Fhk0033 07 Hukum Jaminan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Modul Hukum Perdata



Ilmu Hukum



PERTEMUAN 7 HUKUM JAMINAN PEMBAGIAN JAMINAN MENURUT HUKUM PERDATA UNTUK BENDA BERGERAK DAN BENDA TIDAK BERGERAK (BENDA TETAP) A. TUJUAN PEMBELAJARAN 1.



Mahasiswa mampu membedakan dan menjelaskan kembali mengenai Hukum Jaminan dalam KUHPerdata untuk benda bergerak.



2.



Mahasiswa mampu membedakan dan menjelaskan kembali mengenai hukum jaminan dalam KUHPerdata untuk benda tidak bergerak.



3.



Mahasiswa mampu melihat dan menerapkan Hukum Jaminan secara keseluruhan di kehidupan nyata yang ada di sekitarnya.



B. URAIAN MATERI 1.



Istilah Dan Pengertian Hukum Jaminan Istilah



hukum



jaminan



berasal



dari



terjemahan



zakerheidesstelling atau security law. Sedangkan hukum jaminan itu sendiri meliputi pengertian, baik jaminan kebendaan maupun jaminan perorangan. Pengertian hukum jaminan mengacu pada jenis jaminan, bukan pada pengertian hukum jaminan. Sri Soedewi Masjchoen Sofyan mengemukakan bahwa hukum jaminan adalah: “Mengatur konstuksi yuridis yang memungkinkan pemberian fasilitas kredit, dengan menjaminkan benda-benda yang dibelinya sebagai jaminan. Peraturan demikian harus cukup meyakinkan dan memberikan kepastian hukum bagi lembaga-lembaga kredit, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Adanya lembaga jaminan dan lembaga demikian kiranya harus dibarengi dengan lembaga kredit dalam jumlah besar dengan jangka waktu yang lama dan bunga yang relative rendah.”



Sedangkan menurut J Satrio, mengartikan Hukum Jaminan adalah:



1



Modul Hukum Perdata



Ilmu Hukum



“Peraturan hukum yang mengatur jaminan-jaminan piutang seorang kreditur terhadap debitur, singkatnya hukum jaminan adalah hukum yang mengatur tentang jaminan piutang seseorang.”(J Satrio, 2002:3). Dan Salim HS juga memberikan definisinya bahwa hukum jaminan adalah: “keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi dan penerima jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit.”(Salim HS, 2004:6). Jaminan adalah sesuatu yang diberikan kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat di nilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan. Jadi berdasarkan pendapat para ahli maupun pengertian dari jaminan itu sendiri dapat disimpulkan bahwa Hukum Jaminan adalah keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jamianan untuk mendapatkan fasilitas atau kredit. 2.



Asas-Asas Hukum Jaminan Menurut Salim HS (2004;9-10) dalam bukunya, Perkembangan hukum jaminan di Indonesia, mengemukakan, terdapat lima asas penting dalam hukum jaminan yaitu: a.



Asas publicitet : asas bahwa semua hak, baik hak tanggungan, hak fidusia dan hak hipotik harus didaftarkan.



b.



Asas specialitet : bahwa hak tanggungan, hak fidusia, dan hak hipotik hanya dapat dibebankan atas percil atau atas barang-barang yang sudah terdaftar atas nama orang tertentu.



c.



Asas tidak dapat dibagi-bagi: asas dapat dibaginya hutang tidak dapat mengakibatkan dapat dibaginya hak tanggungan, hak fidusia, hak hipotik, dan hak gadai walaupun telah dilakukan pembayaran sebagian.



d.



Asas inbezittsstelling : yaitu barang jaminan (gadai) harus berada pada penerima gadai.



e.



Asas horizontal : yaitu bangunan dan tanah bukan merupakan satu kesatuan.



2



Modul Hukum Perdata



3.



Ilmu Hukum



Ruang Lingkup Hukum Jaminan Ruang lingkup hukum jaminan meliputi jaminan umum dan jaminan khusus. Lalu Jaminan khusus dibagi menjadi dua macam, yaitu jaminan kebendaan dan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan di bagi lagi menjadi jaminan benda bergerak dan benda tidak bergerak. a.



Jaminan umum dan Jaminan khusus 1)



Jaminan umum. Dengan



dasar



hukum



1131



KUHPerdata



dan



1132



KUHPerdata, jamian umum yaitu : Jaminan dari pihak Debitur yang terjadi atau timbul dari undang-undang, yaitu bahwa setiap barang bergerak ataupun tidak bergerak milik Debitur menjadi tanggungan utangnya kepada Kreditur. Maka apabila Debitur wanprestasi maka Kreditur dapat meminta pengadilan untuk menyita dan melelang seluruh harta Debitur. 2)



Jaminan khusus. Bahwa setiap jaminan utang yang bersifat kontraktual yaitu yang terbit dari perjanjian tertentu, baik yang khusus ditujukan terhadap benda-benda tertentu maupun orang tertentu.



b.



Jaminan kebendaan dan jaminan perorangan. Jaminan khusus terbagi menjadi dua, yaitu jaminan kebendaan dan jaminan perorangan. 1)



Jaminan kebendaan Jaminan kebendaan yaitu jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda, mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu Debitur, dapat dipertahankan terhadap siapapun, selalu mengikuti bendanya (droit de suite) dan dapat diperalihkan. Contoh : hak tanggungan, gadai.



2)



Jaminan perorangan (jaminan immaterial) Adalah jaminan yang menimbulkan hubungnan langsung pada perorangan tertentu, hanya dapat dipertahankan terhadap Debitur tertentu, terhadap harta kekayaan Debitur umumnya. Contoh borgtocht, tanggung menanggung (tanggung renteng), dan garansi bank.



3



Modul Hukum Perdata



c.



Ilmu Hukum



Jaminan benda bergerak dan benda tidak bergerak. Jaminan kebendaan terbagi menjadi dua yaitu yaitu jaminan benda bergerak dan jaminan benda tidak bergerak. 1)



Jaminan benda bergerak meliputi gadai dan fidusia.



2)



Jaminan benda tidak bergerak meliputi hak tanggungan, fidusia. Khususnya rumah, rumah susun, hipotek kapal laut, dan pesawat udara. Perjanjian kebendaan dapat dibedakan menjadi dua macam



perjanjian, yaitu a.



Perjanjian pokok adalah perjanjian antara debitur dan kreditur yang berdiri sendiri tanpa bergantung pada adanya perjanjian. Contoh: perjanjian kredit bank.



b.



Perjanjian tambahan (accesoir) adalah perjanjian antara debitur dan kreditur yang diadakan sebagai perjanjian tambahan daripada perjanjian pokok. Contoh : perjanjian pembebanan jaminan, seperti perjanjian gadai, tangungan, dan fidusia. Perjanjian jaminan disebut juga perjanjian tambahan karena



timbulnya perjanjian jaminan sendiri akibat dari adanya perjanjian kredit, yang mana perjanjian kredit sendiri adalah perjanjian pokok yang akibat dari perjanjian tersebut menimbulkan perjanjian baru yaitu perjanjian jaminan yang mana merupakan perjanjian tambahan dari perjanjian pokok. Eksistensi perjanjian tambahan terhadap perjanjian pokok tergantung dari perjanjian pokoknya, sedangkan eksistensi perjanjian pokok terhadap perjanjian tambahan tidak tergantung dari perjanjian tambahan dan mandiri. 4.



Pengaturan Dan Sumber Hukum Jaminan a. Pengaturan hukum jaminan Pengaturan hukum jaminan dapat dibedakan menjadi dua tempat, yaitu: 1) Didalam Buku II KUHPerdata ketentuan



hukum



jaminan



yang



terdapat



dalam



buku



II



KUHPerdata merupakan kaidah-kaidah hukum yang terdapat dan



4



Modul Hukum Perdata



Ilmu Hukum



diatur di dalam buku II KUHPerdata. Ketentuan-ketentuan hukum jaminan yang masih berlaku di dalam KUHPerdata adalah tentang: (a) Gadai (pasal 1150 sampai dengan pasal 1161 KUHPerdata) (b) Hipotek (pasal 1162 sampai dengan pasal 1232 KUHPerdata) 2) Diluar Buku II KUHPerdata. Ketentuan di luar KUHPerdata merupakan ketentuan-ketentuan hukum yang tersebar di luar KUHPerdata. Menurut Rachmadi Usman, dalam bukunya Hukum Jaminan Keperdataan (Rachmadi, 2008; 24) meliputi: (a) KUH Dagang (b) Undang-undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. (c) Undang-undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. (d) Undang-undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. (e) Undang-undang No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun. (f) Undang-undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman. (g) Undang-undang No. 15 tahun 1992 tentang Penerbangan. (h) Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah di ubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998. b. Sumber hukum Jaminan Sumber hukum jaminan dalam buku II KUHPerdata (BW) adalah mengatur tentang gadai dan hipotek kapal laut, sedangkan hipotek atas tanah tidak berlaku lagi karena telah di ganti oleh Undangundang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Dalam pasalpasal Kitab Undang-undang Hukum Perdata tersebut di atur mengenai piutang-piutang yang diistimewakan, gadai dan hipotek. Secara rinci materi kandungan ketentuan-ketentuan hukum jaminan yang termuatdalam buku II KUHPerdata tersebut, sebagai berikut: 1) Bab XIX : tentang piutang-piutang yang diistimewakan (pasal 1131 sampai dengan pasal 1149). 2) Bagian kedua tentang hak-hak istimewa mengenai benda-benda tertentu (pasal 1139 samapai pasal 1148); bagian ketiga atas



5



Modul Hukum Perdata



Ilmu Hukum



semua benda bergerak dan tidak bergerak pada umumnya (pasal 1149). 3) Bab XXI : tentang hipotek (pasal 1162 sampai dengan pasal 1232). 4) pengaturan tentang gadai : (a) pengertian gadai pasal 1150 KUHPerdata (b) perjanjian gadai pasal 1152 KUHPerdata (c) tentang lainnya mengenai gadai 1152 sampai dengan 1160 KUHPerdata. 5) pengaturan tentang hipotek pasal 1162 sampai dengan pasal 1232 KUHPerdata. 5.



Sistim Pengaturan Hukum Jaminan Ada dua sistem pengaturan jaminan yaitu: a. Sistem pengaturan jaminan tertutup (closed system) yang berarti orang tidak dapat mengadakan hak-hak jaminan baru selain yang telah ditetapkan oleh undang-undang. b. Sistim pengaturan jaminan terbuka (open system) yaitu bahwa orang dapat mengadakan perjanjian mengenai apapun juga termasuk yang sudah ada aturannya di dalam KUHPerdata.



6.



Pranata Jaminan Dalam Hukum Perdata a.



Cara terjadinya 1) yang lahir karena undang-undang Jaminan yang lahir karena undang-undang merupakan jaminan yang keberadaannya di tunjuk undang-undang tanpa ada perjanjian para pihak. Maksudnya adalah jaminan yang lahir karena undang-undang karena sebenarnya dalam perjanjian pinjam-meminjam tidak ada benda khusus yang di ikat/ dijadikan jaminan. Hal ini di atur dalam pasal 1131 yang menyatakan bahwa “segala kebendaan milik debitur baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian



hari



akan



menjadi



tanggungan



untuk



segala



perikatannya.” Kalau terjadi wanprestasi maka untuk mengajukan pengadilan harus melalui gugatan perdata dalam berperkara di



6



Modul Hukum Perdata



Ilmu Hukum



pengadilan, setelah mengajukan gugatan maka minta sita jaminan. Contoh : kasus-kasus di bank. Salah satu contoh kasus sebagai berikut dengan memakai pasal 1131, Ada hutang piutang yang memakai jaminan di sebuah bank dengan nilai kredit 2 milyar karena ada isu tsunami maka harga tanah tanah tersebut yang menjadi jaminan turun, maka ketika terjadi wanprestasi tanah tersebut dilelang oleh bank hanya mendapat 1,7 milyar, untuk menutupi kekurangan maka dipakailah pasal 1131, dengan memakai pasal 1132. Dengan demikian berarti seluruh harta benda debitur menjadi jaminan bagi semua kreditur, dalam hal debitur tidak dapat memenuhi kewajiban hutangnya kepada kreditur maka kebendaan milik debitur tersebut akan di jual kepada umum dan hasil penjualannya akan di bagi antara para kreditur seimbang dengan besar piutang masing-masing (pasal 1132). 2) Yang lahir karena di perjanjian. Selain jaminan yang di tunjuk oleh undang-undang tentang sebagai bagian dari asas konsesualitas dalam hukum perjanjian, undang-undang memungkinkan para pihak untuk melakukan perjanjian



penjaminan



yang



ditunjukkan



untuk



menjamin



pelunasan atau pelaksanaan kewajiban debitur kepada kreditur, perjanjian-perjanjian



penjaminan



ini



merupakan



perjanjian



tambahan yang melekat pada perjanjian hutang-piutang di antara debitur dan kreditur. Contoh : Hipotik, hak tanggungan, fidusia, perjanjian penanggungan, perjanjian garansi dan lain-lain. Karena lahir dari perjanjian maka dari awalnya telah dipersiapkan dan dalam hal ini ada perjanjian tambahan (assesoir) yang isinya menyangkut tentang pengikatan jaminan. Secara ringkas, penjaminan yang lahir melalui undang-undang tidak



diperjanjikan,



penagihannya



susah



dilakukan,



kalau



krediturnya banyak harus dibagi dan kalau penjaminan lahir karena atau melalui perjanjian penagihannya mudah yaitu melalui pelelangan yang dilakukan oleh badan negara.



7



Modul Hukum Perdata



Ilmu Hukum



b. Obyek jaminan 1) Yang berobyek benda bergerak (a) Gadai Adalah suatu hak yang diperoleh kreditur atas waktu kebendaan



bergerak



yang



diserahkan



kepadanya



oleh



seorang debitur dan seorang lain atas nama debitur yang memberikan kekuasaan kepada kreditur untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada kreditur lainnya, atau dapat disebut kreditur preveren (kreditur yang didahulukan). (b) Fidusia Adalah Hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud atau tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana yang dimaksud dalam UU No. 4 Tahun 1996 tentang



Hak



Tanggungan



yang



tetap



berada



dalam



penguasaan pemberi fidusia sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya. 2) Yang berobyek benda tidak bergerak atau benda tetap Bangunan atau rumah yang berada di atas tanah orang lain tetapi bisa diikat dengan jaminan fidusia. 3) Yang berobyek benda berupa tanah Obyek diikat dengan hak tanggungan. Hak tanggungan adalah hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, hak jaminan yang dibebankan hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam UU No. 5 Tahun 1996 terikat atau tidak terikat benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan hutang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan pada kreditur tertentu terhadap kreditur lainnya.



8



Modul Hukum Perdata



Ilmu Hukum



c. Sifat Jaminan 1) Jaminan umum Jaminan yang diberikan bagi kepentingan semua kreditur dan menyangkut semua harta debitur, sebagaimana diatur dalam pasal 1131 BW. 2) Jaminan khusus Jaminan dalam bentuk penunjukkan atau penyerahan benda tertentu secara khusus sebagai jaminan atas pelunasan kewajiban debitur kepada kreditur tertentu yang hanya berlaku untuk kreditur tertentu tersebut. 3) Jaminan kebendaan Adanya benda tertentu yang dijaminkan. Ilmu hukum tidak membatasi kebendaan yang dapat dijadikan jaminan. Hanya saja kebendaan yang dijaminkan tersebut haruslah merupakan milik dari pihak yang memberikan jaminan kebendaan tersebut. 4) Jaminan perorangan Ada pihak ketiga yang berjanji kepada kreditur bahwa jika debitur tidak membayar hutangnya maka pihak ketiga yang akan membayarnya dengan catatan dilelang dulu harta kekayaan debitur. Dalam KUHPerdata di kenal jaminan orang atau penanggungan hutang atau di sebut juga dengan “borgtoeht”. Menurut Subekti jaminan perorangan adalah suatu perjanjian antara berpiutang dengan seorang ketiga yang menjamin dipenuhinya kewajiban si berhutang/ debitur ia bahkan dapat diadakan di luar (tanpa siberhutang tersebut).Pada dasarnya penangungan ini untuk kepentingan kreditur namun demikian penanggungan ini tidak mengubah status debitur menjadi kreditur preferen sehingga jika terjadi kelalaian debitur maka tetap berlaku ketentuan pelunasan secara porposional.



Menurut pasal 1831



BW untuk membayar hutang debitur tersebut maka yang kepunyaan debitur harus di sita dan dijual terlebih dahulu untuk melunasi hutangnya.



9



Modul Hukum Perdata



Ilmu Hukum



d. Kewenangan menguasai benda jaminan dari kewenangan menguasai benda jaminan, penjaminan dapat dibedakan antara lain: 1) Yang menguasai benda jaminan. Contoh : Gadai dan hak retensi. (hak untuk menahan benda-benda yang menjadi jaminan). 2) Tanpa menguasai benda jaminan Contoh : Hipotik dan fidusia Hal ini menguntungkan debitur karena dapat tetap memamfaatkan benda jaminan. 7.



Fungsi Jaminan Kredit a.



Memberikan hak dan kekuasaan kepada bank untuk mendapat pelunasan dari agunan apabila debitur melakukan cidera janji yaitu untuk membayar kembali hutangnya pada waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian.



b.



Menjamin agar debitur berperan serta dalam transaksi untuk membiayai usahanya sehingga kemungkinan untuk meninggalkan usaha atau proyeknya dengan merugikan diri sendiri atau perusahaannya dapat dicegah.



c.



Memberikan dorongan kepada debitur untuk memenuhi janjinya khususnya mengenai pembayaran kembali sesuai dengan syarat yang disetujui. Dapat disimpulkan bahwa jaminan kredit bank berfungsi untuk



menjamin pelunasan hutang debitur bila debitur cidera janji atau pailit. Jamian kredit akan memberikan jaminan kepastian hukum kepada pihak perbankan



bahwa



kreditnya



akan



tetap



kembali



dengan



cara



mengeksekusi jaminan kredit perbankannya.



10



Modul Hukum Perdata



8.



Ilmu Hukum



Pembagian



Jaminan



Menurut



Kitab



Undang-Undang



Hukum



Perdata Untuk Benda Bergerak



a. GADAI 1. Pengertian gadai Menurut Salim HS, yang dimaksud dengan gadai adalah suatu perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan debitur dimana debitur menyarahkan benda yang bergerak kepada kreditur untuk menjamin pelunasan suatu hutang gadai ketika debitur lalai melaksanakan prestasinya. (Salim HS, 2004: 34) Menurut Sri Soedewi Masjchoen, gadai adalah bersifat accesoir , yaitu merupakan tambahan saja dari perjanjian yang pokok yaitu berupa perjanjian pinjaman uang dan dimaksudkan untuk menjaga jangan sampai si berhutang itu lalai membayar kembali hutangnya. Dalam KUHPerdata, gadai di atur mulai pada psal 1150 sampai dengan 1160. Pada sasal 1150 KUHPerdata ditentukan bahwa gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang kreditur atas suatu barang bergerak, yang diberikan kepadanya oleh debitur atau orang lain atas namanya untuk menjamin suatu utang yang



memberikan



kewenangan



kepada



kreditur



untuk



mendapatkan pelunasan dari barang tersebut lebih dahulu dari kreditur-kreditur lainnya dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan yang mana biaya-biaya itu harus didahulukan. Unsur-unsur yang tercantum dalam pengertian gadai adalah: -



Adanya subjek yaitu kreditur sebagai penerima gadai dan debitur sebagai pemberi gadai.



-



Adanya objek gadai yaitu berupa barang-barang bergerak baik yang berwujud maupun tiidak berwujud.



-



Adanya kewenangan yang dimiliki kreditur yaitu suatu kewenangan untuk melakukan pelelangan terhadap barang debitur,



hal



ini



disebabkan



karena



debitur



tidak



11



Modul Hukum Perdata



Ilmu Hukum



melaksanakan



prestasi



sesuai



dengan



kesepakatan



walaupun debitur sudah diberi somasi.



2. Sifat gadai Karena gadai merupakan hak kebendaan maka mempunyai sifat-sifat sebagai hak kebendaan, antara lain: a) selalu mengikuti bendanya (droit de suit). b) yang terjadi lebih dahulu didahulukan dalam pemenuhannya (droit de preference, asas prioriteit). c) dapat dipindahkan. d) punya



kedudukan



preferensi



yaitu



didahulukan



pemenuhannya melebihi kreditur-kreditur lainnya. Disamping hal-hal tersebut diatas, apabila dilawankan dengan hak kebendaan lainnya, gadai memiliki sifat-sifat antara lain: a) Bersifat accesoir, yaitu merupakan tambahan saja dari suatu perjanjian pokok yang berupa perjanjian pinjaman uang dan dimaksudkan untuk menjaga jangan sampai si berhutang itu lalai membayar kembali hutangnya. b) Merupakan hak yang bersifat memberi jaminan, menjamin pembayaran kembali dari hutang yang dipinjamnya. c) Hak menguasai barang tidak meliputi hak untuk memakai, menikmati atau memungut hasil, hak untuk memakai dan mendiami. d) Tidak dapat dibagi-bagi artinya sebagian hak gadai itu tidak dapat menjadi hapus dengan dibayarnya sebagian dari hutang, gadai tetap melekat atas seluruh bendanya.



3. Syarat Mengadakan Hak Gadai Semua barang bergerak pada dasarnya dapat digadaikan. Adapun barang bergerak tersebut meliputi: a) Gadai terhadap benda bergerak yang berwujud dan suratsurat yang Aan tonder. Apabila yang digadaikan itu adalah benda bergerak yang berwujud atau surat-surat aan tonder, maka persyaratnnya antara lain : 1) Harus ada perjanjian untuk memberi hak gadai ini (pand overeenkomst).



KUHPerdata



tidak



mensyaratkan



12



Modul Hukum Perdata



Ilmu Hukum



mengenai bentuk perjanjiannya, oleh karena itu bentuk perjanjian pand ini dapat bebas tak terikat oleh suatu bentuk tertentu, artinya perjanjian dapat dilakukan secara tertulis ataupun tidak tertulis (secara lisan). Dan yang tertulis biasanya dilakukan dengan akta notaris atau dibawah tangan. 2) Barang yang digadaikan itu harus lepas di luar kekuasaan si pemberi gadai (inzbezitstelling). Barang yang digadaikan haruslah berada dalam kekuasaan si pemberi gadai, jikalau tidak demikian maka gadai itu tidak sah, karena benda dibiarkan tetap berada dalam kekuasaan si pemberi gadai. b) Gadai Berwujud Surat Piutang Atas Nama (Op Naam) Terhadap benda yang berupa Surat Piutang Atas Nama (Op Naam) maka syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah : 1)



Harus ada perjanjian.



2)



Harus ada pemberitahuan kepada debitur dari piutang yang



digadaikan



itu,



karena



dengan



memberitahukannya kepada debitur dari piutang itu, berarti bahwa hak untuk mendapatkan penagihan piutang tersebut selanjutnya ditarik dari kekuasaan si pemberi gadai dan sejak saat itu juga debitur kemudian berkewajiban



membayar



hutangnya



kepada



si



pemegang gadai. 3)



Gadai Berwujud Surat Piutang Atas Nama Tunjuk (Aan order)



Terhadap benda ini, persyaratan yang harus dipenuhi adalah: (a) Harus ada perjanjian gadai. (b) Harus ada endossemen dan kemudian surat piutang itu harus diserahkan kepada pemegang gadai.



4. Hak dan Kewajiban Pemegang Gadai a) Hak pemegang Gadai



13



Modul Hukum Perdata



Ilmu Hukum



Selama suatu gadai berlangsung, si pemegang gadai mempunyai beberapa hak yang harus dipenuhi, antara lain : Si pemegang gadai atas kekuasaannya sendiri mempunyai hak untuk menjual benda yang digadaikan (eigenmachhtige verkoop) tatkala dalam hal ini si pemberi gadai (debitur) melakukan wanprestasi dan ssetelah jangka waktu yang ditentukan itu lampau (kadaluarsa). Si



pemegang



gadai



berhak



untuk



mendapatkan



pengembalian ongkos-ongkos yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barangnya (ongkos-ongkos perawatan). Si pemegang gadai berhak untuk menahan benda yang digadaikan (hak retentie), ini terjadi jika setelah adanya perjanjian gadai itu kemudian timbul perjanjian hutang yang kedua tersebut sudah dapat di tagih sebelum pembayaran hutang yang pertama, maka dalam keadaan yang demikian itu sipemegang gadai berwenang untuk menahan benda tersebut sampai kedua macam hutang itu dilunasi. b)



Kewajiban Pemegang Gadai Kewajiban-kewajiban



yang



harus



dilaksanakan



oleh



pemegang gadai adalah : Bertanggung jawab aatas hilangnya atau merosotnya harga barang yang digadaikan. Jika itu terjadi karena kelalaiannya. Tidak boleh menggunakan benda-benda yang di gadaikan itu untuk kepentingan sendiri. Jika si pemegang gadai menyalahgunakan benda ang digadaikan, maka benda itu dapat diminta kembali oleh si pemberi gadai.



5. Hapusnya Gadai Gadai akan hapus apabila:



a. Hutang-piutang yang terjadi suda dilunasi. b. Apabila benda yang digadaikan keluar dari kekuasaan si penerima gadai.



14



Modul Hukum Perdata



9.



Ilmu Hukum



FIDUSIA Sebagaimana telah disampaikan pada pembahasan sebelumnya bahwa pembagian benda menurut KUHPerdata terbagi dalam dua kelompok besar yaitu benda bergerak dan tidak bergerak/ tetap. Hal ini membawa pengaruh yang sangat signifikan dalam rangka cara pembebanannya. Benda bergerak pembebanannya ditentukan dengan memakai gadai, sedangkan untuk benda-benda tetap memakai hipotek. Kedua cara pembebanan tersebut mempunyai ciri-ciri yang sangat berbeda, salah satu ciri perbedaan yang sangat menonjol adalah bahwa gadai benda jaminan harus diserahkan pada pemegang gadai (berada dalam kekuasaan penerima gadai) sebagaimana diatur dalam pasal 1132 KUHPerdata. Sedangkan pada hipotik benda jaminan tetap berada di



dalam



kekuasaan



pemberi



hipotik



(pasal



1162



dan



1163



KUHPerdata), keadaan ini menjadikan si pemberi hipotik masih tetap dapat mengambil mamfaat dari benda yang dijaminkan. Lain halnya dengan gadai, pemberi gadai tidak lagi dapat mengambil mamfaat dari benda yang dijaminkan karena benda tersebut berada dalam kekuasaan pemegang



gadai.



Didalam



praktek



sering



kali



menimbulkan



permasalahan baru bagi pemberi gadai yang sebenarnya pada kenyataan membutuhkan benda yang digadaikan untuk menjalankan usahanya atau mencari nafkah dengan memamfaatkan benda yang digadaikan. Dalam perkembangannya, karena banyak penyebab yang dalam kenyataan benda yang dijadikan jaminan tersebut masih diperlukan untuk kegiatan serta dimamfaatkan agar dapat memperoleh penghasilan maka di dalam prakteknya terjadi penyimpangan bentuk jaminan terhadap benda bergerak yang semestinya dalam bentuk jamian gadai, oleh karena tidak cocok lagi dengan keinginan para pihak maka para pihak membentuk perjanjian lain dari pada perjanjian gadai untuk mengatur hubungan hukum mereka, yaitu: Kreditur tetap memberikan hak menguasai atas benda bergerak tersebut kepada debitur agar debitur masih dapat mengambil mamfaat dari benda tersebut yaitu untuk memperoleh penghasilan dari benda tersebut yang mana penghasilan tersebut salah satunya diperuntukkan membayar hutang kepada



15



Modul Hukum Perdata



Ilmu Hukum



kreditur. Sedangkan debitur menjamin untuk sementara waktu hak kepemilikannya atas benda yang dimilikinya itu kepada kreditur serta menjamin pula dengan memberikan janji untuk melunasi hutangnya dengan segala upaya dan menjunjung tinggi kepercayaan yang diberikan oleh kreditur kepadanya. Hubungan hukum yang demikian ini dalam perkembangannya dikenal dengan istilah fidusia. Fidusia bukanlah hal baru dalam perkembangan hukum perdata di Indonesia, hanya saja berlakunya didasarkan atas Jurisprudensi, diantaranya didasarkan atas Arrest HR tanggal 25 Januari 1929 dalam kasus Bier H. Sejak tahun 1999 di Indonesia perihal Fidusia telah di atur di dalam Undang-undang No. 42 Tahun 1999 tentang Fidusia. a.



Pengertian Dan Asas Jaminan Fidusia A Hamzah dan Senjun Manulang mengartikan Fidusia adalah suatu cara pengoperan hak milik dari pemiliknya (debitur) berdasarkan adanya janjian pokok (perjanjian utang piutang) kepada kreditur, akan tetapi yang diserahkan hanya haknya saja secara yuridislevering dan hanya dimiliki kreditur secara kepercayaan saja (sebagai jaminan utang debitur). Sedangkan barangnya tetap dikuasai oleh debitur, tetapi bukan lagi sebagai eigenaar ataupun bezitter melainkan hanya sebagai detentor atau houder dan atas nama kreditur-eigenaar. Undang-undang No. 42 Tahun 1999 tentang Fidusia, di dalam pasal 1 ayat (1) dinyatakan bahwa Fidusia adalah : pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan



dengan



ketentuan



bahwa



benda



yang



hak



kepemilikannya diadakan tersebut tetap berada dalam penguasaan pemilik benda itu. Disamping istilah fidusia, dikenal juga istilah jaminan fidusia. Undang-undang No. 42 Tahun 1999 dalam pasal 1 ayat (2) mengatakan bahwa jamian fidusia adalah “hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana yang dimaksud dalam UU No. 4 Tahun1996 tentang Hak Tanggungan, yang tetap berada dalam



penguasaan



pemberi



fidusia,



sebagai



agunan



bagi



16



Modul Hukum Perdata



Ilmu Hukum



pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya. Dari beberapa pengertian di atas dapat diketahui unsur-unsur yang ada dalam jaminan fidusia, yaitu: 1)



Adanya jaminan



2)



Adanya obyek, yaitu benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud serta benda tidak bergerak;



3)



Benda yang menjadi objek jaminan tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia.



4) b.



Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur.



Obyek dan Subyek Jaminan Fidusia Berdasarkan UU No. 42 Tahun 1999, obyek jaminan fidusia ditentukan meliputi : 1)



Benda bergerak baik berwujud maupun tidak berwujud.



2)



Benda



tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak



dibebani hak tanggungan, berkaitan dengan pembebanan jaminan rumah susun. Sedangkan yang menjadi subyek jaminan fidusia adalah : 1)



Pemberi fidusia, yaitu orang perorangan atau koorporasi pemilik benda yang menjadi jaminan fidusia.



2)



Penenerima fidusia, yaitu orang perorangan atau korporasi yang mempunyai piutang yang pembayarannya dijamin dengan jaminan fidusia.



c.



Pembebanan Fidusia Pembebanan jaminan fidusia diatur dalam pasal 4 sampai dengan pasal 10 UU No. 42 1999, yang menyatakan bahwa sifat jaminan fidusia adalah perjanjian ikutan (accesoire) dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan perjanjian bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi. Pembebanan jaminan fidusia dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut : 1)



Dibuat dengan akta notaris dalam bahasa indonesia, akta jaminan sekurang-kurangnya memuat : a)



Identitas para pihak dalam perjanjian fidusia.



17



Modul Hukum Perdata



Ilmu Hukum



b)



Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia.



c)



Uraian mengenai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia.



2)



d)



Nilai jaminan.



e)



Nilai benda yang memjadi jaminan fidusia.



Utang yang pelunasannya dijaminkan dengan fidusia adalah: a)



Utang yang telah ada.



b)



Utang yang akan timbul dikemudian hari yang telah diperjanjikan dalam jumlah tertentu.



c)



Utang yang pada utang eksekusi dapat ditentukan jumlahnya



berdasarkan



perjanjian



pokok



yang



menimbulkan kewajiban memenuhi suatu prestasi. 3)



Jaminan fidusia dapat diberikan kepada lebih dari satu penerima fidusia atau kepada kuasa atau wakil dari penerima fidusia.



4)



Jaminan fidusia dapat diberikan terhadap satu atau lebih satuan atau jenis benda termasuk piutang, baik yang telah ada pada saat jaminan diberikan maupun yang diperoleh kemudian. Pembebanan



atas



benda



atau



piutang



yang



diperoleh



kemudian tidak dilakukan dengan perjanjian jaminan tersendiri kecuali diperjanjikan lain, seperti: a)



Jaminan fidusia, meliputi hasil dari benda yang menjadi obyek jaminan fidusia.



b)



Jaminan fidusia meliputi klaim asuransi, dalam hal benda yang menjadi obyek fidusia diasuransikan.



d.



Pendaftaran Jaminan Fidusia Pendaftaran hak tanggungan diatur dalam pasal 11 sampai dengan pasal 18 UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Pendaftaran dilakukan di kantor pendaftaran fidusia yang kemudian kantor pendaftaran fidusia tersebut menerbitkan dan menyerahkan sertifikat jaminan fidusia kepada penerima fidusia pada tanggal yang sama dengan penerimaan permohonan pendaftaran. Fidusia lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal yang dicatatnya jaminan fidusia dalam



buku daftar fidusia.



Bila



18



Modul Hukum Perdata



Ilmu Hukum



dikemudian hari terjadi perubahan terhadap substansinya maka dapat dilakukan permohonan perubahan itu dengan melakukan permohonan pendaftaran



pendaftaran fidusia,



atas



yang



perubahan



kemudian



kepada



dilakukan



kantor



pencatatan



perubahan tersebut pada tanggal yang sama dengan tangal penerimaan



permohonan



kedalam



buku



daftar



fidusia



dan



menerbitkan pernyataan perubahan yang merupakan bagian tak terpisahkan dari sertifikat jaminan fidusia. e.



Pengalihan Fidusia Pengalihan hak atas utang (cessi) dengan jaminan fidusia dapat dilakukan oleh penerima fidusia kepada penerima fidusia baru (Kreditur baru).



f.



Hapusnya Jaminan Fidusia Terdapat tiga hal yang dapat menyebabkan hapusnya jaminan fidusia yaitu: 1)



Karena



pelunasan,



ada



bukti



hapusnya



utang



berupa



keterangan yang dibuat oleh kreditur.



g.



2)



Pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia.



3)



Musnahnya benda yangmenjadi obyek jaminan fidusia.



Hak Mendahului Terhadap hak mendahului yang dimiliki oleh penerima fidusia diatur dalam pasal 27 dan pasal 28 UU No. 42 Tahun 1999. Yang dimaksud hak mendahului adalah hak yang menerima untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi obyek jaminan fidusia. Apabila benda yang sama dijadikan obyek lebih dari satu jaminan maka hak yang didahulukan diberikan kepada pihak yang lebih dulu mendaftarkannya kepada kantor pendaftaran fidusia.



h.



Eksekusi Eksekusi adalah penyitaan dan penjualan benda yang menjadi obyek jaminan fidusia. Eksekusi ini dapat terjadi dikarenakan debitur wanprestasi atau tidak memenuhi prestasinya tepat pada waktunya kepada kreditur. Eksekusi jaminan fidusia diatur dalam



19



Modul Hukum Perdata



Ilmu Hukum



pasal 29 sampai denganpasal 34 UU No. 42 Tanun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Terdapat tiga cara dalam hal pelaksanaan eksekusi benda jaminan fidusia, yaitu: 1)



Pelaksanaan title eksekutorial oleh penerima fidusia, yaitu kekuatan eksekusi yang sama dengan putusanpengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.



2)



Penjualan benda yangmenjadi obyek jaminan fidusia atas kekuasaan penerima fidusia sendiri melalui pelelangan umum.



3)



Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan pemberi dan penerima fidusia.



10. Pembagian



Jaminan



Menurut



Kitab



Undang-Undang



Hukum



Perdata Untuk Benda Tidak Bergerak (Benda Tetap) a.



Hak Tanggungan Awalnya pembebanan hak atas tanah di Indonesia bersifat dualisme,



antara



lain



diatur



dalam



buku



II



KUHPerdata,



Creditverband dalam staasblad 1908-542 sebagaimana telah diubah dengan staatsblad 1937-190 dan pasal 57 Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria. Ketiga ketentuan itu telah dicabut dan digantikan dengan UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang berkaitan dengan Tanah (UUHT), hal ini disebabkan ketiga ketentuan terdahulu dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan perkreditan di Indonesia. Dalam UU No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) pasal 51 disebutkan hak jaminan yang kuat yang dibebankan pada hak atas tanah yaitu Hak Milik, Hak Guna Usaha, dan Hak Guna Bangunan adalah Hak Tanggungan tetapi selama itu Hak Tanggungan belum berfungsi karena belum ada undangundang yang mengatur. Oleh karenanya untuk sementara berdasar pada UUPA pasal 57 hak jaminan atas tanah berdasar ketentuan Hipotik diatur dalam KUHPerdata dan Credietverband tersebut dalam S.1908-542 sebagai yang telah diubah dengan S.1937-190.



20



Modul Hukum Perdata



Ilmu Hukum



Ketentuan dalam UUPA pasal 51 dapat berlaku setelah berlakunya UU No.4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (UUHT) sehingga tidak diperlukan lagi ketentuan yang ada dalam UUPA pasal 27. Dalam UUHT pasal 29 ditegaskan mengenai ketentuan Hipotek dan Credietverband seperti tersebut dalam UUPA pasal 27 dinyatakan tidak berlaku lagi. 1)



Pengertian Hak Tanggungan Dalam UUHT Pasal 1 Ayat (1) menyebutkan bahwa : ”Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan



dengan



tanah



yang



selanjutnya



disebut



Hak



Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam UUPA, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain”. Hak Tanggungan yang diatur dalam UUHT pada dasarnya Hak Tanggungan yang dibebankan pada Hak Atas Tanah tetapi pada



kenyataan



serinkali



terdapat



benda-benda



berupa



bangunan, tanaman yang secara tetap merupakan kesatuan dengan tanah yang dijadikan jaminan. Di dalam UUPA Pasal 5 yang menggunakan asas pemisahan horizontal yang artinya antara tanah dan benda-benda yang ada di atasnya/melekat di atas tanah secara hukum bukan merupakan bagian dari tanah yang



bersangkutan.



Oleh



karenanya



perbuatan



hukum



terhadap hak atas tanah tidak dengan sendirinya meliputi benda-benda yang melekat di atas tanah tersebut. Apabila benda-benda yang ada di atas tanah diikutsertakan dijadikan jaminan harus dinyatakan dengan tegas dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) hal ini ditentukan dalam UUHT Pasal 4 Ayat (1).



21



Modul Hukum Perdata



Ilmu Hukum



Dari pengertian tersebut di atas, maka unsur-unsur yang terjkandung dalam pengertian hak tanggungan meliputi antara lain : -



Hak jaminan yang dibebankan hak atas tanah. Hak atas tanah berikut atau tidak berikut bnda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu.



-



Untuk pelunasan utang tertentu.



-



Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur yang lain.



b.



Asas-asas Hak Tanggungan Di dalam UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT), dikenal beberapa asas hak Tanggungan, yaitu : 1)



Droit de preference (Pasal 1 angka 1 dan Pasal 20 ayat 1 UUHT).



2)



Tidak dapat dibagi-bagi atau ondeelbaarheid (Pasal 2 ayat 1 UUHT)



3)



Dapat dibebankan atas tanah, yaitu: (a) Hak atas tanah yang telah ada (Pasal 2 ayat 2 UUHT) (b) Hak atas tanah yang lain berikut benda-benda yang berkaitan dangan tanah tersebut (pasal 4 ayat 4 UUHT) (c) Hak atas tanah berikut benda-benda yang berkaitan dengan tanah yang telah ada atau untuk dikemudian hari (pasal 4 ayat 4 UUHT)



4)



Bersifat pejanjian tambahan (accesoir).



5)



Dapat dijadikan utang yang baru (pasal 3 ayat 1 UUHT).



6)



Droit de Suit, selalu mengikuti obyek yang dijaminkan (Pasal 7 UUHT).



7)



Tidak dapat diletakkan sita oleh pengadilan.



8)



Hanya dapat dibebankan atas tanah tertentu (pasal 8, pasal 11 UUHT).



9)



Publisitas, yaitu wajib didaftarkan (pasal 13 UUHT).



10) Pelaksanaan eksekusinya mudah dan pasti. 11) Dapat dibebankan dengan disertai janji tertentu (pasal 11 ayat 2 UUHT).



22



Modul Hukum Perdata



Ilmu Hukum



12) Obyek tidak boleh diperjanjikan untuk dimiliki pemegang hak tanggungan jika pemberi hak tanggungan wanprestasi. c.



Obyek dan Subyek Hak Tanggungan Obyek hak tanggungan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 UU No. 4 Tahun 1996 adalah : 1) Hak Milik, Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan (Pasal 25, 33 dan 39 UUPA). 2) Hak Pakai atas tanah Negara, yang menurut ketentuan wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipipndahtangankan. 3) Bangunan rumah susun dan hak milik atas satuan rumah susun yang berdiri di tas tanah hak milik, hak gyna bangunan atau hak pakai yang diberikan oleh Negara (Pasal 27 UU No. 16 Tahun 1985). 4) Hak atas tanah berikut bangunan, tanaman dan hasil karya yang merupakan satu kesatuan dengan tanah yang bersangkutan, asalkan hal itu dinyatakan secara jelas dalam akta pendiriannya. Sedangkan yang menjadi subyek hukum dalam pemasangan Hak Tanggungan adalah : 1) Pemberi Hak Tanggungan. Dapat perorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek



hak



tanggungan.



Menurut



pasal 8



ayat



2



dan



penjelasannya, ditentukan bahwa kewenangan pemberi hak tanggungan itu harus ada terbukti benar pada saat pendaftaran hak tanggungan dilakukan, yaitu padatanggal dibuatnya buku tanah hak tanggungan yang bersangkutan. 2) Penerima Hak Tanggungan Pemegang hak tanggungan terdiri dari perorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak berpiutang. Menurut pasal 9 dan penjelasan pasal 10 ayat 1 perseorangan atau badan hukum selaku penerima hak tanggungan bisaorang asing, atau badan hukum asing, baik yang berkedudukan di Indonesia ataupun di luar negeri, sepanjang kredit yang



23



Modul Hukum Perdata



Ilmu Hukum



bersangkutan dipergunakan untuk kepentingan pembangunan di wilayah Negara Indonesia. d.



Pendaftaran Hak Tanggungan Seperti dalam jaminan fidusia, Hak Tanggungan yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akte Tanah juga perlu didaftarkan, yiatu didaftarkan di kantor pertanahan. Perihal pendaftaran ini di atur dalam pasal



13



sampai pasal 14 UUHT. PPAT dalam 7 hari



setelah ditandatanganinya pemberian hak tanggungan wajib mengirimkan akta PHT dan warkah lainnya kepada kantor BPN. Kemudian kantor BPN membuatkan buku tanah hak tanggungan dan mencatatkannya dalam buku ha katas tanah dan menyalinnya dalam sertifikat ha katas tanah yang bersangkutan. Tanggal buku tanah adal tanggal hari ketujuh setelah penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftaran. Hak Tanggungan lahir pada hari tanggal buku tanah Hak Tanggungan



dibuatkan



(Pasal



13



UUHT).



Sertifikat



Hak



Tanggungan dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan. e.



Peralihan Hak Tanggungan Pada dasarnya hak tanggungan dapat dialihkan kepada pihak lain. Peralihan hak tanggungan diatur dalam pasal 16 sampai 17 UUHT. Peralihan hak tanggungan ini dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain: Cessi, yaitu perbuatan hukum mengalihkan piutang oleh kreditur pemegang hak tanggungan kepada pihak lainnya. Cessi harus dilakukan dengan akta otentik dan akta di bawah tangan. Tidak dapat dilakukan secara lisan, karena tidak sah. Subrogasi, yaitu penggantian kreditur oleh pihak ketiga yang melunasi utangny debitur, Terdapat dua cara terjadinya subrogasi, yaitu karena perjanjian atau karena undang-undang. Peraliah hak tanggungan wajib pula didaftarkan oleh kreditur yang baru kepada kantor pertanahan.



f.



Hapusnya Hak Tanggungan Menurut Pasal 18 UUPA, sebagai hak jaminan, maka hak tanggungan atas tanah dapat hapus karena beberapa hal, antara lain:



24



Modul Hukum Perdata



Ilmu Hukum



1) Hapusnya piutang yang dijamin dengan hak tanggungan, hal ini sebagai konsekwensi sifat accesoir Hak Tanggungan. 2) Dilepasnya hak tanggungan



oleh kreditur pemegang hak



tanggungan. 3) Pembersihan hak tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri. 4) Hapusnya hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan. g.



Eksekusi Eksekusi hak tanggungan diatur dalam pasal 20 sampai pasal 21 UUHT. Apabila debitur wanprestasi,maka: 1) Hak pemegang hak tangngungan pertama untuk menjual hak tangngungan sebagaimana dimaksud pasal 6 UUHT; 2) Title eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat hak tanggungan (Pasal 14 ayat 2), 3) Melalui pelelangan umum. 4) Eksekusi dibawah tangan.



h.



Roya Menurut pasa 22 UUHT, apabila hak tanggungan hapus maka kantor pertanahan melakukan roya (pencoretan) catatan Hak Tanggungan pada buku tanah hak atas tanah dan sertifikatnya. Permohonan roya dilakukan oleh pihak yang berkepentingan yaitu pemilik surat tanah.



11. HIPOTIK Pengertian Hipotik menurut pasal 1162 KUHPerdata, hipotik adalah suatu hak kebendaan atas suatu benda yang tidak bergerak, bertujuan untuk mengambil pelunasan suatu hutang dari (pendapatan penjualan) benda itu. Hipotik merupakan hak kebendaan yang memberikan kekuasaan pada suatu benda tidak untuk dipakai tetapi untuk dijadikan jaminan bagi hutang seseorang. Menurut pasal 1131 BW tentang hutang-piutang yang diistimewakan bahwa “segala kebendaan si berhutang baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan.



25



Modul Hukum Perdata



Ilmu Hukum



C. LATIHAN SOAL 1.



Apa yang di maksud dengan gadai, jelaskan dengan rinci dan berikan contoh dalam kehidupan sehari-hari?!



2.



Apa yang di maksud dengan fidusia? Berikan contoh nyata bagaimana sistim daripada fidusia!



3.



Apabila kita ingin memlilki sebuah rumah tapi dengan cara mencicil, menurut anda lembaga jaminan apa yang bisa kita pakai dan bagaimana prosedurnya?



D. DAFTAR PUSTAKA Rachmadi Usman, 2008. Hukum Jaminan Keperdataan , cetakan ketiga, Sinar Grafika, Jakarta. Salim HS, 2004. Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, cetakan kedelapan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Sentosa Sembiring, 2008. Hukum Perbankan Edisi Revisi, cetakan ketiga, Mandar Maju, Bandung.



26