Gangguan Psikologis Pengguna Napza [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

EFEK PSIKOLOGIS PENGGUNAAN NAPZA MAKALAH Diajukan sebagai salah satu tugas mata kuliah Psikologi Abnormal dengan Dosen Pengampu Devy Sekar Ayu Ningrum, M. Psi



Disusun oleh: Ahmad Dimyati Mawaridz



17010246



Dindin Kurniadin



17010221



Fikri Akbar Dinillah



17010182



Pipih Ratna Puri



17010149



Salma Nur Fauziah



17010172



Tira Tartila



17010208



PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS ILMU DAN PENDIDIKAN INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN SILIWANGI CIMAHI 2019



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang



Penggunaan Napza (zat psikotropika, narkotika dan zat adiksi) memang bukan hal yang tabu lagi untuk dibicarakan mengingat banyak sekali orang yang menggunakan zat tersebut untuk berbagai kebutuhan seperti relaksasi, spiritual, atau hanya untuk bersenang-senang saja. Beberapa zat yang terkandung dalam Napza memang dimiliki dan diproduksi oleh otak manusia seperti dopamine, endorphin, oksitosin, dan serotonin, maka manusia pun membutuhkan zat tersebut untuk di konsumsi. Banyak obat-obatan atau makanan yang mengandung zat-zat psikoaktif, tujuannya untuk merangsang zat-zat itu kerluar atau berfungsi. Zat-zat psikoaktif dan akdiktif ini dikenal di Indonesia sebagai narkoba yaitu zat-zat yang berasat dari tumbuhan atau sitetis yang dapat melemahkan kesadaran pengkonsumsinya. Di Indonesia, masih banyak masyarakat yang tidak tahu perbedaan antara narkotika, psikotropika, dan zat adiktif karena memang minimnya rasa ingin tahu terhadap zat tersebut. Hal ini disebabkan zat-zat tersebut merupakan barang yang terlalarang dan dapat mengakibatkan hukuman pidana karena diatur oleh UU. No. 35 Tahun 2009. Masyarakat menganggap mengetahui atau mencari informasi terkait hal tersebut akan dianggap sebagai tindakan kriminal. Dengan ketidak tahuan masyarakat tentang hal tersebut maka mereka menyatukan pseseorangngan terhadap zat-zat tersebut kepada golongan yang sama dan mempunyai efek yang sama yaitu memabukkan. Padahal tidak semua zat-zat tersebut berakibat buruk bagi tubuh mengingat tubuh pun memproduksi dan membutuhkan zat tersebut. Jika pola konsumsinya sesuai dengan dosis maka sangat minim menimbulkan efek negatif bagi tubuh. Bukan hanya minim terhadap pengetahuan tentang zat-zat tersebut, masyarakat Indonesia juga sebagian besar tidak mengetahui perbedaan antara kecanduan dan ketergantuan terhadap zat-zat diatas. Ditambah sangat sedikitnya informasi yang diberikan oleh pihat terkait untuk mengedukasi masyarakat. Kebanyakan informasi yang diberikan hanya menyoal penyalahgunaan, namun pembenargunaannya hamper sama sekali tidak pernah diinformasikan kepada masyarakat. Sehingga yang terjadi di lapangan masyarakat acuh terhadap isu tersebut.



Korban dari penyalahgunaan narkoba dan zat-zat terlarang di Indonesia masih banyak dikriminalisasi, padahal jika ditinjau dari pseseorangngan psikologi korban penyalahgunaan narkoba adalah orang yang sakit dan butuh perawatan, bukan butuh hukuman agar jera. Informasi yang tidak benarpun menjadikan paradigma masyarakat tetap negatif terhadap korban penyalahguna, mereka menganggap bahwa korban penyalahguna adalah sampah masyarakat yang tidak layak tinggal di daerahnya. Pdahal jika mengacu kepada UU. No. 35 tahun 2009 dan SEMA tentang penyalahgunaan narkoba bahwa para penyalahguna harusnya direhabilitasi. Dalam makalah ini kami akan membahas beberapa pengertian dan perbedaan antara kecanduan dan ketergantungan, jenis-jenis zat-zat psikotropika, narkotika, zat adiktif serta efek psikologis dari korban penyalahgunaan zat-zat tersebut.



B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan (Napza) narkotika, zat psikotropika, dan zat adiktif? 2. Apa perbedaan antara narkotika dan psikotropika? 3. Apa saja jenis-jenis narkotika, psikotropika, dan zat adiktif? 4. Apa perbedaan antara kecanduan dan ketergantungan? 5. Bagaimana efek psikologis pengguna Napza?



BAB II PEMBAHASAN



A.



Pengertian Napza Membahas Napza bukan hanya membahas satu pengertian saja, namun



beberapa pengertian. Napza atau yang sering dikenal dengan narkoba adalah suatu singkatan, yaitu Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif. 1. Narkotika Secara etimologi narkotika berasala dari bahasa inggiris yaitu narcotics yang berarti obat bius, yang artinya sama dengan narcosis dalam bahasa Yunani yang berarti menidurkan atau membiuskan. Sedangkan dalam kamus inggrisindonesia narkotika berarti bahan-bahan pembius, obat bius atau penenang (Sadly, 2000:390). Secara terminologis narkoba adalah obat yang dapat menenangkan syaraf, menghiangkan rasa sakit, menimbulkan rasa ngantuk atau merangsang



(Mulyono,



1998:609).



Soedjono



dalam



patologi



sosial



merumuskan defenisi narkotika sebagai bahan-bahan yang terutama mempunyai efek kerja pembiusan atau dapat menurunkan kesadaran (Soedjono, 1997:78). Sementara Smith Kline dan French Clinical memberi defenisi narkotika sebagai zat-zat yang dapaat mengakibatkan ketidaksadaran atau pembiusan dikarenakan zat-zat tersebut bekerja mempengaruhi susunan pusat saraf. Dalam defenisi narkotika ini sudah termasuk jenis candu seperti morpin, cocain, dan heroin atau zat-zat yang dibuat dari candu seperti (meripidin dan methodan) (Kline dan Clinical, 1969:91). Sedangkan Korp Reserce Narkoba mengatakan bahwa narkotika adalah zat yang dapat menimbulkan perubahan perasaan, susunan pengamatan atau penglihatan karena zat tersebut mempengaruhi susunan saraf (Korp Reserce Polri Direktorat Reserce Narkoba, 2000:2).



2. Psikotropika Psikotropika adalah suatu zat atau obat yang bisa berpengaruh pada pikiran dan sistem saraf penggunanya. Psikotropika ini bisa didapat secara alamiah maupun buatan manusia (sintetik) yang bersifat psikoaktif dan berpengaruh pada susunan saraf pusat sehingga akan menyebabkan perubahan pada aktivitas mental dan perilaku. Menurut Hari Sasangka, (2003: 63) Psikotropika adalah obat yang bekerja pada atau mempengaruhi fungsi psikis, kelakuan atau pengalaman. Jasa psikotropika sangat besar dalam kehidupan masa lalu, masa kini, dan masa depan. Tindak operasi yang dilakukan oleh dokter harus didahului dengan pembiusan menggunakan obat psikotropika. Orang yang mengalami stres dan gangguan jiwa juga diberi obat-obatan yang tergolong psikotropika oleh dokter agar dapat sembuh. Namun psikotropika di Indonesia digologkan atau dikategorikan sebagai Narkoba (Sasangka, 2003: 65). 3. Zat Adiktif Menurut WHO (World Health Organization), zat adiktif yaitu bahanbahan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan dalam jumlah yang sedikit. Tujuannya adalah untuk menambahkan cita rasa, warna, bentuk, tekstur serta mempertahankan lamanya penyimpanan. Serta menurut Peraturan Menteri



Kesehatan



RI



No.329/Menkes/PER/XII/76



yaitu bahan



yang



ditambahkan dan dicampurkan sewaktu pengolahan makanan untuk meningkatkan mutu serta kualitas makanan. Jadi dapat disimpulkan, zat aditif adalah zat yang ditambahkan pada makana saat pengolahan makanan untuk meningkatkan mutu makanan. Zat adiktif adalah istilah untuk zat-zat yang pemakaiannya dapat menimbulkan ketergantungan fisik yang kuat dan ketergantungan psikologis yang panjang. Bisa dibilang bahwa Zat adiktif adalah zat-zat kimia yang dapat menimbulkan kecanduan atau ketagihan (adiksi) pada pemakainya. Menurut Wikipedia pengertian Zat Adiktif adalah obat serta bahan-bahan aktif yang



apabila dikonsumsi oleh organisme hidup, maka dapat menyebabkan kerja biologi serta menimbulkan ketergantungan atau adiksi yang sulit dihentikan dan berefek ingin menggunakannya secara terus-menerus. Awalnya zat adiktif berasal dari bahan alami seperti tembakau, dan lain-lain. Namun seiring dengan perkembangan teknologi zat adiktif telah banyak berasal dari bahan kimia.



B.



Perbedaan antara Narkotika dan Psikotropika Narkotika, prikotropika, dan zat adiktif merupakan hal yang berbeda, meskipun



Narkotika dan Psiotropika termasuk zat adiktif, namun tentunya mempunyai efek dan kegunaan yang berbeda pula. Narkotika adalah zat yang biasanya sintetis, bukan tanaman secara utuh (semi sintetis) dan digunakan untuk obat bius sebelum operasi medis dilakukan (Soedjono, 1997:78). Adapun Psikotropika yaitu obat-obatan yang digunakan untuk dokter dikhususkan untuk pasien yang mengalami gangguan psikologi. Psikoterapi biasanya digunakan untuk obat penenang. Sedangkan zat adiktif merupakan zat yang biasa digunakan dalam beberapa bahan makanan, minuman obat dan rokok, salah satu zat adiktif ialah kafein dan nikotin. Narkotika biasanya berifat stimulan, depresan atau halusinogen, namun psikotropika biasanya hanya bersifat menenangkan saja, namun jika diberikan dosis yang cukup tinggi maka penggunanya akan mengalami hilangnya kesadaran (obat bius). Psikotropika pun biasanya menghasilkan zat psikoaktif yang membuat penggunanya merasakan euphoria (kebahagian atau kegembiraan). Stimulan bersifat menstimulasi sistem saraf simpatik melalui pusat di hipotalamus sehingga meningkatkan kerja organ. Efek dari pemakaian obat stimulan ini adalah menghambat perasaan lapar, menurunan perasaan letih, menurunkan kebutuhan tidur, memicu kerja jantung, serta meningkatkan tekanan darah. Dalam dunia medis, kokain digunakan untuk anestesi (pembiusan lokal), khusunya untuk operasi pembedahan hidung, tenggorokan, dan telinga. meningkatkan denyut jantungserta tekanan darah, mengecilkan pupil dan meningkatkan gula darah. Depresan berfungsi untuk mengurangi kegiatan sistem saraf sehingga menurunkan aktivitas



pemakainya. Sedangkan halusinogen merupakan zat yang dapat menimbulkan distorsi ruang dan waktu penggunanya dan menyebabkan halusinasi.



C.



Jenis-jenis Narkotika, Psikotropika, dan Zat adiktif 1. Narkotika



a. Metaphetamine b. Amphetamine c. Kokain (Erythroxyon) d. Opioid/ Opium e. Heroin f. Lysergic acid diethylamide (LSD). g. Asetorfina h. Tebakau Sintetis



2. Psikotropika



a. Metadon b. Benzilmorfina c. Asetilmetadol d. Morfin e. Tanaman Ganja f. Petidine 3. Zat Adiktif a. Nikotin b. Kafein c. Alkohol



D.



Perbedaan antara Ketergantungan dan Kecanduan Penggunaan kata ‘kecanduan’ dan ‘ketergantungan’ juga sering mengalami



tumpang‐tindih. Dalam Pedoman Peng‐ golongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III (PPDGJ‐III) dijelaskan bahwa: “Sindrom ketergantungan adalah suatu kelompok fenomena fisiologis, perilaku, dan kognitif akibat penggunaan suatu zat atau golongan zat tertentu yang mendapat prioritas lebih tinggi bagi in‐ dividu tertentu ketimbang perilaku yang pernah diunggulkan pada masa lalu. Gambaran utama khas dari sin‐ drom ketergantungan ialah keinginan (sering amat kuat dan bahkan terlalu kuat) untuk menggunakan obat psi‐ koaktif (baik yang diresepkan atau pun tidak), alkohol, atau tembakau. Mung‐ kin ada bukti bahwa mereka yang menggunakan kembali zat setelah suatu periode abstinensia akan lebih cepat kambuh daripada individu yang sama sekali tidak ketergantungan. Kesadaran subjektif adanya kompulsi untuk meng‐ gunakan zat biasanya ditemukan ketika berusaha untuk menghentikan atau mengatasi penggunaan zat.”



1. Ketergantungan American Psychological Assosiation (Rosenberg, 2014) menjelaskan bahwa ketergantungan tidak hanya disebabkan oleh ketergantungan zat-zat adiktif, namun suatu perilaku atau kegiatan tertentu juga dapat dapat menyebabkan ketergantungan. Ketergantungan muncul ketika tubuh telah menyesuaikan diri dengan kehadiran sesuatu seperti ketergantungan pada obat-obatan tertentu. Ketergantungan obat dapat diartikan sebagai proses konsumsi obat yang dilakukan berulang-ulang di luar aturan penggunaannya atau tidak sesuai resep dokter, meski tujuannya semata untuk mengatasi gejala, meredakan rasa sakit, atau mendukung fungsi tubuh. Ketergantungan obat pun tetap dapat muncul bahkan meski menggunakan obat tersebut sesuai aturan pakai yang telah diresepkan dokter maka lama kelamaan akan terjadi kebal terhadap obat. Reaksi



kebal obat inilah yang membuat beberapa orang cenderung suka seenaknya menaikkan dosis sendiri supaya bisa mendapatkan efek obat yang diinginkan. Di sisi lain, ketika memutuskan untuk berhenti minum obat itu, tubuh akan “berontak” dengan menunjukkan reaksi penarikan atau gejala putus obat karena merasa kebutuhannya akan suatu zat kimia tertentu tidak terpenuhi. Gejala yang dapat terjadi antara lain pusing, mual, pingsan, nyeri di sekujur badan, hingga halusinasi berlebihan. Untuk mengatasi reaksi putus obat, maka kemudian harus kembali mengonsumsi obat tersebut dalam dosis yang lebih kuat. Jika seorang yang ketergantungan obat berhenti mengonsumsi suatu obat secara tiba-tiba, orang itu akan mengalami gejala yang dapat diprediksi dan



terukur,



yang



dikenal



sebagai



sindrom



penarikan.



Meskipun



ketergantungan sering merupakan bagian dari kecanduan, obat-obatan nonadiktif juga dapat menghasilkan ketergantungan pada seseroang. Contoh utama adalah prednisone obat golongan kortikosteroid yang berfungsi untuk mengobati asma, reaksi alergi, penyakit crohn, dan banyak kondisi peradangan lainnya. Prednisone sebenarnya tidak diketahui menghasilkan kecanduan. Namun, jika pasien telah mengambil prednisone selama beberapa minggu dan kemudian berhenti tiba-tiba, mereka cenderung menderita gejala penarikan seperti kelelahan, kelemahan, nyeri tubuh, dan nyeri sendi. Dalam kasus prednisone, tubuh beradaptasi dengan dosis berulang obat dengan menurunkan produksi kortisolnya sendiri sehingga menghasilkan gejala penarikan steroid. Ketergantungan obat adalah kondisi yang bisa diobati secara medis. Tujuannya untuk memisahkan pasien dari obat perlahan, bukan tiba-tiba. Ini dilakukan supaya tubuh bisa menyesuaikan diri dan mendapatkan keseimbangannya kembali. Untuk pasien yang telah mengembangkan ketergantungan sebagai efek samping dari konsumsi obat yang dibutuhkan



(misalnya, obat penghilang rasa sakit opioid), dokter dapat menggunakan metode tapering (perlahan-lahan mengurangi dosis obat dari waktu ke waktu).



2. Kecanduan Davis (dalam Krahe, 2005) mendefinisikan kecanduan (addiction) sebagai bentuk ketergantungan secara psikologis antara seseorang dengan suatu stimulus, yang biasanya tidak selalu berupa suatu benda atau zat. Menurut National Institute on Drug Abuse (NIDA), kecanduan obat adalah penyakit otak yang



kronis



akibat



dari



penggunaan



penggunaan



obat



kompulsif. Kecanduan adalah kebutuhan yang tidak dapat dikendalikan atau berlebihan dalam hal konsumsi obat. Biasanya kondisi ini akan bertahan lama dan dapat kembali secara tak terduga setelah periode penyembuhan. . Kecanduan merupakan sebagai suatu kondisi dimana individu merasakan ketergantungan terhadap suatu hal yang disenangi pada berbagai kesempatan yang ada akibat kurang kontrol terhadap perilaku sehingga merasa terhukum apabila tidak memenuhi hasrat dan kebiasaannya. Dalam bidang psikiatris, kecanduan merupakan fenomena yang sangat kuat (Thakkar, 2006). Seiring berjalannya waktu, istilah kecanduan tidak hanya sebatas tentang zatzat adiktif. Menurut Lance Dodes (2002) dalam bukunya yang berjudul “The Heart of Addiction”, terdapat dua jenis kecanduan, yaitu adiksi fisikal seperti kecanduan terhadap alkohol atau kokaine, dan adiksi non-fisikal seperti kecanduan terhadap game online ataupun terhadap internet. Kecanduan menggunakan internet secara berlebihan dikenal dengan istilah internet addiction atau kecanduan internet. Namun beberapa ahli juga menyebut kecanduan internet sebagai compulsive internet use, problematic internet use atau pathological internet use. meskipun beberapa ahli memberikan istilah yang berbeda namun acuan dalam mendefinsikan kecanduan internet serupa yaitu penggunaan internet yang berlebih sehingga menyebabkan permasalahan



psikologis. Artinya seseorang seakan-akan tidak ada hal yang ingin dikerjakan selain mengakses internet, dan seolah-olah internet ini adalah hidupnya. Hal semacam ini sangat riskan bagi perkembangan seseorang yang perjalanan hidupnya masih panjang. Kecanduan berbeda dengan ketergantungan. Ketika ketergantungan untuk melakukan kebiasaan yang selalu dilakukan, bisa menghentikannya kapan saja sesuai dengan kondisi yang terjadi. Tidak dengan kecanduan. Kecanduan membuat seseorang benar-benar kehilangan kontrol sehingga tidak lagi mampu untuk menghentikan perilaku tersebut, terlepas dari apa yang menghentikannya dan seberapa keras usaha tersebut. Orang tersebut hanya mementingkan dorongan untuk melakukan halhal yang sudah jadi candu daripada melakukan aktivitas normal lainnya, bahkan sampai menggunakan cara yang melanggar hukum demi melakukannya. Maka, bukan tidak mungkin kecanduan sampai bisa menyebabkan perubahan perilaku, kebiasaan, bahkan hingga fungsi otak secara permanen. Menurut dr. Bambang Eka seseorang yang sudah kecanduan tidak mungkin sembuh, namun hanya bisa pulih. Proses rehabilitasi yang dilakukan oleh pemerintah dan organisasi swasta pada hakikatnya bukan untuk pengobatan namun hanya untuk mereduksi dampaknya. Seseorang yang sudah kecanduan sesuatu akan mengorbankan segala hal agar supaya sesuatu yang diingnkannya di dapatkan.



E.



Efek Psikologis Pengguna Napza Secara umum diasumsikan bahwa salah satu motif psikologis utama untuk



menggunakan obat-obatan adalah untuk mengubah mood. Oleh karena itu penggunaan obat-obatan menjadi suatu penguatan, baik dengan meningkatkan mood positf atau dengan mengurangi mood negatif. Meskipun demikian, hal itu lebih rumit dari yang terlihat.



Adapun efek-efek psikologis dari penggunaan Napza yang sudah ditingkat kecanduan sebagai berikut: 1. Tidak mampu mengontrol, mengurangi, atau menghentikan pengkonsumsian zat tersebut 2. Membohongi



keluarga,



terapis,



atau



orang‐orang



terdekat



untuk



menyembunyikan kegiatan penggunaan zat. 3. Halusinasi 4. Perubahan cepat dalam emosi, 5. Pikiran yang terpecah 6. Euforia 7. Merasa gelisah, murung, depresi atau lekas marah ketika berusaha mengurangi atau menghentikan penggunaan zat tersebut. 8. Rasa percaya diri yang berlebih 9. Merasa tenang 10. Susah tidur Efek tersebut hanya secara garis besar dan efeknya akan sangat berbeda tergantung apa yang dikonsumsinya dan seberapa besar tingkat kecanduan atau ketergantungan seseorang yang mengkonsumsi zat-zat tersebut. Belum lagi jika seseorang bukan hanya mengkonsumsi satu jenis zat, tetapi beberapa jenis yang ia konsumsi tentu efeknya pun akan lebih rumit. Namun disamping itu, ada beberapa manfaat untuk penggunaan medis seperti Morfin untuk pereda rasa sakit pasca-operasi medis, Ganja untuk penghilang efek kemoterapi, epilepsi, Alzheimer dan HIV/AIDS, Kokain untuk obat bius, Amfetamine untuk mengatasi depresi dan obesitas ODHA dan lain sebagainya. Berikut ini akan dibahas efek yang timbul dari penggunaan beberapa zat 1. Nikotin Seperti yang kita tau dalam pengkonsumsiannya nikotin didapat dari perilaku merokok dimana zat‐zat kimia yang terkandung di dalam rokok dan asapnya ketika dibakar antara lain karbon monoksida, tar, dan nikotin. Saat



dibakar, nikotin masuk ke dalam sel di mulut dan hidung, serta sepanjang saluran pernafasan. Paru‐paru dengan cepat menyerap nikotin dan mengedarkannya ke seluruh tubuh melalui darah. Nikotin di dalam darah juga turut terbawa ke otak yang memicu pelepasan beberapa zat (misalnya dopamin) serta mengaktifkan sistem syaraf pusat dan simpatik. Dampak nyata dari alur tersebut adalah meningkatnya kewaspadaan, detak jantung, dan tekanan darah pada perokok (Liem, 2010). Efek bagi kesehatan dari merokok ini yaitu kanker laring dan esophagus, dan sejumlah penyakit kardiovaskular.



Secara psikologis efek yang muncul dari penggunaan nikotin ini adalah munculnya rasa cemas, depresi/sedih, marah, gelisah, sulit berkonsentrasi, perilaku kompulsif. Selain itu hormon dopamin dan serotonim yang dihasilkan akibat masuknya nikotin dalam darah dapat membuat pecandu rokok menahan kantuk, akan tetapi efek sampingnya adalah munculnya gangguan tidur berupa insomnia, tidur tidak nyenyak, atau mudah terbangun. Secara umum orang yang mengalami gangguan tidur akan memiliki emosi yang kurang stabil, kurang dapat berkonsentrasi, serta daya ingat yang menurun. Kondisi tersebut merupakan efek ganda bagi para pecandu rokok. 2. Alkohol



DAFTAR PUSTAKA Managing Alcoholism and Other Addictive Behaviors. Kline, S. dan Clinical, M. (1969). A Manual for Law Enforcemen Officer Drugs Abuse. Philladelphia: Pensilvania Korp Reserce Polri Direktorat Reserce Narkoba (2000). Peranan Generasi Muda Dalam Pemberantasan Narkoba. Jakarta. Krahe, B. (2005). Perilaku Agresif: Buku Panduan Psikologi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Liem, A. (2010). Pengaruh nikotin terhadap aktivitas dan fungsi otak serta hubungannya dengan gangguan psikologis pada pecandu rokok. BULETIN PSIKOLOGI, 18(2), 37–50. Mulyono, Anton M. (1998). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, Rosenberg, K. P dan Feder, L. C. (2014). Behavioral Addictions 1st Edition, USA: Academic Press. Sadly, Hasan. (2000). Kamus Inggiris Indonesia. Jakarta: Gramedia. Sasangka, Hari (2003). Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pdana: Untuk Mahasiswa, Praktisi dan Penyuluh Masalah Narkoba. Jakarta: Mandar Maju. Soedjono, (1997). Patologi Sosial, Bandung: Alumni Bandung. Thakkar, Sonali. Book Review: State Repression and the Labors of Memory. Journal of SAGE. Vol. 2 (2), June 1, 2006. Wawancara Robby Atsaka (Sekretaris Jenderal LGN) dengan Dr. Bambang Eka (Ahli Adiksi). https://www.youtube.com/watch?v=_yj1ckKRlc4. diakses 24 Oktober 2019.