jaminan utang masih tergolong barang bergerak, tetapi pihak debitur enggan menyerahkan kekuasaan atas barang tersebut kepada kreditur, sementara pihak kreditur tidak mempunyai kepentingan bahkan kerepotan jika barang tersebut diserahkan kepadanya. Karena itu, dibutuhkanlah adanya suatu bentuk jaminan utang yang objeknya masih tergolong benda bergerak tetapi tanpa menyerahkan kekuasaan atas benda tersebut kepada pihak kreditur. Akhirnya munculah bentuk jaminan baru dimana objeknya benda bergerak, tetapi kekuasaan atas benda tersebut tidak beralih dari debitur kepada kreditur. Inilah yang disebut dengan jaminan fidusia.



1



Nurwidiatmo, 2011, Kompilasi Bidang Hukum Tentang Leasing, BPHN, Jakarta, h.2



Untuk mengatasi kebutuhan akan pinjaman modal untuk usaha serta jaminan kepastian dan perlindungan bagi lembaga keuangan, perkembangan sosial ekonomi masyarakat serta ilmu pengetahuan menyebabkan fidusia berkembang menjadi hukum kebiasaan yang hidup ditengah masyarakat. Dengan meningkatnya ekonomi masyarakat, maka fidusia selain berkembang dalam pembiayaan untuk pembelian barang-barang modal seperti mesin-mesin, fidusiajuga berkembang untuk pembiayaan konsumtif, seperti pembiayaan pembelian kendaraan bermotor, baik mobil maupun sepeda motor.



B. Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis merumuskan beberapa masalah yang akan dibahas sebagai berikut: 1. Apakah yang dimaksud dengan Jamina fidusia? 2. Apa yang menjadi kewenangan PA dalam jaminan fidusia? 3. Apa asas asas jaminan fidusia? 4. Bagaimana eksekusi jamnina fidusia? C. Tujuan Penulisan Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penulis akan menjawab beberapa tujuan penulisan sesuai pertanyaan diatas, yakni sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui dan memahami apa yang di maksud dengan jaminan fidusia 2. Untuk mengetahui dan memahami kewenangan PA dalam jaminan fidusia 3. Untuk mengetahui dan memahami asas asas dalam jaminan fidusia 4. Untuk mengetahui dan memahami eksekusi jaminan fidusia



BAB II PEMBAHASAN



A. Pengertian Jaminan Fidusia Fidusia berasal dari kata fiduciair atau fides, yang artinya kepercayaan,yaitu penyerahan hak milik atas benda secara kepercayaan sebagai jaminan(agunan) bagi pelunasanpiutang kreditor. Fidusia sering disebut denganistilah FEO, yang merupakan singkatan dari Fiduciare Eigendom Overdracht.Penyerahan hak milik atas benda ini dimaksudkan hanya sebagai agunan bagipelunasan utang tertentu, di mana memberikan kedudukan yang diutamakankepada penerima fidusia (kreditor) terhadap kreditor-kreditor lainnya.2 Pengertian fidusia dinyatakan dalam Undang-UndangNo 42 Tahun 1999 TentangJaminan Fidusia Pasal 1 angka 1, bahwa: fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasarkepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannyadialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. Sedangkan pengertian jaminan fidusia terdapat dalam Pasal 1 angka 2 UUJF yangmenyatakan, bahwa: jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yangberwujud maupun yang tidak berwujud dan benda



tidak



bergerakkhususnya



bangunan



yang



tidak



dapat



dibebani



hak



tanggungansebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberifidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yangmemberikankedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditorlainnya.3 B. Jaminan Fidusia Dalam Kewenangan PA Merujuk pada Pasal 49 UU No. 3 Tahun 2006, peneliti berkesimpulan eksekusi hak tanggungan yang berbasis akad syariah adalah wewenang absolut peradilan agama. Kuncinya karena bisnis yang dijalankan berbasis pada syariah.



2 3



Rachmadi Usman, Hukum Kebendaan, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2011), h. 283 Pasal 1 Undang-Undang nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia



Meskipun demikian, mekanisme permohonan eksekusi hak tanggungan itu masih menggunakan hukum acara yang berlaku di peradilan umum. Pertama, argumentasi itu didasarkan pada Pasal 54 UU Peradilan Agama yang tegas-tegas menyatakan hukum acara yang berlaku di peradilan umum dipakai di lingkungan peradilan kecuali yang secara khusus telah diatur dalam UU Peradilan Agama. Kedua, sebagian besar payung hukum eksekusi hak tanggungan memang masih berpatokan pada hukum yang dipakai di peradilan umum. Misalnya, UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, dan UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Belakangan, ada banyak peraturan yang mengakomodasi berlakunya fidusia online. Tim peneliti menemukan fakta eksekusi penetapan pengadilan terhadap objek jaminan hak tanggungan sering menimbulkan keberatan atau perlawanan atas penyitaan yang diletakkan terhadap objek jaminan. Penyebabnya antara lain besarnya jumlah utang, ketidakjelasan status hukum kepemilikan objek jaminan, dan ada kemungkinan hak pihak ketiga pada objek jaminan. Dalam hal inilah peran hakim Pengadilan Agama menentukan. Hakim disarankan untuk memerintahkan pemeriksaan insidentil. Misalnya, jurusita datang ke Kantor Pertanahan (BPN) untuk memastikan objek jaminan benar-benar terdaftar atas nama debitor. Tentu saja permohonan eksekusi itu tak gratis dan tak segampang membalik telapak tangan. Ada biaya panggilan, biaya pemberitahuan eksekusi, biaya pengumuman lelang, biaya lelang, dan biaya eksekusi. Khusus untuk permohonan eksekusi hak tanggungan, ada meja pendaftaran yang harus didatangi dengan membawa berkas lengkap. Biayabiaya juga harus disiapkan. Pengadilan mengeluarkan peringatan (aanmaning). Jika tidak berhasil maka eksekusi dilaksanakan. Bagaimana jika objek jaminan ada di wilayah Pengadilan Agama lain? Maka melalui Pengadilan Agama yang memutus bisa meminta bantuan ke Pengadilan Agama yang wilayah kerjanya meliputi lokasi objek hak tanggungan.



C. Asas Asas Jaminan Fidusia4 Asas Acessoir bahwa Jaminan Fidusia merupakan jenis jaminan khusus kebendaan yang timbul berdasarkan perjanjian. Perjanjian fidusia tidak akan ada apabila para pihak tidak memperjanjikannya. Hal ini berbeda dengan hak istimewa yang lahir karena ketentuan undang-undang. Masalahnya, perjanjian jaminan fidusia merupakan perjanjian kebendaan yang tidak berdiri sendiri. Perjanjian fidusia lahir disebabkan adanya perjanjian pokok yang mendahuluinya. Hal ini dikenal dengan istilah perjanjian accessoir (perjanjian ikutan). Pada prinsipnya, karekteristik perjanjian kebendaan yang bersifat acessoir tidak hanya terdapat dalam jaminan fidusia saja. Karakteristik perjanjian kebendaan yang bersifat acessoir tersebut terdapat juga dalam jaminan khusus kebendaan lainnya seperti gadai, hipotik dan hak tanggungan. Hal ini disebabkan perjanjian penjaminan didahului oleh adanya perjanjian pokok yang berupa perjanjian hutang piutang. Tanpa perjanjian hutang piutang, perjanjian penjaminan tidak akan ada. Demikian pula jika perjanjian hutang piutangnya telah hapus, maka keberadaan jaminan kebendaan menjadi tidakada artinya lagi. Berdasarkan hal tersebut, maka keberadaan jaminan fidusia bergantung pada perjanjian pokoknya. Jika perjanjian pokoknya hapus, maka keberadaan jaminan fidusia secara hukum juga hapus. Namun keadaan tersebut tidak berlaku sebaliknya. Jikajaminan fidusianya hapus, tidak serta merta perjanjian pokoknya hapus. Musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia tidak serta merta mengakibatkan hapusnya perikatan pokok yang berupa hutang piutang. Mengenai asas acessoir ini disebutkan dalam Pasal 4 Undang-Undang No 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. Pasal 4 Undang-Undang Jaminan Fidusia (UUJaminan Fidusia) menyebutkan:“Jaminan Fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi prestasi.” Asas Prioritas (kreditur memiliki kedudukan didahulukan) Asas prioritas merupakan asas penting yang berlaku terhadap semua jenis jaminan khusus kebendaan tidak hanya jaminan fidusia. Asas ini memberikan kedudukan kepada kreditur untuk didahulukan dalam hal terjadi eksekusi terhadap benda yang menjadi objek jaminan dibandingkan dengan kreditur-kreditur lainnya. Dengan adanya kedudukan yang didahulukan ini (preference), maka kreditur lebih terjamin atas pelunasan hutanghutangnya. Mengenai asas prioritas juga secara jelas terdapat dalam Pasal 1 angka 2 UU JaminanFidusia. Pasal 1 angka 2 UU Jaminan Fidusia menyebutkan: 4



Naskah Akademik Rancangan Undang Undang Atas perubahan Undang Undang Nomor



42 TAHUN 1999 tentang Jaminan Fidusia.



“Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditur lainnya.” Mekipun kreditur penerima fidusia memiliki kedudukan didahulukan dalam hal pelunasan hutang, akan tetapi hak tersebut tidaklah berlaku mutlak. Kedudukan didahulukan bagi penerima fidusia tidak berlaku apabila berhadapan dengan negara sebagai kreditur atau pemilik piutang terhadap benda yang dijaminkan dengan fidusia. Hal ini diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) sebagaimana diubahterakhirdengan UndangUndang Nomor 28 Tahun 2007. Pasal 21 KUP menyebutkan bahwa negara mempunyai hak mendahulu untuk utang pajak atas barang-barang milik penangung pajak. Lebih lanjut disebutkan bahwa hak mendahulu utang pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya. Pengecualian terhadap hal tersebut hanya berlaku terhadap biaya perkara dan biaya untuk menyelamatkan barang. Asas Droit de Suite (Jaminan Fidusia Megikuti Bendanya) Asas droit de suite adalah suatu asas dimana Jaminan Fidusia tetap mengikutibendanya dimanapun benda yang menjadi objek fidusia berada. Hal ini merupakan cirikhashak kebendaan dimana pemilik benda berhakuntuk mempertahankan haknya terhadap siapapun yang mengganggunya. Hak ini berbeda dengan hak perseorangan yang hanya dapat dituntut dan dipertahankan terhadap orang-orang tertentu. Asas droit de suite memberikan kepastian hukum kepada pemegang fidusia dalam hal mendapatkan pelunasan hutang atas objek yang menjadi jaminan fidusia. Dengan adanya asas ini maka pemegang fidusia sebagai kreditur tidak kehilangan haknya untuk melakukan eksekusi meskipun terjadi peralihan kepemilikan atas benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Sama halnya dengan asas mendahulu yang tidak berlaku mutlak, asas droit de suitejuga tidak berlaku mutlak. Mengenai asas droit de suite dan pengecualiannya disebutkan dalam Pasal 20 UU Jaminan Fidusiasebagai berikut: “Jaminan Fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi objek jaminan fidusia dalam tangan siapapun benda tersebut berada, kecuali pengalihan atas benda persediaan yang menjadi objek jaminan fidusia.” Berdasarkan hal tersebut, asas droit de suitetidak berlaku terhadap benda persediaan. Dengan demikian, terhadap benda persediaan pemegang jaminan fidusia kehilangan hak atas benda yang menjadi objek jaminan apabila telah dialihkan kepada pihak ketiga. Disebabkan kreditur kehilangan hak atas objek jaminan benda persediaan yang dialihkan kepada pihak ketiga, maka pemberi fidusia wajib mengganti objek jaminan fidusia yang dialihkan dengan nilai yang setara. Dalam hal debitur wanprestasi, maka hasil pengalihan



dan tagihan atas benda persediaan yang menjadi objek jaminan fidusia menjadi pengganti atas objek jaminan fidusia yang dialihkan. Meskipun asas droit de suitemerupakan ciri hak kebendaan, namun jika dikaitkan dengan ketentuan Pasal 1977 ayat (1) KUH Perdata, maka ketentuan tersebut tidaklah berlaku mutlak. Pasal tersebut berkaitan dengan bezitatas benda bergerak berlaku sebagai titleyang sempurna. Jadi siapa yang secara jujur menguasai suatu benda bergerak dengan bezitmaka dia dilindungi. Mengingat sebagian besar objek Jaminan Fidusia adalah benda bergerak, hal ini akan menjadi tantangan tersendiri dalam penerapan asas droit de suite. Asas droit de suite hanya dapat diterapkan sepanjang pihak ketiga memperoleh benda yang menjadi objek jaminan didasarkan pada iktikad yang tidak baik. Adapun beban pembuktian berada pada kreditur atau penerima fidusia. Hal ini didasarkan pada prinsip bahwa iktikad baik ada pada setiap orang, sedangkan iktikad tidak baik harus dibuktikan. Oleh karenanya, guna melindungi kepentingan kreditur atau penerima fidusia, sistim pendaftaran jaminan fidusia yang terintegrasi dengan sistim pendaftaran bendanya menjadi penting. Benda yang didaftarkan sebagai jaminan harus tercatat dalam sistem pendaftaran benda dimana benda tersebut didaftarkan sehingga prinsip droit de suitedapat berlaku secara efektif. Asas Kontijen Jaminan fidusia dapat diletakkan pada hutang yang akan ada (kontinjen). Hal ini diatur dalam Pasal 7 UU Jaminan Fidusia. Terdapat 3 (tiga)jenis hutang yang dapat dijamin pelunasannya dengan jaminan fidusia. Ketiga jenis hutang tersebut adalah: a.hutang yang telah ada; b.hutang yang akan timbul di kemudian hari yang telah diperjanjiakan dalam jumlah tertentu; c.hutang yang pada saat eksekusi dapat ditentukan jumlahnya berdasarkan perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban memenuhi prestasi. Berdasarkan hal tersebut, Jaminan Fidusia dapat lahir meskipun hutangnya belum ada, akan tetapi sudah diperjanjikan sebelumnya oleh para pihak dalam jumlah tertentu. Dengan demikian, perjanjian hutang piutang sebagai perjanjian pokoknya, tidak harus diikuti dengan pencairan pinjaman untuk diikat dengan Jaminan Fidusia. Pencairan pinjaman dapat dilakukan kemudian sesuai dengan perjanjian. Selain hutang yang akan ada, Jaminan Fidusia juga dapat dibebankan terhadap benda yang akanada. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 9 UU Jaminan Fidusia. Pasal 9 UU Jaminan Fidusia menyebutkan: “(1) Jaminana Fidusia dapat diberikan terhadap satu atau lebih satuan atau jenis Benda, termasuk piutang, baik yang telah ada pada saat jaminan diberikan maupun yang diperoleh kemudian.(2) Pembebanan jaminan atasBenda atau piutang yang diperoleh kemudian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak perlu dilakukan dengan perjanjian jaminan tersendiri.” Pasal 9 tersebut memberikan peluang yang sebesar-besarnya terhadap objek benda yang dapat dijaminkan dengan fidusia. Namun demikian, pasal tersebut juga menjelaskan



tentang karakteristik Jaminan Fidusia yang bukan lagi merupakan peralihan kepemilikan atas benda akan tetapi murni merupakan jaminan kebendaan. Dengan dimungkinkannya bendayang akan ada dijadikan objek Jaminan Fidusia, maka tidak ada peralihan kepemilikan atas benda yang dijadikan objek jaminan dari pemberi fidusia kepada penerima fidusia pada saat objek jaminan didaftarkan. Hal ini didasarkan pertimbangan bahwa benda yang akan ada tersebut belum secara fisik maupunyuridis dimiliki oleh pemberi Jaminan Fidusia. Asas Constitutum Possessorium. Constitutum Possesorium adalah cara penyerahan hak milik dengan melanjutkan penguasaan atas bendanya. Asas ini diterapkan terhadap perjanjian Jaminan Fidusia sebelum lahirnya UU Jaminan Fidusia. Setidak-tidaknya terdapat 3 (tiga)tahapdalam melahirkan Jaminan Fidusia sebelum berlakunya UU Jaminan Fidusia. Tahap pertama adalah pembuatan perjanjian pinjam meminjam antara debitur dankreditur. Tahap kedua tindakanpenyerahan benda oleh debitur kepada kreditur yang sifatnya abstrak karena benda fidusia tetap berada dalam kekuasaan debitur selaku pemberi fidusia. Penyerahan benda tersebut dilakukan secara constitutum possessorium. Tahap ketiga adalah perjanjian pinjam pakai (bruiklening) antara pemberi fidusia/debitur dan penerima fidusia/kreditur. Setelah lahirnya UU Jaminan Fidusia, proses penyerahan benda secara constitutumpossessoriumdan perjanjian pinjam pakai tidak disebutkan dalam bab tentang Pembebanan Jaminan Fidusia. Dalam Pasal 5 UU Jaminan Fidusia disebutkan bahwa pembebanan benda dengan Jaminan Fidusia dilakukan dengan akta notaris. Selanjutnya diikuti dengan pendaftaran benda yang menjadi objek fidusia sebagai jaminan. Berdasarkan Pasal 14 ayat (3) UU Jaminan Fidusia, fidusia lahir pada saat didaftarkan. Namun demikiandalam praktik notaris umumnya memasukkan klausul yang berisi tentang adanya peralihan kepemilikan dari pemberi fidusia kepada penerima fidusia dan status pemberi fidusia sebagai peminjam pakai. Hal ini tentunya menimbulkan masalah terkait dengan status kepemilikan benda yang menjadi objek jaminan. Pada dasarnya, penerima fidusia bukanlah pemilik yang sesungguhnya. Penerima fidusia hanya sebagai pemegang hak jaminan kebendaan sebagaimana jaminan kebendaan lainnya seperti gadai, hipotik dan hak tanggungan. Oleh karenaitu, penyerahan benda dimaksud harus dimaknai sebagai penyerahan bendajaminan tanpa adanya peralihan kepemilikan. Dengan demikian, klausul yang mencantumkan adanya peralihan kepemilikan dan status debitur sebagai peminjam tidak diperlukan, karenadapatmenimbulkan salah penafsiran tentang status kepemilikan benda. D.



Prosedur Eksekusi Jaminan Fidusia Pada dasarnya Eksekusi dapat dilakukan dalam dua ketentuan, pertama melalui putusan pengadilan, dan diluar pengadilan. Jika melalui putusan pengadilan maka melalui permohonan eksekusi di pengadilan, yang prosedurnya antara lain



1.



Permohonan eksekusi kepada ketua



2.



Peringatan (Aan maning)







Dipanggil tergugat untuk aanmaning







Dilakukan dalam sidang insidentil







Jika tergugat tidak menghadiri peringatan











Berdasarkan alasan







Tanpa alasan



Panggilan peringatan dipenuhi 



Diperingatkan untuk melaksanakan putusan







Dalam tenggang waktu 8 hari



3.



Surat perintah eksekusi dari Ketua Pengadilan







Perintah ditujukan kepada jurusita







Panitera/jurusita menjalankan eksekusi 4.



Panitera atau jurusita memberitahukan pelaksanaan eksekusi kepada tergugat







Pemberitahuan harus patut dan







Resmi 5,



Pada hari yang ditentukan jurusita kelapangan untuk melaksanakan eksekusi



Eksekusi oleh jurusita 6. Membuat berita acara eksekusi 



Menerangkan peristiwa yang sebenarnya pada saat dilaksanakan eksekusi







Dijelaskan barang yang bisa dieksekusi sebagian atau seluruhnya







Sebutkan luas dan batas tanah yang dieksekusi







Berita acara mencantumkan pihak2 yang hadir







Penandatangan berita acara :







Jurusita







Saksi-saksi







Tereksekusi (tidak harus)







Kepala desa (tidak harus)



Selain dengan permohonan ke pengadilan yang akan mengarahkan kepada putusan pengadilan, eksekusi juga bisa dilakukan tanpa melalui putusan pengadilan, seperti dengan groose akta ataupun dengan putusan arbitrase. Grosee akta adalah perjanjian berupa akta yang dibuat oleh kedua belah pihak yang bersangkutan atau dalam dengan kata lain antara kreditur dengan debitur dengan kesepakatan kesepakatan yang telah mereka sepakati. Kesepakatan itu dituliskan dalam sebuah akta yang didaftarkan kepada notaries. Dimana akta tersebut memiliki kekuatan hukum yang sama seperti putusan pengadilan, dan dilengkapi dengan kalimat “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” pada bagian kepala akta. Grosse Akte adalah salah satu salinan akte untuk pengakuan utang de-ngan kepala akte “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, yang mempunyai kekuatan eksekutorial. Adapun eksekusi jaminan fidusia telah diatur dalam Undang Undang No 49 Tahun 1999 Tentang jaminan fidusia. Yang menyatakan bahwa jaminan fidusia harus didaftarkan, cara pendaftaran jaminan fidusia Pasal 13 1. Permohonan pendaftaran Jaminan Fidusia dilakukan oleh Penerima Jaminan Fidusia dilakukan oleh Penerimaan Fidusia, kuasa atau wakilnya dengan melampirkan pernyataan pendaftaran Jaminan Fidusia. 2. Pernyataan pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat: a. indentitas pihak Pemberi dan Penerima Fidusia; b. tanggal, nomor akta Jaminana Fidusia, nama, dan tempat kedudukan notaris yang membuat akta Jaminan Fidusia; c. data perjanjian pokok yang dijamin Fidusia; d. uraian mengenai Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia; e. nilai penjaminan; dan f. nilai Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia. 3. Kantor Pendaftaran Fidusia memuat Jaminan Fidusia dalam Buku Daftar Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran. 4. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran Jaminan Fidusia dan biaya pendaftaran diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 13 1. Permohonan pendaftaran Jaminan Fidusia dilakukan oleh Penerima Jaminan Fidusia dilakukan oleh Penerimaan Fidusia, kuasa atau wakilnya dengan melampirkan pernyataan pendaftaran Jaminan Fidusia. 2. Pernyataan pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat: a. indentitas pihak Pemberi dan Penerima Fidusia; b. tanggal, nomor akta Jaminana Fidusia, nama, dan tempat kedudukan notaris yang membuat akta Jaminan Fidusia;



c. data perjanjian pokok yang dijamin Fidusia; d. uraian mengenai Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia; e. nilai penjaminan; dan f. nilai Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia. 3. Kantor Pendaftaran Fidusia memuat Jaminan Fidusia dalam Buku Daftar Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran. 4. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran Jaminan Fidusia dan biaya pendaftaran diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 14 1. Kantor Pendaftaran Fidusia menerbitkan dan menyerahkan kepada Penerima Fidusia Sertifikat Jaminana Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran. 2. Sertifikat Jaminan Fidusia yang merupakan salinan dari Buku Daftar Fidusia memuat catatan tentang hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2). 3. Jaminan Fidusia lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal dicatatnya Jaminana Fidusia dalam Buku Daftar Fidusia. Pasal 15 1. Dalam Sertifikat Jaminana Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dicantumkan kata-kata "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA". 2. Sertifikat Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. 3. Apabila debitor cidera janji, Penerima Fidusia mempunyai hak untuk menjual Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atas kekuasaannya sendiri. Pada mulanya, kreditor memiliki kewenangan penuh terhadap parate eksekusi dalam undang undang ini. kreditor berhak menentukan cidera janji secara sepihak. Namun, ketika ada permasalahan yang diajukan di pengadilan, dimana seorang penggugat Aprilliani Dewi dan Suri Agung Prabowo. merasa ia telah ditipu oleh tergugat, karena penggugat dituduh wanprestasi, sementara penggugat beralasan kalau ia telah memenuhi perjanjian itu dengan tepat waktu, namun kreditor tetap memaksakan kehendaknya dan melakukan eksekusi. Merasa tak terima dengan hal itu, penggugat melakukan permohonan yudisial review terkait pasal 15 ayat 1, 2, dan 3. Dan kemudian keluarlah putusan MK No 18/PUU/XVII/2019. Yang pada poinya Kreditur boleh melakukan eksekusi, jikalah ada perjanjian terkait cidera janji yang telah di sepakata oleh kreditur maupun debitur atau pun pihak yang bersangkutan. Dan debitur melepaskan jaminan fidusia tersebut secara sukarela. Namun, jikalah tidak ad perjanjian cidera janji yang telah disepakati oleh kreditur dan debitur dan debitur tidak menyerahkan jaminan fidusian secara sukarela, maka eksekusi dilakukan dengan putusan pengadilan yaitu dengan melakukan permohonan eksekusi di pengadilan. Dan cidera janji tidak boleh



disepakati secara sepihak, harus disepakati oleh kedua belah pihak, atau dengan upaya hukum yang menyatakan adanya wanprestasi. Eksekusi Jaminan fidusia, tertera dalam pasal 29, yang dapat dilakukan apabila debitor cidera janiji (wanprestasi). Yaitu dengan cara : 1. melalui pengadilan 2. melalui lelang 3. dibawah tangan dengan mengambil harga tertinggi. Perlu diketahui bahwa jikalah dalam perlelangan harga benda lebih tinggi daripada harga utang. Maka, kreditur berhak mengembalikan sisanya pada debitur. Namun, apabila harga tersebut belum memenuhi biaya hutang. Maka, debityr masih tetap bertanggung jawab terkait utang teresebut.



BAB III PENUTUP



A. Kesimpulan eksekusi jaminan fidusia telah diatur dalam Undang Undang No 49 Tahun 1999 Tentang jaminan fidusia. Yang menyatakan bahwa jaminan fidusia harus didaftarkan, cara pendaftaran jaminan fidusia Dilaksanakan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap dan sebelumnya tidak dilaksanakan sita terhadap barang-barang yang disengketakan. Pada mulanya, kreditor memiliki kewenangan penuh terhadap parate eksekusi dalam undang undang ini. kreditor berhak menentukan cidera janji secara sepihak. Namun, ketika ada permasalahan yang diajukan di pengadilan, dimana seorang penggugat Aprilliani Dewi dan Suri Agung Prabowo. merasa ia telah ditipu oleh tergugat, karena penggugat dituduh wanprestasi, sementara penggugat beralasan kalau ia telah memenuhi perjanjian itu dengan tepat waktu, namun kreditor tetap memaksakan kehendaknya dan melakukan eksekusi. Merasa tak terima dengan hal itu, penggugat melakukan permohonan yudisial review terkait pasal 15 ayat 1, 2, dan 3. Dan kemudian keluarlah putusan MK No 18/PUU/XVII/2019. Yang pada poinya Kreditur boleh melakukan eksekusi, jikalah ada perjanjian terkait cidera janji yang telah di sepakata oleh kreditur maupun debitur atau pun pihak yang bersangkutan. Dan debitur melepaskan jaminan fidusia tersebut secara sukarela. Namun, jikalah tidak ad perjanjian cidera janji yang telah disepakati oleh kreditur dan debitur dan debitur tidak menyerahkan jaminan fidusian secara sukarela, maka eksekusi dilakukan dengan putusan pengadilan yaitu dengan melakukan permohonan eksekusi di pengadilan. Dan cidera janji tidak boleh disepakati secara sepihak, harus disepakati oleh kedua belah pihak, atau dengan upaya hukum yang menyatakan adanya wanprestasi.



Daftar Pustaka Undang Undang No 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia Putusan MK Nomor 18/PUU-XVII/2019 tentang uji materi terhadap Pasal 15 ayat 1,2, dan 3 Undang Undang Nomor 42 Tahun 1999 Usman, Achmadi. 2011. Hukum Kebendaan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Naskah Akademik Rancangan Undang Undang Atas perubahan Undang Undang Nomor 42 TAHUN 1999 tentang Jaminan Fidusia. Bernadheta Aurelia oktavira, S. H. dipublikasikan 10 januari 2020 pada laman blog hukum online https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt590af6f153f9d/eksekusipaten-sebagai-objek-jaminan-fidusia/