Laporan Pendahuluan Intususepsi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN INTUSUSEPSI (INVAGINASI)



Disusun Oleh : Ayu Pratika Wati ( 2014901055)



POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG JURUSAN KEPERAWATAN PRODI PROFESI NERS TAHUN AKADEMIK 2020/ 2021



A. Pengertian Intususepsi atau invaginasi adalah suatu keadaan, sebagian usus masuk ke dalam usus berikutnya. Biasanya bagian proksimal masuk ke distal, jarang terjadi sebaliknya. ( Arifin, 2007). Intususepsi atau invaginasi adalah bagian usus masuk ke dalam usus di bagian belakangnya, terjadi jepitan usus, menyebabkan hambatan aliran usus dan mengganggu aliran darah yang melalui bagian usus yang mengalmi intususepsi. ( Hanifah, 2007). Intususepsi terjadi bila salah satu bagian usus masuk kebagian usus lain yang mengakibatkan obstruksi di bagian atas defek (telescoping). (Dons L. Wong, 2004)



B. Penyebab dan factor predisposisi 1. Pembesaran limfoid usus ( peyer patches ), akibat peningkatan paparan terhadap antigen baru. 2. Cacat lahir. 3. Massa yang keras dari isi usus ( mekonium). 4. Usus yang melintir ( volvulus ). 5. Divertikel kelenjar Meckel ( suatu duktus yang timbul dari ileum yang menutup pada ujung tali pusat tetapi tetap terbuka pada ujung usus ). 6. Infeksi saluran napas atas, karena umumnya intususepsi terjadi pada musim dingin atau hujan ketika banyak terjadi infeksi saluran napas atas. 7. Infeksi saluran cerna ( diare ), karena pada pemeriksaan tinja dan kelenjar limfa mesenterium, terdapat adenovirus bersama-sama invaginasi. 8. Pada umur 2 tahun ke atas, biasanya disebabkan polip usus, hemangioma dan limfosarkoma. Invaginasi pada anak-anak umur kurang dari 1 tahun, tidak dijumpai kelinan yang jelas sebagai penyebabnya, sehingga digolongkan sebagai invantile idiophatic intususeption. Sedangkan pada anak-anak umur lebih dari 2 tahun dapat dijumpai kelinan pada usus sebagai penyebabnya, misalnya divertical meckel, hemangioma, polip. Pada orang tua sangat jarang dijumpai kasus invaginasi, seta tidak banyak tulisan yang membahas tentang invaginasi pada orangtua secar rinci (Betz, 2004)



Penyebab terjadinya invaginasi bervariasi, diduga tindakan masyarakat tradisional berupa pijat perut serta tindakan medis pemberian obat anti-diare juga berperan pada timbulnya invaginasi. Infeksi rotavirus yang menyerang saluran pencernaan anak dengan gejala utama berupa diare juga dicurigai sebagai salah satu penyebab invaginasi Keadaan ini merupakan keadaan gawat darurat akut di bagian bedah dan dapat terjadi pada semua umur.



C. Manifestasi klinik (tanda &gejala) Menurut Price and Wilson (2006), tanda dan gejala dari invaginasi yaitu : 1. Nyeri perut hebat, mendadak dan hilang timbul dalam waktu beberapa detik 2. Pada bayi, bayi sering muntah dan BAB bercampur darah dan lendir 3. Nyeri kolik berat disertai dengan tangisan yang keras 4. Muka pucat dan lemah 5. Pada dehidrasi, anak demam dan perut mengembung 6. Anak cepat marah, nafas dangkal, mendengkur, dan konstipasi 7. Anak sering menarik kaki ke atas perut dikarenakan nyeri yang diderita



D. Patofisiologi Berbagai variasi etiologi yang mengakibatkan terjadinya intususepsi pada dewasa pada intinya adalah  gangguan motilitas usus terdiri dari dua komponen yaitu satu bagian usus yang bergerak bebas  dan satu bagian usus lainya yang terfiksir/atau kurang bebas dibandingkan bagian lainnya, karena arah peristaltik adalah dari oral keanal sehingga bagian yang masuk kelumen usus adalah yang arah oral atau proksimal, keadaan lainnya karena suatu disritmik peristaltik usus, pada keadaan khusus dapat terjadi sebaliknya yang disebut retrograd intususepsi pada pasien pasca gastrojejunostomi . Akibat adanya segmen usus yang masuk kesegmen usus lainnya akan menyebabkan dinding usus yang terjepit sehingga akan mengakibatkan aliran darah menurun dan keadaan akhir adalah akan menyebabkan nekrosis dinding usus. Perubahan patologik yang diakibatkan intususepsi terutama mengenai intususeptum. Intususepien biasanya tidak mengalami kerusakan. Perubahan pada intususeptum



ditimbulkan oleh penekanan bagian ini oleh karena kontraksi dari intususepien, dan juga karena terganggunya aliran darah sebagai akibat penekanan dan tertariknya mesenterium. Edema dan pembengkakan dapat terjadi. Pembengkakan dapt sedemikian besarnya sehingga menghambat reduksi. Adanya bendungan menimbulkan perembesan lendir dan darah ke dalam lumen. Ulserasi pada dindidng usus dapat terjadi. Sebagai akibat strangulasi tidak jarang terjadi gangren. Gangren dapat berakibat lepasnya bagian yang mengalami prolaps. Pembengkakan ddari intisuseptum umumnya menutup lumen usus. Akan tetapi tidak jarang pula lumen tetap patent, sehingga obstruksi komplit kadang-kadang tidak terjadi pada intususepsi (Wong, 2008). Invaginasi akan menimbulkan gangguan pasase usus (obstruksi) baik partiil maupun total dan strangulasi. Hiperperistaltik usus bagian proksimal yang lebih mobil menyebabkan usus tersebut masuk ke lumen usus distal. Usus bagian distal yang menerima (intussucipient) ini kemudian berkontraksi, terjadi edema. Akibatnya terjadi perlekatan yang tidak dapat kembali normal sehingga terjadi invaginasi



E. Pathway keperawatan Infeksi virus adeno Pembengkakan bercak jaringan limfois Peristaltik usus meningkat Usus bervaginasi ke dalam usus dibawahnya



Edema dan perdarahan mukosa



Peregangan Usus



Sumbatan / obstruksi usus



Pemajanan reseptor nyeri



Akumulasi gas dan cairan di dalam lumen



Nyeri



Sebelah proksimal dari letak obstruksi Tidur terganggu Distensi Abdomen



Konstipasi



Gangguan pola tidur



Muntah



Kehilangan Cairan dan Elektrolit



Ketidakseimban



Resiko pola



gan Nutrisi



nafas tidak



Kurang dari



efektif



Kebutuhan



Volume ecf menurun Syok hipovolemik Kematian



Kekurangan volume cairan



F. Penatalaksanaan Dasar pengobatan adalah : 1.



Koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit.



2.



Menghilangkan peregangan usus dan muntah dengan selang nasogastrik.



3.



Antibiotika.



4.



Laparotomi eksplorasi.



Keberhasilan penatalaksanaan invaginasi ditentukan oleh cepatnya pertolongan diberikan, jika pertolongan kurang dari 24 jam dari serangan pertama, maka akan memberikan prognosa yang lebih baik. Penatalaksanaan penanganan suatu kasus invaginasi pada bayi dan anak sejak dahulu mencakup dua tindakan : 1.



Reduksi hidrostatik



Metode ini dengan cara memasukkan barium melalui anus menggunakan kateter dengan tekanan tertentu. Pertama kali keberhasilannya dikemukakan oleh Ladd tahun 1913 dan diulang keberhasilannya oleh Hirschprung tahun 1976. 2.



Reduksi  manual  (milking)  dan  reseksi  usus



Pasien dengan keadaan tidak stabil, didapatkan peningkatan suhu, angka lekosit, mengalami gejala berkepanjangan atau ditemukan sudah lanjut yang ditandai dengan distensi abdomen, feces berdarah, gangguan sistema usus yang berat sampai timbul shock atau peritonitis, pasien segera dipersiapkan untuk suatu operasi. Laparotomi dengan incisi transversal interspina merupakan standar yang diterapkan di RS. Dr. Sardjito. Tindakan selama operasi tergantung kepada penemuan keadaan usus, reposisi manual dengan milking harus dilakukan dengan halus dan sabar, juga bergantung kepada ketrampilan dan pengalaman operator. Reseksi usus dilakukan apabila pada kasus yang tidak berhasil direduksi dengan cara manual, bila viabilitas usus diragukan atau ditemukan kelainan patologis sebagai penyebab invaginasi. Setelah usus direseksi dilakukan anastomose “end to end” apabila hal ini memungkinkan, bila tidak mungkin maka dilakukan exteriorisasi atau enterostomi.



a. Pre-operatif Penanganan intususepsi secara umum sama seperti penangan pada kasus obstruksi usus lainnya yaitu perbaikan keadaan umum seperti rehidrasi dan koreksi elektrolit bila sudah terjadi defisit elektrolit b. Intra Operatif Penanganan secara khusus adalah melalui pembedahan laparotomi, karena kasus terbanyak intususepsi pada dewasa adalah suatu keadaan neoplasma maka tindakan yang dianjurkan adalah reseksi anastosmose segmen usus yang terlibat dengan memastikan lead pointnya, baik itu neoplasma yang bersifat jinak maupun yang ganas. Tindakan manual reduksi tidak dianjurkan karena risiko: 1)



Ruptur dinding usus selama manipulasi



2)



Kemungkinan iskemik sampai nekrosis pasca operasi



3)



Kemungkinan rekurensi kejadian intususepsi



4)



Ileus yang berkepanjangan akibat ganguan otilitas



5)



Pembengkakan segmen usus yang terlibat



Batas reseksi pada umumnya adalah 10cm dari tepi – tepi segmen usus yang terlibat, pendapat lainnya  pada sisi proksimal minimum 30 cm dari lesi, kemudian dilakukan anastosmose end to end atau side to side. c. Pasca Operasi 1) Hindari Dehidrasi 2) Pertahankan stabilitas elektrolit 3) Pengawasan akan inflamasi dan infeksi 4) Pemberian analgetika yang tidak mempunyai efek menggangu motilitas usus



G. Pemeriksaanpenunjang Radiologis : 1. Foto abdomen 3 posisi a. Tanda obstruksi (+) : Distensi, Air fluid level, Hering bone (gambaran   plika circularis usus) b. Colon In loop berfungsi sebagai :



1)



Terapi Reposisi dengan tekanan tinggi, bila belum ada tanda-tanda obstruksi dan



kejadian < 24 jam 2)



Reposisi  dianggap berhasil bila setelah rectal tube ditarik dari anus barium keluar



bersama feses dan udara. Pemeriksaan foto polos abdomen, dijumpainya tanda obstruksi dan masa di kwadran tertentu dari abdomen menunjukkan dugaan kuat suatu invaginasi. USG membantu menegakkan diagnosis invaginasi dengan gambaran target sign pada potongan melintang invaginasi dan pseudo kidney sign pada potongan longitudinal invaginasi. Foto dengan kontras barium enema dilakukan bila pasien ditemukan dalam kondisi stabil, digunakan sebagai diagnostik maupun terapetik.



H. Pengkajian focus Lakukan pengkajian fisik secara rutin 1. Dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat, terutama deskripsi keluarga tentang gejala. 2. Observasi pola defekasi dan perilaku praoperasi dan pasca operasi 3. Observasi perilaku anak 4. Observasi adanya manifestai intususepsi: a. Nyeri abdomen akut tiba-tiba b. Anak berteriak dan menarik lutut ke dada c. Anak tampak normal dan nyaman selama interval di antara episode nyeri d. Muntah e. Letargi f. Keluarnya feses seperti jeli merah ( feses bercampur darah dan mucus ) g. Abdomen lunak ( pada awal penyakit ) h. Nyeri tekan dan distensi abdomen ( penyakit lanjut ) i. Massa berbentuk sosis yang dapat diraba dikuadran kanan atas j. Kuadran kanan bawah kosong ( tanda dance ) k. Demam, prostasi dan tanda-tanda lain peritonitis



5. Observasi adanya manifestasi intususepsi yang lebih kronis: a. diare b. anoreksia c. penurunan berat badan d. muntah (kadang-kadang ) e. nyeri periodic f. nyeri tanpa gejala lain ( pada anak yang lebih besar ) I. Diagnosa keperawatan 1.    Pre operasi a. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit. b. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri. c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak mampu dalam  memasukkan, mencerna, mengabsorbsi makanan karena faktor biologi. d. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kelainan absorbsi cairan. e. Konflik pengambilan keputusan berhubungan dengan kurang informasi yang relevan. 2. Post operasi a. Nyeri akut berhubungan dengan prosedur invasif. b. Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi. c. Cemas berhubungan dengan krisis situasional, nyeri.



J. Perencanaan keperawatan Pre Operasi Dx 1 : Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses penyakit. Tujuan : Pasien tidak mengalami nyeri, antara lain penurunan nyeri pada tingkat yang dapat diterima anak Kriteria hasil : a. Anak tidak menunjukkan tanda-tanda nyeri



b. Nyeri menurun sampai tingkat yang dapat diterima anak



Intervensi 1. Berikan pereda nyeri dengan manipulasi lingkungan (missal ruangan tenang, batasi 2. 3. 4. 5.



pengunjung). Berikan analgesia sesuai ketentuan Cegah adanya gerakan yang mengejutkan seperti membentur tempat tidur Cegah peningkatan TIK Kompreskan air hangat pada dahi



Dx 2 : Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri. Tujuan : Kebutuhan tidur pasien adekuat. Kriteria hasil : a. Jam tidur  b. Pola tidur c. Kualitas tidur d. Tidur tidak terganggu e. Kebiasaan tidur Intervensi : 1. Kaji pola tidur pasien. 2. Kaji pengaruh tindakan pengobatan terhadap pola tidur. 3. Seiakan barang-barang milik pasien yang dapat mendukung pasien untuk tidur (guling, boneka, dll). 4. Ajarkan teknik relaksasi. 5. Ciptakan lingkungan yang nyaman. Post Operasi Dx 1 : Nyeri berhubungan dengan prosedur invasif. Tujuan : Pasien tidak mengalami nyeri, antara lain penurunan nyeri pada tingkat yang dapat diterima anak Kriteria hasil : a. Anak tidak menunjukkan tanda-tanda nyeri b. Nyeri menurun sampai tingkat yang dapat diterima anak Intervensi :



1. Kaji nyeri secara komprehensif (lokasi, durasi, frekuensi, intensitas nyeri). 2. Berikan pereda nyeri dengan manipulasi lingkungan (missal ruangan tenang, batasi pengunkung). 3. Berikan analgesia sesuai ketentuan 4. Cegah adanya gerakan yang mengejutkan seperti membentur tempat tidur 5. Ajarkan teknik relaksasi Dx 2 : Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi Tujuan: Diharapakan infeksi tidak terjadi (terkontrol) Kriteria hasil: a. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi b. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi c. Jumlah leukosit dalam batas normal d. Menunjukkan perilaku hidup sehat Intervensi: 1. Pertahankan teknik isolasi 2. Batasi pengunjung bila perlu 3. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan 4. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain 5. Tingkatkan intake nutrisi Dx 3 : Cemas berhubungan dengan krisis situasional, nyeri. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kecemasan hilang atau berkurang. Kriteria hasil : a. Monitor intensitas kecemasan b. Rencanakan strategi koping untuk mengurangi stress c. Gunakan teknik relaksasi untuk mengurangi kecemasan d. Kondisikan lingkungan nyaman Intervensi a. Sediakan informasi yang sesungguhnya meliputi diagnosis, treatmen dan prognosis.



b. Tetap damping pasien dan keluarga untuk menjaga keselamatan pasien dan mengurangi ansietas keluarga c. Instruksikan kepada keluarga untuk melakukan ternik relaksasi d. Bantu keluarga mengidentifikasi situasi yang menimbulkan ansietas



DAFTAR PUSTAKA Wong D. L., Huckenberry M.J. 2008. Wong’s Nursing care of infants and children. Company, St Louis Missouri



Mosby



Wong, Donna L.2003.Asuhan Keperawatan Pedoman Klinis Keperaatan Pediatrik.Jakarta:EGC. Betz, Cealy L. & Linda A. Sowden. 2004. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisike-3. Jakarta : EGC Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia