Elektrolit Dan Adjuvant Dalam Formulasi Sediaan Parenteral [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Elektrolit dan Adjuvant dalam formulasi sediaan parenteral HAMSINAH HASAN



Defenisi Tonisitas



adalah tekanan osmotik yang digunakan oleh larutan dari zat terlarut atau padatan yang terlarut.



Osmolaritas



adalah konsentrasi larutan (dalam 1 liter) ditinjau dari partikelnya, dinyatakan dengan osmol/L. Osmolaritas (osmol/L) = molar x partikel yang terdisosiasi



Osmolalitas adalah konsentrasi suatu larutan (dalam 1 kilogram) ditinjau dari jumlah ion larutannya, dinyatakan dengan Osmol/kg. Osmolalitas = molal x jumlah ion dalam larutan



satuan



suatu jumlah satuan jumlah



Efek Fisiologis Larutan



Tekanan Osmotik



Isotonis



Sel akan tetap berada dalam bentuk normalnya, maka larutan dapat dikatakan mempunyai konsentrasi garam dan tekanan osmotik yang sama dengan sel darah merah.



Hipertonis



Tekanan osmosis larutan Obat lebih besar dari Tekanan osmosis Cairan Tubuh. Jika disuntikkan, air dalam sel akan di tarik luar dari sel sehingga sel akan mengerut (krenasi).



Hipotonis



Tekanan osmosis larutan obat kurang dari tekanan osmosis cairan tubuh, akibatnya sel akan mengembang dan pecah, disebut “haemolisis”.



Metode yang ada dibagi dalam dua golongan. Pada metode golongan I ditambahkan NaCl atau zat lain agar tercapai titik beku larutan sebesar -0,52oC dan larutan obat menjadi isotonis dengan cairan tubuh. Metode krisokopik dan metode ekuivalen NaCl termasuk dalam metode golongan I ini. Pada metode golongan II, sejumlah air ditambahkan ke larutan obat agar larutan tersebut isotonis. Setelah mecapai volume akhir, dapat ditambahkan larutan pengencer isotonis atau larutan pengencer dapar isotonis. Metode White-Vincent dan metode Sprowls termasuk dalam metode golongan II ini.



Metode Kriskopik. Untuk larutan obat yang penurunan titik bekunya tidak ditentukan secara eksperimen, dapat ditentukan menggunakan persamaan teoritis, bila berat molekul obat dan Liso tipe ionnya diketahui.



Metode Golongan I Metode Ekivalen NaCl. Metode lain yang dipakai dalam pengaturan tonisitas larutan farmasi dikembangkan oleh Mellen dan Seltzer. Ekuivalen NaCl atau Ekuivalen Tonisitas dari larutan obat adalah banyaknya natrium klorida yang ekuivalen (mempunyai pengaruh osmotik yang sama) dengan 1 gram (atau satuan lain) obat tersebut.



Metode Golongan II Metode



White-Vincent.



Metode golongan II tentang perhitungan tonisitas ini melibatkan penambahan air dalam larutan obat agar diperoleh larutan yang isotonis, diikuti dengan penambahan larutan pengencer isotonis atau pengencer dapar isotonis sampai volume akhir.



Metode Sprowls. Metode ini merupakan pengembangan metode White-Vincent. Sprowls menemukan bahwa persamaan (3) dapat digunakan untuk menyusun sebuah tabel dari nilai V bila digabungkan dengan berat obat w. Sprowls memakai berat obat sebesar 0,3 gram, jumlah yang biasa digunakan untuk satu ons cairan larutan 1%. Volume V larutan isotonis yang dibuat dengan mencampurkan 0,3 gram obat dengan air secukupnya biasa digunakan untuk obat mata dan berbagai larutan parenteral.



Dalam sediaan parenteral Bahan Tanbahan



Untuk menjaga atau mempertahankan kelarutan obat Untuk menjaga stabilitas fisika & kimia larutan



Untuk memudahkan pemberian obat secara parenteral dgn cara merasa nyeri atau iritasi pada saat penyuntikan



Untuk menjaga sterilitas larutan, bila larutan injeksi merupakan dosis ganda



1. Mempertahankan kelarutan • Menggunakan kosolven / solubilizer kimia • kosolven: PEG 300 dan 400, Propilen glikol, gliserol, dan etil alcohol. Contoh bahan aktif yang memerlukan penambahan bahan pelarut ini adalah : barbiturate, antihistamin, & glikosida kardiak



• Menggunakan pelarut organic dapat menghambat hidrolisis sejumlah obat.



• Contoh solubilizer : Nat.benzoat dalam injeksi kafein, nat.benzoate & etilen diamin dalam injeksi aminofilin untuk mempertahankan kelarutan teofilin.



2. Mempertahankan stabilitas • Karena dalam pencampuran obat biasanya terjadi degradasi oleh adanya oksidasi. (oksidatif dan hidrolitik).



• Dapat diatasi dengan : 1. penambahan antioksidan baik sendiri maupun berkombinasi dengan bahan pengkhelat.



2. Gas inert baik digunakan selama proses dan dalam kemasan (udara di atas ampul diganti dengan gas inert) (nitrogen / karbon dioksida)



3. Mempertahankan/



menjaga sterilitas • Pada dosis ganda, untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme,



• Setiap produk memerlukan persyaratan tersendiri. • Perubahan kecil dalam formulasi, misalnya perubahan konsentrasi obat, dapat menyebabkan sistem pengawet menjadi tidak memuaskan. Pengawet Konsentrasi



4. Kemudahan dalam pemberian Syaratnya ????



Larutan HARUS ISOTONIS



1. Efek Hipotonis : sel tubuh (eritrosit) mengembang dan kemudian pecah (hemolisa) 2. Efek Hipertonis : Sel akan kehilangan air dan menciut.



ADJUVANT DALAM SEDIAAN PARENTERAL • • • • • •



PEMBAWA BAHAN PENGISOTONIS BUFFER



ANTIOKSIDAN PENGAWET SOLUBILIZER, DSB



PEMBAWA



• Pembawa dapat berupa: 1. Pembawa air 2. Pembawa non air 3. Pembawa yang bercampur dengan air



Solubilizer 1. Gliseril 2. Peg (300, 400,) 3. Propilen glikol 4. Etanol 5. sorbitol



1. surfaktan, polisorbat 80 2. Polisorbat 20



1. Bahan pengompleks Nat. karboksimetil selulosa



Bahan pengawet antimikroba Untuk dosis Ganda



DAPAR • Perubahan pH pada sediaan parenteral dapat terjadi selama penyimpanan, karena: a. Reaksi penguraian zat b. Pengaruh wadah gelas, plastik dan tutup karet terhadap zat berkhasiat



c.



Pengaruh gas dan tekanan terhadap zat berkhasiat



DAPAR • pH yang baik adalah, adalah pH dengan kapasitas dapar yang memungkinkan penyimpanan lama dan darah dapat menyesuaikan diri serta pH ideal = 7,4 sesuai dengan pH darah. Karena bila pH > 9 dapat terjadi nekrosis pada jaringan dan bila pH < 3 sangat sakit pada waktu penyuntikan.



DAPAR • Kapasitas dapar adalah kemampuan tidak berubahnya pH dengan penambahan sedikit asam atau sedikit basa.



DAPAR • pH atau power of Hydrogen adalah ukuran tentang tingkat keasaman dan kebasaan dari suatu bahan. pH memegang peranan penting dalam keberhasilan pemberian dan efekterapi dari obat karena control pH diperlukan dalam :



DAPAR 1. 2. 3. 4. 5.



Untuk meningkatkan kestabilan dari sediaan Untuk mengurangi rasa sakit, iritasi dan nekrosis pada penyuntikan Untuk membantu mendeteksi dekomposisi Untuk menyiapkan lingkungan yang tidak baik bagi pertumbuhan mikroba Untuk meningkatkan aktivitas farmakologi



Untuk meningkatkan kestabilan dari sediaan • Kontrol pH diperlukan karena kemungkinan besar suatu bahan akan mengalami peruraian selama masa sterilisasi dengan pemanasan, selama masa penyimpanan. Oleh karena itu pemilihan pH kestabilan yang paling optimum haruslah dilakukan untuk menjaga sediaan tetap stabil.



Untuk mengurangi rasa sakit, iritasi dan nekrosis pada penyuntika • Kenyataannya beberapa obat paling stabil dalam bentuk larutan sangat alkali dan sangat asam, hal ini seharusnya diimbangi dengan pengetahuan bahwa beberapa obat memberikan rasa sakit bila disuntikkan dan dan dapat menyebabkan iritasi bahkan nekrosis pada jaringan.



• Hal ini terjadi pada rute pemberian secara subcutan, intramuscular digunakan, sedangkan rute intravena jika injeksi diberikan secara perlahanlahan, pengenceran akan segera terjadi dan pH dapat mengarah kearah netral akibat kerja dapar darah.



Untuk membantu mendeteksi dekomposisi • Ph dapat dijadikan sebagai pendeteksi terjadinya penguraian. Adanya perubahan pH selama penyimpanan menandakan terjadi reaksi yang kemungkinan besar menyebabkan obat terurai..



Untuk meningkatkan aktivitas farmakologi • Peningkatan aktivitas farmakologi dapat dilakukan dengan pengontrolan pH. Contohnya tetes mata dari obat golongan alkaloid memberikan efek terapi maksimal dalam bentuk basa daripada dalam bentuk garamnya



• Walaupun pH dapat mempengaruhi pemberian obat yaitu dapat menimbulkan rasa sakit tetapi dasar pemilian pH haruslah merujuk pada pH kestabilannya selama penyimpanan, tetapi sebaiknya memilih pH yang dekat dengan pH cairan tubuh. Bila pH obat yang aktif secara farmakologi berlawanan dengan pH kestabilannya, maka sebaiknya dibuat dalam bentuk serbuk steril dimana penambahan air steril secara aseptis dilakukan pada saat akan digunakan.



• Normalnya pH darah adalah sedikit alkali yaitu pH 7,4 dimana range yang normal adalah 7,3-7.5. Tetapi pH darah tidak boleh lebih dari 7.8. Bila larutan yang asam atau basa disuntikkan kedalam tubuh dengan volume yang kecil, maka darah dapat segera mendapar larutan tersebut.



Dapar • Dapar adalah larutan yang dapat mempertahankan harga pH tertentu terhadap usaha mengubah pH seperti penambahan asam, basa atau pengenceran. Larutan dapar terdiri dari dua tipa yaitu :



Komposisi dapar • Asam lemah dengan garamnya. • Basa lemah dengan garamnya.



• Mekanisme sebagai pendapar dapat digambarkan oleh larutan dapar asam asetat (CH3COOH) dan natrium asetat (CH3COONa) , bila ditambahkan basa (OH-) maka reaksi yang terjadi adalah :



• CH3COOH + OH- 



CH3COO- + H2O



• Bila yang ditambahkan dalam larutan adalah asam (H+) maka reaksi yang terjadi adalah :



• CH3COONa + H+  CH3COOH + Na-



• Sistem dapar yang dipilih seharusnya memiliki kemampuan yang cukup untuk menjaga pH selama jangka waktu yang telah ditentukan sesuai dengan jangka kestabilan dari sediaan.



Cara menghitung jumlah bahan yang digunakan dalam pembuatan bahan adalah dengan menggunakan persamaan Henderson-Hasselbach sebagai berikut : Untuk asam :  garam pH  pKa  log asam Untuk basa :



pH  pKa  log



basa



garam



• Adapun fungsi dari dapar dalam menstabilkan pH adalah : • Untuk mengurangi ketidaknyamanan pada pasien, dengan meminimalkan rasa sakit dan terjadinya nekrosis jaringan.



• Untuk menjamin kestabilan obat



• Untuk mengontrol aktifitas terapeutik obat



Penggunaan water-miscible solvent Jika zat aktif dari sediaan injeksi tidak stabil dalam air, maka pengatasannya dengan dibentuk sediaan kering steril atau dengan sistem kosolvensi. Aqua kosolven: pelarut pembantu, tidak pernah dipakai tunggal, tetapi campuran. • Glikols (glikol, propilen glikol, PEG BM rendah). PEG bersifat higroskopis sehingga kemampuan untuk melarutkan zat kurang, sehingga dipakai yang anhidrous dan BM rendah. Propilen glikol + benzil akohol (suhu 40oC), untuk injeksi digoxin.



• Etanol/alkohol • Dimetil asetamid, dimetil formasmide, DMSO. Pelarut ini larut sempurna dengan air, toksisitas akutnya rendah, toksisitas kronisnya merusak liver.



• N-(B-hidroksietil), laktamid • Aseton (kosolven pada obat antitumor dan antibiotik) • Asam organik (asam laktat, asam sitrat)



• Surfaktan (emulphor EL-714, chremophor, plurnic F 68, lesitin) • Antibeku (gliserol sp 5%, alkohol 15%)



wassalam Semoga berkah