Kasus 1 Hiperlipidemia [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PRAKTIKUM FARMASI KLINIK DAN RUMAH SAKIT “HIPERLIPIDEMIA, PNEUMONIA, CHF, ALO”



Dosen Pengampu : Dr. apt. Ika Purwidyaningrum, M. Sc



Disusun Oleh: Shandi Juliana Hoer



2120414672



Sri Winarni Sofya



2120414674



PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER XLI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SETIA BUDI SURAKARTA 2021



BAB I PENDAHULUAN



Penyakit kardiovaskuler masih menjadi penyebab kematian terbesar di dunia. Penyakit kardiovaskular membunuh lebih dari 4 juta orang di Eropa setiap tahunnya dengan angka mortalitas pada wanita lebih tinggi, sekitar 2,2 juta wanita dibandingkan 1,4 juta pada pria. Namun, penelitian menyatakan bahwa cardiovascular death pada usia dini ( 200 mg/dL adalah sebanyak 39,8%, sedangkan data WHO menunjukkan bahwa peningkatan kadar kolesterol diestimasikan dapat menyebabkan 2,6 juta kematian (4,5% dari total) dan 29,7 juta Disability Adjusted Life Years (DALYS) yaitu sekitar 2% dari total DALYS (Suhadi et al. 2017). Berdasarkan klasifikasi American Heart Association, hiperlipidema dibagi menjadi dua manifestasi klinis, yaitu hiperkolesterolemia dan hipertrigliseridemia. Sedangkan berdasakan etiologinya, hiperlipidemia dibagi menjadi hiperlipidemia primer dan sekunder, dimana hiperlipidemia sendiri dibagi menjadi 5 tipe berdasarkan klasifikasi Fredrickson; tipe 1 ditandai dengan kenaikan kolesterol dengan kadar trigliserida yang tinggi, tipe 2 ditandai yaitu kenaikan kolesterol dengan kadar trigliserida yang normal, tipe 3 ditandai dengan kenaikan kolesterol dan



trigliserida, tipe 4 ditandai dengan kenaikan trigliserida serta munculnya aterom dan kenaikan asam urat, dan tipe 5 ditandai dengan kenaikan trigleserida saja. BAB II TINJAUAN PUSTAKA



A. Drug Related Problems (DRPs) Drug Related Problems (DRPs) sebagai suatu peristiwa yang melibatkan terapi obat secara aktual atau berpotensi mengganggu tujuan terapi yang diinginkan. Identifikasi terhadap kemungkinan terjadinya DRPs merupakan salah satu tahapan dari pelayanan asuhan kefarmasian yang dilakukan oleh apoteker (Bereket et al. 2014). DRPs dapat juga dikatakan sebagai suatu kejadian yang tidak menyenangkan yang dialami oleh pasien yang melibatkan atau diduga berkaitan dengan terapi obat dan secara actual maupun potensial mempengaruhi outcome terapi pasien dan merupakan suatu kejadian yang tidak diharapkan dari pengalaman pasien atau diduga akibat terapi obat sehingga potensial mengganggu keberhasilan penyembuhan yang dikehendaki (Rovers et al. 2003). B. Klasifikasi DRP Klasifikasi DRP sangat bervariasi. Cipolle et al. (1998) membuat suatu sistem klasifikasi DRP volume keempat yang telah direvisi. Klasifikasi DRP berdasarkan masalahnya dapat dilihat pada Tabel di bawah ini



C. Pengertian Hiperlipidemia Hiperlipidemia adalah suatu keadaan dimana terdapat kadar lipid yang berlebihan dalam darah, terutama kolesterol dan trigliserida. Hal ini juga sesuai dengan definisi yang diberikan oleh American Heart Association. Hiperlipidemia dapat disebut juga hiperlipoproteinemia karena komponen lemak berpindah di sepanjang sirkulasi darah dengan menempel pada protein. Itulah sebabnya, lemak ini dapat terlarut ketika berada di sepanjang sirkulasi. Hiperlipidemia secara umum dapat dibagi menjadi dua subkategori, yaitu: a. Hiperkolesterolemia, yang ditandai dengan tingginya kadar kolesterol, dan b. Hipertrigliseridemia, yang ditandai dengan tingginya kadar trigliserida, dimana triigliserida ini merupakan bentuk umum dari lemak. Tingginya kadar lipid pada keadaan hiperlipidemia dapat meningkatkan kecepetan terjadinya aterosklerosis atau pengerasan pada pembuluh arteri karena menumpuknya plak pada permukaan arteri. Plak tersebut terbentuk karena endapan lipid dan material lainnya yang berada pada sirkulasi darah. Akibatnya, pembuluh arteri yang semula elastis akan menyempit dan mengeras. Terjadinya aterosklerosis ini dapat meningkatkan resiko terjadinya penyakit hati, stroke, dan penyakit vaskular yang lain (Harikumar et al. 2013). Hiperlipidemia disebut juga dengan dislipidemia. Peningkatan kadar kolesterol total, LDL-C atau kadar trigliserida, penurunan konsentrasi HDL-C, atau beberapa kombinasi dari abnormalitas tersebut didefinisikan sebagai dislipidemia (Talbert, 2008). Dislipidemia disebabkan oleh terganggunya metobolisme lipid akibat interaksi faktor genetik dan juga faktor lingkungan (PERKI, 2017). Nilai LDL dapat menjadi salah satu prediktor morbiditas dan mortalitas untuk beberapa penyakit lainnya (Talbert, 2008). D. Klasifikasi Hiperlipidemia Hiperlipidemia dapat diklasifikasikan atau dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu: a. Familial hyperlipidemia atau hiperlipidemia primer disebabkan oleh abnormalitas genetik. Berdasarkan klasifikasi Fredrickson, hiperlipidemia jenis ini dapat dibedakan lagi ke dalam lima tipe, sebagai berikut: 1) Tipe I : peningkatan kolesterol dengan kadar trigliserida tinggi 2) Tipe II : kolesterol tinggi dengan trigliserida normal 3) Tipe III : peningkatan kolesterol dan trigliserida



4) Tipe IV : peningkatan trigliserida, atheroma, dan asam urat 5) Tipe V : peningkatan trigliserida



b. Acquired hyperlipidemia atau hiperlipidemia sekunder, yaitu hiperlipidemia sebagai akibat dari kelainan atau penyakit lain yang menyebabkan perubahan pada metabolisme lipid plasma dan



lipoprotein.



Beberapa



penyakit



yang



biasanya menjadi



penyebab



terjadinya



hiperlipidemia jenis ini adalah diabetes melitus, penggunaan obat-obat seperti diuretik, beta blockers, dan estrogen, serta pada beberapa kondisi seperti hipotiroidisme, gagal ginjal, sindroma nefrotik, penggunaan alkohol, dan beberapa kelainan endokrin dan metabolik lainnya. c. Hiperlipidemia idiopatik, yaitu hiperlipidemia yang tidak diketahui penyebabnya (Harikumar et al. 2013). E. Etiologi Hiperlipidemia Kadar lipoprotein, terutama kolesterol LDL, meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Dalam keadaan normal, pria memiliki kadar yang lebih tinggi, tetapi setelah menopause kadarnya pada wanita mulai meningkat. Faktor lain yang menyebabkan tingginya kadar lemak tertentu (misalnya VLDL dan LDL) adalah: 1. Riwayat keluarga dengan hiperlipidemia 2. Obesitas 3. Diet kaya lemak 4. Kurang melakukan olah raga 5. Penggunaan alkohol



6. Merokok 7. Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik 8. Kelenjar tiroid yang kurang aktif F. Patofisiologi Hiperlipidemia Secara umum, hiperlipidemia terjadi berdasarkan beberapa mekanisme. (1) Penurunan ekskresi trigliserida kaya lipoprotein dan inhibisi lipoprotein lipase dan trigliserida lipase. (2) Faktor-faktor lainnya seperti resistensi insulin, defisiensi carnitine, dan hipertiroidisme yang dapat menyebabkan kelainan metabolisme lemak. (3) Pada sindrom nefrotik, penurunan kadar protein



albumin



dalam



sirkulasi



menyebabkan



kenaikan



sintesis



lipoprotein



untuk



mempertahankan tekanan onkotik plasma (Majid, 2013). Patofisiologi hiperlipidemia adalah meningkatnya kadar kolesterol total dan LDL (Low Density Lipoprotein) serta penurunan kadar kolesterol HDL (High Density Lipoprotein). Hiperlipidemia dapat didiagnosa dengan pemeriksaan laboratorium yang ditandai dengan adanya penurunan kadar HDL dan apabila kadar HDL kurang dari 40 mg/dL maka dikatakan rendah (Musfirah, 2007). G. Penatalaksanaan Hiperlipidemia 1. Terapi Non Farmakologi Tatalaksana terapi non farmakologi pada pasien hiperlipidemia adalah perubahan gaya hidup terapeutik yang harus dilakukan oleh seluruh pasien prior to considering drug therapy. Komponen perubahan gaya hidup termasuk di dalamnya adalah (Talbert, 2008): a. Penurunan intake lemak jenuh dan kolesterol. b. Pilihan diet untuk menurunkan LDL, misalnya peningkatan konsumsi stanol / sterol tumbuhan dan asupan serat. c. Penurunan berat badan. d. Meningkatkan aktivitas fisik: secara umum, aktivitas fisik intensitas sedang selama 30 menit per hari setiap hari dalam seminggu harus digiatkan.



e. Target LDL kolesterol dan titik potong untuk terapi dengan perubahan gaya hidup dan terapi obat pada kategori faktor resiko yang berbeda dapat dilihat pada Tabel di bawah ini



Pasien dengan penyakit jantung koroner atau mereka yang memiliki resiko tinggi harus dievaluasi sebelum melakukan latihan yang berat. Berat badan dan indeks massa tubuh harus diukur pada tiap pertemuan dengan dokter, dan pola gaya hidup untuk menginduksi penurunan berat badan sebesar 10% harus didiskusikan dengan pasien obesitas (Talbert, 2008). Seluruh pasien harus dikonseling untuk berhenti merokok dan untuk pasien yang mengalami hipertensi harus diterapi sesuai dengan panduan dari Joint National Committee VII. Banyak pasien harus diberikan percobaan selama 3 bulan (2 kali pertemuan dengan jarak tiap 6 bulan) untuk terapi diet dan perubahan gaya hidup terapetik sebelum mulai mendapatkan terapi obat kecuali pasien termasuk pasien dengan resiko sangat tinggi (hiperkolesterolemia berat, penyakit jantung koroner yang diketahui,



resiko yang ekuivalen dengan penyakit jantung koroner, faktor resiko ganda, sejarah keluarga yang kuat) (Talbert, 2008). Komponen esensial dari perubahan gaya hidup terapeutik (therapeutic lifestyle changes/TLC) dapat dilihat pada Tabel di bawah ini



2. Terapi Farmakologi Terapi obat diindikasikan setelah dilakukan perubahan gaya hidup terapeutik yang adekuat. Walaupun telah banyak obat penurun lipid yang efikasius, namun tidak satupun yang efektif untuk semua gangguan lipoprotein dan setiap obat memiliki efek samping. Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat penurun lipid secara umum dapat dibedakan menjadi obat yang dapat menurunkan sintesis VLDL dan LDL, obat yang dapat meningkatkan klirens VLDL, obat yang meningkatkan katabolisme LDL, obat yang dapat menurunkan absorpsi kolesterol, obat yang dapat meningkatkan HDL dan kombinasinya (Talbert, 2008). a. Niacin (Nicotinic acid) Niacin merupakan obat penurun lipid pertama yang dihubungkan dengan penurunan mortalitas total. Niacin menurunkan produksi partikel VLDL, menurunkan level LDL dan meningkatkan level HDL kolesterol. Efek rata-rata dari dosis penuh 3-4,5 g/hari terapi niasin adalah penurunan LDL kolesterol sebesar 15-25% dan peningkatan HDL kolesterol sebesar 25-35%. Dosis penuh dibutuhkan untuk mendapatkan efek LDL, namun efek HDL telah ditunjukan pada dosis yang lebih rendah yaitu pada dosis 1g/hari. Niacin juga dapat menurunkan trigliserida dan lipoprotein A dan akan meningkatkan



level homosistein. Niacin dapat menyebabkan flushing yang dimediasi prostaglandin yang dideskripsikan pasien sebagai ”hot flashes” atau pruritus dan dapat diturunkan dengan pemberian pretreatment dengan aspirin (81-325 mg/hari) atau obat NSAID lainnya (Guyton dan Hall, 2006). b. Bile acid-binding resin Golongan resin pengikat asam empedu Bile acid-binding resin Golongan resin pengikat asam empedu termasuk di dalamnya adalah kolestiramin, kolesevelam dan kolestipol. Resin bekerja dengan cara mengikat asam empedu pada intestin. Mekanisme yang bersamaan adalah penurunan sirkulasi enterohepatik yang dapat menyebabkan hati meningkatkan produksi asam empedunya, menggunakan kolesterol hepatik. Aktivitas reseptor hepatik LDL akan meningkat, menyebabkan terjadinya penurunan level LDL plasma. Level trigliserida dapat meningkat sedikit pada beberapa pasien yang diterapi dengan resin pengikat asam empedu, sehingga penggunaan obat ini harus dengan peringatan pada pasien yang mengalami peningkatan trigliserida dan tidak diberikan pada semua pasien dengan kadar trigliserida diatas 500 mg/dL (Guyton dan Hall, 2006). c. Hydroxymethylglutaryl-Coenzyme A (HMG-CoA) Reductase Inhibitors (Statin). HMG-CoA reductase inhibitors termasuk di dalamnya adalah atorvastatin, fluvastatin, lovstatin, pravastatin, rosuvastatin dan simvastatin. Mekanisme obat golongan ini adalah dengan menghambat rate limiting enzyme pada pembentukan kolesterol. Obat golongan ini dapat menurunkan infark mikard dan mortalitas total pada pencegahan sekunder, sama halnya pada pencegahan untuk pasien pria usia pertengahan yang bebas penyakit jantung koroner (Guyton dan Hall, 2006). Dosis lazim atorvastatin, 10-80 mg/hari; fluvastatin, 20-40 mg/hari; lovastatin, 10-80 mg/hari; pravastatin, 10-40 mg/hari; rosuvastatin, 5-40 mg/hari; dan simvastatin, 540 mg/hari. Obat-obat golongan ini biasanya diberikan satu kali sehari pada saat malam hari (dimana sebagian besar sintesis kolesterol terjadi pada malam hari). Pada rentang dosis akhir yang tinggi, dosis bagi dua kali sehari dapat digunakan (Guyton dan Hall, 2006). d. Fibric acid derivatives. Derivat asam fibrat termasuk gemfibrozil, fenofibrat dan klofibrat. Fibrat dapat menurunkan sintesis dan meningkatkan pemecahan partikel VLDL, dengan efek sekunder



pada level LDL dan HDL. Obat golongan ini menurunkan level LDL sampai dengan 1015% dan level trigliserida sampai dengan 40% dan meningkatkan level HDL sampai 1520%. Dosis lazim gemfibrozil adalah 600 mg satu atau dua kali sehari (Guyton dan Hall, 2006). e. Ezetimibe Ezetimibe merupakan obat penurun lipid baru yang mekanisme kerjanya dengan menghambat absorpsi kolesterol dari diet dan bilier dengan memblok penyebrangan (passage) melewati dinding saluran cerna. Ezetimibe dapat menurunkan LDL kolesterol antara 15-20% saat digunakan sebagai monoterapi dan dapat membantu menurunkan level LDL pada pasien yang mendapatkan statin yang belum mencapai target terapetik. (Guyton dan Hall, 2006). f. Suplemen minyak ikan (N-3 Polyunsaturated Fatty Acids atau N-3 PUFA atau Omega-3 Fatty Acids). Penggunaan suplementasi minyak ikan (ikan, minyak ikan, atau minyak asam linolenik tinggi) pada dosis rendah (1-2 g/hari) disebutkan untuk pencegahan penyakit jantung koroner. Berdasarkan bukti klinis, penggunaan suplemen minyak ikan pada dosis 3-4 gram perhari adalah aman dan effikasius dalam menurunkan trigliserida dan merupakan alternatif terhadap fibrat atau asam nikotinat dalam terapi hipertrigliseridemia (Blackmore dkk., 2004 dalam Fitriyani, 2017). H. Pengertian Pneumonia Istilah pneumonia menggambarkan keadaan paru apapun, tempat alveolus biasanya terisi dengan cairan dan sel darah (Gyuton, 1996). Pneumonia adalah penyakit infeksi akut yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat (Dahlan, 2014). Pneumonia adalah keradangan pada parenkim paru yang terjadi pada masa anak-anak dan sering terjadi pada masa bayi (Hidayat, 2006). Pneumonia pada anak merupakan masalah yang umum dan menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia (Gessman, 2009).



I. Etiologi Pneumonia Penyebab pneumonia adalah bakteri (Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus, dan streptokokus beta hemolitikus grup A), virus sinsitial pernafasan (respiratory syncytial virus RSV,, parainfluenzae, influenzae, dan adenovirus), mikroplasma pneumonia, Haemophilus influenzae type B. Mikoplasma pneumonia menjadi penyebab dominan pada anak usia sekolah dan anak yang lebih tua, sedangkan virus sinsitial pernafasan merupakan penyebab tersering dalam usia beberapa tahun pertama. Menurut WHO di berbagai negara berkembang Streptococcus pneumoniae dan Hemophylus influenzae merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada dua pertiga dari hasil isolasi, yaitu 73,9% aspirat paru dan 69,1% hasil isolasi dari specimen darah. Menurut Hariadi (2010) dan Bradley dkk (2011) pneumonia dibagi berdasarkan kuman penyebab yaitu : a. Pneumonia bacterial/tipikal adalah pneumonia yang dapat terjadi pada semua usia. Bakteri yang biasanya menyerang pada balita dan anak-anak yaitu Streptococcus pneumonia, Haemofilus influenza, Mycobacterium tuberculosa dan Pneumococcus. b. Pneumonia atipikal adalah pneumonia yang disebabkan oleh Mycoplasma. Organisme atipikal yang biasanya menyerang pada balita dan anak-anak yaitu Chlamidia trachomatis, Mycoplasma pneumonia, C. pneumonia dan Pneumocytis. c. Pneumonia virus. Virus yang biasanya menyerang pada balita dan anak-anak yaitu Virus parainfluenza, Virus influenza, Adenovirus, Respiratory Syncytial Virus (RSV) dan Cytomegalovirus. d. Pneumonia jamur adalah pneumonia yang sering, merupakan infeksi sekunder, terutama pada penderita dengan daya tahan tubuh lemah (Immunocompromised). J. Patofisiologi Pneumonia Mikroorganisme penyebab pneumonia terhisap ke paru bagian perifer melalui saluran respiratori. Pertama terjadi edema akibat reaksi jaringan yang mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan di sekitarnya. Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema, dan ditemukan kuman alveoli. Stadium ini disebut stadium hepatisasi merah. Selanjutnya, deposisi fibrin semakin bertambah, terdapat



fibrin dan leukosit PMN di alveoli dan terjadi proses fagositosis yang cepat.stadium ini disebut stadium hepatitis kelabu, selanjutnya jumlah makrofag meningkat di alveoli, dan sel akan mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman, dan debris menghilang. Stadium ini disebut stadium resolusi. System bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena akan tetap normal. Pneumonia adalah suatu penyakit peradangan pada paru yang timbul karena invasi dari beberapa patogen dan salah satu penyebab yang paling banyak yaitu bakteri sehingga bisa menyebabkan gangguan fungsi organ pernapasan seperti kesulitan untuk bernapas karena kekurangan oksigen (World Health Organization, 2014). K. Pengertian Congestive Heart Failure (CHF) Gagal jantung dapat didefinisikan sebagai abnormalitas dari fungsi struktural jantung atau sebagai kegagalan jantung dalam mendistribusikan oksigen sesuai dengan yang dibutuhkan pada metabolisme jaringan, meskipun tekanan pengisian normal atau adanya peningkatan tekanan pengisian (Mc Murray et al., 2012). Gagal jantung kongestif adalah sindrom klinis progresif yang disebabkan oleh ketidakmampuan jantung dalam memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh (Dipiro et al., 2015). L. Etiologi CHF Mekanisme fisiologis yang menjadi penyebab gagal jantung dapat berupa : a. Meningkatnya beban awal karena regurgitasi aorta dan adanya cacat septum ventrikel. b. Meningkatnya beban akhir karena stenosis aorta serta hipertensi sistemik. c. Penurunan kontraktibilitas miokardium karena infark miokard,ataupun kardiomiopati. Gagal jantung dan adanya faktor eksaserbasi ataupun beberapa penyakit lainnya, mempunyai pengaruh yang sangat penting dalam penanganannya dan seharusnya dilakukan dengan penuh pertimbangan.



M. Patofisiologi CHF Patofisiologi dari gagal jantung dibagi menjadi beberapa bagian yaitu : a. Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan (failure) 1) Gagal jantung kiri (Left-Sided Heart Failure) Bagian ventrikel kiri jantung kiri tidak dapat memompa dengan baik sehingga keadaan tersebut dapat menurunkan aliran dari jantung sebelah kiri keseluruh tubuh. Akibatnya, darah akan mengalir balik ke dalam vaskulator pulmonal (Berkowitz, 2013). Pada saat terjadinya aliran balik darah kembali menuju ventricular pulmonaris, tekanan kapiler paru akan meningkat (>10 mmHg) melebihi tekanan kapiler osmotik (>25 mmHg). Keadaan ini akan menyebabkan perpindahan cairan intravaskular ke dalam interstitium paru dan menginisiasi edema (Porth, 2007). 2) Gagal jantung kanan (Right-Sided Heart Failure) Disfungsi ventrikel kanan dapat dikatakan saling berkaitan dengan disfungsi ventrikel kiri pada gagal jantung apabila dilihat dari kerusakan yang diderita oleh kedua sisi jantung, misalnya setelah terjadinya infark miokard atau tertundanya komplikasi yang ditimbulkan akibat adanya progresifitas pada bagian jantung sebelah kiri. Pada gagal jantung kanan dapat terjadi penumpukan cairan di hati dan seluruh tubuh terutama di ekstermitas bawah (Acton, 2013). b. Mekanisme neurohormonal Istilah neurohormon memiliki arti yang sangat luas, dimana neurohormon pada gagal jantung diproduksi dari banyak molekul yang diuraikan oleh neuroendokrin (Mann, 2012). Renin merupakan salah satu neurohormonal yang diproduksi atau dihasilkan sebagai respon dari penurunan curah jantung dan peningkatan aktivasi sistem syaraf simpatik. c. Aktivasi sistem Renin Angiotensin Aldosteron (RAAS) Pelepasan renin sebagai neurohormonal oleh ginjal akan mengaktivasi RAAS. Angiotensinogen yang diproduksi oleh hati dirubah menjadi angiotensin I dan angiotensinogen II.Angiotensin II berikatan dengan dinding pembuluh darah ventrikel dan menstimulasi pelepasan endotelin sebagai agen vasokontriktor. Selain itu, angiotensin II juga dapat menstimulasi kelenjar adrenal untuk mensekresi hormone



aldosteron. Hormon inilah yang dapat meningkatkan retensi garam dan air di ginjal, akibatnya cairan didalam tubuh ikut meningkat. Hal inilah yang mendasari timbulnya edema cairan pada gagal jantung kongestif (Mann, 2012). d. Cardiac remodeling Cardiac remodeling merupakan suatu perubahan yang nyata secara klinis sebagai perubahan pada ukuran, bentuk dan fungsi jantung setelah adanya stimulasi stress ataupun cedera yang melibatkan molekuler, seluler serta interstitial (Kehat dan Molkentin, 2010). N. Pengertian ALO (Acute Lung Oedema) ALO (Acute Lung Oedema) atau edema paru akut adalah akumulasi cairan di interstisial dan alveoulus paru yang terjadi secara mendadak. Hal ini dapat disebabkan oleh tekanan intravaskular yang tinggi (edem paru kardiak) atau karena peningkatan permeabilitas membran kapiler (edem paru non kardiogenik) yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan secara cepat sehingga terjadi gangguan pertukaran udara di alveoli secara progresif dan mengakibatkan hipoksia (Harun S, 2009). Tingkat oksigen darah yang rendah (hipoksia) dapat terdeteksi pada pasien-pasien dengan edema paru. Lebih jauh, atas pemeriksaan paru-paru dengan stethoscope, didapatkan suara-suara paru yang abnormal, seperti rales atau crakles (suara-suara mendidih pendek yang terputusputus) yang berkoresponden pada muncratan cairan dalam alveoli selama bernafas (Alasdair et al, 2008; Lorraine et al, 2005). O. Gejala Klinis ALO Gejala paling umum dari edema paru adalah sesak nafas. Ini mungkin adalah penimbulan yang berangsur-angsur jika prosesnya berkembang secara perlahan, atau dapat mempunyai penimbulan yang tiba-tiba pada kasus dari edema paru akut. Gejala-gejala umum lain mungkin termasuk mudah lelah, lebih cepat mengembangkan sesak nafas daripada normal dengan aktivitas yang biasa (dyspnea on exertion), nafas yang cepat (takipnea), kepeningan atau kelemahan (Alasdair et al, 2008; Lorraine et al, 2005; Maria I, 2010). P. Patofisiologi ALO



Pada paru normal, cairan dan protein keluar dari mikrovaskular terutama melalui celah kecil antara sel endotel kapiler ke ruangan interstisial sesuai dengan selisih antara tekanan hidrostatik dan osmotik protein, serta permeabilitas membran kapiler. Cairan dan solute yang keluar dari sirkulasi ke ruang alveolar terdiri atas ikatan yang sangat rapat. Selain itu, ketika cairan memasuki ruang interstisial, cairan tersebut akan dialirkan ke ruang peribronkovaskular, yang kemudian dikembalikan oleh siistem limfatik ke sirkulasi. Perpindahan protein plasma dalam jumlah lebih besar tertahan. Tekanan hidrostatik yang diperlukan untuk filtrasi cairan keluar dari kirosirkulasi paru sama dengan tekanan hidrostatik kapiler paru yang dihasilkan sebagian oleh gradien tekanan onkotik protein. Terdapat dua mekanisme terjadinya edem paru: 1. Membran kapiler alveoli Edem paru terjadi jika terdapat perpindahan cairan `dari darah ke ruang interstisial atau ke alveoli yang melebihi jumlah pengembalian cairan ke dalam pembuluh darah dan aliran cairan ke sistem pembuluh limfe. Dalam keadaan normal terjadi pertukaran dari cairan, koloid dan solute dari pembuluh darah ke ruangan interstisial. Studi eksperimental membuktikan bahwa hukum Starling dapat diterapkan pada sirkulasi paru sama dengan sirkulasi sistemik. 2. Sistem Limfatik Sistem limfatik ini dipersiapkan untuk menerima larutan koloid dan cairan balik dari pembuluh darah. Akibat tekanan yang lebih negatif di daerah interstisial peribronkhial dan perivaskular. Dengan peningkatan kemampuan dari interstisium alveolar ini, cairan lebih sering meningkat jumlahnya di tempat ini ketika kemampuan memompa dari saluran limfatik tersebut berlebihan. Bila kapasitas dari saluran limfe terlampaui dalam hal jumlah cairan maka akan terjadi edema. Diperkirakan pada pasien dengan berat 7kg dalam keadaan istirahat kapasitas sistem limfe kira-kira 20 ml/jam. Pada percobaan didapatkan kapasitas sistem limfe bisa mencapai 200 ml/jam pada orang dewasa dengan ukuran rata-rata. Jika terjadi peningkatan tekanan atrium kiri yang kronik, sistem limfe akan mengalami hipertrofi dan mempunyai kemampuan untuk mentransportasi filtrat kapiler dalam jumlah yang lebih besar yang dapat mencegah terjadinya edem. Sehingga sebagai konsekuensi terjadinya edema interstisial, saluran nafas yang kecil dan pembuluh darah akan terkompresi.



BAB III KASUS KASUS 1 : HIPERLIPIDEMIA IDENTITAS PASIEN Nama Pasien : Ny. XX Ruang



: 404



Umur



: 56 tahun



Tanggal MRS : 18 Maret 2020 Tanggal KRS : 27 Maret 2020 Diagnosa



: Hiperlipidemia, Pneumonia, CHF, ALO



Nyonya M datang ke IGD dengan keluhan nyeri dada. Nyeri menjalar sampai ke punggung dan jari kelima, terasa seperti tertindih. Pasien juga mengeluhkan sesak nafas, batuk yang berdahak, dahak berwarna putih. Pasien mengeluhkan pilek dan pusing, tetapi tidak mengalami mual muntah. Obat yang dikonsumsi adalah digoksin, furosemid dan ISDN. Riwayat penyakit terdahulu adalah CHF dan tidak ditemukan alergi terhadap obat tertentu. Berikut merupakan tanda vital Ny. M saat masuk di rumah sakit: Parameter



Tanggal 18 Maret 2020



Normal



Keterangan



TD (mmHg)



100/70