Hukum Operasi Plastik  [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN Masalah operasi plastik telah lama dipertimbangkan oleh kalangan kedokteran dan para praktisi hukum di negara-negara barat. dan pandangan masyarakat tentang bedah plastik berorientasi hanya pada masalah kecantikan (estetik), seperti sedot lemak, memancungkan hidung, mengencangkan muka, dan lain sebagainya. Sesungguhnya, ruang lingkup bedah plastik sangatlah luas. Tidak hanya masalah estetika, tetapi juga rekonstruksi, seperti pada kasus-kasus luka bakar, trauma wajah pada kasus kecelakaan, cacat bawaan lahir (congenital), seperti bibir sumbing, kelainan pada alat kelamin, serta kelainan congenital lainnya. Namun bukan berarti nilai estetika tak diperhatikan.  Di Indonesia ini juga pernah dibahas yang melibatkan para ahli kedokteran ahli hukum positif dan hukum Islam. Mengenai pembahasan operasi plastik ini masih terus diperdebatkan. Dengan adanya makalah ini, penulis berharap dapat mengungkapkan suatu pandangan konprehensif mengenai operasi plastik menurut hukum Islam. Dalam makalah ini akan kita lucuti satu persatu mengenai operasi plastik baik dari sisi hukum positif maupun hukum Islam. Semoga bermanfaat.



BAB II PEMBAHASAN A. Operasi Plastik Tinjauan Hukum Islam Operasi plastik atau dikenal dengan “Plastic Surgery” (ing) atau dalam bahasa arab“Jirahah Tajmil” adalah bedah/operasi yang dilakukan untuk mempercantik atau memperbaiki satu bagian didalam anggota badan, baik yang nampak atau tidak, dengan cara ditambah, dikurangi atau dibuang, bertujuan untuk memperbaiki fungsi dan estetika (seni) tubuh dan sebagian Ulama hadits yang lain berpendapat bahwa yang dimaksud dengan operasi plastik itu hanya ada dua: 1. Untuk mengobati aib yang ada dibadan, atau dikarenakan kejadian yang menimpanya seperti kecelakaan, kebakaran atau yang lainya. Maka operasi ini dimaksudkan untuk pengobatan. 2. Untuk mempercantik diri, dengan mencari bagian badan yang dianggap mengganggu atau tidak nyaman untuk dilihat orang, istilah yang kedua ini adalah untuk kecantikan dan keindahan. a. Operasi Untuk Pengobatan Hukum melakukan operasi plastik dengan tujuan untuk memperbaiki cacat yang dibawa sejak lahir (al-’uyub al-khalqiyyah) seperti bibir sumbing, atau cacat yang datang kemudian (al-’uyub at-thari`ah) akibat kecelakaan, kebakaran, atau semisalnya, seperti wajah yang rusak akibat kebakaran/kecelakaan, maka dapat dikategorikan sebagai mubah atau dibolehkan melakukan operasi tersebut. Dalam ushul fikih, cacat atau akibat kecelakaan dapat dikategorikan sebagai mudharat atau disebut kemudaratan. Kemudaratan mengakibatkan ketidakbaikan yang akhirnya membuat orang yang mengalami kemudaratan ini tidak merasa nyaman beragama. Oleh karena itu, Islam memang bukan agama yang memudah-mudahkan sesuatu, tetapi bukan pula agama yang mempersulit. Kemudaratan mesti dihilangkan atau setidaknya menguranginya melalui operasi plastik. Bolehnya menghilangkan kemudaratan berupa cacat sejak lahir atau cacat akibat kecelakaan adalah berdasarkan kaidah fikih yang berbunyi ‫“ الضرر يزال‬kemudaratan itu mesti dihilangkan”, sehingga operasi plastik pun legal dilakukan dengan ketentuan sesuai dengan tujuan yang disebutkan. Selain itu, bolehnya melakukan operasi plastik adalah berdasarkan keumuman (‘amm) dalil yang menganjurkan untuk berobat (at-tadawiy). Nabi SAW bersabda, ‫مأأنزل هللا دآء إال أنزل له‬ ‫“ شفآء‬Tidaklah Allah menurunkan suatu penyakit, kecuali Allah menurunkan pula obatnya.” (HR Bukhari, No.5246).



Dalam ushul fikih disebutkan bahwa selama tidak ada dalil yang mengkhususkan dalil umum, maka selama itu pula dalil umum dapat diamalkan. Hadis di atas dipandang sebagai hadis yang umum, dan dapat diamalkan atau dapat dijadikan hujjah, karena tidak ditemukan adanya dalil yang mengkhususkannya. Operasi semacam ini terkadang bisa menjadi wajib hukumnya, jika menyebabkan kematian, maka wajib baginya untuk berobat. Allah Swt. berfirman yang artinya: “Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (Al-Baqarah: 195) Operasi ini tidak bisa dikatakan mengubah ciptaan Allah dengan sengaja, karena operasi ini untuk pengobatan, walaupun pada akhirnya bertambah cantik atau indah pada dirinya. Syeikh Dr Yusuf Al-Qaradawi berpendapat : “Adapun kalau ternyata orang tersebut mempunyai cacat yang mungkin menjijikkan pandangan, misalnya karena ada daging tambah yang boleh menimbulkan sakit jiwa dan perasaan, maka tidak berdosa bagi orang itu untuk berobat selagi dengan tujuan menghilangkan kecacatan atau kesakitan yang boleh mengancam hidupnya. Kerana Allah tidak menjadikan agama buat kita ini dengan penuh kesukaran“ b. Operasi Untuk Kecantikan Maksudnya adalah operasi yang tidak dikarenakan penyakit bawaan (turunan) atau karena kecelakaan, akan tetapi atas keinginannya sendiri untuk menambah keindahan dan mempercantik diri. Operasi ini ada bermacam-macam, secara garis besar terbagi dua, dan setiap bagian mempunyai hukum masing-masing: 1) Operasi anggota badan; dan 2) Operasi mempermuda. 1) Operasi Anggota Badan Diantaranya adalah operasi telinga, dagu, hidung, perut, payudara, pantat dengan ditambah, dikurang atau dibuang, dengan keinginan agar terlihat cantik. 2) Operasi Mempermuda Adapun operasi bagian kedua ini dengan menarik kerutan diwajah, lengan, pantat, tangan, atau alis. Dan hal ini menurut pemakalah bagian-bagian yang sering kita temui dan yang paling umum. Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum operasi plastik ini : Kebanyakan ulama hadits berpendapat bahwa tidak boleh melakukan operasi ini dengan dalil diantaranya sebagai berikut: Dalil Al-Qur`an firman Allah SWT dalam surat An-Nisaa ayat : 119



ِ ِ ِ ِ ِ ‫الش يطَا َن ولِيًّا ِّمن د‬ ِ ‫ون‬ ُ َ ‫َوُأَلض لَّن َُّه ْم َو‬ َ ْ َّ ‫ َوَمن َيتَّخ ذ‬ ۚ ‫ُأَلمنِّيَن َُّه ْم َوآَل ُم َرن َُّه ْم َفلَيُبَتِّ ُك َّن آذَا َن اَأْلْن َع ام َوآَل ُم َرن َُّه ْم َفلَيُغَرِّيُ َّن َخ ْل َق اللَّه‬ ‫اللَّ ِه َف َق ْد َخ ِسَر ُخ ْسَرانًا ُّمبِينًا‬ Artinya: Dan saya (setan) bener-bener akan menyesatkan mereka dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka (pemotong telinga-telinga hewan ternak) lalu mereka benar-benar memotongnya, dan aku (setan) akan menyuruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu mereka benar-benar mengubahnya, dan barang siapa yang menjadikan setan menjadi pelindung selain dari Allah SWT, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata ”. Ayat ini menunjukkan upaya syaitan mengajak manusia untuk melakukan berbagai perbuatan maksiat. Di antaranya mengubah ciptaan Allah (taghyir khalqillah). Dan di dalam hadits Nabi SAW :



: ‫قال رسول هللا صىل هللا عليه وسمل‬   ‫لعن هللا املتشهبات من النساء ابلرجا ل واملتشهبني من الرجا ل ابلنساء‬ Bahwa, ”Allah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan melaknat wanita yang menyerupai laki-laki.” (HR Bukhari). Operasi plastik semacam ini tidak dibolehkan dengan meng-qias larangan Nabi Saw. Terhadap orang yang menyambung rambutnya, tato, mengikir (menjarangkan) gigi atau apa saja yang berhubungan dengan perubahan terhadap apa yang telah diciptakan Allah Swt. Menurut Fatwa MUI bahwa yang dimaksud dengan operasi plastik itu hanya ada dua: 1.



Mubah :Untuk mengobati aib yang ada dibadan, atau dikarenakan kejadian yang menimpanya seperti kecelakaan, kebakaran atau yang lainya.Maka operasi ini dimaksudkan untuk pengobatan.



2.



Haram : untuk mempercantik diri, dengan mencari bagian badan yang dianggap mengganggu atau tidak nyaman untuk dilihat orang, istilah yang kedua ini adalah untuk kecantikan dan keindahan.



A. Operasi Plastik Tinjauan Hukum Positif Pada dasarnya operasi plastik menurut hukum positif di Indonesia diperbolehkan hanya bagi yang ahli. Jadi, tidak memandang apakah uuntuk tujuan pengobatan atau kecantikan, tidak seperti dalam hukum Islam. Hanya saja peraturan operasi plastik ini di Indonesia minim sekali. Seperti tertuang hanya dalam Pasal 50 UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan mengatur bahwa operasi bedah plastik hanya boleh dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan melakukan operasi bedah plastik. Pelanggar atas pasal tersebut dapat



dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp. 140.000.000,00.



BAB III PENUTUP Menurut hukum Islam operasi plastik beralasan pengobatan itu dibolehkan, sementara jika bukan pengobatan dengan keinginan untuk mempercantik dan memperindah diri, dengan kesimpulan sebagai berikut: 1. Operasi plastik merubah ciptaan Allah Swt 2. Adanya unsur pemalsuan dan penipuan 3. Dari sisi lain, bahwa negatifnya lebih banyak dari manfaatnya, karena bahaya yang akan terjadi sangat besar apabila operasi itu gagal, bisa menyebabkan kerusakan anggota badan bahkan kematian. 4. Syarat



pembedahan



yang



dibenarkan



Islam;



memiliki



keperluan untuk tujuan kesehatan semata-mata dan tiada niat lain, diakui doktor profesional yang ahli dalam bidang itu bahwa pembedahan akan berhasil dilakukan tanpa risiko, bahaya dan mudarat. 5. Untuk pemakaian kosmetik, disyaratkan kandungannya halal, tidak dari najis (kolagen /plasenta) dan tidak berlebihan (tabarruj) akan tetapi behias ini sangat di tekankan bagi mereka yang ingin menyenangkan suaminya. Sementara menurut hukum positif diperbolehkan bagi yang ahli. Demikian makalah ini dibuat semoga bermanfaat.



DAFTAR PUSTAKA Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah: kapita Selekta Islam, Jakarta: PT. Toko Gunung Agung, 1997 Yusuf Qardhawi, Fatwa-fatwa Kontemporer: Jilid 2. Jakarta: Gema Insani Press, 1995 Dr. Muhammad Mukhtar as-Syaiqity. “Ahkamul Jirahah at-Thibbiyah wal Atsar al-Mutarattabu ‘alaiha” hal. 193 dan sesudahnya, cetakan pertama (1411 H- 1990 M) cetakan Maktabah an-Nahdah al-Mishriyah, Dr. Muhammad Farag ‘Azb “Masuliyyah Tabib fi Jirahah Tajmil fil Fiqhil Islami wal Qanun alWad’i”, Tulisan Doktor di Kuliah Syari’ah wal Qanun Al Azhar di Mesir (1419 H- 1998 M) hal. 73 dan sesudahnya. Dr Muhammad Ustman Syabiir, “Ahkam Jirahah Tajmil Fil Fiqhil Islami” hal. 466 dan sesudahnya. Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, website DPR. Al-Quran dan Terjemahannya, Kementrian Agama.