Hematemesis Melena Et Causa Gastritis Erosif [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Hematemesis Melena et causa Gastritis Erosif dengan Anemia dr. Fanny Fadhilatunnisa, dr. Titis Meyliawati



Pendahuluan Perdarahan saluran cerna merupakan masalah kegawatdaruratan medis yang sering dihadapi. Pendarahan saluran cerna dapat bermanifestasi dengan gejala yang ringan sampai dengan pendarahan masif yang dapat mengancam jiwa. Pendarahan saluran cerna dapat terjadi pada saluran cerna bagian atas dan saluran cerna bagian bawah. Saluran cerna bagian atas (SCBA) dan saluran cerna bagian bawah (SCBB) dipisahkan oleh ligamentum Treitz.2 Pendarahan SCBA 4 kali lebih sering dibandingkan dengan pendarahan SCBB.1 Perdarahan saluran cerna dapat ditemukan dalam beberapa keadaan yaitu hematemesis, melena, hematokezia, ataupu pedarahan tersembunyi (occult bleeding). Hematemesis; muntah darah merah atau material berwarna seperti kopi. Melena; kotoran hitam seperti tar, bau busuk. Hematokezia; kotoran melalui rektum merah terang atau darah kecoklatan. Perdarahan tersembunyi; terdapat darah dalam kotoran namun tak terlihat secara kasat mata.3 Hematemesis dengan atau tanpa melena biasanya mencerminkan perdarahan saluran cerna bagian atas. Namun hematokezia juga dapat terjadi pada perdarahan saluran cerna atas bila darah yang ditimbulkan oleh lesi berasal dari usus halus walaupun hal ini jarang terjadi. Melena mencerminkan bahwa darah telah berada di dalam saluran cerna selama minimal 14 jam. Penyebab pendarahan SCBA yang paling sering dilaporkan adalah pecahnya varises esophagus, gastritis erosive, tukak peptic, gastropati hipertensi portal, sindroma Mallory-Weiss dan keganasan.1 Dalam kurun decade terakhir tampaknya pasien akibat pendarahan SCBA meningkat secara signifikan. Mortalitas akibat pendarahan SCBA adalah 3,5-7 % sementara akibat pendarahan SCBB adalah 3,6 %.2 Oleh karena itu pendekatan baik dan terarah terhadap pasien dengan perdarahan gastrointestinal sangat diperlukan. Tujuan utama anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah menetukan derajat perdarahan.1 Berikut ini akan dibahas mengenai kasus seorang penderita hematemesis melena et causa suspect gastritis erosif yang disertai dengan anemia, ISK, vesikolithiasis dan BPH.



Kasus Seorang pasien laki-laki, Tn. S, 58 tahun, pada bulan Mei 2019 datang diantar oleh keluarganya ke UGD RSUD Tongas dengan keluhan BAB berwarna kehitaman sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Menurut pasien, frekuensi BAB 1-2 kali per hari, BAB berwarna kehitaman, bentuk padat, tidak disertai lendir maupun darah segar. Keluhan juga disertai dengan muntah darah sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Muntah sebanyak 2 kali, berwarna merah kehitaman kurang lebih 2 sendok makan. Muntah hanya berupa darah, tidak disertai dengan isi lambung. Pasien juga mengalami pusing serta mual. Demam disangkal. Riwayat sakit kuning, darah tinggi dan diabetes mellitus disangkal, namun pasien mengatakan bahwa sering mengalami sakit maag dan ada riwayat batu ginjal. Riwayat sakit kuning, darah tinggi dan diabetes mellitus di keluarga disangkal. Pasien belum pernah berobat untuk gejala yang dirasakan saat ini. Menurut pasien, pasien hanya sering mengkonsumsi obat sakit maag yang dijual di warung ketika maagnya kambuh. Pasien memiliki kebiasaan merokok, minum kopi, dan minum jamu pegal linu. Riwayat konsumsi alkohol disangkal. Pasien mengaku sering terlambat makan. Pemeriksaan fisik menunjukkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran composmentis. Berat badan 65 kg tinggi badan 170 cm, dengan tekanan darah 129/71 mmHg, nadi 96 kali/menit, pernapasan 20 kali/menit, SpO2 99-100%, suhu aksila 36.9° celsius. Pemeriksaan kepala dan leher didapatkan konjungtiva anemis, tidak didapatkan sklera ikterik, mukosa sianosis, dispneu, pembesaran kelenjar getah bening maupun peningkatan vena jugularis. Hasil pemeriksaan dada didapatkan jantung dengan suara 1 dan 2 tunggal, tidak didapatkan suara tambahan. Pada paru didapatkan suara napas vesikuler, tidak ditemukan ronkhi maupun wheezing. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan abdomen tampak agak cembung, bising usus normal. Terdapat nyeri tekan pada region epigastrium. Tidak ditemukan pembesaran organ, asites, maupun kaput medusa. Pada ekstremitas tidak didapatkan edema pada kedua kaki dan teraba hangat. Pada pemeriksaan foto thoraks didapatkan cor ukuran normal, pulmo tak tampak infiltrat, sinus costiphrenicus kanan dan kiri tajam. Kesimpulan: cor dan pulmo dalam batas normal. Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan Hemoglobin 6.0 g/dL, leukosit 7.100/mm, hematokrit 19.9%, trombosit 506.000/mm, eritrosit 2.460.000/mm, LED 130mm/jam,



Differential counting 0/0/0/62.4/30.1/7.5. SGOT 20 U/l, SGPT 17 U/l. Kreatinin 1.5 mg/dL, BUN 36.9 g/dL, Urea 79 mf/dL. Gula darah sewaktu 105 mg/dL. Diagnosis kerja saat ini adalah hematemesis-melena ec. Suspect gastritis erosive dengan differential diagnosis hematemesis-melena ec. Suspect sirosis hepatis + anemia gravis. Selanjutnya pasien direncanakan untuk dirawat inap untuk dilakukan pemasangan NGT dan puasa sementara. Terapi yang diberikan infus RD5 1000 cc dalam 24 jam, Omeprazole 2x40 mg, Asam Tranexamat 3x1 ampul, Mecobalamin 2x1 ampul, Carbamazochrome 1x10 mg, drip Vitamin K 3x1 dalam NS 100 cc, Sucralfate syrup 3x1 C, serta transfusi PRC 1 kolf/hari dengan target Hb ≥8 mg/dL.



Perjalanan Penyakit Pada hari perawatan pertama (15/05/2019), didapatkan keluhan BAB hitam 1 kali, mual, nyeri ulu hati dan nyeri tekan abdomen bagian bawah. Pasien menolak dipasangkan NGT. Pasien sudah mendapatkan transfusi sebanyak 1 kolf. Selanjutnya, pasien dilakukan pemeriksaan darah lengkap dan urine lengkap. Didapatkan hasil darah lengkap: Hemoglobin g/dL 7.8, hematokrit 24.9%, leukosit 6.700/mm, trombosit 349.000/mm, eritrosit 3.230.000/mm. pada hasil urinalisa lengkap didapatkan sedimen eritrosit 3-4 LP, sedimen leukosit >25 LP, sedimen epitel 4-5 LP, sedimen bakteri positif, nitrit positif, dan keton postif. Diagnose saat hari perawatan pertama menjadi hematemesis-melena ec. Suspect gastritis erosive dengan differential diagnosis ec. Suspect sirosis hepatis + anemia gravis + infeksi saluran kemih. Diberikan terapi RD5 1000 cc selama 24 jam, Omeprazole 2x40 mg, Mecobalamin 2x1 ampul, Asam Tranexamat 3x1 ampul, Carbamazochrome 1x10 mg, drip Vitamin K 3x1 dalam NS 100 cc, serta transfusi PRC 1 kolf/hari dengan target Hb ≥8 mg/dL, sucralfat sirup 3x1 C. Mendapat tambahan obat Cefixime 2x100 mg dan Sulfos Ferosus 2x1 tablet. Pada hari perawatan kedua (16/05/2019), didapatkan keluhan BAB hitam 1 kali, nyeri ulu hati, nyeri tekan abdomen bagian bawah. Keluhan mual sudah tidak ada. Pasien mengeluhkan saat BAK terasa sakit, tidak disertai dengan perasaan berpasir. Pasien juga mengatakan bahwa ketika BAK harus mengedan agar urine keluar, pasien tidak lampias saat berkemih. Diagnosis saat hari perawatan kedua menjadi hematemesis-melena ec. Suspect gastritis erosive dengan differential diagnosis ec. Suspect sirosis hepatis + anemia gravis + infeksi saluran kemih + suspect BPH. Pasien disarankan untuk dipasang urine catheter namun menolak. Diberikan terapi



RD5 1000 cc selama 24 jam, Omeprazole 2x40 mg, Mecobalamin 2x1 ampul, Asam Tranexamat 3x1 ampul, Carbamazochrome 1x10 mg, drip Vitamin K 3x1 dalam NS 100 cc, serta transfusi PRC 1 kolf/hari dengan target Hb ≥8 mg/dL, sucralfate sirup 3x1 C. Mendapat tambahan obat Cefixime 2x100 mg dan Sulfos Ferosus 2x1 tablet. Pada hari perawatan ketiga (17/05/2019), pasien sudah tidak terdapat keluhan. Pasien sudah mendapatkan transfusi PRC kedua. Hasil pemeriksaan darah lengkap didapatkan Hemoglobin 8.4 g/dL, LED 75/jam, leukosit 6.700/mm. pasien selanjutnya dilakukan pemeriksaan USG abdomen, dengan hasil hepar dalam keadaan normal, buli-buli terdapat batu dengan diameter 4.2 cm, prostat membesar dengan volume 70 ml. Diagnose saat hari perawatan ketiga menjadi hematemesis-melena ec. Suspect gastritis erosive + anemia gravis (teratasi) + infeksi saluran kemih + vesikolithiasis + BPH. Pasien dinyatakan membaik dan diijinkan pulang oleh DPJP dengan obat pulang Ciprofloxacin 2x500 mg, Omeprazole 2x40 mg, sucralfate sirup 3x1 C, dan Sulfos Ferosus 2x1 tablet.



Pembahasan Perdarahan saluran cerna merupakan masalah kegawatdaruratan medis yang sering dihadapi.1 Pendarahan saluran cerna dapat terjadi pada saluran cerna bagian atas dan saluran cerna bagian bawah. Saluran cerna bagian atas (SCBA) dan saluran cerna bagian bawah (SCBB) dipisahkan oleh ligamentum Treitz.2 Perdarahan saluran cerna dapat ditemukan dalam beberapa keadaan yaitu hematemesis, melena, hematokezia, ataupun pedarahan tersembunyi (occult bleeding). Hematemesis; muntah darah merah atau material berwarna seperti kopi. Melena; kotoran hitam seperti ter, bau busuk. Hematokezia; kotoran melalui rektum merah terang atau darah kecoklatan. Perdarahan tersembunyi; terdapat darah dalam kotoran namun tak terlihat secara kasat mata.3 Perdarahan saluran cerna dapat muncul dengan manifestasi klinis yang berbeda. Hematemesis adalah muntah datah yang berwarna merah atau kecoklatan. Darah dapat berwarna kecoklatan bila terjadi konversi hemoglobin menjadi hematin.oleh asam lambung.3 Melena menggambarkan tinja berwarna hitam yang mengandung darah yang telah mengalami proses pencernaan. Tinja biasanya berwarna hitam seperti ter, berbau busuk, dan lengket. Darah berwarna semakin gelap setelah melalui saluran cerna karena pemecahan hemoglobin oleh asam lambung dan pepsin di lambung atau oleh bakteri di usus. Perubahan



warna tinja ini dipengaruhi lokasi perdarahan, jumlah dan laju perdarahan, serta kecepatan transit usus.3 Hematemesis dengan atau tanpa melena biasanya mencerminkan perdarahan saluran cerna bagian atas. Namun hematokezia juga dapat terjadi pada perdarahan saluran cerna atas bila darah yang ditimbulkan oleh lesi berasal dari usus halus walaupun hal ini jarang terjadi. Melena mencerminkan bahwa darah telah berada di dalam saluran cerna selama minimal 14 jam.3 Hemaokezia adalah buang air besar dengan tinja yang disertai darah berwarna merah. Hematokezia biasanya merupakan manifestasi perdarahan saluran cerna bagian bawah. Namun hematokezai dapat terjadi pada saluran cerna bagian atas bila darah tidak berada dalam saluran cerna cukup lama hingga terjadinya melena. Hal ini dapat terjadi pada perdarahan yang masif sehingga mengakibatkan instabilitas hemodinamik dan penurunan kadar hemoglobin. Pada pasien didapatkan anamnesis BAB berwarna kehitaman sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Menurut pasien, frekuensi BAB 1-2 kali per hari, BAB berwarna kehitaman, bentuk padat, tidak disertai lendir maupun darah segar. Keluhan juga disertai dengan muntah darah sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Muntah sebanyak 2 kali, berwarna merah kehitaman kurang lebih 2 sendok makan. Muntah hanya berupa darah, tidak disertai dengan isi lambung. Anamnesis dan pemeriksaan fisik bermanfaat untuk membantu mengetahui lokasi, derajat, dan lama perdarahan serta menilai prognosis dan resiko perdarahan ulang.3 Anamnesis penting untuk memperkirakan sumber pendarahan SCBA dan mencari faktor resiko yang dimiliki oleh pasien. Apakah pasien sedang menderita atau pernah menderita penyakit hati kronik, sirosis hati, atau penyakit lambung dan SCBA yang lain. Adanya riwayat dyspepsia memperberat dugaan ke arah ulkus peptikum. Adanya riwayat muntah-muntah yang berulangulang sebelumnya yang tidak disertai darah kemudian baru-baru ini disertai darah memperberat dugaan ke arah sindrom Mallory-Weiss. Konsumsi alkohol berlebih memperberat dugaan ke gastritis, ulkus peptic, dan kadang-kadang varises esophagus.4 Riwayat perdarahan pada lokasi lain dapat disebabkan sirosis hepatik atau diskrasia darah.3 Obat-obatan tertentu bisa memicu terjadi pendarahan SCBA ini antara lain obat analgetik antipiretik seperti aspirin, kortikosteroid, jamu-jamuan. Perlu juga ditanyakan apakah pasien sering mengkonsumsi alkohol untuk menyingkirkan kemungkinan sirosis hepatis. Perlu ditanyakan pula apakah timbul hematemesis dulu baru melena atau hanya melena saja.4



Perlu juga dicari kemungkinan false hematemesis dan false melena. False melena atau pseudomelena dapat terjadi akibat mengkonsumsi obat-obatan atau makanan tertentu seperti bismuth, charcoal, terapi besi, licorice, blueberry, dan beets.4 Adanya penurunan berat badan yang signifikan dan dalam waktu cepat mengarahkan pada kemungkinan keganasan. Pendarahan yang berat disertai dengan bekuan dan adanya pengobatan syok refrakter menunjukkan kemungkinan ke arah varises.5 Pada pasien didapatkan anamnesis riwayat dispepsia dan batu ginjal. Penderita memiliki kebiasaan merokok, minum kopi, dan minum jamu pegal linu. Riwayat konsumsi alcohol disangkal. Pasien mengaku sering terlambat makan. Pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan tentunya adalah pemeriksaan tanda-tanda vital untuk terutama untuk menilai kestabilan hemodinamik pasien. Pemeriksaan fisik dilanjutkan dengan dengan inspeksi, perkusi, palpasi, dan auskultasi. Langkah awal pada semua kasus pendarahan saluran cerna adalah menentukan bertnya pendarahan dengan memfokuskan pada status hemodinamiknya. Pemeriksaan meliputi tekanan darah pada posisi berbaring, perubahan ortostatik tekanan darah dan nadi, ada tidaknya vasokonstriksi perifer (akral dingin), kelayakan napas, tingkat kesadaran, dan produksi urin. 2,4 Pendarahan akut dalam jumlah darah melebihi 20 % volume darah akan mengakibatkan keadaan hemodinamik tidak stabil dengan tanda-tanda sebagai berikut : hipotensi (90/60 mmHg atau MAP < 70 mmHg) dengan frekuensi nadi >100 kali per menit, tekanan diastolic ortostatik turun > 10 mmHg atau sistolik turun >20 mmHg, frekuensi nadi ortostatik meningkat >15 kali/menit, akral dingin, kesadaran menurun, anuria, oliguria (urin