Fisiologi Nyeri [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH FISIOLOGI NYERI DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA AJAR ILMU DASAR KEPERAWATAN 2 (IDK 2)



Dosen pembimbing: Achmad Kusyairi, S.Kep.Ns.,M.Kep



Disusun Oleh: Kolompok 8 1. Istatutik nabila



(1402.06.14016)



2. Nur fadalia



(1402.06.14030)



3. Siti ismaul



(1402.06.14036)



4. Vivin nurmauliana



(1402.06.14043)



PROGRAM STUDI S1-KEPERAWATAN STIKES HAFSHAWATY ZAINUL HASAN GENGGONG PROBOLINGGO 2015



HALAMAN PENGESAHAN



MAKALAH FISIOLOGI NYERI



Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Ajar Ilmu Dasar Keperawatan 2 (IDK 2)



Mengetahui, Dosen Mata Ajar



Achmad Kusyairi, S.Kep.Ns.,M.Kep



ii



KATA PENGANTAR



Alhamdulillah kami panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT. atas segala limpah rahmat dan hidayahnya. Sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini, dan sholawat serta salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada junjungan Nabi besar yakni Nabi Muhammad SAW. Adapun maksud penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas di STIKES Hafshawaty, kami susun dalam bentuk kajian ilmiah dengan judul “FISIOLOGI NYERI”dan dengan selesainya penyusunan makalah ini, kami juga tidak lupa menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. KH. Moh. Hasan Mutawakkil Alallah, SH.MM selaku pengasuh pondok pesantren Zainul Hasan Genggong 2. Ns. Iin Aini Isnawaty, S.Kep.,M.Kes. sebagai ketua STIKES Hafshawaty Zainul Hasan Genggong 3. Achmad Kusyairi S.Kep.Ns.,M.Kep sebagai Ketua Prodi S1 Keperawatan sekaligus dosen Mata Ajar Ilmu Dasar Keperawatan 2 (IDK 2) 4. Ns. Nafolion Nur Rahmat S.Kep. sebagai Dosen Wali S1 Keperawatan Tingkat 1 5. Santi Damayanti, A.md. sebagai panitia Perpustakaan 6. Teman-teman kelompok sebagai anggota penyusun makalah ini Pada akhirnya atas penulisan materi ini kami menyadari bahwa sepenuhnya belum sempurna. Oleh karena itu kami dengan rendah hati mengharap kritik dan saran dari pihak dosen dan para audien untuk perbaikan dan penyempurnaan pada materi makalah ini.



Probolinggo, 2015



Penyusun



iii



DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL........................................................................................



i



HALAMAN PENGESAHAN ..........................................................................



ii



KATA PENGANTAR .....................................................................................



iii



DAFTAR ISI ....................................................................................................



iv



BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...............................................................................



1



1.2 Rumusan Masalah ..........................................................................



2



1.3 Tujuan.............................................................................................



2



1.4 Mamfaat ........................................................................................



2



BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defini Nyeri ...................................................................................



3



2.2 Istilah dalam Nyeri .........................................................................



4



2.3 Sifat-sifat Nyeri ..............................................................................



4



2.4 Fisiologi Nyeri ...............................................................................



5



2.5 Proses Fisiologi Nyeri ....................................................................



7



2.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nyeri ......................................



11



2.7 Penatalaksanaan ............................................................................. `



11



BAB 3 PENUTUP 3.1 Kesimpulan ....................................................................................



16



3.2 Saran ...............................................................................................



16



DAFTAR PUSTAKA



iv



BAB 1 PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Nyeri adalah sensasi fisiologis sebagai respon tubuh terhadap stimulus yang berbahaya bagi tubuh, seperti suhu yang terlalu panas atau terlalu dingin, atau tertusuk benda tajam. Nyeri juga dapat diakibatkan adanya organ tubuh yang kekurangan darah dan oksigen. Sensasi nyeri juga dapat menjadi suatu signal akan adanya gangguan di dalam tubuh. Oleh karena itu, para penderita kanker, terutama pada stadium akhir sering merasakan nyeri hebat walaupun tidak ada stimulus dari luar. Sensasi nyeri juga terdapat pada reaksi inflamasi. Reaksi ini adalah reaksi penolakan tubuh terhadap benda asing ( kuman, protein asing ) yang disertai tanda – tanda : kalor, rubor, dolor, dan tumor. Walaupun nyeri merupakan stimulus umum yang bersifat protektif, tidak semua rangsang menimbulkan nyeri. Hanya, bila stimulus melebihi ambang rangsang, rasa nyeri tersebut timbul. Timbulnya rasa nyeri ini tidak lepas dari pengaruh zat – zat mediator nyeri, seperti : prostaglandin, kinin ( khususnya bradikinin ), serotonin, acetilkolin dan histamin dalam konsentrasi tinggi, substansi P, enzim proteolitik, ion kalium (Guyton & Hall, 1997). Meskipun nyeri berguna bagi tubuh, namun dalam kondisi tertentu, nyeri dapat menimbulkan ketidaknyamanan bahkan penderitaan bagi individu yang merasakan sensasi ini. Oleh karena itu, perlu dikembangkan analgetika untuk membantu mengurangi rasa nyeri yang berlebihan. Nyeri terkait erat dengan kenyamanan karena nyeri merupakan faktor utama yang menyebabkan ketidaknyamanan pada seorang individu. Pada sebagian besar klien, sensasi nyeri ditimbulkan oleh suatu cidera atau rangsangan yang cukup kuat untuk berpotensi mencederai.



v



1.2 Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan nyeri? 2. Bagaimana konsep nyeri dalam keperawatan? 3. Apa arti dari kenyamanan? 4. Bagaimana konsep kenyamanan dalam keperawatan? 5. Jelaskan metode dan konsep asuhan keperawatan pada nyeri dan kenyamanan?



1.3 Tujuan 1. Mengetahui dan memahami makna dan konsep nyeri 2. Mengetahui dan memahami makna dan konsep kenyamanan 3. Mengetahui dan memahami konsep dan metode asuhan keperawatan pada nyeri dan kenyamanan



1.4 Manfaat 1.4.1. Bagi Institusi Pendidikan Makalah ini bagi Institusi pendidikan kesehatan adalah untuk mengetahui tingkat kemampuan mahasiswa sebagai peserta didik dalam menelaah suatu fenomena kesehatan yang spesifik tentang Filosofi Nyeri.



1.4.2. Bagi Profesi Keperawatan Makalah ini bagi masyarakat adalah sebagai penambah wawasan terhadap fenomena kesehatan yang saat ini menjadikan pengetahuan tersendiri di kalangan masyarakat ini.



1.4.3. Bagi Mahasiswa Manfaat makalah ini bagi mahasiswa baik menyusun maupun pembaca adalah untuk menambah wawasan terhadap seluk beluk tentang Filosofi Nyeri.



vi



BAB 2 PEMBAHASAN



2.1 Definisi Nyeri Nyeri adalah sensasi subjektif, rasa yang tidak nyaman biasanya berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial (Corwin J.E. ). Ketika



suatu



jaringan



mengalami



cedera,



atau



kerusakan



mengakibatkan dilepasnya bahan-bahan yang dapat menstimulus reseptor nyeri seperti serotonin, histamin, ion kalium, bradikinin, prostaglandin, dan substansi P yang akan mengakibatkan respon nyeri (Kozier dkk). Nyeri juga dapat disebabkan stimulus mekanik seperti pembengkakan jaringan yang menekan pada reseptor nyeri. (Taylor C. dkk) (Ganong, 1998), mengemukakan proses penghantaran transmisi nyeri yang disalurkan ke susunan syaraf pusat oleh 2 sistem serat (serabut) antara lain: 1. Serabut A – delta (Aδ) Bermielin dengan garis tengah 2 – 5 m yang menghantar dengan kecepatan 12 – 30 m/detik yang disebut juga nyeri cepat (test pain) dan dirasakan dalam waktu kurang dari satu detik, serta memiliki lokalisasi yang jelas dirasakan seperti ditusuk, tajam berada dekat permukaan kulit. 2. Serabut C, merupakan serabut yang tidak bermielin dengan garis tengah 0,4 –1,2 m/detik disebut juga nyeri lambat di rasakan selama 1 detik atau lebih, bersifat nyeri tumpul, berdenyut atau terbakar. Nyeri merupakan alasan yang paling umum seseorang mencari bantuan perawatan kesehatan. Nyeri terjadi bersama proses penyakit, pemeriksaan diagnostik dan proses pengobatan. Nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan banyak orang. Perawat tidak bisa melihat dan merasakan nyeri yang dialami oleh klien, karena nyeri bersifat subyektif (antara satu individu dengan individu lainnya berbeda dalam menyikapi nyeri). Perawat memberi asuhan keperawatan kepada klien di berbagai situasi dan keadaan, yang memberikan intervensi untuk meningkatkan kenyamanan. Menurut beberapa teori



vii



keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan. Teori Specificity “suggest” menyatakan bahwa nyeri adalah sensori spesifik yang muncul karena adanya injury dan informasi ini didapat melalui sistem saraf perifer dan sentral melalui reseptor nyeri di saraf nyeri perifer dan spesifik di spinal cord. Secara umum keperawatan mendefinisikan nyeri sebagai apapun yang menyakitkan tubuh yang dikatakan individu yang mengalaminya, yang ada kapanpun individu mengatakannya.



2.2 Istilah dalam Nyeri 2.2.1 Nosiseptor : serabut syaraf yang mentransmisikan nyeri. 2.2.2 Non-nosiseptor : serabut syaraf yang biasanya tidak mentransmisikan nyeri. 2.2.3 System nosiseptif : system yang terlibat dalam transmisi dan persepsi terhadap nyeri. 2.2.4 Ambang nyeri : stimulus yang paling kecil yang akan menimbulkan nyeri. 2.2.5 Toleransi nyeri : intensitas maksimum atau durasi nyeri yang individu ingin untuk dapat ditahan.



2.3 Sifat-sifat Nyeri 2.3.1



Nyeri melelahkan dan membutuhkan banyak energy.



2.3.2



Nyeri bersifat subyektif dan individual.



2.3.3



Nyeri tak dapat dinilai secara objektif seperti sinar X atau lab darah.



2.3.4



Perawat hanya dapat mengkaji nyeri pasien dengan melihat perubahan fisiologis tingkah laku dan dari pernyataan klien.



2.3.5



Hanya klien yang mengetahui kapan nyeri timbul dan seperti apa rasanya.



viii



2.3.6



Nyeri merupakan mekanisme pertahanan fisiologis.



2.3.7



Nyeri merupakan tanda peringatan adanya kerusakan jaringan.



2.3.8



Nyeri mengawali ketidakmampuan.



2.3.9



Persepsi yang salah tentang nyeri menyebabkan manajemen nyeri jadi tidak optimal.



Menurut Mahon ada beberapa atribut nyeri sebagai berikut: 1. Nyeri bersifat individu. 2. Nyeri tidak menyenangkan. 3. Merupakan suatu kekuatan yg mendominasi. 4. Bersifat tidak berkesudahan.



2.4 Fisiologi Nyeri Rangsangan nyeri yang dapat berupa rangsangan mekanik, termik atau suhu, kimiawi dan campuran, diterima oleh reseptor yang terdiri dari akhiran saraf bebas yang mempunyai spesifikasi. Disini terjadi aksi potensial dan impuls ini diteruskan ke pusat nyeri. Serabut saraf yang dari reseptor ke ganglion masuk ke korno posterior yang berganti neuron. Disini ada dua kelompok yaitu: 1. Yang berganti neuron bilamina 1 yang kemudian menyilang linea mediana yang membentuk jaras anterolateral yang langsung ke thalamus, system ini disebut system neuspinotalamik yang mengantarkan rangsangan nyeri secara cepat. 2. Bersinapsis bilamina V kemudian menyilang linea mediana membentuk jaras anterolateral dan bersinapsis di subtansia retikularis batang otak dan di thalamus. System ini disebut system paleospinotalamik yang mengantarkan perasaan nyeri yang kronik dan yang kurang terlokalisasi. Percobaan-percobaan dekade menunjukkan adanya system nyeri yang desenden, yang menghambat nyeri. Daerah periakuaduktus dan nucleus rafe nagtus bagian penting system ini. Rangsangan di tempat ini akan menghambat nyeri. Banyak teori berusaha untuk menjelaskan dasar neurologis dari nyeri, meskipun tidak ada satu teori yang menjelaskan secara sempurna bagaimana



ix



nyeri ditransmisikan atau diserap. Untuk memudahkan memahami fisiologi nyeri, maka perlu mempelajari 3 (tiga) komponen fisiologis berikut ini: 1. Resepsi : proses perjalanan nyeri Adanya stimulus yang mengenai tubuh (mekanik, termal, kimia) akan menyebabkan pelepasan substansi kimia seperti histamin, bradikinin, kalium. Substansi tersebut menyebabkan nosiseptor bereaksi, apabila nosiseptor mencapai ambang nyeri, maka akan timbul impuls syaraf yang akan dibawa oleh serabut saraf perifer. Serabut syaraf perifer yang akan membawa impuls syaraf ada dua jenis, yaitu serabut A-delta dan serabut C. impuls syaraf akan di bawa sepanjang serabut syaraf sampai ke kornu dorsalis medulla spinalis. Impuls syaraf tersebut akan menyebabkan kornu dorsalis melepaskan neurotrasmiter (substansi P). Substansi P ini menyebabkan transmisi sinapis dari saraf perifer ke saraf traktus spinotalamus. Hal ini memungkinkan impuls syaraf ditransmisikan lebih jauh ke dalam system saraf pusat. Setelah impuls syaraf sampai di otak, otak mengolah impuls syaraf kemudian akan timbul respon reflek protektif. Contoh: Apabila tangan terkena setrika, maka akan merasakan sensasi terbakar, tangan juga melakukan reflek dengan menarik tangan dari permukaan setrika. Proses ini akan berjalan jika system saraf perifer dan medulla spinalis utuh atau berfungsi normal. Ada beberapa factor yang menggangu proses resepsi nyeri, diantaranya sebagai berikut: a. Trauma b. Obat-obatan c. Pertumbuhan tumor d. Gangguan metabolic (penyakit diabetes mellitus) 2. Persepsi : kesadaran seseorang terhadap nyeri Fase ini merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri, pada saat individu menjadi sadar akan adanya suatu nyeri, maka akan terjadi



x



suatu reaksi yang kompleks. Persepsi ini menyadarkan individu dan mengartikan nyeri itu sehingga kemudian individu itu dapat bereaksi. Fase ini dimulai pada saat dimana nosiseptor telah mengirimkan sinyal pada formatio reticularis dan thalamus, sensasi nyeri memasuki pusat kesadaran dan afek. Sinyal ini kemudian dilanjutkan ke area limbik. Area ini mengandung sel sel yang bisa mengatur emosi. Area ini yang akan memproses reaksi emosi terhadap suatu nyeri. Proses ini berlangsung sangat cepat sehingga suatu stimulus nyeri dapat segera menghasilkan emosi. Proses impuls nyeri yang ditransmisikan hingga menimbulkan perasaan subyektif dari nyeri sama sekali belum jelas. Bahkan struktur otak yang menimbulkan persepsi tersebut juga tidak jelas. Sangat disayangkan karena nyeri secara mendasar merupakan pengalaman subyektif sehingga tidak terhindarkan keterbatasan untuk memahaminya (Dewanto). 3. Reaksi : respon fisiologis & perilaku setelah mempersepsikan nyeri



2.5 Proses Fisiologi Nyeri 2.5.1



Transduksi Transduksi adalah proses dimana stimulus noksius aktivitas



elektrik reseptor terkait. Pada nyeri nosiseptif, fase pertamanya adalah transduksi, konversi stimulus yang intens apakah itu stimuli kimiawi seperti pH rendah yang terjadi pada jaringan yang meradang , stimulus panas diatas 420C, atau kekuatan mekanis. Disini didapati adanya protein transducer spesifik yang diekspresikan dalam neuron nosiseptif ini dan mengkonversi stimulus noksious menjadi aliran yang menembus membran, membuat depolarisasi membran dan mengaktifkan terminal perifer. Proses ini tidak melibatkan prostanoid atau produksi prostaglandin oleh siklo-oksigenase, sehingga nyeri ini, atau proses ini, tidak dipengaruhi oleh penghambat enzim COX-2. Neuron transduksi diperankan oleh suatu nosiseptor berupa serabut A-δ dan serabut C yang menerima langsung suatu stimulus noksius. Serabut A-δ merupakan suatu



xi



serabut saraf dengan tebal 1- 3 mm dan diliputi oleh selaput mielin yang tipis. Kecepatan transimisi impuls pada serabut A-δ adalah sekitar 20m/s. Seperti serabut sensorik lainnya, serabut A-δ merupakan perpanjangan dari pesudounipolar neuron dimana tubuh selnya berlokasi pada akar ganglion dorsal. Sedangkan serabut C merupakan suatu serabut saraf dengan tebal 1 mm dan tidak memiliki mielin. Karena serabut ini sangat tipis dan karena tidak memiliki mielin yang mempercepat transmisi saraf, kecepatan konduksi rendah, dan suatu rangsang berespon dengan kecepatan 1m/s. Selain dari peran serabut A-δ dan serabut C, disebutkan juga terdapat peran dari neuroregulator yang merupakan suatu substansi yang memberikan efek pada transmisi stimulus saraf, biasanya substansi ini ditemukan pada nosiseptor yaitu akhir saraf dalam kornu dorsalis medulla spinalis



dan pada tempat reseptor dalam



Neuroregulator



ada



dua



macam,



yaitu



saluran spinotalamik. neurotransmitter



dan



neuromodulator. Neurotransmitter mengirimkan impuls elektrik melewati celah synaptik antara 2 serabut saraf dan neuromodulator berfungsi memodifikasi aktivitas saraf dan mengatur transmisi stimulus saraf tanpa mentransfer secara langsung sinyal saraf melalui synaps.



2.5.2



Transmisi Dalam proses ini terlibat tiga komponen saraf yaitu saraf sensorik



perifer yang meneruskan impuls ke medulla spinalis, kemudian jaringan saraf yang meneruskan impuls yang menuju ke atas (ascendens), dari medulla spinalis ke batang otak dan thalamus. Yang terakhir hubungan timbal balik antara thalamus dan cortex. Disini terjadi transfer informasi dari neuron nosiseptif primer ke neuron di kornu dorsalis, selanjutnya ke neuron proyeksi yang akan meneruskan impuls ke otak. Transmisi ini melibatkan pelepasan asam amino decarboxilic glutamate, juga peptida seperti substantia P yang bekerja pada reseptor penting di neuron post-sinaptic. Selanjutnya ini akan memungkinkan transfer yang cepat dari input mengenai intensitas, durasi, lokasi, dari stimuli perifer yang berbeda lokasi.



xii



Secara umum, ada dua cara bagaimana sensasi nosiseptif dapat mencapai susunan saraf pusat, yaitu melalui traktus neospinothalamic untuk ”nyeri cepat – spontan” dan traktus paleospinothalamic untuk ”nyeri lambat”. Pada traktus neospinothalamik, nyeri secara cepat bertransmisi melalui serabut A-δ dan kemudian berujung pada kornu dorsalis di medulla spinalis dan kemudian bersinapsis dengan dendrit pada neospinothlamaik melalui bantuan suatu neurotransmitter. Akson dari neuron ini menuju ke otak dan menyebrang ke sisi lain melalui commisura alba anterior, naik keatas dengan columna anterolateral yang kontralateral. Serabut ini kemudian berakhir pada kompleks ventrobasal pada thalamus dan bersinapsis dengan dendrit pada korteks somatosensorik. Nyeri cepatspontan ini dirasakan dalam waktu 1/10 detik dari suatu stimulus nyeri tajam, tusuk, dan gores. Sebenarnya terdapat beragam jalur khusus hantaran sinyal dari kerusakan



jaringan



dibawa



ke



berbagai



tujuan,



dimana



dapat



memprovokasi proses kompleks. Transmisi nosiseptif sentripetal memicu berbagai



jalur



:



spinoreticular,



spinomesencephalic,



spinolimbic,



spinocervical, dan spinothalamic. Traktus spinoreticular membawa jalur aferen dari somatosensorik dan viscerosensorik yang berakhir pada tempat yang berbeda pada batang otak. Traktus spinomesencephalik mengandung berbagai proyeksi yang berakhir pada tempat yang berbeda dalam nukleus diencephali. Traktus spinolimbik termasuk dari bagian spinohipotalamik yang mencapai kedua bagian lateral dan medial dari hypothalamus dan kemudian traktus spinoamygdala yang memanjang ke nukleus sentralis dari amygdala. Traktus spinoservikal, seperti spinothalamik membawa sinyal ke thalamus.



2.5.3



Modulasi Modulasi yaitu aktivitas saraf utk mengontrol transmisi nyeri.



Suatu jaras tertentu telah diteruskan di sistem saraf pusat yang secara



xiii



selektif menghambat transmisi nyeri di medulla spinalis. Jaras ini diaktifkan oleh stress atau obat analgetika seperti morfin (Dewanto). Pada fase modulasi terdapat suatu interaksi dengan system inhibisi dari transmisi nosisepsi berupa suatu analgesic endogen. Konsep dari system ini yaitu berdasarkan dari suatu sifat, fisiologik, dan morfologi dari sirkuit yang termasuk koneksi antara periaqueductal gray matter dan nucleus raphe magnus dan formasi retikuler sekitar dan menuju ke medulla spinalis. Analgesik endogen meliputi : a. Opiat endogen b. Serotonergik c. Noradrenergik (Norepinephric) Sistem analgesik endogen ini memiliki kemampuan menekan input nyeri di kornu posterior dan proses desendern yang dikontrol oleh otak seseorang, kornu posterior diibaratkan sebagai pintu gerbang yang dapat tertutup adalah terbuka dalam menyalurkan input nyeri. Proses modulasi ini dipengaruhi oleh kepribadian, motivasi, pendidikan, status emosional & kultur seseorang. Secara skematik proses modulasi dapat dilihat pada skema dibawah ini: a. Perilaku (behavior) Terdiri dari perilaku verbal dan non verbal dalam merespon suatu nyeri seperti keluhan atau komplain, rintihan, sikap dan ekspresi wajah. b. Penanganan Seperti yang kita ketahui bahwa nyeri klinis umumnya terdiri atas nyeri inflamasi dan nyeri neuropatik. Keduanya menunjukkan simtom yang sama tetapi berbeda dalam strategi pengobatan yang disebabkan perbedaan dalam patofisiologi. Nyeri nosiseptif timbul akibat stimulasi reseptor nyeri yang berasal dari organ visceral atau somatik. Stimulus nyeri berkaitan dengan inflamasi jaringan, deformasi mekanik, injuri yang sedang berlangsung atau destruksi. Oleh karena itu penting untuk mencari dan mengobati jaringan yang rusak atau yang mengalami inflamasi sebagai penyebab nyeri. Sebagai contoh, pasien datang dengan nyeri nosiseptif akibat polymyalgia rheumatic maka diberikan kortikosteroid sistemik.



xiv



Akan tetapi, sementara mencari penyebab nyeri, tidak ada pendapat yang melarang pemberian analgesik untuk mengurangi nyeri. Ada dua jenis transmisi saraf :  Ionotropik dimana mediator bekerja langsung pada pintu ion ke dalam sel. Ciri jenis transmisi itu adalah proses berlangsung cepat dan masa proses singkat.  Metabotropik dimana mediator bekerja lewat perubahan biokimia pada membrane post-sinaps. Ciri transmisi cara ini adalah lambat dan berlangsung lama. Prostaglandin E 2 termasuk dalam golongan metabotropik; Hiperalgesia karena prostaglandin E 2 terjadi lambat tapi berlangsung lama. Morfin dan obat-opiat lainnya juga masuk golongan metabotropik, tetapi obat-obat ini menghambat hiperalgesia, bekerjanya juga lambat dan berlangsung lama. Trauma mekanik (dan juga trauma fisika dan kimia) rupa-rupanya langsung merusak integritas membran dan tergolong ionotropik , bersama bradykinin. Rasa nyeri timbul cepat dan berlangsung singkat, kecuali bila kerusakan yang ditimbulkannya hebat tentu rasa nyeri dapat berlangsung lama. 2.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nyeri a. Strategi menyelesaikan masalah (coping strategy) b. Dukungan dari lingkungan c. Kecemasan atau stressor lain d. Pengalaman sakit yang lalu Untuk nyeri nosisepsi kronik, penanganannya berupa terapi farmaka, blok transmisi saraf, dan alternatif. 2.7 Penatalaksanaan 2.7.1



Farmakologis Penatalaksanaan nyeri secara farmatologis meliputi penggunaan opioid



(narkotik), nonopoid/NSAIDs (nonsteroid anti-inflammation drugs) dan adjuvan, serta ko-analgesik. Analgesik opioid (narkotik) terdiri dari berbagai derivat dari opium seperti morfin dan kodein. Narkotik dapat menyebabkan penurunan nyeri dan



xv



memberi efek euforia (kegembiraan) karena obat ini mengadakan ikatan dengan reseptor opiat (ada beberapa tipe reseptor opiat seperti delta dan kappa) dan mengaktifkan penekanan nyeri endogen pada susunan saraf pusat. Seluruh jenis opiat akan memberika efek mengantuk padsa awal pemberian dan efek ini akan menurun pada pemberian berikutnya. Opioid juga memberikan efek mual, muntah, konstipasi dan depresi pernapasan. Narkotik tidak hanya menekan rangsang nyeri, tetapi juga menekan pusat pernapasan dan batuk di medula batang otak. Dampak lain dari obat narkotik adalah sedasi dan peningkatan toleransi obat sehingga kebutuhan dosis obat akan meningkat. Analgesik nonopoid seperti aspirin, asetaminofen, dan ibuprofin selain memiliki efek anti-nyeri juga memiliki anti-inflamasidan anti-demam (antipiretik). Obat-obat golongan ini menyebabkan penurunan nyeri yang bekerja pada ujung saraf perifer didaerah yang mengalami cidera, denganmenurunkan kadar mediatorperadangan yang dibangkitkan oleh sel-sel yang mengalami cedera. Obat ini memiliki efek maksimum(ceiling effect), yaitu peningkatan obat dosis inihingga kadar tertentu tidak menyebabkan peningkatan efek analgesia. Oba ini umumnya diberikan untuk mengatsi nyeri ringan sampai sedang. Analgesik adjuvan adalah obat yang dikembangkan bukan untuk memberikan efek analgesik, tetapi ditemukan mampu menyebabkan penurunan nyeripada berbagai nyeri kronis.



2.7.2



Penatalaksanaan Nyeri Nonfarmakologis



Penatalaksanaan nonfarmakologis terdiri dari berbagai tindakan penanganan nyeri berdasarkan stimulasi fisik maupun perilaku kognitif, penanganan fisik meliputi stimulasi kulit, stimilasi elektrik saraf kulit transkutan (TENS, Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation), akupuntur, dan pemberian plasebo, intervensi perilaku kognitif meliputi tindakan distraksi, teknik relaksasi, imajinasi terbimbing, umpan balik bioligis, hipnosis dan sentuhan terapeutik.



xvi



Penanganan nyeri dengan tindakan fisik dilakukan dengan tujuan sebagai berikut : 1) Meningkatkan kenyamanan 2) Memperbaiki adanya disfungsi fisik 3) Mengubah respons fisiologik 4) Menurunkan kecemasan yang berhubungan dengan imobilitas karena nyeri atau adanya pembatasan aktifitas. Stimilasi kulit dapat memberi efek penurunan nyeri yang efektif, stimulasi kulit dapat dipercaya dapat : 1) Meningkatkan pelepasan endorfin yang memblok transmisi stimulus nyeri. 2) Menstimulasi



serabut



saraf



berdiameter



besar



A-Beta



sehingga



menurunklan trasmisi impuls nyeri melalui serabut kecil A-delta dan serabut saraf C. Yang termasuk teknik stimulasi kulit meliputi : 1. Masase kulit (menggosok kulit) Memberikan efek penurunan kecemasan dan ketegangan otot. Rangsangan masase otot ini dipercaya akan merangsang serabut berdiameter besar sehingga mampu memblok atau menurunkan impuls nyeri. Masase adalah stimulasi kulit tubuh secara umum, dipusatkan pada punggung dan bahu atau dapat dilakukan pada satu atau beberapa bagian tubuh dan dilakukan sekitar 10 menit pada masing-masing bagian tubuh untuk mencapai hasil relaksasi yang maksimal. Tipe masase Efflurage : memberikan pukulan pada tubuh Petrisage : membuat pijatan atau cubitan besar pada kulit, subkutan, dan otot. 2. Kompres panas dan dingin Meliputi penggunaan kantong es, masase mandi air dingin atau panas, penggunaan selimut atau bantal panas. Penggunaan panas memberikan reaksi fisiolgis antara lain : a. Meningkatkan respon inflamasi b. Meningkatkan aliran darah dalam jaringan



xvii



c. Meninggkatkan pembentukan edema Aplikasi dingin memberikan efek fisiologis: a. Memberikan respons inflamasi jaringan b. Menurunkan aliran darah c. Mengurangi edema.



3. Pijat refleksi Terapi memberi tekanan jari-jari pada berbagai titik organ tubuh. 4. Stimulasi kontralateral Adalah memberikan stimulasi pada daerah kulit disisi yang berlawanan dari daerah terjadinya nyeri. 2.7.3Tindakan keperawatan Berbagai tindakan dapat dilakukan oleh perawat untuk mengatasi nyeri. Namun, ada beberapa prisip yang harus diperhatikan perawat ketika memberi intervensi keperawatan untuk mangatasi nyeri (Mc. Caffery), yaitu: 1. Membantuk hubungan saling percaya. 2. Menggunakan berbagai cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi nyeri. 3. Melakukan tindakan untuk mengatasi nyeri sebelum nyeri menjadi lebih parah. 4. Mempertimbangkan kemampuan klien untuk berpartisipasi dalam upaya mengatasi nyeri. 5. Menentukan jenis teknik untuk mengatasi nyeri berdasarkan perilaku yang ditunjukkan oleh klien. 6. Melakukan teknik-teknik yang oleh klien dianggap efektif. 7. Mendorong klien untuk mencoba melakukan kembali teknik mengatasi nyeri, jika terapi yang dilakukan sebelumnya tidak efektif. 8. Membuka wawasan dan pengetahuan terhadap cara-cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi nyeri klien. 9. Melindungi klien 10. Beri penjelasa kepada klien tentang nyeri yang timbul atau yang dirasakan klien.



xviii



Tindakan untuk mengatasi nyeri dapat dibedakan menjadi dua kelompok utama,



yaitu



tindakan



pengobatan



(farmakologis)



dan



tindakan



nonfarmakologis (tanpa pengobatan). Menurut stimulus yang diberikan, nyeri dapat dikelompokkan dalam stimilasi tingkat tinggi (pada otak) dan stimulasi tingkat rendah (pada spinotalamikus). Stimulus pada otak adalah tindakanyang memungkinkan otak bekerja untuk mengurangi nyeri; sedangkan stimulus tingkat rendah adalah pemberian sejumlah rangsangan pada tubuh untuk memengaruhi sensasi nyeri sebelum sampai di otak.



xix



BAB 3 PENUTUP 3.1 Kesimpulan Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang actual atau potensial. Nyeri adalah alasan utama seseorang untuk mencari bantuan perawatan kesehatan. Nyeri terjadi bersama banyak proses penyakit atau bersamaan dengan beberapa pemeriksaan diagnostik atau pengobatan. Nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan banyak orang dibanding suatu penyakit manapun.



Kenyamanan adalah konsep sentral tentang kiat keperawatan.



Donahue (1989) menyatakan ‘melalui rasa nyaman dan tindakan untuk mengupayakan kenyamanan perawat memberikan kekuatan, harapan, hiburan, dorongan dan bantuan bagi klien. Dari pernyataan itu di dapat bahwa kenyamanan merupakan kebutuhan dasar klien untuk perawat agar dapat membantu tindakan keperwatan. Kenyamanan bersifat subjektif karena setiap individu memiliki fisiologis, social, spiritual dan kebudayaan yang berbeda sehingga mempengaruhi cara mereka untuk menginterprestasikan dan merasakan kenyamanan tersebut.



Asuhan keperawatan pada nyeri dan



kenyamanan meliputi pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi.



3.2 Saran Hendaknya kita selaku mahasiswa keperawatan dapat memahami dengan baik dan benar mengenai konsep nyeri dan kenyamanan agar lebih memudahkan kita untuk mengaplikasikannnya dalam kehidupan sehari-hari kita sebagai seorang calon tenaga kesehatan. Hendaknya kita dapat mengetahui konsep asuhan keperawatan pada nyeri dan kenyamanan agar lebih memudahkan kita dalam membuat asuhan keperawatan pada praktek lapangan nantinya.



xx



DAFTAR PUSTAKA



Priharjo, R (1993). Perawatan Nyeri, pemenuhan aktivitas istirahat. Jakarta : EGC hal : 87. Shone, N. (1995). Berhasil Mengatasi Nyeri. Jakarta : Arcan. Hlm : 76-80 Ramali. A. (2000). Kamus Kedokteran : Arti dan Keterangan Istilah. Jakarta : Djambatan. Syaifuddin. (1997). Anatomi fisiologi untuk siswa perawat. Edisi-2. Jakarta : EGC. Hlm : 123-136. Tamsuri, A. (2007). Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta : EGC. Hlm 163. Tamsuri, Anas. (2007). Konsep dan penatalaksanaan nyeri. Jakarta: EGC. Potter. (2005). Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktik. Jakarta: EGC. Hlm 1502-1533.



xxi