Fix - Asuhan Keperawatan Jiwa Gelandangan Psikotik [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA GELANDANGAN PSIKOTIK : DEFESIT PERAWATAN DIRI Guna memenuhi tugas matakuliah Keperawatan Jiwa Dosen Pengampu : Ridha Mardiyani, M.Kep



DISUSUN OLEH : 1.



ALPONSUS INDRA



NIM : SNR19214017



2.



NADIA DEWI ANZHANI



NIM : SNR19214062



PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN REGULAR B SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH PONTIANAK 2020



KATA PENGANTAR



Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan RamatNya, yaitu



berupa



nikmat



kesehatan



sehingga kelompok



menyelesaikan Makalah ini. Penulisan Makalah



kami



dapat



dilakukan dalam rangka



memenuhi salah satu tugas mata kuliah keperawatan jiwa. Makalah



ini dapat diselesaikan atas proses bimbingan. Untuk itu kami



berterima kasih kepada Ibu Ridha Mardiyani, M.Kep selaku pembimbing yang telah memberikan arahan kepada kami. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah ini. Semoga makalah kami dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu, terutama dalam pendidikan keperawatan dan kesehatan lainnya khususnya ilmu keperawatan jiwa.



Pontianak, 09 Februari 2020



Penulis



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR.............................................................................................2 DAFTAR ISI............................................................................................................3 BAB I.......................................................................................................................5 PENDAHULUAN...................................................................................................5 A. Latar Belakang.............................................................................................5 B. Tujuan Penulisan..........................................................................................8 1.



Tujuan Umum.......................................................................................8



2.



Tujuan Khusus......................................................................................8



C. Manfaat........................................................................................................8 1.



Untuk Masyarakat.................................................................................8



2.



Untuk Mahasiswa..................................................................................8



3.



Untuk Tenaga Kesehatan......................................................................8



BAB II......................................................................................................................9 TINJAUAN TEORI.................................................................................................9 A. Pengertian Gelandangan Psikotik...............................................................9 B. Faktor Penyebab Gelandangan Psikotik.......................................................9 C. Masalah Yang di Hadapi Gelandangan Psikotik........................................13 D. Pohon Masalah...........................................................................................14 E. Pembinaan Gelandangan Psikotik..............................................................15 F. Penanggulangan Gelandangan Psikotik.....................................................24 G. Asuhan Keperawatan Gelandangan Psikotik.............................................26 BAB III..................................................................................................................40



TINJAUAN KASUS..............................................................................................40 BAB IV..................................................................................................................52 PENUTUP..............................................................................................................52 A. Kesimpulan................................................................................................52 B. Saran...........................................................................................................53 Daftar Pustaka........................................................................................................54



BAB I



PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 indonesia adalah Negara kesejahteraan hal ini bisa di lihat dalam alinea empat pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk kesejahteraan umum, jelas bahawa kesejahteraan merupakan tujuan Negara. (Fatin Nuha Astini, 2015) Pemerintah mempunyai kewajiban untuk menjamin dan memajukan kesejahteraan setiap warga Negaranya. Hal ini di sebutkan dalam batang tubuh UUD 1945 yakni Pasal 34 ayat (1) fakir miskin dan anak-anak terlantar di pelihara oleh Negara, Pasal 27 ayat (2) tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, Pasal 28H ayat (1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan, Pasal 28H ayat (2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan, dan Pasal 28H ayat (3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. Sesuai dengan beberapa pasal tersebut diatas tanggung jawab Negara mutlak terhadap gelandangan psikotik. Pemberian rehabilitasi sosial, jaminan sosial, perlindungan sosial, serta memberikan keterampilan untuk dapat



menjalankan kehidupan kedepan para gelandangan psikotik tersebut, sesuai dengan amanah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Mengingat Negara Indonesia merupakan Negara yang sangat luas dan pemerintah pusat memiliki tanggung jawab yang bukan hanya terpusat pada pemasalah ini saja maka untuk mengatur negaranya kewenangan di berikan kepada pemerintah daerah, hal tersebut tercermin dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun2004 Tentang Pemerintah Daerah. Adanya konsep Negara hukum berlandaskan asas Good Governance, pemerintah daerah dapat memberikan kebijakan, gelandangan psikotik merupakan bagian dari fakir miskin dan anak terlantar sehingga merupakan tanggung jawab Pemerintah Daerah. Berdasarkan definisinya kesejahteraan sosial merupakan suatu keadaan, kesejahteraan



sosial



sebagai



suatau



kegiatan



atau



pelayanan



serta



kesejahteraan sosial sebagai ilmu (M.Suud, 2006). Sedangkan menurut Soejono Soekanto adalah ketidak sesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat yang membahayakan kelompok sosial sebagai contoh permasalahan sosial yang terjadi di Indonesia antara lain kemiskinan, pengangguran dan lain sebagainya. Masalah sosial inilah yang dapat memicu adanya gelandangan, gelandangan adalah orang yang hidup dalam keadaan yang tidak sesuai dengan norma kehidupan dalam masyarakat, serta tidak memilki tempat tinggal dan pekerjaan tetap di wilayah tertentu dan hidup mengembara di tempat umum. gelandangan memiliki dua jenis, yang pertama, gelandangan biasa yang tidak memiliki rumah atau tempat tinggal, tidak memilki pekerjaan namun tidak memiliki gangguan kejiwaan, sedangkan gelandangan psikotik adalah gelandangan yang mempunyai gangguan jiwa yang tidak memiliki rumah, tempat tinggal dan pekerjaan. Gelandangan psikotik jauh dari kata sejahtera, kesejahteraan dapat di capai dengan cara pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok yakni sandang,



pangan, papan dan kesehatan. Pemenuhan kebutuhan tersebut menjadi dasar dari kesejahteraan yang harus di penuhi tanpa terkecuali, apabila salah satu kebutuhan tersebut tidak terpenuhi maka akan terjadi kepincangan, kecacatan, ketidak sesuaian apa yang di sebut dengan sejahtera. Psikotik merupakan penyakit jiwa yang kaitannya dengan kesehatan, dan kesehatan adalah suatu kebutuhan yang wajib di penuhi. Di daerah perkotaan, keberadaan gelandangan psikotik sudah tidak asing terlihat dan tidak dapat di hindari terutama wilaya-wilayah yang sering di jumpai di lampu merah, ataupun di pinggir jalan. Faktor yang paling memepengaruhi terhadap permasalahan ini adalah kemiskinan, gaya hidup dan beban hidup tidak dapat di pisahkan dari masyarakat. Gelandangan psikotik merupakan masyarakat yang hidup dalam kemiskinan, kekurangan, keterbatasan, kesenjangan dan hidup tidak layak serta tidak bermartabat, cenderung tidak mendapatkan hak-haknya layaknya warga Negara pada umumnya, maka di perlukan penanganan yang efketif, terpadu dan berkesinambungan sehingga gelandangan psikotik dapat kembali kemsayarakat dengan harkat dan martabat kemanusiaan yang semestinya melekat pada mereka. Memilki hidup yang bermakna dan hidup bermakna merupakan dambaan umat manusia untuk meraih kehidupan yang di hayati bermakna tersebut (The Meaningfull Life). (Bastman, Hanna P, 2000) dan itu salah satu untuk mewujudkan kesejahteraan sosial dan ketertiban umum sesuai dengan sila kelima yang menyebutkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk mengatur penangangan gelandangan dan pengemis dapat dilakukan melalui upaya yang bersifat preventif, koersif, rehabilitatsi dan reintegrasi. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang bewenang dan berkewajiban untuk melakukan upaya tersebut adalah tersdiri dari Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi. Tentu kinerja dari mereka sangat di harapkan bagi masyarakat, dan tentunya harus ada peran dari masyarakatnya itu sendiri untuk ikut membantu dan bersama-sama berupaya menangani gelandangan psikotik.



B. Tujuan Penulisan 1.



Tujuan Umum Untuk memenuhi tugas salah satu mata kuliah Keperawatan Jiwa serta mengetahui bagaimana bentuk keperawatan kesehatan jiwa di masyarakat.



2.



Tujuan Khusus Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan jiwa di masyarakat khususnya pada psikotik gelandangan.



C. Manfaat 1.



Untuk Masyarakat Sebagai bahan informasi untuk menambah pengetahuan mahasiswa keperawatan dan masyarakat.



3.



Untuk Mahasiswa Sebagai bahan pembanding tugas serupa pada mata kuliah keperawatan jiwa.



4.



Untuk Tenaga Kesehatan Makalah ini bisa di jadikan bahan acuan untuk melakukan tindakan asuhan keperawatan pada kasus keperawatan kesehatan jiwa masyarakat.



BAB II



TINJAUAN TEORI



A. Pengertian Gelandangan Psikotik Definisi dari gelandangan itu sendiri adalah seseorang yang berkeliaran dan tidak mempunyai tempat tinggal tetap. (Parsudi Suparlan, 2005). Sedangkan menurut Pasal 1 angka (2) Perda No 1 Tahun 2014 mengatakan, orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat serta tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan tetap di wilayah tertentu dan hidup mengembara di tempat umum. (Perda Daerah Istimewa Yogyakarta, 2014) Psikotik itu sendiri adalah gangguan yang memilki ciri hilangnya reality testing dari penderitanya yaitu fikiran yang sangat bertolak belakang dengan dunia nyata. Penderita dengan gangguan jiwa berat ini tidak bisa membedakan mana yang nyata dan mana yang tidak nyata. Penderita ini memiliki ciri utama yakni mengalami delusi dan halusinasi. Dengan demikian pengertian gelandangan psikotik adalah seseorang yang hidup mengembara, tidak memiliki tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap dan memiliki gangguan kejiwaan mengalamidelusi dan halusinasi.



D. Faktor Penyebab Gelandangan Psikotik 1.



Faktor Genetik Menurut Maramis (2009), faktor keturunan juga menentukan timbulnya gangguan psikotik. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-keluarga penderita gangguan psikotik terutama anak-



anak kembar satu telur. Angka kesakitan bagi saudara tiri ialah 0,9 1,8%; bagi saudara kandung 7 – 15%; bagi anak dengan salah satu orangtua yang menderita gangguan psikotik 7 – 16%; bila kedua orangtua menderita gangguan psikotik 40 – 68%; bagi kembar dua telur (heterozigot) 2 -15%; bagi kembar satu telur (monozigot) 61 – 86%. Gangguan psikotik melibatkan lebih dari satu gen, sebuah fenomena yang disebut quantitative trait loci. gangguan psikotik yang paling sering kita lihat mungkin disebabkan oleh beberapa gen yang berlokasi di tempat-tempat



yang



berbeda



di



seluruh



kromosom.



Ini



juga



mengklarifikasikan mengapa ada gradasi tingkat keparahan pada orangorang yang mengalami gangguan ini (dari ringan sampai berat) dan mengapa risiko untuk mengalami gangguan psikotik semakin tinggi dengan semakin banyaknya jumlah anggota keluarga yang memiliki penyakit ini (Durand, 2007). 2.



Faktor Biokimia Gangguan psikotik mungkin berasal dari ketidakseimbangan kimiawi otak yang disebut neurotransmitter, yaitu kimiawi otak yang memungkinkan neuron-neuron berkomunikasi satu sama lain. Beberapa ahli mengatakan bahwa gangguan psikotik berasal dari aktivitas neurotransmitter dopamine yang berlebihan di bagian-bagian tertentu otak atau dikarenakan sensitivitas yang abnormal terhadap dopamine. Banyak ahli yang berpendapat bahwa aktivitas dopamine yang berlebihan saja tidak cukup untuk skizofrenia. Beberapa neurotransmitter lain seperti serotonin dan norepinephrine tampaknya juga memainkan peranan (Durand, 2007).



3.



Faktor Psikologis dan Sosial Faktor psikososial meliputi adanya kerawanan herediter yang semakin lama semakin kuat, adanya trauma yang bersifat kejiwaan, adanya hubungan orang tua-anak yang patogenik, serta interaksi yang



patogenik dalam keluarga. Keluarga pada masa kanak-kanak memegang peranan penting dalam pembentukan kepribadian. Orangtua terkadang bertindak terlalu banyak untuk anak dan tidak memberi kesempatan anak untuk berkembang, ada kalanya orangtua bertindak terlalu sedikit dan tidak merangsang anak, atau tidak memberi bimbingan dan anjuran yang dibutuhkannya (Durand, 2007).



E. Masalah Yang di Hadapi Gelandangan Psikotik Gelandangan psikotik tentunya memiliki berbagai permasalahan. Menurut Maslim (2009) gangguan jiwa psikotik sering ditandai dengan hilangnya kemampuan menilai realita yang ditandai dengan waham (delusi), dan halusinasi pada penderitanya. Penderita gangguan jiwa psikotik ini juga sangat susah untuk menyimpulkan pembicaraan, menarik diri dari lingkungan, keadaan emosional yang suka berubah dan tidak perduli pada penampilan dan perawatan diri. Kondisi lain yang dialami gelandangan psikotik ini adalah di tolak kehadirannya, hak-haknya yang tidak terpenuhi padahal secara eksplisitpasal yang mengatur mengenai gelandangan psikotik yaitu pasal 149 UndangUndang Nomor 36 Tahun 2009, yang berbunyi bahwa : 1.



Penderita gangguan jiwa yang terlantar, menggelandang, mengancam keselamatan dirinya dan/atau orang lain, dan/atau mengganggu ketertiban dan/atau keamanan umum wajib mendapatkan pengobatan dan perawatan difasilitas pelayanan kesehatan;



2.



Pemerintah, Pemerintah daerah, dan masyarakat wajib melakukan pengobatan dan perawatan di fasilitas pelayanan kesehatan bagi penderita gangguan jiwa yang terlantar, menggelandang, mengancam keselamatan dirinya dan/atau orang lain, dan/atau menggangguketertiban dan/atau keamanan umum;



3.



Pemerintah dan Pemerintah daerah bertanggung jawab atas pemerataan penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan jiwa dengan melibatkan peran serta aktif masyarakat;



4.



Tanggung



jawab



Pemerintah



dan



Pemerintah



daerah



sebagaimanadimaksud pada ayat (2) termasuk pembiayaan pengobatan danperawatan penderita gangguan jiwa untuk masyarakat miskin.



F. Pembinaan Gelandangan Psikotik Menurut pasal 7 Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta No 1 Tahun 2014 Tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis terkait gelandangan psikotik melalui upaya preventif, koersif, rehabilitasi dan Reintegrasi sosial yaitu : 1)



Preventi Upaya preventif adalah upaya yang di lakukan melalui pelatihan keterampilan, magang dan perluasan kesempatan kerja, peningkatan derajat kesehatan, fasilitas tempat tinggal, peningkatan pendidikan, penyuluhan dan edukasi masyarakat, pemberian informasi melalui baliho di tempat umum, bimbingan sosial, dan bantuan sosial yang di lakukan oleh perangkat daerah yang mempunyai fungsi dan tujuan masing masing sesuai dengan bidangnya. Aturan lebih lanjut mengenai upaya preventif ini termuat dalamPeraturan Daerah Isti mewa Yogyakarta No 36 Tahun 2017 Tentang standar Oprasional Prosedur Penanganan Gelandangan dan Pengemis menyebutkan, Upaya preventif di tujukan bagi masyarakat yang memilki kategori: sangat miskin, tinggal di hunian yang tidak layak dan atau menempati kawasan secara tidak sah. (Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta No 36 Tahun 2017)



2)



Koersif Upaya



koersif



di



lakukan



melalui



penertiban,



penertiban



merupakan suatu cara yang di lakukan untuk mengatur dan menegakkan hukum dalam upaya mewujudkan ketertiban dalam kehidupan mayarakat. Penertiban di lakukan terhadap setiap orang yang tinggal di tempat umum, mengalami gangguan jiwa yang berada di tempat umum, meminta-minta di tempat umum, pemukiman, peribadatan dan atau meminta minta dengan menggunakan alat. Selain penertiban ada penjangkauan, penjangkauan adalah tindakan proaktif yang dilakukan oleh petugas penjangkauan ke wilayah-wilayah yang



di



jadikan



tempat



tinggal



gelandangan



dan



pengemis.



Penjangkauan merupakan kontak awal dan proses pembinaan hubungan sosial serta membangun kepercayaan dengan gelandangan dan pengemis. Petugas penjangkauan dapat melakukan penyelamatan dan evakuasi yang dimaksudkan sebagai upaya perlindungan terhadap gelandangan dan pengemis dari situasi dan kondisi kehidupan di jalanan yang membahayakan keselamatan mereka, baik dari aspek fisik, kesehatan maupun psiko sosisal. Penjangkauan di lakukan dalam bentuk pendekatan, identifikasi, pencatata, pemetaan, pemberian informasi dan motivasi dan upaya evakuasi gelandangan dan pengemis ke RPS. Setelah adanya penjangkauan kemudian pembinaan, pembinaan di lakukan di RPS (Rumah Perlindungan Sosial) merupakan serangkaian kegiatan bimbingan mental sosial yang di lakukan untuk membangun pemikiran, sikap, perilaku, pro sosial yang sesuai dengan standar norma hukum dan norma sosial yang berlaku dalam masyarakat. Pembinaan dapat di laksanakan melalui bimbingan fisik untuk melatih kedisiplinan serta bimbingan mental sosial.



Kemudian yang terakhir pelimpahan, pelimpahan merupakan pelimpahan dalam proses hukum yakni di limpahkan ke pengadilan bagi gelandangan dan pengemis yang sudah sering terkena razia dan atau di indikasi telah melakukan tindakan yang melanggar hukum. (Perda DIY No 1 Tahun 2014) 3)



Rehabilitasi Rehabilitasi adalah pemulihan (perbaikan/pembetulan) seperti semula, pengembalian baik secara hukum dan adanya pembaruan kembali. Sedangkan rehabilitasi menurut Pasal 22 Peraturan Gubernur Derah Istimewa Yogyakrta No 36 Tahun 2017 menyebutkan, upaya rehabilitasi terdiri dari Rehabilitasi sosial awal dan rehabilitasi sosial lanjutan.



Rehabilitasi awal di lakuakan melalui tahap identifikasi,



penilaian (assessment), penempatan, bimbingan mental sosial, rujukan, reintegrasi soaial. Rehabilitasi awal di lakukan oleh pekerja sosial professional, psikolog dan atau tenaga kesehatan. Rehabilitasi awal ini di lakukan di RPS dengan di tempatkan dalam ruangan tersendiri sebagai bentuk perlindungan khusus, gelandangan psikotik wajib segera mendapatkan perawatan kebersihan badan, pemulihan gizi dan pemeriksaan dokter jiwa dan mendapat prioritas pelayanan rujukan kerumah sakit jiwa. (Pergub DIY no 36 Tahun 2017) Upaya rehabilitasi di lakukan melalui motivasi dan diagnosa Psiko sosial. Dalam hal ini yang di maksud dengan motivasi adalah kegiatan yang di lakukan untuk menumbuhkan keinginan membangun harapan mencapai kehidupan yang lebih baik serta mendorong mereka untuk membuat rencana, mengambil keputusan dan melakukan tindakan yang lebih produktif. Sedangkan diagnosa psikososial adalah proses identifikasi dan menganalisis permasalahan mental sosial untuk



merumuskan pemecahannya yang di gunakan sebagai dasar dalam menentukan kebutuhan pelayanan.



G. Penanggulangan Gelandangan Psikotik Penanggulangan



menurut



Kamus



Besar



Bahasa



Indonesia



penanggulangan berasal dari kata “tangggulang” yang berarti menghadapi mengatasi. Jadi penanggulangan adalah suatu proses, cara untuk mencegah, menghadapi atau mengatasi suatu permasalahan. Dengan demikian penanggulangan gelandangan psikotik dapat dilakukan melalui penanganan dan pembinaan yang baik antara pemerintah dan masyarakat. Tentunya penanggulangan dapat di lakukan apabila dari pemerintah itu sendiri memilki sinergi yang bagus dalam pelaksanan penanganan dan pembinaan gelandangan psikotik ini sehingga permasalahan gelandangan piskotik dapat di tanggulangi. Menurut Jurnal Adminitrasi Negara (2017) ada tiga dimensi yang dapat menanggulangi permasalahn gelandangan psikotik yakni : 1.



Dimensi Mandat Dimensi ini ada tiga aspek berkaitan dengan koordinasi, yaitu adanya komitmen pemimpin, keterlibatan stakeholder dan tujuan yang di definisikan secara jelas dan di sepakati bersama. a.



Komitmen pemimpin Dalam koordinasi untuk menanggulangi gelandangan psikotik sangatlah penting adanya komitmen dari pemimpin lembagalembaga yang terlibat. Komitmen ini dapat dilihat dari di prioritaskan



atau



tidaknya



gelandangan



psikotik



ini



dalam



penanganannya ataupun sarana dan prasarananya oleh lembagalembag yang terlibat dalam dalam penanganan dan gelandangan



psikotik. Atau dapat di lihat dalam bentuk formal seperti surat keputusan atau peraturan lainnya. b.



Keterlibatan stakeholder Keterlibatan merupakan kunci utama dari terjalinnya koordinasi yang baik. Saat pihak-pihak yang terlibat dalam penanganan gelandangan psikotik ini tidak menjalankankan tugasnya dengan baik atau bahkan tidak terlibat dengan tugasnya itu sendiri meka penanggulangan gelandangan psikotik tidak akan berjalan.



c.



Tujuan yang jelas dan di sepakati bersama Tujuan yang jelas dan di sepakati bersama merukan hal yang penting. Mengingat banyaknya lembaga yang terlibat dalam penanganan gelandangan psikotik maka tujuan yang di tetapkan harus dapat di definisikan dengan jelas dan di sepakati bersama agar hasil yang di inginkan tercapai sesuai dengan tujuan.



2.



Sistem Dimensi sitem berkaitan dengan susunan kerja yang jelas dan menjelaskan tugas dan fungsi masing-masing pihak dan akuntabilitas yang berkaitan dengan dimensi ini yaitu adanya ketepatan dan kecukupan sumber daya yang di butuhkan, berupa proses pengawasan dan penilaian kinerja koordinasi dalam penanganan gelandangan psikotik.



3.



Perilaku Dimensi perilaku berkaitan dengan ketepatan dan kemampuan dari perwakilan masing-masing pemimpin tim kerja dan juga berkaitan dengan perilaku dan budaya organisasi hal ini dapat di lihat dari adanya dukungan setiap organisasi atau kelompok masyarakat yang terlibat dalam penanganan gelandangan psikotik. Seperti adanya adanya program atau kegiatan untuk menanggulangi gelandangan psikotik masing masing



pihak saling mendukung dengan mengintegrasi koordinasi yang baik. (Andini, dkk, 2017).



H. Asuhan Keperawatan Gelandangan Psikotik Dari penjelasan diatas kita dapat mengetahui bahwa masalah yang dihadapi oleh gangguan psikotik adalah salah satunya kurangnya perawatan pada diri penderitanya, maka dari iritu menulis kemudian mengangkat asuhan keperawatan gelandangan psikotik dengan defisit perawatan diri. 1.



Pengertian Defesit Perawatan Diri Keadaan ketika individu mengalami hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas sehari-hari (Towsend, 2010). Kurang perawatan diri merupakan keadaan ketika individu mengalami suatu kerusakan fungsi motorik atau funhsi kognitif, yang menyebabkan penurunan kemampuan untuk melakukan masingmasing dari kelima aktivitas perawatan diri antara lain: (Pelatihan ASKEP Jiwa, 2014) a.



Makan



b.



Mandi/Higiene



c.



Berpakaian dan berhias



d.



Toileting



e.



Instrumental (menggunakan telepon, menggunakan transporttasi, menyetrika, mencuci pakaian, menyiapkan makanan, berbelanja, mengelola keuangan, mengkomsumsi obat).



5.



Karakteristik Perilaku Keliat dan Akemat (2010) karakteristik defisit perawatan diri yang dapat ditemukan antara lain :



a.



Gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit berdaki dan bau serta kuku panjang dan kotor



b.



Ketidakmampuan berhia/berpakaian, ditandai dengan rambut acakacakkan, pakaian kotor dan tidak rapi, pakaan tidak sesuai pada klien laki-laki tidak bercukur, pada klien perempuan tidak berdandan



c.



Ketidakmampuan



makan



secara



mandiri



ditandai



dengan:



ketidakmampuan mengambil makan sendiri, makan berceceran, dan makan tidak pada tempatnya. d.



Ketidakmampuan eliminasi secara mandiri, ditandai dengan buang air besar atau buang air kecil tidak pada tempatnya, dan tidak dibersihkan diri dengan baik setelah BAB dan BAK



6.



Proses Terjadinya Masalah a.



Faktor Predisposisi 1) Biologis a)



Riwayat keluarga dengan gangguan jiwa, Diturunkan melalui kromosom orangtua (kromosom keberapa masih dalam



penelitian).



Diduga



kromosom



no.6



dengan



kontribusi genetik tambahan nomor 4, 8, 15 dan 22. Pada anak



yang



kemungkinan



kedua



orangtuanya



terkena



penyakit



tidak



adalah



menderita, satu



persen.



Sementara pada anak yang salah satu orangtuanya menderita kemungkinan terkena adalah 15%. Dan jika kedua orangtuanya penderita maka resiko terkena adalah 35 persen. b) Kembar indentik berisiko mengalami gangguan sebesar 50%, sedangkan kembar fraterna berisiko mengalami gangguan 15% 3) Riwayat janin saat pranatal dan perinatal trauma, penurunan komsumsi oksigen pada saat dilahirkan, prematur, preeklamsi, malnutrisi, stres, ibu perokok, alkhohol, pemakaian obat-obatan, infeksi, hipertensi dan



agen teratogenik. Anak yang dilahirkan dalam kondisi seperti ini pada saat dewasa (25 tahun) mengalami pembesaran ventrikel otak dan atrofi kortek otak. c)



Nutrisi



: Adanya riwayat gangguan nutrisi ditandai



dengan penurunan BB, rambut rontok, anoreksia, bulimia nervosa. d) Keadaan kesehatan secara umum: gangguan neuromuskuler, gangguan muskuloskeletal, kelemahan dan kelelahan dan kecacatan. e)



Sensitivitas biologi: riwayat peggunaan obat, riwayat terkena infeksi dan trauma kepala serta radiasi dan riwayat pengobatannya.



Ketidakseimbangan



dopamin



dengan



serotonin neurotransmitter. f)



Paparan terhadap racun : paparan virus influenza pada trimester 3 kehamilan dan riwayat keracunan CO, asbestos karena mengganggu fisiologi otak



2) Psikologis a)



Adanya riwayat kerusakan struktur dilobus frontal yang menyebabkan suplay oksigen dan glukosa terganggu di mana lobus tersebut berpengaruh kepada proses kognitif sehingga anak mempunyai intelegensi dibawah ratarata dan menyebabkan kurangnya kemampuan menerima informasi dari luar.



b) Keterampilan komunikasi verbal yang kurang, misalnya tidak mampu berkomunikasi, komunikasi tertutup (non verbal), gagap, riwayat kerusakan yang mempunyai fungsi bicara, misalnya trauma kepala dan berdampak kerusakan pada area broca dan area wernich. c)



Moral:



Riwayat tinggal



di lingkungan yang dapat



mempengaruhi moral individu, misalnya keluarga broken home, ada konflik keluarga ataupun di masayarakat



d) Kepribadian: orang yang mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan yang tinggi dan menutup diri e)



Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan 



Orang tua otoriter, selalu membandingkan, yang mengambil jarak dengan anaknya, penilaian negatif yang terus menerus







Anak yang diasuh oleh orang tua yang suka cemas, terlalu melindungi, dingin dan tidak berperasaan







Penolakan atau tindak kekerasan dalam rentang hidup klien







Konflik orang tua, disfungsi sistem keluarga







Kematian orang terdekat, adanya perceraian







Takut penolakan sekunder akibat obesitas, penyakit terminal, sangat miskin dan pengangguran, putus sekolah.







Riwayat ketidakpuasan yang berhubungan dengan penyalahgunaan obat, perilaku yang tidak matang, pikiran delusi, penyalahgunaan alkhohol







Konsep diri: Ideal diri yang tidak realistis, harga diri rendah, identitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri negatif







Motivasi: adanya riwayat kegagalan dan kurangnya pernghargaan







Pertahanan psikologis, ambang toleransi terhadap stres yang



rendah,



riwayat



gangguan



perkembangan



sebelumnya 



Self kontrol: tidak mampu melawan terhadap dorongan untuk menyendiri



3) Sosialbudaya



a)



Usia



: Ada riwayat tugas perkembangan yang tidak



selesai b) Gender : Riwaya ketidakjelasan identitas dan kegagalan peran gender c)



Pendidikan



: Pendidikan yang rendah dan riwayat putus



sekolah atau gagal sekolah d) Pendapatan



: Penghasilan rendah



e)



Pekerjaan : stressfull dan berisiko tinggi



f)



Status sosial



:



Tuna



wisma,



kehidupan



terisolasi



(kehilangan kontak sosial, misalnya pada lansia) b.



Faktor Presipitasi 1) Nature a)



Biologi 



Dalam enam bulan terakhir mengalami penyakit infeksi otak



(enchepalitis)



atau



trauma



kepala



yang



mengakibatkan lesi daerah frontal, temporal dan limbic sehingga terjadi ketidakseimbangann dopamin dan serotonin neurotransmitter. 



Dalam enam bulan terakhir terjadi gangguan nutrisi ditandai dengan penurunan BB, rambut rontok, anoreksia, bulimia nervosa yang berdampak pada pemenuhan glukosa di otak yang dapat mempengaruhi fisiologi otak terutama bagian fungsi kognitif







Sensitivitas biologi: putus obat atau mengalami obesitas, kecacatan fisik, kanker dan pengobatannya yang dapat menyebabkan perubahan penampilan fisik







Paparan terhadap racun, misalnya CO dan asbestosos yang dapat mempengaruhi metabolisme di otak sehingga mempengaruhi fisiologis otak.



b) Psikologis







Dalam enam bulan terakhir terjadi trauma atau kerusakan struktur di lobus frontal dan terjadi suplay oksigen



dan



mempengaruhi



glukosa



terganggu



kemampuan



dalam



sehingga memahami



informasi atau mengalami gangguan persepsi dan kognitif 



Keterampilan verbal, tidak mampu komunikasi, gagap, mengalami kerusakan yang mempengaruhi fungsi bicara







Dalam enam bulan terakhir tinggal di lingkungan yang dapat mempengaruhi moral: lingkungan keluarga yang broken home, konflik atau tinggal dalam lingkungan dengan perilaku sosial yang tidak diharapkan







Konsep diri



: Harga diri rendah, perubahan



penampilan fisik, ideal diri tidak realistik, gangguan pelaksanaan peran (konflik peran, peran ganda, ketidakmampuan menjalankan peran, tuntutan peran tidak sesuai dengan usia) 



Self kontro



: Tidak mampu melawan dorongan



untuk menyendiri dan ketidakmampuan mempercayai orang lain 



Motivasi



: Tidak mempunyai motivasi untuk



melakukan aktivitas 



Kepribadian: mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan yang tinggi sampai panik, menutup diri



c)



Sosial budaya 



Usia



:



Dalam



enam



bulan



terakhir



alami



ketidaksesuaian tugas perkembangan dengan usia, atau terjadi



perlambatan



dalam



penyelesaian



tugas



perkembangan atau regresi ketahap perkembangan sebelumnya.







Gender



: Enam bulan terakhir alami ketidakjelasan



identitas dan kegagalan peran gender (model peran negatif). 



Pendidikan



:



Dalam



enam



bulan



terakhir



mengalami putus sekolah dan gagal sekolah. 



Pekerjaan



: Pekerjaan stressfull dan beresiko



atau tidak bekerja (PHK) e) Pendapatan: penghasilan rendah



atau



dalam



enam



bulan



terakhir



tidak



mempunyai pendapatan atau terjadi perubahan status kesejahteraan 



Status sosial



: Tuna wisma dan kehidupan isolasi,



tidak mempunyai sistem pendukung dan menarik diri g) Agama dan keyakinan: tidak bisa menjalankan aktivitas keagamaan secara rutin. Terdapat nilai-nilai sosial di masyarakat yang tidak diharapkan 



Kegagalan dalam berpolitik



:



Kegagalan



dalam



berpolitik. d) Time 



Waktu terjadinya stressor pada waktu yang tidak tepat







Stressor terjadi secara tiba-tiba atau bisa juga secara bertahap







Stressor terjadi berulang kali dan antara satu stressor dengan stressor yang lain saling berdekatan



e)



c.



Number 



Sumber stress lebih dari satu (banyak).







Stress dirasakan sebagai masalah yang berat



Penilaian Terhadap Stressor 1) Kognitif a)



Mengatakan



penolakan



atau



tidak



membersihkan tubuh atau bagian tubuh



mampu



untuk



b) Mengatakan malas melakukan perawatan diri c)



Kurang konsentrasi saat melakukan aktivitas



d) Bingung e)



Kerusakan/gangguan perhatian



f)



Kesadaran menurun



g) Tidak bersedia melakukan defekasi dan urinasi tanpa bantuan 2) Afektif a)



Merasa malu, marah dan perasaan bersalah



b) Merasa tidak punya harapan c)



Merasa frustasi



3) Fisiologis a)Ketidakseimbangan neurotransmitter dopamin dan serotonin b)Peningkatan efinefrin dan non efinefrin c)Peningkaan denyut nadi, TD, pernafasan jika terjadi kecemasan d)Gangguan tidur e)Kelemahan otot, kekakuan sendi f)Adanya kecacatan g)Badan kotor, bau, tidak rapi 4) Perilaku a)



Menggaruk badan



b) Banyak diam c)



Kadang gelisah



d) Hambatan kemampuan atau kurang minat dalam memilih pakaian yang tepat untuk dikenakan e)



Tidak mampu melakukan defekasi atau urinasi pada tempat yang tepat



5) Sosial a)



Menarik diri dari hubungan sosial



b) Kadang menghindari kontak/aktivitas sosial



d.



Sumber Koping 1) Personal ability a)



Tidak komunikatif dan cenderung menarik diri



b) Kesehatan umum klien, terdapat kecacatan,atau kelemahan otot c)



Ketidakmampuan mengambil keputusan dan memecahkan masalah



d) Kemampuan



berhubungan



dengan



orang



lain



tidak



adekuatPengetahuan tentang masalah perawatan diri e)



Kurang mampu melakukan perawatan diri



f)



Integritas ego yang tidak adekuat



2) Sosial Support a)



Tidak adanya orang terdekat yang mendukung keluarga, teman, kelompok



b) Hubungan antara individu, keluarga dan masyarakat tidak adekuat c)



Kurang terlibat dalam organisasi sosial



d) Adanya konflik nilai budaya 3) Material Asset a)



Penghasilan individu atau keluarga yang tidak mencukupi



b) Sulit mendapatkan pelayanan kesehatan c)



Tidak memiliki pekerjaan



d) Tidak punya uang untuk berobat, tidak ada tabungan e)



Tidak memiliki kekayaan dalam bentuk barang berharga



4) Positif Belief a)



Tidak memiliki keyakinan dan nilai positif terhadap kesehatan.



b) Tidak memilki motivasi untuk sembuh. c)



Penilaian negatif tentang pelayanan kesehatan



d) Tidak menganggap apa yang dialami merupakan sebuah masalah



5) Mekanisme Koping a)



Konstruktif:



Negosiasi,



kompromi,



meminta



saran,



perbandingan yang positif, penggantian reward, dan antisipasi b) Destruktif: Regresi, proyeksi, supresi, Withdrawl, isolasi, represi, kompensasi, displacement 7.



Diagnosa Keperawatan



8.



Pohon Masalah



: Defisit Perawatan Diri



Gangguan Pemeliharaan Kesehatan



Defisit Perawatan Diri



Isolasi Sosial 9.



Tindakan Keperawatan a.



Tindakan Keperawatan Untuk Klien 1) Tujuan a) Klien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri b) Klien mampu melakukan berhias secara baik c) Klien mampu melakukan makan dengan baik d) Klien mampu melakukan eliminasi secara mandiri 2) Tindakan a) Melatih klien cara perawatan kebersihan diri dengan cara : 



Menjelaskan pentingnya menjaga kebersihan diri







Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri.







Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri







Melatih klien mempraktikkan cara menjaga kebersihan diri



b) Membantu klien latihan berhias : 



Latihan berhias bagi pria harus dibedakan dengan wanita. Pada klien lakilaki, latihan meliputi latihan berpakaian, menyisir rambut, dan bercukur, sedangkan pada



klien



perempuan



larihan



meliputi



latihan



berpakaian. Menyisir rambut dan berhias/berdandan c)



Melatih klien makan secara mandiri dengan cara 



Menjelaskan cara mempersiapkan makan







Menjealsakan cara makan yang tertib







Menjelaskan cara merapikan peralatan makan setelah makan







Mempraktikkan cara makan yang baik



d) Mengajarkan klien melakukan BAB/BAK secara mandiri dengan cara : 



Menjelaskan tempat BAK/BAB yang sesuai







Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAK dan BAB







Menjelaskan cara membersihkan tempat BAK dan BAB



b.



Tindakan Keperawatan Untuk Keluarga 1) Tujuan



: Keluarga mampu merawat klien yang mengalami



masalah defisit perawatan diri 2) Tindakan



: Untuk memantau kemampuan klien dalam



melakjukan cara perawatan diri yang baik, perawat harus melakukan tindakan agar keluarga dapat meneruskan melatih dan mendukung klien sehingga kemampuan klien dalam perawatan diri meningkat. Tindakan yang dapat perawat lakukan adalah sebagai berikut : a)



Diskusikan dengan keluarga tentang masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat klien



b) Jelaskan pentingnya perawatan diri untuk mengurangi stigma c)



Diskusikan dengan keluarga tentang fasilitas kebersihan diri yang dibutuhkan oleh klien untuk menjaga perawatan diri klien



d) Anjurkan keluarga untuk terlibat dalam merawat diri klien dan membantu mengingatkan klien dalam merawat diri sesuai jadwal yang disepakati e)



Anjurkan



keluarga



untuk



memberikan



pujian



atas



keberhasilan klien dalam perawatan diri f)



Bantu keluarga melatih cara merawat klien dengan defisit perawatan diri



BAB III



TINJAUAN KASUS



Tn.J 34 tahun, klien datang diantar ke RS oleh Dinas Sosial pada tanggal 20 maret 2020 dengan keluhan pasien pendiam, terlihat depresi, tidak berpakaian, badan bau dan kurang rapi. Selain itu, Dinas Sosial juga mengatakan klien selalu ditemukan berdiam diri di salah satu parkiran pasar dan tidak bersosialisasi baik dengan orang yang berada di sekitarnya. Riwayat penyakit sekarang pasien sulit untuk merawat dirinya, sulit berpakaian, depresi dan susah untuk bersosialisasi. Dari hasil pemeriksaan tanda vital didapatkan TD = 120/80 mmHg,N = 70 x/mnt,S = 37, 2 °C danRR = 18 x/mnt.Berat badan 80 kg, tinggi badan 170 cm. A. Pengkajian Keperawatan Kesehatan Jiwa Ruang Rawat



: Anggrek



Tanggal Dirawat : 20 Maret 2020 I. Identitas Pasien 1) Identitas pasien Nama



: Tn. J



Umur



: 34th



Agama



: Islam



DX. Medis           



: Defisit Perawatan Diri



Tanggal pengkajian



: 23 maret 2020



No .MR



: 02932X



II. Alasan Masuk Dinas Sosial menemukan pasien berdiam diri di salah satu parkiran pasar mengatakan pasien pendiam, terlihat depresi, tidak berpakaian, tidak mau dan tercium bau yang kurang sedap dari badannya. III. Faktor Predisposisi 1) Riwayat Penyakit Sekarang



Pasien sulit untuk merawat dirinya, sulit berpakaian, depresi dan susah untuk bersosialisasi. 2) Riwayat penyakit dahulu



:-



3) Riwayat penyakit keluarga



:-



IV. Fisik 1) Tanda - tanda vital : TD = 120/80 mmHg, N = 70 x/mnt, S = 37, 2 °C dan RR = 18 x/mnt. Berat badan 80 kg, tinggi badan 170 cm 2) Pemeriksaan Fisik Kepala, leher



:



 Kepala : rambut pasien kusam, acak-acakan dan kusut, berwarna hitam, pada saat dipalpasi tidak terdapat benjolan dan nyeri tekan pada kepala.  Leher : tidak terdapat pembesaran vena jugularis, tidak terdapat nyeri tekan. Mata



:



Bentuk mata simetris, penglihatan baik, tidak memakai alat bantu penglihatan. Telinga



:



Bentuk simetris, pendengaran baik dibuktikan Tn. J dapat menjawab pertanyaan perawat, telinga kotor Hidung



:



Hidung Tn. J simetris, fungsi penciuman baik, tidak terdapat polip. Mulut



:



Bibir Tn. J simetris, gigi Tn. J kotor, mukosa bibir kering, kotor dan mulut bau. Integumen



:



Warna kulit sawo matang, kulit tampak kering dan terlihat kotor, turgor kulit kering Dada



:







: Simetris, tidak ada kelainan bentuk, tidak ada sesak



Dada nafas







Abdomen



: Tidak ada nyeri tekan pada Abdomen, tidak asietas,



tidak ada luka memar. 



Ekstremitas: -



Ektremitas atas



: Tangan kanan terpasang infus,



-



Ekstremitas bawah : kedua kaki nyeri, kaki terasa nyeri untuk berjalan, terdapat luka di kaki kiri pasien.







Genetalia



: Bersih tidak ada kelainan dibuktikan tidak terpasang



kateter V. Psikososial 1) Pola istirahat dan tidur 



Sebelum masuk RS : Saat ditemukan oleh petugas Dinas Sosial petugas menanyakan pada warga pasar setempat, bahwa pasien saat malam hari sering berkeliling di daerah pasar hingga menjelang subuh hari.







Setelah masuk RS : Kualitas tidur pasien terganggu karena sulit merawat diri, pasien di RS tidur sekitar 2 jam pada siang hari dari jam 13.00 WIB – 15.00 WIB  dan 5 jam pada malam hari dari jam 24.00 WIB – 05.00 WIB.



2) Pola Persepsi dan Kognitif Pendengeran dan penglihatan pasien tidak mengalami gangguan, pasien masih bisa mendengar dan melihat dengan jelas, pasien kurang mampu berkomunikasi dengan lancar. 3) Pola persepsi dan konsep diri Klien tidak mengalami gangguan persepsi sensori ilusi dan halusinasi, baik itu halusinasi pendengaran, penglihatan, perabaan, pengecapan, dan penghidu.



4) Pola Peran dan Hubungan



:-



5) Pola reproduksi dan seksual



:-



6) Pola Kooping Terhadap Strees



:-



7) Pola Tata Nilai dan Kepercayaan Pasien mengatkan bahwa ia muslim. VI. Status Mental 1) Penampilan Penampilan klien kurang rapi, pakaian kotor dan jarang mandi 2) Pembicaraan Klien berbicara dengan nada yang pelan dan lambat, jelas dan mudah dimengerti. Namun klien tidak mampu untuk memulai pembicaraan kepada orang lain. 3) Aktivitas motoric Klien tampak lesu, malas beraktivitas, klien lebih sering berdiam diri dan sering menghabiskan waktunya ditempat tidur. 4) Afek dan Emosi  Afek klien tumpul, berespon apabila di berikan stimulus yang kuat.  Emosi klien stabil. Pasien mengatakan saat ini sedih karna tidak pernah lagi dijenguk keluarganya. 5) Interaksi selama wawancara Selama wawancara kontak mata klien baik, pasien tampak ragu dalam menjawab pertanyaan perawat sehingga perawat harus mengulangi beberapa pertanyaan kepada klien, tingkat konsentrasi klien baik, ditandai dengan ketika wawancara, klien terfokus kepada perawat. Selain itu klien tidak memiliki keinginan untuk berinteraksi kecuali perawat yang memulai. 6) Alam perasaan Klien mengatakan merasa sedih karena rindu dengan keluarga, klien juga mengatakan merasa sedih dan marah karena gagal menikah. 7) Tingkat kesadaran



Tingkat kesadaran klien bingung. klien mengalami gangguan orientasi tempat, terbukti dengan klien mengatakan bahwa dirinya berada di rumah sakit. Orientasi waktu klien baik di buktikan dengan klien mengetahui hari dan tanggal. 8) Memori Klien mengalami gangguan daya ingat jangka panjang, namun klien mengalami gangguan mengingat jangka pendek dan saat ini. Dibuktikan dengan klien masih ingat ketika dibawa ke rumah sakit dan nama perawat yang setiap hari merawatnya. 9) Tingkat konsentrasi dan berhitung Klien mampu untuk berkonsentrasi penuh, klien mampu berhitung sederhana dibuktikan dengan klien dapat menyebutkan perhitungan dari 1-10 dan sebaliknya dari 10-1. 10) Kemampuan penilaian Klien tidak ada masalah pada kemampuan penilaian, terbukti dengan pada saat diberi pilihan mau makan setelah mandi atau mandi setelah makan, klien memilih makan setelah mandi. 11) Daya tilik diri Klien mengatakan ia tidak tahu sedang sakit apa, ia bertanya-tanya mengapa saya diberi obat yang efek sampingnya membuat saya mengantuk dan lemah. VII. Kebutuhan Persiapan Pulang 1) Makan Klien mengatakan setiap kali makan mencuci tangan dan makan sendiri



tanpa



bantuan



orang



lain.Klien



mengatakan



sering



menghabiskan porsi makanan yang disediakan Masalah Keperawatan : Tidak Ditemukan 2) BAB/BAK Klien mengatakan BAB & BAK di kamar mandi dan klien menyiramnya Masalah Keperawatan : Tidak Ditemukan



3) Mandi Klien mengatakan dalam sehari mandi 2 kali dengan menggunakan alat mandi yang benar, namun klien jarang sikat gigi, sehingga giginya tampak kotor dan klien tidak mencuci rambut dan sabunan. Masalah keperawatan : Defisit Perawatan Diri :Mandi 4) Berpakaian dan berhias Klien tidak nampak berhias diruangan, klien mengganti pakaian sehari satu kali dan menggantinya sendiri. Rambut tidak tertata rapi. Masalah keperawatan : Defisit Perawatan Diri : Berhias 5) Istirahat dan tidur Klien mengatakan jadwal tidur siang dan malam tidak menentu, tapi biasanya : Tidur Siang   : 13.00-15.00 Tidur Malam : 19.30-04.00 Masalah  keperawatan : tidak ditemukan 6) Penggunaan obat Klien  minum obat secara mandiri, klien minum obat secara teratur dengan dosis yang benar. Klien tidak tahu jenis dan manfaat obat yang diminum. Masalah keperawatan : kurang pengetahuan 7) Pemeliharaan kesehatan Klien mengatakan apabila sakit klien berobat ke puskesmas. Bila menurut klien sakitnya biasa saja, klien tidak pergi ke dokter (seperti masuk angin, dll). Dan saat ini klien mengatakan rutin minum obat dan obat yang diminum sesuai dengan yang diberikan oleh perawat. Masalah keperawatan : tidak ditemukan VIII. Mekanisme Koping Klien mengatakan apabila memiliki masalah lebih baik menghindar dari malasah tersebut. IX. Kurang Pengetahuan



Klien mengatakan ia tidak tahu ia sakit apa, dan ia juga bingung mengapa ia diberi obat yang efek sampingnya akan membuat ia menjadi mengantuk dan lemah. B.



Analisa Data Analisa data



1 DS: .  Klien mengatakan malas untuk mandi, DO:.  Keadaan pasien tampak bau  Klien tampak rambut acakacakan  Kulit kotor, tampak malas untuk menyisir rambut dan sulit ganti pakaian 2 DS .  Mengatakan tidak mau mandi, tidak mau ganti baju DO  Apatis, ekspresi sedih, selalu menyendiri, komunikasi kurang 3 DS : .  Klien mengatakan bingung dalam memulai pembicaraankarena menurut klien tidak ada bahan pembicaraan untuk berinteraksi DO :  Klien lebih banyak berdiam diri dan sering menghabiskan waktunya ditempat tidur.  Kontak mata kurang  Klien sering menyendiri  Afek tumpul (hanya mampu tertawa saat ada simuluus perawat tertawa C. Daftar Masalah



Masalah keperawatan Defisit perawatan diri



Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri



1. Defisit perawatan diri 2. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri 3. Isolasi sosial



Isolasi Sosial



D. Pohon Masalah Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri



Defisit Perawatan Diri: mandi, berdandan



Isolasi Sosial : Menarik Diri E. Intervensi Keperawatan Dx. Kep. Defisit Perawatan Diri



Tujuan TUM: Klien mampu melakukan perawatan diri: higiene.   TUK I : -     Klien dapat menyebutkan pengertian dan tandatanda kebersihan diri -     Klien dapat mengetahui pentingnya kebersihan diri -     Klien dapat mengetahui bagaimana cara menjaga kebersihan diri.



Kriteria Evaluasi Klien mampu menjaga kebersihan diri secara mandiri Klien mampu  menyeb ut-kan pengertian dan tanda-tanda kebersihan diri Klien dapat mengetahui pentingnya kebersihan diri



Tindakan Kep.



Rasional



SP I : 1. Identifikasi masalah pera-watan diri: kebersihan diri, berdandan, makan/minu m, BAK/BAB 2.  Jelaskan pentingnya kebersi-han diri 3. Jelaskan cara dan alat kebersihan diri 4. Latih cara menjaga kebersihan diri: mandi dan ganti pakaian, sikat gigi, cuci rambut, potong kuku 5. Masukan



1. Mengetahui permasalahan yang terjadi pada diri klien 2.  Agar klien tahu pentingnya kebersihan diri 3. Memberitahu klien bagaimana cara perawatan diri dan alat yang digunakannya 4. Agar klien bisa melakukan kebersihan diri secara mandiri



pada jadwal kegiatan untuk latihan mandi, sikat gigi (2x sehari), cuci rambut (2x perminggu), potong kuku (1x perminggu). TUK II : Klien Klien mampu SP II : dapat berdandan mengganti baju 1. Evaluasi secara mandiri secara rutin, kegiatan menyisir rambut kebersi-han dan memotong diri. Beri kuku. pujian. 2. Jelaskan cara dan alat untuk berdandan 3.  Latih cara berdandan setelah kebersihan diri: sisiran, rias muka untuk perempuan; sisiran, cukuran untuk pria. 4. Masukan pada jadwal kegiatan untuk kebersihan diri dan berdandan.



F. Implementasi Dan Evaluasi



1. Untuk mengetahui kemajuan klien dalam merawat diri dan sebagai respon positif terhadap tindakan klien 2. Memberitahu klien bagaimana cara berdandan dan alat yang digunakannya 3. Agar klien bisa berdandan secara mandiri 4.  Agar klien terbiasa dengan kegiatan yang telah diajarkan



SP I :                    IMPLEMENTASI DATA :



EVALUASI S    : Saat ditanya,



-    Klien mengatakan malas untuk mandi



mengatakan



dan berdandan, merasa lebih nyaman



menjaga



kebersihan dirinya.



dengan kondisi seperti ini ( tidak mau



O   : 



mandi).



-



-    Bila diminta mandi klien marahmarah, klien tampak rambut acak-



akan



klien



Penampilan klien terlihat lebih rapi



-



Klien menjawab pertanyaan



acakan dan banyak kutu, kuku panjang



perawat tentang cara menjaga



dan hitam, kulit kotor, tampak malas



kebersihan.



untuk menyisir rambut dan ganti A   : Defisit perawatan diri belum pakaian harus disuruh petugas



teratasi



DIAGNOSA :



P    :  Anjurkan



Defisit perawatan diri



menjaga kebersihan dirinya



THERAPHY : 1. Mengidentifikasi



masalah



perawatan diri: kebersihan diri, berdandan,



makan/minum,



BAK/BAB. 2. Menjelaskan pentingnya kebersihan diri. 3. Membantu pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan. 4. Menjelaskan



cara



menjaga



kebersihan. 5. Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian. RTL : 1. Bantu klien cara membersihkan dirinya



klien



untuk



2. Ajarkan cara berdandan pada diri klien



SP II:             IMPLEMENTASI



EVALUASI S    : klien mengatakan mau mandi



DATA : -    Mengatakan



tidak



mau  mandi, dan sikat gigi



tidak mau sikat gigi, tidak menyisir O   :  rambut, tidak mau ganti baju, tidak mau memotong kuku. -    Rambut



klien



dan  tampak



         -   Rambut klien terlihat rapi, dan



terlihat



panjang



acak-acakan,



tidak kotor



kuku A   : Gangguan berdandan pada diri



klien panjang dan kotor.



klien (-)



DIAGNOSA :



P    : 



Defisit perawatan diri



-



THERAPHY : 1. Mengevaluasi



-   Klien tampak lebih bersih



Menganjurkan klien untuk memasukkan dalam jadwal



jadwal



kegiatan



harian klien 2. Menjelaskan cara berdandan 3. Membantu klien mempraktekkan cara berdandan 4. Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian RTL : 1. Ajarkan klien bagaiman cara memenuhi kebutuhan makan minum yang baik



harian      -   Berikan reinforcement atas usaha lakukan



yang



klien



BAB IV



PENUTUP



A. Kesimpulan Gelandangan psikotik adalah seseorang yang hidup mengembara, tidak memiliki tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap dan memiliki gangguan kejiwaan mengalamidelusi dan halusinasi. Gangguan psikotik tersendiri memilki berbagai macam pennyebab bukan hanya di sebabkan oleh kekurangan dari internal individunya itu sendiri namun dapat juga disebabkan dari faktor eksternal seperti faktor ekonomi, pengagguran,



hidup



di



lingkungan



jauh



dari



kata



aman,



adanya



ketidakberhasilan memenuhi peran-peran sosial, pola asuh yang tidak benar, perjalanan hidup yang menyebabkan trauma, pengguna obat-obatan terlarang. Perilaku manusia baik yang normal maupun yang tidak normal sangat di pengaruhi oleh faktor individu dan lingkungannya. Gelandangan psikotik merupakan suatu permasalahan yang tiada henti, untuk pitu lah peran pemerintah untuk melakukan pembinaan gelandangan psikotik yang merupakan bagian dari penanganan, karena baik pembinaan dan penanganan merupakan sama- sama perbuatan, cara dan proses dalam menangani gelandangan psikotik itu sendiri. Gelandangan psikotik ini sendiri merupakan gelandangan yang tidak memilki akal sehat sehingga penanganan gelandangan psikotik bersifat rehabilitasi, dan lebih mengarah pada medis. Untuk keperawatan sendiri, perawat dapat melakukan perannya terhadap klien gelandang psikotik ini dengan pemberian strategi pelaksana latihan sesuai dengan kasus pada yang derita oleh pasien gelandangan psikotik ini.



I.



Saran Untuk dapat meningkatkan pembinaan dan penanganan gelandangan psikotik dapat menggunakan SWOT, SWOT adalah metode perencanaan strategis yang di gunakan untuk mengevaluasi kekuatan (Strengths), kelemahan (Weaknesses), peluang (Opportunities) dan ancaman (Treats) dari analisis tersebut diatas akan menghasilkan 4 macam strategi yaitu S-O, S-T, W-O dan W-T : 1. Strategi S-O a.



Peningkatan pelayanan Balai melalui kerjasama berbagai sektor (swasta maupun dinas lain)



b.



eningkatan peran masing-masing stakeholder (dinas, balia, rumah sakit, Satuan Polisi Pamong Praja)



2. Strategi S-T a. Peningkatan arus koordinasi antara berbagai stakeholder b. Peningkatan keasadaran dan peran serta masyarakat oleh dinas sosial dalam mengubah pandangan mereka terhadap gelandangan psikotik 3. Strategi W-O a. Peningkatan kuantitas SDM di Camp Assessment dan Balai Rehabilitasi b. Peningkatan kerjasama antar bebrbagai sector usaha untuk mengatasi minimnya dana 4. Strategi W-T Peningkatan peran Balai rehabilitasi melalui peningkatan pemberian keterampilan kepada gelandangan psikotik. (Intan, dkk, 2012)



Daftar Pustaka



Andini Hening Safitri; Ida Widianingsih; Mas Halimah. 2017. KOORDINASI DALAM



PENANGANAN



GELANDANGAN



BANDUNG . JURNAL ADMINISTRASI



PIKOTIK



DI



KOTA



NEGARA. Volume 2. No. 1,



Agustus. ISSN: 2086-1338. Halaman: 10. Program Studi Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran Bandung, Indonesia Andini, dkk, 2017, Koordinasi Dalam Penanganan gelandangan Psikotik di Kota Bandung, Vol 2, No 1, ISSN: 2086-1338 hal 12-14 Fifi Hidayatin Nurfauziah. 2019. Peran Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Pembinaan Dan Penanggulangan Gelandangan Psikotik Menurut DIY No. 1 Tahun 2014. Program Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Naskah Publikasi. Online. Di akses pada tanggal 10 Februari 2020 Hawari,. 2007. Pengaruh Penerapan Asuhan Keperawatan Pada Klien Halusinasi terhadap Kemampuan Mengontrol Halusinasi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Intan, dkk, 2012, Strategi Penanganan Gelandangan di Kota Semarang, Journal of Public Policy and Management ReviewVol.1, No. 1 Maramis, Willy F., dan Maramis, Albert A. 2005. Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 9.Surabaya: Airlangga University Press. Parsudi Suparlan, 2005, Manusia, Kebudayaan dan Lingkungannya, Jakarta: Raja Grafindo Persada, hlm 179



Pelatihan askep jiwa.2014. Rumah Sakit Jiwa dr. Arif Zainuddin. Solo. Surakarta. Jawa Tengah. Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta No 36 Tahun 2017 Tentang standar Oprasional Prosedur Penanganan Gelandangan dan Pengemis Pasal 5 Perda Daerah Istimewa Yogyakarta No 1 Tahun 2014 Tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis, Pasal 1angka (2) Perda DIY No 1 Tahun 2014 Op.cit penjelasan Pasal 9