Hipertrofi Skar [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAGIAN ILMU BEDAH SUBDIVISI BEDAH PLASTIK FAKULTAS KEDOKTERAN



REFERAT



UNIVERSITAS HASANUDDIN



JULI 2009



HIPERTROFI SKAR



Oleh : HIDAYATULLAH F. YUSNITA MANIK DIRGAYUNITRI YAYU DWINITA JASIN RISMAYANTI



DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITRAAN KLINIK PADA BAGIAN ILMU BEDAH SUBDIVISI BEDAH PLASTIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2008



Subdivisi Bedah Plastik



1



HIPERTROFI SKAR PENDAHULUAN Luka atau vulnera adalah hilangnya kontinuitas dari jaringan tubuh baik pada kulit, membran mukosa, otot dan saraf. Keadaan ini dapat disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, sengatan listrik, atau gigitan hewan. Penyembuhan luka yang normal memerlukan suatu rangkaian peristiwa yang kompleks yang terjadi secara simultan pada jaringan epidermis, dermis dan subkutis, itu suatu yang mudah membedakan penyembuhan pada epidermis dengan penyembuhan pada dermis dan perlu diingat bahwa peristiwa itu terjadi pada saat yang bersamaan. Proses yang kemudian terjadi pada jaringan yang rusak ini ialah penyembuhan luka yang dibagi dalam tiga fase yaitu fase inflamasi, fase proliferasi dan fase remodelling jaringan yang bertujuan untuk menggabungkan bagian luka dan mengembalikan fungsinya. Setiap luka pada kulit dapat meninggalkan jaringan parut. Pada beberapa pasien, jaringan parut tersebut tumbuh secara abnormal berupa jaringan parut hipertrofik ataupun keloid yang selain dapat mengganggu secara estetika, secara fungsional juga dapat menimbulkan rasa tidak nyaman, seperti gatal dan nyeri. Terdapat beberapa pilihan terapi, meliputi pembedahan, terapi radiasi, injeksi steroid, pressure therapy, krioterapi, dan terapi laser. Saat ini terdapat kecenderungan untuk memilih terapi yang bersifat tidak invasif namun efektif untuk mencegah dan menatalaksana jaringan parut abnormal. Penggunaan silicone gel sheet merupakan kemajuan baru dalam penatalaksanaan keloid dan jaringan parut hipertrofik. Selain penggunaannya yang bersifat non-invasif dan sederhana, silicone gel sheet juga memiliki efektivitas yang tinggi.



Subdivisi Bedah Plastik



2



FASE PENYEMBUHAN LUKA Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan memulihkan dirinya. Peningkatan aliran darah ke daerah yang rusak, membersihkan sel dan benda asing dan perkembangan awal seluler bagian dari proses penyembuhan. Proses penyembuhan terjadi secara normal tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan perawatan dapat membantu untuk mendukung proses penyembuhan. Sebagai contoh, melindungi area yang luka bebas dari kotoran dengan menjaga kebersihan membantu untuk meningkatkan penyembuhan jaringan. Fase Inflamasi Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira – kira hari kelima.. pembuluh darah yang terputus pada luka akan menyebabkan perdarahan dan tubuh akan berusaha menghentikannya dengan vasokonstriksi, pengerutan ujung pembuluh yang putus (retraksi), dan reaksi hemostasis. Hemostasis terjadi karena trombosit yang keluar dari pembuluh darah saling melengket, dan bersama dengan jala fibrin yang terbentuk membekukan darah yang keluar dari pembuluh darah. Sementara itu terjadi reaksi inflamasi. Sel mast dalam jaringan ikat menghasilkan serotonin dan histamine yang meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi eksudasi cairan, penyebukan sel radang, disertai vasodilatasi setempat yang menyebabkan udem dan pembengkakan. Tanda dan gejala klinik reaksi radang menjadi jelas berupa warna kemerahan karena kapiler melebar (rubor), suhu hangat (kalor), rasa nyeri (dolor), dan pembengkakan (tumor). Aktifitas seluler yang terjadi adalah pergerakan leukosit menembus dinding pembuluh darah (diapedesis) menuju luka karena daya kemotaksis. Leukosit mengeluarkan enzim hidrolitik yang membantu mencerna bakteri dan kotoran luka. Limfosit dan monosit yang kemudian muncul ikut menghancurkan dan memakan Subdivisi Bedah Plastik



3



kotoran luka dan bakteri (fagositosis). Fase ini disebut juga fase lamban karena reaksi pembentukan kolagen baru sedikit dan luka hanya dipertautkan oleh fibrin yang amat lemah.



Gambar 1. Fase Inflamasi Fase Proliferasi Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia karena yang menonjol adalah proses proliferasi fibroblast. Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamasi sampai kira – kira akhir minggu ketiga. Fibroblast berasal dari sel mesenkim yang belum berdiferensiasi, menghasilkan mukopolisakarida, asama aminoglisin, dan prolin yang merupakan bahan dasar kolagen serat yang akan mempertautkan tepi luka. Pada fase ini serat dibentuk dan dihancurkan kembali untuk penyesuaian diri dengan tegangan pada luka yang cenderung mengerut. Sifat ini, bersama dengan sifat kontraktil miofibroblast, menyebabkan tarikan pada tepi luka. Pada akhir fase ini kekuatan regangan luka mencapai 25% jaringan normal. Nantinya, dalam proses penyudahan kekuatan serat kolagen bertambah karena ikatan intramolekul dan antar molekul.



Subdivisi Bedah Plastik



4



Pada fase fibroplasia ini, luka dipenuhi sel radang, fibroblast, dan kolagen, membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan permukaan yang berbenjol halus yang disebut jaringan granulasi. Epitel tepi luka yang terdiri dari sel basal terlepas dari dasarnya dan berpindah mengisi permukaan luka. Tempatnya kemudian diisi oleh sel baru yang terbentuk dari proses mitosis. Proses migrasi hanya bisa terjadi ke arah yang lebih rendah atau datar, sebab epitel tak dapat bermigrasi ke arah yang lebih tinggi. Proses ini baru berhenti setelah epitel saling menyentuh dan menutup seluruh permukaan luka. Dengan tertutupnya permukaan luka, proses fibroplasia dengan pembentukan jaringan granulasi juga akan berhenti dan mulailah proses pematangan dalam fase penyudahan.



Gambar 2. Fase Proliferasi Fase Penyudahan (Remodelling) Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri dari penyerapan kembali jaringan yang berlebih, pengerutan sesuai dengan gaya gravitasi, dan akhirnya perupaan kembali jaringan yang baru terbentuk. Fase ini dapat berlangsung berbulan – bulan dan dinyatakan berkahir kalau semua tanda radang sudah lenyap. Tubuh berusaha menormalkan kembali semua yang menjadi abnormal karena proses penyembuhan. Udem dan sel radang diserap, sel muda menjadi matang, kapiler baru Subdivisi Bedah Plastik



5



menutup dan diserap kembali, kolagen yang berlebih diserap dan sisanya mengerut sesuai dengan regangan yang ada. Selama proses ini dihasilkan jaringan parut yang pucat, tipis, dan lemas serta mudah digerakkan dari dasar. Terlihat pengerutan maksimal pada luka. Pada akhir fase ini, perupaan luka kulit mampu menahan regangan kira – kira 80% kemampuan kulit normal. Hal ini tercapai kira – kira 3-6 bulan setelah penyembuhan.



Gambar 3. Fase Remodelling DEFINISI Parut Hipertrofik adalah pertumbuhan jaringan parut berlebihan yang tidak melebihi batas luka aslinya. Tidak seperti keloid, parut hipertrofik dapat mencapai ukuran tertentu dan kemudian stabil atau mengecil karena proses pertumbuhannya berhenti atau matang.



Subdivisi Bedah Plastik



6



Keloid dan jaringan parut hipertrofik adalah jaringan parut abnormal yang umum dijumpai dalam proses penyembuhan kulit yang disebabkan oleh sintesis dan deposisi yang tidak terkontrol dari jaringan kolagen pada dermis. Luka pada kulit seperti luka bakar, insisi pembedahan, ulkus dan lain-lain diperbaiki melalui deposisi dan komponen yang akan membentuk kulit baru. Komponen tersebut meliputi pembuluh darah, saraf, serat elastin (memberi elastisitas kulit), serat kolagen (memberi ketegangan kulit), dan gliko-saminoglikan yang membentuk matriks di mana serat-serat struktural, saraf dan pembuluh darah berada. Pada beberapa orang, jaringan parut yang terbentuk akibat proses penyembuhan luka tumbuh secara abnormal menghasilkan jaringan parut hipertrofik atau keloid. Jaringan parut abnormal tersebut dapat menyebabkan gangguan psikis dan fungsional pada pasien dan penatalaksanaannya relative sulit. TIPE JARINGAN PARUT Jaringan parut dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bentuk, seperti keloid, jaringan parut hipertrofik, jaringan parut atrofik, widened (stretched) dan kontraktur. Jaringan parut hipertrofik adalah lesi yang menimbul. Hal itu muncul akibat produksi berlebihan kolagen pada luka yang me¬nyembuh. Jaringan parut hipertrofik berwarna merah, menimbul, nodular dan kadang-kadang terasa gatal atau nyeri. Jaringan parut tetap terlokalisir pada daerah luka dan tidak meluas ke kulit sekitamya. Selain itu,jaringan parut hipertrofik dapat membaik secara spontan. Keloid juga merupakan lesi yang timbul akibat produksi berlebihan dari kolagen, tetapi memiliki karakteristik yang berbeda dan jaringan parut hipertrofik. Keloid dapat meluas melewati batas luka yang sebenarnya dan menginvasi kulit di sekitarnya. Keloid lebih sering terjadi pada kulit gelap dan terjadi pada pasien berumur 10-30 tahun. Pasien juga biasanya memiliki riwayat terjadiya keloid dalam keluarga. Keloid dapat terjadi setelah pembedahan atau trauma, pada tempat suntikan vaksinasi dan setelah pembuatan lubang di telinga untuk anting-anting. Jaringan parut atrofik muncul sebagai indentasi pada kulit di sekitarnya. Salah satu contoh jaringan Subdivisi Bedah Plastik



7



parut atrofik adalah tanda bekas vaksinasi cacar dan beberapa jaringan parut akibat jerawat. Widened scars muncul ketika luka mengalami peregangan akibat tegangan kulit (yang dapat disebabkan oleh pergerakan) selama proses penyembuhan. Pada awalnya jaringan parut nampak normal, tetapi selanjutnya melebar dalam waktu 2-3 minggu setelah pembedahan. Widened scars umumnya pucat, datar, lunak, dan tidak bergejala, namun secara estetik dapat mengganggu. Striae jaringan ikat pada ibu hamil merupakan salah satu contoh widened scars yang terjadi akibat luka pada dermis dan jaringan subkutan. Pada awalnya jaringan parut tersebut berwarna merah, namun akan semakin memudar. Kontraktur adalah pemendekkan permanen dari jaringan parut yang dapat mengganggu pergerakan normal. Kontraktur cenderung terjadi pada luka di daerah persendian atau ketika terdapat kehilangan kulit yang luas seperti pada luka bakar. KELOID DAN JARINGAN PARUT HIPERTROFIK Walaupun istilah keloid dan jaringan parut hipertrofik sering digunakan dalam arti yang sama, kedua hal tersebut sebenarnya berbeda. Perbedaan keloid dan jaringan parut hipertrofik penting diketahui sebab berkaitan dengan hasil terapi dimana jaringan parut hipertrofik perlahan-lahan dapat regresi spontan, sedangkan keloid tetap menimbul dan tebal selama bertahun-tahun. Kedua tipe jaringan parut tersebut dapat menyebabkan gangguan fungsional serta psikologi pada pasien, dan penatalaksanaannya juga relatif sulit. Gambaran klinis utama yang membedakannya adalah keloid merupakan jaringan parut yang meluas secara progresif meliputi daerah kulit normal di sekitarnya, mengakibatkan jaringan parut yang tampak tidak teratur dan menggantung. Keloid lebih sering dijumpai pada kulit gelap dan sering terjadi setelah trauma kecil seperti luka akibat lubang anting anting, gigitan serangga, dan vaksinasi. Sebaliknya, jaringan parut hipertrofik hanya terbatas pada jaringan yang rusak akibat trauma sebelumnya. Jaringan parut hipertrofik cenderung terjadi setelah pembedahan Subdivisi Bedah Plastik



8



dan trauma termal seperti luka bakar berat. Jaringan parut tersebut lebih sering pada kulit berwarna. Jaringan parut hipertrofik tidak menginvasi kulit di sekitarnya dan biasanya berhenti tumbuh setelah 6 bulan mengalami regresi sejalan dengan waktu. Para klinisi umumnya mendiagnosis keloid berdasarkan pertumbuhan jaringan parut yang meluas ke jaringan sekitarnya dan onset yang lambat dari timbulnya jaringan parut tersebut. PENATALAKSANAAN Beberapa jaringan parut dapat berkembang secara ab¬normal yang timbul dari proliferasi berlebihan jaringan dermis setelah terjadinya luka pada kulit. Proliferasi jaringan dermis tersebut karena produksi jaringan ikat dan akumulasi serat kolagen baru yang tidak teratur dalam jumlah berlebihan. Jaringan parut di daerah tertentu pada tubuh, meliputi sisi bawah wajah, daerah presternum, pektoralis, punggung sebelah atas, telinga, leher, sisi luar lengan atas lebih mungkin menyebabkan terjadinya abnormalitas. Pasien dengan jaringan parut di daerah tubuh yang berisiko tinggi ini, atau memiliki riwayat terbentuknya keloid perlu berhati-hati kemungkinan pembentukan jaringan parut lebih lanjut dengan memperhatikan beberapa hal penting, seperti menghindari tindakan bedah kosmetik yang tidak perlu, menutup seluruh luka dengan tension minimal, dan menggunakan pressure garment selama 4-6 bulan setelah terjadinya luka atau pembedahan. Penatalaksanaan terhadap keloid dan parut hipertrofik masih bersifat empiris sebab penyebabnya masih sedikit dimengerti. Terapi terhadap jaringan parut tersebut diindikasikan jika terdapat gejala, seperti nyeri, parestesia, dan pruritus. Selain itu juga diindikasikan untuk alasan kosmetik. Penggunaan silicone gel sheet merupakan suatu kemajuan baru dalam penatalaksanaan keloid dan jaringan parut hipertrofik. Silicone gel sheet tersebut berupa gel-like transparent, flexible, inert sheet dengan ketebalan ±3,5 mm yang digunakan untuk terapi dan pencegahan keloid ataupun jaringan parut hipertrofik. Subdivisi Bedah Plastik



9



Lapisan tersebut terbuat dari medical-grade silicone (polimer polydimethylsiloxane) dan diperkuat dengan silicon membrane backing. Lapisan tersebut dapat melekat dengan mudah pada jaringan parut atau direkatkan dengan plester. Lapisan dapat dicuci setiap hari dan dipakai kembali. Silicone gel sheet didesain untuk digunakan pada kulit yang intak. Lapisan membran tersebut sebaiknya tidak digunakan pada luka terbuka ataupun pada kulit dengan kelainan dermatologi yang mengintervensi kontinuitas kulit. Idealnya, silicone sheet diaplikasikan pada stadium awal ketika jaringan parut mulai menunjukkan tanda-tanda ke arah berkembangnya jaringan parut hipertrofik (kemerahan, membesar). Pasien berisiko tinggi untuk menderita jaringan parut abnormal, seperti pasien berumur di bawah 40 tahun, riwayat parut hipertrofik atau keloid sebelumnya, atau kulit gelap dapat dianjurkan untuk menggunakan silicone sheet segera setelah luka telah menyembuh (setelah pengangkatan jahitan pada luka). Hasil perbaikan silicone gel sheet tersebut terlihat ketika direkatkan pada keloid atau jaringan parut hipertrofik selama 12 jam setiap hari, di mana ditemukan perbaikan pada 80% pasien pada pengamatan setelah 6 bulan. Selain itu, terapi dengan silicone gel sheet juga tidak invasif dan sederhana sehingga dapat meningkatkan kepatuhan pasien. Mekanisme pasti mengenai cara kerja silicone gel sheet belum banyak diketahui. Efek yang ditimbulkan bukan akibat efek penekanan, aktivitas kimiawi dan silicone, temperatur ataupun perubahan oksigenasi pada jaringan parut, tetapi mungkin akibat efek peningkatan hidrasi pada jaringan parut, karena silicone gel sheet memiliki tingkat transmisi uap air yang cukup baik. Efek hidrasi pada jaringan parut tersebut menjaga homeostasis dari fibroblas pada keloid dan jaringan parut hipertrofik yang sedang diterapi.



Subdivisi Bedah Plastik



10