Isi LP COS [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

A. Konsep Dasar Teori 1. Definisi Cedera kepala adalah trauma yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak, dan otak, dan cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yang serius diantara penyakit neurologik, dan merupakan proporsi epidemik sebagai hasil kecelakaan jalan raya. (Brunner & Suddarth, 2015) Cedera kepala sedang adalah cedera kepala dengan GCS (Galsgow Coma Scale) antara 9 sampai 13 (Mansjoer, Arif. 2016). Cedera kepala sedang adalah cedera kepala dengan Skala Koma Glssgow (SKG) antara 9-12 dengan kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam serta dapat mengalami fraktur tengkorak (Hudak dan Gallo, 2017) 2. Etiologi Penyebab dari cedera kepala sedang antara lain: a. Kecelakaan sepeda motor atau lalu lintas b. Jatuh, benturan dengan benda keras c. Karena pukulan dengan benda tajam, tumpul dan perkelahian d. Cerdera karena olah raga Berbagai macam penyebab dari cedera kepala diantaranya karena adanya percepatan mendadak yang memungkinkan terjadinya benturan atau karena perlambatan mendadak yang terjadi jika kepala membentur objek yang tidak bergrak. Kerusakan otak bias terjadi pada titik benturan pada sisi yang berlawanan 3. Patofisiologi Sebagian besar cedera otak tidak disebabkan oleh cedera langsung terhadap jaringan otak, tetapi terjadi sebagai akibat kekuatan luar yang membentur sisi luar tengkorak kepala atau dari gerakan otak itu sendiri dalam rongga tengkorak. Pada cedera deselerasi, kepala biasanya membentur suatu objek seperti kaca depan mobil, sehingga terjadi deselerasi tengkorak yang berlangsung tiba-tiba. Otak tetap bergerak kearah depan, membentur bagian dalam tengorak tepat di bawah titik bentur kemudian berbalik arah membentur sisi yang berlawanan dengan titik



bentur awal. Oleh sebab itu, cedera dapat terjadi pada daerah benturan (coup) atau pada sisi sebaliknya (contra coup). Menurut Tarwoto dkk, adanya cedera kepala dapat mengakibatkan kerusakan struktur, misalnya kerusakan pada parenkim otak, kerusakan pembuluh darah, perdarahan, edema, dan gangguan biokimia otak seperti penurunan adenosis tripospat, perubahan permeabilitas vaskuler. Patofisiologi cedera kepala dapat digolongkan menjadi 2 proses yaitu cedera kepala primer dan cedera kepala sekunder. Cedera kepala primer merupakan suatu proses biomekanik yang dapat terjadi secara langsung saat kepala terbentur dan memberi dampak cedera jaringan otak. Pada cedera kepala sekunder terjadi akibat cedera kepala primer, misalnya akibat hipoksemia, iskemia dan perdarahan. Perdarahan serebral menimbulkan hematoma, misalnya pada epidural hematoma yaitu berkumpulnya antara periosteum tengkorak dengan durameter, subdural hematoma akibat berkumpulnya darah pada ruang antara durameter dengan sub arakhnoid dan intra serebral hematom adalah berkumpulnya darah di dalam jaringan serebral. Kematian pada cedera kepala disebabkan karena hipotensi karena gangguan autoregulasi, ketika terjadi autoregulasi menimbulkan perfusi jaringan serebral dan berakhir pada iskemia jaringan otak. 4. Manifestasi Klinis Gejala-gejala yang muncul pada cedera lokal tergantung pada jumlah dan distribusi cedera otak. Nyeri yang menetap atau setempat, bisanya menunjukkan adanya fraktur. a. Fraktur Kubah Kranial menyebabkan bengkak pada sekitar fraktur, dan atas alasan ini diagnosis yang akurat tidak dapat ditetapkan tanpa pemeriksaan dengan sinar-x. b. Fraktur dasar tengkorak Cenderung melintas sinus paranasal pada tulang frontal atau lokasi tengah telinga di tulang temporal, dimana dapat menimbulkan tanda seperti : 1) Hemoragi dari hidung, faring, atau telinga dan darah terlihat di bawah konjungtiva 2) Ekimosis atau memar, mungkin terlihat diatas mastoid (battle sign) 3) Laserasi atau kontusio otak ditunjukkan oleh cairan spinal berdarah.



4) Penurunan kesadaran 5) Sakit kepala 6) Mual, muntah 7) Pingsan



Pathway Trauma kepala



Ekstra kranial



Tulang kranial



Terputusnya kontinuitas jaringan otot dan vaskuler



Terputusnya kontinuitas jaringan tulang



Intra kranial



Jaringan otak rusak



Kerusakan sel otak ↑ Gangguan suplai darah ke jaringan



Kerusakan jaringan tulang ↑



- Perubahan autoregulasi - Odema sereberal



Stress Iskemia



Kejang



Mengenai sel saraf ↑ katekolamin



Hipoksia



Gg. Perfusi Jaringan



Spasme otot pernafasan



Penurunan kesadaran ↑ sekresi asam lambung Kerusakan mobilitas fisik Mual dan muntah



Resti perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh



Resti Gg. Pola Nafas tidak Efektif



5. Komplikasi Kemunduran pada kondisi pasien mungkin karena perluasan hematom intracranial, edema serebral progresif, dan herniasi otak. a. Edema serebral dimana terjadi peningkatan tekanan intrakranial karena ketidaknmampuan tengkorak utuh untuk membesar meskipun peningkatan volume oleh pembengkakan otak diakibatkan dari trauma. b. Herniasi otak adalah perubahan posisi ke bawah atau lateral otak melalui atau terhadap struktur kaku yang terjadi menimbulkan iskemia, infark, kerusakan otak ireversibel, dan kematian. c. Defisit neurologik dan psikologik d. Infeksi sistemik (pneumoni, infeksi saluran kemih, septicemia) e. Infeksi bedah neuron (infeksi luka, osteomielitis, meningitis, ventikulitis, abses otak) f. Osifikasi heterotopik (nyeri tulang pada sendi-sendi yang penunjang berat badan)



6. Penatalaksanaan a. Air dan Breathing 1) Perhatian adanya apnoe 2) Untuk cedera kepala sedang dan berat lakukan intubasi endotracheal. Penderita mendapat ventilasi dengan oksigen 100% sampai diperoleh AGD dan dapat dilakukan penyesuaian yang tepat terhadap FiO2. 3) Tindakan hiperventilasi dilakukan hati-hati untuk mengoreksi asidosis dan menurunkan secara cepat TIK pada penderita dengan pupil yang telah berdilatasi. PCO2 harus dipertahankan antara 25-35 mmhg. b. Circulation Hipotensi dan hipoksia adalah merupakan penyebab utama terjadinya perburukan pada CKS. Hipotensi merupakan petunjuk adanya kehilangan darah yang cukup berat, walaupun tidak tampak. Jika terjadi hipotensi maka tindakan yang dilakukan adalah menormalkan tekanan darah. Lakukan pemberian cairan untuk mengganti volume yang hilang sementara penyebab hipotensi dicari.



c. Disability (pemeriksaan neurologis) Pada penderita hipotensi pemeriksaan neurologis tidak dapat dipercaya kebenarannya. Karena penderita hipotensi yang tidak menunjukkan respon terhadap stimulus apapun, ternyata menjadi normal kembali segera tekanan darahnya normal Pemeriksaan neurologis meliputi pemeriksaan GCS dan reflek cahaya pupil



B. Konsep Dasar Askep 1. Pengkajian a. Biodata Biodata meliputi nama, alamat, umur, pekerjaan, agama, suku, No. RM, tanggal MRS dan dx. medis. b. Riwayat Kesehatan 1) Keluhan Utama Biasanya klien datang ke RS karena terjadinya penurunan kesadaran akibat trauma pada kepala. 2) Riwayat Penyakit Sekarang Biasanya klien datang ke RS karena mendapat trauma pada kepala baik oleh benda tumpul ataupun tajam dengan keluhan pusing atau sampai terjadi penurunan kesadaran. 3) Riwayat Penyakit Dahulu Pada RPD dikaji apakah sebelumnya klien pernah mengalami cedera kepala, riwayat hipertensi, riwayat DM dan apakah klien mempunyai alergi obat. 4) Riwayat Penyakit Keluarga Dikaji apakah ada keluarga yang pernah mengalami kejadian yang sama dan adakah keluarga yang menderita hipertensi dan DM 5) Riwayat Bio-Psiko-Sosial Spiritual (modifikasi Virginia dan Gordon) a) Pola Nutrisi Biasanya terjadi mual, muntah serta penurunan nafsu makan



b) Pola Eliminasi Terjadi inkontinensia urin dan gangguan saat BAB c) Pola Personal Hygiene Akan terjadi defisit perawatan diri akibat dari rasa pusing, lemah atau penurunan kesadaran d) Pola Istirahat dan Tidur Gangguan pola tidur dapat berupa kesulitan tidur akibat rasa pusing atau terjadi penurunan kesadaran e) Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman Klien mengalami kegelisahan, rasa pusing atau sakit kepala pada lokasi trauma dengan skala yang berbeda pada setiap individu f) Mempertahankan Suhu Tubuh Suhu tubuh dapat meningkat atau menurun akibat syok yang dialami klien g) Pola Respirasi perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi), nafas berbunyi, stridor, tersedak, ronki, mengi positif. h) Pola Neurologis Terjadi penurunan kesadaran, pusing, vertigo, hilang keseimbanagn. i) Kebutuhan Spiritual Akan terjadi keterbatasan dalam beribadah karena cedera yang dialami terutama saat terjadi penurunan kesadaran. j) Pola Aktivitas dan Latihan Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan sampai terjadi penuruna kesadaran 6) Pemeriksaan Fisik a) Kepala Terdapat memar atau luka robekan pada kulit kepala, ada benjolan pada kepala, ada nyeri tekan pada kepala



b) Wajah Mengkaji apakah terdapat memar di wajah, kelainan pada mata, hidung, telinga dan mulut. Apakah terdapat massa, lesi dan nyeri tekan c) Leher dan Dada Mengkaji



kesimetrisan leher dan dada, apakah tarikan didnding



dada simetris atau tidak, adakah benjolan atau luka pada leher dan dada, serta adakah nyeri tekan. d) Abdomen Apakah ada kelainan pada abdomen sepertin adanya benjolan, lesi atau luka dan nyeri tekan e) Ekstremitas Mengkaji apakah ada fraktur, keutuhan kulit, ada lesi, meraba akral 7) Pemeriksaan Penunjang a) CT Scan Kepala Mengidentifikasi adanya SOL, hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.Pemeriksaan berulang mungkin diperlukan karena pada iskemik/ infark mungkin tidak terdeteksi dalam 24-72 jam pascatrauma. b) MRI Sama dengan skan CT dengan/ tanpa menggunakan kontras. c) EEG Untuk memperlihatkan keberdaan atau berkembangnya gelombang patologis d) Pungsi Lumbal, CSS Dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan subaraknoid 2. Diagnosa Keperawatan a. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d penurunan aliran darah ke serebral, edema serebral b. Resti pola nafas tak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pasa pusat pernafasan otak), kerusakan persepsi atau kognitif, obstruksi trakeobronkial



c. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi atau kognitif, penurunan kekuatan/tahanan, terapi pembatasan;



missal tirah



baring, imobilisasi. d. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk mencerna nutrient (penurunan tingkat kesadaran), kelemahan otot yang diperlukan untuk mengunyah, menelan, status hipermetabolik 3. Intervensi a. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d penurunan aliran darah ke serebral, edema serebral. Tujuan : perfusi jaringan serebral adekuat Kriteria Hasil : tanda-tanda vital dalam batas normal ( TD, nadi, RR, dan suhu tubuh), pupil isokor, klien tidak gelisah, GCS 15, tidak ada tanda peningkatan TIK Intervensi



Rasional



1. Kaji status status neurologis yang 1. mengkaji adanya kecenderungan pada berhubungan dengan tanda-tanda



tingkat



kesadaran



TIK; terutama GCS.



peningkatan



TIK



dan dan



potensial bermanfaat



dalam menentukan lokasi, perluasan dan perkembangan kerusakan SSP. 2. Monitor tanda-tanda vital secara 2. normalnya rutin sampai keadaan klien stabil



autoregulasi



mempertahankan aliran darah otak yang konstan pada saat ada fluktuasi tekanan darah sistemik.



3. Naikkan kepala dengan sudut 15o- 3. meningkatkan aliran balik vena dari 45o tanpa bantal dan posisi netral.



kepala, sehingga akan mengurangi kongesti dan edema.



4. Monitor asupan setiap delapan jam 4. pembatasan sekali.



cairan



mungkin



diperlukan untuk menurunkan edema serebral.



5. Kolaborasi dengan tim medis dalam 5. dapat digunakan pada fase akut untuk pemberian obat-obatananti edema



menurunkan



air



dari



sel



otak,



seperti manitol, gliserol dan lasix.



menurunkan edema otak dan TIK.



6. Berikan oksigen sesuai program 6. menurunkan hipoksemia yang dapat terapy.



meningkatkan vasodilatasi dan volume darah serebral yang meningkatkan TIK.



b. Resti pola nafas tak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pasa pusat pernafasan otak), kerusakan persepsi atau kognitif, obstruksi trakeobronkial Tujuan : pola nafas tetap efektif. Kriteria hasil : pola napas dalam batas normal frekuensi 16 – 24 x/menit dan iramanya teratur, tidak ada suara nafas tambahan, gerakan dada simetris tidak Intervensi 1. Kaji



Rasional



kecepatan, kedalaman, 1. perubahan



dapat



menandakan



frekuensi, irama dan bunyi



awitan komplikasi pulmonal atau



napas.



menandakan luasnya keterlibatan otak. 2. untuk memudahkan ekspansi paru



2. Atur



posisi



klien



dengan



posisi semi fowler (15o – 45o).



dan



menurunkan



adanya



kemungkinan lidah jatuh yang menyumbat jalan napas. 3. Pada



klien



yang



mengalami



penurunan reflek menelan dan batuk dapat meningkatkan resiko 3. Kaji reflek menelan dan batuk klien



gangguan pernafasan 4. Mencegah



/



menurunkan



atelektasis 5. untuk



mencegah



komplikasi 4. Anjurkan klien latihan napas



terjadinya



dalam apabila sudah sadar. 5. Lakukan tim



kolaborasi medis



dengan dalam



pemberian terapi.



c. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi atau kognitif, penurunan kekuatan/tahanan, terapi pembatasan;



missal tirah



baring, imobilisasi. Tujuan:



mampu melakukan aktivitas fisik, tidak terjadi komplikasi



dekubitus dan kontraksi sendi. Kriteria hasil : klien mampu dan pulih kembali setelah pasca akut dan gerak, mampu melakukan aktivitas ringan pada tahap rehabilitasi sesuai dengan kemampuan. Intervensi 1. Kaji kemampuan mobilisasi.



Rasional 1. dapat



mengidentifikasi



tingkat



ketergantungan klien. 2. Kaji derajat ketergantungan 2. Untuk



mengetahui



klien dengan menggunakan



ketergantungan klien :



skala ketergantungan.



(0) : Klien mandiri (1) : Klien



derajat



memerlukan



bantuan



minimal (2) :Klien memerlukan bantuan sedang, pengawasan dan pengarahan (3) : Memerlukan bantuan terus menerus dan memerlukan alat Bantu (4) : Memerlukan bantuan total 3. Atur posisi klien dan ubahlah 3. perubahan posisi secara teratur dapat secara teratur tiap dua jam



meningkatkan dan mencegah adanya



sekali bila tidak ada kejang.



penekanan pada organ yang menonjol.



4. Bantu klien dalam gerakan- 4. mempertahankan gerakan kecil secara pasif



fungsi



sendi



mencegah penurunan tonus otak.



dan



apabila kesadaran menurun dan secara aktif bila klien kooperatif. 5. Berikan motivasi dan latihan 5. meminimalkan



atrofi



pada klien dalam memenuhi



meningkatkan



kebutuhan sesuai kebutuhan.



mencegah kontraktur.



6. Lakukan kolaborasi dengan 6. program tim



kesehatan



lain



sirkulasi,



yang



dikembangkan



(fisioterapy).



kebutuhan



otot, membantu



khusus untuk



yang



kekurangan



dapat



menemukan berarti/menjaga



tersebut



keseimbangan,



dalam



koordinasi



dan



kekuatan.



d. Resti perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk mencerna nutrient (penurunan tingkat kesadaran), kelemahan otot yang diperlukan untuk mengunyah, menelan, status hipermetabolik Tujuan : kekurangan nutrisi tidak terjadi. Kreteria hasil : BB klien normal, tanda-tanda malnutrisi tidak ada, nafsu makan tatap ada, Hb tidak kurang dari 10 gr%. Intervensi 1. Kaji kemampuan



Rasional 1. kelemahan



otot



dan



mengunyah, menelan, reflek



hipoaktif/



batuk dan pengeluaran sekret.



mengidentifikasikan



refleks



hiperaktif



yang dapat



kebutuhan



akan



metode makan alternatif. 2. kelemahan



otot



dan



hilangnya



2. Auskultasi bising usus dan



peristaltik usus merupakan tanda bahwa



catat bila terjadi penurunan



fungsi defekasi hilang yang kemudian



bising usus.



berhubungan



dengan



kehilangan



persyarafan parasimpatik usus besar dengan tiba-tiba. 3. dapat diberikan jika klien tidak mampu



untuk menelan.



3. Berikan makanan dalam porsi 4. mengkaji keefektifan aturan diet. sedikit



tapi



sering



baik 5. latihan



melalui NGT maupun oral. 4. Timbang berat badan.



sedang



mempertahankan



membantu



dalam



tonus



/berat



otot



badan dan melawan depresi. 6. pengobatan masalah dasar tidak terjadi



5. Tinggikan kepala klien ketika



tanpa perbaikan status nutrisi.



makan dan buat posisi miring dan netral setelah makan.



6. Lakukan kolaborasi dengan tim



kesehatan



untuk



pemeriksaan HB, Albumin, protein total dan globulin.



4. Implementasi Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat mandiri dan kolaboratif. Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan dimonitor kemajuan kesehatan klien 5. Evaluasi Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematik dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Penilaian dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam melaksanakan rencana kegiatan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan



DAFTAR PUSTAKA



Aplikasi Asuhan Keperawatan Bedasarkan NANDA & NIC-NOC Edisi Revisi. (2015). Yogyakarta: Media Hardy Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2015. Doengos Merlyn E. 2017 .Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. EGC. Jakarta Hudak & Gallo, 1997, Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik Edisi VI Volume 2, EGC, Jakarta. Mansjoer, A, dkk, 2017, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius, Jakarta. Tarwoto, et. al. (2017). Keperawatan Medikal Bedah, Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : Sagung Seto.