Faktor Psikologi Persalinan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persalinan. Pada setiap persalinan, ada 5 faktor yang harus diperhatikan, yaitu : 1. Power Power adalah kekuatan yang mendorong janin dalam persalinan, yaitu his atau kontraksi rahim (kekuatan primer) dan tenaga meneran ibu (kekuatan sekunder) 2. Passage Merupakan faktor jalan lahir, terbagi menjadi 2 yaitu : Bagian keras : tulang-tulang panggul Bagian lunak : uterus, otot-otot dasar panggul dan perineum



3. Passanger Meliputi ukuran kepala janin, presentasi, letak, sikap dan posisi janin.



4. Psikis Ibu Psikis ibu dalam persalinan akan sangat mempengaruhi daya kerja otot –otot yang dibutuhkan dalam persalinan baik itu yang otonom maupun yang sadar. Jika seorang ibu menghadapi persalinan dengan rasa tenang dan sabar, maka persalinan akan terasa mudah untuk ibu tersebut. Namun tentu akan menjadi berbeda jika ibu mengalami cemas. Kecemasan menjelang persalinan umum dialami oleh ibu. Meskipun persalinan adalah suatu hal yang fisiologis, namun dalam persalinan tentu terjadi serangkaian perubahan fisik dan psikologis yang dimulai dari terjadinya kontraksi rahim, dilatasi/penipisan jalan lahir, pengeluaran bayi serta plasenta yang diakhiri dengan bonding awal antara ibu dan bayi (Syaifuddin, 2001). Dalam proses perubahan fisik dan psikologis saat bersalin, tentu dapat terjadi gangguan yang bersumber pada rasa takut dan sakit pada fisik yang teramat sangat.



5. Penolong Peran dari penolong persalinan adalah mengantisipasi dan menangani komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu dan janin. Diperlukan seorang mitra yang dapat membantunya mengenali tanda gejala persalinan sangat dibutuhkan. Bila persalinan dimulai, interaksi antara power, passage, passenger, psikis dan penolong harus sinkron untuk terjadi kelahiran pervaginam spontan.



Penyebab Gangguan Psikologi Pada Ibu Bersalin 1. Perubahan hormone Biasanya perubahan emosi pada ibu hamil muda yang tidak stabil, umumnya muncul pada usia kehamilan trimester pertama, kemudian hal tersebut akan membaik saat trimester kedua dan muncul lagi pada saat menjelang persalinann. Hal ini dipicu oleh perubahan hormon dalam kehamilan yaitu peningkatan kadar hormon progesteron dan estrogen yang dapat



memengaruhi kondisi kimiawi pada otak yang mengatur suasana mood atau suasana hati. Hal inilah yang antara lain menyebabkan terjadinya gangguan psikologis pada ibu yang akan melahirkan. Secara epidemiologis, kecemasan dapat terjadi pada semua persalinan baik pada persalinan primigravida maupun multigravida. Felman et al (dalam Aryasatiani, 2005) dalam penelitiannya menemukan lebih dari 12 % ibu‐ibu yang pernah melahirkan mengatakan bahwa mereka mengalami cemas pada saat melahirkan dimana pengalaman tersebut merupakan saat‐saat tidak menyenangkan dalam hidupnya. Rasa takut dan sakit menimbulkan stress yang mengakibatkan pengeluaran adrenalin. Hal ini mengakibatkan penyempitan pembuluh darah dan mengurangi aliran darah yang membawa oksigen ke rahim sehingga terjadi penurunan kontraksi rahim yang akan menyebabkan memanjangnya waktu persalinan. Hal ini kurang menguntungkan bagi ibu maupun janin yang berada dalam rahim ibu (Aryasetiani, 2005). Penelitian yang berkaitan dengan kejadian persalinan lama, 65% disebabkan karena kontraksi uterus yang tidak efisien. Menurut Old et al (2000), adanya disfungsional kontraksi uterus sebagai respon terhadap kecemasan sehingga menghambat aktifitas uterus. Respon tersebut adalah bagian dari komponen psikologis, sehingga dapat dinyatakan bahwa faktor psikologis mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan proses persalinan. Hal inilah yang antara lain menyebabkan terjadinya gangguan psikologis pada ibu yang baru melahirkan.



2. Kurangnya persiapan mental Yang dimaksud di sini adalah kondisi psikis atau mental yang kurang dalam menghadapi berbagai kemungkinan seputar peran ganda merawat bayi, pasangan, dan diri sendiri. Terutama hal-hal baru dan "luar biasa" yang bakal dialami setelah melahirkan. Ini tentunya dapat menimbulkan masalah. Penderitaan fisik dan beban jasmaniah selama bermingguminggu terakhir masa kehamilan itu menimbulkan banyak gangguan psikis dan pada akhirnya meregangkan jalinan hubungan ibu dan anak yang semula tunggal dan harmonis. Maka beban inilah yang menjadi latar belakang dari impuls-impuls emosional yang diwarnai saat menjelang persalinan. Pada dasarnya seorang ibu kurang persiapan mental karena kurangnya pengetahuan. Pada primigravida tidak ada bayangan mengenai apa yang akan terjadi saat bersalin sehingga ibu merasa ketakutan karena sering mendengar cerita mengerikan tentang pengalaman saat melahirkan dan ini mempengaruhi ibu berfikiran proses persalinan yang menakutkan. Bisa ibu belum mengerti dan belum pernah mengalami persalinan, ibu akan merasa cemas dan gelisah, kalau ibu sudah punya pengetahuan mengenai hal ini, biasanya ibu akan lebih percaya diri menghadapinya. Ketenangan jiwa penting dalam menghadapi persalinan, karena itu dianjurkan bukan saja melakukan latihan-latihan fisik namun juga latihan kejiwaan untuk menghadapi persalinan. Walaupun peristiwa kehamilan dan persalinan adalah suatu hal yang fisiologis, namun banyak ibu-ibu yang tidak tenang, merasa khawatir akan hal ini. Untuk itu, penolong persalinan harus dapat menanamkan kepercayaan kepada ibu hamil dan menerangkan apa yang harus diketahuinya karena kebodohan, rasa takut, dan sebagainya dapat menyebabkan rasa sakit pada waktu persalinan dan ini akan mengganggu jalannya



persalinan, ibu akan menjadi lelah dan kekuatan hilang. Untuk menghilangkan cemas harus ditanamkan kerja sama pasien-penolong (dokter, bidan) dan diberikan penerangan selagi hamil dengan tujuan menghilangkan ketidaktahuan, latihan-latihan fisik dan kejiwaan, mendidik cara-cara perawatan bayi, dan berdiskusi tentang peristiwa persalinan fisiologis.



3. Kurang pendamping Pada saat melahirkan tidak didampingi oleh keluarga dan suami, maka akan terjadi stress pada pasien sehingga akan mempengaruhi stress pada janin yang berakibat semakin lama proses pesalinan.Dukungan psikologis dari orang-orang terdekat akan membantu memperlancar proses persalinan yang sedang berlangsung. Dalam mengatasi perasaan takut dalam persalinan, ibu dapatmengatasinya dengan meminta keluarga atau suami untuk memberikansentuhan kasih sayang, meyakinkan ibu bahwa persalinan dapatberjalan lancar, mengikutsertakan keluarga untuk memberikandorongan moril, cepat tanggap terhadap keluhan ibu/ keluarga sertamemberikan bimbingan untuk berdoa sesuai agama dan keyakinan. Cara Pencegahan Gangguan Psikologi pada Ibu Bersalin Cara pencegahan terbaik adalah dengan melakukan pendekatan komunikasi terapeutik dengan bimbingan penuh : a. Menjalin hubungan yang mengenakkan (rapport) dengan klien. Bidan menerima klien apa adanya dan memberikan dorongan verbal yang positif. 1. Kehadiran. Kehadiran merupakan bentuk tindakan aktif ketrampilan yang meliputi mengatasi semua kekacauan/kebingungan, memberikan perhatian total pada klien. Bila memungkinkan anjurkan pendamping untuk mengambil peran aktif dalam asuhan. Bidan juga harus memastikan bahwa klien mempunyai pendamping yang disukai. Pendamping yang mendukung , dapat membantu klien berani menghadapi ketakutan dan rasa sakit, serta menghilangkan rasa kesepian dan stres. Bila memungkinkan anjurkan pendamping untuk mengambil peran aktif dalam asuhan. Pendamping dimintai agar duduk dibagian atas tempat tidur untuk memberi kesempatan pendamping menunjukan perhatian serta kasih sayang kepada klien tersebut. 2. Mendengarkan. Bidan selalu mendengarkan dan memperhatikan keluhan klien. 3. Sentuhan Komunikasi non verbal seperti sentuhan kadang-kadang lebih bernilai dari pada kata-kata. Sentuhan bidan terhadap klien akan memberikan rasa nyaman dan dapat membantu relaksasi, misalnya: ketika muncul his, klien merasa kesakitan, kemudian bidan memberikan sentuhan dan usapan pada bagian lumbalis klien. Hal tersebut akan memberi rasa nyaman pada klien.



4. Memberi informasi tentang kemajuan persalinan. Hal ini diupayakan untuk member rasa percaya diri bahwa klien dapat menyelesaikan persalinan. Pemahaman dapat mengurangi kecemasan dan dapat mempersiapkan diri untuk menghadapi apa yang akan terjadi. Informasi yang diberikan diulang beberapa kali. Misalnya, bidan menggunakan kata-kata yang dapat memberikan gambaran kemajuan persalinan “bu, sekarang jalan lahirnya sudah mulai membuka, setelah pembukaan mencapai 10 cm nanti ibu boleh meneran kalau merasa sakit atau ingin buang air besar”. Memandu persalinan dengan memandu instruksi khusus tentang bernafas, berelaksasi dan posisi postur tubuh. Misalnya, bidan meminta klien ketika ada hiks untuk meneran, “bu, kalau perut kencang, ibu berpegangan pada suami atau pada saya lalu ibu meneran seperti buang air besar”. Ketika hiks hilang bidan mengatakan “silahkan ibu bernapas panjang dan rileks”. 6. Memimpin persalinan dengan mengajarkan pada ibu teknik bernafas yang baik, berelaksasi dan mengatur posisi yang nyaman untuk ibu 7. Mengadakan kontak fisik dengan klien. Kontak fisik dapat dilakukan dengan menggosok punggung, memelik dan menyeka keringat serta membersihkan wajah ibu/klien. 8. Memberikan pujian. Pujian diberikan pada klien atas usaha yang dilakukannya. Misalnya, bidan mengatakan “ibu pintar sekali menerannya, sebentar lagi putranya akan lahir” 9. Memberikan ucapan selamat pada klien atas kehadiran putra/putrinya dan menyatakan ikut berbahagia. 10. Komunikasi terapeutik pada ibu dengan gangguan psikologi saat persalinan dilaksanakan oleh bidan dengan sikap sebagai seorang tua dewasa, karena suatu ketika bidan harus memberikan perimbangan. Sebagai seorang bidan yang professional, asuhan sayang ibu harus tetap diperhatikan demi kenyaman pasien serta keselamatan ibu dan anak yang akan di bantu selama proses persalinan berlangsung. b. Sikap komunikasi terapeutik Lima sikap atau cara untuk menghadirkan diri secara fisik yang dapat memfasilitasi komunikasi yang terapeutik menurut Egan, yaitu: o Berhadapan. Artinya dari posisi ini adalah “Saya siap untuk anda. o Mempertahankan kontak mata. Kontak mata pada level yang sama berarti menghargai klien dan menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi. o Membungkuk ke arah klien. Posisi ini menunjukkan keinginan untuk mengatakan atau mendengar sesuatu. o Mempertahankan sikap terbuka, tidak melipat kaki atau tangan menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi. o Tetap rileks. Tetap dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan



relaksasi dalam memberi respon kepada klien.