Hukum Perdata [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

A. Pengertian Hukum Perdata Arti Luas dan Sempit 1.



Pengertian hukum perdata Istilah hukum perdata pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Djojodiguno



sebagai terjemahan dari bahasa Belanda yaitu burgerlijkrecht Wetboek (B.W) pada masa pendudukan Jepang. Di samping istilah itu, sinonim hukum perdata adalah civielrecht dan privatrecht. Para ahli memberikan batasan hukum perdata, seperti berikut. Van Dunne mengartikan hukum perdata, khususnya pada abad ke -19 adalah: “Suatu peraturan yang mengatur tentang hal-hal yang sangat esensial bagi kebebasan individu, seperti orang dan keluarganya, hak milik dan perikatan. Sedangkan hukum publik memberikan jaminan yang minimal bagi kehidupan pribadi” Pendapat lain yaitu Vollmar, dia mengartikan hukum perdata adalah: “Aturan-aturan atau



norma-norma yang memberikan pembatasan dan oleh



karenanya memberikan perlindungan pada kepentingan perseorangan dalam perbandingan yang tepat antara kepentingan yang satu dengna kepentingan yang lain dari orang-orang dalam suatu masyarakat tertentu terutama yang mengenai hubungan keluarga dan hubungan lalu lintas”[1] Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pengertian hukum perdata yang dipaparkan para ahli di atas, kajian utamanya pada pengaturan tentang perlindungan antara orang yang satu dengan orang lain, akan tetapi di dalam ilmu hukum subyek hukum bukan hanya orang tetapi badan hukum juga termasuk subyek hukum, jadi untuk pengertian yang lebih sempurna yaitu keseluruhan kaidah-kaidah hukum (baik tertulis maupun tidak tertulis) yang mengatur hubungan antara subjek hukum satu dengan yang lain dalam hubungan kekeluargaan dan di dalam pergaulan kemasyarakatan.



1



2.



Arti luas Hukum perdata dalam arti luas adalah bahan hukum sebagaimana tertera



dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) yaitu segala hukum pokok yang mengatur kepentingan perseorangan, dan juga Kitab Undang-Undang hukum dagang Wetboek van Koophandel (WVK) beserta sejumlah undang-undang yang disebut undang-undang tambahan lainnya seperti peraturan yang ada dalam KUHPerdata, KUHD, serta sejumlah undang-undang tambahan (UU pasar modal, UU tentang PT dan sebagainya)). 3.



Arti sempit Hukum perdata dalam arti sempit yaitu hukum perdata sebagaimana yang



terdapat dalam KUHPerdata saja. B. Pengertian Hukum Perdata Material dan Formal 1.



Hukum Perdata Material Pengertian hukum perdata material adalah menerangkan perbuatan-



perbuatan apa yang dapat dihukum serta hukuman-hukuman apa yang dapat dijatuhkan. Hukum materil menentukan isi sesuatu perjanjian, sesuatu perhubungan atau sesuatu perbuatan. Dalam pengertian hukum materil perhatian ditujukan kepada isi peraturan. 2.



Hukum Perdata Formal Pengertian



hukum



perdata



formal



adalah



menunjukkan



cara



mempertahankan atau menjalankan peraturan-peraturan itu dan dalam perselisihan maka hukum formil itu menunjukkan cara menyelesaikan di muka hakim. Hukum formil disebut pula hukum Acaara. Dalam pengertian hukum formil perhatian ditujukan kepada cara mempertahankan/ melaksanakan isi peraturan.[2] C.



Sumber Hukum Perdata Sumber hukum adalah segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan



yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturan-aturan yang kalau dilanggar mengakibatkan timbulnya sanksi yang tegas dan nyata.[3] Sumber



2



hukum perdata adalah asal mula hukum perdata atau tempat dimana hukum perdata di temukan.[4] Volamar membagi sumber hukum perdata menjadi empat macam. Yaitu KUHperdata ,traktat, yurisprudensi, dan kebiasaan. Dari keempat sumber tersebut dibagi lagi menjadi dua macam, yaitu sumber hukum perdata tertulis dan tidak tertulis. Yang dimaksud dengan sumber hukum perdata tertulis yaitu tempat ditemukannya kaidah-kaidah hukum perdata yang berasal dari sumber tertulis. Umumnya kaidah hukum perdata tertulis terdapat di dalam peraturan perundangundangan, traktat, dan yurisprudensi. Sumber hukum perdata tidak tertulis adalah tempat ditemukannya kaidah hukum perdata yang berasal dari sumber tidak tertulis. Seperti terdapat dalam hukum kebiasaan. Yang menjadi sumber perdata tertulis yaitu: 1. AB (algemene bepalingen van Wetgeving) ketentuan umum permerintah Hindia Belanda 2. KUHPerdata (BW) 3. KUH dagang 4. UU No 1 Tahun 1974 5. UU No 5 Tahun 1960 Tentang Agraria.[5] D.



Sistematika Hukum Perdata Sistematika, yang di dalam bahasa Inggris, disebut systematics, bahasa



Belandanya, yaitu systematiken, yaitu susunan atau struktur dari Kitab UndangUndang Hukum Perdata. Di negara-negara yang menganut sistem Common Law tidak mengenal pembagian antara hukum publik dan hukum privat. Sehingga hukum perdatanya tidak dibuat dalam sebuah kodifikasi, tetapi ketentuanketentuan yang berkaitan dengan hukum perdata tersebar dalam berbagai act atau undang-undang. Namun, di dalam sistem hukum yang menganut Civil Law, maka sumber hukum utama, yaitu hukum kodifikasi yang tercantum dalam Kitab



3



Undang-Undang Hukum Perdata. Berikut ini, disajikan sistematika Kitab UndangUndang Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia, Belanda, Rusia, Perancis dan Jerman.[6] Sistematika KUH Perdata yang berlaku di Indonesia, meliputi : Buku I



: tentang orang



Buku II



: tentang Hukum Perdata



Buku III



: tentang Perikatan



Buku IV



: tentang Pembuktian dan Daluarsa



Di negeri Belanda, Kitab Undang-Undang Hukum Perdatanya telah dilakukan penyempurnaan. Dengan adanya penyempurnaan itu, maka terjadi perubahan sistematika, yang semula hanya terdiri atas lima buku, yang meliputi : Buku I



: tentang hukum orang dan keluarga (Personen-en-Familierecht)



Buku II



: tentang Badan Hukum (Rechrspersoon)



Buku III : tentang Hukum Kebendaan (Van Verbindtenissen) Buku IV : tentang Daluarsa (Van Verjaring) Kelima buku itu telah disempurnakan menjadi sepuluh buku. Kesepuluh buku itu, meliputi :[7] Book 1



: Person and Family Law (Hukum orang dan Keluarga)



Book 2



: Legal Person (Badan Hukum)



Book 3



: Property Law in General (Hukum harta kekayaan secara umum)



Book 4



: Succession (inheritance) (hukum warisan)



Book 5



: Real Property Rights (hak atas harta kekayaan)



Book 6



: Obligation and Contracts (perikatan dan kontrak) 4



Book 7



: Particular Contracts (revised) (perjanjian khusus)



Book 7



: Particular Contracts (unrevised) (perjanjian khusus)



Book 8



: Transport Law (hukum pengangkutan)



Book 9



: Intellectual Property (hak kekayaan intelektual)



Book 10



: Private International Law (hukum perdata internasional)



Sementara itu, Rusia merupakan salah satu negara yang cukup maju dalam perkembangan hukum, khususnya hukum perdata, karena dinegara ini telah menetapkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata Federasi Rusia, yang disebut dengan The Civil Code of the Russian Federation. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Federasi Rusia ditetapkan dalam dua tahap, yaitu :[8] 1.



Tahap pertama ditetapkan pada tahun 2003



2.



Tahap kedua ditetapkan pada tanggal 18 Desember 2006. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Rusia terdiri dari 1551 pasal atau



artikel dan empat bagian dan masing-masing dibagi dalam divisi-divisi. Code Civil Prancis terdiri dari empat buku dan terdiri atas bagian dan pasal, jumlah pasal yang tercantum Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Prancis, yaitu sebanyak 2302 pasal. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Jerman atau disebut juga German Civil Code atau Bürgerlichen Gesetzbuches (BGB) terdiri dari empat buku dan 2385 pasal, dan ditetapkan pada 18 agustus 1896. E.



Asas-asas Hukum Perdata Beberapa asas yang terkandung dalam KUHPerdata yang sangat penting



dalam Hukum Perdata adalah: 1.



Asas Kebebasan Berkontrak



Asas ini mengandung pengertian bahwa setiap orang dapat mengadakan perjanjian apapun juga, baik yang telah diatur dalam undang-undang, maupun yang belum diatur dalam undang-undang (lihat Pasal 1338 KUHPdt).



5



2.



Asas Konsensualisme Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1)



KUHPdt. Pada pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kata kesepakatan antara kedua belah pihak. Asas ini merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, melainkan cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan adalah persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak. 3.



Asas Kepercayaan Asas kepercayaan mengandung pengertian bahwa setiap orang yang akan



mengadakan perjanjian akan memenuhi setiap prestasi yang diadakan diantara mereka dibelakang hari. 4.



Asas Kekuatan Mengikat



Asas kekuatan mengikat ini adalah asas yang menyatakan bahwa perjanjian hanya mengikat bagi para pihak yang mengikatkan diri pada perjanjian tersebut dan sifatnya hanya mengikat. 5.



Asas Persamaan hukum, Asas persamaan hukum mengandung maksud bahwa subjek hukum yang



mengadakan perjanjian mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dalam hukum. Mereka tidak boleh dibeda-bedakan antara satu sama lainnya, walaupun subjek hukum itu berbeda warna kulit, agama, dan ras. 6.



Asas Keseimbangan, Asas keseimbangan adalah asas yang menghendaki kedua belah pihak



memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, namun debitur memikul pula kewajiban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik



6



7.



Asas Kepastian Hukum, Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt servanda



merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak. 8.



Asas Moral Asas moral ini terikat dalam perikatan wajar, yaitu suatu perbuatan



sukarela dari seseorang tidak dapat menuntut hak baginya untuk menggugat prestasi dari pihak debitur. Hal ini terlihat dalam zaakwarneming, yaitu seseorang melakukan perbuatan dengan sukarela (moral). Yang bersangkutan mempunyai kewajiban hukum untuk meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya. Salah satu faktor yang memberikan motivasi pada yang bersangkutan melakukan perbuatan hukum itu adalah didasarkan pada kesusilaan (moral) sebagai panggilan hati nuraninya 9.



Asas Perlindungan Asas perlindungan mengandung pengertian bahwa antara debitur dan



kreditur harus dilindungi oleh hukum. Namun, yang perlu mendapat perlindungan itu adalah pihak debitur karena pihak ini berada pada posisi yang lemah.Asas-asas inilah yang menjadi dasar pijakan dari para pihak dalam menentukan dan membuat suatu kontrak/perjanjian dalam kegiatan hukum sehari-hari. Dengan demikian dapat dipahami bahwa keseluruhan asas diatas merupakan hal penting dan mutlak harus diperhatikan bagi pembuat kontrak/perjanjian sehingga tujuan akhir dari suatu kesepakatan dapat tercapai dan terlaksana sebagaimana diinginkan oleh para pihak.



7



10. Asas Kepatutan. Asas kepatutan tertuang dalam Pasal 1339 KUHPdt. Asas ini berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian yang diharuskan oleh kepatutan berdasarkan sifat perjanjiannya 11. Asas Kepribadian (Personality) Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPdt. 12. Asas Itikad Baik (Good Faith) Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPdt yang berbunyi: “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Asas ini merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak.[9] F. Sejarah Hukum Perdata di Indonesia Hukum perdata tertulis yang berlaku di Indonesia merupakan produk hukum perdata Belanda yang diberlakukan asas konkordansi yaitu hukum yang berlaku di negeri jajahan (Belanda) sama dengan ketentuan yang berlaku di negeri penjajah. Secara makrosubtansial perubahan-perubahan yang terjadi pada hukum perdata Indonesia : Pertama, pada mulanya hukum perdata indonesia merupakan ketentuan-ketentuan



pemerintahan



Hindia-Belanda



yang



diberlakukan



di



Indonesia (Algamene Bepalingen van Wetgeving) Kedua dengan konkordansi pada tahun 1847 diundangkan KUHPerdata (BW) oleh pemerintahan Belanda. Dalam prespektif hukum sejarah, hukum perdata yang berlaku di Indonesia terbagi dalam dua periode, yaitu periode sebelum Indonesia merdeka dan periode setelah Indonesia merdeka.[10]



8



1.



Hukum Perdata pada masa penjajahan Belanda Sebagai negara jajahan, maka hukum yang berlaku di Indonesia adalah



hukum bangsa penjajah. Hal yang sama untuk hukum perdata. Hukum perdata yang diberlakukan bangsa Belanda untuk Indonesia mengalami adopsi dan perjalanan sejarah yang sangat panjang. Pada mulanya hukum perdata Belanda dirancang oleh suatu panitia yang dibentuk tahun 1814 yang diketuai oleh Mr.J.M Kempers (1776-1824). Tahun 1816, Kempers menyampaikan rencana code hukum tersebut pada masa pemerintahan Belanda didasarkan pada hukum belanda kunodan diberi nama own Kempers. Dalam perjalanannya bagi orang-orang Tiong Hoa dan bukan Tiong Hoa mengalami pembedaan dalam pelaksanaan perundang-undangan dalam hukum perdata. 2.



Hukum Perdata sejak Kemerdekaan Hukum perdata yang berlaku di Indonesia didasarkan pada pasal II aturan



peralihan UUD 1945, yang pada pokoknya menentukan bahwa segala peraturan dinyatakan masih berlaku sebelum diadakan peraturan baru menurut UUD termasuk didalamnya hukum perdata belanda yang berlaku di Indonesia. Hal ini untuk mencegah terjadinya kekosongan hukum (Rechtvacum), dibidang Hukum Perdata. Menurut Sudikno Mertokusumo, keberlakuan hukum perdata Belanda tersebut di Indonesia didasarkan pada berberapa pertimbangan. Selain itu, secara keseluruhan hukum perdata Indonesia dalam perjalanan sejarahnya mengalami berberapa proses perubahan yang mana perubahan tersebut disesuaikan dengan kondisi bangsa Indonesia sendiri. Hukum perdata ini meliputi enam pembahasan, yaitu : Hukum Agraria, Hukum Perkawinan, Hukum Islam yang Direseptio, Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah, Jaminan Fidusia, dan Lembaga Penjaminan Simpanan.[11]



9



BAB III



PENUTUP A.



Kesimpulan Hukum perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antar individu



dalam pergaulan masyarakat. Sedangkan hukum perdata material adalah menerangkan perbuatan-perbuatan apa yang dapat dihukum serta hukuman-hukuman apa yang dapat dijatuhkan.



10



Hukum perdata formal adalah menunjukkan cara mempertahankan atau menjalankan peraturan-peraturan itu dan dalam perselisihan maka hukum formil itu menunjukkan cara menyelesaikan di muka hakim. Dalam hukum perdata juga ada asas-asa dan juga sumber-sumber hukum, sejarah hukum perdata di Indonesia juga tak lepas dari Belanda. B.



Saran Demikianlah makalah yang kami susun tentang Hukum Perdata. Kami



menyadari bahwa makalah yang kami buat jauh dari pada sempurna dan juga masih banyak kesalahan, untuk itu kami harapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca agar dalam pembuatan makalah selanjutnya menjadi lebih baik, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita.



DAFTAR PUSTAKA



Kansil, C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1989. Muhammad, Abdulkadir, Hukum Perdata Indonesia, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2014. Nurbani, Erlis Septiana, Perbandingan Hukum perdata, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014.



11



Salim HS, Hukum Perdata Tertulis, Jakarta: Sinar Grafika, 2013. Soetami, A. Siti, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Bandung; PT. Refika Aditama, 2007. Sofwan, Sri Sudewei Masjchoen, Hukum Perdata dan Hukum Benda, Yogyakarta: Liberty. Tutik, Titik Triwulan, Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional, Jakarta: Kencana, 2010. https://purnama110393.wordpress.com diakses pada 13/09/2015 http://yosepaliyinsh.blogspot.co.id/2012/09/asas-asas-hukum-perdata.html diakses pada tanggal 13/09/2015 http://ilmuhukumuin-suka.blogspot.co.id/2013/05/pengertian-hukum-perdata.html diakses pada tanggal 13/09/2015 http://www.hukumsumberhukum.com/2014/05/hukum-materil-dan-hukumformil.html diakses tanggal 13/09/2015



[1] Kansil, C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia ,(Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hlm. 209. [2]



http://www.hukumsumberhukum.com/2014/05/hukum-materil-dan-hukum-



formil.html di akses tanggal 13/09/2015 [3] A. Siti Soetami, Pengantar Tata Hukum Indonesia, (Bandung : PT Refika Aditama, 2007), hlm. 9. [4] Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2014), hlm. 13. [5]



http://ilmuhukumuin-suka.blogspot.co.id/2013/05/pengertian-hukum-



perdata.html diakses pada tanggal 13/09/2015 12



[6]Erlis Septiana nurbani, Perbandingan Hukum perdata, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014), hlm. 17. [7]https://purnama110393.wordpress.com Diakses pada 13-09-15 [8]Sri Sudewei Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata dan Hukum Benda, (Yogyakarta: Liberty), hlm. 5. [9]



http://yosepaliyinsh.blogspot.co.id/2012/09/asas-asas-hukum-perdata.html



diakses pada tanggal 13/09/2015 [10] Salim HS, Hukum Perdata Tertulis, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), hlm. 8-10. [11] Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 20-25.



13