Eksistensi Martabat Manusia [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

EKSISTENSI MARTABAT MANUSIA



A.



Tujuan Penciptaan Manusia



“Dan aku tidak ciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka mengabdi kepadaku” (Q.S. Adz-Dzariyaat : 56)



Ayat diatas tersebut merupakan dalil yang berkenaan tentang keberadaan manusia di dunia. Manusia di dunia untuk mengabdi kepada Allah SWT. Bentuk pengabdiannya tersebut berupa pengakuan atas keberadaan Allah SWT, melaksanakan perintahNya serta menjauhi laranganNya. Sebagai bentuk mengakui keberadaan Allah adalah dengan mengikuti Rukun Iman dan Rukun Islam. Rukun Iman terdiri dari enam perkara, yakni percaya kepada Allah SWT, Malaikat, Nabinabi Allah, Kitab-kitab Allah, percaya kepada Hari Kiamat dan percaya terhadap Takdir (Qadha dan Qadar) Allah SWT. Sebagai wujud keimanan terhadap Allah SWT, Allah SWT menyatakan bahwa manusia tidak cukup hanya meyakini didalam hati dan diucapkan oleh mulut, tetapi manusia harus melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai bagian dari mengabdi kepada Allah SWT adalah menunaikan Rukun Islam, yaitu mengucapkan dua kalimat syahadat sebagai karcis masuk Islam, melakukan shalat, membayar zakat, melakukan puasa serta menunaikan ibadah haji. Dengan demikian dapat disimpulkan keberadaan manusia diciptakan Allah untuk menjadi manusia yang Islami (Islam yang benar). Menjadi Islam yang benar adalah dengan mengerti, memahami dan melaksanakan dalam kehidupan apa yang telah dilarangNya, dengan kata lain secara konsisten melaksanakan Rukun Iman dan Rukun Islam. Eksistensi manusia di dunia adalah sebagai tanda kekuasaan Allah SWT terhadap hambahambaNya, bahwa dialah yang menciptakan, menghidupkan dan menjaga kehidupan manusia. Dengan demikian, tujuan diciptakannya manusia dalam konteks hubungan manusia dengan Allah SWT adalah dengan mengimani Allah SWT dan memikirkan ciptaanNya untuk menambah keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Sedangkan dalam konteks hubungan manusia dengan manusia serta manusia dengan alam adalah untuk berbuat amal, yaitu perbuatan baik dan tidak melakukan kejahatan terhadap sesama manusia, serta tidak merusak alam. Terkait dengan tujuan hidup manusia dengan manusia lain dapat dijelaskan sebagai berikut :



1.



Tujuan Umum Adanya Manusia di Dunia



Dalam al-qur’an Q.S. Al-Anbiya ayat 107 yang artinya : “Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk Rahmat bagi semesta alam”



Ayat ini menerangkan tujuan manusia diciptakan oleh Allah SWT dan berada didunia ini adalah untuk menjadi rahmat bagi alam semesta. Arti kata rahmat adalah karunia, kasih sayang dan belas kasih. Jadi manusia sebagai rahmah adalah manusia diciptakan oleh Allah SWT untuk menebar dan memberikan kasih saying kepada alam semesta.



2.



Tujuan Khusus Adanya Manusia di Dunia



Tujuan khusus adanya manusia di dunia adalah sukses di dunia dan di akhirat dengan cara melaksanakan amal shaleh yang merupakan investasi pribadi manusia sebagai individu. Allah berfirman dalam Q.S. An-Nahl ayat 97 yang artinya : “Barang siapa mengerjakan amal shaleh baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya Allah SWT akan memberikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan diberi balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dengan apa yang telah mereka kerjakan”.



3.



Tujuan Individu Dalam Keluarga



Manusia di dunia tidak hidup sendirian. Manusia merupakan makhluk sosial yang mempunyai sifat hidup berkelompok dan saling membutuhkan satu sama lain. Hampir semua manusia, pada awalnya merupkan bagian dari anggota kelompok sosial yang dinamakan keluarga. dalam Ilmu komunukasi dan sosiologi keluarga merupakan bagian dari klasifikasi kelompak sosial dan termasuk dalam small group atau kelompok terkecil di karenakan paling sedikit anggotanya terdiri dari dua orang. Nanun keberadaan keluraga penting karena merupakan bentuk khusus dalm kerangka sistem sosial secara keseluruhan. Small group seolah-olah merupakan miniatur masyarakat yang juga memiliki pembagian kerja, kodo etik pemerintahan, prestige, ideologi dan sebagainya. Dalam kaitannya dengan tujuan individu daln keluarga adalah agar individu tersebut menemukan ketentraman, kebahagian dan membentuk keluarga sakinah, mawaddah dan rahmah. Manusia diciptakan berpasang-pasangan. Oleh sebab utu, sudah wajar manusia baik laki-laki dan perempuan membentuk keluarga. Tujuan manusia berkelurga menurut Q.S. Al-Ruum ayat 21 yang artinya: "Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu merasa tentram, dan dijadikan-Nya diantara kamu rasa kasih sayang . Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaaum yang mau berfikir." Tujuan hidup berkeluarga dari setiap manusia adalh supaya tentram. Untuk menjadi keluarga yang tentram, Allah SWT memberikan rasa kasih sayang. Oleh sebab itu, dalam kelurga harus dibangun rasa kasih sayang satu sama lain.



4.



Tujuan Individu Dalam Masyarakat



Setelah hidup berkeluarga, maka manusia mempunyai kebutuhan untuk bermasyarakat. Tujuan hidup bermasyarakat adalah keberkahan dalam hidup yang melimpah. Kecukupan kebutuhan hidup ini menyangkut kebutuhan fisik seperti perumahan, makan, pakaian, kebutuhan sosial (bertetangga), kebutuhan rasa aman, dan kebutuhan aktualisasi diri. Kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat mudah diperoleh apabila masyarakat beriman dan bertakwa. Apabila masyarakat tidak beriman dan bertakwa, maka Allah akan memberikan siksa dan jauh dari keberkahan. Oleh sebab itu, apabila dalam suatu masyarakat ingin hidup damai dan serba kecukupan, maka kita harus mengajak setiap anggota masyarakat untuk memelihara iman dan takwa. Allah berfirman :



“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya” (QS Al-Araaf : 96)



Pada dasarnya manusia memiliki dua hasrat atau keinginan pokok, yaitu: a.



Keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lain di sekelilingnya yaitu masyarakat



b.



Keinginan untuk menjadi satu dengan suasan alam di sekelilingnya



Istilah masyarakat dalam Ilmu sosiologi adalah kumpulan individu yang bertempat tinggal di suatu wilayah dengan batas-batastertntu, dimana factor utama yang menjadi dasarnya adalh interaksi yang lebih besar diantara anggot-anggotanya .



5.



Tujuan Individu Dalam Bernegara



Sebagai makhluk hidup yang selalu ingin berkembang menemukan jati diri sebagai pribadi yang utuh, maka manusia harus hidup bermasyarakat/bersentuhan dengan dunia sosial. Lebih dari itu manusia sebagai individu dari masyarakat memiliki jangkauan yang lebih luas lagi yakni dalam kehidupan bernegara. Maka, tujuan individu dalam bernegara adalah menjadi warganegara yang baik di dalam lingkungan negara yang baik yaitu negara yang aman, nyaman serta makmur.



6.



Tujuan Individu Dalam Pergaulan Internasional



Setelah kehidupan bernegara, tidak dapat terlepas dari kehidupan internasional / dunia luar. Dengan era globalisasi kita sebagai makhluk hidup yang ingin tetap eksis, maka kita harus bersaing dengan ketat untuk menemukan jati diri serta pengembangan kepribadian. Jadi tujuan individu dalam pergaulan internasional adalah menjadi individu yang saling membantu dalam



kebaikan dan individu yang dapat membedakan mana yang baik dan buruk dalam dunia globalisasi agar tidak kalah dan tersesat dalam percaturan dunia.



B.



Fungsi dan Peran Manusia



Allah SWT berfirman bahwa fungsi dan peran manusia adalah sebagai khalifah atau pemimpin di muka bumi. Allah berfirman dalam Q.S. 2 : 30 yang artinya : “Ingatlah ketika tuhanmu berfirman kepada para malaikat : “Sesungguhnya aku hendak menjadikanmu sebagai khalifah di muka bumi”, mereka berkata : “Mengapa engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji engkau dan mensucikan engkau?”. Allah berfirman : “Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.



Dalam kamus Bahasa Indonesia, khalifah berarti pimpinan umat. Menjadi pemimpin adalah fitrah setiap manusia. Namun karena satu dan lain hal, fitrah ini tersembunyi, tercemar bahkan mungkin telah lama hilang. Akibatnya, banyak orang yang merasa dirinya bukan pemimpin. Mereka telah lama menyerahkan kendali hidupnya pada orang lain dan lingkungan sekitarnya. Mereka perlu “dibangunkan” dan disadarkan akan besarnya potensi yang mereka miliki. Kepemimpinan adalah suatu amanah yang diberikan Allah yang suatu ketika nanti harus kita pertanggungjawabkan. Karena itu siapa pun anda, di mana pun anda berada, anda adalah seorang pemimpin, minimal memimpin diri sendiri. Kepemimpinan adalah mengenai diri sendiri. Kepemimpinan adalah perilaku kita sehari-hari. Kepemimpinan berkaitan dengan hal-hal sederhana seperti berbakti kepada orang tua, tidak berbohong, mengunjungi kawan yang sakit, bersilahturahmi dengan tetangga, mendengar keluh kesah sahabat, dan sebagainya. Kepemimpinan (Leadership) adalah kemampuan dari seseorang (yaitu pemimpin atau leader) untuk mempengaruhi orang lain (yaitu yang dipimpin atau pengikut-pengikutnya), sehingga orang lain tersebut bertingkah laku sebagaimana dikehendaki oleh pemimpin tersebut. Kadangkala dibedakan antara kepemimpinan sebagai kedudukan dan kepemimpinan sebagai suatu proses sosial. Sebagai kedudukan, kepemimpinan merupakan suatu kompleks dari hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang dapat dimiliki oleh seseorang atau suatu badan. Sebagai suatu proses sosial, kepemimpinan meliputi segala tindakan yang dilakukan seseorang atau suatu badan, yang menyebabkan gerak dari warga masyarakat. Allah SWT berfirman dalam Surat An-Nisa ayat 58-59 yang artinya : “Sesungguhnya Allah SWT menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan menyuruh kamu apabila menetapkan suatu hukum diantara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Hai



orang-orang yang beriman taatlah Allah dan RasulNya, dan orang-orang yang memegang kekuasaan diantara kamu, kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu maka kembalilah kepada Al-Qur’an dan Hadits. Jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian, yang demikian itu lebih utama dan lebih baik akibatnya bagimu”.



Di dalam Surat An-Nisa ayat 58-59 tersebut dijelaskan kriteria pemerintahan (kepemimpinan) yang baik, yaitu : a. Pemerintah yang pemimpinnya menyampaikan amanat kepada yang berhak dan berlaku adil. b. Musyawarah pada setiap persoalan dan apabila terjadi perselisihan maka hendaklah kembali kepada sumber hukum Islam. c. Pemerintahan yang memiliki sifat kooperatif antara rakyat dan pemerintah, rakyat harus patuh dan taat pada peraturan yang dibuat oleh pemerintah dalam hal ini baik dan benar dan pemerintah harus benar-benar menjalankan pemerintahan untuk kepentingan rakyat. Setiap orang sebenarnya pemimpin. Setiap orang dapt mengatur dirinya sendiri. Sayangnya, banyak yang tidak sadar akan kemampuannya tersebut. Maka untuk menjadi sadar ada tiga hal yang perlu dilakukan agar kita semua sadar akan kemampuan kita sebagai pemimpin, yaitu : a. Memahami diri sendiri (Self Understanding) Proses ini kita harus memahami dan mengenal diri kita. Untuk menjadi pemimpin kita harus sadar siapakah kita sebenarnya. Nabi Muhammad SAW bersabda : "Siapa yang mengenal dirinya maka akan mengenal Tuhannya" tanpa mengenali diri kita dengan benar ,maka sulit untuk menemukan makna kehidupan hidup adalah sebuah perjalanan melingkar, kita harus tahu siapa kita dan bagaimana kita seharusnya? b. Kesadaran diri (Self Awareness) Kesadran diri berarti sadar akan perasaan kita . Untuk menjadi pemompim kita harus melek emosi dan kita harus mampu mengenali dan mengindentifikasi-kan perasaan apapun yang sedang kita rasakan. c. Pengendaalian diri (self Control) Pengendalian diri berarti sadar sepenuhnya akan apa yang akak kita lakukan Ini adalh hasil dari kecerdasan emosi yang tinggi. Pengendalian diri baru dapat terlihat ketika situsi yang sulit dan melibatkan emosi, sebagai pemimpin kita harus bisa mengendalikannya. Pemimpin yang mampu mengendalikan diri tidak akan tergoda untuk melakukan dan memgambil sesuatu yang bukan haknya. Pengendalian duru juga ditunjukkan oleh keberanian seseorang untuk membuat komotmen dan melaksanakan komitmen tersebut.



C. Keunggulan dan potensi manusia Potensi diri adalah kekuatan dari individu yang masih terpendam di dalam, yang dapat di wujudkan menjadi suatu kekuatan nyata dalam kehidupan manusia. Apabila pengrtian potensi diri dikaitkan dengan penciptaan manusias oleh Allah SWT, maka potensi diri manusia adalah: kekutan manusia yang di berikan oleh Alah SWT sejak dalm kandungan ibunya sampai akhir hayatnya yang masih terpendam dalam dirinya , menunggu untuk diwujudkan menjadi sesuatu yang bermanfaat dalam kehidupan diri manusia di dunia dan di akhirat sesuai dengan tujuan diciptakannya manusia oleh Allah SWT untuk mengabdi kepadanya. Potensi diri manusia terdiri dari potensi fisik yaitu tubuh manusia sebagai sebuah sistem yang paling sempurna bila dibandingkan dengan makhlik Allah lainnya seperti: binatang, jin, malaikat. Sedangkan potensi non fisik adalah hati, ruh, indera dan akal pikiran. Potensi apapun yang dimiliki manusia masing-masing memiliki fungsi dan perannya, oleh karenanya harus dimanfaatkan dngan sebaik-baiknya agar dapat berguna bagi diri dan lingkungannya. Secara umum manisia yang dilahirkan normal kedunia ini telah dilengkapi dengan otak. Para ahli Psikologi sepakat bahwa otak manusia adalah sumber kekuatan yang luar biasa. Tugas otak selain mengendalikan aktifitas fisik bagian bagian didalam tubuh seperti ; paru-paru , jantung dan sebagainya. Juga berfungsi sebagai untuk menghafal. Kegiatan-kegiatan yang memerlukan logika seperti : berhitunh, menganalisa, bahasa. Aktivitas imajinasi, intuisi kreativitas, inovasi dan sebagainya. Tugas otak melahirkan kegiatan berfikir yang pada gilirannya dapat menghasilkan karya nyata. Jadi otak adalah sumber kekuatan manusia untuk menghasilkan karya melalui proses berfikir.



Bagaimana merealisasikan harapan-harapan agar menjadi kenyataan. Ada beberapa proses sebagai berikut: a. Gunakan potensi yang kita miliki, yaitu kita mengerahkan kemampuan-kemampuan yang bisa diandalkan dan memang kita memilikinya dan menguasainya. b. Persaan takut gagal. Perasaan itu pasti ada, namun kita harus yakin pada diri kita sendiri bahwa kita mampu untuk melakukannya, perasaan tersebut harus kita buang jauh-jauh dan kita yakin prosentase keberhasilan kita adalah 50:50. walaupun gagal . tetapi pada dasarnya kita tidak rugi karena kita telah melakukan dan mencoba yang terbaik daripada todak sama sekali. c. Melawan kemungkinan-kemungkinan. Hindri diri kita dari fikiran-fikiran negative dan cobalah selalu positif thinking dalam menghadapi Sesutu karena itu adalah salah satu motivasi buat kita sendiri. d. Sikap hidup biasa-biasa saja. Sikap ini bukianlh sikap yang baik, kalu kita hanya mengandalkan dan pasrah dengan kehidupan apa adanya, kita harus bersaing dan menjadi yang lebuh baik dari yang terbaik.



e. Kurang antusias. Kalau kita tidak memiliki antusias dan obsesi dalam hidup bagaimana kita kita bisa maju dan berkembang mebgembangkan sayap kehidupan dan merealisasikan keinginan-keinginan. f. Menolak perubahan.Perubahan harus selallu dillakukan kalau kita ingin menjadi yang lebih baik.. Karena Allah SWT berfirman : “Sesungguhnya aku tidak akan merubah suaru kaum sebelum mereka merubah keadaan mereka sendiri .”



3.2. Eksistensi dan Martabat Manusia Al-Qur’an menggambarkan manusia sebagai makhluk pilihan T u h a n , sebagai Khalifah-Nya di muka bumi, serta sebagai makhluk yang semi samawi,y a n g d a l a m d i r i n y a d i t a n a m k a n s i f a t m e n g a k u i T u h a n , b e b a s , terpercaya, rasat a n g g u n g j a w a b t e r h a d a p d i r i n y a m a u p u n a l a m s e m e s t a ; s e r t a d i k a r u n i a i keunggulan atas alam semesta, langit d an bumi. Manusia dipusakai dengankecenderungan ke arah kebaikan maupun k e j a h a t a n . K e m a u j u d a n m a n u s i a dimulai dari kelemahan dan ketidak mampuan, yang kemudian bergerak kearahkekuatan, tetapi hal itu tidak menghapuskan kegelisahan, kecuali manusia dekat dengan Tuhan dan mengingat-Nya. Kapasitas manusia tidak terbatas, baik dalamkemampuan belajar maupun dalam menerapkan ilmu.M a n u s i a m e m p u n y a i k e l u h u r a n d a n m a r t a b a t n a l u r i a h . M o t i v a s i d a n pendorong manusia, dalam banyak hal tidak bersifat kebendaan. Manusia dapa t s e c a r a l e l u a s a memanfaatkan rahmat dan karunia yang dilimpahkan kepada dirinya, namun pada saat yang sama, manusia harus menunaikan k e w a j i b a n kepada Tuhan. 3.3 Teori manusia dalam Islam -



Konsep bani adam Konsep annas Konesp insan Konep basyar



Konsep bani adam 70. Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan di lautan, kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang Sempurna atas kebanyakan makhluk yang Telah kami ciptakan. (QS. Al Isra [17]:70) Jika kita simak, kenapa Allah tidak menyebutkan nama lain dari manusia seperti,insan, basyar atau an-Naas, tetapi Allah menggunakan istilah Bani Adam ? tentu ada rahasia besar yang terkandung dalam istilah Bani Adam. Al Quran merupakan kalam yang agung, karena itu pemilihan katanya pun sangat selektif dan tentu saja sangat sesuai dengan tuntutan alur kalam. Pada ayat di atas Allah secara tegas mengatakan bahwa Dia memuliakan anak-anak Adam dengan memberi mereka akal, bisa berbicara, bisa menulis, bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, bentuk tubuh yang baik, bisa berdiri tegak serta bisa mengatur kehidupan, baik sekarang di dunia maupun untuk nanti di akhirat. Menurut Ibnu Katsir, Allah memuliakan manusia dengan bisa berjalan tegak di atas kedua kakinya, bisa mengambil makanan dengan kedua tangannya, sedangkan makhluk yang lain tidak bisa melakukan dua hal tersebut secara bersamaan, mereka berjalan dengan keempat kakinya dan mengambil makanan dengan mulunya. Manusia juga dimuliakan oleh Allah dengan memberi mereka pendengaran, penglihatan dan hati, dimana ketiganya merupakan modal yang berharga untuk memahami segala hal, kemudian mengambil manfaat dari hal tersebut. Selain itu tiga alat ini merupakan modal dalam membedakan segala sesuatu, mengetahui manfaatnya, mengetahui keistimewaan serta kemudaratannya, baik untuk urusan dunia maupun akhirat. Selain keistimewaan di atas, Allah juga menaklukan berbagai binatang, sehingga bisa dijadikan tunggangan oleh manusia, dan manusia bisa melakukan perjalanan di daratan dunia ini dengan mudah. Kemudian Allah juga menaklukan semua makhluk yang ada di dunia, baik benda hidup maupun benda mati, sehingga manusia dapat mengarungi lautan dengan perahu yang dibuatnya, kemudian Allah memberikan rizki yang halal sekaligus bergizi kepada manusia, baik berupa makana pokok, buah-buahan, daging, susu dan lain-lain. Selain itu Allah memberikan rizki dalam bentuk lain, seperti warna-warna yang cerah dan menarik, hal ini dapat kita lihat pada pemandangan yang indah, pakaian yang bagus dan lain-lain. Kemudian Allah menjadikan Bani Adam bisa mengungguli makhluk-makhluk yang lain dalam berbagai hal, walaupun makhluk itu ukurannya lebih besar dari manusia, bahkan sebagian ulama mengatakan bahwa ayat ini merupakan dalil bahwa manusia itu lebih mulia dari malaikat. Dari uraian di atas, kita dapat menangkap bahwa kenapa Allah menggunakan istilah Bani Adam, karena pada ayat ini Allah akan menjelaskan bagaimana manusia itu lebih unggul dibanding makhluk manapun, oleh karena itu penggunaan istilah Bani Adam dapat mempertegas bagaimana unggulnya manusia dibanding dengan makhluk lain, seperti unggulnya Nabi Adam dibanding malaikat, dimana malaikat pernah diperintah oleh Allah untuk memberi penghormatan kepada Adam. Dengan demikian maka konsep manusia sebagai bani Adam adalah bahwa manusia itu memiliki banyak keunggulan dibanding makhluk yang lain, sehingga makhluk yang lain



tunduk kepada manusia dan dipersiapkan untuk kemaslahatan manusia sebagai predikat khalifah dimuka bumi ini. Wallahu A'lam.



2) Konsep Basyar Basyar adalah nama lain dari manusia. Basyar secara bahasa artinya kulit. Timbul pertanyaan kenapa Allah memberi nama manusia dengan Basyar ? Jika kita pikirkan lebih dalam, perbedaan manusia dengan makhluk lain adalah pada kulitnya, jika makhluk selain manusia hampir seluruh tubuhnya tertutupi oleh bulu, maka kulitnya tidak terlihat, sedang manusia, tubuhnya tidak tertutupi oleh bulu, sehingga kulitnya terlihat, karena manusia itu makhluk yang terlihat kulitnya maka Allah menamai manusia dengan basyar. Tetapi bukan masalah itu yang jadi perhatian kita, yang menjadi perhatian kita adalah bagaimana konsep manusia menurut al-Quran dalam sebutan Basyar. Dalam al-Quran kata basyar diantaranya terdapat pada surat al Kahfi ayat 110 : (110) 110. Katakanlah: Sesungguhnya Aku Ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya". Ayat di atas diturunkan oleh Allah sebagai bantahan terhadap golongan yang bertanya kepada Nabi Muhammad tentang Ashabul Kahfi, Dzul Qornain dan Ruh. Kemudian Nabi menjawab dua pertanyaan pertama, dan menyerahkan masalah ruh kepada Allah. Karena itulah ayat ini diawali dengan kata perintah Qul! yang artinya katakanlah !. Katakanlah kepada orang-orang musyrik yang mendustakan kerasulanmu bahwa sesungguhnya aku ini adalah manusia biasa seperti kamu, barang siapa menyangka bahwa aku ini berbohong, ceritakanlah kepadaku tentang apa yang telah aku ceritakan kepadamu. Sesungguhnya aku tidak akan mengetahui hal-hal gaib (Ashabul Kahfi dan Dzul Qornain) sebagaimana yang aku ceritakan kepadamu sebelumnya, seandainya saja Allah tidak memperlihatkan hal tersebut kepadaku. Karena itulah aku kabarkan kepadamu bahwa “Sesungguhnya Tuhanmu adalah tuhan yang satu, tidak ada sekutu baginya. Barang siapa yang menginginkan untuk bertemu dengan Allah, atau pahala dari Allah (surga), maka hendaklah ia beramal shaleh yang sesuai dengan syariat Islam dan jangan menyekutukan Allah dalam beribadah kepadanya”. Memperhatikan referensi ayat di atas, kita akan mengetahui bahwa Nabi Muhammad secara fisik sama dengan orang-orang kafir, tetapi dalam masalah keimanan keduanya berbeda, karena itulah Allah menggunakan istilah basyar untuk mempersamakan Nabi Muhammad dengan orang-orang kafir, karena istilah basyar itu lebih cenderung kepada pengertian fisik sebagaimana basyar itu sendiri yang artinya kulit dan kulit itu merupakan bagian dari tubuh manusia yang bersifat fisik karena dapat diketui oleh panca indera. Seandainya saja Allah menggunakan istilah lain selain basyar tentu tidak sesuai lagi dengan konteks dan itu tidak akan terjadi karena al-Quran merupakan kitab suci dengan tingkat balaghah yang tinggi. Sifat manusia dalam sebutan basyar hanya meliputi hal-hal fisik saja, tidak mencakup pada hal-hal



non fisik seperti keimanan kepada Allah. Sifat-sifat tersebut seperti suka makan, suka minum, menikah, bergaul dengan isteri, sakit, memiliki anak, dan sifat-sifat lain yang ada pada diri manusia pada umumnya. Hanya saja Allah memberikan wahyu kepada Nabi Muhammad sehingga beliau terlihat unggul dibanding manusia pada umumnya sehingga orang-orang kafir pada saat itu menganggap Nabi Muhammad lebih dari sekedar manusia biasa, bahkan ada yang menyebutnya sebagai ahli sihir dan ayat ini merupakan bantahan bagi mereka. Selain menjelaskan tentang konsep manusia dalam sebutan basyar ayat di atas juga menjelaskan tentang syarat yang harus dipenuhi oleh orang yang memiliki keinginan untuk bertemu dengan Allah. Pertemuan dengan Allah merupakan hal yang mungkin, tetapi kemungkinan terjadinya di dunia bagi yang bukan nabi dan rasul adalah sangat kecil. Pertemuan dengan Allah hanya di alami oleh seorang manusia sempurna yaitu Nabi Muhammad saw pada saat isra mi’raj. Adapun pertemuan dengan Allah di surga adalah hal yang bisa terjadi, sebagaimana dijelaskan dalam alQuran surat al-Qiyamah [75] ayat 22-23 : (22) (23) (22) Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. (23) Kepada Tuhannyalah mereka Melihat. (QS. al-Qiyamah [75] ayat 22-23). Ibnu Katsir menjelaskan bahwa yarju liqa’a rabbih bukan hanya harapan melihat Allah tetapi termasuk di dalamnya adalah harapan untuk mendapatkan pahala dan balasan yang baik dari Allah yakni surga. Hal ini bisa dimengerti karena bagaimana mungkin seseorang bisa melihat Allah sementara ia tidak mendapatkan pahala dan balasan yang baik dari Allah dalam kata lain dia masuk neraka, tentu dia telah menyalahi surat al-Qiyamah ayat 22-23 di atas, karenanya dia tidak akan bisa melihat Allah. Alasan lain adalah bahwa melihat Allah merupakan pahala yang paling besar di antara pahala yang besar (surga) sebagaimana hal tersebut dijelaskan dalam hadits, jadi secara logika tidak mungkin orang yang tidak masuk surga bisa melihat Allah karena melihat Allah merupakan pahala bagi orang-orang yang masuk surga, jadi bagaimana mungkin Allah memberikan pahala/balasan yang baik kepada orang yang masuk neraka. Adapun syarat tersebut adalah : 1. Hendaklah ia melakukan amal shaleh sesuai dengan syariat Allah swt. Di sini ada dua domain yang harus diperhatikan, yakni melakukan amal shaleh dan sesuai dengan syariat. Oleh karena itu sebelum kita melakukan amal shaleh hendaknya kita mengkaji dulu ilmu-ilmu yang menjelaskan tentang amal shaleh tersebut, jika tidak maka setiap amal yang tidak berdasar kepada ilmu itu adalah ditolak tidak diterima. Hal ini cukup jelas karena amal yang tidak didasarkan kepada ilmunya tentu saja amal tersebut besar kemungkinan jauh melenceng dari tatacara yang disyariatkan, andaipun amal itu sama dengan yang disyariatkan maka orang tersebut melakukannya bukan sebagai kesengajaan tetapi sebuah kebetulan saja, sedang hadits Umar bin Khatab mengatakan bahwa ”sesungguhnya jadinya amal itu adalah berdasarkan niat”, itu artinya amal itu harus dilakukan dengan niat dan niat itu sendiri menunjukkan bahwa dia melakukannya atas dasar kesengajaan bukan kebetulan, dengan demikian amal yang dilakukan secara kebetulan dan tidak memiliki unsur kesengajaan maka itu tidak diterima. 2. Hendaklah ia melakukan amal (ibadahnya) hanya karena Allah swt, dan tidak menyekutukannya dengan apapun. Ini memberi isyarat bahwa amal yang kita lakukan hendaknya dilakukan dengan ikhlas, hanya mengharap ridla Allah swt, bukan ridla yang lain termasuk ingin dipuji oleh orang lain (riya, syirik khofi). Ayat ini memiliki korelasi yang kuat dengan surat al-Bayyinah [98] ayat 5 :



(5) Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus (QS. al-Bayyinah [98] ayat 5). Memurnikan ketaatan adalah ikhlas dan menjalankan agama yang lurus adalah beribadah sesuai dengan syariat Allah. Jika kedua syarat ini dilakukan maka manusia akan mendapat pahala yang besar dari Allah, diantara pahala tersebut adalah bisa melihat Allah di surga.



3) Konsep Insan dan an-Naas



Menurut Quraish Shihab dalam Wawasan al-Quran (2005:280) menyatakan bahwa kata Insan dan Naas berasal dari kata Uns yang berarti jinak, harmonis dan tampak. Kata Insan digunakan oleh al-Quran untuk menunjuk kepada manusia dengan seluruh totalitasnya, jiwa dan raga. Manusia berbeda dengan makhluk lain karena perbedaan fisik, mental dan kecerdasannya. Untuk memulai bahasan ini mari kita simak surat at-Tiin ayat 1-8 berikut ini : (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 1. Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun, 2. Dan demi bukit Sinai, 3. Dan demi kota (Mekah) Ini yang aman, 4. Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya . 5. Kemudian kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka), 6. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya. 7. Maka apakah yang menyebabkan kamu mendustakan (hari) pembalasan sesudah (adanya keterangan-keterangan) itu? 8. Bukankah Allah hakim yang seadil-adilnya? Surat ini diawali dengan sumpah Allah swt. Atas buah tiin dan zaitun, kemudian atas bukit Sinai dan kota Mekkah yang aman. Sebagian ulama menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan buah tiin dan zaitun adalah Baitul Muqoddas dimana nabi Isa diutus, kemudian bukit Sinai merupakan tempat diutusnya nabi Musa dan kota Mekkah merupakan tempat diutusnya Nabi Muhammad saw. Secara sepintas kita akan tahu bahwa Allah swt bersumpah atas tiga kota tempat Allah mengutus rasul-rasulnya yang memiliki syariat besar, yakni Nabi Isa membawa agama Nasrani, Nabi Musa membawa agama Yahudi dan Nabi Muhammad membawa agama Islam. Ketiga agama ini memiliki akar dan pondasi yang sama yakni mentauhidkan Allah swt, hanya dalam perkembangannya kedua agama pertama mengalami perubahan dari akarnya. Melalui tiga sumpah tersebut Allah menyatakan bahwa manusia diciptakan dalam bentuk yang paling baik. Ibnu Katsir menjelaskan bahwa Allah menciptakan manusia dalam bentuk tubuhnya yang baik sehingga bisa berdiri tegak di atas dua kaki, setiap anggota tubuhnya bisa berfungsi secara optimal, dari mulai tangan yang bisa melakukan berbagai aktivitas, kaki yang kuat, mata, telinga hidung dan kulit yang semuanya merupakan anugerah yang tak terkira dari Allah swt, dan



satu lagi yang paling penting manusia dibekali oleh akal yang mampu menemukan Tuhannya, sehingga melalui akal ini manusia bisa mengungguli makhluk lain dalam berbagai aspek. Setelah Allah memberikan kelebihan dan keunggulan kepada manusia mengalahkan makhluk lain, maka Allah akan mengembalikan manusia kepada derajat yang paling rendah, yakni mereka yang tidak bisa mensyukuri nikmat yang diberikan Allah kepada manusia. Syukur tidak cukup hanya dengan mengucapkan alhamdulillah tetapi syukur harus diwujudkan dalam bentuk amal bakti kepada Allah swt. Syukur bisa diartikan dengan memfungsikan nikmat-nikmat Allah sesuai dengan fungsinya yang diperintahkan Allah. Jika Allah memberikan mata maka bentuk syukur atas mata adalah dengan menggunakan mata untuk berbakti kepada Allah seperti belajar, membaca alQuran dan lain-lain, jika Allah memberikan akal maka bentuk syukur atas akal adalah dengan menggunakan akal kita untuk berbakti kepada Allah, begitu juga nikmat-nikmat yang lain. Allah telah berjanji jika kita bersyukur maka Allah akan menambah nikmat kita dan jika kita kufur atas nikmat maka tunggulah adzab Allah akan menimpa kita, karena itu Allah berfirma “Kemudian kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka)”. Adapun orang-orang yang beriman dan beramal shaleh maka mereka akan mendapatkan pahala yang tidak terputus yaitu surga. Orang-orang ini adalah orang yang tahu akan pentingnya bersyukur atas karunia Allah yang diberikan kepada mereka. Pada ayat 7 Allah bertanya : “Maka apakah yang menyebabkan kamu mendustakan (hari) pembalasan sesudah (adanya keterangan-keterangan) itu?”. Kata ad-Diin pada ayat ini bisa berarti agama bisa juga berarti hari pembalasan atau hari kiamat yang di dalamnya ada hari kebangkitan, karena membohongkan kedua hal di atas sama-sama akan menjerumuskan pelakunya ke dalam neraka. Dalam menafsirkan ayat ini Ibnu Katsir mengatakan, wahai manusia kenapakah kalian membohongkan hari kebangkitan sementara kalian tahu bahwa dahulu sebelum kalian lahir tidak sulit bagi Allah untuk menciptakan kalian dari tidak ada menjadi ada, lalu bagaimana mungkin kalian tidak percaya bahwa kalian akan dibangkitkan padahal kalian sebelumnya pernah ada, dalam kata lain Allah mampu untuk menciptakan manusia dari tidak ada menjadi ada, apalagi membangkitkan kembali manusia yang pernah ada sebelumnya. Pada ayat terakhir Allah berfirman : ”Bukankah Allah hakim yang seadil-adilnya?” memberikan isyarat bahwa Allah akan mengadili manusia kelak setelah hari kebangkitan, sekecil apapun amal baik kita maka akan kita lihat balasannya dan sekecil apapun amal buruk kita maka akan kita lihat balasannya. Lalu apakah kita rela mendapat balasan yang buruk pada hari kebangkitan ? Naudzubillah. Pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa Allah menciptakan manusia dalam keadaan sempurna baik secara fisik maupun psikis, semua itu hendaknya digunakan oleh manusia untuk mengikuti agama Allah sebagaimana Allah telah bersumpah dengannya. Diantara ajaran agama tersebut adalah beriman kepada hari akhir dan beramal shaleh sesuai tuntunan agama. Jika kita tidak mengikuti ajaran agama maka Allah akan menyampakkan manusia kepada derajat yang paling rendah dan jika kita mengikuti ajaran agama maka Allah akan memberikan pahala yang tak terputus.



EKSISTENSI MARTABAT MANUSIA MAKALAH: DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI PERSYARATAN TUGAS KELOMPOK/AKHIR SEMESTER



MATA KULIAH : Agama Islam DOSEN : Komarudin ,S,Ag,MA



Oleh Kelompok 4 1. Danang Yanuarianto : 41112010018 2. Indriani Eka Widiastuti : 41112010027 3. Ahmad kurniawan:



Universitas Mercubuana Kampus A Jalan meruya selatan no.1 Kembangan Jakarta Barat 2012



Kata Pengantar Dalam bab ini kelompok kami akan membahas mengenai eksistensi martabat manusia, yang di dalamnya membahas hal yang cangkupanya begitu luas. Manusia di ciptakan di dunia ini tentunya memiliki visi dan misi, sekaligus tujuan hidup, contoh tujuan individu manusia di dalam suatu Negara, tujuan individu manusia dalam agama, tujuan individu manusia antara manusia , tujuan individu manusia terhadap masyarakat dan lain-lain. Perilaku manusia memiliki batasanbatasan di kehidupan , bukan hanya berlandaskan agama tetapi batasan perilaku manusia juga harus berasal dari manusia itu sendiri, menaati norma dan saling menghargai sesama. Manusia di muka bumi ditunjukkan sebagai khalifah hendaklah mempunyai perilaku yang dapat di pertanggung jawabkan, bukan saja untuk orang lain melainkan untuk dirinya sendiri. Martabat manusia memiliki nilai yang sangat besar perananya, sehingga apapun yang menjadi tindakan manusia hendaklah berakar dari martabat nya yang baik dan budiman. Kelompok kami berharap dengan pembahsan tugas eksistensi martabat manusia semoga kedepanya kita dapat lebih mengetahui pentingnya menjaga dan lebih menghargi harga dan martabat manusia itu sendiri.



Pendahuluan Manusia diciptakan ke dunia ini oleh Allah melalui berbagai rintangan tentunya tiada lain untuk mengabdi kepandaNya, sehingga dengan segala kelebihan yang tidak dimiliki mahkluk Allah lainya tentu kita dapat memanfaatkan bumi dan isinya untuk satu tujuan yaitu mengahrapkan ridho Allah SWT. Dan dengan segala potensi diri masing-masing kita berusaha untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita sehingga dapat selamat dunia dan akhirat.



Fungsi dan peran manusia di bumi adalah sebagai khalifah atau pemimpin, dalam hal ini adalah pemimpin bagi dirinya sendiri,keluarga, bangsa dan Negara. Memimpin mulai diri sendiri untuk menjalankan Al qur’an dan hadist sebaik-baiknya, dan kemudian mengajak keluarga dan apabila kita dijadikan suri tauladan menjadi pemimpin masyarakat tentunya pegangan sumber hokum kita adalah tetap al Quran dan Hadist sehingga kita membuat kebajikan di muka bumi ini dan menjaga bumi dari kehancuran.