Jurnal Titrasi Permanganometri [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

JURNAL PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS KUANTITATIF Titrasi Permanganometri Standarisasi Larutan KMnO4 0,1 N dan Aplikasinya Penentuan Jumlah Air Kristal dalam H2C2O4.xH2O



Disusun oleh : Indah Tri Wahyuni 18030234035 KB 2018



JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA 2019



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Analisis kimia kuantitatif adalah suatu metode analisis kimia yang bertujuan untuk menentukan jumlah suatu zat atau komponen zat yang terkandung dalam suatu sampel. Metode yang digunakan dalam analisis kimia kuantitatif dibagi menjadi 2 macam yaitu metode klasik dan metode instrumental. Metode klasik adalah cara-cara yang didasarkan pada penggunaan-penggunaan reaksi kimia. Metode klasik yang digunakan dalam analisis kuantitatif adalah gravimetri dan titrimetri. Sedangkan metode instrumental didasarkan pada pengukuran besaran fisik untuk menentukan jumlah zat atau komponen yang dicari. Metode instrumental yang digunakan dalam analisis kuantitatif adalah spektrofotometri, spektroskopi, kromatografi dan elektrokima (Harjadi, 1986). Dalam metode analisis titrimetri titrasi dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses titrasi, terdapat 4 macam jenis titrasi yaitu: titrasi asam-basa bila melibatkan reaksi asam basa, titrasi redoks untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi kompleksometri untuk titrasi yang melibatkan pembentukan reaksi kompleks dan titrasi argentometri untuk titrasi yang melibatkan reaksi pengendapan (Day dan Underwood, 2002). Pada reaksi redoks terdapat reduktor dan oksidator dimana reduktor adalah zat yang dalam reaksi mengalami oksidasi dan mampu mereduksi zat lain sedangkan oksidator adalah zat yang dalam reaksi mengalami penurunan bilangan oksidasi dan mampu mengoksidasi zat lain (Keenan, 1986). Titrasi redoks dibedakan menjadi 2 macam metode yaitu oksidimetri dan reduktometri. Oksidimetri adalah metode titrasi yang menggunakan titran sebagai oksidator sedangkan reduktometri adalah metode titrasi yang menggunakan titran sebagai reduktor. Oksidimetri merupakan analisis kuantitatif yang yang didasarkan pada sifat oksidasi dan larutan standarnya. Pada umumnya larutan zat yang dititrasi bersifat reduktor, sehingga dalam reaksi ini reaksinya berupa reaksi redoks. Dalam analisis oksidimetri tidak digunakan indikator dari luar, tetapi larutan standarnya telah dapat berfungsi sebagai indikator (autoindikator).



Beberapa metode analisis oksidimetri sesuai dengan jenis larutan satandar yang digunakan yaitu : permanganometri, iodimetri, kromatometri dan serimetri (Harjadi, 1986). Pada praktikum ini akan dilakukan standarisasi larutan KMnO 4 0,1 N dengan menggunakan Na2C2O4 sebagai larutan bakunya. Dalam menentukan konsentrasi



larutan



KMnO4



prinsip



yang



digunakan



adalah



titrasi



permanganometri. Permanganometri merupakan salah satu metode titrasi yang menggunakan prinsip reaksi reduksi dan oksidasi. Permanganometri merupakan suatu metode yang sering digunakan karena permanganometri memiliki kelebihan antara lain permanganometri merupakan oksidator kuat, tidak memerlukan indikator, mudah diperoleh dan terjangkau (Khopkar, 2002). Adapun kekurangannya larutan KMnO4 tidak stabil dalam penyimpanan, jadi harus dilakukan pembakuan terlebih dahulu (Mursyidi, 2006). Kalium permanganat merupakan oksidator kuat dan tidak memerlukan indikator. Biasanya digunakan pada medium asam 0,1 N : MnO4- + 8 H+ + 5 e ⇌ Mn2+ + 4 H2O



E0 = 1,51 volt



Kalium permanganat secara luas dipergunakan sebagai larutan standar oksidimetri, permanganat dapat menjadi sebagai indikator. KMnO4 0,1 N adalah suatu larutan yang setiap liternya mengandung 1/5 gram mol KMnO 4 jika dipergunakan dalam larutan lingkungan asam (Harjadi 1986). Untuk pengasaman sebaiknya dipakai asam sulfat, karena asam ini tidak menghasilkan reaksi samping. Sebaliknya jika dipakai asam klorida akan mengoksidasi ion Cl- yang menyebabkan terbentuknya gas klor dan reaksi ini mengakibatkan dipakainya permanganat dalam jumlah berlebih (Svehla, 1985). Kalium permanganat sebelum digunakan dalam proses permanganometri, harus distandarisasi terlebih dahulu. Untuk menstandarisasi larutan KMnO4 ini, dapat digunakan zat reduktor seperti asam oksalat (H2C2O4), natrium oksalat (Na2C2O4), dan lain-lain (Harjadi, 1986). Untuk aplikasi titrasi permanganometri yaitu menentukan jumlah air kristal dalam H2C2O4.xH2O. Dengan menggunakan larutan standar KMnO4 dan H2C2O4.xH2O sebagai larutan bakunya. Persamaan reaksi antara asam oksalat dengan permanganat adalah :



5 C2O42- + 2 MnO4- + 16 H+ → 2 Mn2+ + 10 CO2 + 8 H2O Reaksi oksidasi terhadap H2C2O4 berjalan lambat pada temperatur ruang. Untuk mempercepat perlu adanya pemanasan. Titik akhir permanganat tidak permanen dan warnanya dapat hilang karena reaksi : 2 MnO4- + 3 Mn2+ + 2 H2O ⇌ 5 MnO2 + 4 H+ (ungu)



(tidak berwarna) (Khopkar, 2002)



Pada aplikasi titrasi permanganometri, larutan KMnO 4 bertindak sebagai titran sedangkan larutan H2C2O4.xH2O bertindak sebagai titrat. Dari proses titrasi ini dapat ditentukan jumlah air kristal dalam H2C2O4.xH2O. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana cara menentukan standarisasi larutan KMnO4 0,1 N ? 2. Bagaimana cara menentukan jumlah air kristal dalam H2C2O4.xH2O ? 1.3 Tujuan 1. Untuk dapat mengetahui cara menentukan standarisasi larutan KMnO4 0,1 N 2. Untuk dapat mengetahui cara menentukan jumlah air kristal dalam H2C2O4.xH2O



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Prinsip Titrasi Redoks Reduksi–oksidasi adalah proses perpindahan elektron dari suatu oksidator ke reduktor. Reaksi reduksi adalah reaksi penangkapan elektron atau reaksi terjadinya penurunan bilangan oksidasi. Sedangkan reaksi oksidasi adalah pelepasan elektron atau reaksi terjadinya kenaikan bilangan oksidasi. Jadi, reaksi redoks adalah reaksi penerimaan elektron dan pelepasan elektron atau reaksi penurunan dan kenaikan bilangan oksidasi (Rival,1995). Titrasi redoks adalah metode penentuan kuantitatif yang reaksi utamanya adalah reaksi redoks, reaksi ini hanya dapat berlangsung jika terjadi interaksi dari senyawa/unsur/ion yang bersifat oksidator dengan senyawa/unsur/ion bersifat reduktor. Jadi kalau larutan bakunya oksidator, maka analit harus bersifat reduktor dan sebaliknya (Hamdani, 2012). Istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia di mana terjadi kenaikan bilangan oksidasi, sedangkan reduksi digunakan untuk setiap penurunan bilangan oksidasi. Bermacam reaksi redoks dapat digunakan untuk analisis titrasi volumetri asalkan kesetimbangan yang tercapai setiap penambahan titran dapat berlangsung dengan cepat. Diperlukan juga adanya indikator yang mampu menunjukkan titik ekuivalen stoikiometri dengan akurasi yang tinggi. Banyak titrasi redoks dilakukan dengan menggunakan indikator warna. Banyak reaksi redoks berlangsung secara lambat, sehingga sering digunakan suatu katalis untuk mempercepatnya (Khopkar, 2002). Titrasi redoks banyak digunakan dalam pemeriksaan kimia karena berbagai zat organik dan zat anorganik dapat ditentukan dengan cara ini. Namun demikian, agar titrasi redoks ini berhasil dengan baik, maka persyaratan berikut harus dipenuhi : 1.



Harus tersedia pasangan sistem redoks yang sesuai sehingga erjadi pertukaran elektron secara stoikiometri.



2. Reaksi redoks harus berjalan cukup cepat dan berlangsung secara terukur (kesempuranaan 99,9 %).



3. Harus tersedia cara penentuan titik akhir yang sesuai. (Rival, 1995) 2.2 Macam – macam Titrasi Redoks Titrasi redoks dibedakan menjadi 2 yaitu : 1.



Titrasi Oksidimetri adalah teknik titrasi yang menggunakan titran sebagai suatu oksidator. Salah satu teknik ini adalah permanagnometri. Pada metode ini, titran yang digunakan adalah ion permanganat, khususnya dalam bentuk garam kalium permanganat. Ion permanganat bertindak sebagai oksidator dengan hasil reaksi berupa ion Mn2+ (Skoog, 2002).



2. Titrasi Reduktometri adalah teknik titrasi yang menggunakan titran sebagai suatu reduktor. Salah satu teknik ini adalah iodometri. Iodometri dibedakan menjadi iodometri langsung dan iodometri tidak langsung (Harvey, 2000). Oksidi-reduktometri digunakan untuk analisis logam dalam suatu persenyawaan dan analisis senyawa organik (Harvey, 2000) 2.3 Titrasi Oksidimetri Titrasi oksidimetri adalah titrasi terhadap larutan zat pereduksi (reduktor) dengan larutan standar zat pengoksidasi (oksidator). Oksidasi adalah suatu proses pelepasan satu elektron atau lebih atau bertambahnya bilangan oksidasi suatu unsur. Reduksi adalah suatu proses penangkapan sau elektron atau lebih atau berkurangnya bilangan oksidasi dari suatu unsur. Reaksi oksidasi dan reduksi berlangsung serentak, dalam reaksi ini oksidator akan direduksi dan reduktor akan dioksidasi sehingga terjadilah suatu reaksi sempurna (Padmaningrum, 2008). Berikut ini macam – macam titrasi oksidimetri yaitu : 1. Titrasi Permanganometri Permanganometri merupakan metode titrasi yang dilakukan berdasarkan reaksi oleh kalium permanganat (KMnO4). Prinsip reaksi ini difokuskan pada reaksi oksidasi dan reduksi yang terjadi antara KMnO 4 dengan bahan baku tertentu. Zat anorganik dapat dioksidasi dengan menggunakan KMnO 4 dalam suasana asam dengan pemanasan. Sisa KMnO 4 direduksi dengan asam oksalat berlebih. Kelebihan asam oksalat dititrasi kembali dengan KMnO 4. Metode



permanganometri didasarkan pada reaksi oksidasi ion permanganat. Reaksi oksidasi ini dapat berlangsung dalam suasana asam, netral dan alkalis. Adapun reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut : MnO4- (aq) + 8 H+ (aq) + 5 e ⇌ Mn2+ (aq) + 4 H2O (l) (Apriyanti, 2018) Permanganat bereaksi secara cepat dengan banyak agen pereduksi berdasarkan pereaksi ini, namun beberapa pereaksi membutuhkan pemanasan atau penggunaan sebuah katalis untuk mempercepat reaksi. Reduksi MnO4- berlangsung sebagai berikut : a. Dalam larutan asam, [H+] 0,1 N atau lebih MnO4- + 8 H+ + 5 e ⇌ Mn2+ + 4 H2O



E0 = 1,51 volt



b. Dalam larutan netral, pH 4 – 10 MnO4- + 4 H+ + 3 e ⇌ MnO2 (s) + 2 H2O



E0 = 1,71 volt



c. Dalam larutan basa, OH- 1 N atau lebih MnO4- + e ⇌ MnO42-



E0 = 0,56 volt (Harjadi, 1986)



Kebanyakan titrasi permanganometri dilakukan dengan cara langsung atas analit yang dapat dioksidasi misalnya Fe2+, asam/garam okslat yang dapat larut, dan sebagainya. Beberapa ion logam yang tidak dioksidasi dapat dititrasi secara tidak langsung, antara lain : 



Ion – ion Ca, Ba, Sr, Pb, Zn, dan Hg (II) yang mula-mula diendapkan sebagai oksidator. Setelah endapan disaring dan dicuci, dilarutkan dalam H2SO4 berlebih sehingga terbentuk asam oksalat secara kuantitatif. Asam oksalat inilah yang akhirnya dititrasi dan dari hasil titrasi dapat dihitung banyaknya ion logam yang bersangkutan.







Ion-ion Ba dan Pb juga dapat diendapkan sebagai garam kromat, setelah disaring, dicuci, dan dilarutkan dalam asam, ditambah larutan baku FeSO4 berlebih. Sebagian Fe3+ dioksidasi oleh kromat dan sisanya dapat ditentukan banyaknya dengan menitrasinya dengan KMnO4. (Harjadi, 1986) Titrasi permanganometri dipilih karena memiliki beberapa kelebihan,



diantaranya yaitu lebih mudah digunakan dan efektif, karena reaksi ini tidak



memerlukan indikator, hal ini dikarenakan larutan KMnO4sudah berfungsi sebagai indikator, yaitu ion MnO4- berwarna ungu, setelah direduksi menjadi ion Mn tidak berwarna, dan disebut juga sebagai autoindikator (Apriyanti, 2018). Standar-standar Primer untuk Permanganat 



Arsen (III) Oksida Senyawa As2O3 adalah standar primer yang sangat baik untuk larutan-



larutan permanganat. Senyawa ini stabil, nonhigroskopik, dan tersedia dengan kemurnian yang tinggi. Oksida ini dilarutkan dalam Natrium hidroksida, dan larutan kemudian diasamkan dengan asam klorida dan dititrasi dengan permanganat : 5 HAsO2 + 2 MnO4- + 6 H+ + 2 H2O → 2 Mn2+ + 5 H3AsO4 Reaksi ini berjalan lambat pada suhu ruangan kecuali sebuah katalis ditambahkan. Kalium iodida (KI), Kalium iodat (KIO3), dan iodin monoklorida (ICl) telah digunakan sebagai katalis. 



Natrium Oksalat Senyawa



Na2C2O4



merupakan



standar



primer



yang



baik



untuk



permanganat dalam larutan asam. Senyawa ini dapat diperoleh dengan kemurnian yang tinggi, stabil pada saat pengeringan, dan non higroskopik. Reaksinya berjalan lambat dalam suhu ruangan, sehingga larutan biasanya dipanaskan sampai sekitar 60 °C. Bahkan pada suhu yang lebih tinggi reaksinya berjalan lambat, namun kecepatnnya meningkat ketika ion mangan (II) terbentuk. Mangan (II) bertindak sebagai katalis, dan reaksinya disebut autokatalitik, karena katalisnya diproduksi di dalam reaksi itu sendiri. Ion tersebut dapat memberikan efek katalitiknya dengan cara bereaksi dengan cepat dengan permanganat untuk membentuk mangan dengan bilangan oksidasi +3 atau +4, secara cepat akan mengoksidasi ion oksalat, kembali ke kondisi divalen. Persamaan reaksi antara oksalat dengan permanganat adalah 5 C2O42- + 2 MnO4- + 16 H+ → 2 Mn2+ + 10 CO2 + 8 H2O (Day dan Underwood, 2002) 



Besi Kawat besi dengan tingkat kemurnian yang tinggi dapat dijadikan sebagai



sebuah standar primer. Unsur ini larut dalam asam klorida encer, dan semua besi



(II) yang diproduksi selama proses pelarutan direduksi menjadi besi (II). Jika larutannya dititrasi dengan permanganat, terdapat ion klorida yang dioksidasi selain besi (II). Oksidasi dari ion klorida oleh permanganat berjalan lambat pada suhu ruangan. Namun dengan adanya besi, oksidasi akan berjalan lebih cepat (Day dan Underwood, 2002). 2. Titrasi Iodimetri Iodimetri merupakan metode titrasi atau volumetri yang pada penentuan atau penetapan berdasar pada jumlah I2 (iodium) yang bereaksi dengan sampel atau terbentuk dari hasil reaksi antara sampel atau terbentuk dari hasil reaksi antara sampel dengan ion iodide (I). Metode ini tergolong titrasi langsung, berbeda dengan metode iodometri yang sama-sama menggunakan I 2 sebagai dasar penetapannya. Iodimetri termasuk titrasi redoks dengan I2 sebagai titran seperti dalam reaksi redoks umumnya yang harus selalu ada oksidator dan reduktor, sebab bila suatu unsur bertambah bilangan oksidasinya (melepaskan elektron), maka harus ada suatu unsur yang bilangan oksidasinya berkurang atau turun (menangkap elektron). Jadi tidak mungkin hanya ada oksidaor atau reduktor saja. Daalam metode analisis ini analit dioksidasikan oleh I2, sehingga I2 tereduksi menjadi ion iodide, dengan kata lain I2 bertindak sebagai oksidator dengan reaksi : I2 + 2e → 2 I(Hamdani, 2012) 3. Titrasi Serimetri Larutan serium (IV) sulfat dalam asam sulfat encer merupakan zat pengoksidasi yang kuat dan lebih stabil daripada larutan kalium permanganat, dengan suatu syarat bahwa asam sulfat cukup mampu menghindari hidrolisis dan pengendapan garam basanya. Kalau larutan kalium permanganat dapat direduksi menjadi beberapa macam keadaan hasil reduksi, maka reduksi larutan serium (III), menurut reaksi : Ce4+ + e → Ce3+ Ion Ce (IV) dipergunakan dalam larutan-larutan dengan kesaman tinggi karena hidrolisa



akan



menghasilkan



pengendapan



pada



larutan-larutan



dengan



konsentrasi ion hydrogen yang rendah. Potensial redoks dari pasangan Ce (IV) / Ce (III) tergantung pada sifat dan konsentrasi asam yang ada (Harjadi, 1986).



4. Titrasi Kromatometri Pada titrasi ini sebagai peniter digunakan larutan kalium dikromat. Penggunaan utama adalah titrasi besi dalam larutan asam. Senyawa Na/Badifenilaminasulfonat merupakan indikator yang sesuai bila besi dititrasi dalam suasana asam sulfat-asam fosfat. Metode serimetri merupakan metode titrasi yang menggunakan prinsip reaksi redoks di dalamnya. Metode ini memiliki kelebihan diantaranya adalah larutannya (serium(IV) sulfat) lebih stabil dalam penyimpanan, merupakan oksidator yang baik, larutannya kurang berwarna sehingga jelas pembacaan titik akhir dengan indikator (Rusgiyono, 2013). 2.4 Penentuan Jumlah Air Kristal dalam H2C2O4.xH2O Pada praktikum ini, untuk aplikasi titrasi pengompleksan yaitu menentukan kadar jumlah air Kristal dalam H2C2O4.xH2O dengan menggunakan metode titrasi permanganometri. Asam oksalat (H2C2O4) merupakan senyawa turunan dari asam karboksilat yang mengandung 2 gugus karboksil yang terletak pada bagian ujung rantai karbon yang lurus. Beberapa sifat fisik asam oksalat diantaranya tidak berbau, higroskopis, berwarna putih dan mempunyai berat molekul 90 gram/mol (Irwanda, 2017). Munculnya istilah air kristal karena ada beberapa senyawa ionik yang memiliki kekhasan sifat yaitu dapat menarik dan mengikat molekul air dalam jumlah tertentu. Senyawa tersebut disebut senyawa terhidrat (hidrat-air), sedangkan air yang terikat disebut air hidrasi atau air kristal, disebut air hidrasi atau air kristal, disebut demikian karena molekul air yang terkandung memiliki ikatan hidrogen. Dengan adanya molekul air pada kisi kristal maka akan menyebabkan kristal itu stabil. Senyawa hidrat dapat mengikat satu sampai dua puluh molekul air sehingga akan membentuk dekahedran yang berbentuk bujur sangkar. Melalui pemanasan senyawa hidrat atau garam hidrat dapat terurai menjadi senyawa anhidrat atau garam hidrat dan uap air. Artinya molekul air (air hidrat) terlepas dari ikatan kimia dimana kehilangan air dari hidrat ini terjadi dalam beberapa tahap membentuk suatu rangkaian juga dengan struktur kristal yang teratur dan mengandung air (lebih sedikit). Metode tersebut dapat dilakukan



untuk mengetahui berapa molekul air yang terikat pada suatu senyawa hidrat (Sutardi, 2017). 2.5 Kelebihan dan Kekurangan Titrasi Permanganometri 



Kelebihan : 1. Titrasi permanganometri lebih mudah digunakan dan efektif, 2. Pada titrasi ini tidak memerlukan indikator, hal ini dikarenakan larutan KMnO4 sudah berfungsi sebagai indikator, yaitu ion MnO4- berwarna ungu, setelah direduksi menjadi ion Mn2+ tidak berwarna dan disebut juga sebagai autoindikator (Mursyidi, 2006).







Kekurangan : 1. Larutan KMnO4 tidak stabil dalam penyimpanan, jadi harus dilakukan pembakuan terlebih dahulu (Mursyidi, 2006).



BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat 1. Neraca analitik



1 buah



2. Buret



50 mL



1 buah



3. Statif dan Klem



1 buah



4. Gelas kimia



100 mL



2 buah



5. Labu ukur



100 mL



1 buah



6. Erlenmeyer



250 mL



3 buah



7. Gelas ukur



10 mL



1 buah



8. Corong kaca



1 buah



9. Termometer



1 buah



10. Pipet volume



10 mL



1 buah



11. Pipet tetes



5 buah



12. Spatula



1 buah



13. Pembakar spirtus



1 buah



14. Kasa



1 buah



15. Kaki tiga



1 buah



3.2 Bahan 1. Larutan KMnO4



± 0,1 N



Secukupnya



2. Aquades



± 500 mL



3. Na2C2O4



0,674 gram



4. H2C2O4xH2O



0,374 gram



5. Larutan H2SO4



2N



12 mL



3.3 Prosedur 1. Penentuan (standarisasi) Larutan KMnO4 ± 0,1 N dengan Na2C2O4 sebagai baku Percobaan yang pertama yaitu penentuan konsentrasi KMnO 4 0,1 N dengan Na2C2O4 sebagai baku. Pertama padatan Na2C2O4 ditimbang sebanyak 0,0674 gram menggunakan neraca analitik. Padatan Na2C2O4 yang sudah ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam gelas kimia dan dilarutkan dengan



aquades. Setelah itu, dipindahkan ke dalam labu ukur 100 mL dan diencerkan sampai tanda batas. Dikocok sampai larutan tercampur sempurna diperoleh larutan Na2C2O4. Setelah melakukan pengenceran, tahap selanjutnya adalah standarisasi larutan. Disiapkan buret yang sudah terpasang pada statif dan klem. Buret dibilas terlebih dahulu menggunakan larutan KMnO4 0,1 N kemudian buret diisi dengan larutan KMnO4 0,1 N. Diambil 10 mL larutan Na2C2O4 menggunakan pipet seukuran, kemudian dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 mL. Ditambahkan 2 mL larutan H2SO4 2 N kemudian Erlenmeyer dipanaskan sampai mencapai suhu 70 °C. Tahap selanjutnya dititrasi dengan larutan KMnO4 dan dihentikan titrasi saat terjadi perubahan warna dari tidak berwarna menjadi merah muda. Kemudian dibaca angka pada buret pada awal dan akhir titrasi dan dicatat volume KMnO 4 yang diperlukan. Dihitung konsentrasi larutan KMnO4. Diulangi titrasi sebanyak 3 kali dengan volume larutan Na2C2O4 yang sama. Dihitung konsentrasi rata-rata larutan KMnO4. 2. Penentuan Jumlah Air Kristal dalam H2C2O4.xH2O Pada percobaan selanjutnya akan ditentukan jumlah air Kristal dalam H2C2O4.xH2O melalui proses titrasi permanganometri dengan KMnO 4 yang telah distandarisasi dengan Na2C2O4. Pertama padatan H2C2O4.xH2O ditimbang sebanyak 0,378 gram menggunakan neraca analitik. Padatan H2C2O4.xH2O yang sudah ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam gelas kimia dan dilarutkan dengan aquades. Setelah itu, dipindahkan ke dalam labu ukur 100 mL dan diencerkan sampai tanda batas. Dikocok sampai larutan tercampur sempurna diperoleh larutan H2C2O4.xH2O. Diambil 10 mL larutan H2C2O4.xH2O menggunakan pipet dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 mL. Ditambahkan 2 mL larutan H2SO4 2 N kemudian Erlenmeyer dipanaskan sampai mencapai suhu 70 °C. Dititrasi dengan larutan KMnO4 yang sudah distandarisasi dalam keadaan panas dan dihentikan titrasi saat terjadi perubahan warna dari tidak berwarna menjadi merah muda. Diulangi titrasi sebanyak 3 kali dengan volume larutan H2C2O4.xH2O yang sama dan dihitung jumlah air kristal dalam H2C2O4.xH2O.



DAFTAR PUSTAKA



Apriyanti, dan Apriyani, Ersy Monica. 2018. Analisis Kadar Zat Organik pada Air Sumur Warga Sekitar TPA dengan Metode Titrasi Permanganometri. Jurnal Ilmu Kimia dan Terapan, 2(2), 10-14. Day, R. A., & Underwood, A. L. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga. Hamdani, Syarif., dkk. 2012. Panduan Praktikum Kimia Analisis. Bandung: Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia.



Harjadi, W. 1986. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: PT Gramedia.



Harvey, David. 2000. Modern Analytical Chemistry. New York: The McGrawHill Companies.



Irwanda, Winsen. 2017. Sintesis Asam Oksalat Dari Getah Batang Tanaman Sri Rejeki (Dieffenbachia Seguine (Jacq.) Schott) Menggunakan Metode Hidrolisis Asam Fosfat. Jurnal sains, 6(1), 30-36. Keenan. 1986. Kimia Untuk Universitas Jilid 1 Edisi Keenam. Jakarta : Erlangga. Khopkar. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press. Mursyidi, A., dan Rohman, Abdul. 2006. Pengantar Kimia Farmasi Analisis Volumetri dan Gravimetri. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Rival, Harrizul. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta: UI Press. Rusgiyono, Agus, dkk. 2013. Pemetaan Produksi dan Komposisi Garam. Prosiding Seminar Nasional Statistika. Semarang : Hlm 243. Skoog, Douglas A, dkk. 2002. Fundamental of Analytical Chemistry Eight Edition. Canada: Thomson Learning. Sutardi. 2017. Cara Mudah Belajar Kimia. Yogyakarta : Deepublish.



Svehla, G. 1985. Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Jakarta: PT Kalman Media Pustaka.