Kecemasan Pada Sectio Sesarea [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



Bab I berisi penjelasan pentingnya teknik relaksasi guided imagery and music (GIM) terhadap kecemasan pasien pre operasi sectio caeasaria (SC), pembatasan masalah mengenai pengaruh teknik relaksasi GIM terhadap kecemasan pasien pre operasi SC, serta tujuan dan manfaat penelitian. Bab I juga berisi tentang keaslian penelitian yang membandingkan penelitian sebelumnya meliputi persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang dilakukan.



A. Latar Belakang Masalah Operasi sectio caesaria (SC) merupakan tindakan melahirkan janin yang sudah



mampu



hidup



beserta



plasenta



dan



selaput



ketuban



secara



transabdominal melalui insisi uterus. Operasi SC dilakukan jika persalinan pervaginam mengandung risiko yang lebih besar bagi ibu maupun janin. Indikasi operasi SC dapat bersifat mutlak maupun relatif (Benson & Pernoll, 2008). Data statistik tentang 3.509 kasus SC dalam Winkjosastro (2005) menyebutkan bahwa indikasi umum SC antara lain: disproporsi sefalopelvik 21 persen, gawat janin 14 persen, plasenta previa 11 persen, riwayat SC sebelumnya 11 persen, kelainan letak janin 10 persen, pre eklamsi dan hipertensi 10 persen.



1



2



Angka kejadian SC meningkat setiap tahunnya. Angka kejadian SC di Cina, Mexico dan Brazil sebesar 35 persen pada tahun 2000. Cina bagian selatan bahkan mencapai 56 persen pada tahun 2006. Peningkatan yang signifikan juga terjadi di Amerika dari 24 persen pada tahun 2000 menjadi 31 persen pada tahun 2006. Angka kejadian SC di Indonesia juga menunjukkan peningkatan, data SDKI 2007 menunjukkan peningkatan angka persalinan SC secara nasional sebesar 4 persen. Jumlah operasi SC di rumah sakit pemerintah berkisar 30 persen dari total persalinan (Gant & Cunningham, 2010; BPS, 2008). SC menjadi pertimbangan yang lebih diutamakan karena dapat menyelamatkan jiwa ibu maupun janin. Akan tetapi persalinan melalui SC bukanlah alternatif yang lebih aman karena perawatan operasi SC diperlukan pengawasan khusus terhadap indikasi dan perawatan post operasi SC karena pengawasan yang tidak sesuai akan berdampak pada kematian (Winkjosastro, 2005). World Health Organization (WHO) menganjurkan operasi SC hanya dalam rentang 10–15 persen dari jumlah total kelahiran (Bobak, Deitra & Margaret, 2005). Anjuran WHO didasarkan pada analisis risiko-risiko yang muncul akibat operasi SC bagi ibu maupun bayi (Bobak, Deitra & Margaret, 2005). Komplikasi pada saat operasi SC meliputi dampak pada ibu antara lain: infeksi puerperal, perdarahan, luka pada vesika urinaria, embolisme paru-paru dan ruptur uterin sedangkan dampak pada bayi yaitu kematian perinatal (Mansjoer, Triyanti, Savitri, Wardhani, & Setiowulan, 2009).



3



Angka kesakitan dan kematian karena operasi SC lebih tinggi dibandingkan dengan persalinan pervaginam. Menurut Benson dan Pernoll (2008), angka kematian operasi SC berkisar 40–80 tiap 100.000 kelahiran hidup. Pasien SC mempunyai risiko 25 kali lebih besar mengalami kematian dibandingkan persalinan pervaginam. Angka kesakitan pasien SC sebesar 27,3 per 1.000 kejadian jauh berbeda dengan angka kesakitan pada persalinan normal yang hanya 9 per 1.000 kejadian (Bobak, Deitra & Margaret, 2005). Hasil studi pendahuluan penelitian di RSUD Banyumas menunjukkan angka operasi total sebanyak 3.885 kasus pada periode 2011. SC menempati posisi kedua kejadian operasi terbanyak dengan 1.252 kasus. Data hasil studi pendahuluan dapat diambil rata-rata kejadian operasi SC yaitu 104 kasus setiap bulan. Data jumlah persalinan total yang ada di RSUD Banyumas yaitu 3.560 persalinan, sehingga prosentase pasien yang melakukan SC sebesar 35,17 persen. Prosentase ini melebihi anjuran WHO yang hanya 10-15 persen. Tingginya operasi SC dapat menjadi tantangan bagi perawat untuk menyiapkan pasiennya dengan adekuat. Operasi yang ditunggu pelaksanaanya akan menyebabkan kecemasan dan ketakutan. Penyebab kecemasan pasien antara lain kekhawatiran terhadap nyeri saat operasi, kemungkinan cacat, menjadi bergantung pada orang lain, dan kematian. Pasien juga takut akan kehilangan pendapatan atau berkurangnya pendapatan karena penggantian biaya di rumah sakit dan ketidakberdayaan menghadapi operasi dalam waktu yang semakin dekat (Potter & Perry, 2005). Pasien pre operasi dapat mengalami kecemasan



4



terhadap anastesi, cemas karena ketidaktahuan prosedur, atau ancaman lain terhadap citra tubuh pasien (Smeltzer & Bare, 2002). Kecemasan pre operasi SC lebih disebabkan pada proses operasi yang akan dilaksanakan dan persalinan bayinya (Bobak, Deitra & Margaret, 2005). Hasil penelitian Sugiyatik (2009) mendapatkan tingkat kecemasan ibu bersalin menggunakan metode SC yang tinggi. Penelitian Heryanti & Dara (2009) membuktikan ibu yang bersalin dengan metode SC memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan ibu yang bersalin normal. Kecemasan pre operasi SC harus diintervensi. Menurut Kiecolt-Glaser, McGuire, Robles, & Glaser (2002) ditelaah dari ilmu psikoneuroimunologi, kecemasan dapat meningkatkan denyut jantung dan penurunan imunitas. Kecemasan menyebabkan migrasi trombosit ke daerah perifer sehingga pembekuan darah memendek dan terjadi juga peningkatan perfusi yang akan membahayakan saat operasi yakni meningkatkan resiko terjadinya perdarahan. Tomb (2004) menyatakan bahwa kecemasan juga dapat merangsang sistem saraf simpati dan modula kelenjar andrenal. Rangsangan sistem saraf dan modula adrenal akan meningkatkan sekresi hormon adrenalin dan hormon kortisol yang menimbulkan stres. Peran perawat dalam mengintervensi kecemasan pasien pre operasi dapat melakukan tindakan mandiri keperawatan. Tindakan mandiri keperawatan yang dapat dilakukan antara lain membina hubungan yang efektif, mendengarkan keluhan pasien secara aktif dan penyuluhan pre operasi. Pasien akan dapat bekerjasama dengan baik dan berpartisipasi dalam perawatan jika



5



perawat memberikan informasi yang adekuat tentang prosedur pre operasi, pada saat operasi dan post operasi. (Potter & Perry, 2005). Intervensi keperawatan dalam menurunkan kecemasan pasien pre operasi dapat juga dengan teknik relaksasi (Smeltzer & Bare, 2002). Tindakan mandiri keperawatan yang dilakukan di RSUD Banyumas dalam mengintervensi kecemasan pasien pre operasi SC berupa penyuluhan pre operasi. Perawat di RSUD Banyumas melakukan penyuluhan pada saat waktu tunggu operasi di bangsal. Waktu tunggu operasi tidak lebih dari 48 jam. Pasien pre operasi menunggu jadwal IBS sebelum dikirim ke meja operasi keesokan harinya. Teknik relaksasi yang dapat dilakukan untuk mengintervensi kecemasan pre operasi SC dapat menggunakan guided imagery and music (GIM). Teknik relaksasi GIM yang membawa pasien berfantasi dan menjadi rileks. Teknik relaksasi GIM difokuskan untuk memfasilitasi fantasi pasien dan diperkuat dengan musik yang diperdengarkan. Keadaan relaksasi akan meningkatkan sekresi hormon endorfin dari dalam tubuh pasien. Pasien akan merasa nyaman dan tidak berfokus pada kecemasan akan operasi (Snyder & Lindquist, 2002). Musik yang diperdengarkan dapat mempengaruhi gelombang otak sehingga tubuh pasien menjadi relaks, kerja otot berkurang dan denyut jantung teratur (Aizid, 2011). Relaksasi membuat aktivitas otot berkurang, otot berdilatasi dan membuat keteraturan ritme fisiologis tubuh. Pasien pre operasi SC dipilih dalam penelitian karena kecemasan yang lebih tinggi yaitu kecemasan



6



terhadap proses persalinan dan metode operasi. GIM yang dilakukan dalam penelitian menggunakan naskah yang disusun oleh peneliti dengan bantuan praktisi yang berlisensi. GIM diberikan melalui rekaman audio. Teknik relaksasi GIM diharapkan dapat menurunkan kecemasan pasien pre operasi SC. Berdasarkan permasalahan yang sudah dipaparkan, maka dipandang perlu untuk dilakukan penelitian mengenai pengaruh GIM terhadap kecemasan pasien pre operasi SC di RSUD Banyumas. B. Rumusan Masalah Angka kejadian SC meningkat setiap tahunnya. Respon stres pada pasien pre operasi SC dapat berupa kecemasan pre operasi. Peningkatan kecemasan pre operasi SC yang dapat menurunkan imunitas dan meningkatkan risiko perdarahan saat operasi. Kecemasan pre operasi SC dapat diintervensi dengan tindakan mandiri keperawatan diantaranya teknik relaksasi GIM. Latar belakang yang dijabarkan menjadi rumusan masalah penelitian, yaitu: “adakah pengaruh GIM terhadap kecemasan pasien pre operasi SC di RSUD Banyumas?” C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Mengetahui pengaruh GIM terhadap kecemasan pasien pre operasi SC di RSUD Banyumas. 2. Tujuan khusus a. Mengidentifikasi karakteristik responden pasien berdasarkan usia, pekerjaan, penghasilan dan pendidikan.



7



b. Mengidentifikasi kecemasan pasien pre operasi SC sebelum dilakukan intervensi GIM. c. Mengidentifikasi kecemasan pasien pre operasi SC setelah dilakukan intervensi GIM. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi penelitian Hasil penelitian dapat menjadi dasar penelitian selanjutnya terkait teknik relaksasi dan kecemasan pasien pre operasi. 2. Bagi pengetahuan dan institusi pendidikan Hasil penelitian dapat memperkaya keilmuan bidang keperawatan terutama tindakan mandiri keperawatan berupa teknik relaksasi GIM. 3. Bagi praktisi dan institusi pelayanan kesehatan Hasil penelitian dapat menjadi masukan praktisi untuk tindakan mandiri keperawatan yaitu teknik relaksasi GIM. 4. Bagi masyarakat Hasil penelitian dapat digunakan menjadi perluasan wawasan ilmiah tentang manfaat GIM dalam mengintervensi kecemasan pasien pre operasi SC. E. Keaslian Penelitian Penelitian yang berkaitan dengan teknik bimbingan imajinasi, terapi musik dan kecemasan yang sudah dilakukan antara lain sebagai berikut: 1. Penelitian Kulsum, Herawati, & Hidayati (2007): Pengaruh teknik guided imagery terhadap penurunan tingkat kecemasan pada klien wanita dengan



8



gangguan tidur (insomnia) usia 20-25 tahun di Kelurahan Ketawanggede Kecamatan Lowokwaru Malang. Pengambilan sampel dengan quota sampling dan didapatkan subyek penelitian sebanyak 32 orang dengan 16 subyek sebagai kelompok perlakuan dan 16 subyek sebagai kelompok kontrol. Uji statistik t-test independent diperoleh nilai t-hitungnya 6,102 sedangkan t-tabelnya sebesar 2,750 dengan taraf signifikan 99 persen sehingga ditarik kesimpulan bahwa Pengaruh teknik guided imagery terhadap penurunan tingkat kecemasan pada klien wanita dengan gangguan tidur (insomnia). Perbedaan penelitian terletak pada metode penelitian, penelitian tersebut menggunakan metode penelitian desain quasi eksperimental pre test and post test dengan menggunakan kelompok kontrol



sedangkan



penelitian



dilaksanakan



dengan



desain



pre



eksperimental pre test dan post test tanpa kelompok kontrol. Penelitian tersebut variabel independennya merupakan guided imagery sedangkan penelitian menggunakan teknik relaksasi GIM. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan merupakan variabel dependen yaitu kecemasan. 2. Penelitian Muna (2012) berjudul Pengaruh terapi musik klasik terhadap penurunan tingkat kecemasan pasien pre operasi mayor di RSUD Banyumas. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling dengan mengambil 20 persen dari populasi yaitu sebanyak 47 responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh pemberian terapi musik klasik terhadap penurunan tingkat kecemasan pasien pre operasi mayor dibuktikan dari hasil uji t diperoleh



9



nilai p value sebesar 0,001 lebih kecil dari nilai α (0,05) dan penurunan rata-rata tingkat kecemasan sebelum dan setelah diberikan terapi yaitu sebesar 15,45. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang dilakukan merupakan variabel independen yang merupakan terapi musik klasik sedangkan penelitian yang dilakukan menggunakan teknik relaksasi GIM. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan merupakan metode penelitian menggunakan pre eksperimen desain pre and post test tanpa kelompok kontrol dan variabel dependen yaitu kecemasan pre operasi. 3. Penelitian Jong, Pijl, Gast, & Sjöling, (2012): The effects of guided imagery on preoperative anxiety and pain management in patients undergoing Laparoscopic Cholecystectomy (LC) in a multi-centre RCT study. Metode pengambilan sampel menggunakan randomized control trial mendapatkan responden dengan jumlah 95 responden yaitu 43 kelompok perlakuan dan 52 kelompok kontrol. Uji beda terhadap persepsi nyeri post operasi dengan menganalisis skor VAS tidak menunjukkan hasil yang signifikan. Uji beda antara guided imagery terhadap pemakaian terapi farmakologi morfin menunjukkan signifikansi (p=0.02). Perbedaan penelitian terletak pada metode penelitian yaitu desain randomized control trial dengan menggunakan kelompok kontrol dan perlakuan sedangkan penelitian dilaksanakan dengan desain pre eksperimental pre and postest dan variabel guided imagery sedangkan penelitian yang dilakukan menggunakan teknik relaksasi GIM. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan merupakan variabel dependen yaitu kecemasan pre operasi.