Intususepsi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Peran Foto Polos Abdomen dalam Diagnosis Intususepsi



Disusun oleh: Aviciena Bin Iskandar 1410029018



Pembimbing: dr. Dompak S. Hutapea, Sp.Rad



Dipresentasikan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Laboratorium/SMF Kedokteran Radiologi FK UNMUL Samarinda November 2014



1



KATA PENGANTAR



Puji syukur penulis panjatkan atas rahmat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya, referat berjudul “Peran Foto Polos Abdomen dalam Diagnosis Intususepsi” ini dapat diselesaikan dengan baik.



Laporan ini



merupakan hasil dari belajar mandiri selama berada di stase radiologi di Laboratorium/SMF Kedokteran Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman. Dalam pembuatan referat ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. dr. Emil Bachtiar Moerad, Sp.P selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman. 2. dr. Hj. Sukartini, Sp.A selaku Ketua Program Pendidikan Profesi Pendidikan Dokter Umum. 3. dr. Dompak S. Hutapea, Sp.Rad selaku dosen pembimbing klinik di stase radiologi yang telah mendidik dan memberi masukan mengenai bidang radiologi. 4. Orang tua serta teman-teman yang telah mendukung dan membantu terselesaikannya laporan ini. Seperti kata pepatah “tak ada gading yang tak retak” maka penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun kepada penulis. Sebagai penutup penulis hanya bisa berdoa semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi setiap pembaca. Samarinda, November 2014 Aviciena Bin Iskandar



2



DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL..............................................................................................i KATA PENGANTAR…………………………………………………………... ii DAFTAR ISI........................................................................................................................ BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................................... 1.1 Latar Belakang............................................................................................................. 1.2 Tujuan........................................................................................................................... BAB 2 ISI.............................................................................................................................. 2.1 Anatomi…………………………………………………………………….4 2.2 Definisi......................................................................................................................... 2.3 Epidemiologi................................................................................................................ 2.4 Etiologi......................................................................................................................... 2.5 Patogenesis................................................................................................................... 2.6 Faktor-Faktor yang Dihubungkan dengan Terjadinya Intususepsi ............................ 2.7 Jenis Intususepsi......................................................................................................... 2.8 Gambaran Klinis........................................................................................................ 2.9 Diagnosis.................................................................................................................... 2.10 Diagnosis Banding................................................................................................... 2.11 Penatalaksanaan........................................................................................................ 2.12 Komplikasi............................................................................................................... 2.13 Prognosis………………………………………………………………...30 BAB 3 PENUTUP............................................................................................................... Kesimpulan...................................................................................................................... Daftar Pustaka.................................................................................................................



3



BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Intususepsi adalah sebuah proses dimana suatu segmen usus bagian proksimal masuk ke dalam lumen usus bagian distalnya sehingga menyebabkan obstruksi usus(1). Bersama dengan obstruksi ini, segmen tersebut membawa pembuluh mesenterika usus. Hal ini seringkali menyebabkan kongesti vena dan edema dinding usus. Seiring perkembangan dari obstruksi, pasokan darah arteri akan dikompromisasi menyebabkan iskemia usus. Apabila intususepsi tidak ditangani dengan baik atau perawatannya ditunda, infark usus, perforasi, dan peritonitis sekunder dapat terjadi(21). Intususepsi merupakan salah satu kegawatdaruratan yang umum pada anak. Kelainan ini harus dikenali dengan cepat dan tepat serta memerlukan penanganan segera karena misdiagnosis atau keterlambatan diagnosis akan meningkatkan angka morbiditas. Intususepsi pertama kali digambarkan oleh Paul Barbette di Amsterdam pada tahun 1674. Jonathan Hutchinson melaporkan operasi pertama intususepsi yang berjalan sukses terhadap anak usia 2 tahun pada tahun 1873(7). Sumber lain menyebutkan Wilson merupakan yang pertama sukses dalam melakukan terapi pembedahan intususepsi pada tahun 1831(2). Di tahun 1876, Harald Hirschprung menggambarkan pendekatan sistematik dengan reduksi hidrostatik. Di Amerika Serikat, Ravitch mempopulerkan penggunaan reduksi barium enema untuk mengatasiiintususepsi(7). Estimasi insidensi akurat dari intususepsi tidak tersedia untuk sebagian besar negara berkembang, demikian juga di banyak negara maju(8). Irish (2011) menyebutkan insiden intususepsi adalah 1,5-4 kasus per 1000 kelahiran hidup(2). Berdasarkan usia, intususepsi paling banyak dialami oleh anak usia kurang dari 1 tahun dengan puncak usia 4-8 bulan(8,9). Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki paling banyak mengalami intususepsi dengan rasio yang berbeda di masingmasing wilayah dimana rasio laki-laki dan perempuan untuk wilayah Asia adalah 9:1. Berdasarkan keterkaitan kejadian intususepsi dengan musim, didapatkan hasil penelitian yang bervariasi di masing-masing wilayah di dunia (8). Intususepsi



1



dilaporkan sebagai suatu kejadian musiman dengan puncak pada musim semi, musim panas, dan pertengahan musim dingin(2). Berdasarkan penelitian epidemiologi intususepsi di Singapura tahun 1997-2004, insidensi intususepsi mengalami penurunan dan tidak terkait dengan musim (9). Gejala klasik yang paling umum (85%) dari intususepsi adalah nyeri perut yang sifatnya muncul secara tiba‐tiba, kolik, intermiten, berlangsung hanya selama beberapa menit. Gejala awal lain yang sering dikeluhkan yaitu muntah. Kerusakan usus berupa nekrosis hingga perforasi usus dapat terjadi antara hari ke 2-5 dengan puncaknya pada hari ke 3 setelah gejala klinis terjadi. Hal tersebut akan memperberat gejala obstruksi yang ditimbulkan oleh intususepsi dan akan meningkatkanimorbiditasidanimortalitas(2,9).



Di negara maju, outcome dari pasien dengan intususepsi memiliki prognosis yang lebih baik karena diagnosis yang tegak secara dini diikuti dengan prosedur terapi yang kurang invasif seperti reduksi barium enema. Sebaliknya, di negara berkembang, banyak anak dengan intususepsi dilaporkan mengalami keterlambatan untuk mendapatkan terapi definitif(10). Mortalitas intususepsi meningkat secara signifikan (lebih dari 10 kali) pada pasien intususepsi yang baru datang berobat setelah 48 jam sejak onset gejala dibandingkan dengan pasien intususepsi yang datang berobat 24 jam semenjak onset gejala(8).



Ultrasonography saat ini merupakan modalitas yang menjadi golden standard untuk diagnosis intususepsi. Namun, tidak terdapat laporan mengenai efek foto polos radiografi terhadap diagnosis intususepsi, terutama kasus intususepsi yang memiliki gangguan vaskular (21), sehingga hal inilah yang menjadi salah satu latar belakang dari pembuatan referat ini, selain tentunya untuk mengetahui dan memahami tentang intususepsi sendiri agar menjadi bahan pembelajaran dan tambahan ilmu untuk mendiagnosis dan melakukan penatalaksanaan pada pasien-pasien tersebut.



2



1.2 Tujuan Setelah membaca referat ini, diharapkan mampu mengenali dan mendiagnosis



intususepsi



berdasarkan



gejala



klinis



maupun



gambaran



radiologisnya, serta memberikan penatalaksanaan yang tepat baik terapi pendahuluan maupun rujukan pada pasien sehingga dapat berperan menurunkan angka morbiditas dan mortalitas ketika terjun ke masyarakat sebagai dokter.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Anatomi Usus Keseluruhan usus halus memanjang dari pylorus ke cecum dengan panjang 270-290 cm, dengan panjang duodenum kira-kira 20 cm, panjang juojenum sekitar 100-110 cm, dan panjang ileum antara 150-160 cm(22). Duodenum bermula dari ujung pylorus lambung dan dipisahkan dengan jejunum oleh “Ligamentum Treitz”. Tidak ada pembeda anatomis yang signifikan antara jejunum dan ileum, sehingga terminologi “segmen jejunoileal” sering digunakan dan dipisahkan secara definitif bahwa 40% proximal dari segmen ini adalah jejunum, sedangkan 60% distal nya adalah ileum. Ileum sendiri dipisahkan dengan sekum di katup ileosekal(23).



3



Usus halus mengandung lipatan mukosa yang dikenal sebagai plicae circulares atau valvulae conniventes yang terlihat dalam inspeksi kasat mata. Lipatan ini juga terlihat secara radiografi dan membantu dalam membedakan usus halus dan kolon dalam radiografi abdomen. Lipatan ini lebih dominan terlihat di usus halus proximal dibanding usus halus distal. Karakteristik lain yang membedakan diantara keduanya adalah bagian proximal memiliki lingkar yang lebih besar, dinding yang lebih tebal, lemak mesenterium yang lebih sedikit, dan vasa recta yang lebih panjang. Pemeriksaan inspeksi kasat mata pada mukosa usus halus juga memperlihatkan agregat folikel limfoid, yang dapat ditemukan pada ileum, yaitu “Peyer's patches”(23).



4



2.2 Definisi Intususepsi adalah proses dimana suatu segmen usus bagian proksimal masuk ke dalam lumen usus bagian distalnya sehingga menyebabkan obstruksi usus dan dapat berakhir dengan strangulasi(1-4). Umumnya bagian yang proksimal (intususeptum)imasukikeibagianidistali(intussussipien)(6).



5



2.2iEpidemiologi Estimasi insidensi akurat dari intususepsi tidak tersedia untuk sebagian besar negara berkembang, demikian juga di banyak negara maju (8). Di Afrika, tidak ada penelitian yang melaporkan angka kejadian dari intususepsi. Di Asia dalam hal ini Taiwan dan Cina, dilaporkan insidens dari intususepsi adalah 0,77 per 1000 kelahiran hidup. Di India, angka kejadiannya dilaporkan berkisar 1,954,4 per tahun. Tidak ada data yang menyebutkan tentang insidensi per kelahiran hidup. Di Malaysia lebih kurang 10,4 bayi dan anak dirawat di RS Umum Kuala Lumpur karena intususepsi per tahun. Di Indonesia, angka kejadian intususepsi di RS wilayah pedesaan dan perkotaan didapatkan angka yang berbeda, yaitu masing-masing 5,8 dan 17,2 per tahun (8). Irish (2011) menyebutkan insiden intususepsi



adalahi1,5-4ikasusiperi1000ikelahiranihidup(2).



Intususepsi umumnya ditemukan pada anak-anak di bawah 1 tahun dan frekuensinya menurun dengan bertambahnya usia anak (12). Di Afrika, insiden puncak intususepsi muncul antara usia 3-8 bulan. Di Asia, insiden puncak antara usiai4-8ibulan(8). Umumnya intususepsi ditemukan lebih sering pada anak laki-laki. Di Afrika, tepatnya di Tunisia, rasio laki-laki dibandingkan perempuan adalah 8:1. Di Asia, rasio perbandingannya adalah 9:1. Di Timur Tengah, perbandingan antara



laki-lakiidaniperempuaniberkisariantarai1,4:1isampaii4:1(8). Berdasarkan keterkaitan kejadian intususepsi dengan musim, didapatkan



hasil penelitian yang bervariasi di masing-masing wilayah di dunia (8). Intususepsi dilaporkan sebagai suatu kejadian musiman dengan puncak pada musim semi, musim panas, dan pertengahan musim dingin. Periode ini berhubungan dengan puncak munculnya gastroenteritis musiman dan infeksi saluran napas atas (2). Di Afrika, insidens intususepsi meningkat pada 2 musim yaitu akhir musim panas dan akhir musim dingin. Hal ini bersamaan dengan puncak insidens dari infeksi saluran napas dan diare. Di Asia, salah satunya India, insidens intususepsi



6



dilaporkan meningkat pada musim panas(8). Di Thailand insidens intususepsi meningkat antara bulan September dan Januari dan kemudian April. Peningkatan ini bersamaan dengan musim dingin dan panas yang merupakan puncak dari insidens infeksi saluran napas atas dan gastroenteritis. Di Malaysia tidak ditemukan



adanya



perbedaanimusimiterkaitidenganiintususepsi(8).



2.3 Etiologi Etiologi dari intususepsi terbagi menjadi 2, yaitu idiopatik dan kausal(13). 1. Idiopatik



Menurut kepustakaan, 90-95 % intususepsi pada anak di bawah umur satu tahun



tidak



dijumpai



penyebab



yang



spesifik



sehingga



digolongkan



sebagai “infantile idiophatic intussusceptions”(13). Kepustakaan lain menyebutkan di Asia, etiologi idiopatik dari intususepsi berkisar antara 42-100%(8). Definisi dari istilah intususepsi ‘idiopatik’ bervariasi di antara penelitian terkait intususepsi. Sebagian besar peneliti menggunakan istilah ‘idiopatik’ untuk menggambarkan kasus dimana tidak ada abnormalitas spesifik dari usus yang diketahui dapat menyebabkan intususepsi seperti diverticulum meckel atau polip yangidapatidiidentifikasiisaatipembedahan(8). Dalam kasus idiopatik, pemeriksaan yang teliti dapat mengungkapkan hipertrofi jaringan limfoid mural (Peyer patch), yangidisebabkaniolehiinfeksiiadenovirusiatauirotavirus(2). Intususepsi idiopatik memiliki etiologi yang tidak jelas. Salah satu teori untuk menjelaskan kemungkinan etiologi intususepsi idiopatik adalah bahwa hal itu terjadi karena Peyer patch yang membesar; hipotesis ini berasal dari 3 pengamatan: (1) penyakit ini sering didahului oleh infeksi saluran pernapasan atas, (2) wilayah ileokolika memiliki konsentrasi tertinggi dari kelenjar getah bening di mesenterium, dan (3) pembesaran kelenjar getah bening sering dijumpai pada pasien yang memerlukan operasi. Apakah Peyer patch yang



7



membesar adalah reaksi terhadap intususepsi atau sebagai penyebab intususepsi, masih



jelas(1).



tidak



2. Kausal Pada penderita intususepsi yang lebih besar (lebih dua tahun), adanya kelainan



usus



dapat



point” seperti: inverted



menjadi



Meckel’s



penyebab



diverticulum,



intususepsi polip



usus,



atau “lead leiomioma,



leiosarkoma, hemangioma, blue rubber blep nevi, lymphoma dan duplikasi usus(13). Divertikulum Meckel adalah penyebab paling utama, diikuti dengan polip seperti peutz-jeghers



syndrome, dan



duplikasi



intestinal. Lead



point lain



diantaranyalymphangiectasias, perdarahan submukosa dengan Henoch-Schönlein purpura, trichobezoars dengan Rapunzel syndrome, caseating granulomas yang berhubunganidenganituberkulosisiabdominal(2). Lymphosarcoma sering dijumpai sebagai penyebab intususepsi pada anak yang berusia di atas enam tahun. Intususepsi dapat juga terjadi setelah laparotomi, yang biasanya timbul setelah dua minggu pasca bedah, hal ini terjadi akibat gangguan peristaltik usus, disebabkan manipulasi usus yang kasar dan diseksiiretroperitonealiyangiluasidanihipoksiailokal(13).



lama,



2.4 Patogenesis Patogenesis



dari



intususepsi



diyakini



akibat



sekunder



dari



ketidakseimbangan pada dorongan longitudinal sepanjang dinding intestinal. Ketidakseimbangan ini dapat disebabkan oleh adanya massa yang bertindak sebagai “lead point” atau oleh pola yang tidak teratur dari peristalsis (contohnya, ileus pasca operasi). Gangguan elektrolit berhubungan dengan berbagai masalah yang dapat mengakibatkan motilitas intestinal yang abnormal, dan mengarah



8



pada terjadinya invaginasi. Beberapa penelitian terbaru pada binatang menunjukkan pelepasan nitrit oksida pada usus, suatu neurotransmitter penghambat, menyebabkan relaksasi dari katup ileocaecal dan mempredisposisi intususepsi



ileocaecal.



Penelitian



lain



telah



mendemonstrasikan



bahwa



penggunaan dari beberapa antibiotik tertentu dapat menyebabkan hiperplasia limfoidiilealidanidismotilitasiintestinalidenganiintususepsi(1). Sebagai hasil dari ketidakseimbangan, area dari dinding usus terinvaginasi ke dalam lumen. Proses ini terus berjalan, dengan diikuti area proximal dari intestinal, dan mengakibatkan intususeptum berproses sepanjang lumen dari intususipiens. Apabila terjadi obstruksi sistem limfatik dan vena mesenterial, akibat penyakit berjalan progresif dimana ileum dan mesenterium masuk ke dalam caecum dan colon, akan dijumpai mukosa intussusseptum menjadi oedem dan kaku. Mengakibatkan obstruksi yang pada akhirnya akan dijumpai keadaan strangulasiidaniperforasiiusus(1,13). Pembuluh darah mesenterium dari bagian yang terjepit mengakibatkan gangguan venous return sehingga terjadi kongesti, oedem, hiperfungsi goblet sel serta laserasi mukosa usus. Hal inilah yang mendasari terjadinya salah satu manifestasi klinis intususepsi yaitu BAB darah lendir yang disebut juga red jellyistool(1,2,13).



currant



9



2.5 Faktor-faktor yang dihubungkan dengan terjadinya intususepsi



Penyakit ini sering terjadi pada umur 3-12 bulan, dimana pada saat itu terjadi perubahan diet makanan dari cair ke padat, perubahan pemberian makanan ini dicurigai sebagai penyebab terjadi intususepsi. Intususepsi kadang-kadang terjadi setelah/selama enteritis akut, sehingga dicurigai akibat peningkatan peristaltik usus. Gastroenteritis akut yang dijumpai pada bayi, ternyata ditemukan kuman rotavirus menjadi agen penyebabnya, dimana pengamatan 30 kasus intususepsi bayi ditemukan virus ini dalam feses sebanyak 37%. Pada beberapa penelitian terakhir ini didapati peninggian insidens adenovirus dalam feses penderitaiintususepsi(13).



10



2.6 Jenis Intususepsi Jenis intususepsi dapat dibagi menurut lokasinya pada bagian usus mana yang



terlibat,



pada



ileum



dikenal



sebagai



jenis



ileo-ileal.



Pada kolon dikenal dengan jenis colo-colica dan sekitar ileo-caecal disebut ileocaecal, jenis-jenis yang disebutkan di atas dikenal dengan intususepsi tunggal dimanaidindingnyaiterdiriidariitigailapisan(13). Jika dijumpai dinding yang terdiri dari lima lapisan, hal ini sering pada keadaan yang lebih lanjut disebut jenis intususepsi ganda, sebagai contoh adalah jenis ileo-ileo-colica atau colo-colica. Suwandi J.Wijayanto E. di Semarang selama 3 tahun (1981-1983) pada pengamatannya mendapatkan jenis intususepsi sebagai berikut: Ileo-ileal 25%, ileo-colica 22,5%, ileo-ileo-colica 50% dan colocolica



22,5%.



11



2.7 Gambaran klinis Secara klasik perjalanan suatu intususepsi memperlihatkan gambaran sebagaiiberikuti:



Anak atau bayi yang semula sehat dan biasanya dengan keadaan gizi yang baik, tiba-tiba menangis kesakitan, terlihat kedua kakinya terangkat ke atas, penderita tampak seperti kejang dan pucat menahan sakit, serangan nyeri perut seperti ini berlangsung dalam beberapa menit. Di luar serangan, anak/bayi kelihatan seperti normal kembali. Pada waktu itu sudah terjadi proses intususepsi. Serangan nyeri perut datangnya berulang-ulang dengan jarak waktu 15-20 menit dengan lama serangan 2-3 menit. Pada umumnya selama serangan nyeri perut itu diikuti dengan muntah berisi cairan dan makanan yang ada di lambung (2,13). Sesudah beberapa kali serangan dan setiap kalinya memerlukan tenaga, maka di luar serangan si penderita terlihat lelah dan lesu dan tertidur sampai datang serangan kembali. Proses intususepsi pada mulanya belum terjadi gangguan pasase isi usus secara total, anak masih dapat defekasi berupa feses biasa, kemudian feses bercampur darah segar dan lendir, kemudian defekasi hanya berupa darah segar bercampur lendir tanpa feses. BAB darah dan lendir (red currant jelly stool) baru dijumpai sesudah 6-8 jam serangan sakit yang



12



pertama kali, kadang-kadang sesudah 12 jam. BAB darah lendir ini bervariasi jumlahnya dari kasus per kasus, ada juga yang dijumpai hanya pada saat melakukan



colok



dubur.



Karena sumbatan belum total, perut belum kembung dan tidak tegang, dengan demikian mudah teraba gumpalan usus yang terlibat intususepsi sebagai suatu massa tumor berbentuk curved sausage di dalam perut di bagian kanan atas, kanan bawah, atas tengah atau kiri bawah(4). Tumor lebih mudah teraba pada waktu terdapat peristaltik, sedangkan pada perut bagian kanan bawah teraba



13



kosong yang disebut “dance’s sign”. Hal ini akibat caecum dan kolon naik ke atas,



ikut



intususepsi(1-4,7,13).



proses



Sesudah 18-24 jam serangan sakit yang pertama, usus yang tadinya tersumbat partial berubah menjadi sumbatan total, diikuti proses oedem yang semakin bertambah, sehingga pada pasien dijumpai tanda-tanda obstruksi, seperti perut kembung dengan gambaran peristaltik usus yang jelas, muntah warna hijau danidehidrasi(13). Oleh karena perut kembung maka massa tumor tidak dapat diraba lagi dan defekasi hanya berupa darah dan lendir. Apabila keadaan ini berlanjut terus akan dijumpai muntah feses, dengan demam tinggi, asidosis, toksis dan terganggunya aliran pembuluh darah arteri. Pada segmen yang terlibat menyebabkan nekrosis usus,



gangren,



perforasi,



peritonitis



umum,



shock



dan



kematian.



Padaipemeriksaanicolokiduburididapatkan: 



Tonus sphincter melemah, mungkin invaginat dapat diraba berupa massa







sepertiiportio Bilaijariiditarik,ikeluaridarahibercampurilendir.



Perlu perhatian bahwa untuk penderita malnutrisi, gejala-gejala intususepsi tidak khas. Tanda-tanda obstruksi usus baru timbul dalam beberapa hari. Pada penderita ini tidak jelas tanda adanya sakit berat. Pada defekasi tidak ada darah. Intususepsi dapat mengalami prolaps melewati anus. Hal ini mungkin disebabkan pada pasien malnutrisi, memiliki tonus yang melemah, sehingga obstruksi tidak cepatitimbul(13). Selain yang telah disebutkan di atas, dikenal juga suatu keadaan yang disebut dengan intususepsi atipikal yaitu bila dalam kasus tersebut gagal dibuat diagnosis yang tepat oleh seorang ahli bedah, meskipun keadaan ini kebanyakan terjadi karena ketidaktahuan dokter dibandingkan dengan gejala tidak lazim pada penderita(13).



14



2.8 Diagnosis Untuk menegakkan diagnosis intususepsi didasarkan pada anamnesis, pemeriksaanifisik,ilaboratoriumidaniradiologi. Gejala klinis yang menonjol dari intususepsi adalah suatu trias gejala yang terdiriidari(1-5,7,13)i: 1. Nyeri perut yang datangnya secara tiba-tiba, nyeri bersifat hilang timbul. Nyeri menghilang selama 10-20 menit, kemudian timbul lagi serangan baru. 2. Teraba massa tumor di perut bentuk curved sausage pada bagian kanan atas, kanan bawah, atas tengah, kiri bawah atau kiri atas. 3. Buang air besar campur darah dan lendir yang disebut red currant jelly stool. Bila penderita terlambat memeriksakan diri, maka sukar untuk meraba adanya tumor, oleh karena itu untuk kepentingan diagnosis harus berpegang kepada gejala trias intususepsi. Mengingat intususepsi sering terjadi pada anak berumur di bawah satu tahun, sedangkan penyakit disentri umumnya terjadi pada anakanak yang mulai berjalan dan mulai bermain sendiri maka apabila ada pasien datang berumur di bawah satu tahun, sakit perut yang bersifat kolik sehingga anak menjadi rewel sepanjang hari/malam, ada muntah, buang air besar campur darah dan lendir maka pikirkanlahikemungkinan intususepsi(13). The Brighton Collaboration Intussuseption Working Group mendirikan sebuah diagnosis klinis menggunakan campuran dari kriteria minor dan mayor. Strasifikasi ini membantu untuk membuat keputusan berdasarkan tiga level dari pembuktian untuk membuktikan apakah kasus tersebut adalah intususepsi(2).



1. KriteriaiMayor



15



a) Adanya bukti dari obstruksi usus berupa adanya riwayat muntah hijau, diikuti dengan distensi abdomen dan bising usus yang abnormal atau tidak ada sama sekali. b) Adanya gambaran dari invaginasi usus, dimana setidaknya tercakup hal-hal berikut ini: massa abdomen, massa rectum atau prolaps rectum, terlihat pada gambaran foto abdomen, USG maupun CT Scan. c) Bukti adanya gangguan vaskularisasi usus dengan manifestasi perdarahan rectum atau gambaran feses “red currant jelly” pada pemeriksaani“RectaliToucher“. 2. KriteriaiMinor a)



Bayiilaki-lakiikurangidarii1itahun



b)



Nyeriiabdomen



c)



Muntah



d)



Lethargy



e)



Pucat



f)



Syokihipovolemi



g)



Foto abdomen yang menunjukkan abnormalitas tidak spesifik.



Berikut ini adalah pengelompokkan berdasarkan tingkat pembuktian, yaitu :



1. Level 1 – Definite (ditemukannya satu kriteria di bawah ini) a) Kriteria Pembedahan – Invaginasi usus yang ditemukan saat pembedahan b) Kriteria



Radiologi



– Air



enema atau liquid



contrast



enema menunjukkan invaginasi dengan manifestasi spesifik yang bisa dibuktikan dapat direduksi oleh enema tersebut. c) Kriteria



Autopsi







16



Invaginasi



dari



usus



2. Level 2 – Probable (salah satu kriteria di bawah) a) Dua kriteria mayor b) Satu kriteria mayor dan tiga kriteria minor 3. Level 3 – Possible Empat atau lebih kriteria minor Terdapat beberapa pemeriksaanipenunjang yang dapat digunakan untuk membantuidalamipenegakanidiagnosis,idiantaranyai: 1.



PemeriksaaniLaboratorium(13,16) Meskipun hasil laboratorium tidak spesifik untuk menegakkan



diagnosis intususepsi, sebagai proses dari progresivitas, akan didapatkan abnormalitas elektrolit yang berhubungan dengan dehidrasi, anemia dan atau peningkatan jumlah leukosit (leukositosis >10.000/mm3).



2.



PemeriksaaniRadiologi a.)iFotoipolosiabdomen Foto polos abdomen dapat berguna dalam penetapan diagnosis intususepsi. Sebuah studi oleh Sargent et al., menunjukkan bahwa foto polos abdomen saja dapat mengidentifikasi secara tepat sebanyak 45% kasus intususepsi, sehingga dalam literatur lain disebutkan tidak diindikasikan jika ada fasilitas USG(4). Foto polos abdomen dapat juga berperan sebagai prosedur skrining awal yang pada prinsipnya digunakan untuk mengidentifikasi kasus-kasus emergensi akut abdomen(21). Beberapa tanda spesifik dapat ditemukan pada kasus intususepsi, yang tersering diantaranya adalah “gas-filled bowel loops” pada satu



17



kuadran dan ketiadaan (paucity) dari gas usus.



Didapatkan pula distribusi udara di dalam usus tidak merata, usus terdesak ke kiri atas, bila telah lanjut terlihat tanda-tanda obstruksi usus dengan gambaran “air fluid level”. Dapat terlihat “free air” bila terjadi perforasi(13).



18



Pada keadaan-keadaan ini, pemeriksaan lanjutan dengan ultrasound atau dengan air enema untuk mengkonfirmasi harus dilakukan(21). Namun saat segmen usus halus yang terdistensi berhubungan dengan penyebab massa, maka foto polos abdomen akan memiliki nilai prediksi yang tinggi dalam menentukan diagnosis(21).



Berdasarkan penelitian yang dilakukan Hooker et al tahun 2008 dalam Radiographic Evaluation of Intussusception, tampilan foto polos abdomen dengan posisi left side down decubitus meningkatkan kemampuan



untuk



diagnosis



19



atau



menyingkirkaniintususepsi(17).



Dalam sebuah literatur disebutkan bahwa jika gejala abdominal ada dalam waktu yang lama, maka kemungkinan gejala obstruksi usus akan juga melibatkan gangguan vaskuler usus. Pada kasus seperti ini, maka gambaran radiologi “coffee bean sign” atau “banana sign” akan tampak, dengan gambaran dinding usus yang menebal dan perforasi yang dapat terjadi(21).



20



Hipoksia dan iskemia dari dinding usus akan menyebabkan tonisitas yang rendah dan distensi usus. Hal inilah yang menyebabkan tanda-tanda tersebut lebih bisa dibuktikan dan bermakna pada foto polos abdomen dibanding USG Color Doppler, yang memang pada beberapa studi dibuktikan kurang memiliki manfaat dalam penegakan diagnosis intususepsi dengan iskemia usus(21). Hal ini menjadi penting, karena intususepsi dengan gangguan vaskuler akan berakibat tingkat kegagalan reduksi yang tinggi dengan enema dan peningkatan resiko komplikasi. Tingkat korelasi yang tinggi antara temuan patologi dan foto polos abdomen menunjukkan bahwa radiografi memiliki sensitivitas yang tinggi dalam penegakan derajat keparahan intususepsi(21). b.)iBariumienema Dikerjakan untuk tujuan diagnosis dan terapi, untuk diagnosis dikerjakan bila gejala-gejala klinik meragukan. Pada barium enema akan tampak gambaran cupping, coiled spring appearance(13).



21



c.)iUltrasonografiiAbdomen Penggunaan USG abdomen untuk evaluasi intususepsi pertama kali digambarkan pada tahun 1977. Sejak itu, banyak institusi yang mengadopsi penggunaannya sebagai alat skrining karena tidak adanya paparan radiasi dan rendah biaya. Intususepsi biasanya ditemukan di sisiikananiabdomen(7). Pada tampilan transversal USG, tampak konfigurasi usus berbentuk ‘target’ atau ‘donat’ yang terdiri dari dua cincin echogenisitas rendah yang dipisahkan oleh cincin hiperekoik, tidak ada gerakan pada donat tersebut dan ketebalan tepi lebih dari 0,6 cm. Ketebalan tepi luar lebih dari 1,6 cm menunjukkan perlunya intervensi



pembedahan.



tampak pseudokidney



Pada



tampilan



logitudinal



sign yang



timbul



sebagai



tumpukanilapisanihipoekoikidanihiperekoik(2,3,4,6). Pemeriksaan USG selain sebagai diagnostik, juga dapat digunakan untuk membantu mendiferensiasikan tipe dari intususepsi. Park et al (2007) melaporkan bahwa intususepsi transien dari usus kecil lebih sering terlokalisir pada kuadran kanan bawah atau region periumbilikal, memiliki diameter anteroposterior yang lebih kecil (1,38 cm vs 2,53 cm), memiliki garis luar yang lebih tipis (0,26 cm vs 0,53 cm), dan tidak memiliki nodus limfatikus, dimana berbanding denganiintususepsiiileocolic(2).



terbalik



Sebuah studi oleh Munden et al (2007) mendukung penemuan ini, dengan diameter anteroposterior rata-rata adalah 1,5 cm pada



22



intususepsi ileoileal dan 3,7 cm pada intususepsi ileocolic dan panjang rata-ratanya berkisar 2,5 cm dan 8,2 cm secara respektif (2).



d.)iCTiScan Intususepsi yang digambarkan pada CT scan merupakan gambaran klasik seperti pada USG yaitu target sign. Intususepsi temporer dari usus halus dapat terlihat pada CT maupun USG, dimana sebagian besar kasus ini secara klinis tidak signifikan(2).



23



2.9 Diagnosis Banding(13) 1. Gastroenteritis, bila diikuti dengan intususepsi dapat ditandai jika dijumpai perubahan rasa sakit, muntah dan perdarahan. 2. Divertikulum Meckel, dengan perdarahan, biasanya tidak ada rasa nyeri. 3. Disentri amoeba, disini diare mengandung lendir dan darah, serta adanya obstipasi, bila disentri berat disertai adanya nyeri di perut, tenesmus dan demam. 4. Enterokolitis, tidak dijumpai adanya nyeri di perut yang hebat. 5. Prolapsus recti atau Rectal prolaps, dimana biasanya terjadi berulang kali dan pada colok dubur didapati hubungan antara mukosa dengan kulit perianal,



sedangkan



pada



intususepsi



didapati



adanya



celah.



2.10 Penatalaksanaan



Pada bayi maupun anak yang dicurigai intususepsi atau invaginasi, penatalaksanaan lini pertama sangat penting dilakukan untuk mencegah komplikasi yang lebih lanjut. Selang lambung (Nasogastric tube) harus dipasang sebagai tindakan kompresi pada pasien dengan distensi abdomen sehingga bisa dievaluasi produksi cairannya. Setelah itu, rehidrasi cairan yang adekuat dilakukan untuk menghindari kondisi dehidrasi dan pemasangan selang catheter



24



untuk memantau ouput dari cairan. Pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit darah dapat dilakukan(2,16). “Pneumatic” atau kontras enema masih menjadi pilihan utama untuk diagnosa maupun terapi reduksi lini pertama pada intususepsi di banyak pusat kesehatan. Namun untuk meminimalisir komplikasi, tindakan ini harus dilakukan dengan memperhatikan beberapa panduan. Salah satunya adalah menyingkirkan kemungkinan adanya peritonitis, perforasi ataupun gangrene pada usus. Semakin lama riwayat perjalanan penyakitnya, semakin besar kemungkinan kegagalan dari terapiireduksiitersebut(16).



1. TindakaniNoniOperatif 



HydrostaticiReduction Metode reduksi hidrostatik tidak mengalami perubahan signifikan sejak dideskripsikan pertama kali pada tahun 1876. Meskipun reduksi hidrostatik dengan menggunakan barium di bawah panduan fluoroskopi telah menjadi metode yang dikenal sejak pertengahan 1980-an, kebanyakan pusat pediatrik menggunakan kontras cairan saline (isootonik) karena barium memiliki potensi peritonitis yang berbahaya padaiperforasiiintestinal(16). Berikutiiniiadalahitahapanipelaksanaannya(2,4,16)i: 1. Masukkan kateter yang telah dilubrikasi ke dalam rectum dan difiksasi kuat diantara pertengahan bokong. 2. Pengembangan balon kateter kebanyakan dihindari oleh para radiologis sehubungan dengan risiko perforasi dan obstruksi loop tertutup. 3. Pelaksanaannya memperhatikan “Rule of three” yang terdiri atas: (1) reduksi hidrostatik dilakukan setinggi 3 kaki di atas pasien; (2) tidak boleh lebih dari 3 kali percobaan; (3) tiap percobaan masing-masing tidak boleh lebih dari 3 menit. 4. Pengisian dari usus dipantau dengan fluoroskopi dan tekanan hidrostatik konstan dipertahankan sepanjang reduksi berlangsung.



25



5. Reduksi hidrostatik telah sempurna jika media kontras mengalir bebas melalui katup ileocaecal ke ileum terminal. Reduksi berhasil pada rentang 45-95% dengan kasus tanpa komplikasi.



Selain penggunaan fluoroskopi sebagai pemandu, saat ini juga dikenal reduksi menggunakan air (dilusi antara air dan kontras soluble dengan perbandingan 9:1) dengan panduan USG. Keberhasilannya mencapai 90%, namun sangat tergantung pada kemampuan expertise USGidariiradiografer(4). Teknik non pembedahan ini memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan reduksi secara operatif. Diantaranya yaitu : penurunan angka morbiditas, biaya, dan waktu perawatan di rumah sakit(2,16).







PneumaticiReduction(16) Reduksi udara pada intususepsi pertama kali diperkenalkan pada tahun 1897 dan cara tersebut telah diadopsi secara luas hingga akhir tahun 1980. Prosedur ini dimonitor secara fluroskopi sejak udara dimasukkan ke dalam rectum. Tekanan udara maksimum yang aman adalah 80 mmHg untuk bayi dan 110-120 mmHg untuk anak. Penganut dari model reduksi ini meyakini bahwa metode ini lebih cepat, lebih aman dan menurunkan waktu paparan dari radiasi. Pengukuran tekanan yang akurat dapat dilakukan, dan tingkat reduksi lebih tinggi daripada reduksi hidrostatik. Berikut ini adalah langkah-langkah pemeriksaannya:







Sebuah kateter yang telah dilubrikasi ditempatkan ke dalam rectum danidirekatkanidenganikuat.







Sebuah manometer dan manset tekanan darah dihubungkan dengan kateter, dan udara dinaikkan perlahan hingga mencapai



26



tekanan 70-80 mmHg (maksimum 120 mmHg) dan diikuti dengan fluoroskopi. Kolum udara akan berhenti pada bagian intususepsi, dan dilakukan sebuahifotoipolos. Jika tidak terdapat intususepsi atau reduksinya berhasil, udara







akan teramati melewati usus kecil dengan cepat. Foto lain selanjutnya dibuat pada sesi ini, dan udara akan dikeluarkan duluan sebelum kateteridilepas. Untuk melengkapi prosedur ini, foto post reduksi (supine







dan decubitus/upright views) harus dilakukan untuk mengkonfirmasi ketiadaan udara bebas. Reduksi







yang



sulit



membutuhkan



beberapa



usaha



lebih.



Penggunaan glucagon (0.5 mg/kg) untuk memfasilitasi relaksasi dari usus memiliki hasil yang beragam dan tidak rutin dikerjakan. 2.iTindakaniOperatif Apabila diagnosis intususepsi yang telah dikonfirmasi oleh x-ray, mengalami kegagalan dengan terapi reduksi hidrostatik maupun pneumatik, ataupun ada bukti nyata akan peritonitis difusa, maka penanganan operatif harusisegeraidilakukan(16). Prosedurioperatif tersebut adalah sebagai berikut (20)



: 



Insisi -



Antibiotik intravena preoperatif profilaksis harus diberikan 30



-



menit sebelum insisi kulit. Pasien diposisikan terlentang dan sayatan kulit sisi kanan perut melintang dibuat sedikit lebih rendah daripada umbilikus. Sayatan bisa dibuat sejajar, di bawah atau di atas umbilikus, tergantung padaiderajatiintususepsi.



27



 -



Diseksi Teknik pemisahan otot dimulai dari eksternal, obliqus internus, dan



-



fasciaitransversalis. Usus yang mengalami intususepsi secara hati-hati dijangkau dari luka operasi dan reduksi dilakukan dengan lembut, meremas usus distal ke apex bersamaan dengan tarikan lembut dari usus proksimal untuk membantu reduksi. Traksi yang kuat atau menarik usus intususeptum dari intususipien harus dihindari, karena ini dapat dengan mudah mengakibatkan cedera lebih lanjut pada usus besar.



28



-



Setelah reduksi, kondisi umum ileum terminal yang mengalami intususepsiiharusidinilaiidenganihati-hati.



-



Kadang-kadang, reseksi usus segmental diperlukan jika reduksi tidak dapat dicapai atau usus nekrotik diidentifikasi setelah reduksi. Umumnya, ileum terminal yang direduksi muncul



29



kehitaman dan menebal pada palpasi. Penempatan spons yang hangat dan lembab selama beberapa menit dapat meningkatkan perfusi jaringan lokal, sehingga, berpotensi menghindari reseksi bedah yang tidak perlu. -



Appendektomi standar dilakukan jika dinding cecal berdekatan adalahinormal.







Menutup - Setelah reduksi dicapai atau reseksi dilakukan (jika diperlukan) dan hemostasis dipastikan, penutupan fasia perut dilakukan di lapisan menggunakanibenangiabsorbablei3-0. - Kulit reapproximated dengan jahitan subcuticular 5-0 yang diserap.



2.11iKomplikasi



30



Intususepsi dapat menyebabkan terjadinya obstruksi usus. Komplikasi lain yang dapat terjadi adalah dehidrasi dan aspirasi dari emesis yang terjadi. Iskemia dan nekrosis usus dapat menyebabkan perforasi dan sepsis. Nekrosis yang signifikan pada usus dapat menyebabkan komplikasi yang berhubungan dengan “short bowel syndrome”. Meskipun diterapi dengan reduksi operatif maupun radiografik, striktur dapat muncul dalam 4-8 minggu pada usus yang terlibat(2).



2.12iPrognosis Kematian disebabkan oleh intususepsi idiopatik akut pada bayi dan anakanak sekarang jarang di negara maju. Sebaliknya, kematian terkait dengan intususepsi tetap tinggi di beberapa negara berkembang. Pasien di negara berkembang cenderung untuk datang ke pusat kesehatan terlambat, yaitu lebih dari 24 jam setelah timbulnya gejala, dan memiliki tingkat intervensi bedah, reseksi



usus



dan



mortalitasilebihitinggi(8).



Mortalitas secara signifikan lebih tinggi (lebih dari sepuluh kali lipat dalam kebanyakan studi) pada bayi yang ditangani 48 jam setelah timbulnya gejala daripada bayi yang ditangani dalam waktu 24 jam setelah onset pertama (8). Angka rekurensi dari intususepsi untuk reduksi nonoperatif dan operatif masing-masing rata-ratai5%idani1-4%(2).



31



BAB III



PENUTUP



Kesimpulan



Intususepsi merupakan salah satu kegawatdaruratan abdomen yang harus dikenali dengan cepat dan tepat serta penanganan segera karena misdiagnosis atau keterlambatan diagnosis akan meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas. Tingkat korelasi yang tinggi antara temuan patologi dan foto polos abdomen menunjukkan bahwa radiografi memiliki sensitivitas yang tinggi dalam penegakan derajat keparahan intususepsi.



32



DAFTAR PUSTAKA



1.



Blanco FC. Intussusception. Medscape Reference [serial online] 2014 Oct 25 [cited 2014 Oct 25]; Available from: URL: http://emedicine.medscape.com/article/930708overview#showall



2.



Irish MS. Pediatric intussusception surgery. Medscape Reference [serial online] 2014 Oct 25 [cited 2014 Oct 25]; Available from: URL: http://emedicine.medscape.com/article/937730overview#showall



3.



Wyllie R. Ileus, adhesi, insusepsi dan obstruksi lingkar tertutup in Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Behrmen, Kliegmen, Arvin editors. 15th ed. Vol 2. EGC: Jakarta. 1999. p.1319.



4.



Ramachandran P. Intussusception in pediatric surgery diagnosis and management. Puri P, Hollwarth M editors. Spinger: Dordrecht Heidelberg. 2009.



5.



Kartono D. Invaginasi in Kumpulan kuliah ilmu bedah. Reksoprodjo S, Pusponegoro AD, et al. Binarupa Aksara: Tangerang. 2005.



6.



Pendergast LA & Wilson M. Intussusception: a sonographer’s perspective. JDMS 19:231-238. Jul-Aug. 2003.



7.



Fallan ME. Intussusception in Pediatric Surgery, Ashcraft KW, Holder TM (eds). 4th ed. Philadelphia: WB Saunders Company, 2005.



8.



Bines J, Ivanoff B. Acute Intussusception in Infants and Children: Incidence, Clinical Presentation and Management: A Global



33



Perspective. Geneva, Switzerland: World Health Organization, 2002. 9.



Boudville IC, Phua KB, Quak SH, Lee BW, Han HH, Verstraeten T, et al. The epidemiology of Paediatric Inturssusception in Singapore: 1997 to 2004. Ann Acad Med Singapore 2006;35:674-9.e



10.



Ekenze SO, Mgbor SO. Childhood intussusception: The implications of delayed presentation. Afr J Paediatr Surg 2011;8:15-8.



11.



van Heek NT, Aronson DC, Halimun EM, Soewarno R, Molenaar JC, Vos A. Intussusception in a tropical country: comparison among patient populations in Jakarta, Jogyakarta, and Amsterdam. J Pediatr Gastroenterol Nutr 1999;29:402-5.



12.



http://www.netterimages.com/images/vpv/000/000/006/67100550×0475.jpg



13.



Santoso MIJ, Yosodiharjo A dan Erfan F. Hubungan antara lama timbulnya gejala klinis awal hingga tindakan operasi dengan lama rawatan pada penderita invaginasi yang dirawat di RSUP. H. Adam Malik Medan. Universitas Sumatera Utara: Medan. 2011.



14.



http://www.virtualpediatrichospital.org/providers/CAP/Case05/Im ages/Case05.01.jpg



15.



http://dynamic.psu.ac.th/kidsurgery.psu.ac.th/Pediatric %20surgery/KID/Atlas/Images/E/E5/DSC01002.jpg



16.



Ignacio RC, Fallat ME. Intussusception. In: Holcomb GW. III, Murphy JM, eds. Ashcraft’s Pediatric Surgery. Philadelphia, PA: Elsevier, 2010.p.508.



17.



Hooker RL, Schulman MH, Yu Chang & Kan JH. Radiographic evaluation of intussusception: utility of left side down decubitus view.



34



RSNA 2008;248:3. 18.



http://onradiology.blogspot.com/2011_02_01_archive.html



19.



http://www.erpocketbooks.com/er-ultrasounds/other-ultrasounds/



20.



Chung DH. Intussusception. In: Atlas of General Surgical Techniques. Townsend CM & Evers. Philadelphia, PA: Elsevier, 2010.



21.



Guo, W., Wang, J., Zhou, M., Sheng, M., & Fang, L. (2011). The Role of Plain Radiography in Assessing Intussusception with Vascular Compromise in Children. AMS, 7(5), 877-881.



22.



Townsend, Beauchamp, Evers, & Mattox. (2008). Sabiston Textbook of Surgery 18th Edition. Philadelphia: Saunders Elsevier.



23. Brunicardi, F., Andersen, D., Billiar, T., Dunn, D., Hunter, J., & Pollock, R. (2007). Schwartz's Principles of Surgery 8th Edition. New York: McGraw Hill.



1.



35