FTSS Pelepasan Obat [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MEKANISME PELEPASAN OBAT



Dewi Ekowati



Pendahuluan ▪ Biofarmasetika : mempelajari hubungan antara sifat fisikokimia obat, bentuk sediaan pemberian obat, dan rute pemberian terhadap laju dan jumlah absorbsi sistemik obat ▪ Biofarmasetika : ilmu yang mempelajari hubungan sifat fisikokimia formulasi obat terhadap bioavailabilitas obat. ▪ Bioavailabilitas menyatakan kecepatan dan jumlah obat aktif yang mencapai sirkulasi sistemik.



Absorbsi Obat 1. Intravaskuler : obat langsung masuk ke sirkulasi sistemik dan didistribusikan ke seluruh tubuh. ▪ Obat tidak melewati fase absorbsi ▪ Konsentrasi obat dalam plasma/darah ditentukan → kecepatan biotransformasi & kecepatan ekskresi atau eliminasi



2. Ekstravaskuler : obat harus diabsorpsi dahulu sebelum masuk ke peredaran sistemik. ▪ Syarat absorbs obat harus terlepas dari bentuk sediaan dan tergantung bukan hanya pada factor fisikokima obat, factor lingkungan bagian tubuh tempat obat diabsorbsi, factor teknik pembuatan.



Proses absorbsi sistemik 1. Disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat; 2. Pelarutan obat; 3. Absorpsi melewati membran sel menuju sirkulasi sistemik.



▪ Di dalam proses disintegrasi obat, pelarutan dan absorpsi, kecepatan obat mencapai sistem sirkulasi ditentukan oleh tahapan yang paling lambat dalam rangkaian tersebut.



Fase Biofarmasetik 1. Disintegrasi 2. Liberasi (pelepasan) ▪ Proses pelepasan zat aktif dari sediaannya cukup rumit dan tergantung pada jalur pemberian dan bentuk sediaan, serta dapat terjadi secara cepat dan lengkap. ▪ Pelepasan zat aktif di pengaruhi oleh keadaan lingkungan biologis mekanis pada tempat pemasukan obat,



3. Disolusi ▪ Setelah terjadi pelepasan → pelarutan zat aktif yang terjadi secara progresif, yaitu pembentukan dispersi molekuler dalam air. ▪ Disolusi merupakan keharusan agar selanjutnya terjadi penyerapan. ▪ Disolusi juga ditetapkan pada obat yang dibuat dalam bentuk larutan zat aktif dalam minyak tetapi yang terjadi disini adalah proses ekstraksi (penyarian). ▪ Pemberian sediaan larutan tidak selalu dapat mengakibatkan penyerapan segera. ▪ Laju pelarutan adalah jumlah obat yang terlarut per satuan luas per waktu (misal g/cm2.menit)



4. Absorpsi ▪ Penyerapan zat aktif tergantung pada berbagai parameter terutama sifat fisiko-kimia molekul obat. ▪ Proses penyerapan zat aktif terjadi apabila sebelumnya sudah dibebaskan dari sediaan dan sudah melarut dalam cairan biologi setempat. ▪ Tahap pelepasan dan pelarutan zat aktif merupakan tahap penentu pada proses penyerapan zat aktif baik dalam hal jumlah yang diserap maupun jumlah penyerapannya.



Faktor yang mempengaruhi bioavailabilitas ▪ Faktor Fisikokimia ▪ Faktor Fisiologi ▪ Faktor Formulasi



Faktor Fisikokimia ▪ Laju Disolusi ▪ Koefisien Partisi dan Kelarutan dalam lemak ▪ Interaksi obat (zat aktif) dan bahan tambahan dalam sediaan



Faktor Fisiologi TERUTAMA DALAM ABSORBSI OBAT ▪ Aliran darah dari bagian tubuh / area ynag diinjeksikan → kecepatan absorbsi ▪ Pengaruh obat suatu yang dapat mempengaruhi obat lain (interaksi obat) ▪ contoh: obat yang menyebabkan vasokontriksi / vasodilatas ▪ Gerakan ▪ Tempat injeksi (terutama i.m)



Faktor Formulasi ▪ INTRA VENA ▪ IM, SC ▪ Aqueous Solution ▪ Aqueous Suspension ▪ Oleaginous Solution ▪ Oleaginous suspention



Faktor formula yg mempengaruhi pelepasan obat Sec Parentral 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.



Kelarutan obat dalam pembawa/pelarut Ukuran partikel dan sifat kristal pH formula pKa obat Lipofil/hidrofil Koefisien partisi obat dalam pembawa dan jaringan Kelarutan obat dalam cairan biologi di tempat injeksi 8. Interaksi obat dengan bahan tambahan 9. Keadaan fisiologi di sekitar tempat injeksi (contohnya: aliran darah)



Kelarutan Obat & Vol Injeksi ▪ Pada pemberian secara intravena, obat-obat harus sepenuhnya dalam keadaan terlarut dalam pembawa dan lebih disukai pembawa yang digunakan adalah air ▪ Kelarutan obat dalam pembawa dan dosis akan menentukan volume injeksi intravena



▪ Obat yang kelarutannya rendah dapat diformulasikan dengan → co-solvent, surfaktan dan liposom ▪ Adanya penambahan bahan-bahan tsb → meningkatkan efek toksik dan volume injeksinya sehingga dapat digunakan larutan nanosuspensi, misalnya nanosupensi paklitaksel.



Karakteristik Pembawa • Karakteristik Pembawa injeksi dengan rute pemberian intravena dapat diformulasikan dengan menggunakan pelarut campur misalnya untuk formula injeksi mengandung dia(epam, digo)in dan fenitoin!, dengan catatan kecepatan pemberian infus harus tetap diperhatikan agar tidak terjadi pengendapan obat di lokasi pemberian. *mulsi lemak dapat juga diberikan secara intravena dengan catatan emulsinya harus berupa emulsi mikro!. Pembawa non air yang lebih kental dari air akan mempengaruhi kecepatan injeksi melalui jarum dan kecepatan absorpsi di lokasi injeks



Pengaruh Pembawa ▪ Larutan dalam air: penambahan makromolekul dapat memperlama waktu aksi zat aktif. Misalnya penambahan PVP pada injeksi insulin. Makromolekul akan meningkatkan viskositas cairan sehingga menghambat difusi obat dan menghambat metabolisme enzim proteolitik ▪ Suspensi larut air: aksi obat akan diperlambat karena adanya zat pengsuspensi, tergantung kepada besarnya obat. (100 μm). Zat pengsuspensi merupakan polimer larut air sehingga meningkatkan viskositas. ▪ Larutan dan suspensi dalam minyak: pelepasan zat aktif lebih lama dibandingkan dalam larutan air.



pH & osmolalitas lar injeksi ▪ Beberapa sediaan injeksi hiperosmotik atau hipertoni dibandingkan dengan cairan biologis dengan tujuan → untuk mencapai ketersediaan hayati yang diinginkan. ▪ Contoh injeksi hipertonis : golongan anestetik spinal dan golongan diuretik osmotik, dan obat tetes mata sulfasetamide. Produk nutrisi parenteral mengandung asam amino dan dekstrosa



Bentuk Sediaan Injeksi ▪ $idak boleh ada partikel sedikitpun pada sediaan yang diberikan secara intravena, atau rute parenteral lain yang obatnya langsung cairan biologis atau jaringan yang sensitif misal otak atau mata!, sehingga untuk rute-rute tersebut bentuk sediaannya harus berupa larutan sejati. ▪ Padatan steril sebelum digunakan harus dilarutkan dahulu dalam pembawa steril sebelum digunakan. Formulasi ini seringkali berhubungan dengan stabilitas bahan aktif obat dalam bventuk terlarut. "arena itu pelarutan bahan aktif obat dilakukan sesaat sebelum penyuntikan dilakukan



Komponen Formula ▪ Bahan aktif obat, ▪ Pembawa, ▪ pendapar, ▪ pengisotoni, ▪ antioksidan, ▪ surfaktan, ▪ chelating agents ▪ dan pengawet.



Intravena (i.v) ▪ Larutan dalam volume kecil (di bawah 5 ml) sebaiknya isotonis dan isohidris, sedangkan volume besar (infuse) harus isotonis dan isohidris. ▪ Tidak ada fase absorpsi, obat langsung masuk ke dalam vena, onset of action segera. ▪ Obat bekerja paling efisien, bioavilabilitas 100%



Subkutan & Intramuskular • Jaringan subkutan: jaringan yang berlapis yang terdiri dari serat kolagen, elastis yang mengandung elastin yang tersebar di dalam senyawa kental, terutama terdiri dari asam hialuronat. • Aliran darah debit rendah (1 mL/gr/menit). • Jaringan intramuskular: terbentuk dari otot bergaris yang mempunyai banyak vaskularisasi (setiap 20 mm3 terdiri dari 200 otot dan 700 kapiler darah). • Aliran darah tergantung dari posisi otot di tempat penyuntikkan.



▪ Absorpsi obat subkutan/intramuskular tergantung dari: ▪ Aliran darah ▪ Permeabilitas kapiler darah ▪ Kepadatan jaringan di daerah penyuntikkan ▪ Laju pelepasan zat aktif ▪ Mekanisme absorpsi: difusi pasif, filtrasi, dan pinositosis ▪ Adanya vasodilator dan vasokonstriktor



Kekurangan rute SK → kesulitan mengontrol kecepatan absorpsi dari deposit SK, terjadi komplikasi lokal (iritasi dan nyeri pada tempat injeksi) sehingga tempat injeksi harus bergantiganti untuk mencegah akumulasi obat yang tidak terabsorpsi karena dapat menyebabkan kerusakan jaringan. • IM ke dalam otot dapat membentuk depot obat di otot dan akan terjadi absoprsi secara perlahanlahan. • Kekurangan dari cara IM → nyeri di tempat injeksi, jumlah volume yang diinjeksikan terbatas yang bergantung pada masa otot yang tersedia , dapat terjadi komplikasi dan pembentukan hematoma serta abses pada tempat injeksi. •