(Files - Indowebster.com) - Periodisasi Hukum Agraria Nasional [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PERIODISASI HUKUM AGRARIA NASIONAL



HUKUM AGRARIA A.



PADA MASA PENJAJAHAN BELANDA Pada masa berlaku



penjajahan Belanda di Indoneia



Hukum



berdasarkan



agraria



tujuan



dan



administratib



yang



sendi-sendi



dari



pemerintah jajahan. Hukum



agraria



yang



diterapkan



di



Indonesia pada masa penjajahan Belanda diatur dalam Agrarische Wet, yaitu suatu undang-undang



yang



dibuat



Belanda pada tahun 1870.



di



negeri



TUJUAN AGRARISCHE WET Tujuan Agrarische Wet adalah : Untuk memberikan kemungkinan dan jaminan kepada pemilik modal besar asing, agar dapat berkembang di Indonesia.



Peraturan pelaksanaan Agrarische Wet : Diatur dalam berbagai keputusan salah satu diantaranya adalah Agrarische Besluit ; pasal 1 Agrarische Besluit tersebut terkenal dengan nama Domein Verklaring



(pernyataan domein)



DOMEIN VERKLARING ISI DOMEIN VERKLARING Dengan tidak mengurangi berlakunya ketentuan di dalam ayat 2 dan 3 Agrarische Wet maka dipertahankanlah



azas bahwa semua tanah yang pihak lain tidak dapat membuktikan, bahwa tanah itu adalah hak eigendomnya adalah domein Negara (tanah milik Negara). Boedi Harsono 1970 Cetakan Ke Tiga Sejarah Penysusunan, Isi dan pelakasanaannya HUKUM AGRARIA INDONESIA Penerbit Djambatan hal : 38-39



LANJUTAN Dengan berlakunya Agrarische Besluit



semua



tanah yang bebas sama sekali daripada hak-hak



seseorang (baik yang berdasar atas hukum adat asli Indonesia, maupun yang berdasar atas hukum Barat) dianggap menjadi “Vrijlandsdomein“ yaitu tanahtanah yang dimiliki dan dikuasai penuh oleh Negara.



VRIJLANDS DOMEIN Bahwa pemerintah Belanda berpegang pada pendirian bahwa : a). tanah-tanah yang menjadi “Vrijlandsdomein“ karena dibebaskan dari hak-hak milik Indonessia oleh suatu Departemen, dianggap ada di bawah penguasaan Departemen itu;



LANJUTAN b). tanah-tanah



“Vrijlandsdomein“



penguasaannya diserahkan



kepada



tidak suatu



yang



nyata-nyata Departemen,



dianggap ada dibawah penguasaan Departemen B B. R. Roestandi 1962 HKUM AGRARIA DALAM TEORI DAN PRAKTEK hal. 281



JENIS HAK-HAK ATAS TANAH Pada masa penjajahan Belanda dikenal jenis Hak-hak atas tanah antara lain : 1. Recht van Eigendom (R.v.E.) 2. Recht van Erfpacht (R.v.Erf.) 3. Recht van Opstal (R.v.O.) dll. Alat bukti hak atas tanah menurut Hukum Barat



tersebut dinamakan : AKTA misalnya Akta Eigendon, Akta Erfpacht dsb.



HUKUM AGRARIA ADAT Pada masa penjajahan Belanda disamping Hukum Agraria Barat berlaku Hukum Agraria Adat bagi Orangorang Pribumi.



Maka pada saat itu terjadi dualisme hukum disamping Hukum Agraria Barat yang berlaku bagi orang-orang



Eropa, berlaku Hukum Adat bagi orang-orang pribumi



JENIS HAK-HAK ATAS TANAH MENURUT HUKUM ADAT Jenis hak-hak atas tanah menurut Hukum Adat antara lain : 1.



Hak perorangan a.



Hak Druwe



b.



Hak Yasan



c.



Hak Andarbeni



d.



Pesini



Alat bukti hak atas tanah menurut Hukum Adat tersebut dinamakan : Pethok, Girik, Pipil dan Kekitir sesuai menurut lingkungan hukum adat masing-masing daerah.



LANJUTAN 2. Hak ulayat masyarakat hukum adat, adalah kewenangan yang menurut hukum adat dipunyai oleh masyarakat hukum adat tertentu, atas wilayah tertentu, yang merupakan lingkungan para warganya untuk mengambil manfaat dari sumberdaya alam termasuk tanah, dalam wilayah tersebut, bagi kelangsungan hidup dan kehidupannya, yang timbul dari



hubungan secara lahiriah dan batiniah turun tenurun dan tidak terputus antara masyarakat hukum adat tersebut dengan wilayah yang bersangkutan.



PMNA/Kepala BPN No. 5 Tahun 1999 Tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat



LANJUTAN 2. Tanah ulayat adalah bidang tanah yang di atasnya terdapat hak ulayat dari suatu masyarakat



hukum adat tertentu. 3. Masyarakat hukum adat



adalah sekelompok



orang yang terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum karena kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar keturunan.



B. PERIODE PENJAJAHAN JEPANG Pada masa penjajahan Jepang hampir tidak ada



perubahan yang berarti dalam mengatur soal agraria, pada masa itu dikeluarkan peraturan yang dinamakan Osamu Seirei no. 2 Tahun 1942 yaitu Peraturan pangkal bagi larangan pemindahan atas benda-benda tetap. CATATAN



Pada masa penjajahan Jepang sering



dilakukan pembelian/“perampasan tanah penduduk” untuk keperluan militer yang kemudian akan menjadi



masalah di belakang hari.



PERIODE KEMERDEKAAN RI C.



PADA MASA PERIODE KEMERDEKAAN RI Setelah Indonesia Merdeka maka sumber Hukum Agraria dituangkan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD1945 yang menyatakan : Bumi



dan



air



dan



kekayaan



alam



yang



terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan



dipergunakan



kemakmuran rakyat



untuk



sebesar-besar



LANJUTAN Bagi suatu Negara yang baru merdeka pada waktu itu



dikeluarkan peraturan yang berkaitan dengan soal agraria antara lain : 1. PP. No. 8 Tahun 1953 tentang Tanah Negara 2. UU. No. 1 Tahun 1958 tentang Penghapusanh Tanah Partikelir 3. UU. No. 86 Tahun 1958 tentang Nasionalisasi Perusahaan-perusahaan Belanda



LANJUTAN 4. UU. No. 3 Prp Tahun 1960 tentang Penguasaan Benda Benda Tetap Milik Perseorangan Warga Negara Belanda



5.



Peraturan Presiden No. 4 Tahun 1960 tentang PUMPH (Panitia Urusan Mengenai Pemulihan



Hak)



PP. NO. 8 TAHUN 1953 TENTANG TANAH NEGARA Dalam peraturan tersebut yang dimaksud dengan tanah Negara ialah tanah yang dikuasai penuh oleh Negara. Berdasarkan penjelasan PP. No. 8 Tahun 1953 dinjatakan sebagai berikut :



LANJUTAN Menurut “domeinverklaring” yang antara lain dinyatakan di dalam pasal 1 “Agrarische Besluit”, semua tanah yang bebas sama sekali daripada hak-hak seseorang (baik yang



berdasar atas hukum adat asli Indonesia, maupun yang berdasar atas hukum barat) dianggap sebagai “Vrij landsdomein” yaitu tanah-tanah yang dimiliki dan dikuasai penuh oleh Negara. Tanah-tanah demikian itulah yang di dalam Peraturan Pemerintah ini disebut “ tanah Negara”.



LANJUTAN Pasal 3 PP. No. 8 Tahun 1953 tersebut menyatakan, Menteri Dalam Negeri berhak : a. menyerahkan penguasaan itu kepada suatu



Kementerian, Jawatan atau Daerah Swatantra untuk keperluan-keperluan bagi melaksanakan kepentingannya sebagai dimaksud dalam pasal 4; b. mengawasi agar tanah negara tersebut dalam sub a dipergunakan sesuai dengan peruntukannya dan



bertindak menurut ketentuan sebagai dimaksud dalam pasal 8;



UU. NO. 1 TAHUN 1958 TENTANG TANAH PARTIKELIR 1.



Tanah Partikelir ialah tanah Hak Eigendom yang luasnya lebih dari 10 (sepuluh) bau, tanah “eigrndom” di atas mana pemiliknya sebelum Undangundang ini berlaku, mempunyai hak-hak pertuanan ;



2.



Hak “pertuanan” ialah :



a.



hak untuk mengangkat atau mengesahkan pemilihan serta memperhentian kepala-kepala kampung atau desa dan kepala-kepala umum, sebagai yang disebut



dalam pasal 2 dan 3 dari S. 1880 – 150 dan pasal 41 sampai dengan 43 dari S. 1912 – 422 ;



LANJUTAN b.



hak untuk menuntut kerja paksa atau memungut uang pengganti kerja paksa dari penduduk;



c.



hak mengadakan pungutan-pungutan, baik yang



berupa uang, atau hasil tanah dari penduduk; d.



Hak untuk mendirikan pasar-pasar memungut biaya pemakaian jalan dan penyeberangan dan lain-lain



LANJUTAN 3.



Di dalam hal suatu tanah partikekir tidak diketahui siapa pemiliknya atau pemilinya tidak diketahui tempat tinggalnya atau bertempat tinggal di luar Indonesia dan tidak mempunyai wakil yang berkuasa penuh di Indonesia, maka Balai Harta Peninggalan



karena jabatannya bertindak sebagai wakil dari pemilik di dalam semua hal yang bersangkutan dengan pelaksanaan Undang-undang ini. •



HARTA KEKAYAAN MUSUH Harta kekayaan musuh berupa tanah yang terkena ketentuan Perpres No. 4 Tahun 1960 adalah : Tanah-tanah hak Barat harta kekayaan musuh yang pemiliknya berkewarganeraan : Jerman, Itali dan Jepang Tanah-tanah tersebut termasuk tanah terlantar : a. Terlantar secara yuridis artinya : Bahwa pemilik tanah tersebut tidak diketahui lagi dimana tempat tinggal mereka



LANJUTAN b.



Terlantar secara fisik artinya : bahwa tanah tersebut tidak digunakan/diusahakan sesuai dengan sifat, keadaan dan tujuan diberikannya hak tersebut.



Selanjutnya



tanah-tanah



pengelolaannya Peninggalan



diserahkan



tersebut kepada



oleh Balai



PUMPH Harta



PERIODE LAHIRNYA UUPA D. LAHIRNYA UUPA Pada tanggal 24 September 1960 diundangkan Hukum Agraria Nasional dalam bentuk UU, No. 5



Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang populer disebut UUPA



PENGERTIAN HUKUM AGRARIA Dalam arti dan ruang lingkup yang luas itu maka Hukum Agraria merupakan suatu kelompok dari berbagai bidang hukum, yaitu Hukum Tanah, Hukum Air, Hukum Pertambangan, Hukum Perikanan dan Hukum yang mengatur penguasaan ( unsur-unsur tertentu dari ) ruang angkasa. Dengan demikian maka Hukum Agraria tersebut dapat diartikan Hukum Agraria dalam arti yang luas dan dalam arti sempit.



HUKUM AGRARIA DALAM ARTI LUAS a.



Hukum Agraria dalam arti luas Adalah suatu kelompok berbagai bidang hukum, penguasaan



yang atas



mengatur



hak-hak



sumber-sumber



alam,



yang merupakan lembaga-lembaga hukum dan hubungan-hubungan hukum konkrit dengan sumber-sumber alam.



LANJUTAN b.



Pengertian Hukum Tanah : Hukum



Tanah



adalah



keseluruhan



peraturan-peraturan hukum yang mengatur hak-hak



penguasaan



atas



tanah



yang



merupakan lembaga-lembaga hukum dan hubungan-hubungan



hukum



konkrit



dengan tanah. BOEDI HARSONO 1978 BEBERAPA ANALISA TENTANG HUKUM AGRARIA BAGIAN I BACAAN WAJIB JURUSAN NOTARIAT FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA PENERBIT Kelompok Belajar ‘E S A’ hal : 3



TUJUAN UUPA Tujuan dibentuknya UUPA adalah :



a).



meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional, yang akan merupakan alat untuk membawakan kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi Negara dan rakyat, terutama rakyat tani dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur;



b).



meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan;



c).



meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian



hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi seluruh rakyat.