Etika Profesi Hukum 1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH ETIKA PROFESI HUKUM



Disusun Oleh : WANDA ARIYANTO NPM : 17810047



FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO



2020/2021



i



KATA PENGANTAR



Assalamualaikum Wr. Wb



Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan rahmat, taufik serta hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Etika Profesi Hukum” ini tepat pada waktunya. Pada kesempatan ini pula penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini. Secara khusus, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah yang telah memberikan tugas makalah ini Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini selanjutnya. Semoga makalah ini dapat berguna dalam menambah wawasan khususnya bagi penulis dan pembaca pada umumnya. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.



Metro,



Juli 2020



Penulis



ii



DAFTAR ISI ii



HALAMAN JUDUL ........................................................................................



i



KATA PENGANTAR ......................................................................................



ii



DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN .................................................................................



1



A. Latar Belakang Masalah ...............................................................................



1



B. Rumusan Masalah ........................................................................................



2



C. Tujuan Penulisan...........................................................................................



2



BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................



3



A. Kode Etik Sebagai Bagian Dari Etika Profesi ..............................................



3



B. Pengertian Profesi dan Profesi Hukum ........................................................



6



C. Ruang Lingkup Hak dan Kewajiban Profesi Hukum ...................................



7



D. Batas Kewenangan Profesi Hukum ..............................................................



9



E. Etika Profesi Hakim ..................................................................................... 16 BAB III PENUTUP .......................................................................................... 20 A. Kesimpulan .................................................................................................. 20 B. Saran ............................................................................................................. 20 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 21



iii



iv



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etika sebagai cabang filsafat, membahas tentang moralitas. Etika diartikan sebagai filsafat moral, karena moral dalam arti luas juga moralitas, merupakan nilai dan norma yang dapat menjadi pedoman sikap dan perilaku manusia.1 Moral merupakan suatu norma yang berisi nilai-nilai. Nilai adalah kualitas dari sesuatu yang bermanfaat sesuai dengan kebutuhan atau kepentingan manusia, baik lahir maupun batin.2 Apabila dihubungkan dengan kegiatan profesi hukum, maka kebutuhan manusia untuk memperoleh layanan hukum juga termasuk dalam lingkup dimensi budaya perilaku manusiawi yang dilandasi oleh nilai moral dan nilai kebenaran. Atas dasar ini, pengemban profesi hukum harus memberikan layanan



bantuan



hukum



yang



sebaik-baiknya



kepada



klien



yang



membutuhkannya. Akan tetapi pada kenyataannya, masih banyak sekali penyelewengan yang terjadi yang dilakukan oleh pengemban profesi hukum. Padahal pengemban profesi hukum tersebut sudah mempunyai aturan dan kode etik tersendiri yang harus ditaati oleh masing-masing anggota kelompoknya. Oleh karena itu, saya ingin mengupas lebih dalam mengenai kode etik dan pelanggaran yang sering terjadi khususnya pada profesi hukum sebagai hakim. Mengapa? Karena hakim adalah profesi yang ditangannya terdapat keputusankeputusan yang tidak dapat diganggu gugat, sehingga memungkinkan untuk terjadinya penyelewengan atas nama keadilan. Hakim juga rawan terhadap suap dalam memutuskan suatu perkara. Hukum merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakatmanusia sehingga di dalam masyarakat selalu ada sistem hukum, ada masyarakat adanorma hukum (ubi societas ibi ius). Hal tersebut dimaksudkan oleh Cicero bahwa tatahukum harus mengacu



pada



Sufirman Rahman dan Qamar Nurul, 2014, Etika Profesi Hukum Cetakan I, Pustaka Refleksi : Makassar, hlm. 8 2 Ibid., hlm. 11 1



1



penghormatan dan perlindungan bagi keluhuran martabatmanusia. Hukum berupaya menjaga dan mengatur keseimbangan antara kepentingan atauhasrat individu yang egoistis dan kepentingan bersama agar tidak terjadi konflik. Kehadiran hukum justru mau menegakkan keseimbangan perlakuan antara



hak perorangan dan hak bersama. Oleh karena itu, secara hakiki



hukum haruslah pasti dan adil



sehingga dapat berfungsi sebagaimana



mestinya. Hal tersebut menunjukkan pada hakikatnya para penegak hukum (hakim, jaksa, Notaris, Advokat, dan polisi) adalahpembela kebenaran dan



keadilan



sehingga



para



penegak



hukum



harus



menjalankandengan itikad baik dan ikhlas, sehingga profesi hukum merupakan profesi terhormat danluhur (officium nobile). Oleh karena itu mulia dan terhormat, profesional hukum sudahsemestinya merasakan profesi ini sebagai pilihan dan sekaligus panggilan hidupnya untukmelayani sesama di bidang hukum.Kewenangan hukum adalah hak seorang individu untuk melakukan sesuatu tindakan dengan batas-batas tertentu dan diakui oleh individu lain dalam suatu kelompok tertentu.Penegak hukum mempunyai batas kewenangan profesi hukum seperti batas kewenangannotaris, jaksa, advokat dan lain-lain B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang dapat penulis angkat dalam makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Apa maksudnya kode etik sebagai bagian dari etika profesi? 2. Apa pengertian profesi dan profesi hukum? 3. Bagaimana ruang lingkup hak dan kewajiban profesi hukum? 4. Sampai di mana batas kewenangan profesi hukum? 5. Bagaimana seharusnya etika hakim sebagai benteng terakhir peradilan? C. Tujuan Penulisan Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui kode etik sebagai bagian dari etika profesi 2. Untuk mengetahui pengertian profesi dan profesi hukum 3. Untuk mengetahui ruang lingkup hak dan kewajiban profesi hukum 2



4. Untuk mengetahui batas kewenangan profesi hukum 5. Untuk mengetahui etika hakim sebagai benteng terakhir peradilan BAB II PEMBAHASAN A. Kode Etik Sebagai Bagian Dari Etika Profesi Etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya.3 Etika profesi membahas tentang moralitas dasar atau prinsip-prinsip dasar dalam profesi tertentu. Etika profesi harus dipatuhi oleh pengemban profesi tertentu. Pengemban profesi adalah orang yang memiliki keahlian berkeilmuan dalam bidang tertentu. Karena itu seorang pengemban profesi secara mandiri mampu memenuhi kebutuhan warga masyarakat yang memerlukan pelayanan pada bidang yang menjadi profesi seorang pengemban profesi. Profesi adalah pekerjaan yang didapatkan setelah melalui pendidikan dan pelatihan sehingga melahirkan sebuah keahlian khusus. Setiap profesi memiliki kode etik yang disepakati bersama di dalam sebuah kelompok ataupun persatuan yang harus dipatuhi dan ditaati oleh anggotanya. Kode etik adalah aturan yang hanya berisi kewajiban yang memuat norma-norma kesopanan, kesusilaan, dan hukum yang apabila dilanggar akan dikenai sanksi yang diurus oleh suatu kelompok tersebut. Kode etik merupakan produk dari etika terapan yang dimiliki dan disepakati oleh suatu kelompok. Setiap kode etik tersebut tersusun secara sistematis, lengkap, dan dengan bahasa menarik sehingga menarik perhatian dan minat pembacanya. Kode etik merupakan hukum positif, karena berupa aturan yang tertulis dan apabila dilanggar akan mendapatkan sanksi dari anggota perkumpulan atau kelompok tersebut. Profesi hukum bukan saja menyangkut amanat kepercayaan yang menyangkut kepentingan individu (private trust), tetapi juga menyangkut kepentingan umum (public trust).4 Burhanudin Salam, Etika Sosial Asas Moral dalam Kehidupan Manusia, PT Rineka Cipta: Jakarta, 2000, hlm. 1 4 Suhrawardi K Lubis, Etika Profesi Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hlm. ix-x 3



3



Kode Etik juga dapat diartikan sebagai pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Kode etik merupakan pola aturan atau tata cara sebagai pedoman berperilaku. Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional. Kode etik profesi merupakan suatu tatanan etika yang telah disepakati oleh suatu kelompok masyarakat tertentu. Kode etik umumnya termasuk dalam norma sosial, namun bila ada kode etik yang memiliki sanksi yang agak berat, maka masuk dalam kategori norma hukum. Perkembangan hukum di Indonesia terdapat beberapa Undang-undang yang mencantumkan kode etik harus ditaati sehingga kode etik merupakan bagian dari hukum positif yang akan menimbulkan sanksi hukum bagi pelanggar disisi lain penegakan kode etik juga merupakan tujuan dari hukum positif. Adapun Undang-undang tersebut antara lain: 1. Pasal 17 ayat 1 huruf f Undang-Undang Nomor: 8 Tahun 1999, tentang perlindungan konsumen, melarang pelaku usaha periklanan memproduksi iklan yang melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundangan yang berlaku; 2. Undang-Undang Nomor: 18 Tahun 2003, tentang Advokat; 3. Undang-Undang Nomor: 30 Tahun 2004, tentang jabatan Notaris, pada pasal 85 disinggung beberapa jenis sanksi yang bisa dikaitkan dengan pelanggaran kode etik. Sumaryono (1995) mengemukakan ada tiga alasan mengapa kode etik itu perlu dibuat secara tertulis diantaranya, sebagai sarana kontrol sosial, pencegah campur tangan pihak lain, dan pencegah kesalahpahaman dan konflik. Dewasa ini mulai menggejala bahwa kode etik profesi kurang berfungsi sebagaimana fungsinya atau semestinya dikalangan



para



profesional. Kode etik profesi adalah bagian dari hukum positif, tetapi tidak memiliki upaya pemaksa yang keras seperti pada hukum positif yang bertaraf undang-undang. Hal ini merupakan kelemahan kode etik profesi bagi profesional yang lemah iman. Untuk mengatasi kelemahan ini, maka upaya



4



alternatif yang dapat ditempuh ialah memasukkan upaya pemaksa yang keras ke dalam kode etik profesi. Kedua upaya tersebut yaitu klausal dan legalisasi kode etik profesi. Klausul merupakan penandakan pada undang-undang, jadi ketika penyelesaian tidak memuaskan oleh dewan kehormatan lembaga tersebut maka diselesaikan oleh undang-undang. Sedangkan legalisasi kode etik profesi yaitu semacam perjanjian untuk memperoleh kode legalisasi. Manfaat kode etik sendiri sangat banyak, apabila dijalankan dengan baik. Selain untuk pengemban profesi, kode etik juga dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat khususnya pemakai jasa atau klien. Pengemban profesi memiliki kesempatan luas untuk mengabdikan diri demi kepentingan publik. Sehingga masyarakat dapat memperoleh pelayanan sesuai dengan kebutuhannya, mengingat profesi memiliki keahlian khusus yang tidak dimiliki oleh pihak lainnya. Pengemban profesi juga dapat berperan serta memajukan negara dengan keahlian bidang tertentu yang dimilikinya. Segala bidang dalam aktifitas negara saling terkait, apabila segala bidang kehidupan dapat berjalan dengan maksimal maka mekanisme pembangunan dalam segala bidang menjadi maju yang berdampak pada kemajuan negara. Walaupun mempunyai manfaat dalam bidangnya masing-masing, tetap hukum menjadi panutan bagi profesi sesuai pandangan dalam segala segi kehidupan harus berpatokan pada hukum yang berlaku. Profesi hukum merupakan profesi yang terdepan dalam upaya untuk menegakkan hukum yang berfungsi sebagai panutan bagi profesi selain hukum dan masyarakat. Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa, kode etik profesi adalah seperangkat kaidah, baik tertulis maupun tidak tertulis, yang berlaku bagi anggota organisasi profesi yang bersangkutan. Kode etik profesi disusun sebagai sarana untuk melindungi masyarakat dan para anggota organisasi profesi dari penyalahgunaan keahlian profesi. Dengan berpedoman pada kode etik profesi inilah para profesional melaksanakan tugas profesinya untuk mencipatakan penghormatan terhadap martabat dan kehormatan manusia yang bertjuan menciptakan keadilan di masyarakat. Kode etik profesi tentunya membutuhkan organisasi profesi yang kuat dan berwibawa yang



5



sekaligus mampu menegakkan etika profesi. Penegakkan kode etik profesi sendiri dimaksudkan sebagai alat kontrol dan pengawasan terhadap pelaksanaan nilai-nilai yang tertuang dalam kode etik yang merupakan kesepakatan para pelaku profesi itu sendiri dan sekaligus juga menerapkan sanksi terhadap terhadap setiap perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai tersebut. B. Pengertian profesi dan profesi hukum Dalam kamus besar bahasa Indonesia di jelaskan pengertian profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian dan keterampilan tertentu. Sejalan dengan pengertian profesi diatas, Habeyb menyatakan bahwa profesi adalah pekerjaan dengan keahlian khusus sebagai mata pencarian. Sementara itu menurut Kamaruddin, profesi ialah suatu jenis pekerjaan yang karena sifatnya menuntut pengetahuan yang tinggi, khusus dan latihan yang istimewa.5 Menurut Frans Magnis Suseno, profesi itu harus dibedakan dalam dua jenis, yaitu profesi pada umumnya dan profesi luhur. Profesi pada umumnya, paling tidak ada dua prinsip yang wajib ditegakkan yaitu: 1. Prinsip agar menjalankan profesinya secara bertanggung jawab; dan 2. Hormat terhadap hak-hak orang lain. Dalam profesi yang luhur motifasi utamanya untuk memperoleh nafkah dari pekerjaan yang dilakukannya, disamping itu juga terdapat dua prinsip yang penting, yaitu:6 1. Mendahulukan kepentingan orang yang di bantu; dan 2. Mengabdi pada tuntutan luhur profesi.2 Profesi adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian. Profesi hukum merupakan salah satu dari sekian profesi lain, misalnya profesi dokter, profesi teknik, dn lain-lain. Profesi hukum mempunyai ciri tersendiri, karena profesi ini sangat bersentuhan langsung dengan kepentingan manusia yang lazim disebut dengan klien. Profesi hukum mempunyai keterkaitan dengan Supriadi, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia ( Cet. I; Jakarta:Sinar Grafika, 2006 ), h. 16 6 Sufirman Rahman dan Qamar Nurul, Etika Profesi Hukum ( Cet. I; Makassar: Pustaka Refleksi, 2014 ), h. 76-77 5



6



bidang-bidang hukum yang terdapat dalam negara kesatuan Repoblik Indonesia, misalnya kehakiman, kejaksaan, kepolisian, mahkamah agung, serta mahkamah konstitusi.7 Profesi adalah pekerjaan tetap bidang tertentu berdasarkan keahlian khusus yang dilakukan secara bertanggung jawab dengan tujuan memperoleh penghasilan. Profesi hukum adalah profesi untuk mewujudkan ketertiban berkeadilan yang memungkinkan manusia dapat menjalani kehidupannya secara wajar (tidak perlu tergantung pada kekuatan fisik maupun finansial). Hal ini dikarenakan Ketertiban berkeadilan adalah kebutuhan dasar manusia, dan Keadilan merupakan Nilai dan keutamaan yang paling luhur serta merupakan unsur esensial dan martabat manusia. C. Ruang Lingkup Hak dan Kewajiban Profesi Hukum Ruang Lingkup Etika Profesi Hukum adalah Untuk melaksanakan suatu fungsi, pada semua ini dalam setiap bidang pada dasarnya terdapat beberapa unsur pokok, yaitu : 1. Tugas yang merupakan kewajiban dan kewenangan. 2. Aparat, orang yang melaksanakan tugas tersebut. 3. Lembaga, yang merupakan tempat atau wadah yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana bagi aparat yang akan melaksanakan tugasnya. Bagi seorang aparat, mendapatkan tugas merupakan mendapatkan kepercayaan untuk dapat mengemban tugas dengan baik dan harus dikerjakan dengan sebaiknya. Untuk mengerjakan tugas tersebut akan terkandung sebuah tanggung jawab dalam melaksanakan dan mengerjakan tugas tersebut. Tanggung jawab dapat dibedakan menjadi 3 hal yakni : moral, tehnis profesi dan hukum. Tanggung jawab hukum merupakan tanggung jawab yang menjadi beban aparat untuk melaksanakan tugasnya sesuai dengan ramburambu hukum yang telah ada, dan wujud dari pertanggung jawaban ini merupakan sebuah sanksi. Sementara itu tanggung jawab moral merupakan tanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai, norma-norma yang berlaku dalam lingkungan kehidupan yang bersangkutan (kode etik profersi). Abdulkadir Muhammad, Etika Profesi Hukum ( Cet. III., Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2006), h. 74. 7



7



Pada



dasarnya



tuhan



menciptakan



manusia



tidaklah



sendiri



diperlukannya berinteraksi dan bekerjasama dengan oranglain dalam melakukan tugasnya. Namun dalam menjalankan tugasnya sering kali manusia harus berbenturan dengan satu samalain. Dalam hal ini dibutuhkan sebuah pranata sosial berupa aturan-aturan hukum. Hukum melalui peradilan akan memberikan prelindungan hak, terhadap serangan atas kehormatan dan harga diri serta memulihkan hak yang terampas. Pengembangan profesi termasuk profesi hukum sebenarnya tergantung dari pribadi yang bersangkutan karena mereka secara pribadi mempunyai tanggung jawab penuh atas mutu pelayanan profesinya dan harus secara mandiri mampu memenuhi kebutuhan warga masyarakat yang memerlukan pelayanan dalam bidang hukum, untuk itu tentunya memerlukan keahlian yang berkeilmuan serta dapat dipercaya. Pemenuhan nilai-nilai yang terkandung dalam etika profesi berupa kesediaan memberikan pelayanan profesional dibidang hukum terhadap masyarakat dengan keterlibatan penuh dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka melaksanakan tugas yang berupa kewajiban terhadap masyarakat yang membutuhkan pelayanan hukum yang diserta refleksi yang seksama merupakan wujud dari kewajiban profesi. Di dalam kewajiban hukum sendiri, kepentingan tidak semata mata pada kesadaran terhadap kewajiban untuk taat pada ketentuan undang-undang saja, tetapi juga kepada hokum yang tidak tertulis. Bahkan kesadaran akan kewajiban hokum ini sering timbul dari kejadian-kejadian atau peristiwaperistiwa yang nyata. Kewajiban hukum dan kewajiban profesi terletak pada kesadaran akan kewajiban pada orang lain, yaitu mengingat, memperhatikan, dan menghormati serta tidak merugikan kepentingan orang lain tanpa mengabaikan kepentingan sendiri atau organisasi profesinya. Contoh kewajiban Profesi hukum yaitu profesi Notaris, kewajiban notaris menurut UUJN (pasal 16) adalah: 1. Bertindak jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum.



8



2. Membuat akta dalam bentuk minuta akta dan menyimpannya sebagai bagian dari protokol notaris, dan notaris menjamin kebenarannya. Notaris tidak wajib menyimpan minuta akta apabila akta dibuat dalam bentuk akta originali. 3. Mengeluarkan grosse akta, salinan akta dan kutipan akta berdasarkan minuta akta. 4. Wajib memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam UUJN, kecuali ada alasan untuk menolaknya. Yang dimaksud dengan alasan menolaknya adalah alasan: yang membuat notaris berpihak, yang membuat notaris mendapat keuntungan dari isi akta. Notaris memiliki hubungan darah dengan para pihak, akta yang dimintakan para pihak melanggar asusila atau moral. D. Batas Kewenangan Profesi Hukum Pengertian kewenangan menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) adalah kekuasaan membuat keputusan memerintah dan melimpahkan tanggung jawab kepada orang lain. Berbicara kewenangan memang menarik, karena secara alamia manusia sebagai mahluk social memiliki keinginan untuk diakui ekstensinya sekecil apapun dalam suatu komunitasnya,dan salah satu factor yang mendukung keberadaan ekstensi tersebut adalah memiliki kewenangan. Secara pengertian bebas kewenangan adalah hak seorang individu untuk melakukan sesuatu tindakan dengan batas-batas tertentu dan diakui oleh individu lain dalam suatu kelompok tertentu. Adapun batas kewenangan profesi hukum, di antaranya adalah : 1. Batas kewenangan profesi Notaris Kewenangan notaris tersebut dalam Pasal 15 dari ayat (1) sampai dengan ayat (3) UUJN, yang dapat dibagi menjadi : a. Kewenangan Umum Notaris.



9



Pasal 15 ayat (1) UUJN menegaskan bahwa salah satu kewenangan notaris yaitu membuat akta secara umum. Hal ini dapat disebut sebagai Kewenangan Umum Notaris dengan batasan sepanjang : 1) Tidak dikecualikan kepada pejabat lain yang telah ditetapkan oleh undang-undang. 2) Menyangkut akta yang harus dibuat adalah akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh aturan hukum untuk dibuat atau dikehendaki oleh yang bersangkutan. 3) Mengenai kepentingan subjek hukumnya yaitu harus jelas untuk kepentingan siapa suatu akta itu dibuat. Namun, ada juga beberapa akta otentik yang merupakan wewenang notaris dan juga menjadi wewenang pejabat atau instansi lain, yaitu : 1) Akta pengakuan anak di luar kawin (Pasal 281 BW), 2) Akta berita acara tentang kelalaian pejabat penyimpan hipotik (Pasal 1227 BW), 3) Akta berita acara tentang penawaran pembayaran tunai dan konsinyasi (Pasal 1405, 1406 BW), 4) Akta protes wesel dan cek (Pasal 143 dan 218 WvK), 5) Surat kuasa membebankan Hak Tanggungan (Pasal 15 ayat [1] UU No.4 Tahun 1996), 6) Membuat akta risalah lelang. Berdasarkan wewenang yang ada pada notaris sebagaimana tersebut dalam Pasal 15 UUJN dan kekuatan pembuktian dari akta notaris, maka ada 2 hal yang dapat kita pahami, yaitu : 1) Notaris dalam tugas jabatannya memformulasikan keinginan/tindakan para pihak ke dalam akta otentik, dengan memperhatikan aturan hukum yang berlaku. 2) Akta notaris sebagai akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, sehingga tidak perlu dibuktikan atau ditambah dengan alat bukti yang lainnya. Jika misalnya ada pihak yang menyatakan bahwa akta tersebut tidak benar, maka pihak yang menyatakan tidak



10



benar inilah yang wajib membuktikan pernyataannya sesuai dengan hukum yang berlaku. b. Kewenangan Khusus Notaris Kewenangan notaris ini dapat dilihat dalam Pasal 15 ayat (2) UUJN yang mengatur mengenai kewenangan khusus notaris untuk melakukan tindakan hukum tertentu, seperti : 1) Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftarkannya di dalam suatu buku khusus. 2) Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftarkannya dalam suatu buku khusus. 3) Membuat salinan (copy) asli dari surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan. 4) Melakukan pengesahan kecocokan antara fotokopi dengan surat aslinya. 5) Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta. 6) Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan, atau 7) Membuat akta risalah lelang Khusus mengenai nomor 6 (membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan) banyak mendapat sorotan dari kalangan ahli hukum Indonesia dan para notaris itu sendiri. Karena itulah akan sedikit dibahas mengenai masalah ini. Pasal 15 ayat (2) huruf j UUJN memberikan kewenangan kepada notaris untuk membuat akta di bidang pertanahan. Ada tiga penafsiran dari pasal tersebut yaitu: 1) Notaris telah mengambil alih semua wewenang PPAT menjadi wewenang notaris atau telah menambah wewenang notaris. 2) Bidang pertanahan juga ikut menjadi wewenang notaris. 3) Tidak ada pengambil alihan wewenang dari PPAT ataupun dari notaris, karena baik PPAT maupun notaris telah mempunyai wewenang sendiri-sendiri.



11



Jika kita melihat dari sejarah diadakannya notaris dan PPAT itu sendiri maka akan nampak bahwa memang notaris tidak berwenang untuk membuat akta di bidang pertanahan. PPAT telah dikenal sejak sebelum kedatangan bangsa penjajah di negeri Indonesia ini, dengan berdasar pada hukum adat murni yang masih belum diintervensi oleh hukum-hukum asing. Pada masa itu dikenal adanya (sejenis) pejabat yang bertugas untuk mengalihkan hak atas tanah di mana inilah yang merupakan cikal bakal dari keberadaan PPAT di Indonesia. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa lembaga PPAT yang kemudian lahir hanya merupakan kristalisasi dari pejabat yang mengalihkan hak atas tanah dalam hukum adat. Adapun mengenai keberadaan notaris di Indonesia yang dimulai pada saat zaman penjajahan Belanda ternyata sejak awal memang hanya memiliki kewenangan yang terbatas dan sama sekali tidak disebutkan mengenai kewenangan notaris untuk membuat akta di bidang pertanahan. Namun, hal ini akan menjadi riskan jika kita melihat hierarki peraturan yang mengatur mengenai keberadaan dan wewenang kedua pejabat negara ini. Keberadaan notaris ditegaskan dalam suatu UU yang di dalamnya menyebutkan bahwa seorang notaris memiliki kewenangan untuk membuat akta di bidang pertanahan. Sedangkan keberadaan PPAT diatur dalam suatu PP (No.37 Tahun 1998) yang secara hierarki tingkatannya lebih rendah jika dibandingkan dengan UU (No.30 Tahun 2004) yang mengatur keberadaan dan wewenang notaris. Sampai sekarang pun hal ini masih menjadi perdebatan di berbagai kalangan baik pakar hukum maupun notaris dan/atau PPAT itu sendiri. Jalan tengah yang dapat diambil adalah bahwa notaris juga dapat memiliki wewenang di bidang pertanahan sepanjang bukan wewenang yang telah ada pada PPAT. c. Kewenangan Notaris Yang Akan Ditentukan Kemudian Yang dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) UUJN dengan kewenangan yang akan ditentukan kemudian adalah wewenang yang berdasarkan aturan hukum lain yang akan datang kemudian (ius constituendum). Wewenang 12



notaris yang akan ditentukan kemudian, merupakan wewenang yang akan ditentukan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Batasan mengenai apa yang dimaksud dengan peraturan perundangundangan ini dapat dilihat dalam Pasal 1 angka 2 UU no. 5 Tahun 1986 tetang Peradilan Tata Usaha Negara bahwa : Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan dalam undang-undang ini ialah semua peraturan yang bersifat mengikat secara umum yang dikeluarkan oleh Badan Perwakilan Rakyat Bersama Pemerintah baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, serta semua keputusan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah, yang juga mengikat secara umum. Berdasarkan uraian di atas, bahwa kewenangan notaris yang akan ditentukan kemudian tersebut adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh lembaga negara (Pemerintah bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat) atau Pejabat Negara yang berwenang dan mengikat secara umum. Dengan batasan seperti ini, maka peraturan perundangundangan yang dimaksud harus dalam bentuk undang-undang dan bukan di bawah undang-undang. 2. Batas kewenangan Profesi Jaksa Kewenangan jaksa menurut pasal 30 ayat 1-3 UU 16/2004 adalah sebagai berikut: a. Pidana b. Perdata dan tata usaha negara c. Ketertiban dan ketentraman rakyat Adapun kewenangan Jaksa dibidang pidana adalah sebagai berikut: a. Melakukan penuntutan. b. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan inkracht. c. Melakukan



pengawasan



terhadap



pelaksanaan



bersyarat, pengawasan, dan lepas bersyarat.



13



putusan



pidana



d. Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan UU. e. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan. Kewenangan Jaksa dibidang perdata dan tata usaha negara adalah Dengan kuasa khusus dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah. Kewenangan Jaksa di bidang ketertiban dan ketentraman rakyat adalah sebagai berikut: a. Peningkatan kesadaran hukum masyarakat b. Pengamanan kebijakan penegakkan hukum c. Pengawasan peredaran barang cetakan d. Pengawasan kepercayaan yang membahayakan masyarakat dan negara e. Pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama f. Penelitian dan pengembangan hukum serta statik kriminal 3. Batas Kewenangan Profesi Advokat Problematika secara sosiologis keberadaan advokat di tengah-tengah masyarakat seperti buah simalakama. Fakta yang tidak terbantahkan adalah keberadaan



advokat



sangat



dibutuhkan



oleh



masyarakat,



khususnya



masyarakat yang tersandung perkara hukum. Tetapi ada juga sebagian masyarakat menilai bahwa keberadan advokat dalam sistem penegakan hukum tidak diperlukan, penelitian negatif ini tidak terlepas dari sepak terjang dari advokat sendiri yang kadang kala menjalankan tugas dan fungsinya sebagai aparat penegak hukum tidak sesuai dengan harapan dan yang paling disayangkan adalah sebagian kecil advokat menjadi bagian dari mafia peradilan. Kedudukan advokat dalam sistem penegakan hukum sebagai penegak hukum dan profesi terhormat. Dalam menjalankan fungsi dan tugasnya advokat seharusnya dilengkapi oleh kewenangan sama dengan halnya dengan penegak hukum lain seperti polisi, jaksa dan hakim. Kewenangan advokat dalam sistem penegakan hukum menjadi sangat penting guna menjaga keindependensian advokat dalam menjalanakan profesinya dan juga



14



menghindari adanya kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh penegak hukum yang lain. Aparat penegak hukum seperti hakim, jaksa dan polisi dalam menjalankan tugas dan fungsinya diberikan kewenangan tetapi Advokat dalam menjalankan profesinya tidak diberikan kewenangan. Melihat kenyataan tersebut



maka



diperlukan



pemberian



kewenangan



kepada



advokat.



Kewenangan tersebut diperlukan selain untuk menciptakan kesejajaran diantara aparat penegak hukum juga untuk menghindari adanya multi tafsir diantara aparat penegak hukum yang lain dan kalangan advokat itu sendiri terkait dengan kewenangan. Sementara UU No. 18/2003 tentang Advokat tidak mengatur tentang kewenangan Advokat di dalam menjalankan fungsi dan tugasnya sebagai aparat penegak hukum. Dengan demikian maka terjadi kekosongan norma hukum terkait dengan kewenangan Advokat tersebut. Perlu diketahui bahwa profesi advokat adalah merupakan organ negara yang menjalankan fungsi negara. Dengan demikian maka profesi Advokat sama dengan Kepolisian, Kejaksaan dan Kehakiman sebagai organ negara yang menjalankan fungsi negara. Bedanya adalah kalau Advokat adalah lembaga privat yang berfungsi publik sedangkan Kepolisian, Kejaksaan dan Kehakiman adalah lembaga publik. Jika Advokat dalam menjalankan fungsi dan tugasnya diberikan kewenangan dalam statusnya sebagai aparat penegak hukum maka kedudukannya sejajar dengan aparat penegak hukum yang lain. Dengan kesejajaran tersebut akan tercipta keseimbangan dalam rangka menciptakan sistem penegakan hukum yang lebih baik. Kewenagan Advokat dari Segi Kekuasaan Yudisial Advokat dalam sistem kekuasaan yudisial ditempatkan untuk menjaga dan mewakili masyarakat. Sedangkan hakim, jaksa, dan polisi ditempatkan untuk mewakili kepentingan negara. Pada posisi seperti ini kedudukan, fungsi dan peran advokat sangat penting, terutama di dalam menjaga keseimbangan diantara kepentingan negara dan masyarakat. Ada dua fungsi Advokat terhadap keadilan yang perlu mendapat perhatian. Yaitu pertama kepentingan, mewakili klien untuk menegakkan keadilan, dan peran advokat penting bagi klien yang



15



diwakilinya. Kedua, membantu klien, seseorang Advokat mempertahankan legitimasi sistem peradilan dan fungsi Advokat. Selain kedua fungsi Advokat tersebut yang tidak kalah pentingnya, yaitu bagaimana Advokat dapat memberikan pencerahan di bidang hukum di masyarakat. Pencerahan tersebut bisa dilakukan dengan cara memberikan penyuluhan hukum, sosialisasi berbagai



peraturan



perundang-undangan,



konsultasi



hukum



kepada



masyarakat baik melalui media cetak, elektronik maupun secara langsung. Fakta yang tidak terbantahkan bahwa keberadaan Advokat sangat dibutuhkan oleh masyarakat, khususnya masyarakat yang tersandung perkara hukum, untuk menunjang eksistensi Advokat dalam menjalankan fungsi dan tugasnya dalam sistem penegakan hukum, maka diperlukan kewenangan yang harus diberikan kepada Advokat. Kewenangan Advokat tersebut diperlukan dalam rangka menghindari tindakan kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum yang lain (Hakim, Jaksa, Polisi) dan juga dapat memberikan batasan kewenangan yang jelas terhadap advokat dalam menjalankan profesinya. Dalam praktik seringkali keberadaan Advokat dalam menjalankan profesinya seringkali dinigasikan (diabaikan) oleh aparat penegak hukum. Hal ini mengakibatkan kedudukan advokat tidak sejajar dengan aparat penegak hukum yang lain. Dari kondisi itu tampak urgensi adanya kewenangan advokat didalam menjalankan fungsi dan tugasnya dalam sistem penegak hukum.



Kewenangan



advokat



tersebut



diberikan



untuk



mendukung



terlaksananya penegakan hukum secara baik. E. Etika Profesi Hakim Hakim adalah seseorang yang telah memenuhi syarat yang ditetapkan oleh undang-undang dan diberi wewenang oleh undang-undang untuk menjalankan tugas dan wewenangnya sebagai pejabat peradilan yakni mengadili. Istilah pejabat membawa konsekuensi yang berat oleh karena kewenangan dan tanggungjawabnya terumuskan dalam rangkaian tugas, kewajiban, sifat, dan sikap tertentu, yaitu penegak hukum dan keadilan.8 8



Wildan Suyuthi Mustofa, Kode Etik Hakim., Jakarta: Prenadamedia Group, 2013 hlm.



56



16



Dalam melaksanakan kekuasaan kehakiman, hakim memiliki tanggung jawab, tanggung jawab hakim antara lain:9 1. Tanggung jawab moral, yaitu tanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan kehidupan profesi yang bersangkutan, baik bersifat pribadi maupun bersifat kelembagaan bagi suatu lembaga yang merupakan wadah para aparat bersangkutan. 2. Tanggung jawab hukum, yang diartikan sebagai tanggung jawab yang menjadi beban aparat untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan tidak melanggar rambu-rambu hukum. 3. Tanggung jawab teknis profesi, yang merupakan tuntutan bagi aparat untuk melaksanakan tugasnya secara profesional sesuai dengan kriteria teknis yang berlaku dalam bidang profesi yang bersangkutan, baik bersifat umum maupun ketentuan khusus dalam lembaganya. Tanggung



jawab



yang



diemban



oleh



hakim



ini



sekaligus



mencerminkan apa-apa saja ketentuan perilaku hakim baik menurut UndangUndang maupun menurut kode etik, karena ketentuan perilaku hakim menurut Undang-Undang tercantum dalam tanggung jawab hukum, sedangkan ketentuan perilaku hakim menurut kode etik tercantum di dalam tanggung jawab moral. Ada beberapa undang-undang yang mengatur tentang kehakiman, diantaranya : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 jo. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 jo. UndangUndang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman; 2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 jo. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 jo. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung; 3. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 jo. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Komisi Yudisial; 4. Peraturan bersama Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial No. 2 Tahun 2012.



Iskandar Kamil, “Kode Etik Profesi Hakim” Dalam Pedoman Perilaku Hakim (Code Of Conduct), Kode Etik Hakim Dan Makalah Berkaitan, Jakarta: Mahkamah Agung RI, 2006, hlm. 2 9



17



Bentuk



pengawasan



terhadap



hakim



sendiri,



dilakukan



oleh



Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, dan Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI). Sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung melalui Pasal 32A ayat (1) menjelaskan bahwa pengawasan internal tingkah laku hakim dilakukan oleh Mahkamah Agung. Sedangkan IKAHI sebagai wadah bagi profesi hakim memiliki kode etik yang telah disepakati oleh anggota IKAHI, dimana sifat kode etik tersebut mengikat terhadap anggotanya. Untuk



Komisi



Yudisial



bukan merupakan



pelaku



kekuasaan



kehakiman, tetapi kewenangan yang berhubungan dengan kekuasaan kehakiman.10 KY secara khusus diatur di dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 jo. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Komisi Yudisial. Berdasarkan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang KY, wewenang KY antara lain: 1. mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan; 2. menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim; 3. menetapkan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim bersama-sama dengan Mahkamah Agung; dan 4. menjaga dan menegakkan pelaksanaan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim. Pemeriksaan terhadap pelanggaran kode etik dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan kesepakatan yang telah disepakati di dalam IKAHI. Adapun tahapan-tahapan pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik dan/atau pedoman perilaku hakim terdiri dari: 1. Pemeriksaan oleh tim pemeriksa KY, sesuai dengan Pasal 22A ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang KY dan Pasal 22B – 22D ayat (1) Undang-Undang Nomor Nomor 18 Tahun 2011 tentang KY. 2. Pemeriksaan oleh majelis kehormatan hakim. Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsulidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Jakarta: Konstitusi Press, 2006, hlm. 10 10



18



3. Pemeriksaan bersama yang dilakukan oleh MA dan KY sesuai dengan Pasal 5 - 8 Peraturan Bersama MA dan KY tentang Pemeriksaan Bersama. Setelah melalui tahap pemeriksaan, maka akan diperoleh keputusan dan kesimpulan akhir mengenai benar tidaknya dugaan pelanggaran. Jika dugaan tidak terbukti, maka akan dilakukan rehabilitasi nama baik pada hakim terlapor. Namun, apabila terbukti benar bahwa ada pelanggaran, maka sanksi yang dapat dijatuhkan antara lain: 1. Sanksi dari IKAHI, yang terdapat dalam Pasal 9 Kode etik hakim; 2. Sanksi dari MA, yang berdasarkan Pasal 19 Peraturan Bersama MA dan KY tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim; Dalam hal terjadi penyimpangan atas kode etik yang dapat dikategorikan sebagai perbuatan pidana, maka dalam hukum pidana kita dapati ketentuan-ketentuan yang mengatur perbuatan tercela dan dinyatakan sebagai perbuatan yang melanggar hukum. Dan hal tersebut diatur didalam Pasal 210, Pasal 420 ayat (1) dan (2) serta Pasal 418 KUHP. Dengan adanya sanksi-sanksi tersebut di atas, diharapkan para hakim lebih berhati-hati dalam bersikap dan bertindak agar tak melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim yang pada akhirnya justru akan merugikan dirinya sendiri. Akan tetapi pada kenyataannya, masih banyak hakim yang melakukan pelanggaran terhadap kode etik tersebut. Contohnya antara lain sebagai berikut : 



Kasus Suap Hakim Tipikor Semarang.







Kasus Suap PN Kepahiang.







Kasus Suap Hakim Syarifudin.







Kasus Suap yang melibatkan tiga hakim ad hoc Pengadilan Tipikor Bandung. Contoh diatas adalah segelintir kasus yang sudah menjerat para hakim



Indonesia. Belum lagi masih ada kasus gratifikasi dan lain-lain. Semoga dengan hukuman yang sudah mereka terima dapat menjadi pelajaran untuk para hakim dan masyarakat Indonesia, untuk dapat memperbaiki diri menuju Indonesia yang maju.



19



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Kode etik bisa dilihat sebagai produk dari etika terapan, sebab dihasilkan berkat penerapan pemikiran etis atas suatu wilayah tertentu, yaitu profesi. Tetapi setelah kode etik ada, pemikiran etis tidak berhenti. Kode etik tidak menggantikan pemikiran etis, tapi sebaliknya selalu didampingi refleksi etis. Supaya kode etik dapat berfungsi dengan semestinya, salah satu syarat mutlak adalah bahwa kode etik itu dibuat oleh profesi sendiri. Kode etik tidak akan efektif kalau di drop begitu saja dari atas yaitu instansi pemerintah atau instansi-instansi lain; karena tidak akan dijiwai oleh cita-cita dan nilai-nilai yang hidup dalam kalangan profesi itu sendiri. Instansi dari luar bisa



20



menganjurkan membuat kode etik dan barang kali dapat juga membantu dalam merumuskan, tetapi pembuatan kode etik itu sendiri harus dilakukan oleh profesi yang bersangkutan. Supaya dapat berfungsi dengan baik, kode etik itu sendiri harus menjadi hasil SELF REGULATION (pengaturan diri) dari profesi. Dengan membuat kode etik, tanggung jawab profesi sendiri akan menetapkan hitam atas putih niatnya untuk mewujudkan nilai nilai moral yang dianggapnya hakiki. Hal ini tidak akan pernah bisa dipaksakan dari luar. Hanya kode etik yang berisikan nilainilai dan cita-cita yang diterima oleh profesi itu sendiri yang bisa mendarah daging dengannya dan menjadi tumpuan harapan untuk dilaksanakan untuk dilaksanakan juga dengan tekun dan konsekuen. Syarat lain yang harus dipenuhi agar kode etik dapat berhasil dengan baik adalah bahwa pelaksanaannya di awasi terus menerus. Kesadaran itu penting dan lebih penting lagi kesadaran itu timbul dari Diri kita masing - masing yang sebentar lagi akan menjadi pelaksana profesi di bidang komputer disetiap tempat kita bekerja, dan selalu memahami dengan baik atas Etika Profesi yang membangun dan bukan untuk merugikan orang lain. B. Saran Agar tidak menyimpang dari kode etik yang berdampak pada profesionalitas kerja maka : 1. Memperbanyak pemahaman terhadap kode etik dan tanggung jawab profesi 2. Mengaplikasikan keahlian sebagai tambahan ilmu dalam praktek pendidikan yang di jalani. 3. Pembahasan makalah ini menjadikan individu yang tahu akan pentingnya kode etik dan tanggung jawab profesi. 4. Kode etik yang diterapkan hendaknya disesuaikan dengan keadaan yang memungkinkan untuk dapat dijalankan bagi kelompok profesi.



21



5. Terhadap pelaksanaan profesi hendaknya menjalankan profesi yang jalani sesuai dengan kode etik yang ditetapkan agar profesi yang dijalani sesuai dengan tuntutannya.



DAFTAR PUSTAKA



A. Gunawan Setiadja. Dialektika hukum dan moral. (yogyakarta: kanius, 1990) E.Sumaryono. Etika profesi hukum,(yogyakarta: kanisius, 1995) Habeyb. Etika profesi notaris dalam penegakan hukum pidana, Bigraf Publishing, Yogyakarta. 1995 Muhammad Nuh. Etika profesi hukum. (Bandung: pustaka setia, 2011) Rasjidi ira thania dan rasjidi lili. Pengantar filsafat hukum. (Bandung: mandar maju, 2012) 22



Suhrawardi. Etika profesi hukum. (Jakarta: sinar grafika, 1994) Supriadi. Etika & tanggung jawab profesi hukum. (Jakarta: sinar grafika, 2006)



23