Kegawatdruratan Pre Hospital [PDF]

  • Author / Uploaded
  • winny
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejadian gawat darurat dapat terjadi kapan saja, dimana saja dan menimpa siapa saja. Orang lain, teman dekat, keluarga ataupun kita sendiri dapat menjadi korbannya. Kejadian gawat darurat biasanya berlangsung cepat dan tiba-tiba sehingga sulit memprediksi kapan terjadinya. Langkah terbaik untuk situasi ini adalah waspada dan melakukan upaya kongkrit untuk mengantisipasinya. Harus dipikirkan satu bentuk mekanisme bantuan kepada korban dari awal tempat kejadian, selama perjalanan menuju sarana kesehatan, bantuan di fasilitas kesehatan sampai pasca kejadian cedera. Tercapainya kualitas hidup penderita pada akhir bantuan harus tetap menjadi tujuan dari seluruh rangkai pertolongan yang diberikan. Pada Organisasi rumah sakit, Unit Gawat Darurat berperan sebagai gerbang utama jalan masuknya penderita gawat darurat. Kemampuan suatu fasilitas kesehatan secara keseluruhan dalam hal kualitas dan kesiapan dalam perannya sebagai pusat rujukan penderita dari pra rumah tercermin dari kemampuan unit ini. Standarisasi Unit Gawat Darurat saat ini menjadi salah satu komponen penilaian penting dalam perijinan dan akreditasi suatu rumah sakit. Penderita dari ruang UGD dapat dirujuk ke unit perawatan intensif, ruang bedah sentral, ataupun bangsal watan. Jika dibutuhkan, penderita dapat dirujuk ke rumah sakit lain. Oleh karena itu, agar terwujudnya sistem pelayanan gawat darurat secara terpadu maka dalam penerapannya harus mempersiapkan komponen-komponen penting didalamnya seperti : Sistem Komunikasi, Pendidikan, transportasi, pendanaan, dan Quality Control. Dan juga sebuah rumah sakit harus mempunyai kelengkapan dan kelayakan fasilitas unit gawat darurat yang mumpuni sesuai dengan standar pelayanan gawat darurat.



1



Pertolongan Pertama pada Gawat Darurat (PPGD) adalah serangkaian usaha-usaha pertama yang dapat dilakukan pada kondisi gawat darurat dalam rangka menyelamatkan pasien dari kematian. Dan tidak jarang juga banyak korban yang dapat terselamatkan dengan PPGD ini, dan di lapangan terkadang ketika kejadian petugas kesehatan baik, perawat, dokter, bidan tidak berada di lokasi kejadian. Penolong pertama biasanya adalah masyarakat awam yang sudah dibekali pengetahuan teori dan praktek bagaimana merespon dan melakukan pertolongan pertama di lokasi kejadian. Kita tidak dapat selalu mengandalkan layanan ambulan atau para medik segera tiba dilokasi kejadian. Alat dan waktu yang kita miliki juga terbatas. Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) Merupakan suatu sistem dimana koordinasi merupakan unsur utama yang bersifat multi sektor dan harus ada dukungan dari berbagai profesi bersifat multi disiplin dan multi profesi untuk melaksanakan dan penyelenggaraan suatu bentuk layanan terpadu bagi penderita gawat darurat baik dalam keadaan sehari-hari maupun dalam keadaan bencana dan kejadian luar biasa. Sistem penanggulangan pasien gadar yang terdiri dari unsur, pelayanan pra RS, pelayanan di RS dan antar RS. Pelayanan berpedoman pada respon cepat yang menekankan time saving is life and limb saving, yang melibatkan pelayanan oleh masyarakat awam umum dan khusus, petugas medis, pelayanan ambulans gadar dan sistem komunikasi. Didalam memberikan pelayanan medis SPGDT dibagi menjadi 3 sub sistem yaitu : sistem pelayanan pra rumah sakit, sistem pelayanan di rumah sakit dan sistem pelayanan antar rumah sakit. Ketiga sub sistem ini tidak dapat di pisahkan satu sama lain, dan bersifat saling terkait dalam pelaksanaan sistem. B. Tujuan Penulisan 1.



Tujuan Umum Adapun tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dan menambah pengetahuan mengenai bagaimana prinsip



2



pengelolaan gawat darurat pre hospital, inra hospital dalam bencana alam dan kejadian luar biasa. 2.



Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dan menambah pengetahuan mengenai bagaimana prinsip pengelolaan gawat darurat pre hospital, inra hospital dalam bencana alam dan kejadian luar biasa meliputi:



C.



a.



Konsep SPGDT



b.



Prinsip Kegawatdaruratan Pre Hospital



c.



Prinsip Kegawatdaruratan Intra Hospital



Sistematika Penulisan Makalah Makalah prinsip pengelolaan gawat darurat pre hospital, inra hospital dalam bencana alam dan kejadian luar biasa disusun dengan sistematika penulisan yang terdiri atas kata pengantar, daftar isi, bab 1 terdiri dari latar belakang, tujuan yaitu tujuan umum dan tujuan khusus, dan sistematika penulisan. Selain itu makalah ini terdiri dari bab 2 yaitu tinjauan teori yang memuat konsep dasar SPGDT, Prinsip Kegawatdaruratan Pre Hospital dan Prinsip Kegawatdaruratan Intra Hospital dan untuk bab 4 adalah penutup yang berisi kesimpulan dan saran.



BAB 2



3



ISI A. Definisi Gawat Darurat Gawat adalah suatu keadaan yang mengancam nyawa dan kecacatan yang memerlukan penanganan dengan cepat dan tepat. Darurat adalah suatu keadaan yang tidak mengancamnyawa tetapi memerlukan penangan cepat dan tepat seperti gawat. Gawat darurat adalah suatu keadaan yang mengancam jiwa disebabkan oleh gangguan ABC (Airway/jalan nafas, Breathing/pernafasan, Circulation/sirkulasi)



jika



tidak



dapat



ditolong



segera



maka



dapat



meninggal/cacat. B. Pengertian SPGDT SPGDT adalah sebuah sistem penanggulangan pasien gawat darurat yang terdiri dari unsur, pelayanan pra Rumah Sakit, pelayanan di Rumah Sakit dan antar



Rumah Sakit. Pelayanan berpedoman



pada respon cepat



yang



menekankan time saving is life and limb saving, yang melibatkan pelayanan oleh masyarakat awam umum dan khusus, petugas medis, pelayanan ambulans gawat darurat dan sistem komunikasi. Kesiapan IGD serta sistem pelayanan Gawat Darurat yang terpadu antara Fasilitas kesehatan satu dengan lainnya, akan memberikan nilai tambah dalam upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan, tidak hanya terhadap kasus Gawat Darurat sehari-hari, tetapi juga sekaligus kesiapan bila setiap saat terjadi bencana di wilayah Indonesia. Didalam Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 5 tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010 – 2014 tertera masalah pelayanan kesehatan lain yang perlu mendapat perhatian adalah antisipasi kebutuhan pelayanan kesehatan bagi penduduk di daerah rawan bencana dan didaerah rawan terjadinya rawan sosial. Letak geografis Indonesia yang terletak di antara dua lempeng bumi, rawan dengan terjadinya bencana



4



alam. Tantangan ke depan adalah meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat melalui sarana dan fasilitas pelayanan kesehatan yang memadai untuk merespons dinamika karakteristik penduduk dan kondisi geografis. Sejak tahun 2000 Kementerian Kesehatan RI telah mengembangkan konsep Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) memadukan penanganan gawat darurat mulai dari tingkat pra rumah sakit sampai tingkat rumah sakit dan rujukan antara rumah sakit dengan pendekatan lintas program dan multisektoral. Penanggulangan gawat darurat menekankan respon cepat dan tepat dengan prinsip Time Saving is Life and Limb Saving. Public Safety Care (PSC) sebagai ujung tombak safe community adalah sarana publik/masyarakat yang merupakan perpaduan dari unsur pelayanan ambulans gawat darurat, unsure pengamanan (kepolisian) dan unsur penyelamatan. PSC merupakan penanganan pertama kegawatdaruratan yang membantu memperbaiki pelayanan pra RS untuk menjamin respons cepat dan tepat untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah kecacatan, sebelum dirujuk ke Rumah Sakit yang dituju. Pelayanan di tingkat Rumah Sakit Pelayanan gawat darurat meliputi suatu system terpadu yang dipersiapkan mulai dari IGD, HCU, ICU dan kamar jenazah serta rujukan antar RS mengingat kemampuan tiap-tiap Rumah Sakit untuk penanganan efektif (pasca gawat darurat) disesuaikan dengan Kelas Rumah Sakit. Untuk meningkatkan kemampuan para pimpinan RS dalam manajemen penanggulangan gawat darurat dan bencana, Kementerian Kesehatan bersama ikatan profesi dan Persatuan Rumahsakit Seluruh Indonesia (PERSI) telah mengembangkan pelatihan HOPE (Hospital Preparedness for Emergency and Disaster) yang sampai saat ini telah diikuti oleh 802 manajemen rumah sakit. Dengan pelatihan tersebut maka diharapkan semua pimpinan RS dapat membuat dokumen perencanaan dalam penanggulangan bencana yang biasa disebut Hospital Disaster Plan (Hosdip) baik bencana di dalam rumah sakit (internal disaster) maupun bencana di luar rumah sakit (external disaster).



5



C. Klasifikasi SPGDT 1. SPGDT – S (sehari – hari) SPGDT-S adalah rangkaian upaya pelayanan gawat darurat yang saling terkait yang dilaksanakan ditingkat Pra Rumah Sakit – di Rumah Sakit – antar Rumah Sakit dan terjalin dalam suatu sistem. Bertujuan agar korban/pasien tetap hidup. Meliputi berbagai rangkaian kegiatan sebagai berikut : a . Pra Rumah sakit 1) Diketahui adanya penderita gawat darurat oleh masyarakat 2) Penderita gawat darurat itu dilaporkan ke organisasi pelayanan penderita gawat darurat untuk mendapatkan pertolongan medik 3) Pertolongan di tempat kejadian oleh anggota masyarakat awam atau awam khusus (satpam, pramuka, polisi, dan lain-lain) 4) Pengangkutan penderita gawat darurat untuk pertolongan lanjutan dari tempat kejadian ke rumah sakit (sistim pelayanan ambulan) b . Dalam Rumah Sakit 1) Pertolongan di unit gawat darurat rumah sakit 2) Pertolongan di kamar bedah (jika diperlukan) 3) Pertolongan di ICU/ICCU c . Antar Rumah Sakit 1) Rujukan ke rumah sakit lain (jika diperlukan) 2) Organisasi dan komunikasi 2. SPGDT – B (bencana) SPGDT-B adalah kerja sama antar unit pelayanan Pra Rumah Sakit dan Rumah Sakit dalam bentuk pelayananan gawat darurat terpadu sebagai khususnya pada terjadinya korban massal yg memerlukan peningkatan (eskalasi)



kegiatan



pelayanan



sehari-hari.



Bertujuan



umum



untuk



menyelamatkan korban sebanyak banyaknya. a . Pra Rumah Sakit Dengan mendirikan PSC, BSB dan pelayanan ambulans dan komunikasi. Pelayanan sehari-hari : 1. PSC. 1) Didirikan masyarakat untuk kepentingan masyarakat. 2) Pengorganisasian dibawah Pemda.



6



3) SDM berbagai unsur tsb. ditambah masyarakat yang bergiat dalam upaya pertolongan bagi masyarakat. 4) Kegiatan menggunakan perkembangan teknologi, pembinaan untuk memberdayakan potensi masyarakat, komunikasi untuk keterpaduan kegiatan. 5) PSC berfungsi sebagai respons cepat penangggulangan gadar. 2. BSB. 1) Unit khusus untuk penanganan pra RS, khususnya kesehatan dalam bencana. 2) Pengorganisasian dijajaran kesehatan (Depkes, DInkes, RS), petugas medis (perawat, dokter), non medis (sanitarian, gizi, farmasi dll). Pembiayaan dari instansi yang ditunjuk dan dimasukkan APBN/APBD. 3. Pelayanan Ambulans. 1) Terpadu dalam koordinasi dengan memanfaatkan ambulans Puskesmas, klinik, RB, RS, non kesehatan. 2) Koordinasi melalui pusat pelayanan yang disepakati bersama untuk mobilisasi ambulans terutama dalam bencana. 4. Komunikasi. Terdiri dari jejaring informasi, koordinasi dan pelayanan gadar hingga seluruh kegiatan berlangsung dalam sistem terpadu.



5. Pembinaan. 1) Berbagai pelatihan untuk meningkatan kemampuan dan keterampilan bagi dokter, perawat, awam khusus. 2) Penyuluhan bagi awam. 3) Pelayanan pada bencana, terutama pada korban massal 6. Koordinasi, komando.



7



Melibatkan unit lintas sektor. Kegiatan akan efektif dan efisien bila dalam koordinasi dan komando yang disepakati bersama. 7. Eskalasi dan mobilisasi sumber daya. Dilakukan dengan mobilisasi SDM, fasilitas dan sumber daya lain sebagai pendukung pelayanan kesehatan bagi korban. 8. Simulasi. Diperlukan protap, juklak, juknis yang perlu diuji melalui simulasi apakah dapat diimplementasikan pada keadaan sebenarnya. 9. Pelaporan, monitoring, evaluasi. Penanganan bencana didokumentasikan dalam bentuk laporan dengan sistematika yang disepakati. Data digunakan untuk monitoring dan evaluasi keberhasilan atau kegagalan, hingga kegiatan selanjutnya lebih baik. b. Dalam Rumah Sakit 1) Perlu sarana, prasarana, BSB, UGD, HCU, ICU, penunjang dll. 2) Perlu Hospital Disaster Plan, Untuk akibat bencana dari dalam dan luar RS. 3) Transport intra RS. 4) Pelatihan, simulasi dan koordinasi adalah kegiatan yang menjamin peningkatan kemampuan SDM, kontinuitas dan peningkatan pelayan medis. 5) Pembiayaan diperlukan dalam jumlah cukup. c. Antar Rumah Sakit 1) Jejaring rujukan dibuat berdasar kemampuan RS dalam kualitas dan kuantitas. 2) Evakuasi. Antar RS dan dari pra RS ke RS. 3) Sistem Informasi Manajemen, SIM.



Untuk



menghadapi



kompleksitas permasalahan dalam pelayanan. Perlu juga dalam audit pelayanan dan hubungannya dengan penunjang termasuk keuangan.



8



4) Koordinasi pemberian



dalam informasi



pelayanan keadaan



terutama pasien



rujukan, dan



diperlukan



pelayanan



yang



dibutuhkan sebelum pasien ditranportasi ke RS tujuan.



D. Pengelolaan Gawat Darurat Pre Hospital Tujuan utama dari penanganan bencana adalah menghindari atau meminimalkan kerugian yang terjadi akibat bencana. Selain itu, bertujuan mengurangi penderitaan yang dialami korban dan mempercepat proses pemulihan. Tujuan terakhir adalah memberikan perlindungan bagi korban akibat dampak bencana (Mizam, 2012). Dampak yang ditimbulkan akibat bencana adalah dampak fisik, psikis, sosial, material dan ekonomi serta kerusakan infrastruktur. Dampak fisik yang sering ditemukan pada kondisi bencana adalah gangguan jalan nafas, gagal pernafasan, perdarahan tidak terkontrol, trauma dan kondisi nontrauma lain yang terkadang juga dapat menimbulkan kematian. Semua kondisi tersebut membutuhkan manajeman pre hospital bencana yang tepat dan cepat dari tenaga kesehatan dalam memberikan respon. Manajemen pre hospital adalah pemberian pelayanan yang diberikan selama korban pertama kali ditemukan, selama proses transportasi hingga pasien tiba di rumah sakit. Penanganan koban selam fase pre hospital dapat menjadi penentu kondisi korban selanjutnya. Pemberian perawatan pre hospital yang tepat dan cepat dapat menurunkan angka kecacatan dan kematian akibat trauma (WHO, 2005). Pelayanan yang dapat diberikan pada tahap pre hospital adalah langkahlangkah pertolongan dasar dan dilanjutkan dengan penanganan advanced pre hospital. Pertolongan dasar dapat dimulai dari initial assasment terhadap korban, evakuasi korban, pemberian oksigenasi, pemantauan kondisi pasien termasuk tingkat kesadaran, dan perawatan luka. Perawatan kemudian dilanjutkan dengan penanganan advanced pre hospital seperti pemberian terapi cairan, krikotiroidektomi, intubasi endotrakeal, dan perawatan selama proses transportasi pasien ke rumah sakit. Selain itu, selama proses transport



9



juga dibutuhkan monitoring dan observasi kondisi pasien (WHO, 2005). Pelayanan pra hospital dilakukan dengan mendirikan PSC, BSB dan pelayanan ambulans serta komunikasi. a. PSC (Public Safety Center) Merupakan pusat pelayanan yang menjamin kebutuhan masyarakat dalam hal-halyang berhubungan dengan kegadaran, termasuk pelayanan medis yang dapat dihubungi dalam waktu singkat dimanapun berada. Merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan, yang bertujuan untuk mendapatkan respons cepat (quickresponse) terutama pelayanan pra RS. PSC



didirikan



masyarakat



untuk



kepentinganmasyarakat.



Pengorganisasian dibawah Pemda dengan sumber daya manusia dariberbagai unsur tersebut, ditambah masyarakat yang bergiat dalam upaya pertolonganbagi masyarakat, biaya dari masyarakat. Kegiatan menggunakan perkembanganteknologi, pembinaan untuk memberdayakan potensi masyarakat, komunikasi untukketerpaduan kegiatan. Kegiatan lintas sektor. PSC berfungsi sebagai respons cepatpenangggulangan gadar. b. BSB. Unit khusus untuk penanganan pra RS, khususnya kesehatan dalam bencana.Pengorganisasian dijajaran kesehatan (Depkes, Dinkes, RS), petugas medis (perawat,dokter), non medis (sanitarian, gizi, farmasi dll).



Pembiayaan



dari



instansi



yangditunjuk



dan



dimasukkan



APBN/APBD. c. Pelayanan Ambulans. Terpadu dalam koordinasi dengan memanfaatkan ambulans Puskesmas, klinik, RB,RS, non kesehatan. Koordinasi melalui pusat pelayanan yang disepakati bersamauntukmobilisasi ambulans terutama dalam bencana. d. Komunikasi. Terdiri dari jejaring informasi, koordinasi dan pelayanan gadar hingga seluruhkegiatan berlangsung dalam sistem terpadu. Pembinaan dilakukan pada berbagaipelatihan untuk meningkatan kemampuan dan keterampilan bagi dokter, perawat,awam khusus. Penyuluhan bagi awam. E. Prinsip Kegawatdaruratan Pre Hospital 1.



Pengertian Triase



10



Triage adalah suatu proses penggolongan pasien berdasarkan tipe dan tingkat kegawatan kondisinya. Triage juga diartikan sebagai suatu tindakan pengelompokan pebderita berdasarkan pada beratnya cedera yang diproritaskan ada tidaknya gangguan pada airway (A), breathing (B), dan circulating (C) dengan mempertimbangkan sarana, sumberdaya manusia, dan probabilitas hidup penderita. 2.



3.



Tujuan Triase a. b. c.



Mengidentifikasi kondisi yang mengancam nyawa Memproritaskan pasien menurut kondisi kekuatannya Menempatkan pasien sesuai dengan keakuratannya berdasarkan



d.



pada pengkajian yang tepat dan akurat Menggali data yang lengkap tentang keadaan pasien



Prinsip Triase a.



b.



Triage harus dilakukan dengan segera dan singkat Kemampuan untuk menilai dan memproses



dengan



cepat



kemungkinan yang dapat menyelamatkan pasien dari kondisi sakit atau cedera yang mengancam nyawa dalam departemen gawat c. d.



darurat Pengkajian harus dilakukan secara adekuat dan akurat Keakuratan dan ketepatan data merupakan kunci dalam proses



e. f.



pengkajian Keputusan dibuat berdasarkan pengkajian Keselamatan dan keefektifan perawat pasien dapat direncanakan



g. h.



jika terdapat data dan informasi yang akurat dan adekuat Intervensi yang dilakukan berdasarkan kondisi keadekuatan pasien Tanggung jawab yang paling utama dari proses triage yang dilakukan perwat adalah keakuratan dalam mengkaji pasien dan memberikan perawatan sesuai dengan prioritas pasien. Hal ini



i.



termasuk intervensi teraupetik dan prosudure dignostik Tercapainya kepuasan pasien 1) Perawat triage harus menjalankan triage secara stimulant, cepat, dan langsung sesuai keluhan pasien 2) Menghindari keterlambatan dalam perawatn pada kondisi yang kritis 3) Memberi dukungan emosional pada pasien dan dan keluarga



11



j.



Penempatan pasien yang benar pada tempat yang benar saat waktu yang benar dengan penyedia pelayanan yang benar



4.



Klasifikasi Triage Berdasarkan Warna a.



Gawat darurat – merah Kelompok pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan terancam nyawanya atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapat pertolongan secepatnya.



b.



Gawat tidak darurat – putih Kelompok pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat, misalnya kanker stadium lanjut.



c.



Tidak gawat, darurat – kuning Kelompok pasien akibat musibah yang datag tiba-tiba, tetapi tidak mêngancam nyawa dan anggota badannya, misanya luka sayat dangkal.



5.



d.



Tidak gawat, tidak darurat – hijau,



e.



Meninggal – hitam



Komponen penting yang harus disiapkan diantaranya a. Sistem komunikasi Kejelasan kemana berita adanya kejadian gawat darurat disampaikan, akan memperpendek masa pra rumah sakit yang dialami penderita. Pertolongan yang datang dengan segera akan meminimalkan



resiko-resiko



penyulit



lanjutan



seperti



syok



hipovolemia akibat kehilangan darah yang berkelanjutan, hipotermia akibat terpapar lingkungan dingin dan sebagainya. Siapapun yang menemukan penderita pertama kali di lokasi harus tahu persis kemana informasi diteruskan. Problemnya adalah bagaimana



masyarakat



tolong,bagaimana ara tranportasi b.



(Ambulan)



dapat



membimbing



dengan dan



mudah



meminta



mobilisasi



sarana



bagaimana kordinasi untuk mengatur



rujukan, dan bagaimana komunikasi selama bencana berlangsung. Pendidikan



12



Penolong pertama seringkali orang awam yang tidak memiliki kemampuan menolong yang memadai sehingga dapat dipahami jika penderita dapat langsung meninggal ditempat kejadian atau mungkin selamat sampai ke fasilitas kesehatan dengan mengalami kecacatan karena cara tranport yang salah. Penderita dengan kegagalan pernapasan dan jantung kurang dari 4-6 menit dapat diselamatkan dari kerusakan otak yang ireversibel. Syok karena kehilangan darah dapat dicegah jika sumber perdarahan diatasi, dan kelumpuhan dapat dihindari jika upaya evakuasi dan tranportasi cedera spinal dilakukan dengan benar. Karena itu orang awam yang menjadi



c.



penolong pertama harus menguasai lima kemampuan dasar yaitu : 1) Menguasai cara meminta bantuan pertolongan 2) Menguasai teknik bantuan hidup dasar (resusitasi jantung paru) 3) Menguasai teknik mengontrol perdarahan 4) Menguasai teknik memasang balut-bidai 5) Menguasai teknik evakuasi dan tranportasi Tranportasi Alat tranportasi yang dimaksud adalah kendaraannya, alat-alatnya



dan personalnya. Tranportasi untuk pasien dapat



dilakukan melalui darat, laut dan udara. Alat tranportasi pasien ke rumah sakit saat ini masih dilakukan dengan kendaraan yang bermacam-macam kendaraan tanpa kordinasi yang baik. Hal-hal yang harus diperhatikan ambulance sebagai alat transport pasien antara lain: 1) harus ada peraturan agar koordinasi dapat berjalan dengan baik 2) Siap setiap saat 3) Tanggap cepat dalam melakukan aktivasi dan cepat dalam menemukan lokasi kejadian 4) Memiliki dokumentasi 5) Peralatan yang lengkap sehingga pasien yang ditransfer ke rumah sakit dapat tetap stabil. 6) Dan posisi ambulance semestinya tidak semua berada di RS tapi dapat diposisikan ditempat yang strategis agar jika sewaktuwaktu terjadi kecelakaan ambulance tersebut dapat dengan segera menjangkau korban.



13



d.



Quality Control Penilaian, perbaikan dilakukan



dan



peningkatan



system



harus



secara periodik untuk menjamin kualitas pelayanan



sesuai tujuan.



F. Pengelolaan Gawat Darurat Intra Hospital Bencana merupakan kejadian yang menyebabkan terjadinya banyak korban (pasien gawat darurat), yang tidak dapat dilayani oleh unit pelayanan kesehatan seperti biasa, terdapat kerugian materiil dan terjadinya kerusakan infrastruktur fisik serta terganggunya kegiatan normal masyarakat (DepKes RI, 2006b). Tenaga kesehatan sebagai tim, baik perawat, dokter, maupun tenaga administrasi memegang peranan penting dalam pemberian pelayanan keperawatan dan medis di IRD. Kebutuhan bagi perencanaan kegawatan oleh staf pelayanan kesehatan telah lama dikenal dan kebanyakan rumah sakit yang mempunyai 14 perencanaan insiden besar akan menempatkannya ke dalam tindakan yang nantinya menjadi suatu kebutuhan. Tenaga kesehatan dalam sebuah rumah sakit yang paling banyak adalah perawat. Semua perawat mempunyai tanggung jawab dalam perencanaan dan keterlibatan dalam menangani korban. Perawat harus mengetahui apa yang akan mereka lakukan baik ketika mereka sedang bekerja atau tidak bekerja sewaktu insiden terjadi. Perawat harus mengetahui bagaimana memobilisasi bantuan, mengevakuasi pasien-pasien dan mencegah penyebaran bencana. Menurut Dinas Kesehatan DIY (2005), dalam kesiapsiagaan menghadapi musibah massal (keadaan bencana), rumah sakit harus memiliki ketentuan umum sebagai berikut: a. Mempunyai disaster plan yang diberlakukan di dalam instansi pelayanan kesehatan maupun jajaran pemerintah daerah serta instansi terkait dalam wilayah tempat Unit Gawat Darurat (UGD) tersebut berada untuk menangani



korban



bencana;



Disaster



plan



tersebut



hendaknya



14



disesuaikan dengan kondisi RS masing-masing dan pada dasarnya harus mencakup berbagai masalah, diantaranya adalah: 1. Kejelasan tempat masuk 21 bencana ke Rumah Sakit; 2. Sistem aktivasi Rumah Sakit dalam memobilisasi tenaga dokter, paramedik, tenaga lain serta sarana dan prasarana yang diperlukan; 3. Sistem koordinasi dan pengendalian intra Rumah Sakit; 4. Penyiapan ruang cadangan dalam rumah sakit untuk penerimaan korban, tindakan dan ruang perawatan; 5. Koordinasi antar Rumah Sakit; 6. Sistem informasi data korban dan informasi pada keluarga; 7. Sumber cadangan logistik medik dalam hal persediaan intra Rumah Sakit bila tidak mencukupi; 8. Alternatif cara pelayanan bila terjadi gangguan/kerusakan bangunan Rumah Sakit setempat akibat bencana baik bencana alam maupun ulah manusia. b. Mempunyai kerjasama dengan sarana dan fasilitas pelayanan kesehatan disekitarnya dalam menghadapi musibah massal/keadaan bencana yang terjadi di daerah wilayah kerjanya melalui Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT). Pada tahap kesiapsiagaan ini, rencana penanganan bencana di rumah sakit mengacu pada organisasi yang ada di dalam rumah sakit itu sendiri dan memfokuskan pada aspek-aspek sebagai berikut: 1. Sumber daya manusia; 2. Ketersediaan obat-obatan; 3. Peralatan medis untuk penanganan kedaruratan; 4. Informasi; 5. Pengembangan rencana kedaruratan; 6. Pelatihan; 7. Keselamatan pasien; 8. Pengungsian. Rencana itu juga memuat sistem cadangan, yaitu: komunikasi, listrik, persediaan air, transportasi serta harus menjadi bagian dari jaringan respons bencana rumah sakit, dengan prosedur yang jelas untuk rujukan dan pemindahan pasien (Pan American Health Organization, 2006).



15



G. Kebijakan dan penanganan krisis pada kondisi Gawat Darurat dan Bencana, meliputi : 1. Reevaluasi dalam standarisasi model dan prosedur pelayanan Gawat Darurat & Bencana dipelbagai strata fasilitas kesehatan secara berjenjang serta reaktivasi jejaring antar fasilitas kesehatan satu dengan yang lain. 2. Perkuat kemampuan dan aksesibilitas pelayanan Gawat Darurat diseluruh fasilitas kesehatan dengan prioritas awal di daerah rawan bencana dan daerah penyangganya. 3. Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan SDM di bidang Gawat Darurat dan manajemen Bencana secara berjenjang. 4. Penanganan krisis menitik beratkan pada upaya sebelum terjadinya bencana. 5. Optimalisasi pengorganisasian penanganan krisis (gawat darurat dan bencana) baik di tingkat pusat, propinsi, maupun kabupaten/kota dengan semangat desentralisasi/otonomi daerah serta memperkuat koordinasi dan kemitraan. 6. Pemantapan jaringan lintas program dan lintas sektoral dalam penanganan krisis. 7. Membangun jejaring sistem informasi yang terintegrasi dan online agar diperoleh data yang valid dan real time serta mampu memberikan pelbagai informasi tentang situasi terkini pada saat terjadi bencana. 8. Setiap korban akibat krisis diupayakan semaksimal mungkin untuk mendapatkan pelayanan kesehatan cepat, tepat dan ditangani secara profesional.



16



9. Memberdayakan kemampuan masyarakat (Community Empowerement) khususnya para stakeholder yang peduli dengan masalah krisis di bidang kesehatan dengan melakukan sosialisasi terhadap pengorganisasian, prosedur, sistem pelaporan serta dilibatkan secara aktif dalam proses perencanaan, monitoring dan evaluasi. 10. Pemantapan regionalisasi penanganan krisis untuk mempercepat reaksi tanggap darurat. H. Upaya-upaya Guna mencapai SPDGT dan Penanggulangan Krisis akibat bencana 1.



Reevaluasi terhadap kemampuan dan sumber daya yang ada, serta sejauhmana sistem tersebut masih berjalan saat ini yang harus ditindaklanjuti



dengan



perencanaan



dan



prioritas



dalam



penganggarannya. 2.



Revisi dan penyempurnaan terhadap peraturan pelaksanaan/pedoman, standar, SPO, pengorganisasian dan modul pelatihan untuk disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan kondisi lingkungan saat ini yang terkait dengan keterpaduan dalam penanganan gawat darurat dan manajemen bencana.



3.



Meningkatkan



upaya



pencegahan,



mitigasi



dan



kesiapsiagaan



penanganan krisis dan masalah kesehatan lain. 4.



Mendorong terbentuknya unit kerja untuk penanganan masalah krisis kesehatan lain di daerah.



5.



Mengembangkan sistem manajemen penanganan masalah krisis dan masalah kesehatan lain hingga ke tingkat Desa. Setiap Provinsi dan Kabupaten/Kota berkewajiban membentuk satuan tugas kesehatan yang



17



memiliki kemampuan dalam penanganan krisis dan masalah kesehatan di wilayahnya secara terpadu berkoordinasi. 6.



Menyiapkan sarana dan prasarana yang memadai untuk mendukung pelayanan kesehatan bagi korban akibat krisis dan masalah kesehatan lain dengan memobilisasi semua potensi.



7.



meningkatkan pemberdataan dan kemandirian masyarakat dalam mengenal, mencegah dan mengatasi krisis dan masalah kesehatan lain di wilayahnya.



8.



Mengembangkan sistem regionalisasi penanganan krisis dan masalah kesehatan lain melalui pembentukan pusat-pusat penanganan regional.



9.



Monitoring evaluasi secara berkesinambungan dan ditindak lanjuti dengan pelatihan dan simulasi untuk selalu meningkatkan profesional dan kesiap siagaan. Itu sebabnya diperlukan upaya untuk selalu meningkatkan kualitas dan kuantitas petugas melalui pendidikan dan latihan.



10. Pengembangan sistem e-health, secara bertahap disesuai dengan prioritas kebutuhan khususnya sistem informasi dan komunikasi. 11. Memperkuat jejaring informasi dan komunikasi melalui peningkatan intensitas pertemuan koordinasi dan kemitraan lintas program/lintas sektor, organisasi non Pemerintah, masyarakat dan mitra kerja Internasional secara berkala. Dengan berjalannya SPGDT tersebut, diharapkan terwujudlah Safe Community yaitu suatu kondisi/keadaan yang diharapkan dapat menjamin rasa aman dan sehat masyarakat dengan melibatkan peran aktif seluruh masyarakat khususnya dalam penanggulangan gawat darurat sehari-hari maupun saat bencana.



18



BAB 3 PENUTUP



A. Kesimpulan Prinsip utama PPGD adalah menyelamatkan pasien dari kematian pada kondisi gawat darurat. Kemudian filosofi dalam PPGD adalah ”Time Saving is Life Saving”, dalam artian bahwa seluruh tindakan yang dilakukan pada saat kondisi gawat darurat haruslah benar-benar efektif dan efisien, karena pada kondisi tersebut pasien dapat kehilangan nyawa dalam hitungan menit saja (henti nafas 2-3 menit dapat mengakibatkan kematian) SPGDT adalah sebuah sistem penanggulangan pasien gawat darurat yang terdiri dari unsur, pelayanan pra Rumah Sakit, pelayanan di Rumah Sakit dan antar Rumah Sakit. Manajemen pre hospital adalah pemberian pelayanan yang diberikan selama korban pertama kali ditemukan, selama proses transportasi hingga pasien tiba di rumah sakit. Penanganan koban selam fase pre hospital dapat menjadi penentu kondisi korban selanjutnya. Pemberian perawatan pre hospital yang tepat dan cepat dapat menurunkan angka kecacatan dan kematian akibat trauma (WHO, 2005). Tenaga kesehatan dalam sebuah rumah sakit yang paling banyak adalah perawat. Semua perawat mempunyai tanggung jawab dalam perencanaan dan keterlibatan dalam menangani korban. Perawat harus mengetahui apa yang akan



19



mereka lakukan baik ketika mereka sedang bekerja atau tidak bekerja sewaktu insiden terjadi. Perawat harus mengetahui bagaimana memobilisasi bantuan, mengevakuasi pasien-pasien dan mencegah penyebaran bencana.



20



DAFTAR PUSTAKA Dr. Harjadi, Prih etc. 2007. Pengenalan Karakteristik Bencana dan Upaya Mitigasinya di Indonesia Edisi II. Jakarta: Direktorat Mitigasi http//www.idepfoundation.org/download_files/pbbm/IDEP_Emergency_FirstAid _Booklet Alamat Web : http://www.yankes.kemkes.go.id/ Diakses pada tanggal 31 Mei 2017. Pukul 20.10 Alamat Web: http://114.6.22.246/160/1/Standar%20Pelayanan%20Keperawatan %20GAwat%20Darurat%20di%20Rumah%20Sakit.pdf Diakses pada tanggal 31 Mei 2017. Pukul 20.37 Alamat Web: http://www.depkes.go.id/pdf.php?id=16020900003



21