Intensive Care Unit [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PANDUAN TEKNIS PELAYANAN INTENSIVE CARE UNIT (ICU) Pasien yang dirawat di ruang intensive adalah pasien yang berada pada posisi kritis dan berpotensi mengancam jiwa. Anestesiolog berperanan penting dalam hal ini dikarenakan memiliki kemampuan dalam pengelolaan jalan nafas, ventilasi mekanik, obat-obatan penunjang hidup, resusitasi cairan dan teknik monitoring. Terlebih lagi, penekanan anestesi pada bidang fisiologi, patofisiologi, dan farmakologi memeberikan kemampuan yang baik dalam membuat diagnosis cepat, dan menyembuhkan kelainan fisiologi akut, menyiapkan dasar yang penting untuk evaluasi dan penanganan pasien yang menderita penyakit kritis. Pasien yang dirawat di ICU memerlukan penanganan yang komprehensif, data awal pasien, monitoring, perkembangan, pengetahuan dan pemahaman keluarga akan kondisi pasien Data awal yang diperlukan mengenaiinformasi penyakit dan pengelolaan sebelumnya, yang didapat dari anamnesis (keluarga dan dokter pengelola sebelmnya), pemeriksaan fisk lengkap, penunjang (x foto thorax, laboratorium darah lengkap, elektrolit, albumin, BGA, laktat, ureum, creatinin, D-dimer, fibrinogen) dan perencanaan dalam SOAP (Subyektif, Obyektif, Assasment, dan Perencanaan) SIRS (Systemic Inflamatory Response Syndrome) Peradangan tubuh seringkali merupakan respon dari sistem kekebalan tubuh untuk infeksi , namun belum tentu begitu. Manifestasi SIRS :



   



Suhu < 36 ° C (96.8 ° F) atau >38 ° C (100.4 ° F) Heart rate > 90 x/mnt Tachypnea (> 20 x/mnt) atau PaCO2 12.000 sel / mm ³, atau >10% neutrofil imatur.  Ditemui tanda dengan 2 atau lebih



SEPSIS Merupakan suatu kondisi SIRS yang sudah ditemukan sumber infeksinya. Angka kematian : 30 – 90 % , Penyebab : kuman gram - dan + , virus, riketsia, jamur? Faktor predisposisi  Infeksi : saluran nafas, urogenital, kulit dan soft tissue.



 



Prosedur invasif :pembedahan, i.v line, urine catheter. Immunocompromized: keganasan, terapi radiasi, terapi hormonal



Penilaian Sepsis dengan menggunakan PIRO score, penilaian :  P (predisposition)  menilai kemungkinan respon terhadap terapi, tergantung : genetik, comorbid penyakit, lingkungan atau alkoholik, keadaan fisik pasien



214



  



I (infection)  menentukan faktor prognosis dari terapi (identifikasi infeksi, sumber, jenis kuman, terapi yang diberikan) R (Response)  penilaian responsif (biomarker, leukosit, trombosit, procalcitonin, lactat) Organ disfungtion (organ yang terkena, seberapa besar, spesifikasi kelaianan)



Severe Sepsis Sepsisyang berhubungan dengan MODS (multi organ disfungtion syndrome) organ, hipoperfusidisfungsiatau hipotensi. Keadaanini akan diikuti dengan hipoperfusi, hipotensi,oligoria, status mental, asidosis laktat. Adapun perubahan yang terjadi akibat sepsis adalah akibat aktivasi sistemi kleukosit yang pelepasan berbagai mediator sehingga mengakibatkan ini:  Perubahan hemodinamik



 



Kelainan Mikrovaskuler Kerusakan intraselular



SistemKardiovasculer  Terjadi



-



Vasodilation and venodilation Initial increase in cardiac output Decreased afterload







Increased heart rate and contractility Interventions







- Fluid resuscitation : Crystalloids, Colloids, Blood components Inotropic agents







- Nore ephinephrine, Dobutamine, Dopamine, Digitalis Kondisi ini akan mempengaruhi organ lain / Cardiovascular Failure : -



Heart rate < 54 beats/minute MAP < 49 mm Hg Kejadian of VT or VF Serum pH < 7.24 with a PaCO2 < 40 mm HG



Sistem pulmonal  Terjadi







Paru sangat sensistif terhadap mediators Kerusakan membrane alveolar-capillary (A-a) ARDS



Intervensi



-



Rsusitasi awal sepsis



215







-



Pengelolaan jalan nafas



-



RR < 5x/mnt, atau > 49 x/mnt



Bantuan pernafasan (mechanicalventilation)



Tujuan untuk mengkoreksi hipoksemia Kriteria gagal nafas PaCO2> 50 mmHg, PaO2 < 50 mmHg A-a DO2 > 350 mmHg Ketergantungan ventilator atau CIPAP pada hri kedua



Sistem Ginjal  Kerusakan biasanya akibat lanjut dari pengobatan dan biasanya prerenal.  Intervensi  dialisis / RRT  Kriteria gagal ginjal  urine output < 0,5 cc/jam, 400 ccdalam 4jam berurutan atau < 200 cc/24jam, creatinin >3,5, BUN > 100 m/dl Sistem gastriintestinal gangguan perfusi (a. Splanic  perdarahan), motilitas, proteksi, stres ulcer  Intervensi enterl feeding, proteksi gaster (antasid, sukralfat, ranitidine) Syok Septik Kondisi kegagalan sirkulasi pembuluh darah ke perifer yang tidak responsip terhadap vasokonstriktor. Hal ini terjadi penurunan CO, penurunan SVR, SV menurun, keadaan ini juga bisa akibat dari asidosis, hipoksemia dan edema myioacrdial Manifestasi Klinis:  Gejala awal : panas, tachycardia, hyperventilation, progressive disorientasi







Lanjut : hypotension dengan shock, respiratory failure, acute renal failure, DIC



Secara umum Gejala yang nampak  Tachycardia, peningkatan suhu, Tachypnea



      



Decrease urine output  gangguan fungsi ginjal Perubahan status mental  penurunan kesadaran Trombositopeni  Petechiae/purpura Kulit : kasar, penurunan perfusi jaringan kulit, capillary refill turun Hitung jenis sel darah bergeser kekiri Lekositosis  terjadinya proses infeksi Hyperglycemia



Tiga langkah untuk memperbaiki hemodinamik pada sepsis:



216



1. Terapi cairan Karena septic shock disertai demam, venodilatation dan diffuse capillary leackage inadequate preload sehingga terapi cairan merupakan tindakan utama. 2. Terapi vassopresor Bila cairan tidak dapat mengatasi cardiac output (arterial pressure dan organ perfusion adekuat). Vasopresor potensial: nor epinephrine, dopamine, epinephrine, phenylephrine 3. Terapi Inotropik Bila resusitasi cairan adekuat, kebanyakan pasien septic shock mengalami hyperdynamic, tetapi myocardial contractility yang dinilai dari ejection fraction mengalami gangguan. Kebanyakan pasien mengalami penurunan cardiac output, sehingga diperlukan inotropik: dobutamine, dopamine dan epinephrine. Komplikasi:



1. Shock. Akibat vasodilatasi, intravaskuler hipovolemia dan myocardial dysfunction. Tanda: cardiac output , tetapi SVR  (peripheral vascular tone ) 2. Respiratory failure. Oksigenasi arteri menurun akibat ekstravasi cairan melalui alveolar capillary leakage 3. Renal dysfunction. Akibat hipotensi dan perfusi ginjal abnormal 4. Metabolic acidosis. Akibat anaerobic metabolim  lactic acid and hydrogen ion excess 5. 6.



Hematologic: thrombocytopenia, DIC Multi organ dysfunction syndrome (MODS)



Penanganan Anestesi pada pasien Sepsis  Menjaga preload dan fungsi kardiac (kontraktilitas)  Menjaga SVR akibat dilatasi (Ketamin dependen, vasokonstriktor dan hindari obat atau agent vasodilator  Peningkatan permeabilitas membrane (gunakan BM besar  fisiologis)  Jaga keseimbangan DO2 dan VO2  hindari pasien cemas, kesakitan, halhal yang meningkatkan WOB (work of breathing), kerja jantung, hypermatabolic, dan perbaiki ventilasi, Hb, pressure, stroke volume.  Hati-hati manakala kita menemukan kondisi tekanan darah baik kecenderungan meningkat dan HR dalam kondisi yang sama, kemungkinan dalam kondisi syok kompensasi, sehingga saat kita berikan obat yang berefek vasodilator, langsung akan mengalami gangguan hemodinamik yang berat.



Penanganan secara umum dalam sepsis Protocol For Early Goal Direct Therapy (EGDT)



217



Tujuan penanganan pasien di ICU adalah sebagai titik point untuk ressusitasi dengan menyesuaikan preload, afterload, dan kontraktilitas jantung untuk menjamin keseimbangan antara kebutuhan oksigen sistemik (VO2) dan pengiriman oksigen (DO2), adapun sebagai target awal dalam enam jam (EGDT/early goal directed therapy) adalah : a. CVP 8-12 mmHg (ventilator 12-15 mmHg) b. MAP > 65 mmHg c. Urine output > 0,5 cc/kg/jam d. SvO2 > 70 % or mixed vent > 65 mmHg e. GDS < 150 mg/dl f. Laktat < 2 mmol/L atau kecenderungan trend menurun. g. Jika O2 saturasi vena tak tercapai pertimbangkan : Pemberian cairan lebih lanjut Transfusi untuk capai Ht > 30 % Infus dobutamin dengan dose max 20 mcg/kg/mnt Oleh karena itu sebagai monitoring dalam penanganan pasien di ICU adalah dengan memeriksa : Tanda vital (tensi, MAP, nadi, rr, suhu) a. SpO2 dan SvO2 b. Urine output c. Laboratorium : darah rutin, elektrolit, AGD (analisa gas darah) darah d. arteri dan CVP, laktat Pemeriksaan X foto thorax e. Protocol for Early Goal Direct Therapy



(Rivers dkk. Goal-Directed Awal Terapi dalam Pengobatan Sepsis dan Shock septik parah. New England Journal of Medicine 2001; 345 (19): 1368-77)



218



DO2 (Delivery oxsigen) Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap DO2 segera koreksi : (DO2 = CO x Hb x SpO2 x 1,34) Jadi faktor yang berpengaruh adalah : tekanan darah dan MAP, preload, afterload, kontrkatilitas, hear rate, ventilasi, Hb, dan faktor comorbid segera dikoreksi. Tabel : Petunjuk yang disarankan untuk membutuhkan ventilasi mekanik Tekanan gas respirasi Indikasi langsung PaO2 < 50 mmHg dan pCO2 0,6 Indikasi klinis Laju nafas >35 kali/ menit Indikasi mekanik Volume tidal 65 mmHg c. Urine output > 0,5 cc/kg/jam d. SvO2 > 70 % or mixed vent > 65 mmHg e. Jika O2 saturasi vena tak tercapai pertimbangkan : o Pemberian cairan lebih lanjut o Transfusi untuk capai Ht > 30 % o Infus dobutamin dengan dose max 20 mcg/kg/mnt 2. Diagnosis  Melakukan kultur sebelum antibiotik dilakukan : minimal 2 jenis 3. Antibiotik



219



a.



4.



1.



2.



3.



4.



AB sedini mungkin : sesuai empiris dan pola kuman setempat (jam pertama) b. Segera ganti sesuai kulture yang ada c. Kombinasi pada pseudomonas 3-5 hr (7-10 hr ab normal) d. Hentikan bila neutropeni dan non menular) Identifikasi sumber dan kontrol (Identification & Source control)  Kenali sumber infeksi secara anatomi dan kontrol secepatnya (evakuasi) B. Suport Hemodinamik dan tambahan terapi Fluid terapi a. Target CVP 8-12 /12-16 mmHg (ventilator) b. Resusitasi cairan dengan cairan kristaloid (1000 cc) atau koloid (300-350 cc) dalam 30 menit c. Volume lebih cepat dan lebih besar mungkin diperlukan pada sepsis akibat hipoperfusi jaringan. d. Tingkat pemberian cairan harus dikurangi jika tekanan pengisian jantung meningkat tanpa perbaikan hemodinamik bersamaan. Vasopressor a. Menjaga MAP ≥ 65mmHg. b. Norepinefrin atau dopamin adalah vasopressor awal pilihan. c. Epinefrin, phenylephrine atau vasopresin tidak boleh diberikan sebagai vasopressor awal dalam syok septik. d. Vasopresin 0,03 unit / menit mungkin bisa sitambahkan pada nore epinephirn bila tidak ada kemajuan. e. Gunakan epinefrin sebagai agen alternatif pertama dalam syok septik ketika tekanan darah kurang responsif terhadap norepinefrin atau dopamin. f. Jangan gunakan dopamin dosis rendah untuk perlindungan ginjal. g. Pasang arteri line secepatnya. Terapi inotropik a. Gunakan dobutamin pada pasien dengan disfungsi miokard karena didukung oleh peningkatan tekanan pengisian jantung dan cardiac output yang rendah. b. Jangan naikkan cardiac indek diatas nila normal Steroid a. Pertimbangkan hidrokortison intravena untuk syok septik dewasa ketika masih kurang responsif terhadap hipotensi dengan resusitasi cairan dan vasopressor. b. Hidrokortison disukai untuk deksametason c. Fludrokortison (50μg oral sekali sehari) dapat dimasukkan jika alternatif untuk hidrokortison yang digunakan yang tidak memiliki signifikan mineralo kortikoid aktivitas. Fludrokortison adalah opsional jika hidrokortison digunakan



220



d.



Terapi steroid dapat disapih setelah vasopressor tidak lagi diperlukan. e. Hidrokortison, dosis harus ≤ 300mg/day. 5. Recombinant human activated protein C (Apache score >25) C. Tambahan terapi suportif pada sepsis berat 1. Pembrian Blood product a. Berikan sel darah merah ketika hemoglobin menurun hingga 105 ↓ Cat: bila terdapat salah satu kriteria di atas dalam waktu yang cukup lama saat trial menunjukkan gagal penyapihan & perlu dikembalikan ke mode bantuan nafas sebelumnya. Tidak



-



Ya Batuk adekuat untuk mengeluarkan sekret Mampu mempertahankan jalan nafas



223



Ya



Tidak Ekstubasi Kembali ke mode sebelumnya



Termasuk di antaranya: t-piece, CPAP (Continous Positif Airway Pressure) 5 cmH2O atau PS (Pressure Support) yang rendah  5-10 cmH2O berdasarkan ukuran ETT



SCORE SCAP (criteria ATS 2007) sepsis  Kriteria Minor:



        



RR ≥ 30 x/menit PaO2 / FiO2 ratio ≤ 250 Infiltrate multilobar Bingung / confusion (disorientasi) Uremia (BUN ≥ 20 mg/dl) Leukopenia (WBC count < 4000 sel/mm3) Trombositopenia (< 100.000 sel/mm3) Hipotermia (< 36 0C) Hipotensi membutuhkan resusitasi cairan yang agresif 



 



Kriteria Mayor: Ventilasi mekanik invasive



indikasi



Syok septik dengan vasopresor



Kriteria AKIN Deraja Kriteria kreatinin t 1 Peningkatan serum kreatinin ≥ 0.3 mg/dl atau peningkatan ≥ 150%200% (1.5-2x) 2 Peningkatan serum kreatinin 200%-300% (>2-3x) 3 Peningkatan serum kreatinin > 300% (> 3x) atau kreatinin serum ≥ 4 mg/dl dengan peningkatan akut



Kriteria urine output < 0.5 ml/kgBB/jam selama lebih dari 6 jam < 0.5 ml/kgBB/jam selama > 12 jam < 0.3 ml/kgBB/jam selama 24 jam atau anuria 12 jam



224



sedikitnya 0.5 mg/dl







     



Indikasi & saat mulai RRT (renal replacement therapy) Overload cairan yang tidak berespon dengan pemberian diuretika Hiperkalemia (> 0.5 mmol/L atau kadar meningkat dengan cepat) Azotemia (urea > 36 mmol/L) Asidosis berat (pH < 7.1) Oliguria (urine output < 50 ml) dalam 12 jam



Komplikasi uremia deperti perdarahan, pericarditis atau encephalopathy  Namun, dalam dekade terakhir, indikasi RRT berkembang menjadi:



 



Overdosis obat dengan toksin yang dapat didialisa atau difiltrasi



  



Gagal jantung



Pasien yang memerlukan Σ cairan banyak, nutrisi parenteral atau produk darah namun berisiko timbulnya edema paru atau ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome) Hipertermia atau hipotermia (suhu inti ≥ 39.5 0C atau ≤ 30 0C) Disnatremia berat (Na ≥ 160 mmol/L atau ≤ 115 mmol/L)



Ratio Peep & FIO2 Pada Ventilasi Mekanik PEE P



5



5



8



8



10



10



10



12



14



14



14



16



16



20 24



FiO 2



0. 3



0. 4



0. 4



0. 5



0. 5



0. 6



0. 7



0. 7



0. 7



0. 8



0. 9



0. 9



0. 9



1. 0



I:E RATIO Insp. Time % 20 20 25 20 25 33



Pause time % 0 5 0 10 5 0



I:E Ratio 1:4 1:3 1:3 1 : 2.3 1 : 2.3 1:2



225



25 33 20 33 25 20 50 33 25 50 50 33 67 50 67 67 67 80 *reduced to 13%



10 5 20 10 20 30 0 20 30 5 10 30 0 20 5 10 20 0



CHALLENGE TEST Nilai CVP:  1 cm H2O  1 mmHg  6 mmHg  10



mmHg



1 : 1.9 1 : 1.6 1 : 1.5 1 : 1.3 1 : 1.2 1:1 1:1 1.1 : 1 1.2 : 1 1.2 : 1 1.5 : 1 1.9 : 1 2:1 2.3 : 1 2.6 : 1 3.4 : 1 4:1 4:1



= = = =



0.7 mmHg 1.3 cm H2O 7.8 cm H2O 13.6 cm H2O



Bila nilai CVP: < 7.8 cm H2O loading cairan 200 cc 7.8 cm H2O – 13.6 cm H2O loading cairan 100 cc > 13.6 cm H2O loading cairan 50 cc Setelah 10 menit lihat responnya. Bila kenaikan CVP: 5 hypervolemik



226



ANTIBIOTIK 



 



Kultur daridarah, ETT, Urine Empirik th/ : ∞ Pseudomonas Mulai Cefalosporin generasi II, kecuali jika sudah diberikan Cefalosporin gol IV tetap dilanjutkan dengan Cefalosporin gol IV.







Contoh: Tienam  Imipenem Meronem  Meropenem



 



(5 hari) (max. 2 jenis antibiotik)



Setelah ada hasil kultur, Cefalosporin gol. II diganti ∞ kultur Gol. IV (Tienam, Meronem, Cefpiron) Diulang kultur setiap 5 hari VENTILASI  Permissive hipercapnia



 HEMODINAMIK 



PaCO2 35-45 dan PaO2 VT 6-8 cc/kg



Early Goal Direct Therapy (EGDT), Rivers



ROTOKOL PENGATURAN GULA DARAH Target Gula Darah: 120 -140 Mg/Dl Kadar Gula Darah Saat Masuk Icu: 120-140 mg/dl (normal)



140-200 mg/dl



Tanpa insulin GDS/100 U/jam



Insulin 1 U/jam



1 jam



1 jam



> 200 mg/dl



insulin



1 jam



227



GD ↓ > 20% Insulin



tetap ± 20%



GD ↑



U/jam



Bila dosis insulin < awal  dosis tetap



Insulin ↓ sesuai dengan 1-2 jam penurunan GDS (Misal: GD ↓ 25% insulin ↓ 25%) bila GD tidak dapat dikendalikan



Insulin ↑ 1 U tiap jam



Target: 120 – 140 mg/dl HIPOGLIKEMIA: 



Jika GD < 120 mg/dl  dosis insulin sesuai penurunan GD dan GD diperiksa ½ jam kemudian, jika GD ↑ sampai > 200 mg/dl  dosis insulin =



 



U/jam



STOP insulin bila GD < 80 mg/dl  beri glukosa 40% 25 cc  ulang GD 15 menit kemudian Untuk penderita DM, dosis insulin disesuaikan dengan kebutuhan insulin sebelumnya.



PANDUAN TATA LAKSANA ANTIBIOTIK 1.



Infeksi Intra Abdomen a. Regimen tunggal  Kombinasi β laktam / inhibitor β laktamase o Ampicillin sulbactam o Piperacillin tazobactam  Carbapenem o Imipenem / cilastin o Meropenem  Cefalosporin o Cefotetan o Cefixitin b. Regimen kombinasi



228







2.



Regimen berbasis aminoglikosid o Gentamisin // amikacin plus antianaerob (clindamycin / metronidazole)  Regimen berbasis cefalosporin o Cefuroxime + metronidazole o Ceftriaxone / cefotaxime / cefepime + metronidazole  Regimen berbasis quinolon  Ciprofloxacin + metronidazole c. Atau kombinasi  Amikacin (1x20 mg/kg) atau gentamicin (1x7 mg/kg) dan Metronidazole (1x1500 mg)  Ciprofloxacin (3x400 mg) atau levofloxacin (1x750 mg) dan Metronidazole (1x1500 mg) Terapi empirik awal untuk hap / vap pada pasien yang tidak diketahui faktor risiko mdr, early onset & berat / ringannya penyakit Strep. Pneumonia, MSSA, E.coli



Ceftriaxone atau Levofloxacin / ciprofloxacin



K. Pneumonia, Enterobacter Sp. Atau Ampicillin sulbactam atau



3.



Terapi empirik awal untuk hap, vap, hcap pada pasien late onset / risiko mdr Patogen di atas dan MDR patogen Cefalosporin  Ps. Aeruginosa - Ceftazidime 3x2 gr  K, pneumonia ESBE (+) - Cefeprime 2-3x1-2 gr  Acinetobacter Sp. atau MRSA Karbapenem Legionella pneuphilia - Imipenem 4x500 mg/3x1 g Meropenem 3x1 gr atau β laktamase inhibitor Pi per aci lli n taz ob act am 4x 4-



229



5 gr plus Antipseudomonas fluoroquinolon -



-



Ci pr ofl ox aci n 3x 40 0 mg Le vo flo xa cin 1x 75 0 mg



atau Aminoglikosid -



-



A mi ka sin 20 mg /kg B B/ har i Ge nta mi cin 7 mg /kg B B/



230



-



-



har i Pl us Va nc om yci n 2x 15 mg /kg B B Li ne zol id 2x 60 0 mg



Atau 1. Ceftazidime 3x2 gr plus ciprofloxacin 3x400 mg 2. Cefepime 2-3x1-2 gr Atau Meropenem 3x1 gr plus Levofloxacin 1x750 mg Atau Imipenem 4x500 mg



TROMBO PROFILAKSIS Faktor-faktor risiko tromboemboli:  Pembedahan Pembedahan mayor: abdomen, ginekologi, urologi, orthopedi, bedah saraf, operasi kanker.  Trauma Multiple trauma, injury spinal chord, fr. Tulang belakang, trauma pangkal paha dan pelvis.  Keganasan Beberapa keganasan, metastase/lokal (risiko meningkat selama kemoterapi dan radioterapi)



231



















Penyakit akut Stroke, infark miokard, gagal jantung, sindroma kelemahan neuromuscular seperti SGB dan miastenia gravis Faktor spesifik pasien Riwayat tromboemboli, obesitas, umur > 40 tahun, keadaan hiperkoagulasi (terapi estrogen) Faktor yang berhubungan dengan ICU Penggunaan ventilasi mekanik berkepanjangan Paralise neuromuscular (karena obat) CVC, severe sepsis Trombositopenia (penggunaan heparin) Trombo Profilaksis Trauma mayor: Enoxaparin 2x30 mg sc / kompresi kaki Injury spinal chord: Enoxaparin 2x30 mg sc + kompresi kaki Operasi intrakranial: kompresi kaki Operasi ginekologi: o Jinak: unfractionated heparin 2x5000 IU sc o Ganas: unfractionated heparin 3x5000 IU sc atau enoxaparin 2x30 mg sc Operasi urologi:  Tertutup: mobilisasi dini  Terbuka: unfractionated heparin 2x5000 IU sc Penderita risiko tinggi: unfractionated heparin 2x5000 IU sc / enoxaparin 1x40 mg sc



Tromboterapi terutama pada kasus emboli  Cara penyediaan: heparin 20.000 IU (4 cc) dalam 500 ml larutan  Cara pemberian:







Dosis awal 80 IU/kgBB  dosis kontinyu 18 IU/kgBB (BB aktual)/jam  cek PTT 6 jam  atur dosis sebagai berikut (tabel di bawah)  cek PTT 6 jam setelah pengaturan dosis  monitor tiap hari (range PTT 45-70)



PTT



PTT Ratio



Dosis bolus



Infus kontinyu



3



-



Stop infus selama 1 jam kemudian ↓ 3 IU/kgBB/jam



232



(Marino PL 82, 86, 97



Obat-Obat Suportif Di ICU Dobutamine







-



Drug of choice untuk mengatasi severe systolic heart failure.



-



Merupakan effective short acting agent untuk mengatasi post operative low cardiac output syndrome.



-



Menstimulir beta receptors.



Beta 1 :







receptors tanpa pengaruhi alpha



meningkatkan kontraktilitas myocard dan heart rate.



Beta 2 :



-



menyebabkan vasodilatasi arteriole dan venulae serta dilatasi bronchus  SVR ( systemic BP ) turun, PVR turun dan bronchodilatasi.



-



Merupakan good first choice untuk mengatasi mild to moderate low cardiac output pada dewasa, karena meningkatkan cardiac output tanpa meningkatkan oxygen consumption, sehingga dapat membantu aliran darah ke myocardium.



-



Indikasi



-



Dosis



-



Nama dagang Levophed dan Vascon.



: CO  BP  SVR



Kontra indikasi : heart failure karena diastolic dysfunction, dan hypertrophic cardiomyopathy. : 2 – 20  g/kg/min.



Nor Epinephrine Menstimulir beta 1 dan alpha receptors. Beta 1 :



233



-



meningkatkan kontraktilitas myocardium dan heart rate.



-



Alpha



-



Indikasi : CO 



-



Dosis kecil : < 0,02  g/kg/min.



-



Cardiac index dan heart rate meningkat, tetapi systemic resistance sering menurun. Pada dosis kecil terjadi shunted away from the kidneys and Mesentery.



-



Dosis besar : menstimulir beta 1 dan alpha receptors.



-



Alpha : menyebabkan vasokonstriksi arteriole dan venulae  SVR ( systemic BP ) meningkat dan PVR (pulmonary artery pressure ) meningkat.



-



Indikasi : CO 



-



Bekerja dengan cara memperlambat SA node dan menghambat AV node.



-



Merupakan slight inotropic effect and peripheral vasodilator.



-



Sering digunakan untuk mengatasi congestive heart failure dan atrial arrhythmias (atrial fibrillation / atrial flutter )



:



vasokonstriksi arteriole dan venulae SVR (systemic BP) meningkat, PVR ( pulmonary artery pressure ) meningkat, peningkatan coronary blood flow ( karena coronary vascular beds mempunyai sedikit alpha receptor dan unopposed effect on coronary beta2 receptors ). BP  SVR 



Dosis : 0,01 – 0,20  g/kg/min. Start : 0,05  g/kg/min.



Epinephrine Menstimulir beta 1 di jantung dan beta 2 pada otot polos pembuluh darah Skeletal muscles ( vasodilatasi ).



Beta 1 : meningkatkan kontraktilitas myocardium, heart rate, cardiac index dan Myocardial oxygen consumption.



Dosis



BP  SVR 



: 0,01 – 0,20  g/kg/min.



Mengatasi bronchospasme pada dewasa = 0,25 – 0,50 mcg/min.



Digitalis



234



-



Banyak digunakan pada infant, sebagai early threating low output state. Berinteraksi dengan : amiodaron, verapamil, quinidine, calcium chloride, diuretic, ibuprofen dan succinylcholine.



-



Dosis : 0,5 mg; kemudian 0,25 mg i.v setiap 4 – 6 jam.



EDEMA PARU Definisi :



-



Edema paru merupakan akulmulasi cairan pada di ruang udara dan parenkhim paru.



-



Akibat :  Perukaran gas terganggu  Kegagalan pernafasan



-



Sebab :  



Kegagalan pompa ventrikel kiri jantung , kelaininan katup mitral, aorta (kardiogenik) Cedera pada paru dan parenhkin paru atau pembuluh darah paru atau overhidrasi . (non kardiogenik)



-



Prinsip pengobatan :  Meningkatkan fungsi pernafasan  Mengobati penyebab yang mendasari  Menghindari kerusakan lebih lanjut ke paru-paru.



-



Komplikasi :  Gagal nafas  Iskemia cardiac akibat hipoksia  Kematian  Edema paru, terutama dalam pengaturan akut, dapat menyebabkan kegagalan pernapasan , serangan jantung akibat hipoksia dan kematian.



-



Gejala :   



-



Kesulitan bernafas, kadang disertai batuk darah (dahak berbusa) Keringat berlebihan, cemas, pucat, sesak ortopneu dan tambah berat malam hari Perhatikan tanda-tanda umum gagal jantung ventrikel kiri (edema kaki, JVP meningkat, hepatomegali, suara akhir nafas /crackles, bunyi jantung ketiga.



X foto thorax



235



o



Cairan dinding alveolar, (karley B baris), butterfly patern, corakan vasculer meningkat, effusi pleura



-



Echokardiografi, EKG



(X-Ray menunjukkan edema paru)



o o



o



o



o o o



Laboratorium Darah lengkap BGA : awal penurunan PaO2 dan PaCO2 kemudian peningkatan PaCO2. (PaO2 < 50 dan PaCO2 > 50 mmHG  indikasi ventilasi mekanik) Proteinuria Terapi Oksigenasi dengan masker, bila sudah ada indikasi ventilasi mekanik, intubasi.



-



Bisa dengan Non Invasive ventilasi dan invasive



-



Tujuan mengurang penekanan pada jantung dan paru sehingga tidak terjadi dorongan perpindahan cairan (tekanan hidrostatik yang besar).



PEEP tinggi Terapi sesuai dengan penyebab Posisi setengah duduk 30 ⁰ Menurunkan Preload.



-



o o o o



o o



Misalnya dengan :  Nitrogliesrin 0,4 mg /jam  Diuretika : furosemide 40-100 mg iv bolus (dilatasi vena dan diuresis)  Plebotomi atau plasma paresis Morfin : 2-5 mg IV bolus atau 2 mg/jam syringe pump. Aminophylin untuk mengurangi bronkospasme dan meningkatkan aliran darah ginjal. Digoxin 0,25 mg bila ada atrial fibrilasi Menurunkan afterload sehingga cardiac output meningkat : nitroprusside (Nitropress), enalapril (Vasotec) dan captopril (Capoten). Bila faktor non kardiogenik, pertimbangkan pemberian NSAID. Obat tekanan darah. Jika Anda memiliki tekanan darah tinggi ketika Anda mengembangkan edema paru, Anda akan diberi obat untuk mengontrolnya. Di sisi lain, jika tekanan darah Anda terlalu rendah, Anda mungkin akan diberikan obat untuk meningkatkannya.



236



ACUTE RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME (Manual of Intensive Care Medicine, 4th Edition) Definisi : merupakan stndroma gagal nafas akut dalam 24-48 jam pertama, yang disebabkan karena kerusakan paru atau inflamasi ditandai dengan peningkatan permeabilitas kapiler paru, edema paru, hipoksemia refraktori karena shunt kanan ke kiri.



-



ARDS ditandai :



 



Akut onset, Bilateral infiltrat pada rontgen dada



 



Pa O 2 : Fi O 2 , Jika pemicu tidak sensitif  ↑ WOB



244



KEJADIAN IKUTAN PASCA OPERASI



-



Stres pasien, terjadi peningkatan hormon kortisol dan penurunan insulin, peningkatan glukagon sehingga akan terjadi peningkatan gula darah. (pertahankan GDS < 150 g/dl, van den berg 110)



-



Sekresi Antidiuretik hormone meningkat sehingga akan terjadi produksi urine yang menurun



-



Resistensi insulin atau penurunan produksi



-



Hormon katekolamin meningkat



Stres ulcer dan peningkatan asam lambung, sehingga profilaksis perdarahan gastro intestinal diperlukan  bisa diberikan ranitidine, omeperazole, antasid, sukralfat.



PENGELOLAAN NUTRISI DI ICU (by. dr Ery leksana, SpAn.KIC) Nutrisi Parenteral - Adalah nutrisi yang diberikan secara intravena. - Diberikan melalui vena:  Vena sentral > osmolalitas 900 mOsm/Kg H2O  Vena perifer  Osmolalitas < 700 mOsm/kg H2O, maksimal 900 mOsm/Kg H2O.  Ada 2 kategori pemberian nutrisi parenteral: Total atau Parsial Indikasi - Gastrointestinal tract tidak berfungsi - Gastrointestinal tract tidak mungkin untuk dipergunakan - Intestinal rest diperlukan Kontraindikasi - Absorbsi baik dan dapat menerima makanan dengan adekuat baik peroral, gastric tube maupun enteral tube - Hemodinamik tidak stabil - Pasca bedah dalam ebb phase - Gagal nafas - Terminal stage, brain death karena alasan biaya Pra Bedah - Puasa : penurunan kalori dan protein - Kalori dalam tubuh:1600 k.cal ~ 400 gr KH



245



- Kehilangan selama puasa:  Air 60 ml  Na+ 1,8 mEq  K+ 2,4 mEq  Protein 6,4 gr  KH 2,6 gr  Lemak 5,6 gr Intra Bedah - Diberikan cairan perinfus:  Cairan pengganti puasa 2 ml/kg/jam  Cairan pemeliharaan 2 ml/kg/jam  Stres operasi: Dewasa Anak  Operasi kecil 4 ml/kg/jam 2 ml/kg/jam  Operasi sedang 6 ml/kg/jam 4 ml/kg/jam  Operasi besar 8 ml/kg/jam 6 ml/kg/jam - Perdarahan:  Transfusi dilakukan:



-



Dewasa dan anak perdarahan > 15 % EBV Bayi perdarahan > 10 % EBV Bila diganti koloid sama dengan jumlah perdarahan Kristaloid 3 x jumlah perdarahan



Pasca Bedah - Bila gizi awal normal nutrisi dapat diberikan mulai hari ke 3. - Pada gizi buruk, DM, gagal ginjal, gagal hati diberikan setelah 24 jam. - Tidak boleh diberikan sebelum 24 jam, karena masih dalam ebb phase, dimana terjadi peningkatan stres hormon, resisten terhadap insulin dan kadar gula meningkat. Penatalaksanaan - Larutan Dextrose ( 1 – 5 hari ):  Hari I : RD 5% 1000 ml + D 5% 1500 ml (500 k.cal).  Tingkatkan Dextrose secara bertahap dan periksa gula darah.  Hari II-III : RD 5% 1000 ml + D 10% 1500 ml (800 k.cal)  Hari IV : RD 5% 1000 ml + D 20% 1000 ml (1000k.cal)  Dextrose 20% dapat diganti: fructose-glucose-xylitol. - Larutan Dextrose dan asam amino (melalui vena perifer).  Hari I : RD 5% 1000 ml + D 5% 1500 ml (500 k.cal)  Hari II-III : D 10% 1500 ml + KH 1000 ml + AA 2,5% (900 k.cal + 25 g AA)



246



Hari IV : D 20% 1000 ml + KH 1000 ml + AA 2,5% (1100 k.cal + 25 g AA) - Larutan Dextrose dan asam amino (melalui vena sentral)  Hari I : RD 5% 1000 ml + D 5% 1500 ml (500 k.cal)  Hari II-III : D 10% 1500 ml + KH 10% 1000 ml + AA 2,5% (1000 k.cal + 50 g AA)  Hari IV : D 20% 1000 ml + KH 10% 1000 ml + AA 2,5% (1200 k.cal + 50 g AA) - Kebutuhan zat nutrisi makro.  Cairan 30 – 35 ml/kg/hari  Kenaikan suhu 1 º C ditambah 12% dari total cairan.  Diperlukan modifikasi pada kelainan jantung, ginjal dan hati.  Protein/nitrogen 1 – 2 g/kg/hari  Kalori 30 – 35 k.cal/kg/hari  Glukosa 30-70% dari total kalori dan lemak 15-30%  Lemak 1 – 2 g/kg/hari - Kebutuhan zat nutrisi mikro.  Berupa vitamin, elektrolit, mineral dan trace element.  Na + 1,5 m.mol  K+ 6 m.mol/g nitrogen  Mg ++ 1 m.mol/g nitrogen  Ca ++ 0,11 m.mol  PO4 20,50 – 0,75 m.mol - Monitor pasien dengan nutrisi parenteral Metabolik Menilai:  Glukosa Berat-badan  Keseimbangan cairan dan elektrolit Nitrogen balance  Fungsi ginjal dan hati Plasma protein  Tryglyceride dan cholesterol Creatinine/height index - Komplikasi nutrisi parenteral  Metabolik:  Hiperglikemia atau hipoglikemia  Gangguan keseimbangan elektrolit  Prerenal azotemia  Keseimbangan asam-basa abnormal  Refeeding syndrome-measure P, Mg, K, and glucose  Gastrointestinal:  Gangguan fungsi hati  Komplikasi dapat dikurangi dengan cara memberikan makanan dalam jumlah kecil lewat enteral, bila memungkinkan.  Over feeding: 



247



Pemberian lebih dari 35 k.cal akan berakibat: hepatic steatosis, hyperglycemia,  prerenal azotemia, hypertriglyceridemia, increased CO2 production,respiratory distress syndrome Parenteral nutrition lebih menguntungkan pada critically ill patients,karena:  Memperbaiki metabolik  Memperbaiki elektrolit  Memperbaiki manajemen mikro nutrient  Manipulasi asam-basa dengan baik  Kemampuan mensuplai obat (insulin,heparin)  Menjamin suplai nutrient  Penggunaan parenteral nutrition dapat menyebabkan: Mucosal atrophy of the Bowel Bacterial translocation Volume restricted patients, nutrition support hanya 1L larutan 







- Dasar perhitungan  Body Mass Index  BMI = Berat Badan (kg)/Tinggi Badan (m2) Normal = 20 – 25 kg/m2  Berat badan Ideal  Dipertimbangkan sesuai BMI: 20 – 25 kg/m2 BB normal: TB – 100 BB Ideal: BB Normal ± 10 % - Cara cepat untuk menentukan kebutuhan energi:  Kebutuhan energi sekitar 25 – 30 kcal/kg  ( Rule of Thumb ),belum termasuk injury factor  Pada truma dan sepsis yang mengalami katabolisme, kebutuhan kalori:25 k.cal/kg/day  Nutrisi parenteral parsial, dapat diberikan 24 jam setelah krisis atau kegawatan teratasi  Pada Ebb phase hanya diberikan cairan elektrolit dan kalori - Pasien dengan Ventilator  Diberikan nutrisi parenteral  Nutrisi parenteral diberikan setelah melewati Ebb phase  Kebutuhan cairan : (35+IWL) ml/kg/24jam = (35+15) ml/kg/ 24jam  Rata-rata 2500 kkal/kg/24jam  Kebutuhan kalori : 20-25 kkal/kg/24jam



248











Pasien tanpa ventilator diberikan 25-30kkal/kg/24jam, tidak boleh lebih besar dari 35 kkal/kg/24jam agar tidak terjadi overfeeding. Hari ke-0 pasca operasi hanya diberikan cairan elektrolit dan kalori,berupa: RD5% 1000ml + D5% 1500ml (500 kkal)



- Formula makronutrien nutrisi parenteral  Ada 2 golongan:  Katabolik : trauma dan stress ( operasi, anestesi, infeksi, sepsis, luka bakar)  Spesifik Normal Katabolik Spesifik







Karbohidrat 55%



60%



45%



 



Lemak



25%



30%



25%



Protein



15%



25%



20%



-



Cairan: o o



Semua cairan yang masuk (injeksi IV) diperhitungkan Kekurangan cairan diberikan sterilized water



Kasus nutrisi abdomen akutum Seorang laki-laki umur 50 th, BB=60 kg,pasca laparotomi karena peritonitis. Bagaimana terapi nutrisi pada hari pertama ,kedua ,keempat pasca operasi? Jawab: o Hari I: RD5% 1000ml+D5% 1500ml(500k.cal) ( 50 g =200 k.cal) + (75g =300 k.cal) Melalui NGT diberikan D5% : 50ml/4 jam o Berarti dalam 24 jam : 300 ml( 5 g x 3 = 15 g = 60 k.cal) Tutofusin ops (200k.cal /L) Sisa kalori diberikan Triofusin 12,5% : o (300 – 60 = 240 k.cal = 60 g) Triofusin12,5 % : 60g/12,5 % = 480ml Kekurangan cairan: 2500 – (300 + 1000 + 480 ) = 720 ml Jadi hari I diberikan :



249



-



Tutofusin ops 1000 ml+ Triofusin 480 ml + D5% 300 ml ( NGT ) Kekurangan cairan diperhitungkan obat IV yang masuk dan bila masih kurangdiberikan pula sterilized water



o Hari II : D10% 1500ml + KH 1000ml + AA 2,5% ( 900 k.cal + 25 g AA ) (150g=600k.cal)+(300k.cal=75g)+ AA 2,5% NGT: D5% 50 ml/4jam= 300 ml(15g=60 k.cal) Triofusin 12,5%:( 600-60=540k.cal=135g) 135g/12,5%=1080 ml Kalbamin 10% : 2,5%/10%x 1000 ml= 250 ml Jadi hari ke II diberikan : Triofusin 1080 ml + Kalbamin 250 ml + D5% 300 ( NGT ) Kekurangan cairan 870 ml,diperhitungkan obat yang masuk IV,bila masih kurang diberikan strerilized water. o Hari ke IV ( termasuk katabolik ) Karbohidrat 45% Lemak 30% Protein 25% Kebutuhan cairan : (35+15)x60=3000 ml Kebutuhan kalori : 30x 60= 1800 k.cal o NGT:D5% 50 ml/4 jam=300 ml (15g=60 k.cal)/24 jam Karbohidrat: 45% x 1800 k.cal= 810 k.cal o NGT (60 k.cal) KH=810-60=750 k.cal=187,5g o triofusin 12,5%:187,5/12,5%=1500 ml Lemak: 30% x 1800 k.cal = 540 k.cal=60 g o Ivelip 20%:60g/20%=300 ml Protein: 25% X 1800 k.cal =450 k.cal=112,5g o Kalbamin 20%:112,5g/20%=562,5 ml Jadi hari ke IV diberikan : Triofusin 1500 ml+Ivelip 300 ml+ Kalbamin 562,5 ml+ D5% 300 ml ( NGT ) Kekurangan cairan diperhitungkan cairan obat yang masuk lewat IV dan Sterilized Water



HEMOSTASIS DAN KOAGULASI DARAH



250



Pemahaman hemostasis dan koagulasi berbeda, hemostasis menandakan bagaimana perdarahan berhenti, tetapi koagulasi adalah bagaimana pembentukan fibrin terjadi. Pada perlukaan pembuluh darah besar mungkin hemostasis terganggu tetapi proses koagulasi mungkin normal, tetapi sebaliknya proses koagulasi terganggu, tetapi hemostasis normal manakala ligasi perdarahan bagus. Kerusakan jaringan akan mengaktivasi endothelial di dalam pembuluh darah untuk menjaga hemostasis (menghentikan perdarahan), bila terjadi kerusakan endhotel, maka yang terjadi akan mengaktivasi sistem bekuan fibrin, sehingga dalam proses menjaga hemostasis adalah dengan : hemostasis primer, koagulasi dan fibrinolisis a. Hemostasis primer Pada tahap awal perlukaan akan timbul vasokonstriksi sebagai kompensasi sakit dengan konstraksi otot polos, proses ini akan didikuti dengan perlekatan platelet/trombosit pada subendhotel (dipengaruhi faktor VIII: vWF) proses ini akan diikuti pelepasan ADP, tromboksan A2 dan serotonin oleh trombosit, hal ini juga memperkuat vasokonstriksi. Proses berlanjut dengan agregrasi trombosit (perlekatan) dan adhesi. Proses ini dapat dihambat oleh aspirin/antiplatelet.



b. Mekanisme Koagulasi Hemosteasi primer berlangsung singkat dan akan berlanjut dengan proses koagulasi (pembekuan darah), hal ini diaktivasi dengan pembentukan fibrin sebagai hasil akhir, untuk memperkuat agreasi trombosit. Dalam garis besarnya urutan proses pembekuan darah adalah 1. aktivasi tromboplastin. 2. pembentukan trombin dari protrombin. 3. pembentukan fibrin dari fibrinogen. Tromboplastin merupakan plasma protein yang berfungsi untuk memulai koagulasi yang ada di intrasel. Perubahan protombin menjadi trombin diaktivasi oleh protombin aktivator, sedangkan trombin sendiri bekerja untuk mengubah fibrinogen menjadi fibrin dengan menjaring platelet, sel darah dan plasma untuk membentuk bekuan darah. Setelah hemostasis teratasi dan pembentukan jaringan dan jaringan lukanya telah kuat, fibrin yang terbentuk akan berinteraksi dengan plasminogen utnuk mengawali proses fibrinolitik pada bekuan darah. Hasil pemecahan fibrin ini yang berbahaya bila banyak beredar didalam darah bisa menyebabkan terjadinya trombus. Proses koagulasi dapat terjadi secara instrinsik (didalam darah) dan ekstrinsik (diluar darah). Tujuan sistem koagulasi adalah menghasilkan trombin yang akan mengubah fibrinogen menjadi fibrin yang tidak laru dan memperkuat agreasi trombosit. Fibrin adalah produk akhir koagulasi yang dapat dilihat dan merupakan suatu protein gelatinosa. Fibrin, pada dasarnya, bekerja sebagai bahan semen untuk menstabilkan sumbat trombosit primer. Pembentukan trombin dapat melalui jalur koagulasi intrinsik atau jalur koagulasi ekstrinsik Jalur koagulasi intrinsik Jalur intrinsik membutuhkan faktor pembekuan VIII, IX, X, XI, dan XII. Juga memerlukan protein prekalikrei (PK), high- molecular-weight kininogen (HMWK), ion



251



kalsium dan fospolipid yang disekresi dari trombosit. Semua jalur itu pada pokoknya untuk mengubah faktor X (inaktif) menjadi Xa (aktif). Awal terjadinya jalur intrinsik apabila PK, HMWK, faktor XI dan faktor XII terpajan ke endotel vaskuler yang rusak, jaringan atau permukaan asing. Aktifasi dari faktor Xa membutuhkan ikatan komplek Ca 2+ , faktor VIIIa, IXa, dan X dipermukaan trombosit yang teraktifasi. Salah satu respon dari trombosit teraktifasi adalah dengan adanya phosphatidylserine (PS) dan phosphatidylinositol (PI) pada permukaannya. Pengeluaran phospholipid–phospholipid ini memungkinkan terbentuknya ikatan komplek yang dapat dipertahankan. Jalur koagulasi ekstrinsik Jalur koagulasi ekstrinsik diawali adanya trauma jaringan yang akan melepaskan faktor jaringan (faktor III). Faktor jaringan (tromboplastin jaringan) adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan aktivitas berbagai lipoprotein pembentuk bekuan yang terdapat di semua jaringan. Faktor jaringan bekerja pada faktor VII , mengubahnya menjadi VIIa , yang secara langsung mempengaruhi faktor X. Sistem ekstrinsik tampaknya menjadi jalur alternatif untuk tujuan umum berupa pengaktifan faktor X, tetapi secara klinis, jalur intrinsik dan ekstrinsik bukan pengganti satu sama lain. Jalur bersama. Baik jalur intrinsik maupun ekstrinsik akan bertemu untuk membentuk jalur bersama, yang akhirnya mengaktifkan protein plasma protrombin ( II ) menjadi bentuk aktifnya, trombin ( IIa ). Pengaktifan faktor X memicu fase akhir koagulasi dan dapat diaktifkan oleh jalur intrinsik dan ekstrinsik. Reaksi faktor Xa dengan protrombin memerlukan ion kalsium dan fosfolipid serta sangat diperkuat oleh protein plasma yang lain yaitu faktor V. 49,50. Penderita dengan aPTT memenjang dan PT normal dianggap mempunyai gangguan pada koagulasi jalur intrinsik. Semua komponen yang digunakan untuk tes aPTT kecuali kaolin merupakan faktor intrinsik dalam plasma ( Ca 2+, fospolipid ). Sedangkan penderita dengan PT yang memanjang dan aPTT normal mempunyai gangguan pada koagulasi jalur ekstrinsik. Pemanjangan keduanya, aPTT dan PT diperkirakan kelainannya terletak pada koagulasi jalur bersama.



252



HK = high molecular weight kininogen. PK = prekallikrein. PL = phospholipid.Gambar 4. The clotting cascades Keadaan ini akan dilawan oleh aspilet (aspirin) yang menghambat proses pelepasan platelet.



c. Pembentukan Bekuan Dasar pembekuan darah adalah dengan aktivasi fibrinogen menjadi fibrin oleh trombin d. Koagulasi Proses terjadinya pembentukan fibrin. e. Fibrinolisis Fibrinolysis adalah suatu proses degaradasi bekuan bekuan fibrin yang terjadi secara ensimatis. Yang berperan pada fibrinolysis ini adalah system : perubahan plasminogen menjadi plasmin. berfungsi untuk : 1. Membatasi pembentukan fibrin didaerah luka. 2. Menghancurkan fibrin di dalam sumbat trombosit. Plasminogen berupa suatu glikoprotein dan suatu proensim yang dalam keadaan normal berada dalam bentuk inaktif. Adanya berbagai macam rangsangan, antara lain: trauma, akan menyebabkan terjadi pelepasan plasminogen activator dari sel endothel pembekuan darah, atau jaringan tubuh. Plasminogen activator ini akan mengaktifkan plasminogen menjadi plasmin. Plasmin yang terbentuk ini akan memecah fibrin menjadi bahan bahan yang soluble, sehingga sumbat trombosit akan hancur. Peristiwa ini merupakan hal yang fisiologis. Kelebihan plasmin akan diinaktivasi kembali oleh alpha2 anti plasmin. Pada keadaan dimana terjadi peningkatan plasminogen activator atau defisiensi alpha2 anti plasmin akan timbul perdarahan karena plasmin yang ada selain menghancurkan



253



fibrin juga akan menghancurkan bahan bahan lain seperti : fiobrinogen, F. V, dan F. VIII, sehingga terjadi proses fibrinolysis yang patologis. Catatan : faktor – faktor pembentukan darah : Faktor I : Fibrinogen Faktor II : Protrombin Faktor III : Tissue Tromboplastin Faktor IV : Calcium Faktor V : Proaccelerin = Labile Faktor Faktor VII : Proconvertin = Stabile Faktor Faktor VIII : Anti Hemophilic Faktor (Hemophili A) Faktor IX : Christmas Faktor (Hemophili B) Faktor X : Stuart Faktor Faktor XI : Plasma Thomboplastin Antecedent (PTA) Faktor XII : Contac Faktor = Hageman Faktor Faktor XIII : Fibrin Stabilizing Faktor Faktor VI : ternyata merupakan bentuk inaktif dari faktor V, sehingga dikeluarkan dari deretan faktor pembekuan darah.



SINDROMA TUR (by Satrio Adi W, Ery leksana) Pembedahan prostat transuretral trans uretral resection prostat (TURP)  Hipertropi Prostat Benigna (BPH). Dalam TURP dilakukan reseksi jaringan prostat dengan menggunakan kauter dan irigasi untuk mengeluarkan sisa-sisa jaringan dan untuk menjaga visualisasi yang bisa terhalang karena perdarahan. Karena seringnya tindakan ini dilakuan maka komplikasi tindakan serta pencegahan komplikasi makin banyak diketahui, misalnya ; intoksikasi air dan hiponatremi dilusional yang disebut Sindroma TUR  kematian. Definisi Sindroma TUR adalah suatu keadaan klinik yang ditandai dengan kumpulan gejala akibat gangguan neurologik, kardiovaskuler, dan elektrolit yang disebabkan oleh diserapnya cairan irigasi melalui vena-vena prostat atau cabangnya pada kapsul prostat yang terjadi selama operasi.



254



Faktor resiko Diperkirakan 2% dari pasien yang dilakukan TURP mengalami Sindrom TUR dari berbagai tingkat. Sindrom TUR meningkat bila: a. Prostat yang ukurannya lebih dari 45 gr b. Operasi yang berlangsung lebih dari 90 menit c. Pasien yang mengalami hiponatremi relatif d. Cairan irigasi 30 liter atau lebih Karena itu TURP hanya boleh dilakukan kalau ahli bedah yakin bahwa operasi pasti dapat diselesaikan tidak lebih dari 90 menit. Tetapi menurut penelitian ternyata Sindroma TUR dapat terjadi pada operasi yang berlangsung 30 menit. Sebaliknya risiko Sindrom TUR akan menurun bila: a. Dipakai cairan irigasi yang tidak menimbulkan hemolisis (isotonik) b. Tekanan cairan irigasi yang masuk (in flow) dijaga serendah mungkin Gejala-Gejala Sindroma TUR Sindrom TUR dapat terjadi kapanpun dalam fase perioperatif dan dapat terjadi beberapa menit setelah pembedahan berlangsung sampai beberapa jam setelah selesai pembedahan. Penderita dengan anestesi regional menunjukkan keluhan-keluhan sebagai berikut(3,4):  Pusing



       



Sakit kepala Mual Rasa tertekan di dada dan tenggorokan Napas pendek Gelisah Bingung Nyeri perut



Tekanan sistolik dan diastolik meningkat, nadi menurun. Bila penderita tidak segera di terapi maka penderita menjadi sianotik, hipotensif dan dapat terjadi cardiac arrest. Beberapa pasien dapat menunjukkan gejala neurologis. Mula-mula mengalami letargi dan kemudian tidak sadar, pupil mengalami dilatasi. Dapat terjadi kejang tonik klonik dan dapat berakhir dengan koma. Bila pasien mengalami anestesi umum, maka diagnosa dari sindrom TURP menjadi sulit dan sering terlambat. Salah satu tanda adalah kenaikan dan penurunan tekanan darah yang tidak dapat diterangkan sebabnya. Perubahan ECG dapat berupa irama nodal, perubahan segmen ST, munculnya gelombang U, dan komplek QRS yang melebar. Pada pasien yang mengalami sindrom TURP, pulihnya kembali kesadaran karena anestesi dan efekt muscle relaxant dapat terlambat. Patogenesis Sejumlah besar cairan dapat diserap selama operasi terutama bila sinus vena terbuka secara dini atau bila operasi berlangsung lama. Rata-rata diperkirakan terjadi



255



penyerapan 20cc cairan permenit atau kira-kira 1000-1200cc pada 1 jam pertama operasi, sepertiga bagian di antaranya diserap langsung ke dalam sistem vena. Dan hal ini akan menimbulkan hiponatremia dilusional.



Gambar Proses TURP Faktor utama yang menyebabkan timbulnya sindroma TUR adalah circulatory overload, keracunan air, dan hiponatremia. Circulatory overload Penyerapan cairan irigasi praktis terjadi pada semua operasi TURP dan hal ini terjadi melalui jaringan vena pada prostat. Menurut penelitian, dalam 1 jam pertama dari operasi terjadi penyerapan sekitar 1 liter (20 ml/menit) cairan irigasi yang setara dengan penurunan akut kadar Na sebesar 5-8 mmol/liter. Circulatory overload, volume darah meningkat, tekanan darah sistolik dan diastolik menurun dan dapat terjadi payah jantung. Cairan yang diserap akan menyebabkan pengenceran kadar protein serum, menurunnya tekanan osmotik darah. Pada saat yang sama, terjadi peningkatan tekanan darah dan cairan di dorong dari pembuluh darah ke dalam jaringan interstitial dan menyebabkan udema paru dan cerebri. Setiap 100 cc cairan yang masuk ke dalam cairan interstitial akan membawa 10-15 ml eq Na. Faktor penting yang berhubungan dengan kecepatan penyerapan cairan adalah tekanan hidrostatik dalam jaringan prostat. Tekanan ini berhubungan dengan tingginya tekanan cairan irigasi dan tekanan dalam kandung kencing selama pembedahan. Tinggi dari cairan irigasi adalah 60 cm yang dapat memberikan kecepatan 300 cc cairan permenit dengan visualisasi yang baik. Keracunan air Beberapa pasien dengan sindrom TUR menunjukkan gejala dari keracunan air karena meningkatnya kadar air dalam otak. Penderita menjadi somnolen, inkoheren dan gelisah. Dapat terjadi kejang-kejang dan koma, dan posisi desereberate. Dapat terjadi klonus dan refleks babinsky yang postif. Terjadi papil udem dan midriasis. Gejala keracunan air terjadi bila kadar Na 15-20 meq/liter di bawah kadar norma.



256



Hiponatremia Na sangat penting untuk fungsi sel jantung dan otak. Beberapa mekanisme terjadinya hiponatremia pada pasien TUR adalah: a. Pengenceran Na karena penyerapan cairan irigasi yang besar. b. Kehilangan Na dari daerah reseksi prostat ke dalam cairan irigasi. c. Kehilangan Na ke dalam kantong-kantong cairan irigasi di daerah periprostat dan rongga peritoneal. Gejala hiponatremia adalah gelisah, bingung, inkoheren, koma, dan kejang-kejang. Bila kadar Na di bawah 120 meq/liter, terjadi hipotensi dan penurunan kontraktilitas otot jantung. BIla kadar Na di bawah 115 meq/liter, terjadi bradikardi dan kompleks QRS yang melebar, gelombang ektopik ventrikuler dan gelombang T yang terbalik. Di bawah 100 meq/liter terjadi kejang-kejang, koma, gagal napas, takikardi ventrikel, fibrilasi ventrikel, dan cardiac arrest. Koagulopati Pada Sindroma TUR dapat terjadi Disseminated Intravasculer Coagulation (DIC) yang terjadi akibat lepasnya partikel prostat yang mengandung tromboplastin dalam jumlah besar ke dalam peredaran darah dan menyebabkan fibrinolisis sekunder. DIC ini dapat diketahui dari turunnya kadar trombosit dan meningkatnya Fibrin Degradation Product (FDP) serta kadar fibrinogen yang rendah. Bakteriemia dan Sepsis Pada 30% penderita yang dilakukan TURP sudah terjadi infeksi sebelum operasi. Bila sinus vena prostat terbuka sebelum operasi dan dilakukan irigasi dengan tekanan tinggi maka kuman bisa masuk ke dalam peredaran darah dan terjadi bakteremia. Pada 6% pasien bakteremia ini menyebabkan sepsis.



Hipotermi Hipotermi sering terjadi pada pasien yang mengalami TURP. Irigasi kandung kencing merupakan penyebab penting kehilangannya panas tubuh dan hal ini ditambah dengan suhu kamar operasi yang rendah. Hipotermi sering terjadi pada penderita lanjut usia karena gangguan saraf otonomik. Cairan Irigasi Untuk operasi TUR dapat dipakai beberapa macam cairan irigasi. Salin tidak dapat dipakai karena cairan ini merupakan penghantar listrik dan akan mengganggu proses pemotongan dan kauterisasi. Salin merupakan cairan irigasi yang ideal karena sifatnya yang isotonik sehingga tidak mengganggu bila terserap. Cairan lain yang dapat dipakai adalah air steril, glysin 1,2%, 1,5%, atau 2,2%. Cairan lain yang dapat dipakai adalah sorbitol atau manitol 3%. Terapi



257



  















  



Pada hiponatremia ringan atau sedang, pemberian furosemide intravenous dan infus normosalin mungkin sudah cukup. Tindakan ini akan menurunkan kelebihan beban cairan melalui diuresis dan menjaga kadar Na dalam batas normal. Pemberian furosemide sebaiknya dimulai selama pasien masih di dalam kamar operasi kalau terjadi perdarahan yang banyak dan waktu operasi lebih dari 90 menit atau bila kadar natrium menurun. Pada kasus hiponatremi berat diberikan infus 3% saline sebanyak 150-200 cc dalam waktu 1-2 jam. Tindakan ini harus selalu disertai furosemide intravena, terutama pada pasien dengan risiko terjadinya payah jantung kongestif. Pemberian hipertonik saline ini dapat diulangi bila perlu. Selama pemberian saline hipertonik, kadar elektrolit harus diperikasa tiap 2-4 jam untuk mencegah terjadinya hipernatremia. Pada penderita hiponatremia yang menunjukkan gejala, gejala itu bisa dihilangkan dengan peningkatan kadar natrium 4-6 meq/liter saja. Dalam 1224 jam pertama, hanya setengah dari kekurangan kadar natrium yang perlu diatasi dengan pemberian saline 3%. Pemberian saline 3% sebaiknya segera digantikan dengan normal saline. Jangan meningkatkan kadar natrium lebih dari 20 meq/liter dalam waktu 24 jam. Dianjurkan untuk menaikkan kadar natrium secara perlahan. Karena pemberian saline 3% hanya dipakai untuk tidak lebih dari separuh dari penggantian kalium, maka pada pasien dengan hiponatremia berat hanya memerlukan 300-500cc saline 3%. Bila terjadi udem paru-paru, harus dilakukan intubasi trakeal dan ventilasi tekanan positif dengan menggunakan oksigen 100%. Bila terjadi kehilangan darah yang banyak maka transfusi dilakukan dengan menggunakan Packed Red Cells (PRC). Bila terjadi DIC diberikan fibrinogen sebanyak 3-4 gram intravena diikuti dengan pemberian heparin 2000 unit secara bolus dan diikuti 500 unit per jam. Dapat juga diberikan fresh frozen plasma dan trombosit, tergantung dari profil koagulasi.



Pencegahan Sindroma TUR  Identifikasi gejala-gejala awal sindrom



    



Hiponatremi yang terjadi sebelum operasi terutama pada pasien-pasien yang mendapat diuretik dan diet rendah garam harus segera dikoreksi. Pemberian antibiotik profilaktik mungkin mempunyai peran penting dalam pencegahan bakteremia dan septicemia. Untuk penderita-penderita dengan penyakit jantung, perlu dilakukan monitoring CVP atau kateterisasi arteri pulmonalis. Tinggi cairan irigasi yang ideal adalah 60 cm dari pasien. Lamanya operasi TURP tidak boleh lebih dari 1 jam.



258



    



Bila diperlukan waktu lebih dari 1 jam, maka TURP sebaiknya dilakukan bertahap. Pemeriksaan natrium serum sebaiknya dilakukan tiap 30 menit dan perlu dilakukan koreksi sesuai dengan hasil serum natrium. Perlu dilakukan pemberian furosemid profilaksis untuk mencegah overload cairan. Bila perlu dilakukan transfusi darah, sebaiknya dilakukan dengan PRC bukan dengan whole blood. Perlu dilakukan pencegahan hipotermi misalnya dengan menghangatkan cairan irigasi sampai 37˚C.



Teknik anestesi pada TURP Anestesi regional  monitoring tetap terbangun, yang memungkinkan penegakan diagnosis awal dari sindroma tur atau ekstravasasi dari irigasi cairan. Anestesi spinal merupakan pilhan utama jika dibandingkan dengan anestesi epidural karena tulang-tulang sakral tidak terblok sepenuhnya bila dengan teknik epidural.



KESEIMBANGAN ASAM-BASA Beberapa persamaan dan perbedaan antara Henderson Haselbach dan Stewart pada pendekatan asam basa :  Persamaannya : Klasifikasi gangguan asam basa Mekanisme kompensasi Pengaruh albumin terhadap anion gap  Perbedaannya : tidak menjelaskan komponen metabolik asam lemah dan ion kuat pada stewart dihitungkan secara kuantitatif HH Stewart HCO3 - SID (string Ion Different) pH =



259



CO2 - CO2 - A Tot (asam lemah)  Nilai Normal (Ref. Helperin & Goldstein) pH :7.35 sampai 7.45 Tekanan parsial oksigen (PaO2) : 75 sampai 100 mm Hg Tekanan parsial karbon dioksida (PaCO2) :35 to 45 mm Hg Saturasi oksigen (SaO2) :94% sampai 100% Bikarbonat (HCO3) :22 to 26 mEq/liter  Acid-Base Balance Peran dari sistim respirasi Perubahan-perubahan ventilasi merubah laju ekskresi carbon dioxide Perubahan-perubahan ekskresi CO2 menyebabkan perubahan pH melalui carbonic acid Dengan cara ini sistim respirasi membantu mengatur asidosis dan alkalosis non-respiratorik  Asidosis Metabolik Retensi anion dalam plasma (peningkatan anion gap) L-lactic acidosis Ketoacidosis (terutama asam -hidroksibutirat) Overproduksi asam organik di GIT (D-lactic acidosis) Konversi alkohol (metanol, etilen glikol) menjadi asam dan aldehida yang beracun Kehilangan bikarbonat (anion gap normal) Kehilangan HCO3- (diare) GIT (diare, fistula dll); UT (PRTA, pemakaian CA- inhibitors) Produksi NH4+ menurun (gagal ginjal, hiperkalemia)



260



    



Alkalosis Respiratorik Eliminasi CO2 melebihi laju produksinya Sebab-Sebab: Hipoksia: Penyakit paru, tempat tinggi, CHF, Penyakit jantung bawaan Stimulasi reseptor pernapasan: pneumonia, emboli paru, fibrosis paru, edema paru Obat-obat: Salisilat (tersering), niketamid, katekolamin, teofilin, progesteron. SSP: Perdarahan subarakhnoid, Cheyne-Stokes



261



  -



 -



Lain-lain: hiperventilasi psikogenik, sirosis, demam, sepsis gram-negatif, pemulihan dari asidosis metabolik, kehamilan Alkalosis Respiratorik Alkalosis respiratorik akut: untuk setiap mmHg penurunan PaCO2 dari 40 mmHg, diharapkan penurunan [H+] sebesar 0,8 nmol/L dari 40 nmol/L. Alkalosis respiratorik kronis: untuk setiap mmHg penurunan PaCO2 dari 40 mmHg, diharapkan penurunan [H+] sebesar 0,2 nmol/L dari 40 nmol/L.dan 0,5 mmol/L penurunan [HCO3-] dari 25 mmol/L



8 Langkah dalam menilai asam basa Langkah 1 : Harus diketahui pH; pH menentukan apakah kelainan primer asidosis atau alkalosis Langkah 2 : Harus diketahui PaCO2 dan serum HCO3Langkah 3 ; Harus dapat dibuktikan bahwa data yang ada (pH, PaCO2 dan HCO3-) konsisten Langkah 5: Bila data konsisten dengan gangguan simple, tidak menjamin bahwa terdapat gangguan simple saja; perlu diperiksa riwayat pasien Langkah 6: Bila respon kompensasi tidak berada dalam cakupan yang diterima, per definisi terdapat gangguan kombInasi.



262







  



  



Langkah 7: selalu kalkulasi anion gap Sering kali itu tanda-tandanya metabolic acidosis yang tersembunyi Pasien asidotik diterapi parsial dengan HCO3 Pasien asidotik dengan emesis Mungkin satu-satunya tanda metabolic acidosis “tersembunyikan” oleh gangguan asam-basa yang bersamaan Penyebab Anion Gap Acidosis Endogenous acidosis Uremia (asam2 organik yg tidak dikeluarkan) Ketoacidosis, Lactic acidosis (peningkatan produksi asam organic), Rhabdomyelosis Exogenous acidosis Konsumsi: salicylate, iron; paraldehyde use Konsumsi lain: Methanol toxicity, Ethylene Glycol toxicity Langlah ke 8 : Mixed Acid-Base Disorders Metabolic acidosis dan metabolic alkalosis mungkin terjadi. Selalu periksa perubahan anion gap dan dibandingkan dengan penurunan bicarbonate utk menyingkirkan gangguan metabolik tersembunyi



Terapi gangguan keseimbangan asam-basa Terapi bikarbonat Kontroversi o Na2CO3 + CO2 + H2O → 2 NaHCO3 (reaksi keseimbangan kimia) o Produksi CO2 akan meningkat  apneu o Potasium (Kalium) masuk sel  aritmia (perlu cek kadar Kalium pre terapi) Terapi Asidosis Respiratorik Koreksi cairan perlu disertai pemeriksaan pH dan analisis gas darah. Pengobatan yang tepat adalah memperbaiki ventilasi dengan respirator. Terapi Alkalosis Respiratorik Pengobatan ditujukan terhadap etiologi, meningkatkan pCO2dalam darah..



disamping



usaha



untuk



Terapi Asidosis Metabolik Diebrikan bikarbonat, bila pH < 7,10  2-3 mEq/kgBB. (kontroversial) Berdasarkan BGA  Kebutuhan (mEq) = BE x BB X 0,3  Berikan separo secara cepat dan sisanya dengan tappering infus



263







Hati-hati bila terdapat kelainan ginal  menambah ekstraselular



cairan



Terapi Alkalosis Metabolik Pengobatan alkalosis metabolic adalah dengan pemberian ammonium klorida dengan dosis dihitung menurut rumus: Amonium klorida yang diperlukan  (mEq) = (Ki-Ku) x BB x fd Atau 0,3 x BB x BE Keterangan:  Ki = Konsentrasi bikarbonat natrikus yang diinginkan  Ku = Konsentrasi bikarbonat natrikus yang diukur  BB = Berat badan dalam kg  fd = Faktor distribusi dalam tubuh, untuk ammoniumklorida adalah 0,2 ±0,3  BE = base defisit dalam BGA Panduan Terapi Asidosis Metabolik 1. Pertimbangan pemberian terapi pengganti bicarbonat harus berdasarkan keparahan asidemia (pH darah). 2. Bila pH turun di bawah 7.0, maka terapi bikarbonat harus segera dipertimbangkan, terlebih lagi bila disertai gangguan pernafasan atau hemodinamik. 3. Jangan pernah memberikan terapi bikarbonat bila tidak mengatahui pH darah. 4. Bila pemberian bikarbonat sudah ditetapkan, selanjutnya hitung jumlah bikarbonat yang dibutuhkan. Rumusnya : HCO3- = 0,3 x BB (kg) x BE 5. Pemberian terapi bikarbonat tidak bersifat linear terhadap peningkatan konsentrasi bikarbonat. Pada asidosis ringan, 2 mEq/L akan meningkatkan HCO3- sekitar 4 mEq/L. Pada asidosis berat, 2 mEq/L hanya menaikkan konsentrasi HCO3- sekitar 2 mEq/L. 6. Pada kasus asidosis yang berlanjut, pemberian dosis bikarbonat mungkin diperlukan. 7. Pemberian : setengahnya dalam bolus (yang diencerkan dalam cairan isotonis 1:2) dan sisanya setengah lagi diberikan secara drips dalam 100 cc NaCl 0,9% (cairan isotonic) habis dalam 1 jam. Segera setelah itu cek kembali semua parameter. Jangan lupa untuk menambahkan 20 mEq kalium ekstra Berikutnya adalah pemberian kalium dengan cara seperti yang tercantum berikut ini :



 



Bila pH 6.9 maka diberikan 100 mEq HCO3Bila pH 6.9 – 7.0 maka diberikan 50 mEq HCO3-



264







Bila pH > 7.0 maka HCO3- tidak perlu diberikan.



8. Cara ini sepertinya lebih simpel dan pemberian bikarbonat dalam diulang untuk mencapai target pH > 7.0. REFERENSI Emergency in Diabetes. Andrew J. Krentz. United Kingdom. 2004)



Klasifikasi :



265



ELEKTROKARDIOGRAFI • • •



EKG merupakan alat bantu diagnosis penyakit jantung Manfaat EKG yang paling besar adalah dalam diagnosis aritmia jantung Disritmia sering terjadi selama anestesi dan operasi. Kematian pertama kali dibidang anestesi selama operasi adalah akibat disritmia jantung







Gambaran EKG normal terdiri atas : Gelombang P (depolarisasi atrium) QRS kompleks (depolarisasi ventrikel) Gelombang T (repolarisasi ventrikel) Gelombang U, jika ada Analisis Gambaran EKG Strip Irama : Teratur / tidak teratur (reguler / irreguler )







-



266



-



Frekwensi ( HR ) : Normal, cepat atau lambat Gel. P : Ada atau tidak, normal atau tidak dan bagaimana perbandingan P dengan QRS Interval PR : Normal, memanjang atau memendek Gel. QRS : Lebar atau sempit



Menentukan irama : Mengukur jarak antara gel.QRS dgn QRS berikutnya /Gel.P dengan yang lainnya, jika jarak sama  teratur / reguler, jika tidak sama  tidak teratur / irreguler Menghitung frekwensi / HR, 3 cara, yaitu dengan cara :



267



Frekuensi (HR) =



Frekuensi (HR) =



300 Jml kotak besar R-R 1500 Jml kotak kecil R-R







Kertas yang terdiri dari kotak kecil horisontal 0.1 mV dan kotak kecil vertikal mewakili 0,04 detik







PR interval adalah interval waktu antara awal kontraksi atrium dan awal kontraksi ventrikel, tergantung denyut jantung. QRS kompleks menggambarkan depolarisasi ventrikel dimana QT interval mewakili waktu yang diperlukan untuk depolarisasi dan repolarisasi ventrikel







268







Irama Sinus Normal ( NSR ) : Irama Teratur, Frekuensi (HR) 60-100x/menit, Gelombang P : Normal ( + di lead II & – di aVR ), P:QRS 1:1 , Interval PR : 0,120,20 detik, Lebar gel.QRS : tidak lebih dari 0,12 dtk (sempit)



Gelombang P – Merupakan depolarisasi (kontraksi) atrium – Normal : • Lebar kurang dari 0,12 detik • Tinggi kurang dari 0,3 mV Kompleks qrs • Komplek QRS • Gambaran depolarisasi ventrikel • Normal : Lebar 0,06 –0,12 det Gelombang Q • Lebar kurang dari 0,04 detik (1kk) • Tinggi/dalam kurang dari 1/3 R  Lebih dari itu : Q pathologis



269



Ciri



Deskripsi



Lamanya



RR Interval Interval antara gelombang R dan gelombang R berikutnya: 0,6 sampai denyut jantung normal istirahat adalah antara 60 dan 100 bpm . 1.2s Gelombang Selama depolarisasi atrium normal, vektor listrik utama 80ms P diarahkan dari nodus SA ke nodus AV, dan menyebar dari kanan atrium ke kiri atrium . Hal ini berubah menjadi gelombang P di EKG. PR Interval Interval PR diukur dari awal gelombang P ke awal kompleks 120 QRS. Interval PR mencerminkan waktu impuls listrik yang sampai diperlukan untuk perjalanan dari sinus node melalui AV node 200ms dan memasuki ventrikel. Interval PR adalah, oleh karena itu, perkiraan yang baik dari fungsi simpul AV. PR segmen Segmen PR menghubungkan gelombang P dan kompleks 50 sampai QRS. Vektor impuls dari nodus AV ke bundel Nya kepada 120ms cabang bundel dan kemudian ke serat Purkinje. Ini aktivitas listrik tidak menghasilkan kontraksi secara langsung dan hanya bepergian ke bawah menuju ventrikel, dan ini muncul datar pada EKG. Interval PR lebih relevan secara klinis. Kompleks QRS



Kompleks QRS mencerminkan depolarisasi cepat dari ventrikel 80 sampai kanan dan kiri. Mereka memiliki massa otot yang besar 120ms dibandingkan dengan atria, sehingga kompleks QRS biasanya memiliki amplitudo jauh lebih besar daripada gelombang P-.



J-titik



Titik di mana selesai QRS kompleks dan segmen ST dimulai, N / A digunakan untuk mengukur tingkat elevasi ST atau sekarang depresi.



ST segmen Segmen ST menghubungkan kompleks QRS dan gelombang 80 sampai T. Segmen ST merupakan periode ketika ventrikel 120ms depolarized. Hal ini isoelektrik. T Gelombang T menggambarkan repolarisasi (atau pemulihan) 160ms gelombang dari ventrikel. Interval dari awal kompleks QRS ke puncak gelombang T disebut sebagai periode refraksi absolut. Setengah terakhir dari gelombang T disebut sebagai periode refraksi relatif (atau periode rentan). ST Interval Interval ST diukur dari titik J ke akhir gelombang T.



320ms



Interval QT The Interval QT diukur dari awal kompleks QRS ke akhir Hingga gelombang T. Interval QT berkepanjangan merupakan faktor 420ms risiko untuk takiaritmia ventrikel dan kematian mendadak. Ini dalam bervariasi dengan denyut jantung dan untuk relevansi klinis denyut memerlukan koreksi untuk ini, memberikan QTc tersebut. jantung dari 60



270



bpm, lihat diagram di sebelah kanan untuk denyut jantung lainnya. U Gelombang U yang diduga disebabkan oleh repolarisasi dari gelombang septum interventrikular. Mereka biasanya memiliki amplitudo yang rendah, dan bahkan lebih sering sama sekali tidak ada. Mereka selalu mengikuti gelombang T dan juga mengikuti arah yang sama dalam amplitudo. Jika mereka terlalu menonjol, hipokalemia hypercalcemia, tersangka atau hipertiroidisme biasanya. [28] J Gelombang J, peningkatan J-titik atau Osborn gelombang gelombang muncul sebagai gelombang delta akhir setelah QRS atau sebagai gelombang R kecil sekunder. Hal ini dianggap patognomonik dari hipotermia atauhypocalcemia . [29]



Abnormalitas Kompleks QRS • Kompleks QRS dianggap memanjang jika > 0,1 detik • Hipertrofi ventrikel dapat memperpanjang durasi kompleks QRS • Blokade pada serabut purkinje dapat menyebabkan konduksi impuls menjadi lambat dan memperpanjang kompleks QRS Gelombang T • Gambaran repolarisasi (istirahat) dari ventrikel • Positip di I, II, V3-V6 • Normalnya gelombang T menggambarkan repolarisasi apex jantung • Gelombang T abnormal jika repolarisasi tidak terjadi, misalnya perlambatan konduksi jantung melalui ventrikel (prolonged depolarization) pada keadaan LBBB/RBBB, atau kontraksi prematur ventrikel • Penyebab terbanyak prolonged depolarization adalah iskemia miokard. Beberapa pola patologis yang dapat dilihat pada EKG Tabel berikut menyebutkan beberapa pola patologis yang dapat dilihat pada elektrokardiografi, diikuti oleh kemungkinan penyebab. Memperpendek interval QT



Hypercalcemia ,



beberapa



obat, kelainan



genetik



271



tertentu , hiperkalemia Berkepanjangan interval QT



Hypocalcemia , beberapa obat, genetik kelainan tertentu



Diratakan atau terbalik T Koroner iskemia , hipokalemia , hipertrofi gelombang kiri , digoxin efek, beberapa obat Hiperakut T gelombang



ventrikel



Mungkin manifestasi pertama akut infark miokard , di mana gelombang T menjadi lebih menonjol, simetris, dan menunjuk



Memuncak T gelombang, Hiperkalemia , memperlakukan dengan kalsium klorida, QRS lebar, PR glukosa dan insulin atau dialisis berkepanjangan, QT singkat Gelombang U yang menonjol Hipokalemia Beberapa contoh kelainan EKG yang sering dijumpai Sinus Bradikardi -Jika HR < 60x/menit -Penyebab : stimulasi sistem saraf parasimpatis, atlet karena kemempuan menghasilkan SV yang lebih, respon normal tidur, atlet atau pekerja keras, abnormal bisa karena aliran darah berkurang untuk SA node, stimulasi vagal, hipotiroidisme, peningkatan tekanan intrakranial, atau agen farmakologis, seperti digoksin, propranolol, quinidine, atau procainamide.



Sinus takikardi -Bila HR > 100x/menit -Bisa disebabkan : stimulasi sistem saraf simpatis akibat obat anestesi, demam karena akan meningkatkan metabolisme pada nodus SA stres, olahraga,



272



nyeri, demam, kegagalan pompa, hipertiroidisme, obat-kafein, nitrat, atropin, epinefrin, dan isoproterenol, nikotin



Supraventricular Takikardia (SVT, PSVT, PAT, Takikardia Atrial) Kompleks QRS sempit ( kurang dari 120 mdtk), kecuali pada blok cabang berkas, sindrom Wolff Parkinson White akan melebar Kompleks QRS sama seperti irama sinus Gel T normal Sindrom Wolff Parkinson White Irama: 150-250/min, Rhythm: Reguler



Syndrome WPW



273



Sindrom Wolff Parkinson White Gelombang P: gelombang P Atrial berbeda dari gelombang sinus P yang berasal dari SA node. Gelombang P biasanya diidentifikasi ketika ada tingkat rendah dan jarang dapat diidentifikasi dengan harga> 200. Mungkin hasil dari stres, nikotin, kafein, atau penyakit jantung. Pengobatan terdiri dari oksigen, manuver vagal, atau mungkin adenosin. Pasien yang tidak stabil dapat menerima kejutan kontra untuk memungkinkan node SA untuk merebut kembali. Atrial Fibrilasi Atrial Fibrillation: > 400 Rhythm: Atrial dan ventricular sangat tidak teratur (reguler, irama ventrikel bradycardic dapat terjadi sebagai akibat dari toksisitas digitalis) P gelombang: Tidak ada gelombang P diidentifikasi, tidak menentu, baseline bergelombang Impuls yang cepat yang berasal dari beberapa situs di atrium menyebabkan atrium sendiri untuk "bergetar". Ini tidak efektif dalam memungkinkan untuk atrium “kick” yang efektif. Mungkin karena: iskemia, hipoksia Myocardial Infarction, atau terapi obat. Pengobatan dapat terdiri dari beta-blocker (Inderal), blockers kalsium (verapamil), atau kardioversi disinkronkan dalam upaya untuk mengembalikan pasien ke irama sinus.



274



Junctional Rhythms



Masalah Konduksi • Blok SinoAterial ( SA Blok )  Terdapat episode hilangnya satu atau lebih gel. P, QRS, T



    



Irama



: Teratur, kecuali pada yang hilang



Frekuensi



: Biasanya < 60 x/menit



Gelombang P



: Normal, setiap gel P selalu diikuti gel QRS



Interval PR



: Normal ( 0,12 – 0,20 detik )



Gelombang QRS



: Normal



Blok AV derajat satu Kriteria : - Irama : Teratur - Frekuensi ( HR ) : Biasanya antara 60 – 100 x/menit - Gelombang P : Normal, setiap gel P selalu diikuti gel QRS



275



- Inrerval PR - Gelombang QRS



: Memanjang > 0,20 detik : Normal



Blok AV derajat 2 tipe mobitz 1 (WENCHEBACH) Kriteria : Irama : Tidak teratur Frekuensi ( HR ) : Biasanya 0,12 detik Pengelolaan pasien dengan blokade derajat III adalah pemasangan pacemaker jantung buatan yang menetap.



277



Sinus Disritmia -Terjadi selama pernafasan spontan dengan HR bervariasi selama siklus fase istirahat pernafasan -Variasi HR selama proses pernafasan menggambarkan aktivitas reflek baroreseptor dan perubahan negatif tekanan intrapleura -Variasi HR yang tidak berhubungan dengan pernafasan (nonphasik sinus dysrhytmia) adalah kelainan akibat gangguan fungsi nodus SA, proses penuaan, atau intoksikasi digitalis. -Selama operasi terjadi akibat gangguan SSO akibat anestesi spinal/epidural, laringoskopi, stimulasi operasi Kontraksi Prematur Ventrikel -Terjadi karena adanya pacemaker ektopik dalam ventrikel -Voltase QRS kompleks meningkat, ditandai dengan tidak adanya proses netralisasi yang normalnya terjadi pada saat impuls melalui kedua ventrikel -Sering menggambarkan adanya penyakit jantung, misalnya iskemia miokard, yang diterapi dengan pemberian O2 dan lidokain IV -Dikatakan maligna :



 



Bila terjadi > 5 kali dalam semenit VES Salvo seperti bunyi senapan



278



 



VES Bigemini R on T



-Penanganan







Berikan oksigenasi, Lidokain 1-1.5 mg/kgbb, Amiodaron 150 mg, Atau ganti TIVA bila semua obat-obatan sudah tak mempan



VES Bigemini



VES Multivocal



VES Ron T



279



Ventrikular Takikardia -EKG : kontraksi prematur ventrikel serial yang terjadi pada HR yang cepat tratur tanpa adanya denyut SVT yang normal -Kriteria :



    



Irama : Teratur Frekuensi ( HR ) : > 100 x/menit Gelombang P : Tidak terlihat Interval PR : Tidak ada Gelombang QRS : > 0,12 detik



-Dapat dihilangkan dengan kardioversi alektrik, Dapat mencetuskan ventrikel fibrilasi -Gelombang P: Mungkin ada atau mungkin tidak ada, jika ada mereka belum mengatur hubungan dengan kompleks QRS. Gelombang P mungkin muncul antara QRS pada tingkat yang berbeda dari VT tersebut. -Mungkin karena: awal atau komplikasi akhir dari serangan jantung, atau selama kardiomiopati, penyakit jantung alveolar, miokarditis, dan operasi jantung berikut.



280



Atrial Flutter Gel P seperti gigi gergaji, terutama pada sadapan II, III, aVF, dan V1 Tejadi pada : penyakit paru kronis, kardiomiopati, miokarditis, intoksikasi etanol, dan tirotoksikosis Terjdi hanya beberapa menit sampai jam sebelum akhirnya menjadi irama sinus atau atrial fibrilasi Fibrilasi Atrium QRS kompleks yang cepat dan iramanya ireguler tanpa adanya gel P yang teridentifikasi Pengelolaan atrial fibrilasi secara klasik dengan digitalis, dengan memperpanjang periode refrakter dari nodus SA Fibrilasi Ventrikel -Biasanya hanya ditemukan pada salah satu atrium atau ventrikel saja -Kriteria :



    



Irama



: Tidak teratur



Frekuensi ( HR ) : Tidak dapat dihitung Gelombang P : Tidak ada Interval PR : Tidak ada



Gelombang QRS : Tidak dapat dihitung, bergelombang & tidak teratur -Terapi : defibrilasi



281



Blok Komlpit / Asystole



Infarm myiokard Myocardiac ischemia atau jantung iskemia adalah suatu keadaan dimana ketidakseimbangan antara kebutuhan jantung akan darah dan oksigen dengan pasokan atau suplai darah yang disebabkan oleh penyempitan pembuluh darah arteri koroner. Penyempitan arteri koroner paling sering disebabkan oleh arterosklerosis dan arteri koroner spasme. Klinis harus ditegakkan : nyeri dada seperti beban yang dijalarkan ke bahu kiri, sesak nafas Dengan EKG, jantung iskemia bisa anda identifikasi berupa gambaran ST segmen depresi:



282



-



-



-



  



ST segmen depresi > 1mm



  



Gangguan keseimbangan elektrolit



Terdapat lebih dari 1 ST segmen depresi



ST segmen depresi bisa berupa datar atau horizontal, downsloping atau upsloping. Kalau anda menemukan ST depresi atau T inverted tapi tidak ditemukan signs yang mengarah ke diagnosa jantung iskemik, maka anda namakan gambaran tersebut dengan ST atau T non spesifik, tapi bukan berarti tidak penting, tapi anda harus mengkajinya kenapa terjadi gambaran EKG tersebut. Adapun penyebab gambaran ST atau T nonspesifik itu : Myocarditis & PericarditisCardiomypaty Pulmonary emboli, dll.



Adapun beberapa letak acut myocardiac infarction (AMI) yang harus anda kenali yaitu :



 



Septal ---> ST segmen elevasi di lead V1 dan V2,







Anterolateral (ektensif) ---> ST segmen elevasi di lead V1 s/d V6, lead I dan aVL, reciprocal dengan ditandai ST segmen depresi di lead II, III, aVF







Lateral ---> ST segmen elevasi di lead V5 & V6, lead I & aVL Inferior ---> ST segmen di lead II, III, aVF, reciprocal dengan ditandai ST segmen depresi di lateral.



 



Posterior ---> ST segmen di lead V8 & V9



Anterior ---> ST segmen elevasi di lead V1 sampai V4, reciprocal dengan di tandai ST segment depresi di lead II,III, aVF.



Ventrikel kanan ---> ST segmen elevasi di lead V1, V2R, V3R, V4R, reciprocal dengan ditandai ST depresi di lead inferior



Gambar AMI Septal : ST segmen elevasi di V1 dan V2



283



Gambar AMI Anterior : ST segmen elevasi di V1, V2,V3, V4



Gambar AMI lateral : ST segmen elevai di lead I, aVL, V6, V6. Jika anda hanya menemukan ST segmen elevasi di lead I dan aVL saja, maka dinamakan AMI High Lateral.



Gambar AMI Inferior dan ST depresi V6, I, aVL



:



ST



segmen



elevasi



di



lead



II,



III,



aVF



284



Gambar AMI posterior : gel R yang tinggi di lead V1, anda harus rekam juga lead V8 & V9 kalau ingin menemukan ST segmen elevasi.



Gambar AKI Ventrikel kanan : ST segmen elevasi di lead V1, V2R, V3R, V4R dan reciprocal di lead inferior anda akan temun ST segmen depresi.



Torsades de pointes Penyebab umum, biasanya didahului VES R on T, hypomagnesemia, diare dan hipokalemia, terapi atasi penyebab, mungkin kardioversi sampai defibrilasi.



285



Right Bundle Branch Blocks Kriteria untuk mendiagnosa blok cabang berkas kanan pada elektrokardiogram:







Irama jantung harus berasal atas ventrikel (yaitu simpul sinoatrial , atrium atau simpul atrioventrikular ) untuk mengaktifkan sistem konduksi pada titik yang benar.







Durasi QRS harus lebih dari 100 ms (blok lengkap) atau lebih dari 120 ms (blok lengkap) [3]







Harus ada terminal gelombang R dalam memimpin V1 (misalnya R, rR ', RSR', 'RSR atau qR )







Harus ada gelombang S cadel dalam memimpin I dan V6.



Left Bundle Branch Blocks







aktivasi ventrikel kiritertunda, yang menyebabkan ventrikel kiri berkontraksi lebih lambat dari ventrikel kanan .







Kriteria untuk mendiagnosa blok cabang berkas kiri pada elektrokardiogram:



    



Irama jantung harus supraventrikuler di asal Durasi QRS harus ≥ 120 ms Harus ada QS atau rS kompleks di V1 memimpin Harus ada gelombang RSR 'di sadapan V6.



Di antara penyebab LBBB adalah:



     



Aortic stenosis Dilated cardiomyopathy Akut miokard infark Ekstensif penyakit arteri koroner Primer penyakit sistem konduksi jantung listrik Hipertensi lama berdiri menyebabkan dilatasi regurgitasi aorta selanjutnya



akar



aorta dan



286



287