G30120004 - Aspek Kimia Dalam Sediaan Formulasi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH KIMIA FORMULASI ASPEK KIMIA DALAM SEDIAAN FORMULASI



DISUSUN OLEH: NAMA



: MAURA MAQNALIA



NIM



: G30120004



PROGRAM STUDI KIMIA JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS TADULAKO PALU SEPTEMBER, 2022



ASPEK KIMIA DALAM SEDIAAN FORMULASI Formulasi adalah suatu proses mengubah zat aktif atau ekstrak dengan bantuan eksipien menjadi suatu bentuk sediaan. Formula adalah sebagai bentuk sediaan yang disusun berdasarkan karakteristik bahan baku. Tujuan formulasi yaitu untuk menentukan semua variable yang diperlukan dalam mengembangkan dan memproduksi sediaan farmasi secara optimal. Formulasi sediaan harus memperhatikan atau memenuhi aspek-aspek farmasetik (stabilitas/stability, keamanan/safety,efektivitas/efectivity, aseptabilitas/acceptability) agar diperoleh sediaan yang bermutu (berkualitas). Langkah awal formulasi yaitu studi sifat fisika, kimia, dan farmakologi zat aktif, penentuan bentuk sediaan, dan studi sifat fisika dan kima eksipien. Kimia Farmasi merupakan ilmu yang berkaitan dengan beberapa bidang ilmu lain, diantaranya: 1. Kimia organik mempelajari sifat, struktur, mekanisme, dan reaksi senyawa organik. Salah satu bagian terpenting dari kimia organik adalah pembahasan gugus fungsi dalam senyawa karbon. Gugus fungsi adalah atom atau kelompok atom yang mendefinisikan karakteristik kelompok. Contoh sediaan senyawa organik dengan gugus fungsi adalah asam karboksilat (asam asetilsalisilat, asam salisilat), gugus fenolik (parasetamol, anthargine), alkaloid xantin (kafein, aminofilin), dan lain-lain. 2. Biokimia Biokimia adalah cabang ilmu kimia yang mempelajari struktur kimia, bahan kimia, reaksi kimia, dan interaksi zat yang ditemukan dalam organisme hidup. Misalnya, denaturasi protein, reaksi enzimatik. A. Metabolisme Obat Dalam proses metabolisme obat, struktur kimia obat berubah di dalam tubuh dan proses ini dikatalisis oleh enzim. Metabolisme menghasilkan metabolit tidak aktif (bioinactivation) atau metabolit aktif terapeutik (bioactivation) dan bahkan dapat membentuk metabolit toksik atau toksik. Metabolisme obat bertujuan untuk mengubah obat menjadi metabolit tidak aktif, tidak beracun/tidak beracun, mudah larut dalam air (hidrofilik), dan mudah dikeluarkan dari tubuh. Tingkat biotransformasi obat dipengaruhi oleh konsentrasi obat, fungsi hati, usia, genetika, dan penggunaan obat lain. 1. Fase Perombakan dalah fase untuk membuat senyawa obat menjadi lebih polar dan mudah diekskresikan dengan cara memasukan gugus baru kedalam molekul obat atau gugus fungsional yang ada. Fase perombakan dapat berupa proses oksidasi, reduksi, atau hidrolisis. Contoh reaksi oksidasi : reaksi oksidasi asetanilid menjadi asetaminofen



Contoj reaksi reduksi : reaksi reduksi kloramfenikol menjadi arilamin



Contoh reaksi hidrolisis : reaksi hidrolisis prokain menjadi asam para-amino-benzoat



2. Fase Konjugasi adalah fase untuk melindungi gugus fungsi suatu obat atau metabolit obat dengan gugus baru seperti glukuronat, sulfat, dan asam amino yang diperoleh dari fase perombakan. Konjugasi dapat juga terjadi melalui reaksi metilasi, seperti Nmetilasi, Ometilasi, dan S-metilasi. Contoh reaksi-reaksi pada fase konjugasi : Reaksi konjugasi glukoronat : reaksi konjugasi salisilamid menjadi salisilamid glukaronat



Reaksi metilasi : reaksi metilasi tiourasil menjadi metiltiourasil



B. MEKANISME KERJA OBAT Mekanisme kerja obat yang paling umum adalah mengikat ke situs reseptor. Reseptor melokalisasi efek obat. Situs reseptor memiliki bentuk kimia yang sama dan dengan demikian berinteraksi dengan obat. Obat dan reseptor terkait seperti kunci dan memegang kunci untuk efek terapeutik. Setiap sel dalam tubuh memiliki seperangkat reseptor yang unik. Reseptor obat adalah bentuk lipoprotein atau asam nukleat yang secara unik dan spesifik ada dalam jaringan hidup dan mengandung gugus fungsi atau atom terorganisir yang berinteraksi secara reversibel dengan molekul obat untuk membentuk kompleks. Ini adalah makromolekul yang dapat diambil. Menghasilkan respon biologis yang spesifik. Senyawa yang dapat diaktifkan untuk menimbulkan respons disebut agonis. Selanjutnya, senyawa yang dapat membentuk kompleks dengan reseptor tetapi tidak dapat menimbulkan respons disebut antagonis. Senyawa yang aktif antara dua kelompok disebut antagonis parsial. Sebagian besar reseptor terletak di membran sel, seperti reseptor asetilkolin, reseptor insulin, dan sebagian kecil, seperti reseptor hormon steroid, terletak di dalam sel atau inti sel. Interaksi antara obat dan tempat pengikatan reseptor tergantung pada kompatibilitas kedua molekul. Molekul yang paling kompatibel dengan reseptor dan memiliki sejumlah besar ikatan (biasanya non-kovalen) lebih baik berinteraksi dengan situs aktif reseptor daripada senyawa lain. Oleh karena itu, senyawa tersebut memiliki afinitas terbesar untuk reseptor. C. STRUKTUR AKTIVITAS OBAT Sifat fisik dan kimia obat dapat mempengaruhi aktivitas biologisnya. Kedua sifat ini ditentukan oleh struktur kimia dan dapat mempengaruhi aktivitas obat yakni spesifisitas struktur obat. Spesifisitas/kekhususan struktur obat itu dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu : 1. Obat berstruktur tidak spesifik adalah obat yang bekerja secara langsung dan tidak bergantung pada struktur kimianya, kecuali struktur kimianya mempengaruhi sifat fisikokimianya. Obat dengan struktur nonspesifik memiliki struktur kimia yang berbeda dan tidak berinteraksi dengan struktur kimia tertentu. Aktivitas biologis obat dengan struktur non-spesifik terutama didasarkan pada sifat fisik molekul obat seperti kelarutan, ionisasi, aktivitas permukaan dan termodinamika. Contoh obat dengan struktur nonspesifik adalah anestesi umum seperti eter, kloroform, dan oksida nitrat, dan obat yang mengandung senyawa bakterisida seperti fenol, O-kresol, dan resorsinol. 2. Obat dengan struktur spesifik adalah obat yang aktivitas biologisnya disebabkan oleh sifat kimianya dan efek obatnya ditentukan oleh interaksi langsung antara obat dengan reseptor atau reseptor tertentu. Aktivitas biologis muncul dari konformasi struktur kimia dengan struktur reseptor untuk membentuk kompleks. Perubahan kecil dalam



struktur dasar dapat menyebabkan perubahan besar dalam aktivitas biologis, dan banyak senyawa dapat menunjukkan spektrum aktivitas mulai dari antagonisme hingga aktivitas yang serupa dengan senyawa induk. Sebagian besar molekul obat termasuk dalam kelompok ini. Contoh obat diuretik. Struktur kimia suatu obat umumnya terdiri dari struktur inti dan rantai samping. Struktur inti dapat berbentuk cincin siklik, heterosiklik, atau polisiklik. Rantai samping (R) berupa alifatik, siklik, atau heterosiklik. Rantai samping (R) bertindak sebagai gugus minor atau radikal bebas, menentukan aktivitas biologi dan sifat kimia fisika obat. Hubungan antara struktur kimia dan aktivitas biologis dapat dilakukan dengan mengaitkan gugus fungsional tertentu dengan respon biologis tertentu. Senyawa dengan gugus fungsional yang sama akan mempunyai aktivitas sama, contoh fenol, kresol, eugenol mengandung gugus fungsi hidroksil fenol dan berkhasiat sebagai antibakteri. Beberapa senyawa memiliki struktur kimia yang berbeda tetapi aktivitas biologisnya sama. Contoh senyawa dengan struktur berbeda tetapi aktivitas biologisnya sama. Anestesi umum seperti eter, siklopropana, dan halotan. Selain itu, beberapa senyawa memiliki aktivitas biologis yang berbeda meskipun memiliki unit struktural yang sama. Contoh senyawa dengan struktur yang berbeda dan aktivitas biologis yang berbeda adalah antibakteri (sulfanilamida), diuretik (hidroklorotiazid), antiepilepsi (diazon), antimalaria (sulfadoksin), urikosurik (probenesid) dan antidiabetes (karbbutamida). Aktivitas biologis suatu obat juga dipengaruhi oleh sifat kimia dan fisik molekul obat, seperti proses distribusi obat dan interaksi obat-reseptor. Proses distribusi obat melalui biomembran dipengaruhi oleh lipofilisitas molekul obat, kelarutan, ionisasi, dan pH. Proses interaksi obat dengan reseptor tipikal dipengaruhi oleh ikatan kimia seperti kovalen, ionik, hidrogen, dipol-dipol, van der Waals, ukuran molekul obat, dan efek stereokimia. Dengan demikian, sifat lipofilisitas, elektronik dan sterik sangat membantu molekul obat dalam mencapai aktivitas. D. MODIFIKASI STRUKTUR Modifikasi struktur molekul obat bertujuan untuk mendapatkan obat baru dengan aktivitas yang lebih tinggi. Perubahan struktural mempengaruhi aktivitas biologis obat yang ditentukan oleh sifat fisikokimia, distribusi di dalam sel dan jaringan, penetrasi ke dalam enzim dan reseptor, sifat respons terhadap target, dan ekskresi. Salah satu tujuan modifikasi struktural adalah untuk mengubah durasi kerja obat. Durasi kerja obat dapat diperpanjang atau diperpendek tergantung pada efek terapeutik yang diharapkan. Misalnya, kelas antibiotik tertentu harus mencapai dan mempertahankan kadar tinggi dalam darah. Salah satu cara untuk memperpanjang umur obat adalah melalui pembentukan garam asam, senyawa ester dari senyawa obat seperti penisilin-prokain, ester steroid (estrogen, progesteron, androgen) dan antibiotik tertentu (eritromisin,



kloramfenikol). Durasi kerja obat dapat dipersingkat dengan mengganti gugus kimia stabil dengan gugus labil. Misalnya, dari klorpropamida dengan durasi aksi 5,7 jam menjadi tolbutamid dengan durasi aksi 3,3 jam.



DAFTAR PUSTAKA Cartika, H. (2016). Modul Bahan Ajar Cetak Farmasi Kimia Farmasi. Jakarta : Pusdik SDM Kesehatan. Onlinelearning.ac.id. Formulasi Sediaan Obat Herbal. Diperoleh dari website Online Learning UHAMKA: https://onlinelearning.uhamka.ac.id/mod/resource/view.php?i d=290728. Diakses 30 September 2022.