Hakikat Asesmen Dalam Pembelajaran [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ACUAN PENILAIAN, KRITERIA TES, DAN HAKIKAT ASESMEN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA



Oleh: HENRY TRIAS PUGUH JATMIKO



S841508011



PARAMITA IDA SAFITRI



S841508020



TITI SETIYONINGSIH



S841508029



YUSUF MUFLIKH RAHARJO



S841508034



PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET 2016



A. Acuan-Acuan dalam Penilaian Pengolahan nilai-nilai menjadi nilai akhir sorang peserta didik dapat dilakukan dengan mengacu kepada criteria atau patokan tertentu. Dalam hal ini dikenal adanya dua patokan yang umum dipakai dalam penilaian. Menurut Ngalim (2004: 75), dua patokan penilaian tersebut antara lain penilaian acuan patokan (PAP) dan penilaian acuan norma (PAN). Penilaian acuan patokan merupakan penilaian dengan mengacu kepada suatu criteria pencapaian tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya. Nilai-nilai yang diperoleh siswa dihubungkan dengan tingkat pencapaian penguasaan peserta didik tentang materi pengajaran sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan (Ngalim, 2004: 76). Hal ini dapat dilihat contoh konkretnya adalah tujuan pembelajaran dalam dunia pendidikan. Tujuan pembelajaran di sini menjadi sebuah acuan yang digunakan guru untuk melakukan penilaian kepada para peserta didiknya. Guru yang memberikan pembelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran kemudian mengukur tingkat keberhasilan peserta didiknya melalui tes, selanjutnya melakukan penilaian dengan mengacu pada tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Atas dasar inilah, guru dapat menentukan lulus tidaknya seorang peserta didik dalam proses pembelajaran yang mengacu pada tujuan pembelajaran. Patokan penilaian jenis ini dikatakan tepat untuk penilaian sumatif (Sofyan, 2006: 87). Artinya, PAP tepat digunakan untuk melakukan penilaian akhir unit program, atau akhir semester. Penilaian acuan norma adalah penilaian yang dilakukan dengan mengacu pada norma kelompok atau nilai-nilai yang diperoleh peserta didik dibandingkan dengan nilai-nilai peserta didik yang lain dalam kelompok tersebut. Dengan kata lain, pemberian nilai jenis ini mengacu pada perolehan skor pada kelompok tersebut. Penilaian jenis ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu menentukan jumlah yang lulus dari seluruh peserta melalui presentase dan menggunakan rata-rata skor perolehan dalam kelompok sehingga dapat diperoleh yang diluluskan. Dapat diartikan bahwa ketika dalam suatu kelompok tersebut ada yang mendapatkan nilai paling rendah maka dinyatakan tidak lulus.



B. Kriteria Tes yang Baik Wayan Nurkencana (dalam Basuki dan Hariyanto, 2014: 21) menyatakan bahwa tes adalah suatu cara untuk mengadakan penilaian yang berbentuk suatu tugas yang harus dikerjakan anak atau sekelompok anak sehingga menghasilkan suatu nilai tentang tingkah laku atau prestasi anak tersebut yang kemudian dapat dibandingkan dengan dengan nilai yang dicpai oleh anak-anak lain atau standar yang telah ditetapkan. Suatu tes yang baik diketahui memiliki cirri-ciri pokok antara lain, dapat dipecaya (reliable), sah atau valid, objektif, serta praktis. Berikut ini penjabaran Basuki dan Hariyanto (2014, 22-26) mengenai kriteria tes yang baik, yaitu: a. Reliabilitias tes Suatu tes dikatakan reliable jika dapat dipercaya. Suatu tes dapat dikatakan apabila hasil yang dicapai tes itu konstan atau tetap. b. Validitas Tes Validitas artinya sah atau cocok, atau benar. Tes yang valid artinya benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur. Tes tersebut benar-benar dapat memberikan gambaran tentang apa yang diinginkan untuk diukur. c. Objektivitas (bebas dari bias, freedom from bias) Suatu tes dikatakan objektif jika pendapat atau pertimbangan dari pemeriksa (scorer) tes tidak berpengaruh dalam proses penentuan angka (grading) atau proses pemberian skor (scoring). Maksudnya, tidak ada unsur-unsur subjektif dari pemeriksa di dalam menentukan skor jawaban tes. d. Praktibilitas (practibility) Apabila sebuah tes bersifat praktis dan mudah pengadministrasiannya maka dapat dikatakan bahwa tes tersebut memiliki praktibilitas yang tinggi. Tes yang baik harus bersifat praktis, yang idnikasinya: dilengkapi oleh petunjuk-petunjuk yang jelas, mudah pelaksanaannya, memberikan kebebasan kepada siswa untuk mengerjakan soal-soal yang lebih mudah terlebih dahulu, serta mudah pemeriksaannya. e. Ciri tes yang baik lainnya Di samping keempat ciri pokok tes yang baik di atas, antara lain sebagai berikut. 1) Mudah dilaksanakan (ease of administration) 2) Mudah diskor (ease of scoring) 3) Ekonomis (economically) Setidak-setidaknya menurut Sudijono (2005: 93) ada empat ciri-ciri atau karakteristik yang harus dimiliki oleh tes hasil belajar, sehingga tes tersebut dapat dinyatakan sebagai tes yang baik, yaitu: (1) valid (shahih); (2) reliabel (tsabit); (3) obyektif (maudu’iy), dan (4) praktis (‘amaliy). Ciri pertama tes yang baik adalah bahwa tes hasil belajar tersebut bersifat valid atau memiliki validitas. Kata “valid” sering diartikan dengan: tepat, benar, shahih, absah; jadi kata



validitas dapat diartikan dengan ketepatan, kebenaran, keshahihan atau keabsahan. Jadi, tes belajar dapat dikatakan valid apabila tes hasil belajar tersebut (sebagai alat pengukur keberhasilan peserta didik) dengan secara tepat, benar, shahih atau absah dapat mengukur atau mengungkap hasil-hasil belajar yang telah dicapai oleh peserta didik, setelah mereka menempuh proses belajar mengajar dalam jangka waktu tertentu. Ciri kedua dari tes hasil belajar yang baik adalah bahwa tes hasil belajar tersebut telah memiliki reliabilities atau bersifat reliabel. Kata “reliabilitas” sering diterjemahkan dengan keajegan (stability) atau kemantapan (consistency). Maka sebuah tes hasil belajar dapat dinyatakan reliabel apabila hasil-hasil pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan tes tes tersebut secara berulang kali terhadap subyek yang sama, senantiasa menunjukkan hasil yang tetap sama atau sifatnya ajeg atau stabil. Ciri ketiga dari tes hasil belajar yang baik adalah, bahwa tes hasil belajar tersebut bersifat obyektif. Sebuah tes hasil belajar dapar dikatakan sebagai tes hasil belajar yang objektif apabila tes tersebut disusun dan dilaksanakan “apa adanya” ditinjau dari segi isi atau matesi tes, segi pemberian skor dan penentuan nilai hasil tes. Ciri keempat dari tes hasil belajar yang baik ialah bahwa tes hasil belajar tersebur bersifat praktis dan ekonomis. Bersifat praktis mengandung pengertian bahwa tes hasil belajar tersebut dapat dilaksanakan dengan mudah, bersifat ekonomis mengandung pengertian bahwa tes hasil belajar tersebut tidak memerlukan waktu dan tenaga serta biaya yang banyak. Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tes yang baik setidaknya haruslah memiliki empat karakteristik yaitu: valid, reliabel, obyektif, dan praktis-ekonomis. Tes yang baik memiliki ciri valid yaitu mampu mengukur kemampuan peserta didik secara tepat, memiliki ciri reliabel yang artinya hasil yang konsisten meskipun sudah diujian berulang kali, memiliki ciri obyektif yang artinya tidak memihak pada kepentingankepentingan tertentu atau tidak subyektif, serta memiliki ciri ekonomis dan praktis yang artinya tes tersebut mudah untuk dilaksanakan oleh seluruh pihak dan tidak memerlukan waktu dan biaya yang berlebihan.



C. Hakikat Asesmen dalam Pembelajaran Bahasa Secara kamus, assessment atau asesmen memimiliki arti penilaian. Asesmen didefinisikan oleh Hart sebagai proses pengumpulan, pelaporan, dan penggunaan informasi tentang hasil belajar peserta didik yang diperoleh melalui pengukuran untuk menganalisis atau menjelaskan untuk kerja/kinerja atau prestasi peserta didik dalam mengerjakan tugas-tugas terkait (dalam Muslich, 2011: 2). Selanjutnya dalam pembelajaran lebih khusus dijelaskan bahwa kegiatan penilaian merupakan suatu tindakan atau kegiatan untuk melihat sejauh mana tujuan-tujuan pembelajaran telah dapat dicapai atau dikuasai peserta didik dalam bentukbentuk hasil belajar yang diperlihatkannya setelah mereka menempuh pengalaman belajarnya (Muslich, 2011: 13). Pernyataan tersebut sesuai dengan Permendikbud Tahun 2013 Nomor 66 yang menjelaskan bahwa penilaian pendidikan adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pecapaian hasil belajar peserta didik. Hasil dari penilaian adalah informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan (Depdiknas, 2008). Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas dapat diketahui bahwa penilaian identik dengan dunia pendidikan sehingga dapat disimpulkan, asesmen dalam pembelajaran merupakan sebuah proses untuk mengolah informasi yang digunakan untuk mengambil keputusan (judgement) atas proses pembelajaran peserta didik. Informasi yang dimaksudkan adalah meliputi hal-hal yang melekat pada diri siswa sesuai dengan indikator dan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai dalam proses pembelajaran. Keterkaitan antara penilaian dalam pembelajaran sangat kuat, karena penilaian merupakan sebuah kegiatan untuk mengetahui perkembangan, kemajuan,dan atau hasil belajar siswa. Penilaian merupakan suatu hal yang inheren dalam kegiatan pembelajaran. Penilaian merupakan salah satu kegiatan yang harus dilakukan guru dan siswa dari serangkaian kegiatan belajar mengajar yang telah dilakukan ( Suwandi. 2011 :1). Penilaian dalam suatu pembelajaran harus bersifat heterogen (tidak boleh satu jenis penilaian), hal ini disebabkan satu jenis penilaian tidak dapat menilai kompetensi (pengetahuan, keterampilan, dan sikap), kelengkapan cakupan yang ingin di capai, dan hasil belajar peserta didik berdasarkan tingkat pencapaian prestasi peserta didik. Dalam hal penilaian ini guru dituntut melakukan penilaian dengan sebaik-baiknya agar tujuan dalam pembelajaran dapat terwujud. Sejalan dengan tujuan tersebut dimensi penilaian dalam pembelajaran berkenaan dengan komponen-komponen yang membentuk proses belajar mengajar dan keterkaitan atau hubungan di antara komponen tersebut mencakup: Tujuan pengajaran atau tujuan intrusional, Bahan pengajaran, Kondisi siswa dan kegiatan belajarnya,



Kondisi guru dan kegiatan



mengajarnya, alat dan sumber belajar yang digunaka, Teknik dan cara pelaksanaannya



penilaian. Dalam penilaian pembelajaran bahasa Indonesia seorang siswa mampu menguasai empat keterampilan berbahasa secara baik dan mampu menerapkan dalam kehidupan seharihari, selain siswa kondisi guru dan sarana yang menunjang dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia Proses asesmen dalam pembelajaran terdapat tiga tahapan, yaitu tahap persiapan, pengumpulan informasi, dan pertimbangan (Muslich, 2011: 19). Tahap persiapan merupakan tahap mengidentifikasi keputusan apa saja yang akan diambil. Setelah mengidentifikasi, barulah dilanjutkan dengan menentukan informasi apa saja yang harus dikumpulkan yang akan dijadikan sebagai sumber dari penilaian yang akan dilakukan. Tahap pengumpulan informasi merupakan tahap lanjutan setelah merumuskan informasi yang hendak dijadikan sumber penilaian. Artinya, tahap ini merupakan tahap teknis seperti melakukan tes, member skor, menghitung rata-rata prestasi kelompok peserta didik, dan sebagainya. Tahap pertimbangan merupakan tahap terakhir dalam penilaian pembelajaran, yakni tahap memberikan tafsiran atas informasi yang terkumpul. Dengan kata lain, tahap ini merupakan tahap menganalisis atas informasi yang telah terkumpul. Pembelajaran bahasa Indonesia pada hakikatnya proses kegiatan belajar mengajar dengan memfokuskan pencapaian keterampilan atau kompetensi siswa dalam berbahasa Indonesia, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Penilaian pembelajaran bahasa Indonesia dilaksankan melalui berbagai cara. Cara-cara penilaian tersebut antara lain tes tertulis (paper and pencil test), penilaian hasil kerja siswa melalui kumpulan hasil kerja (karya) siswa (portofolio), penilaian produk, penilaian proyek, dan penilaian unjuk kerja (performance) siswa.



Daftar Pustaka Basuki dan Hariyanto. 2014. Asesmen Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya. Muslich, Masnur. 2011. Authentic Assessment: Penilaian Berbasis Kelas dan Kompetensi. Bandung: Refika Aditama. Sudijono, Anas. 2005. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Suwandi, Sarwiji. 2011. Model-model Assesmen dalam Pembelajaran. Surakarta: Yuma Pustaka.