Etika Profesi Hukum [PDF]

  • Author / Uploaded
  • syita
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ETIKA PROFESI HUKUM Dosen pengampu: Indra Rahmatullah SH.I, M.H



Disusun Oleh : Kelompok 12 Rahma Hudia



11170430000054



Jainut Toyibin



11170430000066



Agussyita Irjuningsih



11170430000062



JURUSAN PERBANDINGAN MAZHAB FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2019



PENDAHULUAN



Dewasa ini, fenomena janggal banyak terjadi dimana para ahli hukum yang berada pada profesinya masing-masing justru melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum. Diantara yang masih amat jelas teringat ialah kasus Advokat OC Kaligis yang menginstruksikan kliennya Gatot Pujo Nugroho, Gubernur Sumatera Utara, untuk menyerahkan sejumlah dana yang kemudian akan digunakan untuk menyuap hakim. Beberapa tahun lalu, Akil Mochtar, Ketua Mahkamah Konstitusi, kedapatan di ruang kerjanya beberapa butir pil yang ditengarai merupakan jenis narkotika yang akhirnya membuatnya dicopot dari jabatannya dan dimasukkan ke dalam bui. Begitulah sejumlah ilustrasi yang menggambarkan buruknya beberapa oknum yang notabene berprofesi di bidang hukum tetapi justru menjadi pihak pertama yang melanggarnya. Sejumlah pihak menyimpulkan bahwa hal itu terjadi dikarenakan telah merosotnya moralitas dari diri para pelaku hukum di negeri ini. Makalah ini mencoba menjelaskan tentang pengertian profesi beserta ciri-cirinya. Kemudian, makalah ini juga akan menjelaskan tentang pengertian moralitas dan akhlak, serta perubahan dan factor-faktor yang mempengaruhinya. Di akhir, akan dijelaskan pula hubungan antara moralitas dengan profesi.



PEMBAHASAN A. Pengertian dan Fungsi Etika 1. Pengertian etika Secara estimologi, etika berasal dari bahasa yunani kuno “ethos”, yang berarti kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, dan sikap. Bisa juga cara berfikir, tempat tinggal yang biasa dan padang rumput. Dalam bentuk jamak etika disebut “ta etha” yang berarti adat kebiasaan. Inilah yang disebut aristoteles digunakan untuk menunjukan filsafat moral (bartens, 2002). Sementara itu, dalam tradisi latin dikenal konsep “MOS” (jamak dari “mores”) yang berarti adat,kebiasaan dan cara hidup. Dalam bahasa indonesia konsep MOS (mores) dimaknai sebagai moral. Dengan demikian, konsep moral memiliki makna yang kurang lebih sama dengan makna konsep etika. Dalam praktiknya kedua konsep ini acap kali di pakai secara bergantian untuk menunjukan pada pengertian yang sama. Sedangkan menurut Imam Ghazali akhlak (etika) adalah keadaan yang bersifat batin, dari sana lahir perbuatan dengan mudah tanpa difikir dan tanpa dihitu ng resikonya. 2. Fungsi Etika Menurut Darji Darmodihardjo, etika memberi petunjuk untuk tiga jenis pertanyaan, yang senantiasa kita ajukan : Pertama : apakah yang harus aku atau kita lakukan dalam situasi konkrit yang tengah dihadapinya ? Kedua : bagaimana kita akan mengatur pola konsistensi kita dengan orang lain ? Ketiga : akan menjadi manusia macam apakah kita ini ? Dalam konteks ini, etika berfungsi sebagai pembimbing tingkah laku ,manusia agar dalam mengelola kehidupan ini tidak sampai bersifat tragis. Bahkan, tiga pertanyaan tersebut diintisariakan oleh Magnis Suseno pada fungsi etika yang utama yaitu, untuk membantu kita mencari orientasi secara kritis dalam berhadapan dengan moralitas yang membingungkan. Disini terlihat bahwa etika adalah pemikiran sistematis tentang moralitas dan yang di hasilkannya secara langsung, bukan kebaikan melainkan suatu pengertian yang lebih mendasar dan kritis. Bertitik tolak dari fungsi etika yang di ungkapkan oleh Magnis Suseno di atas, maka jika etika berorientasi pada pesan moral, lalu bagaimana pula dengan peran agama sebagai sebuah institusi yang mengajarkan sebuah pesan moral?. Maka dalam hal ini, Franz Magnis Suseno menyatakn bahwa ada empat hal yang melatarbelakanginya : a. Etika dapat membantu dalam menggali rasionalitas dari moral agama, seperti mengapa tuhan merintahkan ini bukan itu



b. Etika membantu dalam menginterpretasikan ajaran agama yang saling bertentangan c. Etika dapat membantu menerapkan ajaran moral agama terhadap masalah – masalah baru dalam kehidupan social, seperti soal bayi tabung dan euthanasia. d. Etika dapat membantu mengadakan dialog antar agama, karna etika mendasar diri pada argumentasi rasional belaka, bukan pada wahyu. 3. Sistematika Etika Mempelajari etika didasarkan pada evaluasi dari kemungkinan penafsiran yang berbeda. Penafsiran tersebut di dasarkan pada nilai – nilai yang terkandung dalam norma dan peraturan yang berlaku dan di patuhi oleh suatu masyarakat. Karna manusia menggunakan peraturan dan norma tersebut sebagai pedoman perilaku. Kemungkinan dalam penafsiran yang berbeda – beda ini dapat di pahami dengan cara sebagai berikut : a. Etika di pelajari dengan di dasarkan kepada ketentuan – ketentuan yang di atur dalam peraturan yang harus di ikuti, atau apakah nilai – nilai yang terkandung di dalamnya dapat di terapkan atau tidak. b. Etika dapat di pelajari dengan penggambaran – penggambaran, termasuk di dalamnya adalah persoalan yang luas tentang manusia. c. Etika dapat di pelajari sebagai suatu dasar pengandaian. Misalnya, seseorang ingin mengangkat anak – anak yang terlantar, apa yang harus dilakukannya ? B. Profesi Hukum dan Ruang Lingkupnya 1. Pengertian Profesi Sebelum kita membahas tentang apa itu profesi hukum, kami sedikit ingin menerangkan tentang apa yang di maksud dengan profesi itu sendiri. Menurut Komarudin dalam Ensiklopedi manajemen menjelaskan bahwa profesi ialah suatu jenis pekerjaan yang sifatnya menuntut pengetahuan yang tinggi, khusus, dan latihan yangb istimewa. Yang termasuk dalam profesi misalnya, dokter, ahli hukum, akuntansi, guru, arsitek, ahli astronomi, dan pekerjaan yang bersifat lainnya. Menurut Franz Magnis Suseno profesi itu harus di bedakan menjadi dua jenis. Yaitu, profesi pada umumnya dan profesi luhur. Profesi pada umumnya setidaknya ada dua prinsip yang harus di tegakkan : a. Prinsip agar menjalankan profesinya secara bertanggung jawab b. Hormat terhadap hak – hak orang lain



Dalam profesi luhur (officium nobile), motivasi utamanya bukan untuk memperoleh nafkah dari pekerjaan yang dilakukan. Di samping itu terdapat dua prinsip yang harus di tegakkan, yaitu : a. Mendahulukan kepentingan orang yang di bantu b. Mengabdi pada tuntunan luhur profesi Contoh : seorang advokat tidak boleh mengelabuhi hakim dengan menyatakan orang yang di belanya tak bersalah demi untuk memenangkan perkara dan mendapat bayaran yang tinggi dari kliennya. Diantara pengertian yang di uraikan di atas, dapat di tarik kesimpulan bahwa profesionlisme itu unsurnya : a. Suatu pekerjaan yang memerlukan keahlian b. Untuk itu perlu mendapatkan pelatihan khusus c. Memperoleh penghasilan daripadanya. 2. Pengertian Profesi Hukum Profesi hukum adalah pekerjaan yang dilakukan oleh segolongan orang – orang yang memiliki keahlian hukum untuk mencari makan atau menunjang hidupnya. Bidang – bidang profesi hukum adalah hakim, jaksa, pengacara, notaris, dan pengajar tetap fakultas hukum. Namun demikian, dalam artian paling luas yaitu, dimana fungsi legal professional tidak terbatas lagi pada fungsi yang tradisional saja sebagai legal technician, fungsi legal professional meliputi pula legal counseling, legal negotiating, document, dan legislature drafting, bahkan law making dalam arti luas. Kemandirian profesi hukum di antara profesi yang lainnya adalah, profesi hukum adalah profesi yang mengatur disiplin profesi, baik yang bersifat internal maupun eksternal, keselarasan, keserasian dan keseimbangan antara regulation dengan self regulation yang akan menciptakan kehidupan profesi sehat yang menguntungkan berbagai pihak. 3. Pelaksanaan Profesi Hukum Pelaksanaan profesi hukum sangat di pengaruhi oleh faktor – faktor di luar profesinya, namun sangat memengaruhi kelancaran pelaksanaan tugasnya. Faktor – faktor social, budaya, ekonomi, adat istiadat, maupun lingkungan dan teknologi sangat memengaruhi cara bekerjanya para professional. Pemahaman terhadap sosial masyarakat sangat penting, karna banyak masalah – masalah hukum yag ada dan berkembang di masyarakat, penanganannya sering kali tidak sesuai dengan jalur hukum yang ada. Masyarakat memerlukan keahlian hukum para profesional, dan para profesional memerlukan masyarakat untuk keahlianny. Yang pada akhirnya bermuara pada keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum.



Interaksi antara masyarakat dengan para professional mengandung unsur kepercayaan yang sangat besar, sehingga faktor perilaku sering kali menjadi salah satu indicator baik atau buruknya para professional dengan kata lain, bekerjanya hukum di masyarakat sangat di pengaruhi oleh sikap professional para penyandang profesi hukum. Para professional harus bisa menghindari perbuatan yang bertentangan dengan etika profesi, seperti memuji diri sendiri, penerapan pengetahuan dan keterampilan tanpa ada landasan yang jelas, serta tiadanya kebebasan profesi seperti pengaruh kekuasaan dari pihak penguasa, dan sebagainya. C. Etika dan Profesi Hukum Etika dimasukan kedalam disiplin pendidikan hukum, disebabkan belakangan ini terlihat danya gejala penurunan etika dikalangan aparat penegak hukum. Di sisi lain, dapat juga di kemukakan bahwa tujuan pendidikan tinggi dalam bidang hukum adalah untuk menyiapkan para peserta didik atau mahasiswa menjadi sarana hukum yang : a. Menguasai hukum Indonesia b. Menguasai dasar – dasra ilmiah dan dasar- dasar kemahiran kerja untuk mengembangkan ilmu hukum dan hukum itu sendriri c. Mampu menganalisis masalah – masalah hukum yang ada di masyarakat d. Mampu menggunakan hukum sebagai sarana untuk memecahkan masalah kemasyarakatan dengan bijaksana dan tetap berdasar pada prinsip – prinsip hukum e. Terbentuknya dan berfungsinya sistem hukum nasional yang mantap, bersumberkan Pancasila dan UUD 1945 f. Menjadi aparatur – aparatur hukum professional dan beretika Hal hal diataslah mungkin yang menyebabkan konsorsium ilmu hukum memandang perlu memasukan etika profesi hukum kedalam mata kuliah filsafat hukum sebagai pembulat studi. Hal ini telah pula di kukuhkan dengan keputusan mentri pendidikan dan kebudayaan republic Indonesia nomor : 7/0/1993 tentang kurikulum yang berlaku secara nasional pendidikan tinggi program sarjana bidang ilmu hukum pada fakultas hukum. 1. Hubungan Etika dan Profesi Hukum Hubungan etika dengan profesi hukum adalah bahwa etika profesi sebagai sikap hidup yang berupa kesediaan untuk memberikan pelayanan professional di bidang hukum terhadap masyarakat dengan keterlibatan penuh dan keahlian yang mendalam. Dalam tugas pelaksanaan profesi hukum, selain bersifat kepercayaan yang berupa habl minan-nas (hubungan horizontal) juga harus di sandarkan kepada habl minal-allah (hubungan vertical). Perwujudan habl minalallah dan habl minan-nas itu terwujud dengan cinta kasih, perwujudan cinta kasih kepada_Nya tentunya dengan cara mengabdi sepenuhnya kepada-Nya dan menjalin cinta kasih antar seama manusia. Dengan menghayati cinta kasih sebagai dasar pelaksanaan profesi, maka akan melahirkan motivasi untuk mewujudkan etika profesi hukumsebagai realisasi sikap hidup dalam mengemban tugas sebagai profesi hukum.



Berkaitan dengan etika profesi hukum ini, diungkapkan bahwa etika profesi adalah sikap etis sebagai bagian integral dari sikap hidup dalam menjalani kehidupan sebagai pengemban profesi. Hanya pengemban profesi sendiri yang dapat mengetahui tentang apakah perilakunya dalam mengemban profesi memenuhi tuntunan etika profesinya atau tidak. Oleh karena itu lah di dalam melaksanakan profesi terdapat kaidah – kaidah pokok berupa etika profesi yaitu : a. Profesi harus di pandang dan di hayati sebagai suatu pelayanan, maka sifat tanpa pamrih (disintrestednes) menjadi ciri khas dalam mengembankan profesi b. Pengembangan profesi harus selalu berorientasi pada masyarakat sebagai keseluruhan c. Pengembangan profesi harus bersenmangat solidaritas antar sesame rekan seprofesi agar persaingan dalam pelayanan berlangsung secara sehat 2. Aspek –aspek yang mempengaruhi hubungan antara etika dan profesi hukum a. Aspek Normatif Aspek Normatif adalah aspek yang mengacu pada norma – norma atau standar moral yang di harapkan untuk memengaruhi perilaku, kebijakan, keputusan, karakter individu, dan struktur social. Dengan aspek ini di harapkan perilaku dan segala unsurnya tetap berpijak pada norma – norma, baik norma kehidupan bersama ataupun norma moral yang di atur dalam standar profesi bagi kaum profesi hukum b. Aspek Konseptual Kajian aspek Konseptual di arahkan pada penjernihan konsep atau ide, prinsip, problem, atau tipe argument yang di pergunakan dalam membahas isu – isu moral dalam kode etik. Dengan aspek ini di harapkan pengembangan nilai – nilai etis tidak hanya mematuhi, memahami, dan melaksanakan standar – standar etika profesi, tetapi juga mencoba menemukan nilai – nilai moral yang ada dan berkembang di masyarakat. c. Aspek Deskriptif Kajian aspek Deskriptif ini berkaitan dengan pengumpulan fakta – fakta yang relevan dan spesifikasi yang di buat untuk memberikan gambaran tentang fakta – fakta yang terkait dengan unsur Normatif dan Konseptual. Dengan aspek ini akan memberikan tentang fakta – fakta yang berkembang, baik di masyarakat maupun di dalam organisasi profesi itu sendiri, sehingga penanganan aspek Normatif dan Konseptual dapat segera di realisasikan. 3. Kode Etik Profesi Hukum Bertens ( 1995 ) menyatakan, kode etik profesi merupakan norma yang ditetapkan dan diterima oleh sekelompok profesi, yang mengarahkan atau memberi petunjuk kepada anggotanya bagaimana seharusnya berbuat dan sekaligus menjamin mutu moral profesi dimata masyarakat. Kata kode dari bahasa latin “codex” yang berarti kumpulan. Kode berarti suatu kumpulan peraturan dari, oleh, dan suatu kelompok orang yang bekerja (berprofesi) dalam bidang tertentu.



Istilah kode (code) juga dapat diartikan sebagai ‘a complete written of law, unified and promulgated by legislative action in the jurisdiction (sphere of authority concered)’ Keterlibatan kode etik pada setiap profesi hukum, oleh Subiyakto (1988:124-125) dijelaskan sebagai berikut. Pada hakikatnya etika setiap profesi tercermin dari kode etiknya. Ia berupa suatu ikatan, suatu aturan (tata), atau norma yang harus diindahkan (kaidah), yang berisi ‘petunjuk-petunjuk’ kepada para anggota organisasinya tentang larangan-larangan, yaitu apa yang tidak boleh diperbuat atau dilakukan oleh mereka, tidak saja dalam menjalankan profesinya, tetapi kadang-kadang juga menyangkut perilaku mereka pada umumnya dalam masyarakat. Dengan demikian, kode etik adalah suatu tuntunan, bimbingan, pedoman moral atau kesusilaan untuk suatu profesi tertentu, dapat juga merupakan daftar kewajiban dalam menjalankan suatu profesi yang disusun oleh para anggotra profesi itu sendiri dan mengikat mereka dalam memprektikannya. Contoh Kode Etik Profesi Hukum : KEPUTUSAN BERSAMA KETUA MAHKAMAH AGUNG RI DAN KETUA KOMISI YUDISIAL RI NOMOR: 1. 047/KMA/SK/IV/2009 2. 02/SKBLP.KYLIVL2009 TENTANG KODE ETIK HAKIM 1. Berperilaku Adil 2. Berperilaku Jujur 3. Berperilaku Arif dan Bijaksana 4. Bersikap Mandiri 5. Berintegritas Tinggi 6. Bertanggung Jawab 7. Menjunjung Tinggi Harga Diri 8. Berdisiplin Tinggi 9. Berperilaku Rendah Hati 10. Bersikap Profesional CONTOH KASUS : KASUS AKIL MOCHTAR Karier Ketua MK nonaktif, M. Akil Mochtar, berakhir di ujung palu Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi (MKK). Majelis yang diketuai Harjono menjatuhkan sanksi berat berupa pemberhentian tidak dengan hormat alias dipecat. Akil dinilai melanggar beberapa Prinsip Etika yang tertuang dalam Peraturan MK No. 09/PMK/2006 tentang Pemberlakuan Deklarasi Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi.



Menyatakan Hakim Terlapor Dr. H. M. Akil Mochtar terbukti melakukan pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi. Menjatuhkan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat kepadanya, Dalam pertimbangannya, MKK menguraikan sejumlah fakta perbuatan Akil yang mengarah pada pelanggaran sejumlah prinsip Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi. MKK menyebut : 1. Akil Mochtar sering bepergian ke luar negeri bersama keluarganya. Termasuk pergi ke Singapura pada 21 September tanpa memberitahukan Setjen MK. Tindakan Akil tersebut dinilai perilaku yang melanggar etika. 2. Akil juga tak mendaftarkan mobil Toyota Crown Athlete miliknya ke Ditlantas Polda Metro Jaya, mencerminkan perilaku yang tidak jujur. Hal ini melanggar prinsip integritas, penerapan angka 1, Hakim Konstitusi tidak tercela dari sudut pandang pengamatan yang layak dan Pasal 23 huruf b UU No. 8 Tahun 2011 tentang MK. Perilaku Akil menyamarkan kepemilikan Mercedez Benz S-350 yang diatasnamakan supirnya untuk menghindari pajak progresif adalah perilaku tak pantas dan merendahkan martabat.  Saat menjabat Ketua MK, Akil pernah memerintahkan Panitera MK untuk mengeluarkan surat No. 1760/AP.00.03/07/2013 tertanggal 26 Juli 2013 yang isinya menunda pelaksanaan putusan MK atas proses pelantikan Bupati Banyuasin terpilih tanpa musyawarah bersama hakim MK lain. Perbuatan ini dinilai melampaui kewenangan dan melanggar angka 1 Prinsip Integritas, dan angka 1 Prinsip Ketidakberpihakan, angka 1.  Akil terbukti mengendalikan perkara ke arah putusan. Saat pendistribusian perkara Pemilukada, Akil mendapatkan jumlah perkara lebih banyak dibanding hakim lain (tidak proporsional). Praktiknya, ketua MK dalam menangani perkara jauh lebih sedikit karena dibebani tugas-tugas struktural dan administratif. Hal ini melanggar angka 1 Prinsip Integritas, dan angka 3 Prinsip Ketidakberpihakan.  Hakim Terlapor terbukti memerintahkan Sekretaris YS dan supirnya DYN melakukan transaksi keuangan ke rekening Akil baik setoran tunai maupun transfer bank dengan jumlah yang tidak wajar. Ini melanggar angka 4 Prinsip Integritas.  Berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Narkotika Nasional (BNN) atas temuan barang bukti berupa 3 linting ganja dan 1 ganja bekas pakai serta 2 pil inex di ruang kerja Akil Mochtar, terbukti sesuai antara sampel darah DNA Akil Mochtar dengan DNA yang terdapat dalam 1 linting ganja bekas pakai. Sesuai penjelasan BNN keberadaan barang terlarang itu terkait penguasaan Akil yang dinilai melanggar angka 1 Prinsip Integritas.



KESIMPULAN Profesi dan moralitas memiliki keterkaitan yang amatlah kuat. Karena setiap profesi memiliki nilai etik yang mengikat, lebih-lebih tertulis, yang terangkum dalam kode etik, maka pelanggaran atasnya merupakan sebuah aib yang luar biasa. Seorang professional yang tidak memiliki moralitas tidak akan bertahan lama dalam profesinya. Ia akan mendapat teguran keras tidak hanya dari teman-teman sesama profesi tetapi juga dari masyarakat. Iapun akan tersingkir dari pekerjaan yang telah ia usahakan dalam waktu yang lama. Berkaca dari beberapa kasus hukum yang melibatkan hukum aparat penegak hukum, yang selayaknya menegakkan hukum justru melanggar hukum, ada beberapa faktor yang mempengaruhi, mulai dari turunnya integritas moral, hilangnya independensi, adanya tuntutan ekonomi, minimnya penghasilan, lemahnya pengawasan, sampai dengan ketidak patuhan terhadap kode etik profesi hukum yang mengikatnya. Faktor lain yang menentukan efektivitas penegakan hukum dan kode etik adalah budaya penegak hukum dalam memandang dan menyikapi kode etik yang diberlakukan terhadapnya. Budaya solidaritas kelompok disinyalir merupakan salah satu penghambat utama dari tidak



berhasilnya kode etik ditegakkan secara efektif. Solidaritas itu sendiri bermakna luas sebagai semangat untuk membela kelompok atau korpsnya. Selain semangat membela kelompok, ada faktor perilaku penegak hukum yang dipandang lebih menonjol ketika ia menemukan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh teman sejawatnya atau oleh aparat penegak hukum lainnya, yakni budaya skeptic (acuh tak acuh). Kecenderungan untuk berperilaku tidak acuh tampak jelas. Hal ini disebabkan karena berkembangnya ketidak percayaan terhadap sistem peradilan yang sudah sangat korup dan rasa segan untuk bertindak secara individual dalam tekanan suatu komunitas yang justru seringkali bergantung pada rusaknya sistem peradilan itu sendiri. Akibatnya para penegak hukum cenderung untuk berpraktek di luar pengadilan, luar subtansinya dan/atau membentuk kelompoknya sendiri. Maka diperlukannya suatu aturan yang mengatur secara tegas dan suatu tindakan secara nyata dan tidak tebang pilih. Begitu juga diperlukannya pembentukan generasi penerus dengan pemahaman mengenai kode etik profesi hukum dan pentingnya kode etik profesi hukum, dengan begitu baru bisa terciptanya penegak hukum



REFERENSI 1. Sutrisno, Yulianingsih Wiwin. Etika Profesi Hukum. Yogyakarta : Andi Offset 2. Ali Ahmad, Heryani Wiwie. Menjelejahi Kajian Empiris Terhadap Hukum, Edisi Pertama. Jakarta : Kencana. 2012 3. Suhrawardi K. Lubis, SH. Etika Profesi Hukum. Sinar Grafika, Jakata .2008 4. http://computerssmaintenance.blogspot.com/2015/06/pelanggaran-kode-etik-hakim-mkakil.html 5. http://www.berpolitik.com/static/myposting/2008/07/myposting_14517.html