Hubungan Industrial [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

HUBUNGAN INDUSTRIAL CREATED BY : RATIH DHEVIANA PURU HITANINGTYAS



PENGERTIAN



DASAR



Pasal 1 angka 16 UUK



• proses terbinanya komunikasi, konsultasi musyawarah serta berunding dan ditopang oleh kemampuan dan komitmen yang tinggi dari semua elemen yang ada di dalam perusahaan



• suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan UUD Negara RI tahun 1945



TUJUAN



Meningkatkan produktivitas atau kinerja perusahaan, serta tercapainya kesejahteraan bagi pekerja/buruh dan pengusaha secara adil



FUNGSI PARA PIHAK pasal 102



Pemerintah



Pengusaha dan organisasi pengusaha Pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh



•Menetapkan kebijakan memeberikan pelayanan •melaksanakan pengawasan •Melakukan penindakan terhadap pelanggaran peraturan perrundang-undangan



•Menciptakan kemitraan •Mengembangkan usaha •Memperluas lapangan kerja •Memberikan kesejahteraan pekerja/buruh secara terbuka, demokratis dan berkeadian



•Menjalankan pekerjaan sesuai dengan kewajibannya •Menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi •Menyalurkan aspirasi secara demokratis •Mengembangkan keterampilan dan keahiannya serta ikut memajukan perusahaan •Memperjuangkan kesejahteraan anggota beserta keluarganya



Sarana Hubungan Industrial pasal 103 Serikat pekerja/serikat buruh Organisasi pengusaha Lembaga kerjasama bipartit Lembaga kerjasama tripartit Peraturan perusahaan Perjanjian kerja bersama Lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial Peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan



Serikat Pekerja/Serikat Buruh pasal 104  Setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi



anggota serikat pekerja/serikat buruh (pasal 104 ayat 1)  Dalam melaksanakan fungsinya, serikat pekerja/serikat buruh berhak menghimpun dan mengelola keuangan serta mempertanggungjawabkan keuangan organisasi termasuk dana mogok (ayat 2)  Pasal 1 angka 17 UUK dan UU No 21 tahun 2000 tentang SP/SB SP/SB adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh dan untuk pekerja/buruh, baik di perusahaan maupun di luar perusahaan yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggungjawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya



Organisasi Pengusaha  Setiap pengusaha berhak membentuk dan menjadi



anggota organisasi pengusaha (pasal 105 ayat 1)



LKS Bipartit  Pasal 1 angka 18  forum komunikasi dan konsultasi mengenai hal-



  







hal yang berkaitan dengan hubungan industrial di satu perusahaan yang anggotanya terdiri dari pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh yang sudah tercatat di instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan atau unsur pekerja/buruh Setiap perusahaan yang mempekerjakan 50 orang pekerja/buruh atau lebih WAJIB membentuk LKS Bipartit (pasal 106 ayat 1) Fungsi : sebagai forum komunikasi mengenai hak ketenagakerjaan di perusahaan (ayat 2) Susunan keanggotaan LKS Bipartit terdiri dari unsur pengusaha dan unsur pekerja/buruh yang ditunjuk oleh pekerja/buruh secara demokratis untuk mewakili kepentingan pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan (ayat 3) Ketentuan mengenai tata cara pembentukan dan susunan keanggotaan LKS Bipartit diatur dengan Kepmenakertrans No. KEP. 255/MEN/2003



LKS Tripartit  Pasal 1 angka 19  forum komunikasi, konsultasi dan



musyawarah tentang masalah ketenagakerjaan yang anggotanya terdiri dari unsur organisasi pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah  Fungsi : memberikan pertimbangan, saran dan pendapat kepada pemerintah dan pihak terkait dalam penyusunan kebijakan dan pemecahan masalah ketenagakerjaan (pasal 107 ayat 1)  Keanggotaan : pemerintah, organisasi pengusaha dan SP/SB (ayat 3)  Tata kerja dan susunan LKS Tripartit diatur dengan PP No. 8 tahun 2005



PERATURAN PERUSAHAAN (PP)  ‘Peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha



yang memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan’ (pasal 1 angka 20)  ‘suatu peraturan yang dibuat secara tertulis yang memuat ketentuan-ketentuan tentang syarat-syarat kerja serta tata tertib perusahaan’ (pasal 1 huruf a Permennakertranskop No. PER-02/MEN/1978)  Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang WAJIB membuat PP yang mulai berlaku setelah disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk (pasal 108 ayat 1)  PP tidak berlaku jika di dalam perusahaan sudah ada Perjanjian Kerja Bersama/PKB (pasal 108 ayat 2)



Lanjutan...  PP disusun oleh dan menjadi tanggung jawab dari



pengusaha yang bersangkutan (pasal 109) dengan memperhatikan saran dan pertimbangan dari wakil pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan (pasal 110 ayat 1)  Dalam hal di perusahaan yang bersangkutan telah terbentuk SP/SB, maka wakil pekerja/buruh adalah pengurus SP/SB (pasal 110 ayat 2), jika belum maka wakil pekerja/buruh adalah pekerja/buruh yang dipilih secara demokratis untuk mewakili kepentingan para pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan (pasal 110 ayat 3)



Lanjutan...  PP sekurang-kurangnya memuat (pasal 111 ayat 1)



a. hak dan kewajiban pengusaha; b. hak dan kewajiban pekerja/buruh; c. syarat kerja (tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku  ayat 2); d. tata tertib perusahaan; e. jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan (paling lama 2 tahun dan wajib diperbarui setelah habis masa berlakunya  ayat 3)



Lanjutan...  Selama masa berlakunya PP, apabila SP/SB di



perusahaan menghendaki perundingan pembuatan PKB, maka pengusaha WAJIB melayani (ayat 4)  Dalam hal perundingan pembuatan PKB tidak mencapai kesepakatan, maka PP tetap berlaku sampai habis jangka waktu berlakunya (ayat 5)  Perubahan PP sebelum berakhir jangka waktu berlakunya hanya dapat dilakukan atas dasar kesepakatan antara pengusaha dan wakil pekerja/buruh (pasal 113 ayat 1) dan harus mendapat pengesahan dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk



Lanjutan...  Pengusaha WAJIB memberitahukan dan menjelaskan isi



serta memberikan naskah PP atau perubahannya kepada pekerja/buruh (pasal 114)  Pengesahan PP oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk harus sudah diberikan dala waktu paling lama 30 hari kerja sejak naskah PP diterima (pasal 112 ayat 1)  Apabila PP sudah sesuai dan waktu 30 hari sudah terlampaui dan PP belum disahkan , maka PP DIANGGAP telah mendapatkan pengesahan (ayat 2)  Dalam hal PP belum memenuhi persyaratan, menteri atau pejabat yag ditunjuk harus memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha mengenai perbaikan PP (ayat 3), dan dalam waktu 14 hari pengusaha wajib menyampaikan kembali PP yang telah diperbaiki (ayat 4)



PERJANJIAN KERJA BERSAMA (PKB)  Istilah dalam praktek



- Perjanjian Perburuhan Kolektif /PPK (Collectieve Arbeids-Overeenkomst) - Persetujuan Perburuhan Kolektif /PPK (Collective Labour Agreement) - Persetujuan Perburuhan Bersama (PPB) - Kesepakatan Kerja Bersama (KKB)  Pengertian ‘perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak’ (pasal 1 angka 21)



Lanjutan...  PKB disusun dengan cara musyawarah (pasal 116 



  



ayat 2); antara serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha (pasal 116 ayat 1); jika tidak tercapai maka dilakukan melalui prosedur PPHI (pasal 117); yang dibuat secara tertulis dengan huruf latin dan mengunakan bahasa Indonesia (pasal 116 ayat 3); jika dibuat dalam bahasa selain bahasa Indonesia harus diterjemahkan oleh penerjemah tersumpah (pasal 116 ayat 4).



Lanjutan...  Dalam satu perusahaan hanya ada satu PKB (pasal



118)  Masa berlaku PKB paling lama 2 tahun (pasal 123 ayat 1) dan bisa diperpanjang paling lama 1 tahun (pasal 123 ayat 2)  PKB paling sedikit memuat (pasal 124): a. hak dan kewajiban pengusaha b. hak dan kewajiban serikat pekerja/serikat buruh serta pekerja/buruh c. jangka waktu dan tanggal mulai berlakunya perjanjian kerja bersama d. tanda tangan para pihak pembuat PKB



Lembaga PPHI  Penyelesaian perselisihan hubungan industrial wajib



dilaksanakan oleh pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh secara musyawarah untuk mufakat (pasal 136 ayat 1  menunjuk pada penyelesaian BIPARTIT ?)  Dalam hal penyelesaian secara musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, maka pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh menyelesaikan perselisihan hubungan industrial melalui prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang diatur dengan undangundang



Mogok Kerja  Mogok kerja adalah tindakan pekerja/buruh yang



direncanakan dan dilaksanakan secara bersama-sama dan/atau oleh serikat pekerja/serikat buruh untuk menghentikan atau memperlambat pekerjaan (pasal 1 angka 23)  Mogok kerja sebagai hak dasar pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh dilakukan secara sah, tertib dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan (pasal 137 dan pasal 2 Kepmenakertrans No Kep 232/MEN/2003 )



Lanjutan...  Yang dimaksud dengan gagalnya perundingan adalah tidak



tercapainya kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang dapat disebabkan karena pengusaha tidak mau melakukan perundingan atau perundingan mengalami jalan buntu  Yang dimaksud dengan tertib dan damai adalah tidak mengganggu keamanan dan ketertiban umum, dan/atau mengancam keselamatan jiwa dan harta benda milik perusahaan atau pengusaha atau orang lain atau milik masyarakat



LANJUTAN...  Pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh yang



bermaksud mengajak pekerja/buruh lain untuk mogok kerja pada saat mogok kerja berlangsung dilakukan dengan tidak melanggar hukum (pasal 138 ayat 1)  Pekerja/buruh yang diajak mogok kerja, dapat memenuhi atau tidak memenuhi ajakan tersebut (pasal 138 ayat 2)  Pelaksanaan mogok kerja bagi pekerja/buruh yang bekerja pada perusahaan yang melayani kepentingan umum dan/atau perusahaan yang jenis kegiatannya membahayakan keselamatan jiwa manusia diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu kepentingan umum dan/atau membahayakan keselamatan orang lain (pasal 139)



Lanjutan...  Yang dimaksud dengan perusahaan yang melayani



kepentingan umum dan/atau perusahaan yang jenis kegiatannya membahayakan keselamatan jiwa manusia adalah rumah sakit, dinas pemadam kebakaran, penjaga pintu perlintasan kereta api, pengontrol pintu air, pengontrol arus lalu lintas udara, dan pengontrol arus lalu lintas laut  Yang dimaksud dengan pemogokan yang diatur sedemikian rupa yaitu pemogokan yang dilakukan oleh para pekerja/buruh yang tidak sedang menjalankan tugas



Lanjutan...  Pelanggaran terhadap pasal 139 mengakibatkan



mogok kerja tidak sah dan dapat dikualifikasikan sebagai MANGKIR (pasal 142 UUK dan pasal 5 jo pasal 7 ayat 1 Kepmenakertrans No Kep 232/MEN/2003) dan dapat dikualifikasikan sebagai KESALAHAN BERAT jika mengakibatkan hilangnya nyawa manusia (pasal 7 ayat 2 Kepmenakertrans No Kep 232/MEN/2003)



Lanjutan...  Mogok kerja tidak sah apabila dilakukan (pasal 3): a. Bukan akibat gagalnya perundingan ; dan/atau b. Tanpa pemberitahuan kepada pengusaha dan



instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan ; dan/atau c. Dengan pemberitahuan kurang dari 7 (tujuh) hari sebelum pelaksanaan mogok kerja ; dan/atau d. Isi pemberitahuan tidak sesuai dengan ketentuan pasal 140 ayat 2 UUK Konsekuensi dari MOGOK TIDAK SAH disebabkan bukan akibat gagalnya perundingan???



Lock Out  Lock out merupakan HAK DASAR pengusaha untuk menolak



pekerja/buruh sebagian atau seluruhnya untuk menjalankan pekerjaan sebagai akibat gagalnya perundingan (pasal 146 ayat 1), kecuali Rumah Sakit, Pelayanan Jaringan Air Bersih, Pusat Pengendali Telekomunikasi, Pusat Penyedia Tenaga Listrik, Pengolahan Minyak dan Gas Bumi, serta Kereta Api (pasal 147)  Lock out adalah tindakan pengusaha untuk menolak pekerja/buruh seluruhnya atau sebagian untuk menjalankan pekerjaan (pasal 1 angka 24)  Pengusaha tidak dibenarkan melakukan lock out sebagai tindakan balasan sehubungan adanya tuntutan normatif dari pekerja/buruh dan/atau serikat pekerj/serikat buruh (pasal 146 ayat 2)