Kebijakan Pelayanan Kefarmasian Dan Penggunaan Obat Pa [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM PURI ASIH SALATIGA NOMOR 08/SK/PA/I/2018 TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN KEFARMASIAN DAN PENGGUNAAN OBAT RUMAH SAKIT UMUM PURI ASIH SALATAIGA DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM PURI ASIH SALATIGA



Menimbang



Mengingat



:



:



a.



bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit Umum Puri Asih Salatiga, maka diperlukan penyelenggaraan pelayanan yang bermutu tinggi yang berorientasi pada keselamatan pasien;



b.



bahwa agar pelayanan di RSU Puri Asih Salatiga dapat terlaksana dengan baik, perlu adanya Kebijakan Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat di RSU Puri Asih Salatiga sebagai acuan bagi penyelenggaraan pelayanan farmasi;



c.



bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksudkan dalam huruf a dan b, perlu ditetapkan dengan Keputusan Direktur RSU PURI ASIH Salatiga.



1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.



Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran; Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit; Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan; Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan; Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2016 tentang Fasilitas Pelayanan Kesehatan; Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit; Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 11 Tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien;



MEMUTUSKAN : Menetapkan



: KEBIJAKAN PELAYANAN KEFARMASIAN DAN PENGGUNAAN OBAT RUMAH SAKIT UMUM PURI ASIH SALATAIGA



KESATU



: Kebijakan Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat RSU Puri Asih Salatiga sebagaimana terlampir dalam surat keputusan ini.



KEDUA



: Kebijakan Pelayanan Farmasi dimaksudkan untuk diketahui, dipahami, dihayati dan dilaksanakan oleh seluruh pegawai di lingkungan Instalasi



Farmasi RSU Puri Asih dengan penuh tanggung jawab. KETIGA



: Keputusan Direktur RSU Puri As ini mulai berlaku mulai tanggal ditetapkan dan apabila dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dan penetapannya akan dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya.



Ditetapkan di : Salatiga Pada tanggal : 4 Januari 2018 Direktur RSU Puri Asih Salatiga



dr. Mufti Siradj, Sp.OG NIK.01.08.001



LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR RSU PURI ASIH SALATIGA



NOMOR 08/SK/PA/I/2018 TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN KEFARMASIAN DAN PENGGUNAAN OBAT RUMAH SAKIT UMUM PURI ASIH SALATIGA



KEBIJAKAN PELAYANAN KEFARMASIAN DAN PENGGUNAAN OBAT RUMAH SAKIT UMUM PURI ASIH SALATIGA



1. Pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat adalah unit pelaksana fungsional yang menyelenggarakan seluruh kegiatan pelayanan farmasi di rumah sakit. 2. Pelayanan kefarmasian adalah pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. 3. Pelayanan kefarmasian di RSU Puri Asih Salatiga bertujuan untuk: a. Menjamin mutu, manfaat, keamanan, serta khasiat sediaan farmasi b. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kesehatan c. Melindungi pasien, masyarakat, dan staf dari penggunaan obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety) d. Menjamin sistem pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat yang lebih aman (medication safety) e. Menurunkan angka kesalahan penggunaan obat 4. Pelayanan kefarmasian dilakukan secara multidisiplin dalam koordinasi para staf di rumah sakit. 5. Cakupan fungsi pelayanan kefarmasian adalah: a. Pengelolaan sediaan farmasi dan Bahan Habis Pakai (BHP), meliputi:  Pemilihan  Perencanaan kebutuhan  Penerimaan  Penyimpanan  Pendistribusian  Pemusnahan dan penarikan (recall)  Pengendalian  Administrasi b.



Pelayanan farmasi klinik, meliputi:  Pengkajian dan pelayanan resep  Penyiapan obat  Penelusuran riwayat penggunaan obat  Pelayanan rekonsiliasi obat  Pelayanan Informasi Obat (PIO)  Pelayanan konseling  Visite  Pemantauan Terapi Obat (PTO)  Monitoring Efek Samping Obat (MESO)



6.



7. 8.



9. 10.



11. 12.



13. 14.



15.



16.



17.



 Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)  Dispensing sediaan steril Pengelolaan sediaan farmasi dan BHP di RSU Puri Asih Salatiga harus dilakukan oleh Instalasi Farmasi dengan sistem satu pintu. Sistem satu pintu adalah satu kebijakan kefarmasian termasuk pembuatan formularium, penyimpanan dan pendistribusian sediaan farmasidan BHP yang bertujuan untuk mengutamakan kepentingan pasien melalui Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Tidak ada pengelolaan sediaan farmasi dan BHP di Rumah Sakit yang dilaksanakan selain oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, dan BHP. Instalasi Farmasi Rumah Sakit dipimpin oleh Apoteker, berijazah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker, yang telah memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) dan Surat Ijin Praktek Apoteker (SIPA). Kepala Instalasi Farmasi bertanggung jawab terhadap segala aspek hukum dan peraturan farmasi terhadap pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat. Penyelenggaraan pelayanan farmasi dilaksanakan oleh tenaga kefarmasian yang mempunyai STRA dan SIPA di RSU Puri Asih Salatiga, yang melakukan pengawasan dan supervisi semua aktivitas pelayanan kefarmasian serta penggunaan obat di rumah sakit Pelayanan farmasi dibuka selama 24 jam, yang dibagi menjadi 3 shift dengan serah terima tugas setiap shiftnya. Instalasi farmasi membuat laporan program kerja dan melakukan kajian manajemen sekali setahun. Kajian ini mengumpulkan semua informasi dan pengalaman berhubungan dengan pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat, termasuk angka kesalahan penggunaan obat serta upaya untuk menurunkannya. Kajian bertujuan membuat rumah sakit memahami kebutuhan dan prioritas perbaikan sistem berkelanjutan dalam hal mutu, keamanan, manfaat, serta khasiat obat. Di setiap unit pelayanan terdapat daftar obat dan informasi obat berupa formularium RSU Puri Asih Salatiga, Formularium Nasional (FORNAS) dan MIMS Indonesia. Dalam pengorganisasian RSU Puri Asih Salatiga, dibentuk Komite Farmasi dan Terapi (KFT) yang merupakan unit kerja dalam memberikan rekomendasi kepada direktur rumah sakit mengenai kebijakan penggunaan obat di rumah sakit, yang anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili semua spesialisasi yang ada di rumah sakit, apoteker instalasi farmasi, perawat, serta tenaga kesehatan lainnya. KFT RSU Puri Asih Salatiga melakukan pengawasan penggunaan dan distribusi obat dengan berkolaborasi dan berkoordinasi dengan Instalasi Farmasi, Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI), Komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP), dan unit fungsional lainnya, serta menindaklanjuti laporan MESO, laporan monitoring obat baru, laporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP) penggunaan obat, dan perencanaan pengadaan obat rutin. KFT RSU Puri AsiH Salatiga dapatberkolaborasi dengan Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) dan Komite Program Pengendalian Resistensi Antibiotik (PPRA) dalam menyusun pedoman penggunaan antibiotika di rumah sakit dan lain-lain. KFT RSU Puri Asih Salatiga menyusun formularium rumah sakit setiap 1 tahun sekali, atas usulan seluruh Kelompok Staf Medis (KSM), dengan mengacu kepada FORNAS dan mengakomodir obat diluar FORNAS.



18. Formularium RSU Puri Asih Salatiga merupakan pedoman bagi para dokter didalam memberikan pelayanan obat kepada pasien dan sebagai dasar dalam pelaksanaan pengadaan obat-obatan di RSU Puri Asih Salatiga. 19. Pemilihan obat dari KSM untuk dimasukkan dalam formularium rumah sakit, harus didasarkan pada evaluasi secara obyektif terhadap efek terapi, keamanan serta harga obat, meminimalkan duplikasi dalam tipe obat, kelompok dan produk obat yang sama, ketersediaan obat di pasaran dan evaluasi atas persediaan sediaan farmasi, BHP, berdasarkan Panduan Praktek Klinik (PPK). 20. Kriteria penambahan obat baru dalam formularium rumah sakit adalah: a. Mengutamakan obat generik b. Mudah dalam penggunaan dan penyimpanan c. Lebih efektif dalam pengobatan, dan d. Mempunyai rasio manfaat-resiko (benefit-risk ratio) yang paling menguntungkan penderita 21. Bila ada obat baru yang ditambahkan dalam formularium rumah sakit, terdapat proses atau mekanisme yang dilakukan, yaitu: a. Memonitor bagaimana obat digunakan b. Mengoptimalkan hasil terapi c. Memonitor Kejadian Tidak Diinginkan (KTD) yang terjadi atau yang tidak diantisipasi 22. Kriteria pengurangan obat dalam formularium rumah sakit adalah evaluasi rekam jejak logistik, obat-obat yang jarang digunakan (slow moving/death stock), dan adanya obatobat yang dalam proses penarikan (recall) oleh pemerintah atau Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) atau pemasok. 23. Obat fast moving adalah obat yang sering digunakan atau mengalami transaksi dibawah 1 bulan. 24. Obat slow moving adalah obat yang jarang digunakan atau mengalami transaksi antara 13 bulan. 25. Obat death stock adalah obat yang tidak digunakan atau tidak mengalami transaksi minimal 3 bulan. Jika 3 bulan berikutnya tetap tidak digunakan, maka obat tersebut diusulkan dikeluarkan dari formularium rumah sakit. 26. Pemilihan sediaan farmasi dan BHP adalah kegiatan untuk menetapkan jenis sediaan yang sesuai dengan kebutuhan berdasarkan formularium dan PPK, standar sediaan farmasi, dan BHP yang telah ditetapkan, efektifivas dan keamanan, harga dan ketersediaan di pasaran. Instalasi farmasi tidak memberikan pelayanan obat radioaktif, obat kemoterapi dan obat penelitian. 27. Perencanaan sediaan farmasidan BHP: a. Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan menentukan jumlah dan periode pengadaan sediaan farmasi dan BHP sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien b. Perencanaan dibuat dengan metode kombinasi antara epidemiologi dan konsumsi c. Perencanaan kebutuhan tersebut dibuat dalam jumlah besar dibuat sekali dalam satu tahun dan dibagi dalam perencanaan triwulan dan bulanan d. Pelaksanaan perencanaan melibatkan KFT, Instalasi Farmasi, pengendali kegiatan dan pihak lain yang terkait 28. Pengadaan sediaan farmasi dan BHP:



a.



29.



30.



31.



32.



33.



Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan perencaaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan, jumlah dan waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu b. Pengadaan sediaan farmasidan BHP sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku dan peraturan yang ada di RSU Puri Asih Salatiga c. Sistem pengadaan melalui pembelian langsung kepada distributor utama. d. RSU Puri Asih Salatiga bekerjasama dengan BPJS Kesehatan sebagai fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan, dalam hal pengadaan obat untuk program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), dilaksanakan berdasarkan FORNAS dan ecatalogue dengan menggunakan metode pembelian secara e-purchasing. Jika tidak tersedia maka menggunakan daftar obat tambahan sesuai persetujauan Komite Medik dan Direktur, yang sesuai dengan formularium rumah sakit e. Jika terjadi ketiadaan stok obat JKN di tingkat pemenang lelang/penyedia dengan harga e-catalogue, maka rumah sakit melakukan pengadaan obat dengan sistem pengadaan langsung dengan memperhatikan isi atau komposisi yang sama, dan sesuai dengan harga yang sama dengan harga e-catalogue terhadap produsen obat f. Dengan alasan medis yang dapat dipertanggungjawabkan atau pelayanan (sebagai pilihan terakhir), rumah sakit dapat melakukan pengadaan obat dengan harga regular sesuai formularium rumah sakit g. Dalam hal pemilihan pemasok obat dan BHP, dengan mempertimbangkan:  Kecukupan/ketersediaan barang  Jenis barang yang tersedia banyak  Sesuai dengan formularium rumah sakit  Mempunyai ijin sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku Manajemen rantai pengadaan atau Supply Chain Management (SCM), mengutamakan arus barang dan mekanisme informasi berlangsung secara transparan antar perusahaan/instansi, mulai dari awal kegiatan sampai akhir. Stok kosong adalah ketidaktersedianya sediaan farmasi dan BHP yang sesuai formularium rumah sakit di unit pelayanan, yang disebabkan ketiadaan persediaan di instalasi farmasi, ketiadaan stok di pemasok (stock out) atau disebabkan permintaan ke pemasok dalam kondisi terkunci (locked atau top off payment). Jika terjadi ketidaktersediaan stok sediaan farmasi dan BHP yang sesuai formularium rumah sakit, petugas instalasi farmasi memberitahukan kepada penulis resep dan menyarankan substitusinya dengan memperhatikan efek terapi yang sama atau kelas terapi yang sama atau menghubungi apotek atau rumah sakit kerjasama yang telah ditunjuk rumah sakit. Apabila terdapat peresepan di luar formularium dan benar-benar diperlukan untuk terapi, maka obat tersebut diajukan oleh dokter pengusul (menggunakan formulir permintaan obat diluar formularium) dengan sepengetahuan Ketua Komite Medik, Ketua KFT, serta persetujuan direktur rumah sakit. Instalasi farmasi dapat menyediakan obat tersebut sesuai prosedur yang berlaku. Penerimaaan sediaan farmasi dan BHP harus meneliti keadaan barang kiriman sesuai spesifikasi pesanan atau kontrak (jumlah, jenis bentuk sediaan, dosis, tanggal kadaluwarsa, kondisi barang apakah rusak atau tidak,harga, dan ijin obat dan BHP).



34.



35.



36.



37.



Semua dokumen terkait penerimaan barang harus tersimpan dengan baik. Penerimaan sediaan farmasi dan BHP dilaksanakan oleh Apoteker atau Tenaga Teknis Kefarmasian. Instalasi Farmasi melaksanakan penyimpanan sediaan farmasi, yang terdiri dari obat, bahan obat, reagensia, dan gas medis, dan BHP dengan baik dan aman, sesuai persyaratan penyimpanan. Penyimpanan sediaan farmasi, BHP, reagensia dan gas medis, disesuaikan dengan bentuk sediaan dan jenisnya, suhu penyimpanan dan pemantauannya, stabilitasnya, sifat bahan, kelembaban, dan ketahanan terhadap cahaya. Penyimpanan didasarkan pada:  Disesuaikan bentuk sediaan  Obat disusun secara alfabetis  Sistem First In First Out (FIFO) atau First Expired First Out (FEFO)  Obat-obatan dan bahan kimia yang digunakan untuk mempersiapkan obat, diberi label berupa isi/nama obat, tanggal kadaluwarsa dan peringatan khusus  Monitoring suhu penyimpanan dilakukan oleh petugas shif pagi, shif siang dan shif malam  Pengawasan obat dan penggunaan obat oleh Apoteker di Instalasi Farmasi, untuk sediaan farmasi dan BHP di ruangan maka pengawasan dan penggunaan obat menjadi tanggung jawab kepala ruang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) a. Pengadaan bahan berbahaya dilakukan Instalasi Farmasi b. Pengadaan dilakukan kepada distributor resmi pemegang B3 dilengkapi dengan Matherial Safety Data Sheet (MSDS) c. Penyimpanan B3 di tempatkan tersendiri dan disesuaikan dengan persyaratan masing-masing B3 dan diberi tanda khusus Obat dengan kewaspadaan tinggi (high alert medication) a. Obat high alert yang dapat menimbulkan cedera jika terjadi kesalahan pengambilan, disimpan di tempat khusus b. Setiap unit pelayanan mempunyai daftar obat high alert, termasuk obat Look Alike Sound Alike (LASA) atau Nama Obat Rupa Ucapan Mirip (NORUM), dan elektrolit pekat, serta Standar Prosedur Operasional (SPO) penatalaksanaan obat high alert c. Pemberian obat high alert kepada pasien, dilakukan dengan pengecekan ganda (double check) d. Obat high alert dan labelnya adalah: 1. Obat risiko tinggi, seperti heparin, warfarin, insulin, narkotik injeksi (fentanil, morfin, dan pethidin), neuromuscular blocking agents, thrombolitik, dan agonis adrenergik. Labelnya adalah warna dasar merah, dengan tulisan warna hitam 2. Elektrolit pekat tidak boleh disimpan di ruang perawatan: KCl ≥2mEq/ml, MgSO4 20% dan 40%, NaCl 3%. Labelnya adalah warna dasar merah, dengan tulisan “HIGH ALERT” warna putih dan diberi stiker tambahan berwarna dasar merah yang bertuliskan “elektrolit pekat harus diencerkan” berwarna putih 3. LASA atau NORUM, yaitu obat-obatan yang terlihat dan kedengarannya mirip



4. Labelnya adalah warna dasar kuning, dengan tulisan “LASA” berwarna hitam 38.



Pengelolaan obat khusus a. Obat khusus meliputi produk nutrisi, obat yang dibawa pasien dari rumah, dan obat program atau bantuan pemerintah/pihak lain b. Produk nutrisi disimpan dengan memperhatikan suhu penyimpanan sesuai yang tertera pada kemasan c. Obat yang dibawa pasien dari rumah harus dicatat dalam formulir rekonsiliasi obat dan disimpan di locker obat pasien di Instalasi Farmasi d. Obat Program digunakan untuk keperluan program kesehatan tertentu seperti program penanggulangan TB dan Malaria e. Rumah sakit dapat mengakses obat program kesehatan yang ada di Dinas Kesehatan (DINKES) Koyta Salatiga, dengan cara mengajukan permohonan dan selanjutnya membuat laporan penggunaan obat tersebut secara periodik kepada instansi dimana obat tersebut diperoleh f. Obat program kesehatan hanya dipergunakan bagi pasien tertentu yang sesuai dengan kriteria, target dan sasaran program kesehatan yang bersangkutan, selain itu obat tersebut tidak boleh diperjualbelikan kepada pasien g. Rumah sakit tidak melakukan kajian untuk prosedur, teknologi, pembuatan atau implementasi tentang ketersediaan, penyimpanan, penggunaan dan pengendalian obat dalam tahap uji coba/obat sampel/obat penelitian



39.



Obat-obat emergensi pada troli emergensi dan kotak emergensi tersedia di semua unit pelayanan yang ditentukan, untuk pemenuhan kebutuhan yang bersifat emergensi. Pengelolaan obat emergensi yaitu penyimpanan, dilindungi dari kehilangan atau pencurian, monitoring dan penggantian secara tepat waktu setelah digunakan oleh petugas ruangan. Penggantian menggunakan resep termasuk bila obat kadaluwarsa atau rusak. Penyimpanan troli emergensi yang terbatas di area yang membutuhkan resusitasi pada saat kondisi emergensi (pasien henti nafas, henti jantung), petugas ruangan dapat membuka troli emergensi dengan diketahui penanggungjawab shift ruangan tersebut,penggantian obat dan penguncian troli emergensi segera setelah dibuka, petugas farmasi melakukan monitoring troli emergensi untuk pemeriksaan (inspeksi) 1 bulan sekali. Pengelolaan Gas Medis dilakukan oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Untuk mengurangi variasi dan meningkatkan keselamatan pasien, pemesanan atau penulisan resep yang lengkap, terdapat elemen-elemen yang disyaratkan sebagai berikut: a. Data identitas pasien secara akurat (dengan stiker) b. Elemen pokok di semua resep atau permintaan obat atau instruksi pengobatan c. Menggunakan nama dagang atau generik selama masuk masuk formularium rumah sakit d. Penggunaan indikasi seperti pada pro re nata (PRN) atau jika perlu, pemesanan obat tidak lengkap, tidak terbaca atau tidak jelas, pemesanan obat dengan NORUM atau LASA,dan instruksi pengobatan lain yang tidak jelas,



40.



41. 42.



dikomunikasikan kembali dengan dokter penulis resep oleh petugas farmasi (read back) e. Jenis instruksi pengobatan yang berdasar atas berat badan seperti untuk anak anak, lansia yang rapuh, dan populasi khusus sejenis lainnya f. Kecepatan pemberian jika berupa infus g. Instruksi khusus, sebagai contoh: titrasi, tapering, rentang dosis, dan automatic stop order sesuai prosedur pelayanan. 43.



44.



Peresepan atau pemesanan obat secara umum di RSU Puri Asih Salatiga: a. Peresepan, pemesanan obat yang aman, dilakukan oleh dokter yang berpraktek dan terlatih yang memiliki Surat Ijin Praktek (SIP) di RSU Puri Asih Salatiga. Meliputi dokter spesialis, dokter umum, dan dokter gigi di RSU Puri Asih Salatiga b. Terdapat daftar dan spesimen tanda tangan staf medis yang berhak menulis resep diunit pelayanan c. Resep harus lengkap (sesuai dengan pedoman penulisan resep) d. Pada rawat jalan permintaan obat menggunakan lembar resep perorangan, untuk rawat inap permintaan obat menggunakan lembar resep khusus rawat inap dilengkapi Kartu Permintaan Obat. e. Penulisan resep harus memperhatikan kemungkinan kontraindikasi, interaksi obat, dan reaksi alergi f. Penulisan resep harus memenuhi persyaratan yang lengkap seperti tulisan harus jelas dan dapat dibaca, mencantumkan nama pasien, tanggal lahir, rekam medis, berat badan (pasien pediatri), tanggal resep, memenuhi penggunaan obat yang rasional, jika diperlukan PRN harus mencakup dosis, indikasi dan lama pemakaian g. Bila peresepan tidak jelas/tidak terbaca, petugas farmasi melakukan konsultasi/konfirmasi kepada dokter penulis resep h. Melaksanakan komunikasi yang efektif terhadap jenis obat yang kosong, obat alternatif kepada tenaga kesehatan, untuk memastikan patient safety dan mencegah medication error . i. Menggunakan istilah dan singkatan yang ditetapkan rumah sakit dan tidak boleh menggunakan singkatan yang dilarang (tersedia daftar singkatan yang digunakan di Rumah Sakit dan daftar singkatan yang dilarang) j. Pemesanan BHP dilakukan oleh perawat bangsal k. Permintaan obat secara verbal/telepon dilakukan dengan kaidah Tulis lengkap, Baca ulang dan Konfirmasi (TBK) l. Penyimpanan resep dan copy resep minimal 5 tahun m. Resep dan copy resep yang lebih dari 5 tahun dapat dimusnahkan dengan cara dibakar dan dibuat berita acara. Peresepan atau pemesanan obat secara khusus di RSU Puri AsIH Salatiga: a. Peresepan sediaan puyer untuk bayi dan anak, harus mencantumkan berat badan atau tinggi badan atau luas permukaan tubuh b. Peresepan yang mengandung narkotika: - Harus ditulis tersendiri - Tidak boleh ada iterasi (perulangan)



45.



46.



47.



- Dituliskan nama pasien secara lengkap - Alamat pasien ditulis dengan lengkap dan jelas - Aturan pakai (signa) ditulis dengan jelas, tidak boleh ditulis s.u.c/signa usus cognitus (sudah mengetahui aturan pakai) - Dokter membubuhkan paraf setiap menulis resep c. Peresepan obat mahal oleh dokter harus mendapatkan persetujuan dari pasien yang bersangkutan d. Peresepan obat anestesi oleh dokter anestesi yang berpraktek di RSU Puri Asih Salatiga e. Peresepan obat alprazolam hanya oleh Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa, jika oleh Dokter Spesialis Penyakit Dalam maksimal peresepan untuk 5 hari f. Peresepan obat injeksi untuk sendi hanya oleh dokter orthopedi yang berpraktek di RSU Puri Asih Salatiga g. Resep yang bersifatsegera harus diberi keterangan CITO. h. Untuk obat Automatic Stop Order, Apabilaperesepan lebih dari ketentuan, maka secara otomatis tidak dilanjutkan (Instalasi Farmasi tidak melayani), dengan konfirmasi dokter terlebih dahulu. Pelaksanaan rekonsiliasi obat di RSU Puri Asih Salatiga: a. Rekonsiliasi obat adalah proses membandingkan antara obat yang sedang digunakan pasien, obat transfer antar ruangan perawatan dan obat yang akan diresepkan ketika pasien pulang, agar tidak terjadi duplikasi atau terhentinya terapi suatu obat b. Kegiatan rekonsiliasi obat mengatur identifikasi dan penyimpanan obat yang dibawa oleh pasien c. Formulir rekonsiliasi obat berisi identifikasi berupa alergi, obat yang dibawa pasien, dan riwayat pengobatan pasien selama 3 bulan terakhir, serta keputusan penggunaan obat rekonsiliasi oleh dokter d. Apoteker melakukan rekonsiliasi obat, kemudian konsultasi kepada dokter untuk memutuskan apakah obat dari rumah tersebut dilanjutkan atau dihentikan e. Jika dokter memberikan instruksi terapinya diganti atau dengan kata lain tidak digunakan, maka obat pasien akan disimpan di locker obat pasien di Instalasi Farmasi f. Pelaksanaan rekonsiliasi obat dilakukan oleh apoteker. Distribusi sediaan farmasi dan BHP untuk Pelayanan farmasi menggunakan sistem distribusi: 1. Pendistribusian resep perorangan sesuai kebutuhan kondisi pasien (individual prescription) untuk pasien rawat jalan 2. Pendistribusian untuk pasien rawat inap secara unit dosis perhari yang dimodifikasi menjadi Unit Dose Dispensing (UDD) untuk pemakaian satu kali untuk obat minum. Persiapan dan Penyerahan a. Penyiapan obat merupakan kegiatan pelayanan kefarmasian yang dimulai dari tahap pengkajian resep, penyiapan atau peracikan obat (puyer, kapsul, salep), pemberian label/etiket, penyerahan obat dengan pemberian informasi obat yang memadai disertai sistem dokumentasi berdasarkan atas sifat sediaan



48.



b. Penyiapan obat memperhatikan pula tingkat kegawatan atau terhadap ancaman jiwa pasien dengan penanda atau tulisan “cito” pada lembar resep c. Penyiapan obat dilakukan di dalam lingkungan kerja, sarana dan fasilitas yang bersih, tertib, aman, penyaluran obat dalam bentuk yang paling siap diberikan dilakukan oleh petugas farmasi yang berkompeten dan terlatih serta memperhatikan indikator mutu pelayanan farmasi d. Kegiatan dispensing sediaan steril berupa pencampuran obat elektrolit pekat dan nutrisi parenteral (iv admixture) dilakukan oleh Apoteker atau Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) yang telah memiliki sertifikat pelatihan penyiapan obat dengan teknik aseptik. Dispensing sediaan steril dilakukan dengan teknik aseptik di dalam ruang bersih (clean room) yang dilengkapi dengan laminary airflow cabinet. e. Pelatihan pencampuran sediaan injeksi dilakukan oleh kolaborasi narasumber dari luar yang kompeten dan apoteker RSU Puri Asih Salatiga dan sertifikat diterbitkan oleh direktur RSU Puri AsiH Salatiga f. Prosedur cuci tangan diperlukan untuk setiap kegiatan dispensing khususnya peracikan g. Apoteker atau TTK melakukan pengkajian resep sebelum obat diserahkan kepada pasien untuk memastikan resep memenuhi syarat, meliputi: 1) Persyaratan administrasi Nama, tanggal lahir, jenis kelamin, BB/TB (pasien anak), nama, paraf dokter; tanggal resep, ruangan asal resep 2) Persyaratan farmasetik Nama obat, bentuk dan kekuatan sediaan, dosis dan jumlah obat; stabilitas; aturan dan cara penggunaan 3) Persyaratan klinis Ketepatan dosis, waktu penggunaan obat, duplikasi pengobatan, alergi, efek samping, kontraindikasi, interaksi obat yang berisiko h. Setelah disiapkan, dilakukan pemberian label atau etiket obat secara tepat meliputi identitas pasien, nama obat, dosis/konsentrasi, cara pemakaian, waktu pemberian, tanggal penyiapan, tanggal kadaluarsa, dan nama pasien. Untuk obatobatan atau bahan kimia/bahan baku obat yang digunakan untuk menyiapkan obat (timbang kemas racik), dengan menyebutkan isi, tanggal kadaluwarsa, dan peringatan i. Apoteker atau TTK melaksanakan pengkajian obat yang meliputi 5 benar, yaitu : 1. Identitas pasien 2. Obat 3. Dosis 4. Rute pemberian 5. Waktu pemberian. Pemberian Obat a. Pemberian obat dilakukan oleh Apoteker. Bila tidak ada apoteker dapat dilakukan oleh TTK b. Pemberian obat oral dan suppositoria pada pasien rawat inap dilakukan oleh perawat



49.



50.



c. Pemberian obat intravena, intramuskular, subkutan dan nutrisi parenteral pasien rawat inap dilakukan oleh perawat PK II dan PK III. Jika dilakukan oleh perawat PK I harus dengan supervisi d. Pemberian obat khusus narkotika, psikotropika, dan elektrolit konsentrat pada pasien rawat inap dilakukan oleh perawat minimal PK II e. Pemberian obat anestesi, intra lumbal atau spinal dan epidural oleh Dokter Spesialis Anestesi f. Pemberian obat intraartikular oleh Dokter Spesialis Orthopedi g. Informasi yang diberikan pada saat pemberian obat sekurang-kurangnya cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari h. Obat yang dibawa pasien dari rumah dapat digunakan sendiri selama dirawat di rumah sakir sesuai petunjuk dokter, meliputi obat tetes atau salep mata, tetes telinga, inhaler/turbuhaler, salep, krim, semprot hidung, suppositoria dan sirup. Penggunaan obat sendiri oleh pasien harus dilakukan monitoring oleh Apoteker. Pengendalian sediaan farmasi dan BHP dimaksudkan menjaga kontinuitas ketersediaan serta mutu produk a. Stock opname sediaan farmasi dan BHP adalah proses kegiatan rutin yang dilakukan oleh instalasi farmasi untuk menghitung dan memeriksa keseluruhan persediaan sediaan farmasi dan BHP pada periode tertentu serta membuat laporan kegiatan stock opname setiap tiga bulan dan dikoordinasikan dengan bagian keuangan b. Laporan stock opname berupa penghitungan jumlah awal ditambah pengadaan dikurangi penjualan, dan didapatkan sisa . c. Pengendalian mutu secara organoleptis berupa kegiatan untuk menjamin mutu sediaan farmasi dan BHP yang ada di rumah sakit, dari perubahan fisik maupun kimiawi, sehingga sesuai dengan standar yang berlaku. Perubahan mutu diamati secara visual dan tidak membutuhkan biaya d. Evaluasi Pedagang Besar Farmasi (PBF) dilakukan secara periodik oleh instalasi farmasi secara fungsional, untuk menjamin pelayanan sediaan farmasi dan BHP di rumah sakit agar senantiasa terjaga ketersediaannya, sehingga diharapkan tidak adanya putus pelayanan kesehatan pasien di rumah sakit. e. Evaluasi obat slow moving dan death stock dilakukan setiap 3 bulan sekali, daftar obat dikomunikasikan oleh KFT dengan dokter penulis resep. Penarikan (recall), Penghapusan dan pemusnahan sediaan farmasi dan BHP a. Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar/ketentuan peraturan perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan kepada Kepala BPOM. b. Penarikan Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh Menteri. c. Petugas gudang akan menginformasikan obat tersebut kepada dokter untuk diresepkan terlebih dahuluPenghapusan sediaan farmasi dan BHP yang tidak terpakai karena kadaluwarsa, rusak, dan mutu tidak memenuhi standar



51.



52.



53.



54.



55.



d. Untuk sediaan farmasi dan BHP yang akan kadaluarsa 3 bulan yang akan datang, dilakukan mekanisme retur oleh gudang farmasi kepada pemasok yang bersangkutan e. Obat yang kadaluwarsa dikarantina ditempat khusus, dilakukan pencatatan yang kemudian untuk dimusnahkan f. Pemusnahan sediaan farmasi dan BHP dilakukan secara periodik oleh Instalasi Farmasi dan dihadiri oleh DINKES Kabupaten Semarang terhadap barang yang rusak dan atau kadaluwarsa disertai berita acara pemusnahan. Pengawasan penggunaan obat dan pengamanan obat dilakukan oleh kepala Instalasi Farmasi beserta KFT meliputi kesesuaian penggunaan obat dengan formularium dan pengawasan terhadap penggunaan obat dan BHP baru. Pencatatan dan pelaporan sediaan farmasi, dan BHP a. Pelaporan dilakukan dalam bentuk stock opname yang dilakukan secara periodik tiap 1 bulan sekali b. Pencatatan pengelolaan sediaan farmasi dan BHP dilakukan dengan dua cara yaitu: 1) Secara manual dicatat pada kartu stok untuk gudang 2) Secara komputer dengan menggunakan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) untuk persediaan di pelayanan farmasi c. Pencatatan dalam SIMRS dilakukan dengan koordinasi dengan staf Instalasi Pengelola Data Elektronik (PDE) Rumah Sakit d. Pelaporan narkotika psikotropika, rumah sakit menyusun dan mengirimkan laporan bulanan mengenai pemasukan dan pengeluaran obat narkotika dan psikotropika, selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya secara online melalui Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) e. Pelaporan pelayanan kefarmasian bulanan dikirimkan ke DINKES Kabupaten Semarang dengan tembusan kepada DINKES Provinsi Jawa Tengah setiap 3 bulan. Pelayanan Instalasi Farmasi a. Pelayanan farmasi meliputi pelayanan gudang farmasi, satelit farmasi rawat jalan, satelit farmasi rawat inap, satelit farmasi IGD, satelit farmasi IBS b. Jam pelayanan pasien yang dirawat inap dan rawat jalan baik selama 24 jam c. Pelayanan farmasi klinik meliputi pengkajian dan pelayanan resep, penyiapan, penelusuran riwayat penggunaan obat, rekonsiliasi obat, PIO, konseling Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE), visite pasien, PTO, MESO, EPO, dan dispensing sediaan steril. Penelusuran riwayat penggunaan obat oleh apoteker merupakan proses untuk mendapatkan informasi mengenai seluruh obat atau sediaan farmasi lain yang pernah dan sedang digunakan. Riwayat pengobatan dapat diperoleh dari wawancara atau data rekam medik atau pencatatan penggunaan obat pasien. Pelayanan Informasi Obat (PIO) Kegiatan PIO meliputi: a. Menjawab pertanyaan b. Menerbitkan buletin, leaflet, poster, newsletter c. Menyediakan informasi bagi KFT sehubungan dengan penyusunan Formularium Rumah Sakit



56.



57.



58.



59.



60.



d. Bersama dengan Tim Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap e. Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan lainnya. Konseling Kegiatan konseling dilakukan pada kriteria pasien berikut: a. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi ginjal, ibu hamil dan menyusui) b. Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (TB, DM, epilepsi, dan lainlain) c. Pasien yang menggunakan obat-obatan dengan instruksi khusus (penggunaan kortiksteroid dengan tappering down atau off) d. Pasien yang menggunakan Obat dengan indeks terapi sempit (digoksin, phenytoin) e. Pasien yang menggunakan banyak obat (polifarmasi) f. Pasien yang mempunyai riwayat kepatuhan rendah. Visite Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan apoteker secara mandiri atau bersama Profesional Pemberi Asuhan (PPA) untuk mengamati kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji masalah terkait obat, memantau terapi obat dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD), meningkatkan terapi obat yang rasional, dan menyajikan informasi obat kepada dokter, pasien serta profesional kesehatan lainnya. Pemantauan Terapi Obat (PTO) a. PTO dilakukan untuk mengevaluasi efek obat atau respon pasien terhadap obat. b. PTO dilakukan pada pasien yang mendapatkan obat untuk penyakit kronis, obat dengan indeks terapi sempit, obat Anti Tuberkulosis (OAT), dan obat Anti Retroviral (ARV). c. PTO berupa asesmen ulang dilakukan oleh apoteker setiap hari saat visite bersama atau visite mandiri. d. PTO dicatat dalam Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT) dan menjadi dokumen rekam medik. e. Hasil pemantauan terapi obat dikomunikasikan kepada dokter atau bersama PPA dalam bentuk SOAP pada CPPT. f. Komunikasi dalam bentuk SBAR disertai dengan TBK. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) EPO merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan berkesinambungan secara kualitatif dan kuantitatif. Temuan Reaksi Obat Tidak Diharapkan (ROTD) dilakukan manajemen efek samping oleh tim MESO Rumah Sakit a. MESO di rumah sakit dilaksanakan khusus untuk pasien yang di rawat inap dan rawat jalan b. Obat yang diprioritaskan untuk dipantau efek sampingnya adalah obat baru atau obat yang baru masuk formularium rumah sakit atau obat yang terbukti dalam literatur menimbulkan efek samping serius



61.



62.



63. 64.



65.



c. Pemantauan dan pelaporan efek samping obat dikoordinasikan oleh Tim MESO dan KFT Rumah Sakit d. Petugas pelaksana pemantauan dan pelaporan efek samping obat adalah dokter, perawat dan apoteker penanggungjawab e. Laporan efek samping obat dikirimkan ke KFT untuk dievaluasi f. KFT melaporkan hasil evaluasi pemantauan efek samping obat kepada bidang pelayanan dan menyebarluaskannya ke seluruh Kelompok Staf Medis Fungsional/ Instalasi/ Unit Pelayanan di rumah sakit sebagai umpan balik/ edukasi g. Hasil evaluasi laporan efek samping obat dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk mengeluarkan obat dari formularium. Insiden Keselamatan Pasien (IKP) a. Setiap insiden keselamatan pasien dilaporkan ke Komite PMKP RSU PURI ASIH Salatiga b. Insiden Kejadian Nyaris Cedera (KNC), Kejadian Tidak Cedera (KTC), KTD dan kejadian Sentinel dalam waktu kurang dari 1 X 24 jam c. Kejadian Potensial Cedera (KPC) segera dilaporkan ke koordinator satelit untuk segera dilakukan penyelesaian dan dilaporkan secara periodik setiap bulan ke Komite PMKP RSU PURI ASIH Salatiga. Kepala Instalasi Farmasi melaksanakan dan bertanggungjawab atas usaha peningkatan mutu pelayanan kefarmasian (memperhatikan laporan setiap unit fungsional atau indikator mutu pelayanan farmasi) di RSU PURI ASIH Salatiga. Indikator mutu pelayanan farmasi merupakan spesifikasi teknis tentang tolak ukur pelayananyang diberikan oleh farmasi rumah sakit kepada masyarakat. Indikator mutu pelayanan farmasi meliputi: a. Waktu tunggu pelayanan rawat jalan obat jadi ≤ 30 menit dan obat racikan ≤ 60 menit b. Waktu tunggu pelayanan obat rawat inap ≤ 120 menit c. Tidak adanya kejadian kesalahan pemberian obat (100 %) d. Kepuasan pelanggan (pasien dan keluarga) sebesar ≥ 80% e. Penulisan resep sesuai formularium sebesar 100% f. Kepatuhan penggunaan formularium nasional sebesar ≥ 80% g. Ketepatan penggunaan antibiotik profilaksis pada pasien bedah Caesar sebesar 100% h. Kesalahan penulisan resep obat setelah telaah yang berdampak adverse effect sebesar 0% i. Angka kesalahan penyiapan obat di Instalasi Farmasi sebesar 0% j. Angka tidak dilaksanakannya double ceck high alert medication di rawat inap sebesar 0% k. Angka kekosongan stock obat emergency di ruang PONEK sebesar 0%. Review atas program mutu pelayanan kefarmasian bertujuan untuk meningkatkan mutu layanan kefarmasian dan dilaksanakan secara teratur dan bersinambungan (minimal 1 tahun sekali) sesuai perkembangan lmu pengetahuan dan teknologi, perkembangan pelayanan rumah sakit, bertambahnya SDM farmasi dan karena berubahnya struktur organisasi instalasi farmasi.



66. 67.



68.



69.



70.



Program orientasi pegawai baru di Instalasi Farmasi RSU PURI ASIH Salatiga mengacu pada program yang telah ditetapkan Direktur. Program pengembangan staf Instalasi Farmasi dilakukan dalam rangka meningkatkan kompetensi dan profesionalitas SDM farmasi serta menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kefarmasian, untuk mewujudkan pelayanan kefarmasian yang bermutu. Evaluasi kinerja tenaga farmasi dilakukan sesuai uraian tugas masing-masing dalam kegiatan farmasi klinik dan non klinik kepada pasien. Kepala Instalasi farmasi mendapatkan gambaran yang obyektif dalam pertimbangan pembinaan pegawai dan untuk meningkatkan kinerja tenaga farmasi dalam rangka peningkatan mutu pelayanan farmasi, meliputi : a. Orientasi pelayanan b. Integritas c. Komitmen d. Disiplin e. Kerjasama f. Kepemimpinan. Penanganan pengaduan masyarakat tentang pelayanan kefarmasian ditindaklanjuti oleh Kepala Instalasi Farmasi berkoordinasi dengan Tim Pengaduan dan Kepuasan Publik RSU PURI ASIH Salatiga. Dalam rangka meningkatkan performa pelayanan kefarmasian, maka diperlukan koordinasi dan komunikasi secara utuh di seluruh unit pelaksana, dalam bentuk rapat internal Instalasi Farmasi, berupa rapat rutin satu kali per bulan dan rapat insidental.



Ditetapkan di : Salatiga Pada tanggal : 4 Januari 2018 Direktur RSU Puri Asih Salatiga



dr. Mufti Siradj, Sp.OG NIK.01.08.001