Hipertermi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN HIPERTERMIA PADA PASIEN DENGAN OBSERVASI FEBRIS A. Konsep Penyakit 1. Definisi Febris atau demam adalah kenaikan suhu tubuh diatas normal. Kenaikan suhu tubuh merupakan bagian dari reaksi biologis kompleks, yang diatur dan dikontrol oleh susunan saraf pusat. Demam sendiri merupakan gambaran karakteristik dari kenaikan suhu tubuh oleh karena berbagai penyakit infeksi dan non-infeksi (Sarasvati, 2010) Febris atau demam adalah proses alami tubuh untuk melawan infeksi yang masuk ke dalam tubuh ketika suhu meningkat melebihi suhu tubuh normal (>37,5°C). Demam adalah proses alami tubuh untuk melawan infeksi yang masuk ke dalam tubuh. Demam terajadi pada suhu > 37, 2°C, biasanya disebabkan oleh infeksi (bakteri, virus, jamu atau parasit), penyakit autoimun, keganasan, ataupun obat – obatan (Surinah dalam Hartini, 2015) Febris atau demam merupakan suatu keadaan suhu tubuh diatas normal sebagai akibat peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus. Sebagian besar demam pada anak merupakan akibat dari perubahan pada pusat panas (termoregulasi) di hipotalamus. Penyakit – penyakit yang ditandai dengan adanya demam dapat menyerang sistem tubuh.Selain itu demam mungkin berperan dalam meningkatkan perkembangan imunitas spesifik dan non spesifik dalam membantu pemulihan atau pertahanan terhadap infeksi (Sodikin dalam Wardiyah, 2016). 2. Etiologi Penyebab Febris selain infeksi juga dapat disebabkan oleh keadaan toksemia, keganasan atau reaksi terhadap pemakaian obat, juga pada gangguan pusat regulasi suhu sentral (misalnya: perdarahan otak, koma). Pada dasarnya untuk mencapai ketepatan diagnosis penyebab demam diperlukan antara lain: ketelitian penggambilan riwayat penyakit pasien, pelaksanaan pemeriksaan fisik, observasi perjalanan penyakit dan evaluasi pemeriksaan laboratorium 1



serta penunjang lain secara tepat dan holistik. Beberapa hal khusus perlu diperhatikan pada demam adala cara timbul demam, lama demam, tinggi demam serta keluhan dan gejala lian yang menyertai demam. Demam belum terdiagnosa adalah suatu keadaan dimana seorang pasien mengalami demam terus menerus selama 3 minggu dan suhu badan diatas 38,3 derajat celcius dan tetap belum didapat penyebabnya walaupun telah diteliti selama satu minggu secara intensif dengan menggunakan sarana laboratorium dan penunjang medis lainnya (Suriadi, 2010). Febris sering disebabkan karena infeksi. Penyebab Febris selain infeksi juga dapat disebabkan oleh keadaan toksemia, keganasan atau reaksi terhadap pemakaian obat, juga pada gangguan pusat regulasi suhu sentral (misalnya perdarahan otak, koma). Pada dasarnya untuk mencapai ketepatan diagnosis penyebab demam diperlukan antara lain: ketelitian pengambilan riwayat penyekit pasien, pelaksanaan pemeriksaan fisik, observasi perjalanan penyakit dan evaluasi pemeriksaan laboratorium, serta penunjang lain secara tepat dan holistic (Nurarif, 2015). Febris terjadi bila pembentukan panas melebihi pengeluaran. Demam dapat berhubungan dengan infeksi, penyakit kolagen, keganasan, penyakit metabolik maupun penyakit lain. Demam dapat disebabkan karena kelainan dalam otak sendiri atau zat toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu, penyakit-penyakit bakteri, tumor otak atau dehidrasi (Guyton dalam Thabarani, 2015). 3. Klasifikasi Menurut Nurarif (2015) klasifikasi Febris atau demam adalah sebagai berikut: a. Demam septik Suhu badan berangsur naik ketingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ketingkat diatas normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ketingkat yang normal dinamakan juga demam hektik.



b. Demam remiten Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu badan normal. Penyebab suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat demam septik. c. Demam intermiten Suhu badan turun ketingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi dalam dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari terbebas demam diantara dua serangan demam disebut kuartana. d. Demam kontinyu Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia e. Demam siklik Terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh beberapa periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula. Suatu tipe demam kadang-kadang dikaitkan dengan suatu penyakit tertentu misalnya tipe demam intermiten untuk malaria. Seorang pasien dengan keluhan demam mungkin dapat dihubungkan segera dengan suatu sebab yang jelas seperti : abses, pneumonia, infeksi saluran kencing, malaria, tetapi kadang sama sekali tidak dapat dihubungkan segera dengan suatu sebab yang jelas. Dalam praktek 90% dari para pasien dengan demam yang baru saja dialami, pada dasarnya merupakan suatu penyakit yang self-limiting seperti influensa atau penyakit virus sejenis lainnya. Namun hal ini tidak berarti kita tidak harus tetap waspada terhadap infeksi bakterial. (Nurarif, 2015) 4. Manifestasi Klinis Menurut Nurarif (2015) tanda dan gejala terjadinya febris adalah : a. Anak rewel (suhu lebih tinggi dari 37,5⁰C - 39⁰C) b. Kulit kemerahan c. Hangat pada sentuhan



d. Peningkatan frekuensi pernapasan e. Menggigil f. Dehidrasi g. Kehilangan nafsu makan Menurut Lestari (2016) tanda dan gejala demam thypoid yaitu : a. Demam b. Gangguan saluran pencernaan c. Gangguan kesadaran d. Relaps (kambuh) 5. Patofisiologi Exogenous dan virogens (seperti; bakteri, virus kompleks antigenantibodi) akan menstimulasi sel host inflamasi (seperti; makrofag sel PMN) yang memproduksi indogeneus pyrogen (Eps). Interleuikin 1 sebagai prototypical eR Eps menyebabkan endothelium hipotalamus meningkatkan prostaglandin dan neurotransmitter, kemudian beraksi dengan neuron preoptik di hipotalamus anterior dengan memproduksi peningkatan “set-point”. Mekanisme tubuh secara fisiologis mengalami(Vasokinstriksi



perifer,



menggigil),dan perilaku ingn berpakaian yang tebal-tebal atau ingin diselimuti dan minum air hangat. Demam seringkali dikaitkan dengan adanya penggunaan pada “set-point” hipotalamus oleh karena infeksi, alergi, endotoxin atau tumor. Tubuh telah mengembangkan suatu sistem pertahanan yang cukup ampuh terhadap infeksi dan peningkatan suhu tubuh memberikan suatu peluang kerja yang optimal untuk sistem pertahanan tubuh. Demam terjadi karena pelepasan pirogen dari dalam leukosit yang sebelumnya telah terangsang oleh pirogen eksogen yang dapat berasal dari mikroorganisme atau merupakan suatu hasil reaksi imunologik yang tidak berdasarkan suatu infeksi. Pirogen adalah suatu protein yang identik dengan interkulin-1. di dalhipotalamus zat ini merangsang pelepasan asam arakidonat serta mengakibatkan peningkatan sintesis prostaglandin E2 yang langsung dapat menyebabkan



suatu



pireksia.



Pengaruh



pengaturan



autonom



akan



mengakibatkan terjadinya vasokontriksi perifer sehingga pengeluaran panas menurun dan pasien merasa demam. Suhu badan dapat bertambah tinggi karena meningkatnya aktivitas metabolisme yang juga mengakibatkan penambahan produksi panas dan karena kurang adekuat penyalurannya ke permukaan maka rasa demam bertambah. Dengan peningkatan suhu tubuh terjadi peningkatan kecepatan metabolisme basa. Jika hal ini disertai dengan penurunan masukan makanan akibat anoreksia, maka simpanan karbohidrat, protein serta lemak menurun dan metabolisme tenaga otot dan lemak dalam tubuh cendrung dipecah dan terdapat oksidasi tidak lengkap dari lemak, dan ini mengarah pada ketosis. Dengan terjadinya peningkatan suhu, tenaga konsentrasi normal, dan pikiran lobus hilang. Jika tetap dipelihara anak akan berada dalam keaadaan bingung, pembicaraan menjadi inkoheren dan akirnya ditambah dengan timbulnya stupor dan koma (Suriadi, 2010).



6. Pathway



Sumber : Nurarif (2015) 7. Penatalaksanaan



Menurut Kania dalam Wardiyah, (2016) penanganan terhadap demam dapat dilakukan dengan tindakan farmakologis, tindakan nonfarmakologis maupun kombinasi keduanya. Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk menangani demam pada anak : a. Tindakan farmakologis Tindakan farmakologis yang dapat dilakukan yaitu memberikan antipiretik berupa : 1) Paracetamol Paracetamol atau acetaminophen merupakan obat pilihan pertama untuk menurunkan suhu tubuh. Dosis yang diberikan antara 10-15 mg/Kg BB akan menurunkan demam dalam waktu 30 menit dengan puncak pada 2 jam setelah pemberian. Demam dapat muncul kembali dalam waktu 3-4 jam. Paracetamol dapat diberikan kembali dengan jarak 4-6 jam dari dosis sebelumnya. Penurunan suhu yang diharapkan 1,2 – 1,4 oC, sehingga jelas bahwa pemberian obat paracetamol



bukan



untuk



menormalkan



suhu



namun



untuk



menurunkan suhu tubuh. Paracetamol tidak dianjurkan diberikan pada bayi < 2 bualn karena alasan kenyamanan. Bayi baru lahir umumnya belum memiliki fungsi hati yang sempurna, sementara efek samping paracetamol adalah hepatotoksik atau gangguan hati. Selain itu, peningkatan suhu pada bayi baru lahir yang bugar (sehat) tanpa resiko infeksi umumnya diakibatkan oleh factor lingkungan atau kurang cairan. Efek samping parasetamol antara lain : muntah, nyeri perut, reaksi, alergi berupa urtikaria (biduran), purpura (bintik kemerahan di kulit karena perdarahan bawah kulit), bronkospasme (penyempitan saluran napas), hepatotoksik



dan dapat



meningkatkan



waktu



perkembangan virus seperti pada cacar air (memperpanjang masa sakit). 2) Ibuprofen



Ibuprofen merupakan obat penurun demam yang juga memiliki efek antiperadangan. Ibuprofen merupakan pilihan kedua pada demam, bila alergi terhadap parasetamol. Ibuprofen dapat diberikan ulang dengan jarak antara 6-8 jam dari dosis sebelumnya. Untuk penurun panas dapat dicapai dengan dosis 5mg/Kg BB. Ibuprofen bekerja maksimal dalam waktu 1jam dan berlangsung 3-4 jam. Efek penurun demam lebih cepat dari parasetamol. Ibuprofen memiliki efek samping yaitu mual, muntah, nyeri perut, diare, perdarahan saluran cerna, rewel, sakit kepala, gaduh, dan gelisah. Pada dosis berlebih dapat menyebabkan kejang bahkan koma serta gagal ginjal b. Tindakan non farmakologis Tindakan non farmakologis terhadap penurunan panas yang dapat dilakukan menurut Nurarif (2015) seperti : 1) Memberikan minuman yang banyak 2) Tempatkan dalam ruangan bersuhu normal 3) Menggunakan pakaian yang tidak tebal 4) Memberikan kompres. Kompres adalah metode pemeliharaan suhu tubuh dengan menggunakan cairan atau alat yang



dapat menimbulkan hangat atau



dingin pada bagian tubuh yang memerlukan. Kompres meupakan metode untuk menurunkan suhu tubuh (Ayu, 2015). Ada 2 jenis kompres yaitu kompres hangat dan kompres dingin. Kompres hangat adalah tindakan dengan menggunakan kain atau handuk yang telah dicelupkan pada air hangat, yang ditempelkan pada bagian tubuh tertentu sehingga dapat memberikan rasa nyaman dan menurunkan suhu tubuh (Maharani dalam Wardiyah 2016). Kompres hangat yang diletakkan pada lipatan tubuh dapat membantu proses evaporasi atau penguapan panas tubuh (Dewi, 2016). Penggunaan Kompres hangat di lipatan ketiak dan lipatan selangkangan selama 10 – 15 menit dengan temperature air 30-32oC, akan membantu menurunkan panas dengan cara panas keluar lewat pori-pori kulit melalui



proses penguapan. Pemberian kompres hangat pada daerah aksila lebih efektif karena pada daerah tersebut lebih banyak terdapat pembuluh darah yang besar dan banyak terdapat kelenjar keringat apokrin yang mempunyai banyak vaskuler sehingga akan memperluas daerah yang mengalami vasodilatasi yang akan memungkinkan percepatan perpindahan panas dari tubuh ke kulit hingga delapan kali lipat lebih banyak (Ayu, 2015). B. Konsep Asuhan Keperawatan Hipertermi 1. Definisi Hipertermia adalah keadaan meningkatnya suhu tubuh di atas rentang normal tubuh (SDKI, 2018). Hipertermia merupakan keadaan peningkatan suhu tubuh (suhu rektal > 38,8 0C(100,4



OF))



yang berhubungan dengan



ketidakmampuan tubuh untuk menghilangkan panas ataupun mengurangi produksi panas. Hipertermia adalah kondisi di mana terjadinya peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan ketidakmampuan tubuh untuk meningkatkan pengeluaran panas atau menurunkan produksi panas.(Perry & potter, 2010) 2. Penyebab Menurut SDKI (2018) penyebab hipertermia yaitu dehidrasi, terpapar lingkungan panas, proses penyakit ( mis.infeksi,kanker), ketidaksesuaian pakaian dengan lingkungan, peningkatan laju metabolisme, respon trauma, aktivitas berlebihan, dan penggunaan inkubator 3. Pengkajian Pengkajian keperawatan yaitu menilai informasi yang dihasilkan dari pengkajian skrining untuk menentukan normal atau abnormal respon pasien yang didasarkan pada banyak faktor yang nantinya akan digunakan sebagai pertimbangan dalam kaitannya dengan diagnosis yang berkokus pada masalah atau risiko. Pengkajian dilakukan dengan dua tahap yaitu pengumpulan data (informasi subjektif dan objektif) dan peninjauan informasi riwayat pasien pada rekam medik (Herdman Dan Kamitsuru, 2015). Menurut Nurarif (2015) proses keperawatan pada anak demam/febris adalah sebagai berikut :



a. Identitas klien Meliputi : nama, tempat/ tanggal lahir, umur, jenis kelamin, nama orang tua, perkerjaan orang tua, alamat, suku, bangsa, agama. b. Keluhan utama Klien yang biasanya menderita febris mengeluh suhu tubuh panas > 37,5 °C, berkeringat, mual/muntah. c. Riwayat kesehatan sekarang Pada umumnya didapatkan peningktan suhu tubuh diatas 37,5 °C, gejala febris yang biasanya yang kan timbul menggigil, mual/muntah, berkeringat, nafsu makan berkurang, gelisah, nyeri otot dan sendi. d. Riwayat kesehatan dulu Pengakjian yang ditanyakan apabila klien pernah mengalmi penyakit sebelumnya. e. Riwayat kesehatan keluarga Penyakit yang pernah di derita oleh keluarga baik itu penyakit keturunan ataupun penyakit menular, ataupun penyakit yang sama. f. Riwayat kehamilan dan kelahiran Meliputi : prenatal, natal, postnatal, serta data pemebrian imunisasi pada anak. g. Riwayat sosial Pengkajian terhadap perkembangan dan keadaan sosial klien h. Kebutuhan dasar 1) Makanan dan minuman Biasa klien dengan febris mengalami nafsu makan, dan susuh untuk makan sehingga kekurang asupan nutrisi. 2) Pola tidur Biasa klien dengan febris mengalami susah untuk tidur karena klien merasa gelisah dan berkeringat. 3) Mandi 4) Eliminasi



Eliminasi klien febris biasanya susah untuk buang air besar dan juga bisa mengakibatkan terjadi konsitensi bab menjadi cair. i. Pemeriksaan fisik 1) Kesadaran Biasanya kesadran klien dengan febris 15 – 13, berat badan serta tinggi badan 2) Tanda – tanda vital Biasa klien dengan febris suhunya > 37,5 °C, nadi > 80 x 3) Head to toe a) Kepala dan leher Bentuk, kebersihan, ada bekas trauma atau tidak b) Kulit, rambut, kuku Turgor kulit (baik-buruk), tidak ada gangguan / kelainan. c) Mata Umumnya mulai terlihat cekung atau tidak. d) Telingga, hidung, tenggorokan dan mulut Bentuk, kebersihan, fungsi indranya adanya gangguan atau tidak, biasanya pada klien dengan febris mukosa bibir klien akan kering dan pucat. e) Thorak dan abdomen Biasa pernafasan cepat dan dalam, abdomen biasanya nyeri dan ada peningkatan bising usus bising usus normal pada bayi 3 – 5 x i. f) Sistem respirasi Umumnya fungsi pernafasan lebih cepat dan dalam. g) Sistem kardiovaskuler Pada kasus ini biasanya denyut pada nadinya meningkat h) Sistem muskuloskeletal Terjadi gangguan apa tidak.



i) Sistem pernafasan



Pada kasus ini tidak terdapat nafas yang tertinggal / gerakan nafas dan biasanya kesadarannya gelisah, apatis atau koma j. Pemeriksaan tingkat perkembangan 1) Kemandirian dan bergaul Aktivitas sosial klien 2) Motorik halus Gerakan yang menggunakan otot halus atau sebagian anggota tubuh tertentu, yang dipengaruhi oleh kesempatan untuk belajar dan berlatih. Misalnya : memindahkan benda dari tangn satu ke yang lain, mencoret – coret, menggunting 3) Motorik kasar Gerakan tubuh yang menggunakan otot – otot besar atau sebagian besar atau seluruh anggota tubuh yang di pengaruhi oleh kematangan fisik anak contohnya kemampuan duduk, menendang, berlari, naik turun tangga ( Lerner & Hultsch. 1983) 4) Kognitif dan bahasa Kemampuan klien untuk berbicara dan berhitung. k. Data penunjang Biasanya dilakukan pemeriksaan labor urine, feses, darah, dan biasanya leokosit nya > 10.000 ( meningkat ) , sedangkan Hb, Ht menurun l. Data pengobatan Biasanya diberikan obat antipiretik untuk mengurangi shu tubuh klien, seperti ibuprofen, paracetamol. 4. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respon pasien terhadap masalah kesehatan yang dialami baik secara aktual maupun



potensial.



Diagnosa



keperawatan



bertujuan



untuk



dapat



mengidentifikasi berbagai respon pasien baik individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berakaitan dengan kesehatan. Diagnosa keperawatan dibagi menjadi dua jenis, yaitu diagnosis negatif dan diagnosis positif. Diagnosis negatif menunjukkan bahwa pasien dalam kondisi sakit



atau



berisiko



mengalami



sakit



sehingga penegakan diagnosis ini



mengarahkan pemberian intervensi keperawatan yang bersifat penyembuhan, pemulihan, dan pencegahan. Diagnosis negatif terdiri atas diagnosis aktual dan diagnosis risiko. Sedangkan diagnosis positif menunjukkan bahwa pasien dalam kondisi sehat dan dapat mencapai kondisi sehat atau optimal. Diagnosa positif terdiri dari promosi kesehatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2018) 5. Rencana Asuhan atau Intervensi Keperawatan Intervensi keperawatan terdiri dari intervensi utama dan intervensi pendukung. Intervensi utama dari diagnosa keperawatan gangguan integritas jaringan adalah perawatan integritas kulit dan perawatan luka. Intervensi pendukung diantaranya dukungan perawatan diri, edukasi perawatan diri, edukasi perawatan kulit, edukasi perilaku upaya kesehatan, edukasi pola perilaku keberihan, edukasi program pengobatan, konsultasi, latihan rentang gerak, manajemen nyeri, pelaporan status kesehatan, pemberian obat, pemberian obat intradermal, pemberian obat intramuskular, pemberian obat intravena, pemberian obat kulit, pemberian obat topikal, penjahitan luka, perawatan area insisi, perawatan imobilisasi, perawatan kuku, perawatan skin graft, teknik latihan penguatan otot dan sendi (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018). Luaran (outcome) keperawatan merupakan aspek-aspek yang dapat diobservasi dan diukur meliputi kondisi, perilaku, atau pesepsi pasien keluarga atau komunitas sebagai respon terhadap intervensi keperawatan. Luaran keperawatan menunjukkan status diagnosis keperawatan setelah dilakukan intervensi keperawatan. Hasil akhir intervensi keperawatan yang terdiri dari indikator-indikator atau kriteria hasil pemulihan masalah. Terdapat dua jenis luaran keperawatan yaitu luaran positif (perlu ditingkatkan) dan luaran negatif (perlu diturunkan) (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2018). Adapun komponen luaran keperawatan diantaranya label (nama luaran keperawatan berupa kata-kata lunci informasi luaran), ekspektasi (penilaian terhadap hasil yang diharapkan, meningkat, menurun, atau membaik), kriteria



hasil (karakteristik pasien yang dapat diamati atau diukur, dijadikan sebagai dasar untuk menilai pencapaian hasil intervensi, menggunakan skor 1-3 pada pendokumentasian computer-based). Ekspektasi luaran keperawatan terdiri dari ekspektasi meningkat yang artinya bertambah baik dalam ukuran, jumlah, maupun derajat atau tingkatan, menurun artinya berkurang baik dalam ukuran, jumlah maupun derajat atau tingkatan, membaik artinya menimbulkan efek yang lebih baik, adekuat, atau efektif (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2018) Rencana Keperawatan pada Hipertermi menurut Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2018) : 1) Batasan karakteristik Kenaikan suhu tubuh diatas rentang normal, serangan atau konvulsi (kejang), kulit memerah, pertambahan respirasi, takikardia, saat di sentuh tangan terasa hangat 2) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan suhu dalam rentang normal. 3) NOC :Termoregulation 4) Kriteria hasil a) Suhu tubuh dalam rentang normal b) Nadi dan respirasi dalam rentang normal c) Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak pusing 5) Intervensi Manajemen hipertermi Observasi a) Identifikasi penyebab hipertermia (mis. Dehidrasi, terpapar lingkungan panas, penggunaan incubator) b) Monitor suhu tubuh c) Monitor kadar elektrolit d) Monitor haluaran urine e) Monitor komplikasi akibat hipertermia Terapeutik



a) Sediakan lingkungan yang dingin b) Longgarkan atau lepaskan pakaian c) Basahi dan kipasi permukaan tubuh d) Berikan cairan oral e) Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami hiperhidosis (Keringat berlebihan). f) Lakukan pendinginan eksternal (mis. Selimut hipotermia atau kompres dingin pada dahi, leher, dada, abdomen, aksila) g) Hindari pemberian antipiretik atau aspirin h) Berikan oksigen, jika perlu Edukasi Anjurkan tirah baring Kolaborasi Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu 6. Pelaksanaaan (Implementasi) Pada proses keperawatan, pelaksanaan atau implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan intervensi keperawatan. Perawat melaksanakan atau mendelegasikan tindakan keperawatan untuk intervensi yang disusun dalam tahap perencanaan (Kozier, Erb, Berman, & Synder, 2011). Tindakan keperawatan adalah perilaku atau aktivitas yang dikerjakan oleh perawat untuk mengimplementasikan intervensi keperawatan. Tindakantindakan pada intervensi keperawatan terdiri atas observasi, terapeutik, edukasi, dan kolaborasi (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018). Implementasi keperawatan membutuhkan fleksibilitas dan kreativitas perawat. Setelah melakukan implementasi, perawat mencatat tindakan keperawatam dan respon pasien terhadap tindakan tersebut (Kozier et al., 2011).



7. Evaluasi



Menurut Purwanto (2016) Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan, kegiatan evaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah di capai setelah implementasi keperawatan dengan tujuan di harapkan dalam perencanaan. Evaluasi keperawatan pada pasien gangguan integritas jaringan dilakukan untuk meningkatkan integritas jaringan. Dalam perumusan evaluasi keperawatan menggunakan empat komponen yang dikenal dengan SOAP, yaitu S (Subjektive) merupakan data informasi berupa ungkapan pernyataan keluhan pasien, O (Objective) merupakan data hasil pengamatan, penilaian dan pemeriksaan, A (Assesment) merupakan perbandingan antara data subjective dan data objective dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian akan diambil sebuah kesimpulan bahwa masalah teratasi, teratasi sebagian, atau tidak teratasi, dan P (Planning) merupakan rencana keperawatan lanjutan yang akan dilanjutkan, dihentikan, dimodifikasi, atau ditambah dari rencana tindakan keperawatan yang telah ditentukan sebelumnya (Dinarti, Aryani, Nurhaeni, Chairani, & Tutiany, 2013). Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menetukan sejauh mana tujuan tercapai: 1.



Berhasil: perilaku sesuai pernyataan tujuan dalam waktu atau tanggal yang di tetapkan di tujuan.



2.



Tercapai sebagaian: pasien menunjuakan prilaku tetapi tidak sebaiknya yang di tentukan dalam pernyataan tujuan.



3.



Belum tercapai: pasien tidak mampu sama sekali menunjukan prilaku yang di harapkan sesuai dengan pernyataan tujuan



ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN FEBRIS A. Pola Kesehatan Fungsional 1. Identitas Pasien Nama



: By. Z



Umur



: 7 Bulan



Jenis kelamin



: Laki-laki



Suku / Bangsa



: Jawa/ Indonesia



Alamat



: Ngijingan-Purwojati,



Nama Orangtua



: Tn . S



Umur



: 35 Tahun



Pendidikan



: SLTA



Status



: Kawin



Pekerjaan



: Swasta



Tgl. Pengkajian



: 21-02-2021



Jam



: 10.00 WIB



Diagnosa Medis



: Obs. Febris



2. Pola Persepsi Kesehatan Fungsional a. Keluhan Utama Keluarga mengatakan pasien panas sudah 2 hari yang lalu, muntah 1 kali b. Riwayat Penyakit Sekarang Keluarga mengatakan bahwa sudah sejak 2 hari yang lalu pasien panas dan keluarga sudah membawa ke bidan untuk memperoleh obat, akan tetapi demam pasien tidak kunjung turun sehingga keluarga membawa pasien ke IGD Puskesmas Pungging untuk mendapatkan perawatan. c. Riwayat Perkembangan Yang Lalu 1) Prenatal Ibu klien mengatakan saat hamil klien rutin melakukan pemeriksaan



kehamilan 1 x 1 bulan ke bidan. Ibu klien tidak ada mengkonsumsi obat-obatan saat hamil. 2) Natal Ibu klien melahirkan klien secara normal di bidan, usia kehamilan saat lahir 9 bulan 15 hari. Berat Badan 3 Kg, Panjang Badan 47 cm. 3) Postnatal Keadaan ibu saat pasca melahirkan tidak ada mengalami perdarahan, ASI ibu dapat keluar dan banyak 4) Imunisasi Ibu klien mengatakan bahwa klien sudah mendapatkan imunisasi dasar sebagai berikut : a) Usia 0-1 bulan: Hepatitis B, Polio-0 b) Usia 2 bulan: DPT-HB-Hib-1, BCG, Polio-1, PCV, Rotavirus c) Usia 3 bulan: DPT-HB-Hib-2, Polio-2 d) Usia 4 bulan: DPT-HB-Hib-3, Polio-3, PCV, Rotavirus e) Usia 6 bulan: PCV, Rotavirus



5) Pernahkah anak menderita penyakit seperti saat ini ? Upaya yang dilakukan Keluarga mengatakan bahwa anaknya belum pernah mengalami penyakit yang sama atau juga penyakit lain d. Riwayat Penyakit Keluarga Keluarga mengatakan di dalam keluarga tidak ada yang mengalami penyakit turunan atau menahun seperti TBC, Hipertensi atau diabetes mellitus. e. Pola Persepsi Kesehatan Keluarga mengatakan ketika sakit keluarga akan berobat ke pelayanan kesehatan terdekat seperti bidan atau puskesmas f. Pola Nutrisi Ayah pasien mengatakan bahwa klien minum ASI dan MP_ASI sejak usia 6 bulan (Bubur SUN), akan tetapi saat sakit minum susunya berkurang g. Pola aktivitas



Keluarga mengatakan klien sudah bisa duduk dan diajak bercanda, akan tetapi saat sakit klien lebih sering rewel dan menangis h. Pola Istirahat tidur Keluarga mengatakan bahwa klien tidur kurang lebih 11 jam sehari dan saat sakit klien sulit untuk tidur, hanya bisa tidur ketika di gendong oleh ibu atau ayahnya i. Pola Koping dan toleransi stress Keluarga mengatakan selalu mendiskusikan dengan keluarga setiap ada peramasalahan untuk menentukan jalan keluarnya B. Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan umum : Lemah 2. Kesadaran



: Composmentis



3. Tanda-tanda vital : S : 38 OC N : 120 x/mnt RR : 30 x/mnt 4. BB : 6 Kg 5. TB : 74 cm 6. Kepala Bentuk kepala normal, Rambut klien tampak hitam, rambut klien berminyak dan lepek, tidak ada ketombe, tidak ada kutu mata simetris kiri dan kanan, Pupil isokor, sclera tidak ikterik, konjungtiva anemis, tidak ada gangguan penglihatan. Bentuk telinga simetris kiri dan kanan, tidak ada serumen, tidak ada gangguan pendengaran. Hidung bersih, bentuk simetris, tidak ada sekresi, tidak ada polip, tidak ada gangguan penciuman. Mulut bersih, mukosa bibir kering, gigi rapi, tidak ada caries, lidah bersih faring dan laring normal tidak ada. pembengkakan tidak ada kelainan. 7. Dada



Bentuk dada simetris antara kanan dan kiri, tidak tampak adanya retraksi dinding dada traktil fremitus sama, tidak ada oedem, Suara nafas: Vesikuler tambahan ronkhi (-) / wheezing (-) dan pola nafas normal , irama jantung teratur, 8. Pungung Tidak ada lesi, tidak ada bekas operasi, tidak ada kelainan pada punggung 9. Abdomen Perut klien tampak simetris, tidak ada lesi, tidak ada acites, bising usus 12x/menit, suara perut saat perkusi timpani 10. Extremitas Pergerakan bebas ekstermitas atas dan bawah, tidak ada permasalahan pada ekstremitas pasien C. Terapi Paracetamol drop



D. Analisa Data DATA DS : keluarga mengatakan klien panas sudah dua hari yang lalu DO : - Anak rewel - Akral teraba hangat - S : 380C - Pasien Menangis



Ds : Keluarga mengatakan bahwa klien tidur kurang lebih 11 jam sehari dan saat sakit klien sulit untuk tidur, hanya bisa tidur ketika di gendong oleh ibu atau ayahnya DO : Klien rewel Sering menangis Klien hanya mau digendong tidak mau diturunkan dari gendongan



ETIOLOGI Agen infeksius (bakteri, virus dan jamur) ↓ Sitokin pirogen ↓ Mempengaruhi hipotahalamus antherior ↓ Peningkatan suhu tubuh ↓ Hipertermi Agen infeksius (bakteri, virus dan jamur) ↓ Sitokin pirogen ↓ Mempengaruhi hipotahalamus antherior ↓ Peningkatan suhu tubuh ↓



MASALAH Hipertermi



Gangguan Pola tidur



Hipertermi ↓ Gangguan Pola Tidur



E. Diagnosa Keperawatan Yang Muncul 1. Hipertermi berhubungan dengan masuknya agen infeksius ke dalam sistem tubuh 2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan penignkatan suhu tubuh



F. Intervensi Keperawatan Diagnosa Keperawatan (SDKI)



Tujuan Dan Kriteria Hasil (SLKI)



Intervensi (SIKI)



Hipertermi Setelah dilakukan berhubungan dengan intervensi masuknya agen keperawatan selama 3 infeksius ke dalam x 24 jam, maka suhu sistem tubuh tubuh menurun dengan kriteria hasil: 1. Tidak Menggigil 2. Suhu tubuh normal (36,5-37,5 o c) 3. Tidak ada kejang 4. Tidak ada Takikardi 5. Tidak ada takipnea



Manajemen Hipertermi Observasi 1. Identifikasi penyebab hipertermia (mis. Dehidrasi, terpapar lingkungan panas, penggunaan incubator) 2. Monitor suhu tubuh 3. Monitor kadar elektrolit 4. Monitor haluaran urine 5. Monitor komplikasi akibat hipertermia Terapeutik 1. Sediakan lingkungan yang dingin 2. Longgarkan atau lepaskan pakaian 3. Basahi dan kipasi permukaan tubuh 4. Berikan cairan oral 5. Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami hiperhidosis (Keringat berlebihan). 6. Lakukan pendinginan eksternal (mis. Selimut hipotermia atau kompres dingin pada dahi, leher, dada, abdomen, aksila) 7. Hindari pemberian antipiretik atau aspirin 8. Berikan oksigen, jika perlu Edukasi Anjurkan tirah baring Kolaborasi Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu



Diagnosa Keperawatan (SDKI)



Tujuan Dan Kriteria Hasil (SLKI)



Intervensi (SIKI)



Gangguan Pola Tidur



Tujuan : Dukungan Tidur Setelah dilakukan Observasi: tindakan keperawatan  Identifikasi pola aktivitas selama 3 x 24 jam dan tidur dharapkan pola tidur  Identifikasi faktor membaik pengganggu tidur (fisik dan/atau psikologis) Kriteria Hasil :  Identifikasi makanan dan 1. Keluhan sulit tidur minuman yang mengganggu menurun tidur (mis. kopi, teh, alkohol, 2. Keluhan sering makanan mendekati waktu terjaga menurun tidur, minum banyak air 3. Keluhan tidur tidak sebelum tidur) puas menurun  Identifikasi obat tidur 4. Keluhan pola tidur yang dikonsumsi berubah menurun 5. Keluhan istirahat tidak cukup menurun



Gangguan Tidur



Pola



Terapeutik:  Modifikasi lingkungan (mis. pencahayaan, kebisingan, suhu, matras, dan tempat tidur)  Batasi waktu tidur siang, jika perlu  Fasilitasi menghilangkan stres sebelum tidur  Tetapkan jadwal tidur rutin  Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan (mis. pijat, pengaturan posisi, terapi akupresur)  Sesuaikan jadwal pemberian obat dan/atau tindakan untuk menunjang siklus tidur-terjaga Edukasi  Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit  Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur  Anjurkan menghindari makanan/minuman yang mengganggu tidur  Anjurkan penggunaan obat tidur yang tidak mengandung supresor terhadap tidur REM  Ajarkan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap gangguan pola tidur (mis. psikologis:gaya hidup, sering berubah shift bekerja)  Ajarkan relaksasi otot autogenik atau cara nonfarmakologi lainnya



G. Implementasi Keperawatan Diagnosa Keperawatan



Tgl 22 Februari 2021



Tgl 23 Februari 2021



Tgl 24 Februari 2021



Hipertermi



Jam 08.00 WIB 1. Observasi TTV S : 37,7 OC N : 120 x/mnt RR : 30 x/mnt 2. Mengidentifikasi penyebab terjadinya peningkatan suhu tubuh 3. Menganjurkan pada orang tua pasien untuk memberikan kompres hangat di dahi dan ketiak 4. Menganjurkan pada keluarga tetap memberikan ASI dan MPASI sedikit demi sedikit 5. Memberikan obat pada pasien : Sanmol drop



Jam 08.00 WIB 1. Observasi TTV S : 37,4 OC N : 124 x/mnt RR : 30 x/mnt 2. Mengidentifikasi penyebab terjadinya peningkatan suhu tubuh 3. Menganjurkan pada orang tua pasien untuk memberikan kompres hangat di dahi dan ketiak 4. Menganjurkan pada keluarga tetap memberikan ASI dan MPASI sedikit demi sedikit 5. Memberikan obat pada pasien : Sanmol drop



Jam 08.00 WIB 1. Observasi TTV S : 36,9 OC N : 120 x/mnt RR : 28 x/mnt 2. Mengidentifikasi penyebab terjadinya peningkatan suhu tubuh 3. Menganjurkan pada orang tua pasien untuk memberikan kompres hangat di dahi dan ketiak 4. Menganjurkan pada keluarga tetap memberikan ASI dan MPASI sedikit demi sedikit 5. Memberikan obat pada pasien : Sanmol drop



Gangguan Pola tidur



1. Menganjurkan pada keluarga untuk menjaga kondisi lingkungan tetap tenang agar pasien bisa tidur 2. Menganjurkan pada keluarga untuk memberikan obat sesuai anjuran dokter



1. Menganjurkan pada keluarga untuk menjaga kondisi lingkungan tetap tenang agar pasien bisa tidur 2. Menganjurkan pada keluarga untuk memberikan obat sesuai anjuran dokter



1. Menganjurkan pada keluarga untuk menjaga kondisi lingkungan tetap tenang agar pasien bisa tidur 2. Menganjurkan pada keluarga untuk memberikan obat sesuai anjuran dokter



H. Evaluasi Diagnosa Keperawatan Gangguan integritas jaringan



Tgl 22 Februari 2021



Tgl 23 Februari 2021



Tgl 24 Februari 2021



S: S: S: Keluarga Keluarga Keluarga mengatakan badan mengatakan badan mengatakan badan pasien masih teraba pasien masih teraba pasien sudah tidak panas hangat panas, klein mau minum ASI dan O: O: MP ASI serta k/u : cukup, k/u : cukup, dapat tidur dengan Kesadaran : Kesadaran : nyenyak Composmentis GCS Composmentis GCS 4-5-6 4-5-6 O: TTV : TTV : k/u : cukup, O O S : 37,7 C S : 37,4 C Kesadaran : N : 120 x/mnt N : 124 x/mnt Composmentis RR : 30 x/mnt RR : 30 x/mnt GCS 4-5-6 Pasien masih tampak Pasien masih tampak TTV : rewel dan sering agak rewel dan S : 36,9 OC menangis sering menangis N : 120 x/mnt RR : 28 x/mnt A : Masalah belum A : Masalah teratasi Pasien sudah tidak teratasi sebagian rewel P : Intervensi P : Intervensi dilanjutkan dilanjutkan 1. Identifikasi 1. Identifikasi penyebab penyebab terjadinya terjadinya peningkatan peningkatan suhu tubuh suhu tubuh 2. Observasi TTV 2. Observasi TTV 3. Anjurkan 3. Anjurkan keluarga untuk keluarga untuk memberikan memberikan obat sesuai obat sesuai petunjuk dokter petunjuk dokter 4. Anjurkan 4. Anjurkan keluarga keluarga menjaga menjaga kondisi kondisi lingkungan lingkungan tenang tenang



A : Masalah teratasi P : Intervensi dihentikan Berikan HE : 1. Anjurkan keluarga menjaga kondisi lingkungan tenang 2. Anjurkan keluarga untuk menjaga kebersihan lingkungan dengan lebih bai



DAFTAR PUSTAKA Ayu, E.I. (2015). Kompres Air Hangat Pada Daerah Aksila dan Dahi Terhadap Penurunan Suhu Tubuh pada Pasien Demam di PKU Muhammadiyah Kutoarjo. Jurnal Ners dan Kebidanan vol 3 No.1, 10-14. Corwin. E.J, (2011), Patofisiologi, Alih Bahasa Brahm U, Pandit Jakarta : EGC. Djuanda S, Sularsito. 2010. SA. Dermatitis In: Djuanda A, ed Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi III. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Hartini, Sri, Pertiwi, P.P. (2015). Efektifitas Kompres Air Hangat Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Anak Demam Usia 1 - 3 Tahun Di SMC RS Telogorejo Semarang. Jurnal Keperawatan Kozier B, Erb G. (2010) Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktik. Jakarta: EGC Lestari, Titik. (2016). Asuhan Keperawatan Anak. Yogyakarta: Nuha Medika Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction Suriadi & Yuliani. (2010). Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI: Katalog dalam Terbitan Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI Wardiyah A, Setiawati, Rohayati U. 2016. Perbandingan Efektifitas Pembrian Kompres Panas dan Tepid Sponge Terhadapa Penurunan Suhu Tubuh Anak yang Mengalami Demam Ruang Alamanda RSUD dr. H. Abdul Moeloek Lampung. Jurnal Kesehatan Holistik. Vol 10. No 1. Hal 36 – 44 Wulandari, Dewi dan Meira Erawati. (2016). Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta: Pustaka Pelaja