Makalah Hukum Kepailitan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS HUKUM KEPAILITAN



DOSEN PENGAMPU : SUGENG SUSILA, S.H ., M.H



DISUSUN OLEH : NOERMA SAFITRI (A1011181272)



PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK 2019



KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kahadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah tentang “Hukum Kepailitan”. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan dan pengetahuan kita. Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, adanya kritik, saran, dan usulan demi perbaikan makalah yang telah saya buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa ada saran yang membangun. Semoga makalah sederhana ini dapat di pahami oleh siapapun yang membacanya. Sekirannya laporan yang telah di susun ini dapat berguna bagi saya sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran membangun demi perbaikan di masa depan.



Pontianak, 3 Maret 2020



Penulis



i



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR..............................................................................................i DAFTAR ISI............................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1 1.1



Latar Belakang..........................................................................................1



1.2



Rumusan Masalah.....................................................................................2



1.3



Tujuan........................................................................................................2



BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3 2.1



Pengertian Pailit........................................................................................3



2.2



Pihak-pihak yang Dapat Mengajukan Kepailitan......................................4



2.3



Keputusan Pailit dan Akibat Hukumnya...................................................6



2.4



Pihak-Pihak yang Terkait Dalam Pengurusan Harta dan Kepailitan........8



2.5



Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang..............................................10



2.6



Pencocokan Piutang................................................................................12



2.7



Perdamaian..............................................................................................13



2.8



Permohonan Peninjauan Kembali...........................................................14



BAB III PENUTUP...............................................................................................16 3.1



Kesimpulan..............................................................................................16



3.2



Saran........................................................................................................16



DAFTAR PUSTAKA............................................................................................17



ii



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ekonomi yang semakin pesat dan perdagangan yang semakin global sehingga muncul berbagai permasalahan utang piutang yang mengakibatkan kepailitan yang timbul dalam masyarakat. Pailit dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai keadaan yang merugi, bangkrut, sedangkan dalam kamus hukum ekonomi menyebutkan bahwa likuidasi adalah pembubaran perusahaan diikuiti dengan proses penjualan harta perusahaan, penagihan piutang, pelunasan utang, serta penyelesaian sisa harta atau utang antara pemegang saham. Berdasarkan pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), “Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.Yang dapat dinyatakan mengalami kepailitan adalah debitur yang sudah dinyataka tidak mampu membayar utang-utangnya lagi. Proses terjadinya kepailitan sangatlah perlu diketahui, karena hal ini dapat menentukan keberlanjutan tindakan yang dapat dilakukan pada perseroan yang telah dinyatakan pailit. Salah satu tahap penting dalam proses kepailitan adalah tahap insolvensi yaitu suatu perusahaan yang sudah tidak mampu membayar hutang-hutangnya lagi. Pada tahap insolvensi penting artinya karena pada tahap inilah nasib debitur pailit ditentukan. Apakah harta debitur akan habis dibagi-bagi sampai menutup utangnya, ataupun debitur masih dapat bernafas lega dengan diterimanya suatu rencana perdamaian atau rekunstruksi utang. Apabila debitur sudah dinyatakan insolvensi, maka debitur sudah benar-benar pailit, dan hartanya segera akan dibagi-bagi, meskipun halhal ini tidak berarti bahwa bisnis dari perusahaan pailit tersebut tidak bisa dilanjutkan. Mengenai hal diatas makasangat penting untuk mengetahui



1



tentang hukum kepailitandan makalah ini membahas secara mendalam tentang Hukum Kepailitan. 1.2 Rumusan Masalah A. Bagaimanakah Pengertian dari Pailit? B. Bagaimana Pihak-Pihak Yang Dapat Mengajukan Kepailitan? C. Bagaimana Keputusan Pailit dan Akibat Hukumnya? D. Bagaimana Pihak-Pihak Yang Terkait Dalam Pengurusan Harta dan Kepailitan? E. Bagaimana Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang? F. Bagaimana Pencocokan Piutang? G. Apa yang di maksud dengan Perdamaian? H. Bagaimanakah Permohonan Peninjauan Kembali? 1.3 Tujuan A. Untuk mengetahui tentang Pengertian dari hukum Pailit B. Untuk mengetahui tentang Pihak-Pihak Yang Dapat Mengajukan Kepailitan C. Untuk mengetahui tentang Keputusan Pailit dan Akibat Hukumnya D. Untuk mengetahui tentang Pihak-Pihak Yang Terkait Dalam Pengurusan Harta dan Kepailitan E. Untuk mengetahui tentang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang F. Untuk mengetahui tentang Pencocokan Piutang G. Untuk mengetahui tentang Perdamaian H. Untuk mengetahui tentang Permohonan Peninjauan Kembali



2



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Pailit Pailit dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai keadaan yang merugi, bangkrut. Sedangkan dalam kamus hukum ekonomi menyebutkan bahwa, liquidation, likuidasi: pembubaran perusahaan diikuiti dengan proses penjualan harta perusahaan, penagihan piutang, pelunasan utang, serta penyelesaian sisa harta atau utang antara pemegang saham. Beberapa definisi tentang kepailitan telah di terangkan didalam jurnal Penerapan Ketentuan Kepailitan Pada Bank Yang Bermasalah yang ditulis oleh Ari Purwadi antara lain: Freed B.G Tumbunan dalam tulisannya yang berjudul PokokPokokUndang-Undang Tentang Kepailitan sebagaimana diubah oleh Perpu No. 1 Tahun 1998 disebutkan bahwa “Kepailitan adalah sita umum yang mencakup seluruh kekayaan debitur untuk kepentingan semua krediturnya. Tujuan kepailitan adalah pembagian kekayaan debitur oleh kurator kepada semua kreditur dengan memperhatikan hak-hak mereka masing-masing”. Kepailitan merupakan suatu proses dimana seorang debitur yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini adalah pengadilan niaga, dikarenakan debitur tersebut tidak dapat membayar utangnya, harta debitur dapat dibagikan kepada para kreditur sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberasannya dilakukan oleh Kurator dibawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Kepailitan adalah sita umum yang mencakup seluruh kekayaan debitur untuk kepentingan semua krediturnya. Tujuan kepailitan adalah pembagian kekayaan debitur oleh kurator kepada semua kreditur dengan memperhatikan hak-hak mereka masing-masing.



3



2.2 Pihak-pihak yang Dapat Mengajukan Kepailitan A. Pihak Pemohon Pailit Menurut pasal 2 undang-undang kepailitan Nomor 37 Tahun 2004 maka yang dapat menjadi pemohon dalam suatu perkara pailit adalah salah-satu pihak berikut ini : 1. Pihak Debitur itu sendiri 2. Salah-satu atau lebih dari pihak Kreditur 3. Pihak kejaksaan jika menyangkut dengan kepentingan umum 4. Pihak Bank Indonesia jika debiturnya adalah suatu bank 5. Pihak Badan Pengawas Pasar Modal jika debiturnya suatu perusahaan efek. Yang dimaksud dengan perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, serta lembaga penyimpanan dan penyelesaian 6. Pihak Menteri Keuangan jika debiturnya perusahaan asuransi, reasuransi, dana pensiun, BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik. B. Pihak Debitur Pailit Pihak debitur pailit adalah pihak yang memohon atau dimohonkan pailit ke pengadilan yang berwenang.Yang dapat menjadi debitur pailit adalah debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu hutang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. C. Hakim Niaga Perkara kepailitan pada tingkat pertama diperiksa oleh hakim majelis, tidak boleh hakim tunggal (pasal 301 ayat 1). Hanya untuk perkara perniagaan lainnya yakni yang bukan perkara kepailitan untuk tingkat pengadilan pertama yang boleh diperiksa oleh hakim tunggal dengan penetapan ketua Mahkamah Agung (pasal 301ayat 2). Hakim Majelis tersebut merupakan hakim-hakim pada pengadilan niaga, yakni hakimhakim Pengadilan Negeri yang telah diangkat menjadi hakim pengadilan niaga berdasarkan keputusan ketua Mahkamah Agung (pasal 301 ayat 2). Di samping itu juga terdapat “Hakim Ad-hoc” yang diangkat dari kalangan para ahli dengan putusan Presiden atas usul ketua Mahkamah Agung



4



(pasal 302 ayat 3). Undang-Undang No.37 Tahun 2004. Sedangkan syaratsyarat untuk dapat diangkat sebagai hakim adalah: 1. Telah berpengalaman sebagai hakim dalam lingkungan peradilan umum. 2. Mempunyai dedikasi dan menguasai pengetahuan di bidang masalahmasalah yang menjadi lingkup kewenangan pengadilan. 3. Berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela. 4. Telah berhasil menyelesaikan program pelatihan khusus sebagai hakim pada pengadilan. (pasal 302 ayat 2 UU Kepailitan). Seluruh bimbingan, pembinaan, dan pengawasan terhadap jalannya peradilan pengadilan niaga dilakukan oleh Mahkamah Agung. Sehubungan dengan hal itu, ketua Mahkamah Agung mempunyai kewajiban untuk melakukan bimbingan, pembinaan, dan pengawasan terhadap peradilan pengadilan niaga dan mempunyai kewenangan untuk mengambil langkah-langkah dalam rangka penerapan prinsip-prinsip hukum peradilan pada pengadilan niaga. Prinsip-prinsip hukum dimaksud meliputi: a. Prinsip kesinambungan, penyelenggaraan persidangan pada pengadilan niaga harus dilakukan secara berkesinambungan b. Prinsip persidangan yang baik, hendaknya prosedur persidangan pada pengadilan niaga dilakukan secara cepat, efektif, dan terekam dengan baik c. Prinsip putusan yang baik, putusan yang akan dibacakan oleh pengadilan niaga harus sudah dibuat secara tertulis pada saat ditetapkan, serta memuat secar lengkap pertimbangan dan dasar hukum yang mendasari putusan tersebut; d. Prinsip pengarsipan, agar putusan pengadilan niaga dapat diterbitkan secara berkala, pengarsipan putusan pengadilan niaga yang baik harus terselenggara.



5



2.3 Keputusan Pailit dan Akibat Hukumnya Dalam pasal 21 kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitor pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepaillitan. Namun, ketentuan sebagaimana dalam pasal 21 di atas tidak berlaku terhadap barang- barang sebagai berikut: A. Benda, termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan oleh debitor sehubungandengan pekerjaannya, perlengkapannya, alat- alat medis yang dipergunakan untuk kesehatan, tempat tidur dan perlengkapannya yang digunakan oleh debitor dan keluarganya. B. Segala sesuatu yang diperoleh debitor dari pekerjaannya sendiri sebagaipenggajian dari suatu jabatan atau jasa sebagai upah, pensiun, uang tunggu, atau uang tunjangan yang ditentukan oleh hakim pengawas. C. Uang



yang



diberikan



kepada



debitor



untuk



memenuhi



suatu



kewajibanmemberinafkah menurut undang – undang. Putusan pernyataan pailit berakibat bahwa segala penetapan pelaksanaan pengadilan terhadap setiap bagian dari kekayaan debitor yang telah dimulai sebelum kepailitan harus dihentikan seketika dan sejak itu tidak ada suatu putusan yang dapat dilaksanakan termasuk atau juga dengan menyandera debitor. Dalam pasal 55 setiap kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek atau hak agunan atas kebendaan lain dapat mengeksekusi haknya seolah – olah tidak terjadi kepailitan, sehingga kreditor pemegang hak sebagaimana disebutkan dapat melaksanakan haknya dan wajib memberikan pertanggungjawaban kepada curator tentang hasil penjualan benda yang menjadi agunan. Kemudian, menyerahkan sisa hasil penjualan setelah dikurangi jumlah uang, bunga dan biaya kepada curator. Saat Pengadilan Niaga memutuskan pailit suatu debitor maka putusan tersebut akan menimbulkan akibat hukum. Menurut M. Hadi Shubban (2008: 162), akibat yuridis dari putusan pailit terhadap harta kekayaan debitur maupun terhadap debitor adalah sebagai berikut: A. Putusan pailit dapat dijalankan terlebih dahulu (serta-merta) meskipun terhadap putusan tersebut masih dilakukan upaya hukum lebih lanjut;



6



B. Harta kekayaan debitor yang masuk harta pailit merupakan sita umum (publicattachment, gerechtelijk beslag) beserta apa yang diperoleh selama kepailitan. C. Debitor kehilangan wewenang dalam harta kekayaan untuk mengurus dan melakukan perbuatan kepemilikan D. Segala perbuatan yang terbit setelah putusan pailit tidak dapat dibayar dari harta pailit. Imran Naning, menyatakan secara umum akibat pernyataan pailit adalah sebagai berikut: 1. Kekayaan debitor pailit yang masuk harta pailit merupakan sita umum atas harta pailit yang dinyatakan pailit menurut pasal 21 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, harta pailit meliputi seluruh kekayaan debitor pada waktu putusan pailit diucapkan serta segala kekayaam yang diperoleh debitur pailit selama kepailitan. 2. Kepailitan semata –mata hanya mengenai harta pailit dan tidak mengenai diri pribadi debitor pailit. Misalnya seseorang dapat melangsungkan pernikahan meskipun telah dinyatakan pailit. 3. Debitor pailit demi hukum kehilangan hak untuk mengurus dan menguasai kekayaannya yang termasuk harta pailit sejak hari putusan pailit diucapkan. 4. Segala perikatan debitor yang timbul sesudah putusan pailit diucapkan tidak dapat dibayar dari harta pailit kecuali jika menguntungkan harta pailit. 5. Harta pailit diurus dan dikuasai kurator untuk keuntungan para kreditor dan debitor. Dan hakim pengawas memimpin dan mengawasi pelaksanaan jalannya kepailitan. 6. Tuntutan dan gugatan mengenai hak dan kewajiban harta pailit harus diajukan oleh atau terhadap kurator. 7. Semua tuntutan atau yang bertujuan mendapatkan pelunasan suatu perikatan dari harta pailit, dan dari harta debitor sendiri selama kepailitan harus diajukan dengan cara melaporkannya untuk dicocokkan.



7



8. Dengan memperhatikan ketentuan pasal 56, pasal 57, dan pasal 58 UU No. 37 Tahun 2004 tentang kepailitan dan PKBU, kreditor pemegang hak gadai, jaminan viducia, hak tanggungan, hipotik, atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat dieksekusi haknya seolah –olah tidak ada kepailitan (pasal 55 ayat 1). UU No 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU). 9. Hak eksekusi terhadap debitur yang dijanali sebagai disebut dalam Pasal 55 ayat 1 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, dan pihak ketiga untuk menuntut          hartanya yang berada dalam penguasaan debitur pailit atau kurator, ditangguhkan maksimum 90 hari setelah keputusan Pailit diucapkan (Pasal 56 ayat 1 UU No. 37 Tahun 2004 tentang kepailitan dan PKPU). 2.4 Pihak-Pihak yang Terkait Dalam Pengurusan Harta dan Kepailitan A. Hakim pengawas Tugas hakim pengawas adalah mengawasi pengurusan dan pemberesan harta pailit yang dilakukan oleh curator, dan sebelum memustuskan sesuatu yang ada sangkut pautnya dengan pengurusan dan pemberesan harta pailit.Pengadilan niaga wajib mendengar nasihat terlebih dahulu dari hakim pengawas. Tugas-tugas dan kewenangan hakim pengawas adalah sebagai berikut: 1. Memimpin rapi verifikasi 2. Mengawasi tindakan dari curator dalam melaksanakan tugasnya, memberikan nasihat dan peringatan kepada curator atas pelaksanaan tugas tersebut. 3. Menyetujui atau menolak daftar-daftar tagihan yang diajukan oleh para kreditur. 4. Meneruskan tagihan-tagihan yang tidak dapat diselesaikannya dalam rapat verifikasi kepada hakim pengadilan niaga yang memutus perkara itu.



8



5. Mendengar saksi-saksi dan para ahli atas segala hal yang berkaitan dengan kepailitan (misalnya: tentang keadaan budel, perilaku pailit dan sebagainya). 6. Memberikan izin atau menolak permohonan si pailit untuk bepergian (meninggalkan tempat) kediamannya. Ketentuan mengenai hakim pengawas dalam kepailitan terletak pada UUK dan PKPU pada bagian ketiga paragraph 1 pasal 65-68. B. Kurator Curator merupakan salah satu pihak yang cukup memegang peranan dalam suatu proses perkara pailit. Dan karena perannya yang besar dan tugasnya yang berat, maka tidak sembarangan orang dapat menjadi pihak curator. Dalam pasal 69 UUK dan PKPU disebutkan, tugas curator adalah melakukan pengurusan dan atau pemberesan harta pailit. Karena itu pula maka persyaratan dan prosedur untuk dapat menjadi curator ini oleh UUK dan PKPU diatur secara relative ketat. Sewaktu masih berlakunya peraturan kepailitan zaman belanda, hanya balai harta peninggalan (BHP) saja yang dapat menjadi curator tersebut. Dalam pasal 70 ayat (1) UUK dan PKPU disebutkan, yang dapat bertindak menjadi curator sekarang adalah sebagai berikut: 1. Balai harta peninggalan (BHP) 2. Curator lainnya. C. Panitia kreditur Pada prinsipnya, suatu panitia kreditur adalah pihak yang mewakili pihak kreditur, sehingga panitia kreditur tentu akan memperjuangkan segala kepentingan hukum dari pihak kreditur. Ada dua macam panitia kreditur yang diperkenalkan oleh UUK dan PKPU, yaitu: 1. Panitia kreditur sementara Dalam pasal 79 UUK dan PKPU disebutkan, dalam putusan pailit atau dengan penetapan kemudian, pengadilan dapat membentuk panitia kreditur (sementara) yang terdiri dari satu sampai tiga orang yang dipilih dari kreditur yang dikenal dengan maksud memberikan nasihat



9



kepada curator.Yang dimaksud dengan kreditur yang sudah dikenal adalah kreditur yang sudah mendaftarkan diri untuk diverifikasi. 2. Panitia kreditur tetap Pasal 72 UUK dan PKPU menyatakan bahwa setelah pencocokan utang selesai dilakukan, hakim pengawas wajib menawarkan pada para kreditur untuk membentuk panitia kreditur tetap. 2.5 Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Penundaan



Kewajiban



Pembayaran



Utang



merupakan



alternatif



penyelesaian utang untuk menghindari kepailitan. Menurut Munir Fuady Penundaan Kewajiban Pembayaran  Utang (PKPU) ini adalah suatu periode waktu tertentu yang diberikan oleh undang-undang melalui putusan pengadilan niaga, dimana dalam periode waktu tersebut kepada kreditor dan debitor diberikan kesepakatan untuk memusyawarahkan cara-cara pembayaran utang-utangnya dengan memberikan rencana perdamaian (composition plan) terhadap seluruh atau sebagian utangnya itu, termasuk apabila perlu merestrukturisasi utangnya tersebut. Dengan demikian Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) merupakan semacam moratorium dalam hal ini legal moratorium. Menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU Pasal 222 ayat (2) dikatakan : “Debitor yang tidak dapat atau memperkirakan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan kewajiban pembayaran utang dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditor”. Permohonan PKPU dapat diajukan oleh kreditor maupun debitor kepada Pengadilan



Niaga.Permohonan



PKPU



dapat



diajukan



sebelum



ada



permohonan pailit yang diajukan oleh debitor maupun kreditor atau dapat juga diajukan setelah adanya permohonan pailit asal diajukan paling lambat pada saat sidang pertama pemeriksaan permohonan pernyataan pailit. Namun jika



10



permohonan pailit dan PKPU diajukan pada saat yang bersamaan maka permohonan PKPU yang akan diperiksa terlebih dahulu. Pada hakekatnya tujuan PKPU adalah untuk perdamaian. Fungsi perdamaian dalam proses PKPU sangat penting artinya, bahkan merupakan tujuan utama bagi si debitor, dimana si debitor sebagai orang yang paling mengetahui keberadaan perusahaan, bagaimana keberadaan perusahaannya ke depan baik petensi maupun kesulitan membayar utang-utangnya dari kemungkinan-kemungkinan masih dapat bangkit kembali dari jeratan utangutang terhadap sekalian kreditornya. Oleh karenanya langkah-langkah perdamaian ini adalah untuk menyusun suatu strategi baru bagi si debitor menjadi sangat penting. Namun karena faktor kesulitan pembayaran utang-utang yang mungkin segera jatuh tempo yang mana sementara belum dapat diselesaikan membuat si debitor terpaksa membuat suatu konsep perdamaian, yang mana konsep ini nantinya akan ditawarkan kepada pihak kreditor, dengan demikian si debitor masih dapat nantinya, tentu saja jika perdamaian ini disetujui oleh para kreditor untuk meneruskan berjalannya perusahaan si debitor tersebut. Dengan kata lain tujuan akhir dari PKPU ini ialah dapat tercapainya perdamaian antara debitor dan seluruh kreditor dari rencarta perdamaian yang diajukan/ditawarkan si debitor tersebut. Apabila rencana perdamaian tidak tercapai atau Pengadilan menolak rencana perdamaian, maka Pengadilan wajib menyatakan Debitor dalam Keadaan Pailit. Pengadilan dapat menolak rencana perdamaian karena: 1. Harta Debitor, termasuk benda untuk mana dilaksanakan hak untuk menahan benda, jauh lebih besar dari pada jumlah yang disetujui dalam perdamaian. 2. Pelaksanaan perdamaian tidak cukup terjamin. 3. Perdamaian itu dicapai karena penipuan, atau persengkokolan dengan satu atau lebih kreditor, atau karena pemakaian upaya lain yang tidak jujur dan tanpa menghiraukan apakah debitor atau pihak lain bekerja sama untuk mencapai hal ini.



11



4. Imbalan jasa dan biaya dikeluarkan oleh ahli dan pengurus belum dibayar atau tidak diberikan jaminan untuk pembayaran. PKPU pada dasarnya, hanya berlaku/ditujukan pada para kreditor konkuren saja. Walaupun pada Undang-undang No.37 Tahun 2004 pada Pasal 222 ayat (2) tidak disebut lagi perihal kreditor konkuren sebagaimana halnya Undang-undang No. 4 Tahun 1998 pada Pasal 212 jelas menyebutkan bahwa debitor yang tidak dapat atau memperkirakan bahwa ia tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan kewajiban pembayaran utang, dengan maksud pada umumnya untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran seluruh atau sebagian utang kepada kreditor konkuren. Namun pada Pasal 244 Undang-undang No. 37 tahun 2004 disebutkan: Dengan tetap memperhatikan ketentuan Pasal 246, penundaan kewajiban\ pembayaran utang tidak berlaku terhadap: 1. Tagihan yang dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya. 2. Tagihan biaya pemeliharaan, pengawasan atau pendidikan yang sudah harus dibayar dan hakim pengawas harus menentukan jumlah tagihan yang sudah ada dan belum dibayar sebelum penundaan kewajiban pembayaran utang yang bukan merupakan tagihan dengan hak untuk diistimewakan. 3. Tagihan yang diistimewakan terhadap benda tertentu milik debitor maupun terhadap seluruh harta debitor yang tidak tercakup pada point b.” 2.6 Pencocokan Piutang Pencocokan piutang merupakan salah satu kegiatan yang penting dalam proses kepailitan, karena dengan pencocokan piutang inilah nantinya ditentukan perimbangan dan urutan hak dari masing – masing kreditor, yang dilakukan paling lambat 14 hari sejak putusan pernyataan pailit mempunyai kekuatan hukum tetap. Dalam hal ini hakim pengawas dapat menetapkan: 1. batas akhir pengajuan tagihan 2. batas akhir verifikasi pajak untuk menentukan besarnya kewajiban pajak sesuai denganPeraturan perundang – undangan di bidang perpajakan



12



3. hari, tanggal, waktu dan tempat rapat kreditor untuk mengadakan pencocokan utang. Kurator berkewajiban untuk melakukan pencocokan antara perhitungan perhitungan yang dimasukkan dengan catatan - catatan dan keterangan keterangan bahwa debitor telah pailit. Dalam rapat pencocokan piutang, hakim pengawas berkewajiban membacakan daftar piutang yang sementara telah diakui dan oleh curator telah dibantah untuk dibicarakan dalam rapat.Debitor wajib hadir sendiri dalam rapat pencocokan piutang agar dapat memberikan keterangan yang diminta oleh hakim pengawas mengenai sebab musabab kepailitan dan keadaan harta pailit. Dalam Undang-Undang juga terdapat Bab I Pencocokan Utang Piutang Yaitu :Pasal 104-Pasal 133 2.7 Perdamaian Dalam penyelesaian perkara tentu diusahakan perdamaian sebagaimana dalam Hukum Acara Perdata yang bersumber dari HIR menyatakan bahwa dalam menyelesaikan perkara hakim wajib mengusahakan perdamaian terlebih dahulu. Dalam perkara kepailitan perdamaian tidak diusahakan di awal, karena hakim hanya diberi waktu 60 hari untuk mengeluarkan putusan. Perdamaian dalam kepailitan justru diusahakan setelah putusan yang menyatakan bahwa debitor dalam keadaan pailit. Berdasarkan Pasal 144 UUK debitor pailit berhak untuk menawarkan suatu perdamaian kepada semua kreditor. Perdamaian merupakan perjanjian antara debitor dengan para kreditor dimana debitor menawarkan pembayaran sebagian dari utangnya dengan syarat bahwa ia setelah melakukan pembayaran tersebut dibebaskan dari sisa utangnya, sehingga ia tidak mempunyai utang lagi. Selama berlangsungnya perundingan Debitor Pailit berhak memberikan keterangan mengenai rencana perdamaian dan membelanya serta berhak mengubah rencana perdamaian.Hasil dari rapat perundingan itu kemudian dibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh hakim pengawas dan penitera pengganti.berita acara tersebut wajib memuat antara lain sebagai berikut: 1. isi perdamaian



13



2. nama kreditor yang hadir dan berhak mengeluarkan suara dan menghadap 3. suara yang dikeluarkan 4. hasil pengumungutan suara dan 5. segala sesuatu yangterjadi dalam rapat. Dengan putusan perdamaian yang telah berkekuatan hukum tetap itu pula, maka kepailitan debitor dinyatakan berakhir. Menurut Munir Fuady, ada 10 akibat hukum yang terjadi dengan putusan perdamaian itu, yaitu : a. Setelah perdamaian, kepailitan berakhir b. Keputusan penerimaan perdamaian mengikat seluruh kreditor konkuren c. Perdamaian tidak berlaku bagi kreditor separatis dan kreditor yang diistimewakan d. Perdamaian tidak boleh diajukan dua kali e. Perdamaian merupakan alas hak bagi debitor f. Hak-hak kreditor tetap berlaku terhadap guarantor dan rekan debitor g. Hak-hak kreditor tetap berlaku terhadap benda-benda pihak ketiga h. Penangguhan eksekusi jaminan utang berahir i. Actio pauliana berakhir j. Debitor dapat direhabilitasi Kewajiban debitor selanjutnya ialah melaksanakan apa isi perdamaian dengan baik, karena bila ia lalai melaksanakan isi perdamaian maka kreditor bisa menuntut pembatalan perdamaian yang bukan tidak mungkin debitor kembali dalam keadaan pailit. Dalam hal kepailitan dibuka kembali, maka kali ini tidak dapat lagi ditawarkan perdamaian. 2.8 Permohonan Peninjauan Kembali Terhadap putusan kepailitan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dapat diadakan peninjauan kembali. Imran Naning (2005:53) menyebutkan bahwa upaya hukum peninjauan kembali dapat dilakukan apabila: 1. terdapat bukti baru yang penting, yang apabila diketahui pada tahappersidangan sebelumnya, akan menghasilkan putusan yang berbeda atau



14



2. Pengadilan Niaga/putusan hakim yang bersangkutan terdapat kekeliruan yang nyata. Sutan Remy Sjahdeini (2009:168) menyebutkan bahwa upaya hukum peninjauan kembali diajukan paling lambat 180 hari setelah tanggal putusan yang dimohonkan peninjauan kembali memperoleh kekuatan hukum tetap, namun dengan alasan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 295 Ayat (2) huruf a UUK-PKPU. Apabila upaya hukum peninjauan kembali dilakukan dengan alasan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 295 Ayat (2) huruf b UUK-PKPU, maka peninjauan kembali dilakukan paling lambat 30 hari setelah tanggal putusan yang dimohonkan peninjauan kembali memperoleh kekuatan hukum tetap. Berdasarkan hal tersebut, upaya hukum peninjauan kembali yang diajukan karena terdapat bukti baru yang bersifat menentukan dapat diajukan paling lambat 180 (seratus delapan puluh) hari setelah tanggal putusan yang dimohonkan peninjauan kembali tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap.Permohonan peninjauan kembali yang dilakukan karena terdapat kekeliruan dalam putusan hakim yang bersangkutan, dapat diajukan permohonan paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal putusan yang dimohonkan peninjauan kembali memperoleh kekuatan hukum tetap.



15



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Dari pembahasan diatas dapat di ambil kesimpulan bahwa yang dapat dinyatakan mengalami kepailitan adalah debitur yang sudah dinyataka tidak mampu membayar utang-utangnya lagi. Hal ini berdasarkan pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Terdapat beberapa pihak-pihak dalam pailit yaitu : 1)Pihak Pemohon Pailit yang telah diatar dalam pasal 2 undang-undang kepailitan Nomor 37 Tahun 2004. 2) Pihak debitur pailit adalah pihak yang memohon atau dimohonkan pailit ke pengadilan yang berwenang. 3) Hakim Niaga yang pada tingkat pertama diperiksa oleh hakim majelis, tidak boleh hakim tunggal (pasal 301 ayat 1). Selain itu juga tedapat keputusan dan akibat dari hukum pailit serta pencocokan piutang, perdamaian dan permohonan peninjauan kembali, dan pada intinya kepailitan mengakibatkan debitur yang dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga kehilangan segala “hak perdata” untuk menguasai dan mengurus harta kekayaan yang telah dimasukkan ke dalam harta pailit, sehingga sangat penting mempelajari tentang hukum pailit. 3.2 Saran Makalah ini tidak terlepas dari kekurangan, namun dengan adanya makalah  ini diharapkan pembaca dapat mengetahui lebih dalam tentang Hukum Pailit, dan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya, sehingga dapat terhindaratau mencegah terjadinya kepailiatan.



16



DAFTAR PUSTAKA



Bernadette, Waluyo, hukum kepailitan dan penundaan pembayaran hutang. ( bandung : Cv mandar maju, 1999).



Hukum



Dalam



Ekonomi



karya



Elsa



(Kartikahttp://dhyladhil.blogspot.co.id/2011/05/pencocokan-verfikasipiutang.html). (diakses pada 04 nopember 2017). Indiro, Catur. Penerapan Asas Kelangsungan Usaha dalam Penyelesaian Perkara Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), Jurnal hukum peradilan, vol.4 No.3.Pekanbaru. 7.



Repository.usu.acf.id (diakses pada 04 Nopember 2017)



Rochmawanto, Munif. “Upaya Hukum Dalam Perkara Kepailitan”. Jurnal Independen. Vol. 3 No. 2, hal 25.



Undang-Undang



No.



37



Tahun.



2004



Pasal



1



http//muhammadarifudin.bogspot.co.id/2012/11/pengertian penundaan kewajiban.html.(diakses pada 05 nopember 2017).



17



angka -



pkpu



1. -