Hukum Kepailitan Bisnis Kel 6 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

HUKUM KEPAILITAN BISNIS Disusun guna memenuhi tugas Mata kuliah : Aspek Hukum Dalam Bisnis Dosen Pengampu : Teguh Mukidin, M.Hum.



Disusun oleh : KELOMPOK 6 Rinny Anggrini



: 1820310102



Fina Mujauharotul Qulub



: 1820310103



Muhammad Annas Rofi’i



: 1820310112



Muallifatul Khoiriyah



: 1820310118



PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS TAHUN 2019



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepailitan dahulu diatur dalam FailissementVerordening atau Undang-undang Kepailitan sebagaimana termuat dalam Staatsblad Tahun 1905 Nomor 217 juncto Staatsblad Tahun 1906 Nomor 348, yang karena dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan dan kebutuhan bagi penyelesaian utang piutang dalam kegiatan bisnis, dirasakan perlu untuk disesuaikan. Penyesuainnya dilakukan dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Kepailitan, yang kemudian diganti dengan Undangundang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 1998 menjadi Undang-undang dan terakhir diganti dengan Undangundang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Penbayaran Utang. B. Rumusan Masalah



1. Apa yang dimaksud dengan Kepailitan ? 2. Bagaimana tata cara permohonan kepailitan ? 3. Bagaimana upaya hukum terhadap putusan kepailitan ? 4. Jelaskan bagaimana akibat hukum putusan kepailitan ? C. Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui apa itu kepailitan 2. Untuk mengetahui tata cara permohonan kepailitan 3. Untuk mengetahui upaya hukum terhadap putusan kepailitan 4. Untuk mengetahui bagaimana akibat hukum putusan kepailitan



BAB II PEMBAHASAN A. Kepailitan Kepailitan berasal dari kata dasar pailit, Pailit adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan peristiwa dimana keadaan seseorang yang telah berhenti membayar utang-utang debitur yang telah jatuh tempo. Si Pilit adalah debitur yang mempunyai dua orang atau lebih kreditur dan tidak mampu membayar satu atau lebih utangnya yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Pihak yang tergolong debitur atau seseorang yang dapat dinyatakan pailit adalah : 1. Siapa saja atau setiap orang yang menjalankan perusahaan atau tidak menjalankan perusahaan. 2. Badan hukum, baik yang berbentuk perseroan terbatas, firma, koperasi, perusahaan negara dan badan-badan hukum lainnya 3. Harta warisan dari seseorang yang meninggal dunia dapat dinyatakan pailit apabila yang meninggal dunia itu semasa hidupnya berada dalam keadaan berhenti membayar utangnya, atau harta warisannya pada saat meninggal dunia si pewaris tidak mencukupi untuk membayar utangnya. 4. Setiap wanita bersuami (si istri) yang dengan tenaga sendiri melakukan suatu pekerjaan tetap atau suatu perusahaan atau mempunyai kekayaan sendiri. Seorang debitur hanya dapat dikatakan pailit apabila telah diputuskan oleh Pengadilan Niaga. Pihak yang dapat mengajukan permohonan agar seorang debitur dikatakan pailit adalah sebagai berikut. 1. Debitur itu sendiri



Dikatakan debitur itu sendiri yang dilakukan pailit jika dalam hal berikut, a. Debitur adalah bank, permohonan pernyataan pailitnya hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia. b. Debitur adalah Perusahaan efek, bursa efek, lembaga miring dan penjaminan, permohonan pernyataan pailitnya hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal. c. Debitur adalah perusahaan asuransi, dana pensiun, atau badan usaha milik negara yang bergerak dibidang kepentingan publik, permohonan pernyataan pailitnya hanya dapat dilakukan oleh menteri keuangan. 2. Para kreditur 3. Kejaksaan



untuk



kepentingan



umum.



Maksut



untuk



kepentingan umum adalah kepentingan bangsa dan negara atau kepentingan masyarakat luas kejaksaan dalam ini dapat sebagai pemohon



pernyataan



kepailitan



karena



dikhawatirkan



terjadinya hal-hal berikut. a. Debitur melarikan diri b. Debitur menggelapkan bagian dari harta kekayaan c. Debitur mempunyai utang pada Badan Usaha Milik Negara atau badan usaha lain yang menghimpun dana dari masyarakat d. Debitur mempunyai utang yang berasal dari prnghimpunan dan masyarakat luas e. Debitur tidak beriktikad baik atau tidak kooperatif dalam menyelesaikan masalah utang piutang yang telah jatuh tempo Permohonan dapat diajukan kepada Panitera Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri. Pengadilan niaga yang dimaksudkan adalah sebagai berikut (Pasal 2 UU No. 37 Tahun 2004).



a. Pengadilan



dalam



daerah



hukumnya



meliputi



daerah



tempat



kedudukan hukum debitur. b. Jika debitur meninggalkan Wilayah Republik Indonesia, Pengadilan Niaga adalah pengadilan dalam wilayah hukum tempat tinggal atau kedudukan terakhir dari debitur. c. Dalam hal debitur adalah persero suatu firma, pengadilan yang berwenang umtuk memeriksa adalah Pengadilan Niaga dalam wilayah hukumnya atau kedudukan firma tersebut. d. Dalam hal debitur tidak berkedudukan didalam wilayah Republik Indonesia, tetapi menjalankan profesi atau usaha-usaha dalam wilayah republik Indonesia, pengadilan yang berwenang memutuskan perkara kepailitan adalah pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan kantor debitur menjalankan profesi atau usahanya. e. Dalam hal debitur adalah suatu badan hukum, pengadilan yang berwenang memutuskan perkara kepailitan adalah pengadilan yang meliputi tempat kedudukan hukumnya sebaimana tertuang dalam anggaran dasar badan hukum tersebut. f. Dalam hal debitur tidak berkedudukan di wilayah Republik Indonesia, tetapi menjalankan profesi atau usahanya di Wilayah Republik Indonesia, pengadilan yang berwenang memutuskannya adalah pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan atau kantor pusat dimana debitur berprofesi atau usahanya diwilayah Negara Republik Indonesia .1 B. Tata Cara Permohonan Kepailitan Permohonan kepailitan harus diajukan secara tertulis oleh seorang advokat (kecuali jika permohonan diajukan oleh Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal, atau Menteri Keuangan tidak diwajibkan mempergunakan advokat). Surat permohonan berisikan antara lain : Zaeni Asyhadi, Hukum Bisnis : Prinsip dan pelaksanaannya di Indonesia., (Jakarta : Rajawali Pers, 2016).,hal.349-352 1



a. Nama, tempat kedudukan perusahaan yang dimohonkan. b. Nama, tempat kedudukan pengurus perusahaan atau Direktur perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas. c. Nama, tempat kedudukan para kreditor. d. Jumlah keseluruhan utang. e. Alasan permohonan. Selanjutnya, dalam pasal 6 UU No.37 Tahun 2004 ditentukan bahwa Panitera Pengadilan setelah menerima permohonan itu melakukan pendaftaran dalam registernya dengan memberikan nomor pendaftaran, dan kepada pemohon diberikan tanda bukti tertulis yang ditandatangani pejabat yang berwenang. Tanggal bukti penerimaan itu harus sesuai dengan tanggal pendaftaran permohonan. Dalam jangka waktu tiga hari Panitera menyampaikan permohonan kepailitan itu kepada Ketua Pengadilan untuk dipelajari selama dua hari untuk kemudian oleh Ketua Pengadilan akan ditetapkan hari persidangannya. Setelah hari persidangan ditetapkan, para pihak (pemohon dan termohon)



dipanggil



untuk



menghadiri



pemeriksaan



kepailitan.



Pemeriksaan harus sudah dilakukan paling lambat dua puluh hari sejak permohonan didaftarkan di Kepaniteraan. Namun, atas permohonan debitur



dengan



alasan yang



cukup, pengadilan



dapat



menunda



pemeriksaan paling lambat 25 hari. Dalam hal pemanggilan para pihak, Pasal 8 ayat 1 UU No.37 Tahun 2004 menentukan sebagai berikut : a. Jika permohonan kepailitan diajukan oleh debitur, pengadilan tidak wajib memanggil debitur dalam persidangan. b. Sebaliknya jika permohonan diajukan oleh kreditur/para kreditur atau kejaksaan, Bank Indonesia, Badan Pengawasan Pasar Modal, atau Menteri Keuangan, debitur wajib dipanggil. Pemanggil tersebut dilakukan paling lambat tujuh hari sebelum hari persidangan guna



memberikan



kesempatan



kepada



debitur



untuk



mempelajari



permohonan kepailitan. Selama permohonan pailit belum ditetapkan oleh Pengadilan, setiap kreditur atau jaksa, Bank Indonesia, Badan Pengawasan Pasar Modal, atau Menteri Keuangan yang mengajukan permohonan dapat juga memohon kepada Pengadilan untuk : a. Meletakkan sita jaminan terhadap sebagian atau seluruh harta kekayaan debitur. b. Menunjuk curator sementara, yang bertugas : 1) Mengawasi pengelolaan usaha debitur. 2) Mengawasi pembayaran kepada para kreditur. 3) Mengawasi pangalihan atau penggunaan harta kekayaan debitur. Apabila dalam pemeriksaan terbukti bahwa debitur berada dalam keadaan berhenti membayar, hakim akan menjatuhkan putusan kepailitan kepada debitur. Putusan atau penetapan kepailitan harus sudah dikeluarkan atau diucapkan paling lambat tiga puluh hari sejak tanggal pendaftaran permohonan kepailitan, dan putusan ini harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. Setelah putusan kepailitan dijatuhkan oleh hakim yang memeriksa, pengadilan dalam jangka waktu dua hari harus memberitahukan dengan surat dinas tercatat atau melalui kurir tentang putusan itu beserta salinannya, kepada : a. Debitur yang dinyatakan pailit. b. Pihak yang mengajukan permohonan pernyataan pailit. c. kurator serta Hakim Pengawas. Disamping itu, dalam hal penetapan (putusan) telah dikeluarkan, dalam jangka waktu paling lambat lima hari sejak tanggal diputuskannya permohonan kepailitan, kurator mengumumkan dalam Berita Negara



Republik Indonesia dan sekurang-kurangnya dalam dua surat kabar harian yang ditetapkan oleh Hakim Pengawas.2 Dalam putusan pernyataan kepailitan, selain dapat menetapkan debitur dalam keadaan pailit, hakim juga dapat menetapkan kurator tetap dan hakim pengawas sepanjang diminta oleh debitur atau kreditor. Akan tetapi, apabila debitur atau kreditor tidak meminta, Balai Harta Peninggalan (BHP) bertindak selaku kurator. Dengan demikian, selain penetapan kepailitan, yang akan ditetapkan dalam putusan hakim adalah sebagai berikut : a) Kurator Tetap Pihak yang dapat ditunjuk sebagai kurator adalah : 1) Balai Harta Peninggalan 2) Kurator lainnya Tugas Kurator adalah: a. Melakukan pengurusan atau pemberesan harta pailit (boedel pailit). b. Melakukan perhitungan utang debitur dan jika dirasakan mampu melakukan pembayaran terhadap utang debitur pailit. c. Melakukan penyegelan terhadap harta pailit dengan seizing Hakim Pengawas. Pengadilan setiap waktu dapat mengabulkan usul pengganti kurator, setelah memanggil dan mendengar kurator, dan mengangkat kurator lain dan/atau mengangkat kurator tambahan atas: a. Permohonan kurator sendiri. b. Permohonan kurator lainnya (jika ada). c. Usul Hakim Pengawas, atau d. Permintaan debitur pailit.3



2 3



Zaeni Asyhadie, Hukum bisnis, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), hlm. 352-254. Zaeni Asyhadie, Hukum bisnis, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), hlm. 355-356.



b) Hakim Pengawas Pihak yang dapat ditunjuk sebagai Hakim Pengawas adalah seorang Hakim Pengadilan yang dianggap mampu menjalankan tugasnya. Tugas Hakim Pengawas adalah: 1) Memimpin rapat verifikasi. 2) Mengawasi pelaksanaan tugas kurator/Balai Harta Peninggalan, memberikan nasihat dan peringatan kepada kurator/Balai Harta Peninggalan atas pelaksanaan tugas tersebut. 3) Menyetujui atau menolak daftar tagihan-tagihan yang diajukan oleh para kreditor. 4) Meneuskan tagihan-tagihan yang tidak dapat diselesaikan dalam rapat verifikasi kepada Hakim Pengadilan Niaga yang telah memutus perkara tersebut. 5) Mendengar saksi-saksi dan para ahli atas segala hal yang berkaitan dengan kepailitan. 6) Memberikan izin atau menolak permohonan si pailit untuk bepergian, meninggalkan tempat kediamannya. 7) Menentukan hari perundingan pertama atau rapat verifikasi dengan para kreditor. Hal-hal yang harus dibicarakan dalam rapat pertama adalah sebagai berikut : 1) Pencocokan utang, yaitu mencocokan jumlah utang yang tercatat dalam perusahaan/debitur pailit dengan catatan para kreditor. 2) Penentuan kreditor konkuren, yaitu kreditor yang diutamakan pembayaran utangnya. Pihak yang termasuk kreditor konkuren adalah: a. Para pekerja dari perusahaan pailit yang gaji/upahnya belum dibayar. b. Para kreditor pemegang Hak Pertanggungan Atas Tanah (HPAT).



3) Mengadakan perdamaian. Hal yang perlu untuk diusahakan agar tercapai perdamaian atau persetujuan para kreditor adalah: pembayaran gaji, uang pesangon, dan uang penghargaan masa kerja pekerja/buruh yang diberhentikan karena pailit dan penundaan pembayaran utang debitur.4 C. Upaya Hukum terhadap Putusan Kepailitan Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004, upaya hukum yang dapat dilakukan berkenaan dengan adanya putusan atas permohonan pernyataan pailit adalah “kasasi” dan “peninjauan kembali”.5 Prosedur Kasasi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:6 1. Pemohon mengajukan permohonan kasasi dalam jangka waktu delapan hari terhitung sejak tanggal putusan yang dimohonkan kasasi ditetapkan dengan mendaftarkannya ke panitera pengadilan yang telah menetapkan putusan pailit itu, dan kepada pemohon diberikan tanda terima permohonan kasasi oleh panitera. Dan pemohon kasasi wajib menyampaikan memori kasasinya didaftarkan. 2. Dalam waktu dua hari, panitera wajib mengirimkan permohonan kasasi beserta memori kasasi itu kepada termohon kasasi. 3. Termohon kasasi dalam waktu paling lambat tujuh hari wajib menyampaikan kontra memori kasasinya kepada panitera. 4. Dalam waktu paling lambat empat belas hari panitera wajib menyampaikan permohonan kasasi dan kontra memori kasasi ke Mahkamah Agung melalui Panitera Mahkamah. 5. Mahkamah Agung paling lambat dua hari terhitung sejak tanggal permohonan kasasi itu diterima mempelajari permohonan tersebut, kemudian menetapkan hari siding. 6. Sidang permohonan kasasi dilakukan paling lambat dua puluh hari sejak permohonan kasasi didaftarkan. Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), hlm. 358-359. Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), hlm. 359 6 Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), hlm. 360 4 5



7. Putusan permohonan kasasi itu harus sudah ditetapkan paling lambat tiga puluh hari sejak permohonan kasasi didaftarkan, dan keputuskan itu diucapkan dalam siding yang terbuka untuk umum. 8. Dalam waktu dua hari salinan Putusan Mahkamah Agung yang memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan wajib disampaikan kepada Panitera Pengadilan Niaga, pemohon, termohon, kurator, dan Hakim Pengawas. Selanjutnya, mengenai prosedur peninjauan kembali dapat diuraikan sebagai berikut:7 1. Permohonan peninjauan kembali harus diajukan oleh pemohon atau ahli warisnya atau wakilnya yang khusus dikuasakan untuk itu (advokat), paling lambat 180 hari sejak tanggal putusan yang dimohonkan peninjauan kembali itu mempunyai kekuatan hukum yang tetap. 2. Permohonan diajukan ke Mahkamah Agung melalui ketua Pengadilan Niaga yang memutus perkara tersebut. 3. Panitera Pengadilan memberikan atau mengirimkan permohonan peninjauan kembali tersebut kepada pihak lawan selambat-lambatnya dua hari terhitung sejak permohonan didaftarkan agar pihak lawan dapat memberikan jawabannya. Dalam hal ini pihak lawan diberikan waktu sepuluh hari untuk menyampaikan jawabannya. 4. Panitera menyampaikan permohonan peninjauan kembali ke Panitera Mahkamah Agung dalam jangka waktu satu hari terhitung sejak permohonan didaftarkan, dan bila ada jawaban dari termohon, jawaban termohon ini harus disampaikan dan dikirim paling lambat dua belas hari sejak permohonan itu didaftarkan. Mahkamah Agung harus telah memberikan keputusan atas permohonan peninjauan kembali itu paling lambat tiga puluh hari sejak pendaftaran. Dan keputusan itu harus



7



Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), hlm. 361



sudah disampaikan salinannya kepada para pihak paling lambat 32 hari sejak permohonan itu diterima oleh Panitera Mahkamah Agung. D. Akibat Hukum Putusan Pailitan Setiap berutang (debitor) yang ada dalam keadaan berhenti membayar, baik atas laporan sendiri maupun atas permohonan seseorang atau lebih berpiutang (kreditor), dengan putusan hakim dinyatakan pailit atau bangkrut maka aka nada akibat hukumnya. Zainal Asikin menyatakan akibat hukum dari putusan pailit yang utama adalah dengan telah dijatuhkannya putusan kepailitan, si debitor (si pailit) kehilangan hak untuk melakukan pengurusan dan penguasaan atas harta bendanya. Pengurusan dan penguasaan harta benda tersebut beralih ke tangan kurator/Balai Harta Peninggalan.8 Pengurusan dan penguasaan harta kekayaan tersebut pindah kepada Balai Harta Peninggalan (BPH) dimana terhadap seluruh harta kekayaan yang sudah ada maupun yang diperoleh selama berjalannya kepailitan kecuali yang dengan undang-undang dengan tegas dikeluarkan dari kepailitan. 1. Akibat Kepailitan Pada Umumnya Secara umum akibat pernyataan pailit adalah sebagai berikut : a. Akibat Kepailitan terhadap Harta Kekayaan Debitur Pailit. Kepailitan mengkibatkan seluruh kekayaan debitur serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitn berada dalam sitaan umum sejak saat putusan pernyataan pailit diucapkan, kecuali : 1) Benda, termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan oleh debitur sehubungan dengan pekerjaannya, perlengkapannya, alat-alat medis yang diperunakan untuk kesehatan, tempat tidur Juditia Damlah, Akibat Hukum Putusan Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Berdasarkan Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004, Jurnal Lex Crimen Vol. VI No. 2, 2017, 92. 8



dan perlengkapannya yang dioergunakan oleh debitur dan keluarganya, dan bahan makanan untuk 30 hari bagi debitur dan keluarganya, yang terdapat di tempat itu; 2) Segala sesuatu yang diperoleh debitur dari pekerjaannya sendiri sebagai penggajian dari suatu jabatan atau jasa, sebagai upah, pensiun, uang tunggu atau uang tunjangnag, sejauh yang ditentukan oleh hakim pengawas; atau 3) Uang yang diberikan kepada debitur untuk memenuhi suatu kewajiban memberi nafkah menurut undang-undang. b. Akibat Kepailitan terhadap Pasangan (Suami/Istri) Debitor Pailit Akibat pailit yang pada saat dinyatakan pailit sudah terikat dalam suatu perkawinan yang sah dan adanya persatuan harta, kepailitannya juga dapat memberikan akibat hukum terhadap pasangan (suami/istri). Dalam hal suami atau istri yang dinyatakan pailit, istri atau suaminya berhak mengambil kembali semua benda bergerak dan tidak bergerak yang merupakan harta bawaan dari istri atau suami dan harta yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan. Jika benda milik istri atau suami telah dijual oleh suami atau istri dan harganya belum dibayar atau uang hasil penjualan belum tercampur dalam harta pailit maka istri atau suami berhak mengambil kembali uang hasil penjualan tersebut. 9 Pasal 23 Undang-Undang Kepailitan menentukan bahwa apabila seorang dinyatakan pailit, maka yang pailit tersebut termasuk juka istri atau suaminya yang kawin atas dasar persatuan harta. Ketentuan pasal ini membawa konsekuensi yang cukup berat terhadap harta kekayaan suami istri yang kawin dalam persatuan harta. Artinya bahwa seluruh harta istri atau suami yang termasuk dalam persatuan harta perkawinan juga terkena sita kepilitan dan otomatis masuk dalam boedel pailit.



9



Sunarmi, Hukum Kepailitan, (Medan: USU Press, 2009), 106.



Oleh karenanya gugatan-gugatan hukum yang bersumber pada hak dan kewajihan harta kekayaan dehitur pailit harus diajukan terhadap atau oleh kurator. Begitu pula segala gugatan hukum dengan tujuan untuk memenuhi perikatan dari harta pailit selama dalam kepailitan, walaupun diajukan kepada debitor pailit sendiri,



hanya



dapat



diajukan



dengan



laporan



atau



pencocokannya.10 c. Akibat Kepailitan terhadap Seluruh Perikatan yang Dibuat Debitur Pailit Semua perikatan debitur yang terbit sesudah putusan pailit, tidak lagi dapat dibayar dari harta pailit, kecuali perikatan tersebut menguntungkan harta pailit ( Pasal 25 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004). Tuntutan mengenai hak atau kewajiban yang menyangkut harta pailit harus diajukan oleh atau terhadap kurator. Dalam hal tuntutan tersebut diajukan atau diteruskan oleh atau terhadap



debitur



pailit



maka



apabila



tuntutan



tersebut



mengakibatkan suatu penghukuman terhadap debitur pailit, penghukuman tersebut tidak mempunyai akibat hukum terhadap harta pailit (Pasal 26 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004). d. Akibat Kepailitan terhadap seluruh perbuatan hukum debitur yang dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan Dalam pasal 41 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 dinyatakan secara tegas bahwa untuk kepantingan harta pailit, segala perbuatan hukum debitur yang telah dinyatakan pailit, yang merugikan kepentingan kreditor, yang dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan, dapat dimintai pembatalan kepada pengadilan. Kemudian dalam Pasal 42 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 kepailitan iberikan batasan yang jelas mengenai perbuatan hukum debitur tersebut, antara lain: Juditia Damlah, Akibat Hukum Putusan Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Berdasarkan Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004, Jurnal Lex Crimen Vol. VI No. 2, 2017, 92. 10



1) Bahwa perbuatan hukum tersebut dilakukan dalam jangka waktu 1 tahun sebelum putusan pernyataan pailit 2) Bahwa perbuatan hukum tersebut tidak wajib dilakukan debitur, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya 3) Bahwa debitur dan pihak dengan siapa perbuatan tersebut dilakukan dianggap mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan tersbut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditor. 4) Bahwa perbuatan hukum itu dapat berupa: a) Merupakan perjanjian dimana kewajiban debitur jauh



melebihi kewajiban pihak dengan siapa perjanjian tersebut dibuat b) Merupakan pembayaran atas, atau pemberian jaminan



untuk utang yang belum jatuh tempo dan/ atau belum atau tidak dapat ditagih c) Merupakan perbuatan hukum yang dilakukan oleh debitor



perorangan, dengan atau untuk kepentingan: 



Suami atau istri, anak angkat, atau keluarganya sampai derajat ketiga;







Suatu badan hukum di mana debitur atau pihak sebagaimana dimaksud pada angka 1) adalah anggota direksi



atau



pengurus



atau



apabila



pihak



tersebut, baik sendiri-sendiri maupun bersamasama, ikut serta secara langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan badan hukum tersebut lebih dari 50% dari modal



disetor



atau



dalam



pengendalian



badan hukum tersebut. d) Merupakan perbuatan hukum yang dilakukan oleh debitur



yang merupakan badan hukum, dengan atau untuk kepentingan:







Anggota direksi atau pengurus dari debitur, suami atau istri, anak angkat, atau keluarga sampai derajat ketiga dari



anggota



Direksi



atau



pengurus



tersebut; 



Perorangan, baik sendiri aau bersama-sama dengan suami atau istri, anak angkat, atau keluarga sampai derajat ketiga, yang ikut serta secara langsung dalam kepemilikan pada debitur lebih dari 50% dari modal disetor atau dalam pengendalian badan hukum tersebut;







Perorangan yang suami atau istri, anak angkat, atau kelurganya sampai derajat ketiga, ikut serta secara langsung aau tidak langsung dalam kepemilikan pada debitur lebihdari 50% dari modal disetor atau dalam pengendalian badan hukum tersebut;



e) Merupakan perbuatan hukum yang dilakukan oleh debitor yang merupakan badan hukum dengan atau untuk kepentingan badan hukum lainnya, apabila: 



Perorangan anggota direksi atau pengurus pada kedua badan usaha tersebut adalah orang yang sama;







Suami atau istri, anak angkat, atau keluarga sampai derajat ketiga dari perorangan anggota direksi atau pengurus



dbitur



juga



merupakan



37 anggota direksi atau pengurus pada badan hukum



lainnya, atau sebaliknya. 



Perorangan angota direksi atau pengurus, atau anggota badan pengawas pada debitur, atau suami atau istri, anak angkat, atau keluarga sampai derajat ketiga, baik sendiri atau bersama-sama ikut serta secara langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan badan hukum lainnya lebih dari 50% (lima puluh persen) dari modal



yang disetor atau dalam pengendalian badan hukum tersebut, atau sebaliknya; 



debitor adalah anggota direksi atau pengurus pada Badan Hukum lainnya atau sebaliknya;







badan hukum yang sama, atau perorangan yang sama baik bersama atau tidak dengan suami atau istrinya, dan/atau



para



anak



angkatnya



dan



keluarganya sampai derajat ketiga ikut serta secara langsung atau tidak langsung dalam kedua badan hukum tersebut paling kurang sebesar 50% (lima puluh persen) dari modal yang disetor. f) Dilakukan oleh debitur yang merupakan badan hukum dengan atau terhadap badan hukum lain dalam satu grup di mana debitur adalah anggotanya; g) Ketentuan dalam huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f berlaku mutatis mutandis dalam hal dilakukan oleh debitur dengan atau untuk kepentingan: 



Anggota pengurus dari suatu badan hukum, suami atau istri, anak angkat aau keluarga sampai derajat ketiga dari anggota pengurus tersebu;







Perorarangan baik sendiri maupun bersamasama dengan suami atau istri. Anak angkat, atau keluarga sampai derajat ketiga yang ikut serta secara langsung dalam pengendalian badan hukum tersebut.



Dari ketentuan Pasal 41 dan 42 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, dapat diketahui bahwa sistem pembuktian yang dipakai adalah sistem pembuktian terbalik, artinya beban pembuktian terhadap perbuatan hukum debitur (sebelum putusan pernyataan pailit) tersebut adalah berada pada pundak debitur pailit dan pihak ketiga yang melakukan perbuatan hukum dengan debitur



apabila perbuatan hukum debitur tersebut dilakukan dalam jangka waktu 1 tahun sebelum putusan pernyataan pailit yang membawa kerugian bagi kepentingan kreditur. Jadi, apabila kurator menilai bahwa ada perbuatan hukum tertentu dari debitor dengan pihak ketiga dalam jangka waktu 1 tahun (sebelum putusan pernyataan pailit) merugikan kepentingan kreditor, maka debitor dan pihak ketiga wajib membuktikan bahwa perbuatan hukum tersebut wajib dilakukan oleh mereka dan perbuatan hukum tersebut tidak merugikan harta pailit. Berbeda apabila perbuatan hukum yang dilakukan debitur dengan pihak ketiga dalam jangka waktu lebih dari 1 tahun sebelum putusan pernyataan pailit, dimana kurator menilai bahwa perbuatan hukum tersebut merugikan kepentingan kreditor atau harta pailit, maka yang wajib membuktikan adalah kurator.11 2. Akibat Kepailitan Secara Khusus a. Akibat Kepailitan terhadap Perjanjian Timbal Balik Prof. Subekti menerjemahkan istilah overeenkomst ari Bahasa Belanda ke dalam Bahas Indonesia, yaitu “Perjanjian”. Pasal 1313 KUH Perdata memberikan definisi perjanjian, yaitu suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Rumusan tersebut memberikan konsekunsi hukum bahwa dalam suatu suatu perjanjian akan selalu ada dua pihak, dimana satu pihak adalah pihak yang wajib berprestasi (debitur) dan pihak lainnya adalah pihak yang berhak atas prestasi tersebut (kreditor). Masing-masing pihak tersebut dapat terdiri atas satu atau lebih orang, bahkan dengan



Juditia Damlah, Akibat Hukum Putusan Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Berdasarkan Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004, Jurnal Lex Crimen Vol. VI No. 2, 2017, 92-93. 11



berkembangnya ilmu hukum, pihak tersebut dapat juga terdiri atas satu atau lebih badan hukum. Pada umumnya kepailitan tidak mempunyai pengaruh khusus terhadap perjanjian-perjanjian timbal-balik. Terhadap perjanjianperjanjian ini berlaku peraturan-peraturan yang biasanya diperlakukan atas dasar perjanjian-perjanjian itu bilamana tidak ada kepailitan, kecuali bila ditentukan peraturan-peraturan yang menyimpang dengan tegas-tegas. Hal yang demikan ini antara lain kita jumpai bilamana salah satu pihak dalam perjanjian timbalbalik itu memenuhi prestasinya sepenuhnya. b. Akibat Kepailitan terhadap Berbagai Jenis Perjanjian 1. Perjanjian Hibah Hibah diatur dalam Bab ke-10 mulai dari Pasal 1666 s.d Pasal 1693 KUH Perdata. Pasal 1666 KUH Perdata mendefinisikan hibah sebagai berikut: Hibah adalah suatu perjanjian dengan mana si penghibah, di waktu hidupnya, dengan cuma-cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan sesuatu benda guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu. UndangUndang tidak mengakui lain-lain hibah selain hibah-hibah di antara orang-orang yang masih hidup. Menurut pasal di atas, dapat diketahui bahwa hibah merupakan suatu perjanjian yang bersifat sepihak, yang prestasinya



berupa



menyerahkan



sesuatu,



serta



antara



penghibah dan penerima hibah adalah orang-orang yang masih hidup. Kemudian Pasal 1667 KUH Perdata, menentukan bahwa hibah hanyalah dapat mengenai benda-benda yang sudah ada, dan jika hibah itu meliputi benda-benda yang baru akan ada di kemudian hari, sekedar mengenai itu hibahnya adalah batal.



2. Perjanjian Sewa Menyewa Pasal 1548 KUH Perdata mendefinisikan perjanjian sewa– menyewa



sebagai berikut:



“sewa-menyewa ialah



suatu



perjanjain, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari sesuatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran sesuatu harga, yang oleh pihak tersebuut belakangan itu disanggupi pembayarannya”. Semua jenis barang, baik barang bergerak maupun barang yang tidak bergerak dapat disewakan. Dalam hal debitor telah menyewa suatu benda (dalam hal ini debitor bertindak sebagai penyewa), maka baik kurator maupun pihak yang menyewakan benda (pemilik barang), dapat menghentikan perjanjian sewa, denan syarat harus adanya pemberitahuan



penghentian



yang



dilakukan



sebelum



berakhirnya perjanjian sewa tersebut sesuai dengan adat kebiasaan setempat. Jangka waktu pemberitahuan penghentian tersebut harus menurut perjanjian atau menurut kelaziman dalam jangka waktu paling singkat 90 hari. Dalam hal debitor telah membayar uang sewa di muka (lunas) maka perjanjian sewa tersebut tidak dapat dihentikan lebih awal sebelum berakhirnya jangka waktu yang telah dibayar uang sewa tersebut. Bagaimana nasib orang yang menyewakan benda tersebut, jika uang sewa belum dibayar atau belum lunas dibayar? Dalam hal ini, utang sewa dari debitur akan menjadi utang harta pailit (Pasal 38 ayat (4) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004). Dalam arti, orang yang mennyewakan benda tersebut dapat tampil sebagai kreditor konkuren. Bagaimana jika dalam hal debitur bertindak sebagai orang yang menyewakan?



Dalam



Undang-Undang



mengatur secara jelas mengenai hal tersebut.



Kepailitan



tidak



3. Perjanjian dengan Prestasi Berupa Penyerahan Suatu Benda Dagangan Apabila dalam perjanjian timbal balik telah diperjanjikan penyerahan benda dengan yang biasa diperdagangkan dengan suatu jangka waktu, kemduian pihak yang harus menyerahkan benda tersebut sebelum penyerahan dilaksanakan dinyatakan pailit maka perjanjian menjadi hapus dnegan diucapkannya putusan pernyataan pailit, dan dalam hal pihak lawan dirugikan karena



penghapusan



maka



yang



bersangkutan



dapat



mengajukan diri sebagai kreditor konkuren untuk mendapatkan ganti rugi. Akan tetapi, dalam hal harta pailit dirugikan karena penghapusan perjanjian tersebut, maka pihak lawan wajib membayar ganti kerugian tersebut. 4. Perjanjian Kerja antara Debitor Pailit dengan Pekerja Penjelasan Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 berbunyi: “Ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja, Kurator tetap berpedoman pada peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan”. Apabila terjadi suatu pemutusan hubungan kerja yang dilakukan debitor pailit kepada pekerjanya, maka pekerja tersebut berhak mendapatkan penggantian dari hak-hak pekerja tersebut. Hak-hak yang diperoleh pekerja tersebut akan menjadi utang harta pailit. Lantas bagaimana kedudukan hukum pekerja terhadap harta pailit (sebagai kreditor konkuren, kreditor preferen, atau kreditor separatis)? Hal ini dapat dijawab dengan melihat Pasal 1149 KUP Perdata poin 4, di mana upah pekerja merupakan salah satu dari piutang yang diistimewakan. Oleh karena itu, jelas bahwa pekerja yang belum memperoleh bayaran atas upah dan hak-hak lain (seperti pesangon, uang



penghargaan, dan lain-lain)dari debitor pailit merupakan kreditor preferen (kreditor yang mempunyai hak istimewa).12



Ny. Siti Hartono, Pengantar Hukum Kepaillitan dan Penundaan Pembayaran, Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, (Yogyakarta: 1993), 25-29. 12



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan 1. Kepailitan berasal dari kata dasar pailit, Pailit adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan peristiwa dimana keadaan seseorang yang telah berhenti membayar utang-utang debitur yang telah jatuh tempo. 2. Permohonan kepailitan harus diajukan secara tertulis oleh seorang advokat (kecuali jika permohonan diajukan oleh Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal, atau Menteri Keuangan tidak diwajibkan mempergunakan advokat). Surat permohonan berisikan antara lain : a. Nama, tempat kedudukan perusahaan yang dimohonkan. b. Nama, tempat kedudukan pengurus perusahaan atau Direktur perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas. c. Nama, tempat kedudukan para kreditor. d. Jumlah keseluruhan utang. e. Alasan permohonan. 3. Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004, upaya hukum yang dapat dilakukan berkenaan dengan adanya putusan atas permohonan pernyataan pailit adalah “kasasi” dan “peninjauan kembali”. 4. Akibat Hukum Putusan Pailitan a. Akibat Kepailitan Pada Umumnya 



Akibat Kepailitan terhadap Harta Kekayaan Debitur Pailit.







Akibat Kepailitan terhadap Pasangan (Suami/Istri) Debitor Pailit.







Akibat Kepailitan terhadap Seluruh Perikatan yang Dibuat Debitur Pailit.







Akibat Kepailitan terhadap seluruh perbuatan hukum debitur yang dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan.



b. Akibat Kepailitan Secara Khusus 



Akibat Kepailitan terhadap Perjanjian Timbal Balik.







Akibat Kepailitan terhadap Berbagai Jenis Perjanjian.



B. Saran Demikianlah pembahasan makalah kami mengenai Hukum Kepailitan Bisnis. Semoga dengan makalah ini dapat memberikan manfaat dan dapat mengambil pelajarannya. Tentunya makalah ini tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, oleh karena itu mohon kritik dan saran agar supaya kami dapat menyempurnakan makalah ini.



DAFTAR PUSTAKA Asyhadie, Zaeni. Hukum Bisnis : Prinsip dan pelaksanaannya di Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 2016. Damlah, Juditia. (2017). Akibat Hukum Putusan Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Berdasarkan Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004. Jurnal Lex Crimen Vol. VI No. 2. Sunarmi. Hukum Kepailitan. Medan: USU Press, 2009.