HKUM4102 Hukum Dan Masyarakat [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH TUGAS 3



Nama Mahasiswa Nomor Induk Mahasiswa/ NIM



: REGA RAHMAT ABZA : 044049372



Kode/Nama Mata Kuliah



: HKUM4102/Hukum dan Masyarakat



Kode/Nama UPBJJ



: 19/BENGKULU



Masa Ujian



: 2020/21.2 (2022.1)



KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS TERBUKA



1.



Pertanyaan: • Ditinjau dari pengertian mobilitas sosial, buatlah analisis kasus di atas dalam kaitannya dengan mobilitas sosial yang terjadi pada masyarakat!



Jawaban: Perubahan pola mobilitas masyarakat dapat terjadi karena adanya shock dalam kehidupan sehari-hari, baik sebagai dampak dari kejadian alam maupun munculnya kebijakan baru. Saat ini, perubahan sigifikan pada pola mobilitas masyarakat merupakan salah satu bentuk reaksi dari penyebaran COVID-19 di Indonesia. Pergerakan manusia dari satu tempat ke tempat lain ini mampu menggambarkan efektifitas dari adanya kebijakan social distancing. Pandemi COVID-19 merupakan pandemi yang terjadi hampir di semua negara di dunia tidak terkecuali dengan Indonesia. Adanya pandemi ini berdampak tidak hanya pada satu sektor perekonomian saja melainkan multi sektor. Adanya kondisi ini pemerintah perlu melakukan analisis awal untuk menerapkan kebijakan yang tepat terkait penanganan COVID-19 serta proses remediasinya melalui tinjauan perubahan mobilitas. Salah satunya adalah menggunakan big data yang tersedia di internet yaitu, Google Mobility. Google mobility mencerminkan perubahan mobilitas pada enam lokasi yaitu, retail dan rekreasi, toko bahan makanan dan apotek, taman, pusat transportasi umum, tempat kerja, dan area permukiman. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan analisis mengenai perubahan apa saja yang terjadi akibat penerapan kebijakan untuk melawan COVID-19 kaitannya dengan mobilitas masyarakat dan dikaitkan dengan kasus konfirmasi positif COVID-19. Selain itu, analisis ini bertujuan untuk membantu proses remediasi dampak COVID-19 melalui tinjauan perubahan mobilitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan yang diterapkan pemerintah mempengaruhi penurunan mobilitas masyarakat kecuali area pemukiman. Namun, bertambahnya waktu dan pelonggaran kegiatan dengan adanya new normal kasus konfirmasi positif COVID19 semakin meningkat. Adanya analisis korelasi menunjukkan bahwa lima kategori tempat kecuali pemukiman memiliki hubungan yang positif terhadap penambahan kasus positif COVID-19. Sehingga pemerintah perlu bijak dalam menerapkan kebijakan untuk menekan penyebaran dan proses pemulihan (remediasi) dampak COVID-19. Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa terdapat perubahan mobilitas selama diterapkannya kebijakan terkait pemutusan rantai penyebaran kasus COVID-19 pada semua lokasi kegiatan masyarakat yang beresiko. Adanya penerapan PSBB masyarakat memiliki ruang gerak yang terbatas sehingga perubahan mobilitasnya menurun dibandingkan dengan base line. Namun, setelah dilakukan New Normal pelonggaran kegiatan ekonomi mengakibatkan kenaikan terhadap perubahan mobilitas masyarakat. Baik dari awal dilakukannya PSBB atau pembatasan sosial sampai dengan New Normal dan sampai saat ini kasus positif COVID-19 semakin naik. Hal ini menunjukkan laju penyebaran virus yang semakin tinggi di kalangan masyarakat sehingga orang yang terinfeksi semakin. Hasil analisis korelasi menunjukkan hanya dengan Stay at Home mampu meminimalkan penyebaran Virus COVID-19. Tentunya pemerintah perlu menghasilkan kebijakan yang tepat sebagai proses remediasi dampak dari COVID-19 ini.



2.



Pertanyaan: • Pada masa new normal seperti ini, efektivitas hukum dalam masyarakat tetap harus ditegakkan. Carilah contoh kasus/berita tentang hal tersebut, kemudian uraikan menurut analisis anda!



Jawaban: Penegakan Hukum Terhadap pelanggaran protokol kesehatan pada masa pandemi covid19 di kota Ambon Penegakan Hukum Terhadap pelanggaran protokol kesehatan pada masa pandemi covid19 di kota Ambon dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan, dengan melakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PKM), Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sebagai bentuk penegakan



hukum terhadap pelanggaran protokol kesehatan pada masa pandemi covid 19 di Kota Ambon melalui sosialisasi-sosialisasi dalam pencegahan penyebaran virus covid 19 dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dengan menerapkan sanksi terhadap pelanggar. Namun penegakan hukum terhadap pelanggaran protokol kesehatan belum terlaksana dengan baik. Hal ini disebabkan masih terjadinya pelanggaran-pelanggaran protokol kesehatan yang dilakukan oleh masyarakat di kota Ambon.Penerapan sanksi terhadap pelanggaran protokol kesehatan pada masa pandemi covid 19 di kota Ambon yang diatur dalam Peraturan Wali Kota Ambon tentang PSBB dengan menerapkan sanksi teguran tertulis, sanksi administrasi, sanksi sosial dan sanksi pidana kepada pelanggar. Namun penerapan sanksi terhadap pelanggar belum memberikan efek jera kepada pelanggar protokol kesehatan. Adapun rekomendasi dari hasil penelitian ini antara lain, diperlukan kesadaran dan kepatuhan masyarakat untuk menaati aturan protokol kesehatan yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Penerapan sanksi tegas masih perlu dilakukan bagi pelanggar protokol kesehatan sehingga memberikan efek jera dan dapat membatasi aktivitas masyarakat agar dapat memutus mata rantai penyebaran covid-19.Selainitu, diperlukan kerjasama antara Pemerintah Kota Ambon (Dinas Perhubungan dan Satpol PP) didampingi oleh kepolisian dan TNI serta masyarakat guna melakukan pencegahan penyebaran virus covid-19 dan memutus mata rantai penyebaran covid 19



3.



Pertanyaan: • Berikan simpulan anda tentang kegunaan hukum dan masyarakat pada taraf individu di masa new normal seperti ini! Perkuat pendapat anda dengan teori dari ahli. Jawaban: ` Sejak pandemi Covid-19 menyusahkan kehidupan masyarakat, dua cara berpikir menimbulkan dilema dalam memilih. Satu sisi menghendaki kesehatan menjadi fokus utama. Sisi yang lain menghendaki ekonomi yang mesti diutamakan. Apapun yang dipilih dipastikan tidak memberi solusi tepat karena ekonomi dan kesehatan seharusnya berjalan bersamaan dan saling bersinergi. Ekonomi merupakan komponen utama sistem kesehatan, dan sebaliknya, kesehatan memegang peran penting dalam pertumbuhan ekonomi. Ketika pilihan diberikan dengan tidak berpikir pada tataran strategis, menjadi sulit untuk memutuskan pilihan. Pilihan yang ada membuat kesehatan seakan diadu dengan pilihan ekonomi dengan justifikasi peningkatan kesejahteraan masyarakat. India adalah contoh negara yang memilih kebijakan lockdown demi prioritas kesehatan. Jika seperti itu, pilihan tepatnya bukan kesehatan (health) ataupun ekonomi (economic), melainkan memilih hukum (law). Berpikir hukum adalah berpikir strategis dengan fokus pada kesehatan sekaligus peningkatan kesejahteraan masyarakat yang seharusnya dapat dijalankan secara bersamaan. Ketidaksamaan dalam memahami kebijakan pemerintah, kerap menimbulkan kesalahpahaman yang dikotomikan pada cara berpikir kontradiktif dan tidak strategis. Misalnya, skenario pembukaan aktivitas ekonomi dengan tetap menjaga protokol kesehatan, dinilai tidak tepat. Termasuk kebijakan membuka penerbangan ke provinsi tertentu. Padahal, sepanjang protokoldua syarat terpenuhi: kesehatan dijalankan dengan tertib dan ekonomi juga dijalankan, dalam berpikir jernih mestinya bisa diterima dengan akal sehat. Soal masih banyak orang tidak patuh protokolkesehatan, bukan kebijakannya yang salah, tetapi kurangnya mental disiplin dan kontrol kebijakan. Justru inilah problem kita dari dulu. Keseimbangan dalam Hukum Kepentingan hukum adalah menempatkan hukum bersifat holistik. Lebih jelas, Desiderius (1469-1537) mengungkapkan, manusia merupakan pribadi unggul di antara segala makhluk hidup lainnya. Jadi, kepentingan hukum tidak kaku dalam soal memilih kebijakan. Dalam konteks itu, kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) menjadi cara berpikir lain dalam hukum. PSBB menurut penulis merupakan strategi berpikir keseimbangan dalam hukum. Kesehatan mesti dijalankan secara simultan dengan peningkatan ekonomi. Lapisan sosial masyarakat yang tidak sama menjadi cara menilai supaya hukum menjadi solusinya, sekaligus pembuktian menilai manusia adalah pribadi unggul. Keunggulan pribadi adalah keunggulan menilai dalam tataran hukum, bukan harus memilih ‘kesehatan’ atau ‘ekonomi’.



Keseimbangan dalam hukum juga dapat dinilai dalam konteks filsafat rasionalisme seperti disebut Descartes (1596-1650) yang mengunggulkan ide-ide akal budi murni. Ide-ide itu berakar dalam kesadaran tiap-tiap manusia tentang dirinya sebagai pribadi yang memiliki kesadaran dan kemampuan untuk berpikir secara rasional. Homo est animal rationale, manusia adalah makhluk berakal budi yang dapat berpikir secara rasional. Memandang persoalan Covid-19 adalah memandang bagaimana ideide rasional dapat dijalankan untuk meloloskan diri dari persoalan pandemi. Pemimpin harus dapat melihat persoalan Covid-19 dengan rasional. Keunggulan pribadi pemimpin dapat diketahui dari pilihan kebijakannya. Tantangan ini merupakan ujian yang bersifat global dan dialami oleh pemimpin di berbagai negara, khususnya yang mengalami pandemi Covid-19. Tatanan Kenormalan Baru Masalah Covid-19 hanya dapat diselesaikan dengan rasional, yang dalam bahasa Presiden Jokowi ditekankan pada dua kata, ‘kesadaran dan kedisiplinan’. Tatanan the new normal atau kenormalan baru adalah satu keharusan yang hanya bisa terwujud dengan menerapkan dua kata dimaksud. Covid-19 telah memberi pelajaran penting bagi kesadaran dan kedisiplinan masyarakat dalam menyambut kehidupan baru. Sebagai contoh, tindakan dengan melibatkan TNI dan Polri agar kerumunan massa tidak terjadi, dapat dinilai sebagai langkah tepat. Hanya dengan kesadaran dan kedisiplinan tinggi dari masyarakat, pemerintah, dan aparat dapat memberi keyakinan tatanan kenormalan baru dapat terwujud segera. Dua kata kunci itu perlu dipahami dan diwujudkan secara nyata dengan segera. Dalam pelaksanannya, mungkin saja sebagian pihak belum siap menuju tatanan kenormalan baru. Maka, pelaksanaan kenormalan baru juga harus dijaga dengan hukum, supaya terbentuk keselarasan serta keadilan dalam masyarakat. Dalam bahasa Weber (1864- 1920), hukum mengatur dan membimbing kehidupan bersama manusia atas dasar prinsip keadilan. Oleh karena itu, tatanan kehidupan berdasarkan kenormalan baru hanya dapat diwujudkan dengan berpikir menurut hukum. Hukum yang dijalankan pemerintah harus memiliki wibawa, bukan terletak pada kekuasaan semata, tetapi pada pemikiran matang yang rasional. Pandemi Covid-19 sudah memberi pelajaran betapa hukum tetap menjadi acuan berpikir menuju tatanan hidup baru. Tatanan hidup baru adalah tatanan menjaga kesadaran dan kedisiplinan kuat untuk bisa memperoleh kesehatan dan peningkatan ekonomi lebih baik dan berkualitas. Sekalipun aktivitas ekonomi seperti mall serta pusat keramaian dan bisnis sudah mulai dibuka, pemaknaannya tidaklah sama dengan aktivitas berkerumun yang tidak tertib dan melanggar kebijakan atau protokol kesehatan. Secara sosiologis harus diakui apabila kedisiplinan dan kesadaran masyarakat terhadap protokol kesehatan sangatlah kurang. Kebiasaan hidup dengan sering cuci tangan, memakai masker dan hidup berjarak dengan orang lain, seakan asing dan susah dijalankan. Sejak pandemi Covid-19, kebiasaan beraktivitas masyarakat, termasuk kegiatan beribadah dan budaya lainnya, menjadi sulit jika dijalankan dengan cara berbeda. Hukum bagi mereka adalah kebiasaan beraktivitas yang sudah diturunkan sejak turun temurun. Padahal, apabila dilihat dengan kacamata hukum yang rasional, berfokus pada kesehatan sekaligus peningkatan kesejahteraan masyarakat, pandemi Covid-19 mengharuskan tatanan hidup dalam hukum kebiasaan yang mau tidak mau harus berubah. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pandemi Covid-19 telah memberi cara berpikir bagi hukum untuk menata kehidupan menuju kondisi kenormalan yang baru (the new normal). Tujuan ini hanya bisa terwujud melalui kesadaran dan kedisiplinan dari setiap komponen masyarakat, serta pemerintah yang selalu menggunakan bukti atau data yang kuat serta melibatkan ahli kesehatan dan ekonomi dalam setiap pengambilan keputusan agar menjadi sebuah kebijakan yang rasional. Dengan demikian, kita tidak perlu memilih antara kesehatan masyarakat dan ekonomi, karena dari keduanya sudah dipikirkan secara matang agar dapat bersinergi dengan baik, menuju Indonesia maju ekonominya, sehat masyarakatnya. Didukung pernyataan dari Dr. Suparji Ahmad, Ahli Hukum Universitas Al Azhar Indonesia yang menyimpulkan bahwa Pada akhirnya, konsep new normal tidak sekedar istilah yang baru, yang kurang bertaji, tetapi harus otentik dan memang ada sesuatu yang bermakna serta memberikan



harapan untuk kehidupan masyarakat menjadi lebih baik. Setidaknya ada keamanan dan kenyamanan masyarakat bisa kembali beraktivitas di luar rumah dengan memperhatikan protokol kesehatan, dalam rangka membalikkan keadaan menuju Indonesi Maju.