Hakekat Psikologi Pendidikan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

HAKEKAT PSIKOLOGI PENDIDIKAN Oleh : Abdul Haris Mubarak Mukrim I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia yang berfikir bagaimana menjalani kehidupan dunia ini dalam rangka mempertahankan hidup dalam hidup dan penghidupan manusia yang mengemban tugas dari Sang Kholiq untuk beribadah. Manusia sebagai mahluk yang diberikan kelebihan oleh Allah Subhanaha watta’alla dengan suatu bentuk akal pada diri manusia yang tidak dimiliki mahluk Allah yang lain dalam kehidupannya, bahwa untuk mengolah akal pikirnya diperlukan suatu pola pendidikan melalui suatu proses pembelajaran. Berdasarkan undang-undang Sisdiknas No.20 tahun 2003 Bab I, bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Menurut William F (tanpa tahun) Pendidikan harus dilihat di dalam cakupan pengertian yang luas. Pendidikan juga bukan merupakan suatu proses yang netral sehingga terbebas dari nilai-nilai dan Ideologi. 1[1] Kosasih Djahiri (1980 : 3) mengatakan bahwa Pendidikan adalah merupakan upaya yang terorganisir, berencana dan berlangsung kontinyu (terus menerus sepanjang hayat) kearah membina manusia/anak didik menjadi insan paripurna, dewasa dan berbudaya (civilized).2[2] Dari pengertian tersebut bahwa pendidikan merupakan upaya yang terorganisir memiliki makna bahwa pendidikan tersebut dilakukan oleh usaha sadar manusia dengan dasar dan tujuan yang jelas, ada tahapannya dan ada komitmen bersama didalam proses pendidikan itu. Berencana mengandung arti bahwa pendidikan itu direncanakan sebelumnya, dengan suatu proses perhitungan yang matang dan berbagai sistem pendukung yang disiapkan. Berlangsung kontinyu artinya pendidikan itu terus menerus sepanjang hayat, selama manusia hidup proses pendidikan itu akan tetap dibutuhkan, kecuali apabila manusia sudah mati, tidak memerlukan lagi suatu proses pendidikan. Pendidikan merupakan upaya yang terorganisir memiliki makna bahwa pendidikan tersebut dilakukan oleh usaha sadar manusia dengan dasar dan tujuan yang jelas, ada tahapannya dan ada komitmen bersama didalam proses pendidikan itu. Berencana mengandung arti bahwa 1 2



pendidikan itu direncanakan sebelumnya, dengan suatu proses perhitungan yang matang dan berbagai sistem pendukung yang disiapkan. Berlangsung kontinyu artinya pendidikan itu terus menerus sepanjang hayat, selama manusia hidup proses pendidikan itu akan tetap dibutuhkan, kecuali apabila manusia sudah mati, tidak memerlukan lagi suatu proses pendidikan. Selanjutnya diuraikan bahwa dalam upaya membina tadi digunakan asas/pendekatan manusiawi/humanistik serta meliputi keseluruhan aspek/potensi anak didik serta utuh dan bulat (aspek fisik–non fisik : emosi–intelektual; kognitif–afektif psikomotor), sedangkan pendekatan humanistik adalah pendekatan dimana anak didik dihargai sebagai insan manusia yang potensial, (mempunyai kemampuan kelebihan – kekurangannya dll), diperlukan dengan penuh kasih sayang – hangat – kekeluargaan – terbuka – objektif dan penuh kejujuran serta dalam suasana kebebasan tanpa ada tekanan/paksaan apapun juga. Konsep pendidikan sudah seharusnya mampu mengantar manusia Indonesia menjadi manusia yang berbudi luhur. Kehadiran Psikologi sebagai bagian dari penerapan pembelajaran perlu dikaji lebih dalam. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, kami menyusun beberapa permasalahan berikut ini: 1. Apa pengertian Psikologi Pendidikan? 2. Apa Manfaat Psikologi Pendidikan? 3. Apa Hakikat Psikologi Pendidikan? 4. Bagaimana Kompetensi Pendidik? II. PEMBAHASAN A. Pengertian Psikologi Pendidikan Psikologi pendidikan merupakan penerapan prinsip dan metode psikologi untuk mengkaji perkembangan, belajar, motivasi, pembelajaran, penilaian, dan isu-isu terkait lainnya yang mempengaruhi interaksi belajar mengajar3[3]. Psikologi Pendidikan adalah ilmu yang mempelajari bagaimana manusia belajar dalam pendidikan pengaturan, efektivitas intervensi pendidikan, psikologi pengajaran, dan psikologi sosial dari sekolah sebagai organisasi. Psikologi pendidikan berkaitan dengan bagaimana siswa belajar dan berkembang, dan sering terfokus pada sub kelompok seperti berbakat anak-anak dan mereka yang tunduk pada khusus penyandang cacat . Menurut Muhibin Syah (2002), pengertian psikologi pendidikan adalah sebuah disiplin psikologi yang menyelidiki masalah psikologis yang terjadi dalam dunia pendidikan. Sedangkan menurut ensiklopedia amerika, Pengertian psikologi pendidikan adalah ilmu yang lebih berprinsip dalam proses pengajaran yang terlibat dengan penemuan – penemuan dan menerapkan prinsip – prinsip dan cara untuk meningkatkan keefisien di dalam pendidikan.



3



Sedangkan menurut Witherington, Pengertian Psikologi pendidikan adalah studi sistematis tentang proses-proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pendidikan manusia. Tardif (dalam Syah, 1997: 13) juga mengatakan bahwa Pengertian Psikologi Pendidikan adalah sebuah bidang studi yang berhubungan dengan penerapan pengetahuan tentang perilaku manusia untuk usaha-usaha kependidikan4[4]. Dari beberapa pendapat tentang psikologi pendidikan, kami mengambil kesimpulan bahwa Pengertian Psikologi Pendidikan adalah ilmu yang mempelajari tentang perilaku manusia di dalam dunia pendidikan yang meliputi studi sistematis tentang proses-proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pendidikan manusia yang tujuannya untuk mengembangkan dan meningkatkan keefisien di dalam pendidikan. B. MANFAAT PSIKOLOGI PENDIDIKAN Manfaat mempelajari psikologi pendidikan bagi guru dan calon guru dapat dibagi menjadi dua aspek, yaitu: 1. Untuk Mempelajari Situasi Dalam Proses Pembelajaran Psikologi pendidikan memberikan banyak kontribusi kepada guru dan calon guru untuk meningkatkan efisiensi proses pembelajaran pada kondisi yang berbeda-beda seperti di bawah ini: a. Memahami Perbedaan Individu (Peserta Didik) Seorang guru harus berhadapan dengan sekelompok siswa di dalam kelas dengan hati-hati, karena karakteristik masing-masing siswa berbeda-beda. Oleh karena itu sangat penting untuk memahami perbedaan karakteristik siswa tersebut pada berbagai tingkat pertumbuhan dan perkembangan guna menciptakan proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Psikologi pendidikan dapat membantu guru dan calon guru dalam memahami perbedaan karakteristik siswa tersebut. b. Penciptaan Iklim Belajar yang Kondusif di Dalam Kelas Pemahaman yang baik tentang ruang kelas yang digunakan dalam proses pembelajaran sangat membantu guru untuk menyampaikan materi kepada siswa secara efektif. Iklim pembelajaran yang kondusif harus bisa diciptakan oleh guru sehingga proses belajar mengajar bisa berjalan efektif. Seorang guru harus mengetahui prinsip-prinsip yang tepat dalam proses belajar mengajar, pendekatan yang berbeda dalam mengajar untuk hasil proses belajar mengajar yang lebih baik. Psikologi pendidikan berperan dalam membantu guru agar dapat menciptakan iklim sosioemosional yang kondusif di dalam kelas, sehingga proses pembelajaran di dalam kelas bisa berjalan efektif. c. Pemilihan Strategi dan Metode Pembelajaran Metode pembelajaran didasarkan pada karakteristik perkembangan siswa. Psikologi pendidikan dapat membantu guru dalam menentukan strategi atau metode pembelajaran yang tepat dan sesuai, dan mampu mengaitkannya dengan karakteristik dan keunikan individu, jenis belajar 4



d.



e.



2. a.



b.



c.



dan gaya belajar dan tingkat perkembangan yang sedang dialami peserta didik. Memberikan Bimbingan Kepada Peserta Didik Seorang guru harus memainkan peran yang berbeda di sekolah, tidak hanya dalam pelaksanaan pembelajaran, tetapi juga berperan sebagai pembimbing bagi peserta didik. Bimbingan adalah jenis bantuan kepada siswa untuk memecahkan masalah yang mereka hadapi. Pengetahuan tentang psikologi pendidikan memungkinkan guru untuk memberikan bimbingan pendidikan dan kejuruan yang diperlukan untuk siswa pada tingkat usia yang berbeda-beda. Mengevaluasi Hasil Pembelajaran Guru harus melakukan dua kegiatan penting di dalam kelas seperti mengajar dan mengevaluasi. Kegiatan evaluasi membantu dalam mengukur hasil belajar siswa. Psikologi pendidikan dapat membantu guru dan calon guru dalam mengembangkan evaluasi pembelajaran siswa yang lebih adil, baik dalam teknis evaluasi, pemenuhan prinsip-prinsip evaluasi maupun menentukan hasil-hasil evaluasi. Untuk Penerapan Prinsip-prinsip Belajar Mengajar Menetapkan Tujuan Pembelajaran Tujuan pembelajaran mengacu pada perubahan perilaku yang dialami siswa setelah dilaksanakannya proses pembelajaran. Psikologi pendidikan membantu guru dalam menentukan bentuk perubahan perilaku yang dikehendaki sebagai tujuan pembelajaran. Penggunaan Media Pembelajaran Pengetahuan tentang psikologipendidikan diperlukan guru untuk merencanakan dengan tepat media pembelajaran yang akan digunakan. Misalnya penggunaan media audio-visual, sehingga dapat memberikan gambaran nyata kepada peserta didik. Penyusunan Jadwal Pelajaran Jadwal pelajaran harus disusun berdasarkan kondisi psikologi peserta didik. Misalnya mata pelajaran yang dianggap sulit bagi siswa seperti matematika ditempatkan di awal pelajaran, di mana kondisi siswa masih segar dan semangat dalam menerima materi pelajaran.5[5] Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan psikologi pendidikan berperan dalam membantu guru untu merencanakan, mengatur dan mengevaluasi kegiatan belajar mengajar di sekolah. HAKEKAT PENDIDIK PROFESIONAL



1. 2. 3. 4.



Pendidik yang bermutu adalah pendidik yang: Menunjukkan seperangkat kompetensi sesuai dengan standar yang berlaku. Mampu bekerja dengan menerapkan prinsip-prinsip keilmuan dan teknologi. Mematuhi kode etik profesi pendidik. Bekerja dengan penuh dedikasi. 5



5. 6. 7. 8.



Membuat keputusan secara mandiri ataupun secara bersama-sama. Menunjukkan akuntabilitas kerjanya kepada pihak-pihak terkait. Bekerjasama dengan pihak lain yang relevan. Secara berkesinambungan mengembangkan diri baik secara mandiri ataupun melalui asosiasi profesi.



C. KOMPETENSI PENDIDIK PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional dan UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyatakan bahwa pendidik wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik itu diperoleh melalui pendidikan Sarjana atau program Diploma IV. Sedangkan kompetensi pendidik tersebut meliputi: 1. Kompetensi Paedagogik a. Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, kultural, emosional dan intelektual. b. Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik. c. Menguasai kurikulum yang terkait dengan bidang pengembangan yang diampu. d. Terampil melakukan kegiatan pengembangan yang mendidik. e. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan penyelenggaraan kegiatan pengembangan yang mendidik. f. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki. g. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik. h. Terampil melakukan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar. i. Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran. j. Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran. 2. Kompetensi kepribadian a. Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan Indonesia. b. Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat. c. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa. d. Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi pendidik dan rasa percaya diri. e. Menjunjung tinggi kode etik profesi pendidik. 3. Kompetensi profesional a. Menguasai materi, stuktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. b. Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran/bidang pengembangan yang diampu. c. Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif.



d. Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif. e. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri. 4. Kompetensi Sosial a. Bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi. b. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua dan masyarakat. c. Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah Indonesia yang memiliki keragaman sosial budaya. d. Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan atau bentuk lain. III. PENUTUP Kesimpulan Sebagai catatan penutup, kami menguraikan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Psikologi pendidikan merupakan penerapan prinsip dan metode psikologi untuk mengkaji perkembangan, belajar, motivasi, pembelajaran, penilaian, dan isu-isu terkait lainnya yang mempengaruhi interaksi belajar mengajar. 2. Psikologi Pendidikan mengajarkan situasi dan kondisi Dalam Proses Pembelajaran serta penerapannya dalam pengajaran. 3. Pada hakikatnya, psikologi pendidikan menerapkan konsep-konsep keilmuan. DAFTAR PUSTAKA Akhmad Sudrajat, Hakikat Pendidikan, http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/11/08/hakikat-pendidikan/ 19 Maret 2013 PGMI STAIN, Hakikat Psikologi Pendidikan, http://pgmistain.blogspot.com/2012/06/hakikat-psikologi-pendidikan.html, 19 Maret 2013 Sunny, Pengertian Psikolog Pendidikan, http://ilmupsikologi.blogspot.com/2009/05/pengertian-psikologi-pendidikan.html 19 Maret 2013 Budi Wahyono, Manfaat Guru mempelajari Psikologi Pendidikan, http://www.pendidikanekonomi.com/2012/05/manfaat-mempelajaripsikologi.html 23 Maret 2013



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan anak manusia merupakan sesuatu yang kompleks. Artinya, banyak faktor yang turut berpengaruh dan saling terjalin dalam berlangsungnya proses perkembangan anak. Baik unsur-unsur bawaan maupun unsur-unsur pengalaman yang diperoleh dalam berinteraksi dengan lingkungan sama-sama memberikan kontribusi tertentu terhadap arah dan laju perkembangan anak tersebut. Banyaknya aspek yang dibicarakan dalam membahas masalah perkembangan menyebabkan banyaknya istilah dan konsep yang digunakan. Begitu pula banyaknya pandangan dan teori dalam menjelaskan fenomena-fenomena perkembangan anak membuat semakin kayanya pengetahuan tentang perkembangan anak. Gambaran pembahasan tentang perkembangan di atas menyarankan perlunya suatu cara penyajian yang runtut dan cukup detail. Pada makalah ini, secara khusus akan diuraikan pengertian perkembangan dan pertumbuhan serta beberapa isu pokok yang berkenaan dengan topik tersebut. Selain itu, beberapa istilah pokok berkenaan dengan konsep perkembangan yang akan digunakan dalam pembahasanpembahasan selanjutnya juga akan diperkenalkan dan dijelaskan pada makalah ini. B. Rumusan Masalah Dalam makalah ini masalah yang akan di bahas diantaranya meliputi : 1. Apakah pengertian perkembangan dan pertumbuhan? 2. Bagaimanakah anak sebagai suatu totalitas?



3. Bagaimanakah perkembangan sebagai proses holistik dari aspek biologis, kognitif, dan psikososial? 4. Apakah faktor kematangan ataukah faktor pengalaman yang terutama mempengaruhi perkembangan individu? 5. Apakah perkembangan itu merupakan sesuatu yang kontinuitas ataukah diskontinuitas? C. Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan adalah untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah Perkembangan Peserta Didik, selain itu juga ada beberapa tujuan diantaranya: 1. Memahami pengertian istilah perkembangan dan pertumbuhan serta perbedaan di antara keduanya; 2. Memahami dan menyadari anak sebagai organisme atau individu yang merupakan suatu totalitas; 3. Memahami perkembangan anak sebagai suatu proses yang holistik antara prosesproses biologis, kognitif, dan psikososial; dan 4. Memperoleh gambaran tentang isu kematangan vs pengalaman dan kontinuitas vs diskontinuitas dalam perkembangan.



BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Perkembangan dan Pertumbuhan Dari waktu ke waktu kehidupan manusia terus berubah. Berawal dari dua sel dasar yaitu sel telur dan sperma, suatu organism tumbuh dan berkembang. Dua sel tersebut kemudian membelah diri dan berdiferensiasi untuk menghasilkan tulangtulang, syaraf, otot, usus, otak, dan bagian-bagian organ tubuh lainnya. Setelah kurang lebih sembilan bulan lamanya dalam kandungan ibu, organism yang baru tumbuh tersebut akhirnya menjadi bayi manusia yang sempurna dan siap lahir ke dunia dengan perangkat keterampilan hidup minimal yaitu bernafas, menggerakgerakkan tubuh, menangis, dan menyusu. Meskipun di saat lahir hanya berbekal seperangkat keterampilan minimal, melalui interaksi dengan lingkungan (orang tua, saudara, orang dewasa lain, dan objek-objek yang ada di sekitarnya) sang bayi terus lebih menyempurnakan diri. Ia terus mengalami berbagai perubahan fisik baik dalam hal ukuran maupun proporsinya. Berat dan tinggi badan bayi terus bertambah, begitupun proporsi antara organ-organ tubuhnya – kepala, badan, kaki, tangan, dan organ-organ lainnya—terus berubah menjadi lebih seimbang. Seiring dengan perubahan struktur fisik, perilaku dan keterampilan bayi juga terus semakin beraneka. Dalam hal perilaku motorik, misalnya mulai dari hanya bisa berbaring, kemudian mampu bergulir, menelungkup, duduk, merangkak, berdiri, berjalan,dan akhirnya berlari. Uraian di atas mengilustrasikan adanya proses perubahan yang dialami oleh anak manusia yang disebut dengan perkembangan (development). Perkembangan adalah pola perubahan individu yang berawal pada masa konsepsi dan terus berlanjut sepanjang hayat, demikian menurut Santrock & Yussen (1992). Namun tidak setiap perubahan yang dialami organisme atau individu itu merupakan perkembangan. Dengan belajar, perilaku individu juga bisa berubah. Begitupun karena factor peristiwa atau pengaruh penggunaan obat tertentu, individu juga bisa berubah. Untuk itu perlu ada suatu penjelasan lebih rinci tentang perubahan yang dimaksud sebagai perkembangan. Pertama, perubahan dalam arti perkembangan terutama berakar pada unsur biologis (Bjorklund & Bjorklun, 1992). Pengalaman-pengalaman atau aktivitasaktivitas khusus anak dapat menimbulkan perubahan pada diri yang bersangkutan. Misalnya, seorang anak yang berlatih menari menjadi terampil menari; anak yang belajar matematika atau berhitung menjadi mahir dalam mengerjakan soal-soal hitungan. Perubahan-perubahan semacam itu bukan merupakan perkembangan, melainkan lebih merupakan perubahan dalam arti belajar, yakni perubahan yang lebih singkat dan merupakan fungsi langsung dari pengalaman-pengalaman khusus yang diupayakan. Perubahan dalam arti perkembangan lebih berkaitan dengan fungsi waktu dan kematangan biologis sehingga terjadi dalam periode yang lebih lama dan bersifat umum, tidak terkait dengan peristiwa atau pengalaman khusus tertentu. Kedua, perkembangan dapat mencakup perubahan baik dalam struktur maupun fungsi (Bjorklund & Bjorklun, 1992) atau perubahan fisik maupun psikis (Abin Syamsuddin Makmum, 1996). Perubahan dalam struktur lajimnya merujuk kepada perubahan fisik baik dalam hal ukuran maupun bentuknya (seperti perubahan lengan, kaki, otot, jaringan syaraf, atau bagian-bagian tubuh lainnya),



sedangkan perubahan fungsi mengacu kepada perubahan dalam hal aktivitas yang secara inheren terdapat dalam struktur fisik tersebut (seperti kelenturan otot, keterampilan bergerak, kemampuan berfikir, reaksireaksi emosional, dan perubahan-perubahan sejenis lainnya). Dengan kata lain, perubahan struktur mengacu kepada perubahan wujud jasadnya, sedangkan perubahan fungsi mengacu kepada perubahan aspek mental atau aktivitas yang ditimbulkan sehubungan dengan adanya perubahan dalam jasad tersebut. Ketiga, perubahan dalam arti perkembangan bersifat terpola, teratur, terorganisasi, dan dapat diprediksi. Ini berarti bahwa secara normal, perkembangan individu mengikuti pola-pola tertentu yang sudah dapat diketahui dan diperkirakan. Misalnya, seorang anak akan bisa duduk setelah bisa menelungkup, akan merangkak setelah duduk, dan akan berjalan setelah merangkak. Lebih jauh dari itu, bahkan waktu terjadinyapun dapat diperkirakan. Sebagai contoh, anak bisa duduk sendiri pada sekitar usia 6 bulan, bisa merangkak pada sekitar usia 7 bulan, bisa berjalan sendiri pada kira-kira usia 11-12 bulan, bisa mengucapkan kata pertama pada sekitar usia 10-12 bulan, lebih menyenangi aktivitas simbolik pada kira-kira usia sekitar 4-5 tahun, dan lebih menyenangi aktivitas permainan (games) yang melibatkan aturan pada sekitar usia 7-8 tahun. Keempat, perkembangan dapat bersifat unik bagi setiap individu (Bjorklund & Bjorklun, 1992; Santrock & Yussen, 1992). Santrock & Yussen (1992: 17) menyatakan bahwa: “each of us develops in certain ways like all other individual, like some other individuals, and like no other individuals”. Artinya, masing-masing kita berkembang dalam cara-cara tertentu seperti semua individu yang lain, seperti beberapa individu yang lain dan seperti tak ada individu yang lain. Di samping adanya kesamaan-kesamaan umum dalam pola-pola perkembangan yang dialami oleh setiap individu, terjadinya variasi individual dalam perkembangan anak bisa terjadi pada setiap saat. Hal ini terjadi karena perkembangan itu sendiri merupakan suatu proses perubahan yang kompleks, melibatkan berbagai unsure yang saling berpengaruh satu sama lain. Kelima, perubahan dalam arti perkembangan terjadi secara bertahap (Seifert & Hoffnung, 1991) dalam jangka waktu yang relatif lama (Bjorklund & Bjorklun). Maksudnya bahwa perubahan dalam arti perkembangan bukan merupakan perubahan yang sifatnya sesaat, melainkan terjadi dalam suatu proses yang berlangsung secara berkelanjutan dalam waktu yang relative lama. Keenam, perubahan dalam arti perkembangan dapat berlangsung sepanjang hayat dari mulai sejak masa konsepsi hingga meninggal dunia (Santrock & Yussen, 1992; Bjorklund & Bjorklun, 1992). Perkembangan tidak hanya terbatas sampai dengan masa remaja, melainkan dapat berlanjut terus hingga seseorang meninggal dunia. Ini juga berarti bahwa perubahan dalam arti perkembangan tidak hanya mencakup proses pertumbuhan, pematangan, dan penyempurnaan, melainkan juga mencakup proses penurunan dan perusakan. Dengan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa perkembangan dapat didefinisikan sebagai pola perubahan organisme (individu) baik dalam struktur maupun fungsi (fisik maupun psikis) yang terjadi secara teratur dan terorganisasi serta berlangsung sepanjang hayat. Di samping istilah perkembangan, ada istilah lain yang sering dipertukarkan penggunaannya, yaitu istilah pertumbuhan (growth). Istilah pertumbuhan juga mengandung arti sebagai pola perubahan yang dialami oleh individu. Dalam kenyataannya, kedua proses perubahan ini –perkembangan dan pertumbuhan—



B.



a. b. c.



memang sulit dipisahkan satu sama lain. Namun untuk kepentingan penjelasan dua istilah tersebut dapat dibedakan. Istilah pertumbuhan (growth) dimaksudkan sebagai perubahan dalam aspek jasmaniah seperti berubahnya struktur tulang, tinggi dan berat badan, proporsi badan, semakin sempurnanya jaringan syaraf, dan sejenisnya. Dengan kata lain, pengertian pertumbuhan itu lebih bersifat kuantitatif dan terbatas pada pola perubahan fisik yang dialami individu sebagai hasil dari proses pematangan. Dalam arti luas, menurut Witherington dan Hurlock (Abin Syamsuddin Makmun, 1996), istilah pertumbuhan dapat mencakup perubahan secara psikis kalau perubahan tersebut berupa munculnya sesuatu fungsi yang baru seperti munculnya kemampuan berpikir simbolik, munculnya kemampuan berpikir abstrak, dan munculnya perasaan birahi terhadap lawan jenis. Anak sebagai Suatu Totalitas Sebagai objek studi psikologi perkembangan, anak dpandang sebagai suatu totalitas. Konsep anak sebagai suatu totalitas sekurang-kurangnya dapat mengandung pengertian berikut : Anak adalah makhluk hidup (organisme) yang merupakan suatu kesatuan dari keseluruhan aspek yangterdapat dalam dirinya. Dalam kehidupan dan perkembangan anak, keseluruhan aspek anak tersebutsalin terjalin satu sama lain. Anak berbeda dari orang dewasa bukan sekedar secara fisik, tetapi secara keseluruhan. Sebagai suatu totalitas, anak dipandang sebagai makhluk hidup (organisme) yang utuh, yakni sebagai suatu kesatuan dari keseluruhan aspek fisik dan psikis yang terdapat dalam dirinya. Keseluruhan aspek fisik dan psikis anak tersebut tak dapat dipisahkan satu sama lain. Karena itu, anak juga dipandang sebagai individu. Istilah individu berasal dari kata undivided yang berari tak dapat dipisahkan antara suatu bagian dengan bagian lainnya. Lebih lanjut, konsep anak sebagai suatu totalitas atau kesatuan mengandung arti bahwa terdapat saling keterjalinan atau keterikatan antara keseluruhan aspek yang terdapat dalam diri anak. Keseluruhan aspek yang terdapat dalam diri anak tersebut secara terintegrasi saling terjalin dan saling memberikan dukungan fungsional satu sama lain. Sebagai misal, anak yang sedang sakit panas bisa menjadi lain perilakunya(rewel); anak yang sedang marah bisa menangis menjeritjerit, anak yang sedang malu bisa kemerah-merahan pipinya, anak yang sedang aktif melakukan berbagai aktivitas fisik bisa aktif pula kegiatan mentalnya. Contoh-contoh tersebut mengilustrasikan adanya keterkaitan dan keterpaduan dalam proses kehidupan dan aktivitas anak. Reaksi-reaksi psikis anak selalu disertai dengan reaksi fisiknya, dan begitu pula sebaliknya. Bila dibanding dengan orang dewasa, konsep anak sebagai suatu totalitas juga mengandung arti bahwa perbedaan anak dengan orang dewasa tidak terbatas secara fisik melainkan secara keseluruhan. Anak bukan miniatur dari orang dewasa, tetapi anak adalah anak yang dalam keseluruhan aspek dirinya bisa berbeda dari org dewasa. Secara fisik, anak sedang mengalami pertumbuhan yang pesat, sebaliknya, fisik org dewasa sudah relatif tidak berkembang lagi. Sementara anak cenderung didomoinasi oleh pola pikir yang bersifat egosentrik, maka org dewasa sudah lebih mampu berpikir empatik dan sosial. Begitu juga kalau daya pikir anak masih terbatas pada hal-hal yang konkret, maka orang dewas sudah mampu berpikir abstrak dan universal.



Demikianlah pengertian anak sebagai totalitas, yakni sebagai suatu organisme atau individu yang merupakan suatu kesatuan yang terintegrasi dari keseluruhan organ fisik dan aspek psikis yang terdapat dalam dirinya. Keseluruhan aspek yang terdapat dalam diri anak tersebut salin terjalin satu sama lain. Karena itu, perbedaan anak dengan orang dewasa tidak hanya terjadi dalam aspek fisik atau fsikis, melainkan secara keseluruhan. C. Perkembangan sebagai Proses Holistik dari Aspek Biologis, Kognitif, dan Psikososial Sesuai dengan konsep anak sebagai suatu totalitas. Perkembangan juga merupakan suatu proses yang sifatnya menyeluruh (holistic). Artinya, perkembangan terjadi tidak hanya aspek tertentu, melainkan melibatkan keseluruhan aspek yang saling terjalin (interwoven) satu sama lain. Secara garis besar, proses perkembangan individu dapat dikelompokkan dalam tiga domain; proses biologis, kognitif, dan psikososial (Santrock & Yussen, 1992; Seifert & Hoffnung, 1991). Ketiga proses perkembangan tersebut merupakan sesuatu yang terpadu dan saling berpengaruh satu sama lain. Proses-proses biologis atau perkembangan fisik mencakup perubahanperubahan dalam tubuh individu seperti pertumbuhan otak, otot, sistem syaraf, struktur tulang, hormon, organ-organ inderawi, dan sejenisnya. Perubahanperubahan dalam cara menggunakan tubuh atau keterampilan motorik dapat dikelompokkan kedalam domain proses pertumbuhan biologis ini. Kedalam domain perkembangan ini juga termasuk perubahan dalam kemampuan fisik seperti perubahan dalam proses penglihatan, kekuatan otot, dan sejenisnya. Tetapi domain perkembangan ini tidak mencakup perubahan fisik karena kecelakaan, sakit, dan peristiwa-peristiwa khusus lainnya. Proses-proses kogntif melibatkan perubahan-perubahan dalam kemampuan dan pola berpikir, kemahiran berbahasa, dan cara individu memperoleh pengetahuan dari lingkungannya. Aktivitas-aktivitas seperti mengamati dan mengklasifikasikan benda-benda, menyatukan beberapa kata menjadi satu kalimat, menghafal sajak atau doa, memecahkan soal-soal matematika, dan menceritakan pengalam merefleksikan peran proses kognitif dalam perkembangan anak. Meskipun dalam prakteknya sulit untuk dipisahkan, namun perlu dibedakan antara perkembangan kognitif dengan perubahan dalam arti belajar. Perkembangan kognitif mengacu kepada perubahan-perubahan penting dalam pola dan kemampuan berpikir serta kemahiran berbahasa, tetapi belajar cenderung lebih terbatas pada perubahan-perubahan sebagai hasil dari pengalaman atau peristiwa yang relatif spesifik. Selain itu, perubahan-perubahan yang dipelajari sering kali terjadi dalam waktu yang singkat, tetapi perkembangan kognitif terjadi dalam kurun waktu yang relatif lama. Perkembangan kognitif anak dan pengalaman belajar ini sangat erat kaitannya dan saling berpengaruh satu sama lain. Perkembangan kognitif anak akan memfasilitasi atau membatasi kemampuan belajar anak, sebaliknya pengalaman belajar anak juga akan sangat memfasilitasi perkembangan kognitifnya. Proses-proses psikososial melibatkan perubahan-perubahan dalam aspek perasaan, emosi, dan kepribadian individu serta cara yang bersangkurtan dengan orang lain. Dengan demikian, perkembangan identitas diri (self identity) dan krisiskrisis yang menyertainya serta perkembangan cara dan pola hubungan dengan anggota keluarga, teman sebaya, guru-guru dan yang lainnya dapat dikelompokkan kedalam domain perkembangan ini. Senyuman bayi dalam merespon sentuhan dan sapaaan ibunya, perilaku agresif anak terhadap teman bermain, rasa percaya diri



dan keberanian anak, perkembangan hubungan pertemanan diantara anak merefleksikan proses-proses psikososial dalam perkembangan anak. D. Kematangan vs Pengalaman dalam Perkembangan Anak Kematangan (maturation) adalah urutan perubahan yang dialami individu secara teratur yang ditentukan oleh rancangan genetiknya (Santrock & Yussen, 1992) dalam Amin Budiamin, dkk ( 2006: 6). Dalam bahasan ini kematangan dipandang sebagai suatu pembawaan (nature), yakni sebagai warisan biologis organisme yang dibawa sejak lahir. Di sisi lain, pengalaman (experience) merupakan peristiwa-peristiwa yang dialami individu dalam berinteraksi dengan lingkungan. Disini pengalaman dipandang sebagai unsur lingkungan, yakni sebagai pengalaman-pengalaman environmental yang diperoleh individu dalam kehidupannya. Para ahli psikologi perkembangan yang menekankan unsur kematangan atau pembawaan (maturationists) mengklaim warisan biologis sebagai unsur yang paling mempengaruhi perkembangan anak. Sedangkan para ahli yang mengutamakan unsur pengalaman menganggap pengalaman environmental sebagai faktor yang paling penting dalam perkembangan anak. Akan tetapi, menurut kami keduanya saling mempengaruhi satu sama lain terhadap perkembangan anak. Menurut pandangan maturasional, pada dasarnya individu berkembang dalam cara yang terpola secara genetik, kecuali kalau terganggu atau terhambat oleh faktor lingkungan yang bersifat merusak. Rancangan atau struktur genetik akan menghasilkan komunalitas-komunalitas dalam pertumbuhan dan perkembangan individu. Sebaliknya, kaum enviromentalists menekankan pentingnya pengalaman dalam perkembangan anak. Unsur genetik individu sekedar mewariskan potensi dasar, tetapi bagaimana hal itu tumbuh dan berkembang sangat tergantung kepada makanan, gizi, perawatan medis, latihan, dan pendidikan yang diberikan oleh lingkungan. Pendeknya, lingkungan dipandang sebagai faktor yang paling berpengaruh terhadap perkembangan anak. Di samping dua kelompok tersebut, ada pula para ahli perkembangan (interacsionists) yang mempercayai bahwa hampir semua kualitas fisik dan psikis individu merupakan hasil dari pengaruh pembawaan lingkungan. Sebagai misal, tinggi badan anak tergantung kepada rancangan genetik yang diturunkan orang tuanya (pembawaan), di samping tergantung pula kepada gizi dan latihan yang diperoleh selama proses pertumbuhan (lingkungan); perkembangan kognisi anak tergantung kepada taraf intelegensi yang dimiliknya (pembawaan), di samping tergantung pula pada kualitas pengalaman belajar yang diperoleh selama hidupnya (lingkungan); anak juga secara biologis sudah terpogram untuk belajar bahasa (pembawaan), tetapi mereka hanya akan belajar bahasa mereka. Dalam prakteknya, menentukan kontribusi kematangan (pembawaan) dan pengalaman (lingkungan) terhadap pertumbuhan dan perkembangan individu secara pasti akan sulit untuk dilakukan. Kualitas aspek pertumbuhan dan perkembangan yang sama bisa dihasilkan dari campuran pengaruh unsur genetik dan keadaan lingkungan yang berbeda. Namun dalam kondisi tertentu, mengetahui pengaruh relatif dari dua faktor tersebut kadang-kadang penting untuk dilakukan. Misalnya, jika seorang anak memiliki bobot tubuh yang berlebih, maka untuk menentukan treatment apa yang tepat, perlu diketahui terlebih dahulu sumbersumber yang menyebabkan bobot tubuh yang berlebih tersebut. Jika ternyata hal itu disebabkan oleh unsur genetik, maka bentuk treatment-nya akan lain dengan yang disebabkan oleh faktor lingkungan.



E. Kontinuitas vs Diskontinuitas dalam Perkembangan Isu lain yang diperdebatkan oleh para ahli perkembangan adalah pernyataan apakah perkembangan itu merupakan sesuatu yang berkesinambungan atau tidak berkesinambungan. Para ahli menekankan pada unsur kematangan lazimnya menganggap perkembangan sebagai serangkaian tahap yang berbeda. Sebaliknya, para ahli perkembangan yang menekankan pada unsur pengalaman menjelaskan perkembangan sebagai suatu proses yang sinambung. Para ahli yang menekankan segi kesinambungan dalam perkembangan menjelaskan bahwa perkembangan itu merupakan perubahan kumulatif yang berlngsung secara bertahap dari masa konsepsi hingga meninggal dunia. Perkembangan adalah perubahan yang sifatnya bertahap dan merupakan akumulasi dari perilaku dan kualitas pribadi yang sama yang sudah diperoleh sebelumnya. Dalam proses pengayaaan itu terjadi pengayaan, penambahan, dan pengurangan melalui pengalaman atau interaksi individu dengan lingkungan. Jadi di saat anak memperoleh tambahan perilaku atau keterampilan baru, ia mengkombinasikan kembali perilaku atau keterampilan tersebut dengan yang sudah ada untuk menghasilkan perilaku atau abilitas yang semakin kompleks. Dalam perkembangan bahasa, misalnya dari anak agar bisa mengucapkan suatu suku kata, kemudian satu kata, dua kata, dan seterusnya. Menurut pandangan ini, kata pertama yang bisa diucapkan oleh anak sekalipun sebenarnya merupakan hasil akumulasi dari pengalaman-pengalaman sebelumnya, meskipun sepertinya merupakan peristiwa baru. Jadi, model perkembangan ini, menempatkan perubahan kuantitatif, yakni unsur-unsur yang sudah ada dan lebih secara esensial mengalami penambahan dengan unsur-unsur baru sehingga menghasilkan kemampuan dan perilaku yang lebih kompleks. Di sisi lain, para ahli yang menekankan segi ketidaksinambungan dalam perkembangan menganggap bahwa proses perkembangan individu melibatkan tahapan-tahapan yang berbeda. Setiap perkembangan individu dianggap melalui suatu pola urutan perubahan yang berbeda secara kualitatif, tidak sekedar berbeda secara kuantitatif. Dalam hal ini perkembangan individu dianggap berlangsung melalui terjadinya perubahan-perubahan perilaku yang relatif tiba-tiba dari satu tahap ke tahap berikutnya. Jadi, di sini terjadi peristiwa transisi yang relatif tajam dari satu tahap perkembangan. Para ahli yang mendukung pandangan diskontinuitas biasanya beranggapan bahwa secara prinsip perkembangan diarahkan oleh faktor-faktor internal biologis. Mereka menganggap bahwa kondisi yang berbeda dalam perkembangan anak merefleksikan hakikat diskontinuitas dari perubahan-perubahan yang terjadi. Dengan demikian, perkembangan melibatkan perubahn-perubahaan kualitatif, bukan sekedar kombinasi-kombinasi sederhana dari kemampuan-kemampuan atau perilaku-perilaku terdahulu. Sebagai contoh, deskripsi tahap-tahap perkembangan berpikir anak dari Piaget seperti Sensori motor, praoperasional, kongkret operasional dan formal operasional, menggambarkan bagaimana perbedaan kualitatif (Diskontinuitas). Itu terjadi dalam proses perkembangan berpikir anak. Tahap-tahap perkembangan berpikir anak tersebut tidak sekedar menggambarkan padanya kemampuan yang meningkat dalam berpikir, tapi lebih daripada itu ada perbedaan kualitatif yang signifikan antara tahap-tahap tersebut. Berkenaan dengan isu kontinuitas dan diskontinuitas di atas, Emde & Harmon (Vasta,Haith & Miller, 1992) menjelaskan bahwa persoalan melibatkan dua komponen yang diperdebatkan. 1. Isu melibatkan penjelasan tentang pola-pola perkembangan.



a. Para ahli teori kontinuitas meyakini bahwa perkembangan itu terjadi secara halus dan stabil melalui penambahan atau peningkatan bertahap dalam hal abilitas, ketrampilan, dan/atau pengetahuan baru pada suatu langkah yang relatif sama. b. Para ahli diskontinuitas beranggapan bahwa perkembangan terjadi pada periodeperiode kecepatan yang berbeda, berganti-ganti antara periode-periode yang hanya sedikit perubahannya dengan periode yang tajam dan cepat perubahannya 2. Pedebatan ini berkenaan dengan masalah keterkaitan perkembangan. a. Para ahli teori kontinuitas berpendapat bahwa perilaku-perilaku awal secara bersama akan membangun dan membentuk perilaku-perilaku selanjutnya atau sekurang-kurangnya perkembangan-perkembangan awal itu memiliki keterikatan dengan perkembangan selanjutnya. b. Para ahli diskontinuitas menyatakan bahwa beberapa aspek perkembangan muncul secara independen dari apa yang sudah muncul sebelumnya dan tak dapat diprediksi dari perilaku-perilaku sebelumnya.



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dari uraian pembahasan di atas kami menyimpulkan bahwa: Perkembangan adalah pola perubahan organisme (individu) baik dalam struktur maupun fungsi (fisik maupun psikis) yang terjadi secara teratur dan terorganisasi serta berlangsung sepanjang hayat. Pertumbuhan adalah perubahan dalam aspek jasmaniah seperti berubahnya struktur tulang, tinggi dan berat badan, proporsi badan, semakin sempurnanya jaringan syaraf, dan sejenisnya. Perkembangan bersifat kualitatif, sedangkan pertumbuhan bersifat kuantitatif (peningkatan dalam ukuran dan struktur). Adapun hal-hal yang berkaitan dengan konsep ini diantaranya; anak sebagai suatu totalitas; perkembangan sebagai proses holistik dari aspek biologis, kognitif, dan psikososial; kematangan vs pengnalaman dalam perkembangan anak; kontinuitas vs diskontinuitas dalam perkembangan. B. Saran Sebaiknya kita sudah dapat mengerti apa yang dimaksud dengan perkembangan dan pertumbuhan melalui makalah ini, untuk itu kita dapat menerapkannya di kehidupan sehari-hari. Sebaiknya kita harus berkembang dan tumbuh mengikuti perkembangan zaman ini agar kita tidak terbelakang, tapi perkembangan dan pertumbuhannya itu harus sesuai dengan kodrat kita sebagai manusia.



HAKEKAT PESERTA DIDIK DALAM PANDANGAN ANTHROPOLOGI MAUPUN DALAM PANDANGAN ISLAM



I. Latar Belakang Dewasa ini banyak para pendidik yang kurang perhatian dalam mempelajari pola pertumbuhan maupun perkembangan peserta didik yang sebenarnya sangat berguna demi kelancaran proses pembelajaran. Dengan kurang fahamnya pendidik dengan pola pertumbuhan maupun perkembangan peserta didiknya maka akan terjadi beberapa hambatan dalam proses pembelajaran seperti kurang dipahaminya materi yang disampaikan pendidik. Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama, bahwasannya pendidikan merupakan suatu hal yang urgen dalam setiap lini kehidupan. Di lain pihak pendidikan merupakan faktor penentu kemajuan suatu negara. Maju tidaknya suatu negara tergantung dari kualitas pendidikan di dalamnya. Sudah jelas kiranya bahwasanya pendidikan memang memiliki peranan penting dalam kehidupan umat manusia. Anak didik sebagai salah satu komponen pendidikan dalam hal ini memerlukan perhatian yang cukup serius, terlebih selain sebagai objek juga berkeduduna sebagai subjek dalam pendidikan. Dengan kedudukan yang demikian maka keterlibatan anak didik menjadi salah satu faktor penting dalam terlaksananya proses pendidikan. II. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam makalah ini adalah : 1. Apa hakekat peserta didik dalam pandangan anthropologi maupun dalam pandangan islam? 2. Apa kedudukan peserta didik dalam proses pembelajaran? III. Tujuan Tujuan dari makalah ini adalah : 1. Mengetahui hakekat peserta didik dalam pandangan anthropologi maupun dalam pandangan islam. 2. Mengetahui kedudukan peserta didik. IV. Pembahasan A. Peserta Didik



1. Hakekat Peserta Didik Hakekat peserta didik menurut ilmu filosofi adalah menuntut pemikiran secara dalam, luas, lengkap, menyeluruh, tuntas serta mengarah pada pemahaman tentang peserta didik. Sedangkan menurut pandangan tradisionil, anak (peserta didik) adalah miniatur manusia dewasa (Elizabeth B.Hurlock. 1978:2). Johan Amos Comenius (abad ke-17) mempelopori kajian tentang anak bahwa anak harus dipelajari bukan sebagai embrio orang dewasa melainkan sosok alami anak. Pengikut Comenius mengembangkan pendapat bahwa mengamati anak secara langsung akan memberi manfaat ketimbang mempelajari secara filosofis. Pandangan menurut ilmu psikolog tentang peserta didik adalah individu yang sedang berkembang baik jasmani maupun rohani. Perubahan jasmani biasa disebut pertumbuhan, ialah terdapatnya perubahan aspek jasmani menuju kearah kematangan fungsi, missal kaki, tangan sudah mulai berfungsi secarea sempurna. Sedangkan perkembangan adalah perubahan aspek psikis secara lebih jelas. Berdasarkan beberapa pendapat diatas, peserta didik dalam pengertian yang lebih modern dapat dikatakan sebagai manusia yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran pada jalur pendidikan baik pendidikan formal maupun pendidikan nonformal, pada jenjang pendidikan dan jenis pendidikan tertentu. Peserta didik juga dikenal dengan istilah lain : a. Siswa adalah istilah bagi peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. b. Mahasiswa adalah istilah umum bagi peserta didik pada jenjang pendidikan perguruan tinggi. c. Warga Belajar adalah istilah bagi peserta didik nonformal seperti Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) . d. Pelajar adalah istilah lain yang digunakan bagi peserta didik yang mengikuti pendidikan formal tingkat menengah maupun tingkat atas. e. Murid memiliki definisi yang hampir sama dengan pelajar dan siswa. f. Santri adalah istilah bagi peserta didik pada jalur pendidikan non formal, khususnya pesantren atau sekolah – sekolah yang berbasiskan agama islam. 2. Pandangan Anthropologi tentang Peserta Didik Antropologi adalah ilmu yang mengkaji tentang asal usul, perkembangan, karakter spesies manusia ini, hakikat peserta didik dipandang sebagai homo sapiens yaitu sebagai makhluk hidup yang telah mencapai evolusi paling puncak. Dalam klasifikasi ini Mudyahardjo (2000:22-26) menerangkan peserta didik mempunyai ciri khas sebagaimana ciri manusia umumnya, yaitu : 1) Berjalan tegak (bipedal locomotion) 2) Mempunyai otak besar dan kompleks 3) Hewan yang tergeneralisasi, dapat hidup dalam berbagai lingkungan 4) Periode kehamilan yang panjang dan lahir tidak berdaya. Dalam karakter yang demikian maka manusia mampu berbudaya memiliki tingkah laku kultural yang terorganisir dalam pola-pola tingkah laku serta hidup bermasyarakat dengan tradisi budaya material. Hakikat peserta didik dalam pandangan dimensi Antropologi adalah a) Bahwa peserta didik sebagai makhluk yang dapat bermasyarakat dan dapat dimasyarakatkan sehingga pendidikan harus menyentuh upaya sosialisasi dan pembudayaan. Kebudayaan yang dihasilkan melalui interaksi dalam masyarakat baik berupa budaya materiil maupun immaterial dapat dijadikan tranmisi pendidikan, bahkan dapat dijadikan pembentuk watak kemasyarakatan peserta didik.



b) Hakikat peserta didik merupakan organisme yang harus ditolong sebab peserta didik hanya akan menjadi matang apabila diberikan pertolongan dalam bentuk pendidikan, latihan maupun bimbingan dengan menggunakan bahan-bahan antropologis. Sebab ilmu antropologi mampu untuk menyediakan dan menghimpun bahan-bahan pengetahuan empiris berdasarkan lingkungan sosial budayanya masing-masing. Imran Manan (1989: 12-13) menjelaskan bahwa dari dimensi Antropologis terdapat tiga prinsip tentang peserta didik yaitu : a. Peserta didik dan manusia adalah makhluk sosial yang hidup bersama-sama dan saling mempengaruhi, sehingga peserta didik merupakan makhluk sosial yang membutuhkan orang lain untuk mengisi dan melengkapi ketidaklengkapannya. Sebagai makhluk sosial, peserta didik dapat bersikap kooperatif sehingga dapat dituntun dan dididik. b. Peserta didik dipandang sebagai individualitas yakni menampilkan sifat-sifat karakteristik yang khas dan memiliki struktur kepribadian yang berbeda dengan individu lainnya. Peserta didik tidak bisa diperlakukan sama dalam proses pendewasaannya, kecenderungan, minat dan bakat yang spesifik dari masing-masing peserta didik biarlah menjadi individual deferences yang otonom. Peserta didik pasti dengan karakteristik individualnya akan mengembangkan perbedaan dengan nilai dan watak yang khas, dalam pendidikan niai dan watak tersebut harus dihargai sebagai keunikan dan dihargai tanpa syarat (unconditional regard). c. Ketiga, peserta didik harus dipandang mempunyai moralitas. Prinsip Antropologis yang ketiga ini mengakui bahwa peserta didik sesungguhnya adalah makhluk yang bermoral sehingga identitas moral sesungguhnya telah dimiliki sejak awal. Kemampuan mengambil keputusan susila dan membedakan mana yang baik dan buruk adalah kodrati. Atas dasar itu maka manusia atau peserta didik disebut sebagai person pribadi etis karena secara alami mempunyai kemampuan selektif atas normal etis. Dalam prinsip ketiga ini hadirnya pendidikan adalah berfungsi memperjelas nilai alami. Sehubungan dengan nilai etis dalam praktik pendidikan ini. Langeveld menegaskan bahwa pendidikan sesungguhnya adalah membantu anak agar dia sampai pada penentuan nilai-nilai susila dalam satu orde moril. 3. Pandangan Islam tentang Peserta Didik Islam menjelaskan bahwa manusia (peserta didik) adalah makhluk Allah SWT sesuai firmanNya dalam Al-Qur’an surat At-Tin : 4 “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” Manusia dibekali potensi berupa fitrah kecenderungan jahat dan kecenderungan baik sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Asy-Syams : 8 “Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.” Agar dapat menjalankan fungsinya selain dibekali dengan kodrat tersebut juga dibekali akal, pikiran, nafsu. Dalam banyak ayat peserta didik berpotensi untuk diperlakukan sebagai subjek didik yang harus dididik, hal tersebut dijelaskan dalam surat Al-Anbiya’ : 12-17 dan juga surat Al-A’raf : 179. Beberapa sebutan manusia dalam Al-Qur’an antara lain Al-Basyr, An-Nas, Abdullah, Kholifah fil Ard. Dalam kaitannya dengan peserta didik, Al-Ghazali menjelaskan bahwa mereka adalah makhluk yang telah dibekali potensi atau fitrah untuk beriman kepada Allah. Fitrah itu sengaja disiapkan oleh Allah sesuai dengan kejadian manusia, cocok dengan tabi'at dasarnya yang memang cenderung kepada agama Islam. Al-Ghazali membagi manusia kedalam dua golongan besar, yaitu golongan awam dan golongan khawas, yang daya tangkapnya tidak sama. Kaum awam, yang cara berfikirnya sederhana sekali. Dengan cara berfikir terebut, mereka tidak dapat mengembangkan hakikat-hakikat. Mereka mempunyai sifat lekas percaya dan menurut. Golongan ini harus dihadapi dengan sikap memberi nasehat dan petunjuk. Kaum pilihan, yang akalnya tajam dengan cara berfikir yang mendalam. Kepada kaum



pilihan tersebut, harus dihadapi dengan sikap menjelaskan hikmat-hikmat. Biasanya kaum awam membaca apa yang tersurat dan kaum khawas, membaca apa yang tersirat. Adapun hakikat peserta didik dalam pendidikan islam menurut Hery Noer Aly (1999: 113) ialah setiap manusia yang sepanjang hayatnya selalu berada dalam perkembangan. Jadi, bukan hanya anak-anak yang sedang dalam pengasuhan dan pengasihan orangtuanya, bukan pula anak-anak dalam usia sekolah. Samsul Nizar dalam “Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis” menyebutkan beberapa deskripsi mengenai hakikat peserta didik sebagai berikut : a. Peserta didik bukan miniatur orang dewasa, tetapi ia memiliki dunianya sendiri. Hal ini perlu dipahami, agar perlakuan terhadap mereka dalam proses pendidikan tidak disamakan dengan pendidikan orang dewasa b. Peserta didik adalah manusia yang memiliki perbedaan dalam tahap-tahap perkembangan dan pertumbuhannya. Pemahaman ini perlu diketahui agar aktivitas pendidikan islam dapat disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang umumnya dialami peserta didik c. Peserta didik adalah manusia yang memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi baik yang menyangkut kebutuhan jasmani atau rohani d. Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki berbagai perbedaan individual (individual differentiations) baik yang disebabkan karena faktor bawaan maupun lingkungan tempat ia tinggal e. Peserta didik merupakan makhluk yang terdiri dari dua unsur utama: jasmani dan ruhaniah. Unsur jasmani berkaitan dengan daya fisik yang dapat dkembangkan melalui proses pembiasaan dan latihan, sementara unsur ruhani berkaitan dengan daya akal dan daya rasa f. Peserta didik adalah makhluk Allah yang telah dibekali berbagai potensi (fitrah) yang perlu dikembangkan secara terpadu (Toto Suharto. 2006: 124-125). 4. Kedudukan Peserta Didik dalam Pembelajaran Dalam pembelajaran, peserta didik dapat dipandang sebagai objek didik, subjek didik, dan sebagai subjek dan objek didik sekaligus. Dalam pandangan konvensional, peserta didik dipandang sebagai objek didik, ialah sebagai wadah yang harus diisi dengan pengetahuan, dan ketrampilan. Peserta didik diperlakukan pasif dan dipandang tidak mempunyai potensi apapun, ia harus menereima semua yang diberikan guru. Dalam pandangan modern, peserta didik dipandang sebagai subjek yang memiliki potensi tersendiri, ia aktif mengembangkan potensinya, ia merespon, bertanya dan menanggapi keterangan guru pada saat berlangsungnya pembelajaran. Guru berfungsi sebagai fasilitator, menciptakan kondisi sedemikian rupa sehingga peserta didik terjadi proses belajar. Ciri khas peserta didik adalah : a. Sebagai individu yang memiliki potensi fisik dan psikis b. Sebagai individu yang sedang berkembang baik potensi fisik maupun psikis c. Dalam pengembangan potensi tersebut peserta didik membutuhkan bantuan orang lain d. Memiliki kemampuan untuk mandiri. Kesimpulan 1. Hakekat peserta didik dalam pandangan dimensi Antropologi adalah bahwa peserta didik sebagai makhluk yang dapat bermasyarakat dan dapat dimasyarakatkan sehingga pendidikan harus menyentuh upaya sosialisasi dan pembudayaan. 2. Islam memandang peserta didik sebagai individu yang diberi potensi berkecenderungan berbuat jelek dan baik.



3. Dalam pembelajaran, kedudukan peserta didik dapat dipandang sebagai objek didik, subjek didik, dan sebagai subjek dan objek didik sekaligus



Makalah faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak BAB I PENDAHULUAN



1. A.



Latar Belakang



Setiap individu dilahirkan di dunia dengan membawa hereditas tertentu yang diperoleh melalui warisan dari pihak orang tuanyanya yang menyangkut karakteristik fisik dan psikis atau sifat-sifat mental. Lingkungan (environment) merupakan factor penting di samping hereditas yang menentukan perkembangan individu yang meliputi fisik, psikis, social dan relegius. 1. B.



Rumusan Masalah



1)



Apakah pengertian pertumbuhan dan perkembangan?



2)



Apa saja teori-teori pertumbuhan dan perkembangan anak?



3)



Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak? 1. C. Tujuan dan Manfaat



1) Mempelajari tumbuh kembang memberikan guide line untuk menilai rata-rata atau perubahan fisik, intelektual, soaial dan emosional yang normal 2) Mengetauhi pertumbuhan dan perkembangan anak baik fisik, intelektual, sosial, emosional dan lain-lain



BAB II PEMBAHASAN



1. A.



Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan



Pertumbuhan adalah bertambahnya jumlah dan besarnya sel di seluruh bagian tubuh yang secara kuantitatif dapat diukur. Sedangkan perkembangan adalah bertambah sempurnanya fungsi alat tubuh yang dapat dicapai melalui tumbuh, kematangan dan belajar.



Pertumbuhan dan perkembangan berjalan menurut norma-norma tertentu. Walaupun demikian seorang anak dalam banyak hal tergantung kepada orang dewasa, misalnya mengkunsumsi makanan, perawatan, bimbingan, perasaana aman, pencegahan penyakit dan sebaginya. Oleh karena itu semua orang-orang yang mendapat tugas mengawasi anak harus mengerti persoalan anak yang sedang tumbuh dan berkembang. Banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan, diantaranya adalah faktor lingkungan. Bila lingkungan karena suatu hal menjadi buruk, maka keadaan tersebut hendaknya diubah (dimodifikasi) sehingga pertumbuhan dan perkembangan anak dapat berjalan dengan sebaik-baiknya. 1. B.



Teori Pertumbuhan dan Perkembangan



2. 1.



Sigmeun Freud (Perkembangan Psychosexual) 1. Fase oral (0 – 1 tahun)



Pusat aktivitas yang menyenagka di dalam mulutnya, anak mendapat kepuasaan saat mendapat ASI, kepuasan bertambah dengan aktifitas mengisap jari dan tangannya atau benda – benda sekitarnya. 1. Fase anal (2 – 3 tahun) Meliputi retensi dan pengeluaran feces. Pusat kenikmatanya pada anus saat BAB, waktu yang tepat untuk mengajarkan disiplin dan bertanggung jawab. 1. Fase Urogenital atau faliks (usia 3 – 4 tahun) Tertarik pada perbedaan antomis laki dan perempuan, ibu menjadi tokoh sentral bila menghadapi persoalan. Kedekatan ank laki – laki pada ibunya menimbulkan gairah sexual dan perasaan cinta yang disebut oedipus compleks. 1. Fase latent (4 – 5 tahun sampai masa pubertas ) Masa tenang tetapi anak mengalami perkembangan pesat aspek motorik dan kognitifnya. Disebut juga fase homosexual alamiah karena anak – nak mencari teman sesuai jenis kelaminnya, serta mencari figur (role model) sesuai jenis kelaminnya dari orang dewasa. 1. Fase Genitalia Alat reproduksi sudah muali matang, heteroseksual dan mulai menjalin hubungan rasa cinta dengan berbeda jenis kelamin. 1. 2.



Piaget (Perkembangan Kognitif)



Meliputi kemampuan intelegensi, kemampuan berpersepsi dan kemampuan mengakses informasi, berfikir logika, memecahkan masalah kompleks menjadi simple dan memahami ide yang abstrak menjadi konkrit, bagaimana menimbulkan prestasi dengan kemampuan yang dimiliki anak. 1. Tahap sensori – motor (0 – 2 tahun)



Prilaku anak banyak melibatkan motorik, belum terjadi kegiatan mental yang bersifat simbolis (berfikir). Sekitar usia 18 – 24 bulan anak mulai bisa melakukan operations, awal kemampuan berfikir. 1. Tahap pra operasional (2 – 7 tahun) Tahap pra konseptual (2 – 4 tahun) anak melihat dunia hanya dalam hubungan dengan dirinya, pola pikir egosentris. Pola berfikir ada dua yaitu : transduktif ; anak mendasarkan kesimpulannya pada suatu peristiwa tertentu (ayam bertelur jadi semua binatang bertelur) atau karena ciri – ciri objek tertentu (truk dan mobil sama karena punya roda empat). Pola penalaran sinkretik terjadi bila anak mulai selalu mengubah – ubah kriteria klasifikasinya. Misal mula – mula ia mengelompokan truk, sedan dan bus sendiri – sendiri, tapi kemudia mengelompokan mereka berdasarkan warnanya, lalu berdasarkan besar – kecilnya dst. Tahap intuitif ( 4 – 7 tahun) Pola fikir berdasar intuitif, penalaran masih kaku, terpusat pada bagian bagian terentu dari objek dan semata –mata didasarkan atas penampakan objek. 1. Tahap operasional konkrit (7 – 12 tahun) Konversi menunjukan anak mampu menawar satu objek yang diubah bagaimanapun bentuknya, bila tidak ditambah atau dikurangi maka volumenya tetap. Seriasi menunjukan anak mampu mengklasifikasikan objek menurut berbagai macam cirinya seperti : tinggi, besar, kecil, warna, bentuk dst. 1. Tahap operasional – formal (mulai usia 12 tahun) Anak dapat melakukan representasi simbolis tanpa menghadapi objek – objek yang ia fikirkan. Pola fikir menjadi lebih fleksibel melihat persoalan dari berbagai sudut yang berbeda. 1. 3.



Erikson (Perkembangan Psikososial)



Proses perkembangan psikososial tergantung pada bagaimana individu menyelesaikan tugas perkembangannya pada tahap itu, yang paling penting adalah bagaimana memfokuskan diri individu pada penyelesaian konflik yang baik itu berlawanan atau tidak dengan tugas perkembangannya. 1. Trust vs. missstrust ( 0 – 1 tahun) Kebutuhan rasa aman dan ketidakberdayaannya menyebabkan konflik basic trust dan mistrust, bila anak mendapatkan rasa amannya maka anak akan mengembangkan kepercayaan diri terhadap lingkungannya, ibu sangat berperan penting. 1. Autonomy vs shame and doubt ( 2 – 3 tahun) Organ tubuh lebih matang dan terkoordinasi dengan baik sehingga terjadi peningkatan keterampilan motorik, anak perlu dukungan, pujian, pengakuan, perhatian serta dorongan sehingga menimbulkan kepercayaan terhadap dirinya, sebaliknya celaan hanya akan membuat anak bertindak dan berfikir ragu – ragu. Kedua orang tua objek sosial terdekat dengan anak.



1. Initiatif vs Guilty (3 – 6 tahun) Bila tahap sebelumnya anak mengembangkan rasa percaya diri dan mandiri, anak akan mengembnagkan kemampuan berinisiatif yaitu perasaan bebas untuk melalukan sesuatu atas kehendak sendiri. Bila tahap sebelumnya yang dikembangkan adalah sikap ragu-ragu, maka ia kan selalu merasa bersalah dan tidak berani mengambil tindakan atas kehendak sendiri. 1. Industry vs inferiority (6 – 11 tahun) Logika anak sudah mulai tumbuh dan anak sudah mulai sekolah, tuntutan peran dirinya dan bagi orang lain semakin luas sehingga konflik anak masa ini adalah rasa mampu dan rendah diri. Bila lingkungan ekstern lebih banyak menghargainya maka akan muncul rasa percaya diri tetapi bila sebaliknya, anak akan rendah diri. 1. Identity vs Role confusion ( mulai 12 tahun) Anak mulai dihadapkan pada harapan – harapan kelompoknya dan dorongan yang makin kuat untuk mengenal dirinya sendiri. Ia mulai berfikir bagaimana masa depannya, anak mulai mencari identitas dirinya serta perannya, jiak ia berhasil melewati tahap ini maka ia tidak akan bingung menghadapi perannya 1. Intimacy vs Isolation (dewasa awal) Individu sudah mulai mencari pasangan hidup. Kesiapan membina hubungan dengan orang lain, perasaan kasih sayang dan keintiman, sedang yang tidak mampu melakukannya akan mempunyai perasaan terkucil atau tersaing. 1. Generativy vs self absorbtion (dewasa tengah) Adanya tuntutan untuk membantu orang lain di luar keluarganya, pengabdian masyarakat dan manusia pada umumnya. Pengalaman di masa lalu menyebabkan individu mampu berbuat banyak untuk kemanusiaan, khususnya generasi mendatang tetapi bila tahap – tahap silam, ia memperoleh banyak pengalaman negatif maka mungkin ia terkurung dalam kebutuhan dan persoalannya sendiri. 1. Ego integrity vs Despair (dewasa lanjut) Memasuki masa ini, individu akan menengok masa lalu. Kepuasan akan prestasi, dan tindakan-tindakan dimasa lalu akan menimbbulkan perasaan puas. Bila ia merasa semuanya belum siap atau gagal akan timbul kekecewaan yang mendalam. 1. 4.



Kohlberg (Perkembangan Moral) 1. Pra-konvensional



Mulanya ditandai dengan besarnya pengaruh wawasan kepatuhan dan hukuman terhadap prilaku anak. Penilaian terhadap prilaku didasarkan atas akibat sikap yang ditimbulkan oleh prilaku. Dalam tahap selanjutnya anak mulai menyesuaikan diri dengan harapan – harapan lingkungan untuk memperoleh hadiah, yaitu senyum, pujian atau benda.



1. Konvensional Anak terpaksa menyesuaikan diri dengan harapan lingkungan atau ketertiban sosial agar disebut anak baik atau anak manis 1. Purna konvensional Anak mulai mengambil keputusan baik dan buruk secara mandiri. Prinsip pribadi mempunyai peranan penting. Penyesuaian diri terhadap segala aturan di sekitarnya lebih didasarkan atas penghargaannya serta rasa hormatnya terhadap orang lain. 1. 5.



Hurolck (Perkembangan Emosi)



Menurut Hurlock, masa bayi mempunyai emosi yang berupa kegairahan umum, sebelum bayi bicara ia sudah mengembangkan emosi heran, malu, gembira, marah dan takut. Perkembangan emosi sangat dipengaruhi oleh faktor kematangan dan belajar. Pengalaman emosional sangat tergantung dari seberapa jauh individu dapat mengerti rangsangan yang diterimanya. Otak yang matang dan pengalaman belajar memberikan sumbangan yang besar terhadap perkembangan emosi, selanjutnya perkembngan emosi dipengaruhi oleh harapan orang tua dan lingkungan. 1. 6.



Perkembangan Psikososial



Teori perkembangan ini dikemukakan oleh Sigmund Freud. Beliau mengemukakan bahwa : Di dalam jiwa individu terdapat tiga komponen yaitu : 



Id : nangis, minta minum,makan, dll.







Ego : lebih rasional, tetapi masa bodoh terhadap lingkungan.







Super Ego : lebih memikirkan lingkungan.



Perkembangan berhubungan dengan bagian-bagian fungsi tubuh dan dipandang sebagai aktifitas yang menyenangkan. Insting seksual memainkan peranan penting dalam perkembangan kepribadian. Menurut Freud perkembangan manusia terjadi dalam beberapa fase dimana setiap fasenya mempunyai waktu dan ciri-ciri tertentu dan fase ini berjalan secara kontinyu. 1. C.



Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak



Proses pertumbuhan dan perkembangan anak, tidak selamanya berjalan sesuai yang diharapkan. Hal ini disebabkan karena banyak faktor yang mempengaruhinya, baik faktor yang dapat diubah/dimodifikasi yaitu faktor keturunan, maupun faktor yang tidak dapat diubah/dimodifikasi yaitu faktor lingkungan. Apabila ada faktor lingkungan yang menyebabkan gangguan terhadap proses tumbuh kembang anak, maka faktor tersebut perlu diubah (dimodifikasi). Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak tersebut adalah sebagai berikut:



1. 1.



Faktor Keturunan (herediter) 1. Seks kecepatan pertumbuhan dan perkembangan pada seorang anak wanita berbeda dengan anak laki-laki 2. Ras Anak keturunan bangsa Eropa lebih tinggi dan besar dibandingkan dengan anak keturunan bangsa Asia.



1. 2.



Faktor Lingkungan 1. Lingkungan eksternal



1) Kebudayaan Kebudayaan suatu daerah akan mempengaruhi kepercayaan adat kebiasaan dan tingkah laku dalam merawat dan mendidik anak. 2)



Status sosial ekonomi keluarga



Keadaan sosial ekonomi keluarga dapat mempengaruhi pola asuhan terhadap anak. Misalnya orang tua yang mempunyai pendidikan cukup mudah menerima dan menerapkan ide-ide utuk pemberian asuhan terhadap anak 3)



Nutrisi



Untuk tumbuh kembang, anak memerlukan nutrisi yang adekuat yang didapat dari makan yang bergizi. Kekurangan nutrisi dapat diakibatkan karena pemasukan nutrisi yang kurang baik kualitas maupun kuantitas, aktivitas fisik yang terlalu aktif, penyakit-penyakit fisik yang menyebabkan nafsu makan berkurang, gangguan absorpsi usus serata keadaan emosi yang menyebabkan berkurangnya nafsu makan. 4)



Penyimpangan dari keadaan normal



Disebabkan karena adanya penyakit atau kecelakaan yang dapat menggangu proses pertumbuhan dan perkembangan anak. 5)



Olahraga



Olahraga dapat meningkatkan sirkulasi, aktivitas fisiologi, dan menstimulasi terhadap perkembangan otot-otot. 6)



Urutan anak dalam keluarganya



kelahiran anak pertama menjadi pusat perhatian keluarga, sehingga semua kebutuhan terpenuhi baik fisik, ekonomi, maupun sosial. 1. Lingkungan internal 1)



Intelegensi



Pada umumnya anak yang mempunyai intelegensi tinggi, perkembangannya akan lebih baik jika dibandingkan dengan yang mempunyai intelegensi kurang. 2)



Hormon



Ada tiga hormon yang mempengaruhi pertumbuhan anak yaitu: somatotropin, hormon yang mempengaruhi jumlah sel untuk merangsang sel otak pada masa pertumbuhan, berkuragnya hormon ini dapat menyebabkan gigantisme; hormon tiroid, mempengaruhi pertumbuhan, kurangnya hormon ini apat menyebabkan kreatinisme; hormon gonadotropin, merangsang testosteron dan merangsang perkembangan seks laki-laki dan memproduksi spermatozoa. Sedangkan estrogen merangsang perkembangan seks sekunder wanita dan produksi sel telur.kekurangan hormon gonadotropin ini dapat menyebabkan terhambatnya perkembangan seks. 3)



Emosi



Hubungan yang hangat dengan ornag lain seperti ayah, ibu, saudara, teman sebaya serta guru akan memberi pengaruh pada perkembangan emosi, sosial dan intelektual anak. Pada saat anakberinteraksi dengan keluarga maka kan mempengaruhi interaksi anak di luar rumah. Apabila kebutuhan emosi anak tidak dapat terpenuhi 1. D.



Pola Pertumbuhan dan Perkembangan



Pola pertumbuhan dan perkembangan terjadi secara terus menerus. Pola ini dapat merupakan dasar bagi semua kehidupan manusia, petunjuk urutan dan langkah dalam perkembangan anak ini sudah ditetapkan tetapi setiap orang mempunyai keunikan secara individu. Pertumbuhan fisik dapat dilihat secara lebih nyata, namun sebenarnya disertai pula dengan pertumbuhan psikososial anak dan diikuti dengan hal-hal dibawah ini: 1. 1.



Directional Trends



pertumbuhan dan perkembangan berjalan secara teratur, berhubungan dengan petunjuk atau gradien atau reflek dari perkembangan fisik dan maturasi dari fungsi neuromuscular. Prinsipprinsip ini meliputi: a) Cephalocandal atau Head to tail direction (dari arah kepala ke kaki) misalnya: mengangkat kepala, duduk kemudian mengangkat dada dan menggerakkan ekstremitas bagian bawah. b) Proximadistal atau near to far direction (menggerakkan anggota gerak yang paling dekat dengan pusat dan pada anggota gerak yang lebih jauh dari pusat) misalnya: bahu dulu baru jari-jari c) Mass to specific atau simple to complex (menggerakkan daerah yang lebih sederhana dulu baru kemudian yang lebih komplex) misalnya: mengangkat nahu dulu baru kemudian menggerakkan jari – jari yang lebih sulit atau melambaikan tangan baru bisa memainkan jari. 1. 2.



Sequential Trends



Semua dimensi tumbuh kembang dapat diketahui maka sequence dari tumbuh kembang tersebut dapat diprediksi, dimana hal ini berjalan secara teratur dan kontinyu. Semua anak yang normal melalui setiap tahap ini. Setiap fase dipengaruhi oleh fase sebelumnya. Misal : tengkurap – merangkak – berdiri – berjalan. 1. 3.



Masa Sensitif



Pada waktu-waktu yang terbatas selama proses tumbuh kembang dimana anak berinteraksi terutama dengan lingkungan yang ada, kejadian yang spesifik. Masa-masa tersebut adalah sebagai berikut: a) Masa kritis yaitu masa yang apabila tidak dirangsang/berkembang maka hal ini tidak akan dapat digantikan pada masa berikutnya. b) Masa sensitif mengarah pada perkembangan dan mikroorganisme. Misalnya pada saat perkembangan otak, ibunya menderita flu maka kemungkinan anak tersebut akan hydrocepallus/encepalitis. c) Masa optimal yaitu suatu masa diberikan rangsangan optimal maka akan mencapai puncaknya. Misalnya: anak usia 3 tahun/saat perkembangan otak dirangsang dengan bacaanbacaan/gizi yang tinggi, maka anak tersebut dapat mencapai tahap perkembangan yang optimal. Perkembangan ini berjalan secara pasti dan tepat, tetapi tidak sama untuk setiap anak. Misalnya: 



ada yang lebih dulu bicar baru jalan atau sebaliknya







ada yang badannya lebih dulu berkembang kemudian subsistemnya dan sebaliknya dan sebagainya. BAB III PENUTUP



1. A.



Kesimpulan



Pertumbuhan adalah bertambahnya jumlah dan besarnya sel di seluruh bagian tubuh yang secara kuantitatif dapat diukur. Sedangkan perkembangan adalah bertambah sempurnanya fungsi alat tubuh yang dapat dicapai melalui tumbuh, kematangan dan belajar. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak tersebut adalah sebagai berikut: 1. Faktor keturunan 2. Faktor lingkungan 1. B.



Saran



Perkembangan anak masih sangat dipengaruhi oleh lingkungan keluarga. Sebagai orang tua harus mengetahui pertumbuhan dan perkembangan anaknya terutama pada usia ini karena



pertumbuhan anak-anak sangat pesat yang harus diimbangi dengan pemberian nutrisi dan gizi yang seimbang.



Bagian 7 KARAKTERISTIK UMUM PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK Dalam proses pendidikan, peserta didik merupakan salah satu komponen manusiawi yang menempati posisi sentral. Peserta didik menjadi pokok persoalan dan tumpuan perhatian dalam semua transformasi yang disebut pendidikan. Karena peserta didik merupakan komponen manusiawi yang terpenting dalam proses pendidikan, maka seorang guru dituntut mampu memahami perkembangan peserta didik, sehingga guru dapat memberikan pelayanan pendidikan atau menggunakan strategi pembelajaran yang relevan sesuai dengan tingkat perkembangan siswa tersebut.



Nah, mari kita lihat apa saja yang menjadi karakteristik umum perkembangan peserta didik dalam kajian psikologi.



Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar (SD)



Usia rata-rata anak Indonesia saat masuk sekolah dasar adalah 6 tahun dan selesai pada usia 12 tahun. Kalau mengacu pada pembagian tahapan perkembangan anak, berarti anak usia sekolah berada dalam dua masa perkembangan, yaitu masa kanak-kanak tengah (6-9 tahun) dan masa kanak-kanak akhir (10-12 tahun).



Anak-anak usia sekolah ini memiliki karakteristik yang berbeda dengan anak-anak yang usianya lebih muda. Ia senang bermain, senang bergerak, senang bekerja dalam kelompok dan senang merasakan atau melakukan sesuatu secara langsung. Oleh sebab itu, guru hendaknya mengembangkan pembelajaran yang mengandung unsur permainan, mengusahakan siswa berpindah atau bergerak, bekerja atau belajar dalam kelompok, serta memberikan kesempatan untuk terlibat langsung dalam pembelajaran. Menurut Havighurst, tugas perkembangan anak usia sekolah dasar meliputi: 1. Menguasai keterampilan fisik yang diperlukan dalam permainan dan aktivitas fisik. 2. Membina hidup sehat 3. Belajar bergaul dan bekerja dalam kelompok 4. Belajar menjalankan peranan sosial sesuai dengan jenis kelamin



5. Belajar membaca, menulis dan berhitung agar mampu berpartisipasi dalam masyarakat 6. Memperoleh sejumlah konsep yang diperlukan untuk berpikir efektif 7. Mengembangkan kata hati, moral dan nilai-nilai 8. Mencapai kemandirian pribadi Dalam upaya mencapai setiap tugas perkembangan tersebut, guru dituntut untuk memberikan bantuan berupa: 1. Menciptakan lingkungan teman sebaya yang mengajarkan keterampilan fisik 2. Melaksanakan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar bergaul dan bekerja dengan teman sebaya, sehingga kepribadian sosialnya berkembang 3. Mengembangkan kegiatan pembelajaran yang memberikan pengalaman yang konkret atau langsung dalam membangun konsep 4. Melaksanakan pembelajaran yang dapat mengembangkan nilai-nilai sehingga siswa mampu menentukan pilihan yang stabil dan menjadi pegangan bagi dirinya. Karakteristik Anak Usia Sekolah Menengah (SMP) Dilihat dari tahapan perkembangan yang disetujui oleh banyak ahli, anak usia sekolah menengah (SMP) berada pada tahap perkembangan pubertas (10-14 tahun). Terdapat sejumlah karakteristik yang menonjol pada anak usia SMP ini, yaitu: 1. Terjadinya ketidakseimbangan proporsi tinggi dan berat badan. 2. Mulai timbulnya ciri-ciri seks sekunder 3. Kecenderungan ambivalensi, antara keinginan menyendiri dengan keinginan bergaul, serta keinginan untuk bebas dari dominasi dengan kebutuhan bimbingan dan bantuan dari orangtua. 4. Senang membandingkan kaedah-kaedah, nilai-nilai etika atau norma dengan kenyataan yang terjadi dalam kehidupan orang dewasa. 5. Mulai mempertanyakan secara skeptic mengenai eksistensi dan sifat kemurahan dan keadilan Tuhan. 6. Reaksi dan ekspresi emosi masih labil. 7. Mulai mengembangkan standar dan harapan terhadap perilaku diri sendiri yang sesuai dengan dunia sosial 8. Kecenderungan minat dan pilihan karier relatif sudah lebih jelas.



Adanya karakteristik anak usia sekolah menengah yang demikian, maka guru diharapkan untuk: 1. Menerapkan model pembelajaran yang memisahkan siswa pria dan wanita ketika membahas topik-topik yang berkenaan dengan anatomi dan fisiologi. 2. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyalurkan hobi dan minatnya melalui kegiatan-kegiatan yang positif. 3. Menerapkan pendekatan pembelajaran yang memperhatikan perbedaan individual atau kelompok kecil. 4. Meningkatkan kerjasama dengan orangtua dan masyarakat untuk mengembangkan potensi siswa. 5. Tampil menjadi teladan yang baik bagi siswa. 6. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar bertanggung jawab. Karakteristrik Anak Usia Remaja (SMA) Masa remaja (12-21 tahun) merupakan masa peralihan antara masa kehidupan anak-anak dan masa kehidupan orang dewasa. Masa remaja sering dikenal dengan masa pencarian jati diri (ego identity). Masa remaja ditandai dengan sejumlah karakteristik penting, yaitu: 1. Mencapai hubungan yang matang dengan teman sebaya 2. Dapat menerima dan belajar peran sosial sebagai pria atau wanita dewasa yang dijunjung tinggi oleh masyarakat 3. Menerima keadaan fisik dan mampu menggunakannya secara efektif 4. Mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya 5. Memilih dan mempersiapkan karier di masa depan sesuai dengan minat dan kemampuannya 6. Mengembangkan sikap positif terhadap pernikahan, hidup berkeluarga dan memiliki anak 7. Mengembangkan keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang diperlukan sebagai warga Negara 8. Mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab secara sosial 9. Memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika sebagai pedoman dalam bertingkah laku 10.Mengembangkan wawasan keagamaan dan meningkatkan religiusitas



Berbagai karakteristik perkembangan masa remaja tersebut, menuntut adanya pelayanan pendidikan yang mampu memenuhi kebutuhannya. Hal ini dapat dilakukan guru, diantaranya: 1. Memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang kesehatan reproduksi, bahaya penyimpangan seksual dan penyalahgunaan narkotika 2. Membantu siswa mengembangkan sikap apresiatif terhadap postur tubuh atau kondisi dirinya 3. Menyediakan fasilitas yang memungkinkan siswa mengembangkan keterampilan yang sesuai dengan minat dan bakatnya, seperti sarana olahraga, kesenian dan sebagainya 4. Memberikan pelatihan untuk mengembangkan keterampilan memecahkan masalah dan mengambil keputusan 5. Melatih siswa mengembangkan resiliensi, kemampuan bertahan dalam kondisi sulit dan penuh godaan 6. Menerapkan model pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk berpikir kritis, reflektif dan positif 7. Membantu siswa mengembangkan etos kerja yang tinggi dan sikap wiraswasta 8. Memupuk semangat keberagaman siswa melalui pembelajaran agama terbuka dan lebih toleran 9. Menjalin hubungan yang harmonis dengan siswa dan bersedia mendengarkan segala keluhan dan problem yang dihadapinya Demikianlah masing-masing karakteristik perkembangan peserta didik menurut kajian psikologi.



Masalah Belajar Dan Solusinya 19/05/2014 Afid Burhanuddin 1 Comment



Masalah adalah suatu keadaan yang tidak diharapkan oleh kita sebagai penyimpangan kecil dalam bidang kehidupan yang kita alami. Permasalahan yang timbul akibat adanya berbagai faktor yakni faktor internal dan faktoe eksternal. Ruang lingkup masalah di dunia pendidikan sangat beragam baik itu mikro maupun makro, seperti halnya dalam proses belajar mengajar. Masalah atau problem dalam pembelajaran sangatlah mungkin, dan ini bisa disebabkan beberapa faktor, bisa dari peserta didik sendiri atau dari pengajar (guru). Dalam dunia pendidikan, diagnosis diartikan kesulitan belajar sebagai segala usaha yang dilakukan untuk memahami dan menetapkan jenis dan sifat kesulitan belajar. Diagnosis juga mempelajari faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan belajar serta cara menetapkan dan kemungkinan mengatasinya, baik secara kuratif (penyembuhan) maupun secara preventif (pencegahan) berdasarkan data dan informasi yang seobyektif mungkin. Dengan demikian, semua kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk menemukan ‘ “kesulitan belajar” termasuk kegiatan diagnosa. Perlunya diadakan diagnosis belajar karena berbagai hal. Pertama, setiap siswa hendaknya mendapat kesempatan dan pelayanan untuk berkembang secara maksimal. Kedua, adanya perbedaan kemampuan, kecerdasan, bakat, minat dan latar belakang lingkungan masing-masing siswa. Ketiga, sistem pengajaran di sekolah seharusnya memberi kesempatan pada siswa untuk maju sesuai dengan kemampuannya. Dan, keempat, untuk menghadapi permasalahan yang dihadapi oleh siswa, hendaknya guru beserta BP lebih intensif dalam menangani siswa dengan menambah pengetahuan, sikap yang terbuka dan mengasah ketrampilan dalam mengidentifikasi kesulitan belajar siswa.



1. KONSEP DASAR



Belajar pada dasarnya merupakan proses usaha aktif seseorang untuk memperoleh sesuatu, sehingga terbentuk perilaku baru menuju arah yang lebih baik. Kenyataannya, para pelajar seringkali tidak mampu mencapai tujuan belajarnya atau tidak memperoleh perubahan tingkah laku sebagai mana yang diharapkan. Hal itu menunjukkan bahwa peserta didik mengalami kesulitan belajar yang merupakan hambatan dalam mencapai hasil belajar. Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, kita juga dihadapkan dengan sejumlah karakterisktik siswa yang beraneka ragam. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajarnya secara lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit pula siswa yang justru dalam belajarnya mengalami berbagai kesulitan. Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar, dan dapat bersifat psikologis, sosiologis, maupun fisiologis, sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan prestasi belajar yang dicapainya berada di bawah semestinya. Sementara itu, setiap peserta didik dalam mencapai sukses belajar, mempunyai kemampuan yang berbeda-beda. Ada peserta didik yang dapat mencapainya tanpa kesulitan, akan tetapi banyak pula peserta didik mengalami kesulitan, sehingga menimbulkan masalah bagi perkembangan pribadinya.



Menghadapi masalah itu, ada kecenderungan tidak semua peserta didik mampu memecahkannya sendiri. Seseorang mungkin tidak mengetahui cara yang baik untuk memecahkan masalah sendiri. Ia tidak tahu apa sebenarnya masalah yang dihadapi. Ada pula seseorang yang tampak seolah tidak mempunyai masalah, padahal masalah yang dihadapinya cukup berat.



1. ANALISIS MASALAH BELAJAR DAN SOLUSINYA



1. Faktor intern Faktor ini meliputi gangguan psiko fisik siswa, yakni : 1) Yang bersifat kognitif seperti rendahnya rendahnya kapasitas intelektual. 2) Yang bersifat afektif antara labilnya emosi dan sikap. Kelemahan emosional, seperti merasa tidak aman, kurang menyesuaikan diri serta ketidakmatangan emosi. 3) Yang bersifat psikomotor antara lain terganggunya alat indra, cacat tubuh, serta kurang berfungsinya organ-organ perasaan. 4) Motivasi. Kurangnya motivasi belajar akan menyebabkan anak atau siswa malas untuk belajar. 5) Konsentrasi belajar yang kurang baik. 6) Rasa percaya diri. Rasa percaya diri timbul dari keinginan berhasil dalam belajar. 7) Kebiasaan belajar. Kebiasaan belajar akan mempengaruhi kemampuannya dalam berlatih da menguasai materi yang telah disampaikan oleh guru. 8) Kurang perhatian dan minat terhadap pelajaran sekolah, malas dalam belajar, dan sering bolos atau tidak mengikuti pelajaran.



2. Faktor ekstern Faktor ini meliputi semua situasi dan kondisi lingkungan siswa yang tidak kondusif bagi terwujudnya aktifitas-aktifitas belajar. Yang termasuk dalam faktor ini adalah : 1) Lingkungan keluarga, seperti ketidak harmonisan hubungan antara ayah dan ibu, dan rendahnya tingkat ekonomi keluarga. 2) Lingkungan masyarakat, seperti wilayah yang kumuh, teman sepermainan yang nakal.



3) Lingkungan sekolah, seperti kondisi dan letak gedung sekolah yang buruk, seperti dekat pasar kondisi guru, serta alat-alat belajar yang berkualitas rendah. 4) Guru sebagai pembina siswa belajar. Guru adalah pengajar yang mendidik. Dia tidak hanya menajar bidang studi yang sesuai dengan keahliannnya, tetapi juga menjadi pendidik pemuda generasi bangsa. 5) Kurikulum sekolah. Adanya kurikulum baru akan menimbulkan masalah seperti tujuan yang akan dicapai mungkin juga berubah, isi pendidikan berubah, kegiatan belajar mengajar juga berubah serta evaluasi berubah. 6) Terlalu berat beban belajar siswa maupun guru. 7) Metode belajar yang kurang memadai. 8) Sikap orangtua yang tidak memperhatikan anaknya. 9) Keadaan ekonomi.



Mengatasi malas belajar siswa agar bersemangat dan tidak malas untuk belajar, adalah hal yang harus dilakukan oleh orangtua di rumah maupun guru di sekolah. Terkadang siswa malas untuk belajar karena minat dan motivasi yang kurang dari orangtua maupun guru. Orangtua maupun guru harus mendukung dan memotivasi siswa agar bersemangat dan tidak malas untuk belajar. Ada beberapa solusi yang bisa dilakukan oleh orangtua maupun guru untuk meningkatkan minat belajar siswa adalah sebagai berikut : 1) Menanamkan pengertian yang benar tentang belajar pada siswa sejak dini, menumbuhkan inisiatif belajar mandiri pada siswa, menanamkan kesadaran serta tanggung jawab sebagai pelajar pada siswa merupakan hal lain yang bermanfaat jangka panjang. 2)



Berikan contoh belajar pada peserta didik.



3) Berikan intensif jika siswa belajar. Intensif yang dapat diberikan ke siswa tidak selalu berupa materi, tapi bisa juga berupa penghargaan dan perhatian. 4) Orang tua sering mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang diajarkan di sekolah pada anak. Sehingga orangtua tahu perkembangan anak di sekolah. 5) Mengajarkan kepada siswa pelajaran-pelajaran dengan metode tertentu yang sesuai dengan kemampuan siswa. 6) Komunikasi. Orangtua harus membuka diri, berkomunikasi dengan anak untuk mendapat informasi tentang perkembangan anak tersebut. 7)



Menciptakan disiplin. Jadikan belajar sebagai rutinitas yang pasti.



8) Pilih waktu belajar yang tepat dan anak merasa bersemangat untuk belajar agar anak mampu memahami apa yang sedang dipelajari. 9) Menciptakan suasana belajar yang baik dan nyaman, orangtua memberikan perhatian dengan cara mengarahkan dan mendampingi anak saat belajar. 10) Menghibur dan memberikan solusi yang baik dan bijaksana pada anak, apabila anak sedang sedih atau sedang sakit, sedang tidak ada motivasi untuk belajar, orangtua harus membangun motivasi anak agar bersemangat dalam belajar. 11) Gunakan imajinasi peserta didik. Orangtua membantu peserta didik membayangkan apa yang dia inginkan untuk masa depan, baik dalam waktu panjang atau pendek. 12) Mengarahkan peserta didik untuk berteman dan hidup dalam lingkungan yang baik dan mendukung. 13) Tidak memfokuskan bahwa belajar hanya dari buku saja. Tetapi dari lingkungan sekitar juga dapat digunakan untuk belajar. 14)



Mengidentifikasi siswa yang diperkirakan mengalami kesulitan dalam belajar.



15) Membangun motivasi atau minat belajar siswa, sehingga siswa bersemangat dalam belajar. 16) Menyiapkan ruang kelas yang nyaman, kondusif, sehingga siswa dapat belajar dengan nyaman. 17) Guru dalam mengajar harus melibatkan anak secara aktif melalui kegiatan diskusi, tugas kelompok agar anak tidak bosan di dalam kelas. Karena metode guru yang mengajar dengan berceramah saja akan membuat siswa merasa bosan dan tidak memperhatikan. 18) Guru harus mempunyai model pembelajaran yang bervariasi dalam setiap pertemuan agar tidak monoton, sehingga siswa semangat dengan metode pembelajaran yang baru. 19)



Melakukan pendekatan terhadap siswa. 3. Langkah-langkah mengenali peserta didik yang mengalami kesulitan atau masalah belajar



1) Menunjukkan prestasi yang menurun atau rendah, di bawah rata rata. 2) Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan. 3) Lambat dalam mengerjakan tugas-tugas belajar. 4) Prestasi menurun drastis. 5) Peserta didik sering bolos, masuk tanpa keterangan. 6) Bila ada tugas selalu tidak mengerjakan.



4. Mengidentifikasi kesulitan belajar peserta didik 1) Melakukan kunjungan rumah. 2) Meneliti pekerjaan siswa jika ada tugas rumah. 3) Mengamati tingkah laku peserta didik. 4) Komunikasi dengan orangtua mengenai perkembangan anak dan tingkah laku di sekolah. 5) Bekerjasama dengan masyarakat dan lembaga untuk membantu memecahkan masalah peserta didik. 6) Menyelenggarakan bimbingan belajar atau kelompok untuk meningkatkan prestasi belajar peserta mendidik. Bimbingan belajar merupakan upaya guru untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar. 7) Meneliti kemajuan peserta didik di sekolah maupun di luar sekolah.



1. PENUTUP



1. Kesimpulan Dalam dunia pendidikan, kesulitan belajar adalah suatu kondisi di mana peserta didik tidak dapat belajar secara wajar, disebabkan adanya ancaman, hambatan ataupun gangguan dalam belajar. Sedangkan masalah belajar adalah suatu keadaan yang tidak diharapkan oleh kita sebagai penyimpangan kecil dalam belajar yang kita alami. Ada dua faktor yang menjadi penyebab masalah belajar yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu yang berasal dari dalam diri peserta didik meliputi kurangnya motivasi dalam belajar, kurangnya minat dalam belajar, intelegensi, bakat serta kesehatan mental. Faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar peserta didik meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat atau sosial.



2. Saran 1) Bagi siswa yang mengalami kesulitan belajar atau masalah belajar hendaknya bertanya kepada teman, guru atau berkonsultasi ke BK.



2) Apabila siswa belum memahami materi yang diajarkan oleh guru, siswa harus aktif bertanya kepada guru, jangan hanya diam saja. Karena jika siswa belum memahami materi yang diajarkan akan membuat siswa malas belajar. 3) Bagi para guru atau pengajar harus lebih memahami karakteristik peserta didiknya, sehingga peserta didik lebih mudah memahami pelajaran. ............................................................................................... KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK DALAM PROSES PEMBELAJARAN Labels: teori belajar KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK DALAM PROSES PEMBELAJARAN Muhammad Faiq Dzaki PENDAHULUAN Sebagai seorang guru, sangat perlu memahami perkembangan peserta didik. Perkembangan peserta didik tersebut meliputi: perkembangan fisik, perkembangan sosioemosional, dan bermuara pada perkembangan intelektual. Perkembangan fisik dan perkembangan sosio sosial mempunyai kontribusi yang kuat terhadap perkembangan intelektual atau perkembangan mental atau perkembangan kognitif siswa. Pemahaman terhadap perkembangan peserta didik di atas, sangat diperlukan untuk merancang pembelajaran yang kondusif yang akan dilaksanakan. Rancangan pembelajaran yang kondusif akan mampu meningkatkan motivasi belajar siswa sehingga mampu meningkatkan proses dan hasil pembelajaran yang diinginkan. 1. Perkembangan Fisik Anak/Siswa Anak masuk kelas satu SD atau MI berada dalam periode peralihan dari pertumbuhan cepat masa anak anak awal ke suatu fase perkembangan yang lebih lambat. Ukuran tubuh anak relatif kecil perubahannya selama tahun tahun di SD. Pada usia 9 tahun tinggi dan berat badan anak laki laki dan perempuan kurang lebih sama. Sebelum usia 9 tahun anak perempuan relatif sedikit lebih pendek dan lebih langsing dari anak laki laki. Pada akhir kelas empat, pada umumnya anak perempuan mulai mengalami masa lonjakan pertumbuhan. Lengan dan kaki mulai tumbuh cepat. Pada akhir kelas lima, umumnya anak perempuan lebih tinggi, lebih berat dan lebih kuat daripada anak laki laki. Anak laki laki memulai lonjakan pertumbuhan pada usia sekitar 11 tahun. Menjelang awal kelas enam, kebanyakan anak perempuan mendekati puncak tertinggi pertumbuhan mereka. Periode pubertas yang ditandai dengan menstruasi umumnya dimulai pada usia 12 13 tahun. Anak laki laki memasuki masa pubertas dengan ejakulasi yang terjadi antara usia 13 16 tahun.



Perkembangan fisik selama remaja dimulai dari masa pubertas. Pada masa ini terjadi perubahan fisiologis yang mengubah manusia yang belum mampu bereproduksi menjadi mampu bereproduksi. Hampir setiap organ atau sistem tubuh dipengaruhi oleh perubahan perubahan ini. Anak pubertas awal (prepubertal) dan remaja pubertas akhir (postpubertal) berbeda dalam tampakan luar karena perubahan perubahan dalam tinggi proporsi badan serta perkembangan ciri ciri seks primer dan sekunder. Meskipun urutan kejadian pubertas itu umumnya sama untuk tiap orang, waktu terjadinya dan kecepatan berlangsungnya kejadian itu bervariasi. Rata rata anak perempuan memulai perubahan pubertas 1,5 hingga 2 tahun lebih cepat dari anak laki laki. Kecepatan perubahan itu juga bervariasi, ada yang perlu waktu 1,5 hingga 2 tahun untuk mencapai kematangan reproduksi, tetapi ada yang memerlukan waktu 6 tahun. Dengan adanya perbedaan perbedaan ini ada anak yang telah matang sebelum anak matang yang sama usianya mulai mengalami pubertas. 2. Perkembangan Sosio emosional Anak/Siswa Menjelang masuk SD, anak telah rnengembangkan keterampilan berpikir bertindak dan pengaruh sosial yang lebih kompleks. Sampai dengan masa ini, anak pada dasarnya egosentris (berpusat pada diri sendiri), dan dunia mereka adalah rumah keluarga, dan taman kanak kanaknya. Selama duduk di kelas kecil SD, anak mulai percaya diri tetapi juga sering rendah diri. Pada tahap ini mereka mulai mencoba membuktikan bahwa mereka "dewasa". Mereka merasa "saya dapat mengerjakan sendiri tugas itu, karenanya tahap ini disebut tahap 'I can do it my self'. Mereka dimungkinkan untuk diberikan suatu tugas. Daya konsentrasi anak tumbuh pada kelas kelas tinggi SD. Mereka dapat meluangkan lebih banyak waktu untuk tugas tugas pilihan mereka, dan seringkali mereka dengan senang hati menyelesaikannya. Tahap ini juga termasuk tumbuhnya tindakan mandiri, kerjasama dengan kelompok, dan bertindak menurut cara cara yang dapat diterima lingkungan mereka. Mereka juga mulai peduli pada permainan yang jujur. Selama masa ini mereka juga mulai menilai diri mereka sendiri dengan membandingkannya dengan orang lain. Anak anak yang lebih muda menggunakan perbandingan sosial (social comparison) terutama untuk norma norma sosial dan kesesuaian jenis jenis tingkah laku tertentu. Pada saat anak anak tumbuh semakin lanjut, mereka cenderung menggunakan perbandingan sosial untuk mengevaluasi dan menilai kemampuan kemampuan mereka sendiri. Sebagai akibat dari perubahan struktur fisik dan kognitif mereka, anak pada kelas besar di SD berupaya untuk tampak lebih dewasa. Mereka ingin diperlakukan sebagai orang dewasa.Terjadi perubahan perubahan yang berarti dalam kehidupan sosial dan emosional mereka. Di kelas besar SD anak laki laki dan perempuan menganggap keikutsertaan dalam kelompok menumbuhkan



perasaan bahwa dirinya berharga. Tidak diterima dalam kelompok dapat membawa pada masalah emosional yang serius Teman teman mereka menjadi lebih penting daripada sebelumnya. Kebutuhan untuk diterima oleh teman sebaya sangat tinggi. Remaja sering berpakaian serupa. Mereka menyatakan kesetiakawanan mereka dengan anggota kelompok teman sebaya melalui pakaian atau perilaku. Hubungan antara anak dan guru juga seringkali berubah. Pada saat di SD kelas rendah, anak dengan mudah menerima dan bergantung kepada guru. Di awal awal tahun kelas tinggi SD hubungan ini menjadi lebih kompleks. Ada siswa yang menceritakan informasi pribadi kepada guru, tetapi tidak mereka ceritakan kepada orang tua mereka. Beberapa anak pra remaja memilih guru mereka sebagai model. Sementara itu, ada beberapa anak membantah guru dengan cara cara yang tidak mereka bayangkan beberapa tahun sebelumnya. Malahan, beberapa anak mungkin secara terbuka menentang gurunya. Salah satu tanda mulai munculnya perkembangan identitas remaja adalah reflektivitas yaitu kecenderungan untuk berpikir tentang apa yang sedang berkecamuk dalam benak mereka sendiri dan mengkaji diri sendiri. Mereka juga mulai menyadari bahwa ada perbedaan antara apa yang mereka pikirkan dan mereka rasakan serta bagaimana mereka berperilaku. Mereka mulai mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan. Remaja mudah dibuat tidak puas oleh diri mereka sendiri. Mereka mengkritik sifat pribadi mereka, membandingkan diri mereka dengan orang lain, dan mencoba untuk mengubah perilaku mereka. Pada remaja usia 18 tahun sarnpai 22 tahun, urnumnya telah rnengembangkan suatu status pencapaian identitas. RINGKASAN Pada anak perempuan sekitar kelas 6 SD, sudah mencapai puncak lonjakan tinggi badan pada umur (10,5 13,5) tahun dan sudah mulai menstruasi umur (10,5 15,5) tahun. Sementara itu pada anak laki laki puncak lonjakan tinggi badan tercapai (12,515,5) tahun serta mereka juga sudah dewasa pada alat reproduksinya pada umur (12 16) tahun yaitu dengan ditandainya penyemburan pertama air mani. Perkembangan sosio emosional, pada anak permulaan masuk SD mulai mengembangkan keterampilan berpikir, bertindak, dan pengaruh sosial yang lebih kompleks. Seiring bertambahnya kelas dan dengan berlangsungnya pendidikan dan pengajaran di sekolah, anak semakin rnengembangkan konsentrasi dalam mengerjakan sesuatu termasuk mengerjakan tugas sekolah, mengevaluasi diri sendiri dibandingkan dengan orang lain. Pada akhir SMP anak sudah mencapai perkembangan sosio emosional yang lebih stabil dan sudah mengembangkan status pencapaian identitas.