f4. Ukm Perbaikan Gizi Masyarakat (Tablet Besi) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

F.4 UPAYA PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT “PEMBERIAN TABLET FE PADA SISWI SEKOLAH MENENGAH ATAS KABUPATEN BARRU”



Disusun Oleh: dr. Nur Sa’adah Sunusi



Pembimbing: dr. Andi Thahirah



PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA PUSKESMAS PADONGKO KABUPATEN BARRU SULAWESI SELATAN 2019



F.4 UPAYA PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT “PEMBERIAN TABLET FE PADA SISWI “PEMBERIAN TABLET FE PADA SISWI SEKOLAH MENENGAH ATAS KABUPATEN BARRU” LATAR BELAKANG Populasi remaja di Indonesia mencapai 20% dari total populasi penduduk Indonesia yaitu sekitar 30 juta jiwa. World Health Organization menyebutkan bahwa banyak masalah gizi pada remaja masih terabaikan disebabkan karena masih banyaknya faktor-faktor yang belum diketahui, padahal remaja merupakan sumber daya manusia Indonesia yang harus dilindungi karena potensinya yang sangat besar dalam upaya pembangunan kualitas bangsa. Anemia akibat kekurangan zat gizi besi (Fe) merupakan salah satu masalah gizi utama di Asia termasuk di Indonesia. Pada anak usia sekolah, prevalensi anemia tertinggi ditemukan di Asia Tenggara dengan perkiraan sekitar 60%



anak



mengalami



anemia.



Laporan



berbagai



studi



di



Indonesia



memperlihatkan masih tingginya prevalensi anemia gizi pada remaja putri yang berkisar antara 20-50%. Survei yang dilakukan oleh Gross et al di Jakarta dan Yogyakarta melaporkan prevalensi anemia pada remaja sebesar 21,1%. Penelitian Budiman menyebutkan dari sejumlah 545 orang sampel siswi SLTA di Kabupaten dan Kotamadya Sukabumi, Cirebon dan Tangerang Propinsi Jawa Barat sebanyak 40,4%-nya menderita anemia. Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001 melaporkan 28,3% anak dan remaja dalam kelompok umur 5-14 tahun menderita anemia. Penelitian Hamid (7) di Padang, Sumatera Barat mendapatkan angka prevalensi anemia pada siswi SLTA sebesar 29,2%. Penelitian Februhartanty et al terhadap 137 siswi SLTP di Kupang, Nusa Tenggara Timur mendapatkan angka prevalensi anemia sebesar 49,6%. Melihat dampak anemia yang sangat besar dalam menurunkan kualitas sumber daya manusia, maka sebaiknya penanggulangan anemia perlu dilakukan sejak dini, sebelum remaja putri menjadi ibu hamil, agar kondisi fisik remaja putri tersebut telah siap menjadi ibu yang sehat. Remaja putri termasuk kelompok yang



rawan terhadap anemia, hal ini disebabkan karena kebutuhan Fe pada wanita 3 kali lebih besar dari kebutuhan pria. Wanita mengalami menstruasi setiap bulannya yang berarti kehilangan darah secara rutin dalam jumlah cukup banyak, juga kebutuhan Fe meningkat karena untuk pertumbuhan fisik, mental dan intelektual, dan kurang mengkonsumsi sumber makanan hewani yang merupakan sumber Fe yang mudah diserap. Kelompok ini juga memiliki kebiasaan makan tidak teratur, mengkonsumsi makanan berisiko seperti fast food, snack, dan soft drink dan tingginya keinginan mereka untuk berdiet agar tampak langsing yang mempengaruhi asupan zat gizi termasuk sumber Fe yang adekuat. Strategi untuk mengatasi masalah anemia pada remaja putri adalah dengan perbaikan kebiasaan makan, fortifikasi makanan dan pemberian suplementasi Fe. Mengubah pola makan dan fortifikasi makanan merupakan strategi jangka panjang yang penting namun tidak dapat diharapkan dapat berhasil dengan cepat. Cara lain adalah dengan memberikan suplementasi Fe melalui pemberian tablet tambah darah (TTD). Untuk pencegahan dan pengobatan anemia suplementasi TTD merupakan cara yang efisien karena mudah didapat, efeknya cepat terlihat, dan harganya relatif murah sehingga terjangkau oleh masyarakat luas. Brabin and Brabin merekomendasikan program pencegahan anemia dengan suplementasi Fe lebih banyak ditargetkan kepada remaja putri dari pada anak-anak, wanita dewasa atau ibu hamil karena pemberian suplementasi kepada remaja putri akan memberi dampak yang lebih besar pada kesehatan reproduksi dan keberhasilan proses reproduksi dibandingkan dengan suplementasi selama masa hamil saja. Remaja putri merupakan calon ibu yang harus sehat dan tidak anemia, untuk dapat melahirkan bayi yang sehat. Berbagai studi intervensi menunjukkan bahwa dosis, frekuensi pemberian dan lama pemberian TTD berbeda-beda. Namun demikian dibandingkan dengan dosis yang umumnya relatif hampir sama (60 mg besi elemental dan 0,25 mg asam folat), frekuensi pemberian per minggu dan lama pemberiannya masih sangat bervariasi. Departemen Kesehatan RI menyebutkan dosis terapi untuk remaja putri yang anemia adalah 1 kali per hari selama satu bulan sedangkan



WHO/ UNICEF dalam Gross et al. menyebutkan dua kali per hari untuk waktu dua sampai dengan tiga bulan. Studi evaluasi program suplementasi Fe sirup untuk balita di Nusa Tenggara Timur menunjukkan pemberian sirup Fe harian lebih efektif daripada mingguan dalam menurunkan prevalensi anemia balita. Berbagai studi lain memperlihatkan bahwa suplementasi mingguan cukup efektif dan ekonomis dalam menurunkan prevalensi anemia. Salah satu masalah dalam program suplementasi adalah rendahnya kepatuhan. Data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002-2003 pada ibu hamil menunjukkan bahwa hanya kurang dari sepertiga ibu hamil mengkonsumsi TTD sebanyak 90 tablet, sepertiga mengkonsumsi