Makalah Askep Emfisema [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KATA PENGANTAR



Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan rahmatnya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul” ASUHAN KEPERAWATAN EMFISEMA” Makalah ini disusun berdasarkan hasil data-data dari media elektronik berupa internet dan media cetak.Ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua dalam menambah pengetahuan atau wawasan mengenai keperawatan.Penulis sadar makalah ini belumlah sempurna,maka dari itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran



dari pembaca agar



makalah ini menjadi sempurna.



Bandar Lampung, Juni 2017



PENULIS



1



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ................................................................................



2



DAFTAR ISI...............................................................................................



3



BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang....................................................................................



4



1.2. Rumusan Masalah ..............................................................................



4



1.3. Tujuan Penulisan ................................................................................



5



1.4



Manfaat ...............................................................................................



5



BAB II. PEMBAHASAN ...........................................................................



6



2.1. Tinjauan medis ...................................................................................



6



2.1.1 Definisi ...............................................................................................



6



2.1.2 Etiologi ...............................................................................................



7



2.1.3 Manisfestasi klinis ..............................................................................



7



2.1.4 Klasifikasi ...........................................................................................



8



2.1.5 Patofisiologi ........................................................................................



8



2.1.6 Pemeriksaan penunjang ......................................................................



9



2.1.7 Penatalaksanaan ..................................................................................



10



2.1.8 Prognosis ............................................................................................



10



2.2. Tinjauan asuhan keperawatan.............................................................



10



2.2.1 Pengkajian. .........................................................................................



10



2.2.2Diagnosa keperawatan .........................................................................



13



2.2.3 Intervensi PPOM ................................................................................



14



2.2.4 Evaluasi ..............................................................................................



20 2



BAB III PENUTUP ....................................................................................



21



3.1



Kesimpulan .........................................................................................



21



3.2



Saran ...................................................................................................



21



DAFTAR PUSTAKA .................................................................................



22



3



BAB I PENDAHULUAN



1.1



Latar Belakang



Diera globalisasi ini, banyak sekali masalah kesehatan yang terjadi akibat kemajuan teknologi yang semakin canggih. Masalah yang sering muncul diperkotaan adalah gangguan fungsi pernapasan. Gangguan ini terjadi karena semakin banyaknya jumlah polusi yang ada di daerah perkotaan. Apakah gangguan pernapasan hanya menyerang orang yang tinggal diperkotaan? Jawabanya “tidak”. Semua orang dapat mengalami gangguan pernapasan, tetapi yang lebih sering adalah mereka yang tinggal di daerah perkotaan. Salah satu masalah pernapasaan yaitu Emfisema yang akan saya bahas dalam makalah ini. emfisema adalah Penyakit Paru Obstruksi Kronik. Polusi merupakan penyebab utama terjadinya emfisema. Penderita emfisema mengalami kemajuan seiring dengan kemajuan teknologi. Tidak hanya kemajuan teknologi yang dapat menyebabkan terjadinya emfisema, gaya hidup juga dapat menyebabkan terjadinya emfisema seperti merokok. Asap rokok dapat menggagnggu fungsi dari silia. Selain itu factor genetik dan infeksi juga berperan sebagai pendukung terjadinya emfisema. Dalam keperawatan tindakan awal yang kita lakukan adalah pemeriksaan fisik, dengan melakukan pemeriksaan fisik kita dapat membuat analisis data dan mendapatkan diagnosa, setelah itu kita dapat merencanakan tindakan keperawatan ( intervensi ), kemudian implementasi. Setiap melakukan tindakan keperawatan harus selalu melakukan evaluasi. Evaluasi untuk melihat hasil dari intervensi dan tindakan yang kita lakukan dan dapat mencegah terjadinya kesalahan dalam tindakan keperawatan. 1.2



Rumusan Masalah



1.2.1 Apa definisi dari Emfisema? 1.2.2 Apa etiologi dari Emfisema? 1.2.3 Apa manifestasi klinis dari Emfisema? 1.2.4 Apa klasifikasi dari Emfisema? 1.2.5 Apa patofisiologi dari Emfisema? 1.2.6 Apa peeriksaan penunjang dari Emfisema? 1.2.7 Apa penatalaksanaan dari Emfisema? 1.2.8 Apa prognosis dari Emfisema? 1.2.9 Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan Emfisema?



4



1.3



Tujuan



1.3.1 Untuk mengetahui definisi dari Emfisema. 1.3.2 Untuk mengetahui etiologi dari Emfisema. 1.3.3 Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Emfisema. 1.3.4 Untuk mengetahui klasifikasi dari Emfisema. 1.3.5 Untuk mengetahui patofiologi dari Emfisema. 1.3.6 Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari Emfisema. 1.3.7 Untuk mengetahui penatalaksanaan dari Emfisema. 1.3.8 Untuk mengetahui prognosis dari Emfisema. 1.3.9 Untuk menjelaskan asuhan keperawatan yang harus diberikan kepada klien dengan gangguan Emfisema.



1.4



Manfaat



1.4.1



Mahasiswa dapat mengetahui Konsep Dasar Penyakit “Emfisema” yang meliputi



definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, Komplikasi, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, dan pencegahan penyakit “Emfisema”. 1.4.2 Mahasiswa dapat mengetahui Konsep Dasar Asuhan Keperawatan pada pasien dengan penyakit “Emfisema”.



5



BAB II PEMBAHASAN



2.1



Tinjauan Medis



2.1.1 Definisi Menurut Corwin emfisema adalah penyakit obstruktif kronik akibat berkurangnya elastisitas paru dan luas permukaan alveolus. Kerusakan dapat terbatas hanya dibagian sentral lobus, dimana dalam hal ini yang paling terpengaruh adalah integritas dinding bronkhiolus, atau dapat mengenai bagian paru secara keseluruhan, yang dapat menyebabkan kerusakan bronkus dan alveolus. (Corwin, 2001 : 435). Emfisema merupakan gangguan pengembangan paru-paru yang ditandai oleh pelebaran ruang udara di dalam paru-paru disertai destruksi jaringan (WHO). Emfisema merupakan keadaan dimana alveoli menjadi kaku mengembang dan terus menerus terisi udara walaupun ekspirasi. ( Kus Irianto 2004.216 ) Emfisema adalah penyakit yang gejala utamanya adalah penyempitan (obstruksi) saluran napas, karena kantung udara di paru menggelembung secara berlebihan dan mengalami kerusakan yang luas. Emfisema adalah jenis penyakit paru obstruktif kronik yang melibatkan kerusakan pada kantung udara (alveoli) di paru-paru sehingga membuat udara kantung ini tidak dapat menahan bentuk fungsional mereka pada pernafasan. Akibatnya, tubuh tidak mendapatkan oksigen yang diperlukan. Emfisema membuat penderita sulit bernafas. Penderita mengalami batuk kronis dan sesak napas. Hal ini termasuk dalam kelompok penyakit yang disebut penyakit paru obstruktif kronis atau COPD (paru mengacu pada paruparu). Emfisema dapat dialami pria dan wanita, tetapi yang lebih sering dialami oleh pria. Kenapa lebih sering dialami pria? Karena pria lebih banyak yang merokok dibandingkan wanita, selain itu pria lebih sering bekerja di luar rumah yang banyak sekali polusi, terutama para buruh. Penderita emfisema pada awalnya tidak menunjukkan tanda dan gejala mengalami emfisema ini. Gejala semakin berat setelah penyakit semakin parah. Tanda dan gejala yang tampak pada penderita emfisema adalah dispnea atau kesulitan bernapas. Dispnea dapat terjadi saat klien melakukan aktivitas. Untuk mengetahui apakah seseorang mengalami emfisema kita dapat melakukan pemeriksaan diagnosti untuk menunjang diagnosis.



6



2.1.2 Etiologi 1.



Rokok



Secara patologis rokok dapat menyebabkan gangguan pergerakkan silia pada jalan napas, menghambat fungsi makrofag alveolar, menyebabkan hipertrofi dan hiperplasi kelenjar mucus bronkus. Gangguan pada silia, fungsi makrofag alveolar mempermudah terjadinya perdangan pada bronkus dan bronkiolus, serta infeksi pada paru-paru. Peradangan bronkus dan bronkiolus akan mengakibatkan obstruksi jalan napas, dinding bronkiolus melemah dan alveoli pecah. Disamping itu, merokok akan merangsang leukosit polimorfonuklear melepaskan enzim protease (proteolitik), dan menginaktifasi antiprotease (Alfa-1 anti tripsin), sehingga terjadi ketidakseimbangan antara aktifitas keduanya 2.



Polusi



Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan terjadinya emfisema. Insidensi dan angka kematian emfisema dapat lebih tinggi di daerah yang padat industrialisasi. Polusi udara seperti halnya asap tembakau juga menyebabkan gangguan pada silia, menghambat fungsi makrofag alveolar 3.



Infeksi



Infeksi saluran napas akan menyebabkan kerusakan paru lebih berat. Penyakit infeksi saluran napas seperti pneumonia, bronkiolitis akut, asma bronkiale, dapat mengarah pada obstruksi jalan napas, yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya emfisema 4.



Faktor genetic



Defisiensi Alfa-1 anti tripsin. Cara yang tepat bagaimana defisiensi antitripsin dapat menimbulkan emfisema masih belum jelas. 5.



Obstruksi jalan napas



Emfisema terjadi karena tertutupnya lumen bronkus atau bronkiolus, sehingga terjadi mekanisme ventil. Udara dapat masuk ke dalam alveolus pada waktu inspirasi akan tetapi tidak dapat keluar pada waktu ekspirasi. Etiologinya ialah benda asing di dalam lumen dengan reaksi lokal, tumor intrabronkial di mediastinum, kongenital. Pada jenis yang terakhir, obstruksi dapat disebabkan oleh defek tulang rawan bronkus



2.1.3 Manifestasi Klinis Gejala : 1.



Pada awal gejalanya serupa dengan bronkhitis Kronis



2.



Napas terengah-engah disertai dengan suara seperti peluit 7



3. Dada berbentuk seperti tong, otot leher tampak menonjol, penderita sampai membungkuk 4.



Bibir tampak kebiruan



5.



Berat badan menurun akibat nafsu makan menurun



6.



Batuk menahun.



Gejala Emfisema ringan semakin bertambah buruk selama penyakit terus berlangsung. Gejala-gejala emfisema antara lain: 1.



Sesak napas



2.



Mengi.



3.



Sesak dada



4.



Mengurangi kapasitas untuk kegiatan fisik



5. Batuk ringan atau batuk kronis mungkin. Anda menghasilkan lendir atau dahak ketika batuk keras. 6. Kehilangan nafsu makan dan berat badan. Ini adalah lingkaran setan. Emfisema dapat membuat makan lebih sulit, dan tindakan makan dapat merampok Anda dari napas Anda. Hasilnya adalah bahwa Anda tidak mungkin merasa ingin makan banyak waktu. 7. Kelelahan. Anda akan merasa lelah baik karena lebih sulit untuk bernafas dan karena tubuh Anda mendapatkan oksigen kurang dari yang dibutuhkan. Sesak napas dalam waktu lama dan tidak dapat disembuhkan dengan obat pelega yang biasa digunakan penderita sesak napas. Nafsu makan yang menurun dan berat badan yang menurun juga biasa dialami penderita emfisema.Gejala utama dari emfisema adalah sesak napas, sesak nafas dan mengurangi kapasitas untuk kegiatan fisik, yang keduanya cenderung menjadi lebih buruk sebagai penyakit berlangsung. Pada waktunya, Anda mungkin mengalami kesulitan bernapas bahkan ketika berbaring, dan mungkin menjadi sangat sulit untuk bernapas selama dan setelah infeksi pernapasan, seperti pilek atau flu.



2.1.4 Klasifikasi Secara morfologis terdapat 2 tipe utama emfisema: 1.



Sentrilobuler (CLE)



Terjadi distensi & kerusakan bronkiolus. Lubang-lubang terbentuk pada dinding bronkiolus, lubang tersebut menjadi membesar dan saling bertemu & cenderung untuk membentuk satu ruang sejalan dengan meluasnya dinding. Penyakit cendurung menjadi tidak beraturan yg menyebar diseluruh paru tetapi lebih hebat pd bagian atas. 2.



Panlobuler



8



Terjadi pembesaran dan kerusakan yg lebih beraturan dr alveoli dalam asinus pulmonary. PLE biasanya lebih difus & lebih hebat dp paru bagian bawah. Toraks klien yang mengalami emfisema dibuka, paru-parunya tampak sangat membesar yg tetap terisi oleh udara & tidak kolaps. Paru-paru tampak lebih putih dibanding yg normal & teraba lembut atau bergelembung-gelembung.



Karena dinding alveolar terus mengalami



kerusakan, jaring-jaring kapiler pulmonal berkurang. Aliran darah pulmonal meningkat & ventrikel



kanan dipaksa untuk mempertahankan tekanan darah yg tinggi dalam arteri



pulmonal sehingga terjadi gagal jantung sebelah kanan (kurpulmonal).



2.1.5 Patofisiologi Pada emfisema paru penyempitan saluran nafas terutama disebabkan elastisitas paru yang berkurang. Pada paru-paru normal terjadi keseimbangan antara tekanan yang menarik jaringan paru ke luar yaitu disebabkan tekanan intrapleural dan otot-otot dinding dada dengan tekanan yang menarik jaringan paru ke dalam yaitu elastisitas paru. Bila terpapar iritasi yang mengandung radikal hidroksida (OH-). Sebagian besar partikel bebas ini akan sampai di alveolus waktu menghisap rokok. Partikel ini merupakan oksidan yang dapat merusak paru. Parenkim paru yang rusak oleh oksidan terjadi karena rusaknya dinding alveolus dan timbulnya modifikasi fungsi dari anti elastase pada saluran napas. Sehingga timbul kerusakan jaringan interstitial alveolus. Partikel asap rokok dan polusi udara mengenap pada lapisan mukus yang melapisi mukosa bronkus. Sehingga menghambat aktivitas silia. Pergerakan cairan yang melapisi mukosa berkurang. Sehingga iritasi pada sel epitel mukosa meningkat. Hal ini akan lebih merangsang kelenjar mukosa. Keadaan ini ditambah dengan gangguan aktivitas silia. Bila oksidasi dan iritasi di saluran nafas terus berlangsung maka terjadi erosi epital serta pembentukanjaringan parut. Selain itu terjadi pula metaplasi squamosa dan pembentukan lapisan squamosa. Hal ini menimbulkan stenosis dan obstruksi saluran napas yang bersifat irreversibel sehingga terjadi pelebaran alveolus yang permanen disertai kerusakan dinding alveoli. 2.1.6 Pemeriksaan Penunjang 1.



Rontgen dada



Menunjukkan hiperinflasi, pendataran diafragama, pelebaran margin intercosta, dan jantung normal. 2. Spirometri



9



Pemeriksaan fungsi pulmonary, biasanya menunjukkan peningkatan kapasitas paru total dan volume residual, penurunan dalam kapsitas vital dan volume ekspirasi kuat. 3. Pemeriksaan gas-gas darah arteri Dapat menunjukkan hipoksia ringan dengan hiperkapnia.



2.1.7 Penatalaksanaan Penatalaksanaan Emfisema Paru dilakukan secara berkesinambungan untuk mencegah timbulnya penyulit, meliputi: 1.



Edukasi, yakni memberikan pemahaman kepada penderita untuk mengenali gejala dan



faktor-faktor pencetus kekambuhan Emfisema Paru. 2. 3.



Sedapat mungkin menghindari paparan faktor-faktor pencetus. Rehabilitasi medik untuk mengoptimalkan fungsi pernapasan dan mencegah



kekambuhan, diantaranya dengan olah raga sesuai usia dan kemampuan, istirahat dalam jumlah yang cukup, makan makanan bergizi. 4.



Oksigenasi (terapi oksigen)



5.



Obat-obat bronkodilator dan mukolitik agar dahak mudah dikeluarkan.



6.



Terapi Aerosol



Aerosolisasi dari bronkodilator salin dan mukolitik sering kali digunakan untuk membantu dalam bronkodilatasi. Aerosol yang dinebuliser menghilangkan brokospasme, menurunkan edema mukosa, dan mengencerkan sekresi bronchial. Hal ini memudahkan proses pembersihan bronkiolus, membantu mengendalikan proses inflamasi, dan memperbaiki fungsi ventilasi. 7.



Pengobatan Infeksi



Pasien dengan emfisema rentan terjadap infeksi paru dan harus diobati pada saat awal timbulnya tanda-tanda infeksi. Terapi antimikroba dengan tetrasiklin, ampisilin, amoksisilin, atau trimetroprim-sulfametoxazol biasanya diresepkan. 8.



Kortikosteroid



Digunakan setelah tindakan lain untuk melebarkan bronkiolus dan membuang sekresi. Prednison biasanya diresepkan.



2.1.8 Prognosis Prognosis jangka pendek maupun jangka panjang bergantung pada umur dan gejala klinis waktu berobat. Penderita yang berumur kurang dari 50 tahun dengan : 1. Sesak ringan, 5 tahun kemudian akan terlihat ada perbaikan. 10



2. Sesak sedang, 5 tahun kemudian 42 % penderita akan sesak lebih berat dan meninggal.



2.2



Tinjauan Asuhan Keperawatan



2.2.1 Pengkajian 1. Aktivitas/ Istirahat Gejala : 1) Keletihan, kelelahan, malaise. 2) Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari- hari karena sulit bernapas. 3) Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi. Dispnea pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas atau latihan. Tanda : 1)



Keletihan.



2)



Gelisah, insomnia.



3)



Kelemahan umum/ kehilangan masa otot.



2. Sirkulasi Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas bawah. Tanda : 1)



Peningkatan TD.



2)



Peningkatan frekuensi jantung/ takikkardia berat, disritmia.



3)



Distensi vena leher ( penyakit berat ).



4)



Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung.



5)



Bunyi jantung redup ( yang berhubungan dengan peningkatan diameter AP dada ).



6)



Warna kulit/ mebran mukosa : normal atau abu- abu/ sianosis ; kuku tabuh dan sianosis



perifer. 7)



Pucat dapat menunjukkan anemia.



3. Integritas Ego Gejala : 1) Peningkatan faktor resiko. 2) Perubahan pola hidup. Tanda : Ansietas, ketakutan, peka rangsang. 4. Makanan / Cairan Gejala : 1) Mual/ muntah. 2) Nafsu makan buruk/ anoreksia. 11



3) Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan. 4) Penurunan berat badan menetap. Tanda : 1) Turgor kulit buruk. 2) Edema dependen. 3) Berkeringat. 4) Penurunan berat badan, penurunan massa otot/ lemak subkutan. 5. Higiene Gejala : 1) Penurunan kemampuan/ peningkatan kebutuhan 2) Bantuan melakukan aktivitas sehari- hari. Tanda : Kebersihan buruk, bau badan. 6. Pernapasan Gejala : 1) Napas pendek 2) Episode batuk hilang – timbul, biasanya tidak produktif pada tahap dini meskipun dapat menjadi produktif. 3) Riwayat pneumonia berulang, terpajan polusi kimia/ iritan pernapasan dalam jangka panjang (misal rokok sigaret) atau debu / asap (misal Asbes, debu batubara, rami katun, serbuk gergaji). 4) Factor keluarga dan keturunan, mis., defisiensi alfa –antitripsin. 5) Penggunaan oksigen pada malam hari. Tanda : 1) Pernapasan : biasanya cepat, dapat lambat. 2) Fase ekspirasi memanjang dengan mendengkur, napas bibir. 3) Penggunaan otot bantu pernapasan misal, meninggikan bahu, retraksi fosa supraklafikula, melebarkan hidung. 4) Dada : dapat terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter AP ( bentuk – barrel); gerakan diafragma minimal. 5) Bunyi napas : mungkin redup dengan ekspirasi mengi. 6) Perkusi : hiperesonan pada area paru ( misal jebakan udara dengan emfisema ); bunyi pekak pada area paru ( misal konsolidasi, cairan, mukosa ). 7) Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 atau 5 kata sekaligus.



12



8) Warna : “pink puffer” karena warna kulit normal meskipun pertukaran gas tak normal dan frekuensi pernapasan cepat. 9) Tabuh pada jari- jari. 7. Keamanan Gejala : 1)



Riwayat reaksi alerhi atau sensitive terhadap zat/ faktor lingkungan.



2)



Ada / berulangnya infeksi.



8. Seksualitas Gejala : Penurunan libido. 9. Interaksi Sosial Gejala : 1)



Hubungan ketergantungan.



2)



Kurang sistem pendukung.



3)



Kegagalan dukungan dari/ terhadap pasangan/ orang terdekat.



4)



Penyakit lama atau ketidakmampuan membaik.



Tanda : 1)



Ketidakmampuan untuk membuat/ mempertahankan suara ketika distress pernapasan.



2)



Keterbatasan mobilitas fisik.



3)



Kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain.



10.



Penyuluhan/ Pembelajaran



Gejala : 1)



Penggunaan/ penyalahgunaan obat pernapasan.



2)



Kesulitan menghentikan merokok.



3)



Penggunaan alcohol secara teratur.



4)



Kegagalan untuk membaik.



11. Pertimbangan Rencana Pemulangan : 1)



DRG menunjukkan rerata lama dirawat: 5,6hari.



2)



Bantuan dalam berbelanja, tranportasi, kebutuhan perawatan rumah/ mempertahankan



tugas rumah. 3)



Perubahan pengobatan/ program terapeutik.



2.2.2 Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang lazim pada lansia dengan PPOM, antara lain : 1. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan tertahannya sekresi. 13



2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen. 3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan inadekuat pertahanan primer dan sekunder, penyakit kronis. 4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disprisa, kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual / muntah. 5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplay dan kebutuhan oksigen, kelemahan, dispnea. 6.



Defisit pengetahuan tentang PPOM berhubungan dengan kurang informasi, salah



mengerti tentang informasi, kurang mengingat / keterbatasan kognitif .



2.2.3 Intervensi PPOM 1. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan tertahannya sekresi. Tujuan : Mengefektifkan jalan nafas Hasil yang diharapkan : 1) Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih / jelas 2)



Menunjukkan



perilaku



untuk



memperbaiki



bersihan



jalan



nafas



Misal : Batuk efektif dan mengeluarkan sekret. Intervensi : 1) Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misal : mengi, krekels, ronki. Rasional : Beberapa derajat bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan tidak dimanifestasikan adanya bunyi nafas adventisius, misal: krekels basah (bronkhitis), bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema). 2)



Kaji / pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi mengi (emfisema)



Rasional : Takipnea ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan / selama stress / adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan ferkuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi. 3) Kaji pasien untuk posisi yang nyaman misal: peninggian kepala tempat tidur, duduk dan sandaran tempat tidur. Rasional : Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi, namun pasien dengan slifres berat akan mencari posisi yang paling mudah untuk bernafas. 14



4) Pertahankan polusi lingkungan minimum debu, asap dll Rasional : Pencitus tipe reaksi alergi pernafasan yang dapat mentrigen episode akut. 5) Bantu latihan nafas abdomen / bibir Rasional : Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan menurunkan jebakan udara. 6) Ajarkan teknik nafas dalam batuk efektif Rasional : Batuk dapat menetap tetapi efektif khususnya bila pada lansia,sakit akut, atau kelemahan. Batuk paling efektif pada posisi duduk tinggi / kepala dibawah setelah perkusi dada. 7) Kolaborasi a. Berikan obat sesuai indikasi Brokodilator mis, B-agonis, Epinefrin (adrenalin, vaponefrim) albuterol (Proventil, Ventolin) terbulatin (Brethine, Brethaire), isoetarin (Brokosol, Bronkometer). Rasional : Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti lokal, menurunkan spasme jalan nafas mengi, dan produksi mukosa, obat-obat mungkin per oral, injeksi / inhalasi. b. Xantin, mis aminofilin, oxtrifilin (Choledyl), teofilin (Bonkoddyl, Theo-Dur) Rasional : Menurunkan edema mukosa dan spasme otot polos dengan meningkatkan langsung siklus AMP. Dapat juga menurunkan kelemahan otot / kegagalan pernafasan dengan meningkatkan kontraktilitis diafragma. c. Berikan humidifikasi tambahan mis nubuter nubuliser, humidiper aerosol ruangan dan membantu menurunkan / mencegah pembentukan mukosa tebal pada bronkus. Rasional : Menurunkan kekentalan sekret mempermudah pengeluaran dan membantu menurunkanb / mencegah pembentukan mukosa tebal pada bonrkus.



2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan suplai oksigen Tujuan : Memenuhi suplai oksigen pada tubuh. Kriteria hasil yang diharapkan :



15



1)



Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat yang bila dalam



rentang normal + bebas gejala distres pernafasan. 2) Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam tingkat kemampuan / situasi. Intervensi : 1)



Kaji frekuensi kedalaman pernafasan, catat penggunaan otot aksesori, nafass bibir,



ketidakmampuan bicara / berbincang. Rasional : Berguna dalam evaluasi distress pernafasan dan kronisnya proses penyakit. 2) Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernafas. Rasional : Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi, dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas, dispnea dan kerja nafas. 3) Dorong mengeluarkan sputum : Penghisapan bila diindikasikan. Rasional : Kental, tebal, banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran gas pada jalan nafas kecil, penghisapan dibutuhkan bila batuk tidak efektif. 4) Kaji / awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa Rasional : Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar bibir / daun telinga) keabu-abuan dan dianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia. 5) Awasi tanda vital dan irama jantung Rasional : Takikarena, disritimia, dan perubahan TD dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung. 6) Kolaborasi a. Awasi / gambaran seri GDA dan nadi, oksimetri Rasional : PaCO2. Biasanya meningkat (bronkhitis, emfisema) dan PaCO2 secara umum menurun, sehingga hipoksia terjadi dengan derajat lebih / lebih besar. Catat : PaCO2 normal / meningkat menandakan kegagalan pernafasan yang akan datang selama osmatik. b. Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien. Rasional : Dapat memperbaiki / mencegah buruknya hipoksia. 16



3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan inadekuat pertahanan primer dan sekunder, penyakit kronis. Tujuan : Mencegah terjadinya infeksi. Kriteria hasil yang diharapkan : 1) Menyatakan pemahaman penyebab / faktor resiko individu 2) Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah / menurunkan resiko infeksi 3) Menunjukkan teknik, perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman. Intervensi 1) Awasi suhu Rasional : Demam dapat terjadi karena infeksi / dehidrasi 2) Kaji pentingnya latihan nafas, batuk efektif, perubahan posisi sering, dan masukan cairan adekuat. Rasional : Aktifitas ini meningkatkan mobilisasi dan pengeluaran sekret untuk menurunkan resiko terjadi infeksi paru. 3) Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan tisu dan sputum Rasional : Cegah penyebaran patogen melalui cairan. 4) Dorong keseimbangan antara aktifitas dan istirahat Rasional : Menurunkan konsumsi / kebutuhan keseimbangan oksigen dan memperbaiki pertahanan pasien terhadap infeksi, meningkatkan penyembuhan. 5) Kolaborasi a. Dapatkan spesimen dengan batuk / penghisapan untuk pewarnaan kuman gram kultur / sensitivitas. Rasional : Dilakukan untuk mengidentifikasikan organisme penyebab dan kerentanan terhadap berbagai anti mikrobia. b. Berikan anti mikrobia sesuai indikasi Rasional : Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan kulturdan sensitivitas, atau diberikan secara profilaktik karena resiko tinggi



17



4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea, kelemahan efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual / muntah. Tujuan : Memenuhi kebutuhan nutrisi klien secara adekuat Kriteria hasil yang diharapkan : 1) Menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat. 2) Menunjukkan perilaku perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan berat yang tepat. Intervensi 1) Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini, catat derajat kesulitan makan, evalusi BB dan ukuran tubuh. Rasional : Pasien distress pernafasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum dan obat. Selain itu banyak pasien PPOM mempunyai kebiasaan makan buruk, meskipun kegagalan pernafasan membuat status hipermetalik dengan meningkatkan kebutuhan kalori. 2)



Kaji pentingnya latihan nafas, batuk efektif, perubahan posisi sering, dan masukan



cairan adekuat. Rasional : Aktifitas ini meningkatkan mobilisasi dan pengeluaran sekret untuk menurunkan resiko terjadi infeksi paru. 3) Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan tisu dan sputum Rasional : Cegah penyebaran patogen melalui cairan. 4) Dorong keseimbangan antara aktifitas dan istirahat Rasional : Menurunkan konsumsi / kebutuhan keseimbangan oksigen dan memperbaiki pertahanan pasien terhadap infeksi, meningkatkan penyembuhan. 5) Kolaborasi a. Dapatkan spesimen dengan batuk / penghisapan untuk pewarnaan kuman gram kultur / sensitivitas. Rasional : Dilakukan untuk mengidentifikasikan organisme penyebab dan kerentanan terhadap berbagai anti mikrobia. b. Berikan anti mikrobia sesuai indikasi Rasional : 18



Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan kulturdan sensitivitas, atau diberikan secara profilaktik karena resiko tinggi.



5.



Intoleransi aktifitas berhubungan dengan keseimbangan antara suplay dan



kebutuhan oksigen, kelemahan, dispnea. Tujuan : Mengembalikan aktifitas klien seperti semula. Kriteria hasil yang diharapkan : Melaporkan / Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktifitas yang dapat diukur dengan tak adanya dispnea, kelemahan berlebihan, dan tanda vital dalam rentang normal. Intervensi : 1)



Evaluasi respons pasien terhadap aktifitas. Catat laporan dispnea, peningkatan



kelemahan / kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas. Rasional : Menetapkan kemampuan / kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan intervensi. 2)



Bantu aktivitas perawatan dini yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan aktivitas



selama fase penyembuhan. Rasional : Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. 3)



Ajarkan klien untuk mengurangi aktivitas yang dapat menimbulkan kelelahan.



6. Defisit pengetahuan tentang PPOM berhubungan dengan kurang informasi, salah mengerti tentang informasi, kurang mengingat / keterbatasan kognitif. Tujuan : Klien mampu untuk mengetahui tentang pengertian / informasi PPOM. Kriteria hasil yang diharapkan : 1) Menyatakan pemahaman kondisi / proses penyakit dan tindakan 2)



Mengidentifikasi hubungan tanda / gejala yang ada dari proses penyakit dan



menghubungkan dengan faktor penyebab. Intervensi : 1) Jelaskan / kuatkan penjelasan proses penyakit individu Rasional : Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan partisipasi pada rencana pengobatan. 2) Instruksikan / kuatkan rasional untuk latihan nafas, batuk efektif dan latihan kondisi umum. Rasional : 19



Nafas bibir + nafas abdominal / diafragmatik menguatkan otot pernafasan, membantu meminimalkan kolaps jalan nafas kecil dan memberikan individu arti untuk mengontrol dispnea. Latihan kondisi umum meningkatkan toleransi aktivitas, kekuatan otot dan rasa sehat. 3) Diskusikan obat pernafasan, efek samping + reaksi yang tak diinginkan Rasional : Pasien ini sering mendapat obat pernafasan banyak sekaligus yang mempunyai efek samping hampir sama + potensial interaksi obat, penting bagi pasien memahami perbedaan antara efek samping mengganggu dan efek samping merugikan. 4) Tekankan pentingnya perawatan oral / kebersihan gigi Rasional : Menurunkan pertumbuhan bakteri pada mulut, dimana dapat menimbulkan infeksi saluran nafas atas. 5) Diskusikan faktor individu yang meningkatkan kondisi mis: udara terlalu kering, angin, lingkungan dengan suhu ekstrem, serbuk, asap tembakau, sprei aerosol, polusi udara. Rasional : Faktor lingkungan ini dapat menimbulkan iritasi bronkial menimbulkan peningkatan produksi sekret dan hambatan jalan nafas. 6) Diskusikan pentingnya mengikuti perawatan medik, foto dada periodik dan kultur sputum. Rasional : Pengawasan proses penyakit untuk membuat program terapi untuk memenuhi perubahan kebutuhan dan dapat membantu mencegah komplikasi



2.2.4 Evaluasi Fokus utama pada klien Lansia dengan COPD adalah untuk mengembalikan kemampuan dalam ADLS, mengontrol gejala, dan tercapainya hasil yang diharapkan. Klien Lansia mungkin membutuhkan perawatan tambahan di rumah, evaluasi juga termasuk memonitor kemampuan beradaptasi dan menggunakan tehnik energi conserving, untuk mengurangi sesak nafas, dan kecemasan yang diajarkan dalam rehabilitasi paru. Klien Lansia membutuhkan waktu yang lama untuk mempelajari tehnik rehabilitasi yang diajarkan. Bagaimanapun, saat pertama kali mengajar, mereka harus mempunyai pemahaman yang baik dan mampu untuk beradaptasi dengan gaya hidup mereka.(Leukenotte, M A, 2000 : 502)



20



BAB III PENUTUP



3.1



Kesimpulan Polusi merupakan penyebab utama terjadinya emfisema. Penderita emfisema



mengalami kemajuan seiring dengan kemajuan teknologi. Tidak hanya kemajuan teknologi yang dapat menyebabkan terjadinya emfisema, gaya hidup juga dapat menyebabkan terjadinya emfisema seperti merokok. Asap rokok dapat menggagnggu fungsi dari silia. Selain itu factor genetik dan infeksi juga berperan sebagai pendukung terjadinya emfisema. Pada emfisema paru penyempitan saluran nafas terutama disebabkan elastisitas paru yang berkurang. Pada paru-paru normal terjadi keseimbangan antara tekanan yang menarik jaringan paru ke luar yaitu disebabkan tekanan intrapleural dan otot-otot dinding dada dengan tekanan yang menarik jaringan paru ke dalam yaitu elastisitas paru. 3.2



Saran Dengan adanya makalah asuhan keperawatan pada klien emfisema paru ini, di



harapkan mahasiswa atau pembaca dapat mengerti bagaimana asuhan keperawatan pada pasien emfisema paru. Dan dapat di terapkan pada lingkungan keperawatan.



21



Daftar Pustaka



·



Herdman,Heather.2010. “ Diagnosa Keperawatan”.Jakarta : EGC.



·



Wilkinson,Judith.2007. “ Buku Saku Diagnosis keperawatan Dengan NIC dan



NOC”.Jakarta : Buku Kedokteran,EGC. ·



www.Scribd.com/doc/88424656/emfisema-bronkhitis



·



Irman,Somantri.2007. “ Auhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem



Pernapasan”.Jakarta : Salemba Medika



22