Hubungan Skabies Dengan Tingkat Pengetahuan Dan Perilaku [PDF]

  • Author / Uploaded
  • iin
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Proposal Penelitian HUBUNGAN ANTARA FAKTOR PENGETAHUAN DAN PERILAKU PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN SKABIES DI PONDOK PESANTREN SULTAN HASANUDDIN



Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat Pada Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar



Oleh : Iin Indah Sari 70200116011



JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR 2020



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Personal hygiene merupakan perawatan diri sendiri yang dilakukan untuk mempertahankan kesehatan baik secara fisik maupun psikologis (Aziz Alimun H, 2006).(Akmal dan Semiarty 2013) Salah satu upaya personal hygiene adalah merawat kebersihan kulit karena kulit berfungsi untuk melindungi permukaan tubuh, memelihara suhu tubuh dan mengeluarkan kotoran-kotoran tertentu. Mengingat kulit penting sebagai pelindung organ- organ tubuh, maka kulit perlu dijaga kesehatannya. Penyakit kulit dapat disebabkan oleh jamur, virus, kuman, parasit. Salah satu penyakit kulit yang disebabkan oleh parasit adalah Skabies.(Budiman, Hamidah, dan Faqih 2015). Skabies adalah salah satu masalah dermatologis yang paling umum dan mempengaruhi sekitar 200 juta orang setiap tahun di seluruh dunia (WHO 2019). Skabies merupakan kondisi pada kulit yang tidak hanya dapat menyebabkan infeksi akan tetapi juga sangat mengganggu. Penderita tidak dapat menghindari untuk menggaruk setiap saat akibat adanya tungau (kutu skabies) di bawah kulit. Pada kenyataannya, skabies menyerang jutaan dari orang di seluruh dunia setiap tahun berdasarkan laporan pemerintah.



Skabies



tidak



hanya



terjadi



pada



golongan tertentu baik kaya maupun miskin, muda atau tua, karena penyakit ini dapat menyerang siapapun (Luthfa dkk. 2019). Skabies menyebabkan penderitaan pada banyak orang dikarenakan tidak dapat tidur dengan tenang pada malam hari disebabkan rasa gatal. Keseluruhan permukaan badan menimbulkan reaksi saat



tungau



beraktifitas



pada permukaan



kulit sehingga menimbulkan gatal.



(Desmawati,.Dewi dan Hasanah 2015) Tahun 2014 menurut Internasional Alliance for the Control Of Scabies (IACS) kejadian skabies bervariasi mulai dari 0,3% menjadi 46%. Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh Sercoptes scabiei Var hominis. Skabies ditemukan disemua negara dengan prevalensi yang bervariasi. Beberapa negara yang sedang berkembang prevalensi skabies sekitar 6% - 27% populasi umum, menyerang semua ras dan kelompok umur serta cenderung tinggi pada anak-anak serta remaja. Kejadian skabies pada tahun 2015 juga berprevalensi tinggi di beberapa Negara di antaranya Mesir diperoleh (4,4%), Nigeria (10,5%), Mali (4%), Malawi (0,7%), dan Kenya (8,3%). Insiden tertinggi terdapat pada anak-anak dan remaja (Ridwan 2017). Penyakit skabies tertinggi dicatat dalam Negara tropis dan Negara subtropics (CDC 2019). Prevalensi skabies di Indonesia menurut data Departemen Kesehatan Republik Indonesia terjadi penurunan dari tahun ke tahun. Prevalensi skabies tahun 2008 sebesar 5,60% - 12,96%, sedangkan prevalensi tahun 2009 sebesar 4,9% - 12,95% dan data terakhir yang tercatat prevalensi skabies di Indonesia tahun 2013 yakni - 6%. Walaupun terjadi penuruan prevalensi tetapi Indonesia belum terbebas dari penyakit skabies dan masih menjadi salah satu masalah penyakit menular di Indonesia (RISKESDAS 2013) Hasil riset membuktikan bahwa 5,2 anak-anak remaja di 17 provinsi di Indonesia mengalami keluhan yang sering terjadi akibat tidak menjaga kebersihan ditandai dengan adanya sensasi gatal pada alat kelamin (Kemenkes RI,2016).



Penyakit scabies disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei akan berkembang pesat jika kondisi lingkungan buruk dan tidak didukung dengan perilaku hidup bersih dan sehat oleh santri. Sarcoptes scabiei menyebabkan rasa gatal pada bagian kulit seperti sela jari, siku, selangkangan. Scabies banyak menyerang pada orang yang hidup dengan kondisi personal hygiene di bawah standar atau buruk, sosial ekonomi rendah, kepadatan penduduk, dan perkembangan demografik serta ekologik. Pondok pesantren mempunyai kegiatan yang sangat padat, baik kegiatan formal atau non formal, maka dengan adanya kegiatan yang padat sehingga santri pondok pesantren kurang memperhatikan kebersihan diri dan kebersihan lingkungan serta hunian yang padat merupakan faktor terjadinya santri terkena penyakit scabies (Alfian, 2017). Menurut penelitian Sa’adatin et al (2015) yang dilakukan di pesantren menunjukkan personal hygiene berpengaruh dengan kejadian skabies. Hasil analisis diperoleh OR= 2,934 yang artinya, santri dengan personal hygiene buruk mempunyai 2,934 kali berisiko menderita skabies dari pada santri dengan personal hygiene baik. Berdasarkan catatan medis di klinik pondok pesantren Sultan Hasanuddin jumlah kasus disetiap tahunnya meningkat hingga ditahun 2019 kejadian skabies tercatat 30 siswa terkena skabies secara bergantian dikurung waktu tertentu. Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti Hubungan Antara Faktor Pengetahuan Dan Perilaku Personal Hygiene Dengan Kejadian Skabies Di Pondok Pesantren Sultan Hasanuddin. Penelitian ini diharapkan dapt menjadi dasar upaya pencegahan terjadinya skabies dikalangan santri dan tidak terus menular.



B. Rumusan Masalah 1. Apakah ada hubungan antara pengetahuan santri tentang personal hyigiene



dengan kejadian skabies di Pondok Pesantren Sultan Hasanuddin ? 2. Apakah ada hubungan antara perilaku santri memakai handuk secara bergantian



dengan kejadian skabies di Pondok Pesantren Sultan Hasanuddin ? 3. Apakah ada hubungan antara perilaku santri memakai handuk secara bergantian



dengan kejadian skabies di Pondok Pesantren Sultan Hasanuddin? 4. Apakah ada hubungan antara perilaku santri tidur dalam satu tempat dan saling



berhimpitan dengan kejadian skabies di Pondok Pesantren Sultan Hasanuddin ? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui faktor dan perilaku personal hubungan antara faktor pengetahuan hygiene dengan kejadian skabies di Pondok Pesantren Sultan Hasanuddin. 2. Tujuan Khusus a) Mengetahui hubungan antara pengetahuan santri tentang personal hyigiene dengan kejadian skabies di Pondok Pesantren Sultan Hasanuddin b) Mengetahui hubungan antara perilaku santri memakai handuk secara bergantian dengan kejadian skabies di Pondok Pesantren Sultan Hasanuddin c) Mengetahui hubungan antara perilaku santri memakai handuk secara bergantian dengan kejadian skabies di Pondok Pesantren Sultan Hasanuddin d) hubungan antara perilaku santri tidur dalam satu tempat dan



saling



berhimpitan dengan kejadian skabies di Pondok Pesantren Sultan Hasanuddin.



D. Manfaat Penulisan 1. Manfaat Ilmu Pengetahuan Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran ilmiah dan mampu memperkaya khasanah ilmu pengetahuan berkaitan dengan Hubungan Antara Faktor Pengetahuan Dan Perilaku Personal Hygiene Dengan Kejadian Skabies Di Pondok Pesantren Sultan Hasanuddin serta sebagai bahan perbandingan bagi penelitian yang lebih luas dan lebih dalam. 2. Manfaat praktis Penelitian dapat memberikan informasi ilmiah dan ilmu pengetahuan kepada masyarakat luas tentang Hubungan Antara Faktor Pengetahuan Dan Perilaku Personal Hygiene Dengan Kejadian Skabies. Di Pondok Pesantren Sultan Hasanuddin. Dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam menyusun perencanaan untuk mengurangi angka morbiditas akibat skabies.



E. Kajian Pustaka No



1.



2.



Nama Peneliti



Judul Penelitian



Iskim Luthfa, Siti Anisatun Nikmah/2019



Perilaku hidup menentukan kejadian scrabies



Zulmeliza Rasyid, Nofri Hasrianto, Syukaisih, Alhidayati, Siska Mairiza/2018



faktor determinan kejadian skabies pada masyarakat di kelurahan tangkerang timur kecamatan tenayan raya kota pekanbaru



3.



Cahya Pawika Ratri, Indriati Paskarini/2019



Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Scabies Pada Nelayan Di Desa Weru Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan



4.



Ridho Zarkasi/2019



Hubungan Antara Perilaku Hidup Bersih



Metode penelitian Jenis penelitian : analitik observasional Desain study : case control Jumlah sampel: 70 orang Jenis pengambilan sampel : nonprobability sampling dengan teknik consecutive sampling



Jenis penelitian : analitik kuantitatif Desain study : Case Control Jumlah sampel : 106 orang Jenis pengambilan sampel : quota sampling Jenis penelitian : kuantitatif Desain penelitian : cross sectional Jumlah sampel : 90 responden Jenis pengambilan sampel : random sampling Jenis penelitian : kuantitatif Desain penelitian : cross



Hasil Analisis data menggunakan uji eta dan didapatkan nilai p value 0,000 dan nilai korelasi (r) yaitu 0,728. Artinya Terdapat korelasi sangat kuat antara PHBS dengan kejadian skabies di pondok pesantren Kecamatan Guntur Kabupaten Demak. Penelitian selanjutnya direkomendasikan melakukan intervensi untuk meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat. ada hubungan antara praktek mandi yang kurang baik (p-value = 0,002), kebersihan pakaian yang kurang baik (p- value = 0,018), kebersihan sprei tempat tidur yang kurang baik (p-value = 0,000), kepadatan hunian yang tidak memenuhi syarat (p-value = 0,000) terhadap kejadian scabies menunjukkan ada hubungan antara pengetahuan dan higiene perorangan dengan kejadian scabies. Sedangkan umur, lama kerja dan masa kerja tidak berhubungan dengan kejadian scabies. Hasil uji square menunjukan terdapat hubungan yang signifikan antara



Sehat Dan Tingkat Pendidikan Dengan Kejadian Skabies Di Pondok Pesantren Nurul Ummah Kotagede Yogyakarta



5.



Edwin P. Armitage, Elina Senghore, Saffiatou Darboe, Momodou Barry, Janko Camara, Sulayman Bah, Michael Marks, Carla Cerami, Anna Roca, Martin Antonio, Claire E. Turner, Thushan I. de Silva/2019



High burden and seasonal variation of paediatric scabies and pyoderma prevalence in The Gambia: a cross-sectional study



sectional Jumlah Sampel : 80 orang Jenis pengambilan sampel : tekhnik cluster sampling



Desain Penelitian : crosssectional study Jumlah sampeol : 1441 anak



tingkat pendidikan dengan kejadian penyakit skabies (p=0,001). Hubungan antara perilaku hidup bersih sehat dengan penyakit skabies menunjukan hasil yang signifikan (p=0,002). Hasil analisis multivariat didapatkan hubungan yang lebih signifikan tingkat pendidikan (p=0,004) dibandingkan perilaku hidup bersih sehat (p=0,017) dengan kejadian skabies. Terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku hidup bersih sehat dan tingkat pendidikan dengan kejadian penyakit skabies. Of 1441 children examined, 15.9% had scabies (95% CI 12.2-20.4), 17.4% Had pyoderma (95% CI 10.427.7) and 9.7% had fungal infections (95% CI 6.6-14.0). Scabies were significantly associated with pyoderma (aOR 2.74, 95% CI 1.614.67). Of 250 pyoderma swabs, 80.8% were culture-positive for S. aureus, and 50.8% for GAS. Participants examined after the first rains were significantly more likely to have pyoderma than those examined before (aRR 2.42, 95% CI 1.38-4.23), whereas no difference in scabies prevalence was seen (aRR 1.08, 95% CI 0.70-1.67). Swab positivity was not affected by the season.



6.



7.



Uade Samuel Ugbomoiko, Samuel Adeola Oyedeji , Olarewaju Abdulkareem Babamale and Jorg Heukelbach/2018



Suci Chairiya Akmal, Rima Semiarty, Gayatri/2013



Scabies in ResourcePoor Communities in Nasarawa State, Nigeria: Epidemiology, Clinical Features and Factors Associated with Infestation



Hubungan Personal Hygiene Dengan Kejadian Skabies Di Pondok Pendidikan Islam Darul Ulum, Palarik Air Pacah, Kecamatan Koto Tangah Padang Tahun 2013



Desain Penelitian : crosssectional study Jumlah sampel : 500 individuals Jenis Pengambilan sampel : questionnaire was applied to collect socio-demographic and behavioral data.



Poverty-related variables, such as illiteracy (OR: 7.15; 95% CI: 3.71– 13.95), low household income (7.25; 1.19–88.59), absence of a solid floor inside house (12.17; 2.83–52.34), and overcrowding (1.98; 1.08–2.81) were significantly associated with infestation. Individual behavior, such as sharing of beds/pillows (2.11; 1.42–3.14) and sharing of clothes (2.51; 1.57–3.99), was also highly significantly associated with scabies. Regular bathing habits (0.37; 0.24–0.56) and regular use of bathing soap (0.36; 0.21– 0.53) were protective factors. Scabies is extremely common in the communities under study and is associated with considerable morbidity. The disease is intrinsically linked with extreme poverty.



Jenis penelitian : analitik Desain penelitian : cross sectional Jumlah sampel : 138 orang Jenis pengambilan sampel : kuisioner dan wawancara observasional



prevalensi skabies di Pondok Pendidikan Islam Darul Ulum, Palarik, Air Pacah, Padang adalah 34 orang (24,6%) dari 138 orang. Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa kejadian skabies mempunyai hubungan dengan personal hygiene (P=0,00).



8.



Tisna Sendy Pratama , Paramita Septianawati , Hadis Pratiwi/2017



Pengetahuan, Sikap, Kebersihan Personal Dan Kebiasaan Pada Santri Penderita Penyakit Skabies Di Pondok Pesantren



Jenis penelitian : deskriptif observasiona Desain penelitian : survey Jumlah sampel : 26 santri Jenis pengambilan sampel : teknik sampling konsekutif



Hasil penelitian menunjukkan frekuensi skabies tertinggi pada usia 13 tahun (33.3%) dan paling banyak pada perempuan (62.9%). Kejadian scabies paling banyak di derita responden dengan pengetahuan sedang (74,1%). Pada variable sikap, kejadian scabies diderita pada responden dengan sikap yang baik (59.3%). Pada kebersihan personal sebagian besar scabies diderita pada responden dengan kebiasaan personal sedang (63%) dan kebersihan buruk (48,1%).



F. Hipotesis Penelitian 1. Hipotesis Null (H0) H0



:



Tidak ada hubungan antara pengetahuan santri tentang



personal hyigiene dengan kejadian skabies di Pondok Pesantren Sultan Hasanuddin H0



: Tidak ada hubungan antara perilaku santri memakai handuk secara bergantian dengan kejadian skabies di Pondok Pesantren Sultan Hasanuddin



H0



: Tidak ada hubungan antara perilaku santri memakai handuk secara bergantian dengan kejadian skabies di Pondok Pesantren Sultan Hasanuddin



H0



: Tidak ada hubungan antara perilaku santri tidur dalam satu tempat dan



saling berhimpitan dengan kejadian skabies di



Pondok Pesantren Sultan Hasanuddin 2. Hipotesis Alternatif (Ha) Ha



:



Ada hubungan antara pengetahuan santri tentang personal



hyigiene dengan kejadian skabies di Pondok Pesantren Sultan Hasanuddin Ha



: Ada hubungan antara perilaku santri memakai handuk secara bergantian dengan kejadian skabies di Pondok Pesantren Sultan Hasanuddin



Ha



: Ada hubungan antara perilaku santri memakai handuk secara bergantian dengan kejadian skabies di Pondok Pesantren Sultan Hasanuddin



Ha



: Ada hubungan antara perilaku santri tidur dalam satu tempat dan saling berhimpitan dengan kejadian skabies di Pondok Pesantren Sultan Hasanuddin.



G. Definisi Oprasional 1. Variabel Bebas a. Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan adalah pemahaman



responden tentang segala sesuatu yang terkait dengan kesehatan lingkungan dalam upaya pencegahan skabies. 1) Skala pengukuran : Nominal 2) Kategori a) Baik



: : bila skor jawaban > 50%



b) Kurang Bak



: bila skor jawaban 50%, dengan catatan pertanyaan No. 3 dijawab tidak. 2) Bergantian handuk adalah kebiasaan santri yang memakai handuk



secara bergantian atau bersama-sama dengan temannya. a) Skala pengukuran : Nominal b) Kategori :



Ya : bila skor jawaban < 50% dengan catatan pertanyaan No. 3 dijawab ya. Tidak : bila skor jawaban > 50%, dengan catatan pertanyaan No. 3 dijawab tidak. 3) Tidur berhimpitan adalah santri yang tidur dalam satu tempat



secara bersama-sama a) Skala pengukuran : Nominal b) Kategori :



Ya : bila skor jawaban < 60%, dengan catatan pertanyaan No. 2, 3 dijawab ya. Tidak : bila skor jawaban > 40%, dengan catatan pertanyaan No. 2, 3 dijawab tidak. 2. Variabel terikat



Kejadian skabies adalah santri yang sementara atau pernah menderita scabies di Pondok



Pesantren Sultan Hasanuddin berdasarkan hasil



pemeriksaan oleh dokter di klinik atau Pusat Pelayanan Kesehatan Pesantren Sultan Hasanuddin. a) Skala pengukuran : Nominal b) Kategori : Kasus : Pernah menderita atau sedang menderita scabies Kontrol



: Tidak menderita skabies



BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Skabies 1. Definisi Skabies Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi tungau Sarcoptes Scabiei varian hominis dan produknya pada tubuh (Djuanda,. 2007). Di Indonesia skabies sering disebut kudis, orang jawa me nyebutnya



gudik, sedangkan



orang sunda



menyebutnya budug (Cakmioki 2007). Penyakit ini juga sering disebut dengan kutu badan, budukan, gatas agogo yang disebabkan oleh Sarcoptes scabiei varian hominis (sejenis kutu, tungau), ditandai dengan keluhan gatal, terutama pada malam hari dan ditularkan melalui kontak langsung atau tidak



langsung melalui



alas tempat



tidur dan



pakaian(Soemirat 2011). 2. Epidemiologi Skabies disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei, tersebar luas di seluruh dunia dan lebih sering terdapat dinegara yang kurang sumber daya dan pada kondisi pemukiman padat, kurangnya hygiene personal dan promiskuitas seksual. Dapat menyerang semua usia(Farage MA 2006). 3. Patogenesis Skabies dapat ditularkan melalui kontak kulit langsung, biasanya oleh tangan yang memegang atau di tempat tidur.



a. Tungau betina dewasa yang hamil menggali terowongan di dalam stratum korneum, meletakkan telur yang kemudian matang menjadi dewasa dalam waktur sekitar 14 hari. b. Tungau dewasa timbul dari kulit untuk menyebar ke bagian lain tubuh atau untuk menginfeksi penjamu lainnya. Gejala utama skabies, yaitu ruam dan gatal, disebabkan oleh sensitisasi terhadap deposit tungau dalam terowongan. Hal ini membutuhkan waktu beberapa minggu untuk berkembang sehingga pada awtalnya skabies bersifat asimtomatik. Sel-sel inflamasi terakumilasi di sekitar terowongan untuk membentuk papul atau plak dan ruam hipersensivitas. Penularan tungau secara tidak langsung bergantung pada lama tungau dapat bertahan hidup di luar tubuh hospes yang variasinya bergantung pada temperatur dan kelembaban. Pada barang-barang yang terinfestasi, S.scabiei dapat bertahan 2-3 hari pada suhu ruangan dengan kelembaban 30%. Semakin tinggi kelembaban semakin lama tungau bertahan(Utama 2013). 4. Pencegahan Pencegahan yang harus dilakukan dengan menyetrika pakaian yang akan digunakan, seprei tempat tidur harus sering diganti, terlebih lagi pada saat menstruasi gatal yang dialami akan lebih mudah membuat kulit rentang terluka maka dari itu pembalut dan pakaian dalam harus lebih dijaga kelembabannya.



B. Tinjauan Personal Hygiene 1. Definisi Personal Hygiene Personal Hygiene berasal dari bahasa yunani yang berarti Personal yang artinya perorangan dan Hygiene berarti sehat. Personal Hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis (Widya 2011) . Personal Hygiene adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna mempertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri (sutrisna 2012). Dalam melakukan perawatan personal hygiene pada diri seseorang dilakukan dengan



cara



merawat



fungsi-fungsi



tertentu



seperti mandi dan kebersihan tubuh secara umum. Kebersihan diri merupakan langkah awal mewujudkan kesehatan diri. Dengan tubuh yang bersih



meminimalkan



risiko



seseorang



terhadap



kemungkinan



terjangkitnya suatu penyakit terutama penyakit yang berhubungan dengan kebersihan diri yang tidak baik. Pada keadaan personal hygiene yang tidak baik akan mempermudah tubuh terserang berbagai penyakit seperti penyakit kulit, penyakit infeksi, penyakit mulut dan penyakit saluran cerna (Listautin, 2012).



2. Tujuan perawatan Personal Hygiene a. Meningkatkan derajat kesehatan seseorang b. Memelihara kebersihan diri seseorang c. Memperbaiki personal hygiene yang kurang d. Pencegahan penyakit e. Meningkatkan percaya diri seseorang f. Menciptakan keindahan (Tarwoto, 2004) C. Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil tahu, terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sa ngat penting untuk terbentuknya



suatu tindakan seseorang (overt behaviour)



(Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkat, yakni : 1. Tahu (know) : Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. 2. Memahami (Comprehension ) : Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasi materi tersebut secara benar.



3. Aplikasi (Aplic ation ) : Aplikasi diartikan sebagai kemampuan unt uk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). 4. Analisis (Analysis) : Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tertentu, dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5. Sintesis (Synthesis) : Sintesis menunjuk pada kemampuan untuk meletakkan atau menghubungklan bagian-bagian dalam bentuk keseluruhan yang baru. 6. Evaluasi (Evaluation ) : Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan disini adalah segala sesuatu yang diketahui responden dalam usaha pencegahan penyakit skabies. Meliputi pengertian penyakit skabies, cara penularan baik langsung maupun tidak langsung, masa inkubasi kuman skabies, gejala -gejala penyakit skabies, daerah yang paling sering terkena, dan cara-cara pencegahan agar tidak tertular. D. Perilaku Perilaku Hidup Bersih dan Sehat merupakan upaya untuk memberikan pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat, dengan membuka jalur komunikasi,



memberikan informasi dan melakukan edukasi, untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku, melalui pendekatan pimpinan (Advokasi), bina



suasana



(Social



Supporte)



dan



pemberdayaan



masyarakat



(Empowerment). Dengan demikian masyarakat dapat mengenali dan mengatasi masalahnya sendiri, dan dapat menerapkan cara-cara hidup sehat dengan menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatannya (Departemen Kesehatan RI, 2001). Kriteria PHBS di Tempat Tempat Umum: menggunakan air bersih, menggunakan jamban, membuang sampah pada tempatnya, tidak merokok di tempat ibadah, tidak meludah sembarangan. Indikator PHBS Tatanan Institusi Pendidikan (pesantren) (Dinkes Sulawesi Selatan 2006): 1. Tersedia jamban yang bersih dan sesuai dengan jumlah siswa 2. Tersedia air bersih atau air kran yang mengalir di setiap kelas 3. Tidak ada sampah yang berserakan di lingkngan sekolah 4. Ketersediaan UKS yang berfungsi dengan baik 5. Siswa menjadi anggota dana sehat (JPKM) 6. Siswa pada umumnya (60%) kukunya pendek dan bersih 7. Siswa tidak merokok 8. Siswa ada yang menjadi dokter kecil atau promosi kesehatan E. Kerangka Teori Teori ini mendasarkan pada konsep bahwa manusia berinteraksi pada berbagai faktor penyebab dalam lingkungn tertentu dan pada keadaan tertentu



akan menimbulkan penyakit tertentu pula. Pengertian penyebab penyakit dalam epidemiologi berkembang dari rantai sebab akibat kesuatu proses kejadian proses penyakit, yakni proses interaksi yaitu proses interaksi manusia (penjamu) dengan berbagai sifat, seperti : biologis, fisiologis, dan antropologis:



dengan



penyebab



(agen),



serta



dengan



lingkungan



(environment). Kerangka teori dapat digambarkan sebagai berikut : Sumber Penularan



Faktor Perilaku



Fakor Pengetahuan



Personal hygiene



Faktor Kesehatan Lingkungngan



Bergantian Alat Solat



Bergantian Alat Mandi



Tidur Berhimpit



Sanitasi Air



Kejadian skabies



Kepadatan Penduduk



Gambar 2.1 Kerangka Teori Modifikasi Bloom dan Notoatmojo (2003)



Hubungan Seksusal



F. Kerangka Konsep Variabel Independen



Variabel Dependen



Pengetahuan scrabies Perilaku a. Bergantian Handuk b. Bergantian Pakaian atau Alat Sholat c. Tidur Berhimput



BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian survei analitik. Menurut (Notoatmodjo 2012) survei analitik adalah penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi. Kemudian melakukan analisis dinamika korelasi antara antara factor risiko dengan faktor efek. Menggunakan pendekatan case-control. Menurut (Notoatmodjo 2012) case-control merupakan suatu penelitian (survei) analitik yang menyangkut bagaimana



faktor



risiko



dipelajari



dengan



menggunakan



pendekatan



retrospective. B. Waktu dan Lokasi 1. Waktu Penelitian Pengambilan data akan dilaksanakan pada bulan Januari 2020. Setelah adanya persetujuan dari pihak penguji. 2. Lokasi Penelitian Peneilitan ini dilakukan di Pondok Pesantren Sultan Hasanuddin, Jln Pattunggelengang, Limbung Kec. Bajeng Kab. Gowa.



C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi yaitu keseluruhan jumlah yang terdiri dari objek atau subjek, yang mempunyai karakteristik dan kualitas tertentu yang telah ditetapkan oleh



peneliti dan kemungkinan ditarik kesimpulan (Sujarweni, 2014). Populasi untuk kelompok kasus maupun kelompok kontrol dalam penelitian ini adalah santri yang tinggal menetap di Pondok Pesantren Sultan Hasanuddin. 2. Besar Sampel Sampel adalah sebagian dari populasi yang akan diteliti atau sebagai jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi, yang dapat digunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling (Nursalaman,2011). Sampling adalah suatu strategi yang digunakan untuk memilih atau menyeleksi populasi untuk diteliti (Budiarto, 2003). 3. Tehnik Sampling Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Menurut kartono, populasi yang berjumlah 10 – 100 orang maka harus diambil 100%. Untuk menentukan minimal sampel jika jumlah populasi diketahui yaitu menggunakan rumus slovin dengan rumus: n= N/ (1 + N.e2) Ket: N : Jumlah populasi N : jumlah sampel e



: error tolerance (5%)



Daftar Pustaka Akmal, Suci Chairiya, dan Rima Semiarty. 2013. “Artikel Penelitian Hubungan Personal Hygiene Dengan Kejadian Skabies Di Pondok Pendidikan Islam Darul Ulum , Palarik Air Pacah , Kecamatan Koto Tangah Padang Tahun 2013.” Jurnal kesehatan Andalas 2 (3): 164–67. Alfian, Risqi. 2017. “Gambaran Faktor Risiko Kejadian Scabies Dipondok Pesantren Nur Huda Ii Sambi Boyolali.” Budiman, Hamidah, dan Muhammad Faqih. 2015. “Hubungan Kebersihan Perorangan dan Kondisi Fisik Air dengan Kejadian Scabies di Desa Wombo Kecamatan Tanantovea Kabupaten Donggala.” HIGIENE: Jurnal Kesehatan Lingkungan 1 (3): 162–67. Cakmioki. 2007. “Skabies : Kulit Gatal Bikin Sebal,” http://www.k-sateedu/parasitlogy/625tutorials/Anthropods01.html. CDC. 2019. “Scabies epidemiology and risk factors,” Juli, https:// www.cdc.gov/parasites/scabies/epi.html. Departemen Kesehatan RI. 2001. “Buku Pedoman Pembinaan Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Tatanan Rumah Tangga. Pusat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat.” Jakata : Depkes RI. Desmawati,.Dewi, Ari Pristiana, dan Oswati Hasanah. 2015. “Hubungan personal hygiene dan sanitasi lingkungan dengan kejadian skabies di pondok pesantren al-kautsar pekanbaru.” Jurnal Online Mahasiswa Universitas Riau 2 (1): 628– 37. Dinkes Sulawesi Selatan. 2006. “Pedoman Pengembangan Kabupaten/Kota Percontohan Program Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS).” http://dinkes-sulsel.go.id/pdf/Perilaku_hidup_bersih_&_sehat.pdf. Djuanda,., A. 2007. “Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.” Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Farage MA. 2006. “Genital Hygiene : Culture, Practies and Health Impact.” Luthfa, Iskim, Siti Anisatun Nikmah, Universitas Islam, dan Sultan Agung. 2019. “LIFE BEHAVIOR DETERMINES SCABIES DISEASE,” 35–41. Notoatmodjo, Shoekidjo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Ridwan, Sahrudin & Ibrahim. 2017. “Hubungan Pengetahuan, Personal Hygiene , dan Kepadatan Hunian dengan Gejala Penyakit Skabies Pada Santri di Pondok Pesantren Darul Muklisin Kota Kendari 2017.” JIMKESMAS (Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat) 2 (6): 1–8. RISKESDAS. 2013. “Riskesdas 2013 meenn.” Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, no. Penyakit Menular: 103. https://doi.org/10.1007/s13398-014-0173-7.2. Soemirat, J. 2011. “Kesehatan Lingkungan.” Universitas Gadjah Mada. sutrisna, three. 2012. “Higiene Sanitasi,” 32.



Utama, Hendrea. 2013. “Perawatan Kulit dan Kelamin : Sejak Bayi hingga Remaja.” Dalam . Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. WHO. 2019. “Neglected tropical diseases: scabies.,” Juli, https://www. who.int/neglected_diseases/diseases/scabies/en/. Widya, W. 2011. “Hub Personal Hygiene Santri Dengan Kejadian Penyakit Kulit” 1: 134. WHO,2009 http://www.who.int/bulletin/volumes/87/2/07-047308/en/edit 03 Juni 2012 pukul 00.06 WIB/Suci Chairiya Akmal