Evapro DBD [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Dengue adalah penyakit infeksi virus yang ditularkan melalui nyamuk yang penyebarannya paling cepat di dunia. Dengue merupakan masalah kesehatan utama pada lebih dari 100 negara tropis dan subtropis di Asia Tenggara, Pasifik Barat serta Amerika Selatan dan Tengah. Angka morbiditas demam berdarah dengue (DBD) mencapai hampir 50 juta kasus per tahun dan diperkirakan 2,5 miliar orang tinggal di negara yang endemis dengue (WHO, 2011). Penyakit DBD merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia pada umumnya dan Provinsi Lampung pada khususnya, dimana kasusnya cenderung meningkat dan semakin luas penyebarannya serta berpotensi



menimbulkan



kejadian



luar



biasa



(KLB).



Angka



kesakitan/Incidence Rate (IR) selama tahun 2004 – 2014 cenderung berubah. Angka kesakitan DBD di Provinsi Lampung tahun 2014 sebesar 16,8 per 100.000 penduduk (dibawah IR Nasional yaitu 51 per 100.000 penduduk) dengan Angka Bebas Jentik (ABJ) kurang dari 95% namun CFR (Case Fatality Rate) telah kurang dari 1%. CFR selama tiga tahun terakhir terlihat



1



menurun yaitu kurang dari 1%. Di Provinsi Lampung distribusi dari angka kesakitan DBD di kabupaten/kota memperlihatkan bahwa angka kesakitan tertinggi ada di Kota Metro dan Kota Bandar Lampung dan terendah ada di Kabupaten Tanggamus (Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, 2014). Kota Bandar Lampung termasuk daerah yang endemis DBD. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung pada tahun 2010, jumlah penderita DBD di Bandar Lampung mencapai 763 orang dan 16 orang meninggal dunia. Pada tahun 2011, jumlah penderita DBD di Bandar Lampung mencapai 413 orang dan yang meninggal 7 orang. Pada tahun 2012, terjadi peningkatan jumlah penderita DBD di Bandar Lampung mencapai 1111 orang dan yang meninggal 11 orang, jumlah tersebut merupakan tertinggi dibanding dengan kabupaten lain (Sukohar, 2014). Diperkirakan 50 juta kasus demam berdarah terjadi di seluruh dunia setiap tahun dan setengah juta orang yang menderita DBD memerlukan rawat inap setiap tahun, proporsi yang sangat besar dari mereka (sekitar 90 %) adalah anak-anak berusia kurang dari lima tahun. Demam berdarah dengue (DBD) juga sering terjadi pada anak-anak kurang dari 15 tahun di area hiperendemis dikarenakan infeksi dengue berulang. Namun, kejadian DBD pada orang dewasa juga meningkat (WHO, 2011). Berbagai faktor risiko yang dihubungkan dengan infeksi dengue yang berat, yaitu bayi baru lahir, anakanak, wanita hamil, diabetes melitus, hipertensi, kondisi hemolitik, usia tua, dan pasien obesitas (Lum, Cj, & Em, 2014).



2



Demam dengue/dengue fever (DF) dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue termasuk dalam famili Flaviviridae yang memiliki 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Dari keempat serotipe tersebut yang paling banyak ditemukan di Indonesia adalah DEN-3. Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat,dan Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air (Suhendro, 2009). Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik, atau dapat berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue atau sindrom syok dengue (SSD). Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis selama 2-3 hari. Pada fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyari risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan adekuat. Demam yang tidak khas sering terjadi pada bayi, anak-anak, dan dewasa, terutama pada infeksi pertama (infeksi dengue primer). Sehingga sulit dibedakan dengan infeksi virus lainnya (WHO, 2011) Demam dengue sering terjadi pada anak-anak, remaja, dan dewasa. Gejalanya berupa demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau lebih manifestasi klinis yaitu nyeri kepala, nyeri retro-orbiatal, mialgia/arthralgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan (petekie atau uji bendung positif), leukopenia, dan pemeriksaan serologi dengue positif. Nyeri kepala, otot, tulang, dan sendi biasanya terjadi pada dewasa (WHO, 2011).



3



Demam berdarah dengue (DBD) sering terjadi pada anak-anak dibawah 15 tahun dan biasanya merupakan infeksi dengue berulang. Insidensi pada dewasa juga mengalami peningkatan (WHO, 2011). Gejalanya yaitu demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi pembesaran plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok. SSD disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi yang cepat dan lemah, tekanan darah turun (



), hipotensi dibandingkan standar



sesuai umur, kulit dingin, dan lembab serta gelisah. Perbedaan utama antara DD dan DBD adalah ditemukan kebocoran plasma pada DBD (Suhendro, 2009). Dilihat dari derajatnya DBD mempunyai 4 derajat spektrum klinis yaitu derajat I apabila demam dengan uji bendung positif. Derajat II yaitu apabila terdapat tanda derajat I disertai perdarahan spontan di kulit atau perdarahan lain. Derajat III apabila ditemui kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekan nadi menurun (< 20mmHg) atau hipotensi disertai kulit yang lembab dan pasien menjadi gelisah. Derajat IV yaitu syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur. Derajat IV / stadium syok atau sindrom syok dengue (SSD) ini terjadi pada hari ke 3,4 dan 5 serangan panas pada infeksi virus dengue. Pada masa ini merupakan masa



4



kritis yang sering kali orang tua penderita atau penderita sendiri kurang menyadarinya (Nisa, Notoatmojo, & Rohmani, 2013).



2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas maka dalam penulisan ini, rumusan masalah yang akan dibahas adalah bagaimana Puskesmas Rawat Inap Way Kandis dalam penanggulangan angka bebas jentik demam berdarah dengue pada tahun 2017.



B. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan a.



Tujuan umum Dipahaminya Program Kesehatan Lingkungan di Puskesmas Rawat Inap Way Kandis dalam penanggulangan angka bebas jentik demam berdarah dengue mulai perencanaan sampai evaluasi program, secara menyeluruh, sehingga dapat meningkatkan mutu dan jangkauan pelayanan pada masyarakat serta tercapainya derajat kesehatan yang optimal.



b.



Tujuan khusus 1) Mengetahui permasalahan dari pelaksanaan penanggulangan angka bebas jentik demam berdarah dengue di Puskeswas Rawat Inap Way Kandis.



5



2) Diketahuinya kemungkinan penyebab



masalah dari Program



Kesehatan Lingkungan di Puskesmas Rawat Inap Way Kandis. 3) Mampu merumuskan alternatif pemecahan masalah dari Program Kesehatan Lingkungan di Puskesmas Rawat Inap Way Kandis.



2. Manfaat Penulisan a.



Bagi penulis Memperdalam



ilmu



kedokteran



komunitas



mengenai



evaluasi



pelaksanaan program kesehatan lingkungan. b.



Bagi Evaluator 1) Menerapkan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh saat kuliah. 2) Melatih serta mempersiapkan diri dalam mengatur suatu program khususnya program kesehatan. 3) Mengetahui sedikit banyaknya kendala yang dihadapi dalam mengambil langkah yang harus dilakukan dalam mencapai tujuan yang telah



ditetapkan,



antara



lain



perencanaan,



pengorganisasian,



pelaksanaan, dan pengawasan. c.



Bagi Puskesmas yang dievaluasi 1) Mengetahui masalah-masalah yang timbul dalam Program Kesehatan Lingkungan



6



2) Memperoleh masukan dari saran-saran yang diberikan sebagai umpan balik agar keberhasilan program di masa mendatang dapat tercapai secara optimal. d.



Bagi Masyarakat 1) Terciptanya pelayanan kesehatan yang bermutu khususnya bagi masyarakat usia subur dan beresiko di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Way Kandis. 2) Meningkatnya



pengetahuan



dan



kesadaran



masyarakat



untuk



program



diharapkan



dapat



mencegah demam berdarah dengue 3) Dengan



tercapainya



keberhasilan



memutuskan rantai demam berdarah dengue di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Way Kandis. 4) Angka kejadian demam berdarah dengue dapat ditekan, ditanggulangi dan tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Way Kandis.



7



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Infeksi Dengue 2.1.1 Definsi Infeksi dengue merupakan salah satu penyakit infeksi virus yang menjadi masalah utama kesehatan pada lebih dari 100 negara tropis dan subtropik yang penularannya melalui perantara nyamuk. Infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatis atau berkembang menjadi undifferentiated fever, demam dengue (DD), demam berdarah dengue (DBD), atau sindroma syok dengue (SSD) (WHO, 2011). DD/DBD adalah penyakit dengan host alami yaitu manusia dan agennya adalah virus dengue yang ditularkan oleh gigitan nyamuk terutama nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopticus yang terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia. Penyakit ini ditandai dengan demam tinggi mendadak disertai manifestasi berupa perdarahan, pembesaran hati, serta mungkin menimbulkan renjatan dan kematian (Wibisono, 2014) 2.1.2 Etiologi Penyebab DD/DBD adalah virus dengue, yang merupakan anggota genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Terdapat 4 serotipe virus dengue, yaitu dengue-1 (DEN-1), dengue-2 (DEN-2), dengue-3 (DEN-3), dan dengue-4 (DEN-4), yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam



8



berdarah dengue. Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe terbanyak. Tempat berkembangnya vektor nyamuk adalah air, terutama pada penampungan seperti ember, ban bekas, bak mandi, dan sebagainya. Biasanya nyamuk aedes menggigit pada siang hari (Nainggolan, 2009). Virus dengue termasuk dalam arbovirus yang dikelompokkan ke dalam genus Flavivirus di dalam famili Flaviviridae. Awalnya dimasukkan ke dalam famili togavirus sebagai “arbovirus grup B”, tetapi karena perbedaan dalam pengaturan genom viral sehingga dimasukkan ke dalam famili tersendiri. Bentuk dari virus ini yaitu sferis berdiameter 40-60nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal. Terdiri dari tiga polipeptida struktural, dua terglikosilasi. Selubung virus ini mengandung dua glikoprotein. Replikasi terjadi di sitoplasma dan perakitan di dalam retikulum endoplasma. Semua virus terkait secara serologi (Brooks & Carroll, 2012). Flavivirus sebagian dapat ditularkan diantara vertebrata oleh nyamuk dan sengkenit, sementara lainnya ditularkan diantara tikus dan kelelawar tanpa vektor serangga. Sejumlah besar virus ini tersebat di seluruh dunia. Semua Flavivirus terkait secara antigenik (Brooks & Carroll, 2012). 2.1.3. Epidemiologi Di Indonesia DBD telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang berbahaya dan dapat menimbulkan kematian dalam waktu singkat serta menimbulkan wabah. Pada tahun 1953 DBD pertama kali ditemukan di Manila Filipina dan selanjutnya menyebar ke berbagai negara. Pada tahun



9



1968 penyakit ini pertama kali dilaporkan di Indonesia tepatnya di Surabaya dengan total penderita 58 orang dengan jumlah kematian 24 orang. Konfirmasi virologis baru didapat pada tahun 1972. Sejak saat itu DBD terus menyebar ke seluruh provinsi di Indonesia kecuali Timor-Timur. Puncak incidence rate tejadi pada tahun 1980 yaitu 13,45% per 100.000 penduduk. Meningkatnya mobilitas penduduk dan hubungan transportasi berkaitan erat dengan kondisi tersebut (Sukohar, 2014) Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk aedes. Di Indonesia dikenal 2 jenis nyamuk Aedes, yaitu: -



Aedes aegypti Aedes albopticus



Aedes aegypti adalah nyamuk yang hidup di daerah tropis, terutama hidup dan berkembang biak di dalam lingkungan rumah atau bangunan, yaitu di tempat penampungan air jernih atau genangan air hujan. Nyamuk ini dikenal sebagai tiger mosquito atau black and white mosquito yang sepintas tampak berlurik, berbintik-bintik putih keperakan di atas dasar warna hitam. Biasanya menggigit pada siang hari sampai sore hari dengan jarak terbang 100 meter. Hanya nyamuk betina yang menghisap darah. Aedes albopticus tempat habitatnya di luar lingkungan rumah atau bangunan yaitu di kebun yang rimbun dengan pepohonan. Perbedaan Aedes albopticus dengan Aedes aegypti terletak pada garis thorax hanya berupa dua garis lurus di tengah thorax (Palgunadi, 2011).



10



2.1.4 Patogenesis Mekanisme sebenarnya tentang patogenesis, patofisiologi, hemodinamika, dan perubahan biokimia pada DD atau DBD hingga kini belum diketahui secara pasti (Candra, 2010). Terdapat teori patogenesis dan patofisiologi DBD dan SSD yang masih kontroversial yaitu The Secondary Heterologous Infection Hypothesis atau The Sequential Infection Hypothesis, mengatakan bahwa demam berdarah dengue yang dialami seseorang setelah terinfeksi dengan virus dengue pertama kali kemudian mendapat infeksi ulangan dengan tipe virus dengue yang berlainan, dalam waktu 6 bulan sampai 5 tahun (Sukohar, 2014). Patogenesis terjadinya renjatan berdasarkan The Secondary Heterologous Infection Hypothesis, yaitu akibat infeksi kedua oleh tipe virus yang lain pada seseorang penderita dengan kadar antibodi antidengue yang rendah, respon antibody anamnestic yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan



proliferasi



dan



transforamsi



limfosit



imun



dengan



menghasilkan titer tinggi antibodi IgG antidengue. Di samping itu, replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen-antibodi (virus antibodi kompleks) yang selanjutnya akan mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 mengakibatkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan menghilangnya plasma melalui endotel dinding itu. Renjatan yang tidak ditanggulangi secara adekuat akan menimbulkan anoksia



11



jaringan, asidosis metabolik, dan berakhirnya dengan kematian (Sukohar, 2014). Anak dibawah usia 2 tahun bila lahir dari ibu yang terinfeksi virus dengue dan telah terjadi infeksi dari ibu ke anak tersebut maka dalam tubuh anak tersebut terjadi non neutralizing antibodies akibat adanya infeksi yang persisten. Akibatnya akan terjadi proses enhancing yang akan memacu makrofag mudah terinfeksi dan teraktivasi dan mengeluarkan interleukin-1 (IL-1), IL-6, dan tumor necrosis factor-alpha (TNF-A) juga platelet activating factor (PAF), akibatnya terjadi peningkatan infeksi virus dengue. TNF alpha menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah, merembesya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endotel pembuluh darah (Candra, 2010). Teori lain mengenai imunopatogenesis DBD dan DSS yaitu antibody dependent enhancement (ADE). Pada teori ini disebutkan bila terdapat antibodi spesifik terhadap jenis virus tertentu akan dapat mencegah penyakit yang disebabkan oleh virus tersebut, tetapi apabila antibodinya tidak dapat menetralisasi virus akan menimbulkan penyakit yang berat (Candra, 2010).



Secondary heterologous dengue infection Replikasi virus



Kompleks virus-antibodi



Anamnestic antibody respose



Aktivasi komplemen Anafilatoksin (c3a, c5a) Permeabilitas kapiler meningkat



12



Pembesaran plasma Hipovolemi Asidosis



Syok



Anoksia



Meninggal Gambar a. Patogenesis terjadinya syok pada DBD



Meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia, dan diathesis hemoragik adalah fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit. Pada kasus berat renjatan terjadi secara akut, nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan menghilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Pada penderita dengan renjatan berat, volume plasma dapat menurun sampai lebih dari 30% dan berlangsung 24-48 jam. Apabila tidak ditanggulangi secara adekuat dapat menimbulkan anoksia jaringan, asidosis metabolik, dan kematian (Soedarmo, 2012).



Kelainan sistem koagulasi juga berperan dalam perdarahan DBD. Beberapa faktor pembekuan menurun, termasuk faktor II, V, VII, VIII, X, dan fibrinogen. Fibrinogen degradation products (FDP) meningkat pada kasus DBD berat dan terjadi penurunan aktivitas antitrombin III yang tidak sebanyak fibrinogen, dan faktor VIII. Menurunya faktor koagulasi akan menambah beratnya perdarahan. Disseminated intravascular coagulation (DIC) secara potensial dapat terjadi pada DBD tanpa syok. Peran DIC tidak



13



menonjol dibandingkan dengan perubahan plasma pada masa dini DBD, tetapi apabila penyakitnya memburuk sehingga terjadi syok dan asidosis maka syok akan memperberat DIC perannya akan mencolok. Syok dan DIC akan saling mempengaruhi sehingga penyakit akan memasuki syok irreversible disertai perdarahan hebat, terlibatnya organ-organ vital yang biasanya diakhiri kematian. Perdarahan kulit biasanya disebabkan oleh faktor kapiler, gangguan fungsi trombosit, dan trombositopenia. Perdarahan masif ialah akibat kelainan mekanisme yang lebih kompleks seperti trombositopenia, gangguan faktor pembekuan, dan kemungkinan besar oleh faktor DIC. Pada kasus dengan kekurangan antitrombin III, respons pemberian heparin akan berkurang (Soedarmo, 2012).



2.1.5 Gejala Klinis dan Derajat DBD Seperti pada infeksi virus yang lain, infeksi virus dengue juga merupakan suatu self limiting infection disease yang berakhir sekitar 2-7 hari. Infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan suatu spektrum manifestasi klinis yang bervariasi antara penyakit yang paling ringan (undifferentiated febrile illness), demam dengue, demam berdarah dengue, dan syok sindrom dengue (WHO, 2011). Infeksi virus dengue Asimtomatik Demam



Simtomatik



DD



DBD 14



tidak khas



Tanpa Tanpa Syok syok perdarahan



Perdarahan



Gambar b. Infeksi virus dengue



Gejala klasik dari demam dengue adalah demam tinggi mendadak, kadangkadang bifasik (saddle back fever), nyeri kepala berat, nyeri belakang bola mata, nyeri otot, tulang atau sendi, mual, muntah, dan timbul pada awal penyakit (1-2 hari), kemudian menghilang tanpa bekas dan selanjutnya timbul ruam merah halus pada hari ke-6 atau ke-7 terutama di daerah kaki, telapak kaki dan tangan. Selain itu juga ditemukan petekie (Suhendro, 2009). Dibandingkan dengan anak-anak, orang dewasa dengan demam dengue memiliki manifestasi klinis yang lebih berat seperti nyeri kepala dan otot , sendi dan nyeri tulang . Depresi, insomnia dan kelelahan pasca infeksi menyebaban waktu pemulihan lebih panjang. Sinus bradikardia dan aritmia selama masa pemulihan lebih sering terjadi pada orang dewasa dibandingkan pada anak-anak (WHO, 2011). Perjalanan peyakit demam dengue/demam berdarah dengue sulit diprediksi. Hampir semua pasien mempunyai fase febril yang berlangsung selama 2-7 hari. Fase ini kemudian diikuti dengan fase kritis yang akan berlangsung selama 2-3 hari, ketika fase ini berlangsung pasien dalam keadaan afebril dan berada dalam risio untuk berkembang menjadi DBD ataupun SSD yang akan berakibat fatal jika tidak segera diatasi. Oleh karena perdarahan dan atau syok dapat terjadi dalam waktu yang sangat cepat, penanganan yang tepat dan cepat



15



sangat diperlukan untuk mengurangi tingkat fatal. Manifestasi klinis infeksi dengue dipaparkan pada Tabel 1 (WHO, 2011). Umumnya persentase DBD pada orang dewasa lebih sedikit daripada anakanak. Beberapa penelitian menyebutkan kebocoran plasma kurang parah pada pasien dewasa . Namun ada beberapa negara di mana sebagian besar kematian terlihat pada orang dewasa (WHO, 2011). Bayi, anak-anak, dan orang dewasa yang telah terinfeksi virus dengue, terutama untuk pertama kalinya (yaitu infeksi dengue primer), dapat menyebabkan demam sederhana yang tidak dapat dibedakan dari infeksi virus lainnya. Ruam makulopapular dapat menyertai demam atau mungkin muncul selama penurunan suhu badan sampai yang normal. Keluhan pernapasan dan pencernaan bagian atas yang juga bisa terjadi (WHO, 2011). Tabel 1. Manifestasi Klinis Infeksi Dengue DD/DBD DD



Derajat



DBD



I



DBD DBD#



II III



DBD#



IV



Gejala dan Tanda Demam disertai 2 atau lebih gejala berikut: - Nyeri kepala - Nyeri retro-orbital - Mialgia - Arthralgia/nyeri tulang - Ruam kulit - Manifestasi perdarahan : petekie, uji bendung positif, perdarahan mukosa, hematemesis/melena - Tidak ada tanda kebocoran plasma Demam dan manifestasi perdarahan (uji bendung positif), dan terdapat kebocoran plasma Sama dengan derajat I disertai perdarahan spontan Sama dengan derajat I atau II disertai kegagalan sirkulasi (nadi lemah, takanan darah menurun , hipotensi, gelisah) Sama dengan derajat III disertai syok dan tekanan darah serta nadi yang tidak terdeteksi



#: DBD III dan IV adalah SSD



16



2.1.6 Penatalaksanaan Prinsip utama penatalaksaan demam dengue adalah terapi suportif karena tidak ada terapi yang spesifik. Angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari 1% apabila penderita mendapatkan terapi yang adekuat. Tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD adalah pemeliharaan cairan sirkulasi. Asupan cairan pasien tetap dijaga, terutama cairan oral. Suplemen cairan melalui intravena dibutuhkan untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi yang bermakna bila cairan oral pasien tidak dapat dipertahankan. Terdapat protokol penatalaksanaan DBD pada pasien DBD dewasa dengan kriteria yaitu: -



penatalaksanaan yang tepat dengan rancangan tindakan yang dibuat atas indikasi



-



praktis dalam pelaksanaannya



-



mempertimbangkan cost effectiveness (Nainggolan, 2009).



2.2. Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit DBD 2.2.1. Tujuan Menurut pedoman pemberantasan DBD dari direktorat jenderal pemberantasan penyakit menular dan penyehatan lingkungan pemukiman (Dirjen P2M-PLP), program pemberantasan penyakit DBD memiliki tujuan : 1. Tujuan Umum Meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap masysarakat agar terhindar dari peyakit DBD melalui terciptanya masysarakat yang hidup dari perilaku dan lingkungan yang sehat dan terbebas dari penyakit DBD serta memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu dan merata.



17



2. Tujuan Khusus a.



Menurunkan angka insiden kasus DBD menjadi 20/100.000 penduduk di daerah endemis dan 5/100.000 penduduk secara nasional sampai tahun 2010.



b.



Tercapainya angka bebas jentik (ABJ) > 95%



c.



Menurunkan angka kematian DBD < 1%



d.



Daerah KLB < 5%



2.2.2. Kegiatan Kegiatan program pemberantasan penyakit DBD meliputi: 1. Penyelidikan epidemiologi (PE) Penyelidikan Epidemiologi adalah kegiatan pencarian penderita panas atau yang 1 minggu yang lalu menderita panas dan pemeriksaan jentik di rumah kasus DBD dan rumah sekitarnya dalam radius 100 m atau lebih kurang 20 rumah, serta di sekolah jika kasus DBD adalah anak sekolah. Hasil penyelidikan epidemiologi ada 2 yaitu PE (+) atau PE (-) digunakan untuk menentukan penanggulangan kasus. Penyelidikan epidemiologi positif yaitu ditemukan 3 atau lebih kasus demam tanpa sebab yang jelas dan atau ditemukan 1 kasus yang meninggal karena sakit DBD dalam radius 100 m atau lebih kurang 20 rumah di sekitarnya, sedangkan PE negatif adalah kecuali tersebut pada PE positif. Tujuan penyelidikan epidemiologi adalah untuk mengetahui ada/tidaknya kasus DBD tambahan dan luasnya penyebaran serta mengetahui kemungkinan terjadinya penyebarluasan penyebaran penyakit DBD lebih lanjut di lokasi tersebut. Penyelidikan epidemiologi dilakukan oleh petugas Puskesmas yang telah dilatih meliputi pencarian kasus tersangka DBD lainnya dan pemeriksaan jentik Aedes Aegypti. Kegiatan ini segera dilaksanakan setelah menerima laporan kasus dalam waktu maksimal 3x24 jam. Hasilnya kemudian dicatat pada form PE untuk digunakan sebagai dasar tindak lanjut penanggulangan kasus.



18



Langkah-langkah pelaksanaan PE adalah sebagai berikut: 1) Setelah menerima laporan adanya kasus/tersangka DBD, petugas Puskesmas/ koordinator DBD segera mencatat dalam buku catatan harian penderita penyakit DBD dan menyiapkan peralatan survei (tensimeter, senter dan formulir PE) serta menyiapkan surat tugas; 2) Petugas Puskesmas melapor kepada lurah dan ketua RT/RW setempat bahwa di wilayahnya terdapat penderita/tersangka penderita DBD dan akan dilaksanakan PE. Lurah/kader akan memerintahkan ketua RW agar pelaksanaan PE dapat didampingi oleh ketua RT, kader atau tenaga masyarakat lainnya. Keluarga penderita/tersangka penderita DBD serta keluarga lainnya juga membantu kelancaran pelaksanaan kegiatan PE; 3) Petugas Puskesmas melakukan wawancara dengan keluarga untuk mengetahui ada/tidaknya penderita panas saat itu dan dalam kurun waktu 1 minggu sebelumnya. Bila terdapat penderita panas tanpa sebab yang jelas, saat itu akan dilakukan pemeriksaan terhadap adanya tanda perdarahan di kulit dan uji tourniquet. Selanjutnya petugas melakukan pemeriksaan jentik pada tempat penampungan air dan benda-benda lain yang dapat menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk Aedes Aegypti, baik di dalam maupun di luar rumah. Hasil seluruh pemeriksaan tersebut dicatat dalam formulir PE; 4) Hasil PE dilaporkan kepada kepala Puskesmas dan selanjutnya kepala Puskesmas akan melaporkan hasil PE dan rencana penanggulangan seperlunya kepada lurah melalui camat. Berdasarkan hasil PE ini dilakukan pelaksanaan penanggulangan seperlunya.



2. Pencatatan dan pelaporan Pencatatan dan pelaporan bertujuan untuk mencatat, menilai dan melaporkan hasil kegiatan penanggulangan DBD yang telah dicapai. Pencatatan dan pelaporan adalah satu elemen yang sangat penting dalam sistem penanggulangan DBD yang telah dilaksanakan. Pencatatan dan pelaporan dibakukan berdasarkan klasifikasi



19



dan tipe penderita. Semua unit pelaksana harus melakukan sistem dan pencatatan yang baku. Pencatatan dan pelaporan dilakukan berjenjang dalam kurun waktu secara harian, bulanan, triwulan, semester dan tahunan. 3. Penyuluhan Penyuluhan merupakan serangkaian kegiatan yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan dimana individu, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan dapat bebas dari penyakit DBD dengan cara memelihara, melindungi dan meningkatkan kesehatannya. Penyuluhan bertujuan untuk meningkatkan



pengetahuan,



kesadaran,



kemauan



dan



praktek



mengenai



pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD. Penyuluhan dapat diberikan oleh dokter, paramedis, atau kader terlatih mengenai penyakit DBD. Materinya meliputi pemberantasan sarang nyamuk, abatisasi selektif, tanda dan gejala penyakit DBD serta penanggulangan penyakit DBD di rumah. Walaupun 3-M adalah cara yang mudah dan bisa kita lakukan karena tidak memerlukan biaya, pada kenyataannya cara ini tidak terlaksana dengan baik. Ini sangat erat hubungannya dengan kebiasaan hidup bersih dan kesadaran masyarakat terhadap bahaya demam berdarah dengue ini. Kurangnya kesadaran masyarakat mungkin disebabkan beberapa hal, di antaranya adalah faktor ekonomi. Susahnya masyarakat untuk memenuhi kebutuhan ekonomi membuat masyarakat hanya memikirkan 'makan' tanpa peduli terhadap kebersihan dan sanitasi. Selain itu, budanya hidup bersih, sedikit banyaknya juga berpengaruh terhadap pelaksanaan 3-M ini.Lebih dari itu, penyuluhan dari pemerintah sangat memengaruhi pelaksanaan 3-M ini. Pelaksanaan 3-M sangat dipengaruhi oleh kesadaran masyarakat akan bahaya deman berdarah dengue itu sendiri. Artinya, tidak terlaksananya 3-M juga berarti bahwa penyuluhan pemerintah kepada masyarakat tentang demam berdarah dengue ini masih kurang. Karena itu, pemerintah harus lebih aktif lagi memberikan pengertian dan penyuluhan kepada masyarakat dengan menggunakan berbagai media seperti surat kabar dan televisi. Jika tidak, kasus dengue tidak akan pernah teratasi, bahkan akan bertambah parah.



20



4. Fogging fokus dan fogging masal Merupakan serangkaian kegiatan dalam pemberantasan nyamuk Aedes Aegypti dewasa untuk memutus rantai penularan. Fogging dilakukan pada kasuskasus dengan PE positif, 2 penderita positif atau lebih, ditemukan 3 penderita demam dalam radius 100 m dari tempat tinggal penderita DBD positif atau ada 1 penderita DBD meninggal. Fogging fokus dilaksanakan 2 siklus dengan radius 200 m dalam selang waktu 1 minggu, sedangkan fogging masal dilakukan 2 siklus di seluruh wilayah tersangka KLB dengan selang waktu 1 bulan. Obat yang dipakai adalah Malathion 96 EC atau Fendona 30 EC. 5. Pemberantasan sarang nyamuk (PSN) Sudah tidak diragukan lagi bahwa penyebaran wabah dengue disebabkan oleh nyamuk Aedes Aegypti, terutama nyamuk betina. Nyamuk ini sangat pintar menyembunyikan suaranya dengan membuat gerakan sayap yang halus sehingga nyaris tak terdengar. Nyamuk betina ini menghisap darah manusia sebagai bahan untuk mematangkan telurnya. Hingga kini belum diketahui mengapa hanya darah manusia yang dikonsumsi nyamuk ini, tidak darah makhluk hidup lainnya.Bila nyamuk jenis lain bertelur dan menetaskannya pada sarangnya, Aedes Aegypti betina melakukannya di atas permukaan air. Karena dengan demikianlah, telurtelurnya itu berpotensi menetas dan hidup. Telur menjadi larva yang kemudian mencari makan dengan memangsa bakteri yang ada di air tersebut. Karena itu tidak heran bila nyamuk penyebab demam berdarah ini berkembang biak pada genangan air, terutama yang kotor. Penyebaran wabah dengue dipengaruhi oleh ada tidaknya nyamuk Aedes aegypti yang dipengaruhi lagi oleh ada tidaknya genangan air yang kotor. Pemberantasan sarang nyamuk merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan peran serta dan swadaya masyarakat dalam rangka memberantas nyamuk Aedes aegypty. Tujuan kegiatan PSN adalah memberantas nyamuk Aedes aegypti dengan menghilangkan tempat-tempat perindukan/sarang nyamuk sehingga penularan penyakit DBD dapat dicegah atau dibatasi. Pelaksana PSN-DBD adalah individu,



21



keluarga atau masyarakat. Kegiatan dilakukan secara berkesinambungan dan bisa secara massal/serentak. Pertama adalah membunuh nyamuk, baik dengan pestisida maupun dengan ovitrap, yakni dengan bak perangkap yang ditutup kasa. Penggunaan pestisida, selain memerlukan biaya dan berbahaya pada manusia, juga akan memicu munculnya nyamuk yang resistan, sehingga cara ini bukanlah cara yang efektif untuk jangka panjang. Untuk jangka pendek, cara ini masih bisa digunakan. Cara kedua adalah membuat nyamuk transgenik supaya tidak terinfeksi oleh virus dengue. Jika nyamuk tidak bisa diinfeksi oleh virus dengue, otomatis manusia tidak akan pernah terinfeksi oleh virus dengue. Cara ini digunakan oleh beberapa peneliti untuk mengatasi masalah malaria. Namun, pengembangan cara ini masih memerlukan puluhan tahun untuk bisa diaplikasikan. Cara yang ketiga adalah pemberantasan sarang nyamuk yang efektif dan efisien melalui kegiatan 3-M, yaitu menguras, menutup/menabur abate di tempat penampungan air, dan mengubur/menyingkirkan barang-barang bekas yang memungkinkan dijadikan tempat perindukan dan perkembangbiakan jentik nyamuk Aedes Aegypti. Cara inilah yang efektif yang bisa kita lakukan dengan kondisi kita saat ini. Sasaran PSN-DBD adalah semua tempat yang dapat menjadi sarang nyamuk, alami ataupun buatan, baik di dalam maupun di luar rumah, serta tempat-tempat umum (termasuk bangunan kosong dan lahan tidur). Pada dasarnya PSN-DBD adalah kegiatan dari, oleh, dan untuk masyarakat, sehingga jenis-jenis kegiatan yang



dilaksanakan



merupakan



kesepakatan



masyarakat



setempat



yang



diorganisasikan oleh kelompok kerja pemberantasan dan pencegahan DBD (POKJA DBD) dalam wadah LKMD. Pemberantasan sarang nyamuk dilakukan seminggu sekali, alasannya daur hidup nyamuk Aedes aegypti adalah 8-10 hari. Jika PSN dilakukan seminggu sekali maka rantai pertumbuhan dari mulai telur menjadi jentik atau dari jentik menjadi



22



kepompong dan dari kepompong menjadi dewasa atau dari dewasa kembali bertelur akan terputus sebelu nyamuk dapat menyelesaikan daur hidupnya. Sasaran penggerakan PSN-DBD di desa/kelurahan adalah semua rumah keluarga, sehingga dilaksanakan PSN-DBD di rumah secara terus-menerus. Kegiatan rutin penggerakan PSN-DBD di desa/kelurahan meliputi : Pokok-Pokok Kegiatan Penggerakan PSN-DBD adalah: 1. Penggerakan PSN-DBD di desa/kelurahan; a) Penyuluhan kelompok masyarakat oleh kader dan tokoh masyarakat antara lain di Posyandu, tempat ibadah dan dalam pertemuan warga masyarakat, b) Kerja bakti PSN-DBD secara serentak dan berkala untuk membersihkan lingkungan termasuk tempat-tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari, c) Program 1R1J (1 rumah 1 jumatik). Kunjungan rumah berkala sekurangkurangnya setiap 3 bulan (untuk penyuluhan dan pemeriksaan jentik) oleh tenaga yang telah dibimbing dan dilatih. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengingatkan keluarga agar selalu melaksanakan PSN-DBD. 2.



Penggerakan PSN-DBD di sekolah dan tempat umum lainnya; Pembinaan kegiatan PSN-DBD di sekolah diintegrasikan dalam proses belajar-mengajar, baik melalui intra maupun ekstra kurikuler termasuk program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS). Kegiatan penggerakan PSN-DBD di sekolah dilaksanakan sesuai petunjuk teknis pelaksanaan PSN-DBD di sekolah melalui UKS. Pembinaan kegiatan PSN-DBD di tempat umum lainnya dipadukan dalam program pemeliharaan kesehatan lingkungan antara lain melalui pemeriksaan sanitasi tempat umum. Pemantauan gerakan PSN-DBD dilakukan secara berkala minimal setiap 3 bulan. Pemantauan dilaksanakan antara lain dengan pemeriksaan jentik berkala (PJB) pada sejumlah sampel rumah, sekolah dan tempat umum



23



lainnya. Indikator keberhasilan PSN-DBD adalah angka bebas jentik (ABJ), yaitu persentase rumah/bangunan yang tidak ditemukan jentik sebesar 95%. Mengenai kegiatan PSN tersebut. Hasil pemeriksaan jentik dicatat dalam formulir PJB-1. Kemudian minta tandatangan kepala keluarga/anggota keluarga pada formulir tersebut. Formulir PJB-1 yang telah diisi disampaikan kepada pihak puskesmas setiap hari. Dibuat rekapitulasi untuk memperoleh angka bebas jentik (ABJ) tiap kelurahan. Untuk evaluasi/penilaian kualitas kegiatan pemeriksaan jentik berkala digunakan format penilaian kualitas kegiatan PJB. 2.3 Analisa Sistem Dalam melakukan evaluasi Program Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Puskesmas, digunakan pendekatan sistem. Dengan memandang organisasi sebagai suatu sistem, tercipta suatu cara dalam memahami permasalahan manajemen organisasi yang dikenal sebagai pendekatan sistem. 2.3.1. Pengertian Sistem Apabila kita menyebut perkataan sistem kesehatan, ada dua pengertian yang akan kita dapat. Pertama pengertian sistem, kedua pengertian kesehatan. Sistem itu sendiri adalah suatu rangkaian komponen yang berhubungan satu sama lain dan mempunyai tujuan yang jelas (Widjono, 2004; Azwar, 1996). 2.3.2 Ciri-ciri Sistem 1. Terdapat bagian yang satu sama lain saling berhubungan dan mempengaruhi yang kesemuanya membentuk satu kesatuan. 2. Fungsi masing-masing bagian tersebut adalah dalam rangka mengubah masukan menjadi keluaran yang direncanakan. 3. Dalam melaksanakan fungsi, semuanya bekerja sama secara bebas namun terkait. 4. Tidak tertutup terhadap lingkungan.



24



Menurut sumber lain ciri-ciri sistem yang lengkap adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.



Mempunyai elemen/komponen; Mempunyai batas; Mempunyai lingkungan; Masukan; Proses; Keluaran; Tujuan.



2.3.3 Unsur Sistem Bagian dari unsur tersebut memiliki banyak macamnya yang jika disederhanakan dapat dikelompokkan menjadi sebagai berikut : 1. Masukan (input); Yang dimaksud dengan masukan (input) adalah kumpulan dari bagian atau unsur yang terdapat dalam sistem dan yang diperlukan untuk dapat berfungsinya sistem tersebut. Yang termasuk dalam elemen masukan adalah yang biasa dikenal dengan 6M yaitu : Manusia (Man), uang (Money), sarana (Material), metode(Method), pasar (Market), serta mesin (Machinery). 2. Proses Proses adalah kumpulan bagian atau unsur yang terdapat dalam sistem dan yang berfungsi untuk mengubah masukan menjadi keluaran yang direncanakan. 3. Keluaran (output); Keluaran (output) adalah kumpulan bagian atau unsur yang dihasilkan dari berlangsungnya proses dalam sistem. 4. Umpan balik (feedback); Umpan balik (Feedback) adalah kumpulan bagian atau unsur yang merupakan keluaran dari sistem dan sekaligus sebagai masukan bagi sistem. 5. Dampak (impact); Dampak (impact) adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran suatu sistem. 6. Lingkungan (environment);



25



Lingkungan (enviroment) adalah dunia di luar sistem yang tidak dikelola oleh sistem tetapi mempunyai pengaruh besar terhadap sistem. (Muninjaya, 2004; Azwar, 1996). Keenam unsur sistem ini saling berhubungan dan mempengaruhi yang secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut: Lingkungan



Masukan



Proses



Keluaran



Dampak



Umpan Balik Gambar 2.1. Skema Pendekatan Sistem Sumber: Pengantar Administrasi Kesehatan, 1996



2.3.4. Pendekatan Sistem Dibentuknya suatu sistem pada dasarnya untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang telah ditetapkan bersama. Untuk terbentuknya sistem tersebut perlu dirangkai berbagai unsur atau elemen sedemikian rupa sehingga secara keseluruhan membentuk suatu kesatuan dan secara bersama-sama berfungsi untuk mencapai tujuan kesatuan. Apabila prinsip pokok atau cara kerja sistem ini diterapkan pada waktu menyelenggarakan pekerjaan administrasi, maka prinsip pokok atau cara kerja ini dikenal dengan nama pendekatan sistem (system approach). Pada saat ini batasan tentang pendekatan sistem banyak macamnya, beberapa yang terpenting adalah: 1) Pendekatan sistem adalah penerapan suatu prosedur yang logis dan rasional dalam merancang suatu rangkaian komponen yang berhubungan sehingga dapat berfungsi sebagai satu kesatuan mencapai tujuan yang telah ditetapkan (L.James Harvey, 2003).



26



2) Pendekatan sistem adalah suatu strategi yang menggunakan metode analisis, desain dan manajemen untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien; 3) Pendekatan sistem adalah penerapan dari cara berpikir yang sistematis dan logis dalam membahas dan mencari pemecahan dari suatu masalah atau keadaan yang dihadapi. Dengan dilakukannya pendekatan sistem kita akan dapat memperhitungkan berbagai kemungkinan yang tersedia sehingga dengan demikian nantinya tidak ada sesuatu yang sebenarnya amat penting sampai luput dari perhatian. Dari batasan tentang pendekatan sistem ini, dengan mudah dipahamibahwa prinsip pokok pendekatan sistem dalam pekerjaan administrasi dapat dimanfaatkan dua tujuan. Pertama, untuk membentuk sesuatu, sebagai hasil dari pekerjaan administrasi. Kedua, untuk menguraikan sesuatu, sebagai hasil dari administrasi.untuk tujuan terakhir ini, biasanya dikaitkan dengan kehendak untuk menemukan masalah yang dihadapi.Utuk kemudian diupayakan mencari jalan keluar yang sesuai. Sedangkan kelemahan yang dipandang penting ialah dapat terjebak ke dalam perhitungan yang terlalu rinci sehingga menyulitkan pengambilan keputusan dan dengan demikian masalah yang dihadapi tidak akan dapat diselesaikan. 2.4 Penilaian/Evaluasi Batasan penilaian banyak macamnya. Pengertian penilaian/evaluasi yang cukup penting antara lain: 1) Penilaian adalah pengukuran terhadap akibat yang ditimbulkan dari dilaksanakannya suatu program dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Ricken); 2) Penilaian



adalah



suatu



proses



yang



teratur



dan



sistematis



dalam



membandingkan hasil yang dicapai dengan tolok ukur atau kriteria yang telah



ditetapkan,



dilanjutkan



dengan



pengambilan



keputusan



serta



penyusunan saran-saran, yang dapat dilakukan pada setiap tahap dari



27



pelaksanaan program (The International Clearing House on Adolescent Fertility Control for Population Options); 3) Penilaian adalah suatu cara belajar yang sistematis dari pengalaman yang dimiliki untuk meningkatkan pencapaian, pelaksanaan, dan perencanaan suatu program melalui pemilihan secara seksama berbagai kemungkinan yang tersedia guna penerapan selanjutnya (WHO); 4) Penilaian adalah suatu proses untuk menentukan nilai atau jumlah keberhasilan dari pelaksanaan suatu program dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan (The American Public Health Association). Penilaian / evaluasi secara umum dapat dibedakan atas tiga jenis yaitu : a) Penilaian pada tahap awal program; Penilaian



dilakukan



evaluation). Ini



saat



merencanakan



suatu



program



(formative



bertujuan untuk meyakinkan bahwa rencana yang akan



disusun benar-benar telah sesuai dengan masalah yang ditemukan, dalam arti dapat menyelesaikan masalah tersebut. b) Penilaian pada tahap pelaksanaan program; Penilaian



dilakukan



saat



program



sedang



dilaksanakan



(promotive



evaluation), Tujuannya ialah untuk mengukur apakah program yang sedang dilaksanakan tersebut telah sesuai dengan rencana atau tidak. Umumnya ada dua bentuk penilaian yaitu pemantauan (monitoring) dan penilaian berkala (periodic evaluation). c) Penilaian pada tahap akhir program. Penilaian dilakukan saat program telah selesai dilaksanakan (summative evaluation). Tujuan mengukur keluaran dan mengukur dampak yang dihasilkan. Penilaian dampak lebih sulit dilakukan karena membutuhkan waktu yang lebih lama. Ruang lingkup penilaian secara sederhana dapat dibedakan atas empat kelompok yaitu penilaian terhadap masukan, proses, keluaran dan dampak. Langkah-langkah yang ditempuh pada waktu melaksanakan penilaian meliputi: 1) Pemahaman terhadap program yang akan dinilai;



28



2) Penentuan macam dan ruang lingkup penilaian yang akan dilakukan; 3) Penyusunan rencana penilaian; 4) Pelaksanaan penilaian; 5) Penarikan kesimpulan; 6) Penyusunan saran-saran.



BAB III BAHAN DAN METODE EVALUASI 3.1. Tolok Ukur Penilaian Evaluasi dilakukan pada Program Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Puskesmas Kecamatan Way Kandis bulan Januari-Desember 2017. Sebagai langkah awal, akan ditetapkan indikator untuk mengukur keluaran sebagai keberhasilan dari suatu program, kemudian membandingkan hasil pencapaian tiap-tiap indikator



29



keluaran dengan tolok ukur masing-masing. Hal ini berguna untuk mengidentifikasi masalah yang ada pada pelaksanaan program. Sumber rujukan tolok ukur penilaian yang digunakan adalah: 1. Standar Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue Volume 2 Edisi 1 tahun 2002. 2. Kebijaksanaan Program P2-DBD Departemen Kesehatan RI tahun 2004. 3. Buku Pedoman kerja Puskesmas Jilid II Tahun 1999. 4. Stratifikasi Puskesmas tahun 2003. Tabel 3.1 Tolok Ukur Keluaran No 1.



Variabel Angka kesakitan



2.



Angka kematian



3.



Angka penemuan kasus DBD Angka kemampuan kader mendeteksi dini Angka penderita DBD tertangani Angka Bebas Jentik Angka House Indeks



4.



5. 6. 7.



Definisi operasional atau rumus Jml Penderita DBD x100.000 penduduk Jml Penduduk



Tolok Ukur 50 per 1000 penduduk Jml Penderita DBD yang meninggal x100% 95% 30%



Sumber: Progran P2-PM DBD Depkes RI 2004 3.2. Bahan Kerja 3.2.1. Pengumpulan Data Data yang digunakan pada evaluasi program P2D meliputi: 1. Data Primer Diperoleh melalui wawancara dengan koordinator program pelaksana P2D di Puskesmas Kecamatan Way Kandis. 2. Data Sekunder



30



Diperoleh dari dokumentasi puskesmas berupa laporan bulanan P2D di Puskesmas Kecamatan Way Kandis periode Januari – Desember 2017. 3.2.2. Pengolahan data Pengolahan data yang dilakukan secara manual dengan tabel-tabel yang sudah dipersiapkan, kemudian dilanjutkan dengan perhitungan secara elektronik. 3.2.3. Penyajian data Penyajian data dilakukan dalam bentuk tekstular dan tabular. Interpretasi data dilakukan dengan bantuan kepustakaan. 3.2.4. Lokasi Pengumpulan data dilakukan di Puskesmas Kecamatan Way Kandis kota Bandar Lampung 3.2.5. Waktu Pengumpulan data dilakukan pada bulan Februari 2018. 3.3. Cara Analisis Evaluasi Program Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue di Puskesmas Kecamatan Way Kandis dilakukan dengan metode sebagai berikut : 1. Menetapkan tolok ukur atau indikator dari unsur masukan, proses, keluaran, lingkungan, umpan balik dan dampak. Tolok ukur merupakan standar atau target unsur sistem dari suatu program sebagai syarat agar program dapat terlaksana dengan baik. 2. Membandingkan keluaran pada pencapaian program dengan tolok ukur untuk mencari adanya kesenjangan. Tujuan pembandingan keluaran pada program dengan tolok ukur adalah agar suatu masalah dapat diidentifikasi apabila terdapat kesenjangan antara keluaran pada program dengan keluaran pada tolok ukur; 3. Menetapkan prioritas masalah. Penentuan prioritas masalah harus dilakukan jika terdapat lebih dari satu masalah. Hal ini disebabkan oleh adanya keterbatasan dan sumber daya, serta kemungkinan adanya masalah-masalah tersebut berkaitan satu dengan yang



31



lainnya. Masalah yang dianggap paling besar, mudah diintervensi, dan paling penting, akan menjadi prioritas. Penentuan prioritas masalah dilakukan menggunakan teknik kriteria matriks yang terdiri dari 3 komponen: 1) Pentingnya masalah (I), yang terdiri dari: a. Besarnya masalah (P) b. Akibat yang ditimbulkan oleh masalah (S) c. Kenaikan besarnya masalah (RI) d. Derajat keinginan masyarakat yang tidak terpenuhi (DU) e. Keuntungan sosial karena selesainya masalah (SB) f. Rasa prihatin masyarakat terhadap masalah (PB) g. Suasana politik (PC) 2) Kelayakan teknologi (T) Makin layaknya teknologi yang tersedia dan dapat dipakai untuk mengatasi masalah, makin diprioritaskan masalah tersebut. 3) Sumber daya yang tersedia (R) Terdiri dari man, money, material, makin tersedia sumber daya yang dapat dipakai untuk mengatasi masalah makin diprioritaskan masalah tersebut. Selanjutnya beri nilai antara 1 (tidak penting) sampai dengan 5 (sangat penting) pada tiap kotak dalam matriks sesuai dengan jenis masalah masing-masing. Masalah yang dipilih sebagai prioritas adalah yang memiliki nilai I x T x R tertinggi.



4. Membuat kerangka konsep dari masalah yang diprioritaskan. Untuk menentukan penyebab masalah yang telah diprioritaskan tersebut, maka dibuat kerangka konsep masalah. Hal ini bertujuan untuk menentukan faktor-faktor penyebab masalah yang telah diprioritaskan tersebut diatas yang berasal dari komponen sistem yang lainnya, yaitu komponen input, proses, lingkungan, dan umpan balik. Dengan menggunakan kerangka konsep diharapkan semua faktor penyebab masalah dapat diketahui dan di identifikasi sehingga tidak ada yang tertinggal. 5. Identifikasi penyebab masalah



32



Membandingkan masukan, proses, lingkungan, umpan balik dan dampak pada pencapaian program dengan tolok ukur untuk mencari adanya kesenjangan yang kemudian ditetapkan sebagai penyebab masalah. Beberapa penyebab masalah yang terdapat pada kerangka konsep selanjutnya diidentifikasi. Tolok ukur pada komponen masukan proses, lingkungan dan umpan balik tercantum di Tabel 3.2, Tabel 3.3, Tabel 3.4. Tabel 3.2. Tolok Ukur pada Komponen Masukan No 1



Variabel Tenaga



2



Dana



3



Sarana



4



Metode



Tolok Ukur Dokter : 1 orang Perawat : 1 orang Kader : 1 orang Analis : 1 orang Adanya dana yang diperlukan untuk mendukung program yang berasal dari : a. APBN menyediakan seluruh Buffer Stock b. APBD Menyediakan anggaran dan pelatihan, supervisi dan monitoring, jaminan mutu laboratorium,kegiatan pemecahan masalah serta pengembangan SDM, Swadana puskesmas Menyediakan anggaran operasional,reagen, pemeliharaan, Pelaksanaan pencegahan dan penanggulangan DBD c. Swadaya masyarakat Tersedianya sarana: 1. Bubuk Abate 2. Formulir pemeriksaan jentik berkala 3. Formulir penyelidikan epidemiologi 4. Tersedianya bahan penyuluhan (Leaflet, buku, dll) 5. Daftar Kepala keluarga per RT dan RW 6. Tersedianya alat semprot minimal 4 buah 7. Tersedianya insektisida sesuai kebutuhan 8. Tersedianya alat komunikasi minimal 1 buah faksimili dan telepon/PKC Medis 1. Pendataan, anamnesa, pemeriksaan fisik 2. Ditekankan pada upaya penemuan kasus DBD Non medis Pelaksanaan strategi penyuluhan dan penjaringan suspek secara pasif



Tabel 3.3. Tolok ukur pada komponen proses No 1



Variabel Perencanaan



Tolok Ukur Terdapat rencana kerja yang tertulis dan jadwal sesuai dengan program kerja puskesmas.



33



2



Pengorganisasian



3



Pelaksanaan



4



Pencatatan dan pelaporan Pengawasan



5



1. 2. 3. 4.



Terkait dalam penanggulangan demam berdarah. Adanya tugas dan wewenang. Adanya struktur organisasi dan staffing pelaksana program. Adanya pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas. a. Dokter umum sebagai pemeriksa di puskesmas b. Perawat sebagai perawat dan wasor program Demam Berdarah di puskesmas c. Kader sebagai panutan dan penggerak masyarakat dalam pelaksanaan penanggulangan DBD 5. Analis sebagai pemeriksa laboratorium Demam Berdarah 1. Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) dilaksanakan dengan memeriksa seluruh rumah pada tiap-tiap RW. 2. Penyelidikan Epidemiologi segera dilaksanakan setelah menerima laporan kasus dalam waktu maksimal 3 x 24 jam. 3. Fogging fokus dilakukan 2 siklus dengan radius 200 m selang waktu 1 minggu. 4. Fogging masal dilakukan 2 siklus di seluruh wilayah suspek KLB dengan selang waktu 1 bulan. 5. Penyuluhan dapat diberikan oleh dokter, paramedis atau kader terlatih mengenai penyakit demam berdarah dengue. 6. Para pemimpin pemerintah, tokoh masyarakat baik formal maupun informal mengkomunikasikan dan memotivasi masyarakat umum untuk melaksanakan penanggulangan demam berdarah dengue dalam pertemuan yang dilaksanakan secara rutin. 7. Gerakan PSN di seluruh RW. 8. Pertemuan lintas sektoral tingkat kelurahan minimal per 3 bulan. Adanya catatan, penilaian dan pelaporan hasil kegiatan penanggulangan demam berdarah dengue yang telah dicapai Adanya pengawasan eksternal maupun internal



Tabel 3.4. Tolok ukur komponen lingkungan dan umpan balik No 1



2



Variabel Lingkungan Fisik Nonfisik Umpan balik



Tolok Ukur 1. Lokasi pemeriksaan mudah terjangkau 2. Fasilitas kesehatan tersedia Pendidikan penduduk minimal SMA Masukan hasil pencatatan dan pelaporan untuk perbaikan program selanjutnya



6. Mencari jalan keluar atau alternatif penyelesaian masalah.



34



Setelah penyebab masalah diketahui, langkah selanjutnya adalah membuat beberapa alternatif pemecahan masalah. Pemilihan alternatif pemecahan masalah harus disesuaika



dengan kemampuan serta situasi dan kondisi



puskesmas. Alternatif pemecahan masalah dibuat secara rinci, meliputi tujuan, sasaran, target, metode, jadwal kegiatan, serta rincian dananya. 7. Menentukan prioritas cara pemecahan masalah Dari berbagai alternatif pemecahan masalah yang telah dibuat, maka dipilih satu



cara



penyelesaian



masalah



yang



dianggap



paling



baik



dan



memungkinkan. Pemilihan/penentuan prioritas cara penyelesaian masalah ini dengan memakai teknik kriteria matriks. Dua kriteria yang lazim digunakan adalah : a. Efektifitas jalan keluar Ditetapkan nilai efektifitas untuk setiap alternatif jalan keluar, yakni dengan memberikan angka 1 (paling tidak efektif) sampai angka 3 (paling efektif). Prioritas jalan keluar adalah yang nilai efektifitasnya paling tinggi. Untuk menilai efektifitas jalan keluar, diperlukan kriteria tambahan sebagai berikut: 1. Besarnya masalah yang dapat diselesaikan (Magnitude). Makin besar masalah yang dapat diatasi, makin tinggi prioritas jalan keluar tersebut. 2. Pentingnya jalan keluar (Importancy). Pentingnya jalan keluar dikaitkan dengan kelangsungan masalah. Makin baik dan sejalan selesainya masalah, makin penting jalan keluar tersebut. 3. Sensitifitas jalan keluar (Vulnerrability). Sensitifitas dikaitkan dengan kecepatan jalan keluar dalam mengatasi masalah, makin cepat masalah teratasi, makin sensitif jalan keluar tersebut. b. Efisiensi jalan keluar



35



Tetapkan nilai efisiensi (efficiency) untuk setiap alternatif jalan keluar. Nilai efisiensi biasanya dikaitkan dengan biaya (cost) yang diperlukan untuk melaksanakan jalan keluar. Makin besar biaya yang diperlukan makin tidak efisien jalan keluar tersebut. Beri angka 1 (biaya paling sedikit) sampai angka 5 (biaya paling besar). Nilai prioritas (P) dihitung untuk setiap alternatif jalan keluar. Dengan membatasi hasil perkalian nilai M x I x V dengan C. jalan keluar nilai P tertinggi, adalah prioritas jalan keluar terpilih.



8.



Membuat kesimpulan dan saran untuk perbaikan program.



BAB IV GAMBARAN WILAYAH KERJA 4.1 Gambaran Umum 4.1.1 Geografi Luas Wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Way Kandis + 1,080 Ha yang membawahi lima kelurahan binaan yaitu :



36



1.



Kelurahan Tanjung Senang



2.



Kelurahan Way Kandis



3.



Kelurahan Perumnas Way Kandis



4.



Kelurahan Labuhan Dalam



5.



Kelurahan Pematang Wangi



Adapun batas – batas wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Way Kandis adalah sebagai berikut : a. Sebelah Timur



berbatasan dengan Desa Way Huwi Kec Jati Agung



b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Sukarame c. Sebelah Barat berbatasan dengan Kec.Way Halim dan Kec.Lab Ratu d. Sebelah Utara



berbatasan dengan Kec.Rj Basa dan Kec Jati Agung



PETA WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAWAT INAP WAY KANDIS



37



Gambar.1 Peta Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Way Kandis 4.1.2 Topografi Secara topografi wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Way Kandis beada di Kecamatan Tanjung Senang yang pada dasarnya kecamatan Tanjung Senang merupakan daerah pertanian,namun dengan adanya perkembangan , lahan lahan pertanian sudah banyak yang beralih fungsi menjadi area pemukiman penduduk secara rinci sebagai berikut : a. Pemukiman = 70 % b. Pesawahan = 20 % c. Pertanian



= 10 %



4.2 SUMBER DAYA 4.2.1. Data Ketenagaan Data Ketenagaan Puskesmas Rawat Inap Way Kandis pada tahun 2017 berdasarkan jumlah dan jenis tenaga masih mencukupi, walaupun masih terdapat jenjang yang berpendidikan SMA. Untuk mengatasi hal tersebut maka saat ini terdapat pegawai yang sedang mengikuti jenjang pendidikan Diploma 3.



38



Tabel.1 Data Ketenagaan Puskesmas Rawat Inap Way Kandis Per 31 Desember 2017 NO JENIS KETENAGAAN 1 2 3



Dokter Umum Dokter Gigi Sarjana / D3 S1 Perawat S1 Apoteker SKM



YANG ADA KEBUTUHAN STATUS KET SEKARANG KEPEGAWAIAN PNS KON TKS TRAK 4 0 4 2 0 2 Tubel 2 0 2 0 0 4 0 2



0 1 0



3 0 1



1 0 1



0 0 0



D4 Perawat D4 Bidan D3 Perawat D3 Bidan



1 1 6 19



0 0 3 0



1 1 3 13



0 0 1 5



0 0 2 1



D3 Perawat Gigi D3 Analis Laborat D3 Gizi D3 Kesling D3 Lainnya



0 1



1 0



0 1



0 0



0 0



0 1 3



1 0 0



0 1 0



0 0 2



0 0 1



Bidan Perawat / SPK Per Gigi / SPRG SPAG Analis / SMAK Pengelola Obat / SMF Kesling / SPPH SPPM



6 11 2 1 1 1



0 0 0 0 0 1



6 11 2 1 1 1



0 0 0 0 0 0



0 0 0 0 0 0



2 2



0 0



2 0



0 0



0 0



1



0



1



0



0



13



Pekarya Kes SMA SMA UMUM



3



0



2



0



1



14 15



Cleaning Service Penjaga Malam



2 1



0 0



0 0



0 0



2 1



JUMLAH



77



7



57



12



8



4 5 6 7 8 9 10 11 12



1 Tenaga Adm



1 Tenaga Adm



3 Tenaga Adm



2 Tenaga Adm Ka Tata Usaha T Adm & Supir



39



4.2.2.Obat dan Perbekalan Farmasi Lainya. Perbekalan farmasi terdiri dari obat-obatan, perbekalan farmasi untuk keperluan BP Umum, Kesehatan Gigi, Kebidanan, UGD dan Rawat Inap serta perbekalan farmasi untuk keperluan laboratorium. Sedangkan sumber perbekalan farmasi berasal dari perbekalan farmasi untuk Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD) dan perbekalan farmasi dari program lainnya. Tabel.2 Penggunaan 10 Obat Terbanyak di Puskesmas Rawat Inap Way Kandis Per Desember 2017 NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10



NAMA OBAT Amoxcillin Parasetamol CTM Vitamin.C Dexametason Gleseril Guyakolat Vitamin B Complek Antasid Vitamin.B1 Vitamin.B6



JUMLAH PEMAKAIAN 193,632 166,773 115,706 69,360 65,055 48,854 45,669 44,907 37,434 33,291



4.2.3. Peralatan Kesehatan Puskesmas Puskesmas Rawat Inap Way Kandis tahun 2017 sudah memiliki sarana peralatan kesehatan yang cukup memadai untuk pelayanan kesehatan masyarakat perkotaan. Adapun peralatan kesehatan meliputi peralatan medis umum (seperti: stetoskop, tensimeter, bermacam-macam pinset, tang dan lainnya), peralatan untuk kesehatan gigi (seperti tang, bor, kursi gigi, dan lainnya), peralatan kebidanan (seperti: doppler, bed ginekolog, dan lainnya), Peralatan laboratorium (seperti Haemometer set, haemocytometer set, mikroskop dan lainnya).



40



4.2.4.Sumber Pembiayaan Adapun sumber keuangan Puskesmas Rawat Inap Way Kandis tahun 2017 berasal dari beberapa sumber seperti APBD, BPJS, BOK, JAMKESDA serta RETRIBUSI. 4.2.5.Sarana dan Prasarana Secara Umum sarana dan prasarana Puskesmas Rawat Inap Way Kandis dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 3. Sarana Prasarana Kesehatan Puskesmas Rawat Inap Way Kandis Tahun 2017 No



Jenis Sarana / Prasarana



Jumlah Baik



I.



II.



Sarana Kesehatan 1. Puskesmas 2. Puskesmas Pembantu 3. Rumah Dinas Dokter 4. Rumah Dinas Perawat / Bidan 5. Ambulance 6. Sepeda Motor Sarana Kesehatan lainnya /



UKBM 1. Poskeskel 2. Posyandu Balita 3. Posyandu Lansia 4. Posbindu 5. Poskestren 6. Pos UKK III. Sarana Pel Kesehatan Swasta 1. Dokter Praktek 2. Bidan Praktek Swasta / 3. 4. 5. 6. 7.



BPS Balai Pengobatan Apotek Rumah Bersalin Klinik Pengobat Tradisional



Kondisi R.Ringan R.Berat



1 5 1 1



1 4 -



1 -



1 1



1 9



1 8



-



1



5 25 7 -



-



-



-



12 15



-



-



-



2 11 9



-



-



-



41



4.2.6. Peran Serta Masyarakat Peran serta masyarakat dibidang kesehatan dapat dilihat dari adanya beberapa upaya kesehatan bersumber daya masyarakat seperti Posyandu , dimana setiap posyandu mempunyai kader yang berjumlah lima orang. Adapun data jumlah Posyandu diwilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Way Kandis adalah sebagai berikut. Tabel 4. Jumlah Posyandu Dan Kader Menurut Strata di Puskesmas Rawat Inap Way Kandis Tahun 2017 NO KELURAHAN 1 2 3 4 5



Tanjung Senang Way Kandis Perumnas W Kandis Labuhan Dalam Pematang Wangi Jumlah



JUMLAH POSYANDU PRTM 0



MADYA PRNM 0 5



JUMLAH KADER



MDR 1



JML 6



DILATIH AKTIF 30 30



% 100



0



0



4



-



4



20



20



100



0



0



4



1



5



25



25



100



0



0



4



1



5



25



25



100



0



0



5



0



5



25



25



100



0



0



22



3



25



125



125



100,0



7. Data Penduduk dan Sasaran Program Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Way kandis berdasarkan proyeksi BPS pada tahun 2017 sebanyak 42.744 jiwa. Tabel 5. Jumlah Penduduk Diwilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Way Kandis Tahun 2017



42



No



Kelurahan



Jumlah KK



Jumlah



Jenis Kelamin Lk Pr



Penduduk



1.



Tanjung Senang



2.815



11.743



5.940



5.803



2.



Perumnas Way Kandis



2.198



7.591



3.698



3.895



3.



Way Kandis



1.548



8.227



4.154



4.073



4.



Labuhan Dalam



1.592



4.138



4.312



4.138



5.



Pematang Wangi



1.590



3.367



3.367



3.366



Tabel 6. Data Penduduk Sasaran Menurut Kelurahan Di Puskesmas Rawat Inap Way Kandis Tahun 2017 No



KELURAHAN



TJS



WK



PWK



LD



PW



TOTAL



1



JML PDDK



11.743



8.227



7.591



4.138



3.367



35.066



2



R .TANGGA



2.815



1.548



2.198



1.592



1.590



9.843



3



BAYI



276



193



178



199



158



1.004



4



BALITA



1.374



963



888



989



788



5.001



5



ANBAL



1.098



769



710



790



630



3.997



6



BATITA



528



370



342



380



303



1.923



7



BBLR



30



21



20



22



17



110



8



APRAS



634



444



410



456



364



2.308



9



REMAJA



1.058



741



684



761



606



3.850



10



PUS



1.738



1.218



1.123



1.251



996



6..326



11



BUMIL



317



222



205



228



182



1.154



12



BURISTI



63



44



41



46



36



231



13



BULIN



290



203



187



209



166



1.055



14



BUSUI



552



387



357



397



316



2009



15



WUS



3.086



2.162



1.995



2.221



1.769



11.233



16



PRALANSIA



965



676



624



695



553



3.514



17



LANSIA



489



342



316



352



280



1.778



43



18



LANSIA



88



62



57



63



50



321



RISTI Dari 5 kelurahan yang ada di wilayah kerja Puskesmas Rawat Way Kandis tercatat kelurahan yang paling banyak penduduknya adalah kelurahan Tanjung Senang dengan jumlah penduduk 11.743 jiwa, sedangkan jumlah penduduk yang paling sedikit adalah kelurahan Pematang Wangi dengan jumlah penduduk 6.733 jiwa.



44



BAB V HASIL EVALUASI 5.1. Penetapan Masalah Masalah ditetapkan jika terdapat kesenjangan antara pencapaian keluaran dengan tolok ukurnya. Tabel berikut menunjukkan masalah yang di temukan dalam keluaran dalam program pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD di Puskesmas Kecamatan Way Kandis, tahun 2017. Tabel 5.1 Masalah Keluaran Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit DBD di Puskesmas Kecamatan Way Kandis, tahun 2017 Variabel



Tolok Ukur



Pencapaian



Masalah



Keluaran Angka kesakitan Jml penderita DBD x100.000 Jumlah penduduk



50 per 100.0000 penduduk



109 x 100000 = 255 42744



(+)