EMFISEMA [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN EMFISEMA Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah KMB 1 Dosen Pengampu : Berlian Yuli Saputri, S.Kep,Ners,M.Kep



Disusun Oleh : TITIN KURNIA WATI NIM. A1R19033 PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN “HUTAMA ABDI HUSADA” TULUNGAGUNG TAHUN AJARAN 2020/2021



KATA PENGANTAR Puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN EMFISEMA” sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan tugas ini banyak hambatan dan kesulitan, namun berkat bantuan dari berbagai pihak, tugas ini dapat terselesaikan. Maka patutlah kiranya kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan kepada Dosen pembimbing mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah 1 Berlian Yuli Saputri,S.Kep,Ns,M.Kep yang telah memberi tugas untuk tambahan pengetahuan mahasiswa. Dengan segala kerendahan hati kami berusaha menyajikan yang terbaik dalam tugas ini. Namun, kami menyadari bahwa penyusunan tugas ini masih jauh dari harapan, kritik atau saran yang bersifat konstruktif tetap diharapkan demi kesempurnaan tugas ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya. Aamiin. Tulungagung, 12 Juli 2021



Penulis



LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN EMFISEMA DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS PRAKTIKUM KEEPRAWATAN MATA KULIAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 1 Telah disetujui dan disahkan pada : Hari



:



Tanggal :



Mengetahui



Mahasiswa



Dosen Pembimbing



Titin Kurnia Wati



Berlian Yuli Saputri, S.Kep,Ns, M.Kep



DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL……………………………………………………………………………… KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………….. DAFTAR ISI ………………………………………………………............................................ BAB I PANDAHULUAN ………………………………………………………………………... A. Latar belakang ……………………………………………………………………………... B. Rumusan Masalah ………………………………………………………………………… C. Tujuan…………………………………………………………………………............. ....... BAB II LAPORAN PENDAHULUAN A. Definisi . ……………………………………………………………………………………. B. Etiologi……………………………………………………………………………… ……... C. Patofisiologi……….. ………………………………………………………………………. D. Pathway……….. …………………………………………………………………………… E. Manifestasi Klinis………………………………………………………………………….. F. Klasifikasi…………………………………………………………………………… …….. G. Penatalaksanaan …………………………………………………………………………… H. Komplikasi…………………………………………………………………………… ……. I. Pemeriksaan Penunjang ……………………………………................................................



J. Konsep Dasar Keperawatan……………………………………........................................... BAB III PENUTUP……………………………………………………………………………….. A. Kesimpulan ……………………………………………………………………………….. DAFTAR PUSTAKA



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyak penyakit yang dikaitkan secara langsung dengan kebiasaan merokok. Salah satu yang harus diwaspadai adalah Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) / Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, angka kematian PPOK tahun 2010 diperkirakan menduduki peringkat ke-4. Semakin banyak jumlah batang rokok yang dihisap dan makin lama masa waktu menjadi perokok, semakin besar risiko dapat mengalami PPOK. Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menemukan peningkatan konsumsi rokok tahun 1970-1993 sebesar 193% atau menduduki peringkat ke-7 dunia dan menjadi ancaman bagi para perokok remaja yang mencapai 12,827,7%. Saat ini Indonesia menjadi salah satu produsen dan konsumen rokok tembakau serta menduduki urutan kelima setelah negara dengan konsumsi rokok terbanyak di dunia, yaitu China mengkonsumsi 1.643 miliar batang rokok per tahun, Amerika Serikat 451 miliar batang setahun, Jepang 328 miliar batang setahun, Rusia 258 miliar batang setahun, dan Indonesia 215 miliar batang rokok setahun. Kondisi ini memerlukan perhatian semua pihak khususnya yang peduli terhadap kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Atas dasar itulah, kami membahas lebih lanjut mengenai emfisema yang merupakan salah satu bagian dari PPOK. Sehingga diharapkan perawat mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada klien emfisema.



B. Rumusan Masalah 1. Apa Definisi dari Emfisema ? 2. Bagaimana Etiologi dari Emfisema ? 3. Bagaimana Patofisiolog dari Emfisema ? 4. Bagaimana Pathway dari Emfisema? 5. Apa saja Manifestasi Klinis dari Emfisema ? 6. Bagaimana Klasifikasi dari Emfisema ? 7. Bagaimana Penatalaksanaan Medis dari Emfisema ? 8. Apa Komplikasi dari Emfisema ? 9. Bagaimana Pemeriksaan penunjang dari Emfisema ? 10. Bagaimana Konsep Dasar Keperawatan dari Emfisema? C. Tujuan 1. Untuk mengetahui Definisi dari Emfisema. 2. Untuk mengetahui Etiologi dari Emfisema. 3. Untuk mengetahui Patofisiolog dari Emfisema. 4. Untuk mengetahuia Pathway dari Emfisema. 5. Untuk mengetahui Manifestasi klinis dari Emfisema. 6. Untuk mengetahui Klasifikasi dari Emfisema. 7. Untuk mengetahui Penatalaksanaan Medis dari Emfisema. 8. Untuk mengetahui komplikasi dari Emfisema . 9. Untuk mengetahui Pemeriksaan penunjang dari Emfisema. 10. Untuk mengetahui Konsep Dasar Keperawatan dari Emfisema.



LAPORAN PENDAHULUAN EMFISEMA A. DEFINISI Emfisema adalah penyakit obstruktif kronik akibat kurangnya elastisitas paru dan luas permukaan alveoli (Price & Wilson, 2013).Emfisema merupakan keadaan dimana alveoli menjadi kaku mengembang dan terus menerus terisi udara walaupun setelah ekspirasi (Mansjoer, 2008). Emfisema adalah penyakit paru kronik dan progresif yang terjadi ketika dindingdinding alveoli rusak/hancur bersama dengan pembuluh-pembuluh darah kapiler yang mengalir didalamnya. Hal ini mengurangi total area didalam paru dimana darah dan udara dapat bersentuhan sehingga membatasi potensi untuk pertukaran oksigen dan karbon dioksida. Akibatnya terjadi penurunan aliran udara ekspirasi dan terjadi hiper-inflasi yang menyebabkan aliran udara terhambat dan terperangkap di paru-paru, sehingga tubuh tidak mendapatkan oksigen yang diperlukan (Price & Wilson, 2013). Emfisema paru adalah suatu keadaan abnormal pada anatomi paru dengan adanya kondisi klinis berupa melebarnya saluran udara bagain distal bronkhiolus terminal yang disertai dengan kerusakan dinding alveoli. Emfisema adalah penyakit paru menahun yang paling umum dan sering diklasifikasikan dengan bronkitis menahun karena kejadian simultan dari dua kondisi. (Arif Muttaqin, 2008). Definisi emfisema menurut beberapa ahli : 1. Emfisema merupakan keadaan dimana alveoli menjadi kaku mengembang dan terus menerus terisi udara walaupun setelah ekspirasi (Kus Irianto, 2004, hlm. 216). 2. Emfisema merupakan morfologik didefisiensi sebagai pembesaran abnormal ruangruang udara distal dari bronkiolus terminal dengan desruksi dindingnya (Robbins, 1994, hlm. 253).



3. Emfisema adalah penyakit obtruktif kronik akibat kurangnya elastisitas paru dan luas permukaan alveoli (Corwin, 2000, hlm. 435). 4. Empisema adalah suatu perubahan anatomis paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara bagian distal bronkus terminal, yang disertai kerusakan dinding alveolus atau perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding alveolus, duktus alveolaris dan destruksi dinding alveolar (The American Thorack society 1962).  https://fdokumen.com/document/laporan-pendahuluan-emfisema.html B. ETIOLOGI Menurut Brunner & Suddarth (2002), merokok merupakan penyebab utama emfisema. Akan tetapi pada sedikit pasien (dalam presentasi kecil) terdapat predisposisi familiar terhadap emfisema yang yang berkaitan dengan abnormalitas protein plasma, defisiensi antitripsin-alpha1 yang merupakan suatu enzim inhibitor. Tanpa enzim inhibitor ini, enzim tertentu akan menghancurkan jaringan paru. Individu yang secara ganetik sensitive terhadap faktor-faktor lingkungan (merokok, polusi udara, agen-agen infeksius, dan alergen) pada waktunya akan mengalami gejala-gejala obstruktif kronik. Sangat penting bahwa karier genetik ini harus diidentifikasikan untuk memungkinkan modifikasi faktor-faktor lingkungan untuk menghambat atau mencegah timbulnya gejalagejala penyakit. Konseling genetik juga harus diberikan. https://fdokumen.com/document/laporan-pendahuluan-emfisema.html C. PATOFISIOLOGI Menurut Black (2014), patofisologi penyakit tersebut adalah : Emfisema adalah gangguan yang berupa terjadinya kerusakan pada dinding alveolus. Kerusakan tersebuat menyebabkan ruang udara terdistensi secara permanen. Akibatnya aliran udara akan terhambat, tetapi bukan karena produksi mukus yang berlebih seperti bronchitis kronis. Beberapa bentuk dari emfisema dapat terjadi akibat rusaknya fungsi pertahanan normal pada paru melawan enzim-enzim tertentu. Peneliti menunjukkan enzim protease dan elastase dapat menyerang dan menghancurkan jaringan ikat paru. Ekspirasi yang sulit pada penderita emfisema merupakan akibat dari rusaknya



dinding di antara alveolus (septa), kolaps parsial pada jalan nafas, dan hilangnya kelenturan alveolus untuk mengembang dan mengempis. Dengan kolapsnya alveolus dan septa, terbentuk kantong udara di antara alveoli (belb) dan di dalam parenkim paru (bula). Proses tersebut menyebabkan peningkatan ruang rugi ventilasi (ventilator dead space), yaitu area yang tidak berperan dalam pertukaran udara maupun darah. Usaha untuk bernafas akan meningkat karena jaringan fungsional paru untuk pertukaran oksigen dan karbon dioksida 14 Poltekkes Kemenkes Yogyakarta berkurang. Emfisema menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah kapiler paru, serta penurunan perfusi dan ventilasi oksigen lebih jauh.



D. PATHWAY



E. MANIFESTASI KLINIS Menurut Mansjoer (2008) dan GOLD (2010) yaitu: Malfungsi kronis pada sistem pernafasan yang manifestasi awalnya ditandai dengan batuk-batuk dan produksi dahak



khususnya yang muncul di pagi hari. Nafas



pendek sedang



yang berkembang menjadi nafas pendek, sesak nafas akut, frekuensi nafas yang cepat, penggunaan otot bantu pernafasan dan ekspirasi lebih lama daripada inspirasi. Emfisema paru adalah suatu penyakit menahun, terjadi sedikit demi sedikit bertahun-bertahun. Biasanya mulai pada pasien perokok berumur 15-25 tahun. Pada umur 25-35 tahun mulai timbul perubahan pada saluran nafas kecil dan fungsi paru. Umur 35-45 tahun timbul batuk yang produktif. Pada umur 45-55 tahun terjadi sesak nafas, hipoksemia dan perubahan spirometri. Pada umur 55-60 tahun sudah ada kor-pulmonal, yang dapat menyebabkan kegagalan nafas dan meninggal dunia. Pada pengkajian fisik didapatkan : 1.



Dispnea



2.



Pada inspeksi: bentuk dada „burrel chest‟



3.



Pernapasan



dada,



pernapasan



abnormal



tidak efektif, dan



penggunaan otot-otot aksesori pernapasan (sternokleidomastoid).



4.



Pada perkusi: hiperesonans dan penurunan fremitus pada seluruh bidang paru.



5.



Pada auskultasi: terdengar bunyi napas dengan krekels, ronki, dan perpanjangan ekspirasi.



6.



Anoreksia, penurunan berat badan, dan kelemahan umum



7.



Distensi vena leher selama ekspirasi.



Adapun gejala dari penyakit emfisema paru-paru diantaranya adalah: 1. Pada awal gejalanya serupa dengan bronkhitis kronis. 2. Napas terengah-engah disertai dengan suara seperti peluit. 3.



Dada berbentuk seperti tong, otot leher tampak menonjol, penderita sampai membungkuk.



4. Bibir tampak kebiruan 5. Berat badan menurun akibat nafsu makan menurun



F. KLASIFIKASI Terdapat 2 (dua) jenis emfisema utama, yang diklasifikasikan berdasarkan tempat terjadinya yaitu: 1. Centriacinar atau Centrilobular Emfisema (CLE)



CLE



ini



secara selektif hanya menyerang bagian



bronkhiolus



respiratorius. Dinding- dinding mulai berlubang, membesar, bergabung dan akhirnya cenderung menjadi satu ruang. Penyakit ini sering kali menyerang bagian atas paru-paru, tapi cenderung menyebar tidak merata. CLE lebih banyak ditemukan pada perokok berat dengan bronchitis kronik, dan jarang



ditemukan pada mereka yang tidak merokok. (Price & Wilson, 2013). 2. Panacinar atau Panlobular Emfisema (PLE) Panlobular Emfisema mempengaruhi bagian bawah paru-paru. Jenis emfisema ini disebabkan terutama karena kekurangan enzim alfa-1 antitrypsin, yang penting untuk fungsi normal paru-paru. Merupakan bentuk emfisema yang kurang umum, dan dapat dijumpai pada orang yang tidak pernah merokok/perokok pasif. (Price & Wilson, 2013). CLE dan PLE sering kali ditandai dengan adanya bullae tetapi bisa juga tidak. Biasanya bullae timbul akibat adanya penyumbatan katup pengatur bronkhiolus. Pada waktu inspirasi lumen bronkhiolus melebar sehingga udara dapat melewati penyumbatan akibat penebalan mukosa dan banyaknya mucus. Tetapi sewaktu ekspirasi, lumen bronkhiolus tersebut kembali menyempit, sehingga sumbatan dapat menghalangi keluarnya udara (Brunner & Suddarth, 2008).



G. PENATALAKSANAAN MEDIS Penatalaksanaan amfisema menurut Mansjoer (2002) adalah : Pencegahan yaitu mencegah kebiasaan merokok, infeksi, polusi udara. Terapi eksasebrasi akut dilakukan dengan : a. Antibiotik, karena eksasebrasi akut biasanya disertai infeksi. Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. Influenzae dan S. Pneumonia, maka digunakan ampisillin 4 x 0,25-0,5 g/hari atau eritromisin 4 x 0,5 g/hari. b. Augmentin (amoksisilin dan asam kluvanat) dapat diberikan jika kuman penyebab infeksinya adalah H. Influenzae dan B. Catarhalis yang memproduksi beta laktamase. c. Pemberian antibiotik seperti kotrimoksasol, amoksisilin, atau doksisilin pada pasien yang mengalami eksasebrasi akut terbukti mempercepat penyembuhan dam



membantu mempercepat kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam 7-10 hari selama periode eksasebrasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan antibiotic yang lebih kuat. d. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernafasan karena hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO2. e. Fisioterapi membantu pasien untuk mengeluarkan sputum dengan baik. f. Bronkodilator untuk mengatasi, termasuk didalamnya golongan adrenergik. Pada pasien dapat diberikan salbutamol 5 mg dan atau ipratorium bromide 250 mikrogram diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,25- 0,5 g iv secara perlahan. Terapi jangka panjang dilakukan dengan : a) Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisillin 4 x0,25-0,5/hari dapat menurunkan kejadian eksasebrasi akut. b) Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran nafas tiap pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif dari fungsi faal paru. c) Fisioterapi, program fisioterapi yang dilaksanakan berguna untuk mengeluarkan mukus dari saluran nafas, memperbaiki efisiensi ventilasi, Memperbaiki dan meningkatkan kekuatan fisis d) Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik. e) Terapi jangka penjang bagi pasien yang mengalami gagal nafas tipe II dengan PaO2 f) Memperbaiki dan meningkatkan kekuatan fisis http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/2128/1/KTI%20CORNELIS%20YOHNI %20MENGKO.pdf H. KOMPLIKASI Komplikasi amfisema menurut Irman Soemantri (2009) : 1. Hipoksemia Hipoksemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 < 55 mmHg, Pada tahap lanjut akan timbul sianosis. 2. Asidosis Respiratori



Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnea). Tanda yang muncul antara lain nyeri kepala, fatgue, letargi, dizzines, dan takipnea. 3. Infeksi Respiratori Infeksi pernapasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus dan rangsangan otot polos bronkial serta edema mukosa Terbatasnya aliran akan menyebabkan peningkatan kerja otot napas dan timbulnya dispnea. 4. Kardiak Disritmia Timbul karena hipoksemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis respiratori.



I. PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Pengukuran Fungsi Paru (Spirometri) Pengukuran fungsi paru biasanya menunjukkan kapasitas paru total (TLC) dan volume residual (RV). Terjadi penurunan dalam kapasitas vital (VC) dan volume ekspirasi paksa (FEV). Temuan-temuan ini menegaskan kesulitan ynag dialami klien dalam mendorong udara keluar dari paru. No



Normal



Pada klien Emfisema



TLC



6000 ml







6000 ml



RV



1200 ml







1200 ml



VC



4800 ml