Kejahatan Ekonomi (Revisi) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Kejahatan Ekonomi(Economic Crime) Oleh : Prof. Dr. H.Edi Setiadi S.H., M.H. Fakultas Hukum-UNISBA



Fokus Materi A.



PENDAHULUAN 1. Review Pidana Umum dan Khusus 2. Overview Hukum Pidana Ekonomi 3. Pengertian dan Pengaturan Tindak Pidana Ekonomi



B.



URGENSI PENGATURAN DAN PEMBERANTASAN TPE 1. Hubungan Hukum Pidana dan Hukum Ekonomi 2. Kedudukan Hukum Pidana Ekonomi dalam Tatanan Hukum Pidana dan Hukum Ekonomi 3. Urgensi Pengaturan dan Pemberantasan TPE 4. Fungsi Hukum Pidana Ekonomi dalam Pembangunan Perekonomian



C.



MACAM-MACAM TPE, MEKANISME, KARAKTERISTIK, DAN REGULASINYA 1. Tindak Pidana Pencucian Uang (money laundering) 2. Kejahatan di Pasar Modal 3. Kejahatan Korporasi 4. Tindak Pidana Korupsi 5. Kejahatan Terorganisir 6. Cyber Crime



D.



ASPEK-ASPEK GOOD GOVERNANCE 1. Good Public Governance (GPG) 2. Basic dan Universal Principles 3. Urgensi dan Manfaat Good Governance 4. Regim Anti KKN 5. Kerangkan Good Governance dalam Konteks Hukum Pidanan Ekonomi



E.



KENDALA-KENDALA DALAM PENEGAKAN HUKUM



REFERENCES ► ► ► ► ► ► ► ► ►



HUKUM PIDANA EKONOMI, Prof. Dr. Edi Setiadi, S.H., M.H. HUKUM PIDANA EKONOMI, M. Anwar ASAS-ASAS HUKUM PIDANA, Dr. Andi Hamzah, S.H. SELUK BELUK TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DAN PEMBIAYAAN TERORISME, Prof. Dr. Sutan Remy Sjahdeni, S.H. PEMBERANTASAN KORUPSI, Prof. Dr. Jur. Andi Hamzah KEJAHATAN KORPORASI, Prof. Dr. J.E. Sahetapy, S.H., M.H. BUSINESS CRIME, Michael Clarke INTERNASIONAL LAW OF RESPONSIBILITY FOR ECONOMIC CRIME, Ndiva Kofele-Kale Buku/ jurnal/ artikel apapun yang relevan dengan fokus materi



A. PENDAHULUAN 1. REVIEW PIDANA UMUM DAN KHUSUS 2. OVERVIEW HUKUM PIDANA EKONOMI



B. URGENSI PENGATURAN DAN PEMBERANTASAN TPE







• • •







1. HUBUNGAN HUKUM PIDANA DAN HUKUM EKONOMI Hukum Pidana adalah hukum yang mengatur tentang pelanggaran (overtredingen) dan kejahatan (misdrijven) terhadap kepentingan umum, perbuatan mana diancam dengan hukuman yang merupakan penderitaan dan siksaan. Hukum Pidana bukanlah hukum yang mengandung norma baru, melainkan hanya mengatur pelanggaran dan kejahatan terhadap norma-norma hukum yang berkaitan dengan kepentingan umum. Hukum Ekonomi dalam arti sempit (Droit Economique) adalah keseluruhan peraturan yang meliputi kaidah-kaidah administrasi negara yang berkaitan dengan masalah ekonomi. Hukum Ekonomi dalam arti luas (Droit de I’Economique) adalah keseluruhan asas, kaidah, pranata, dan lembaga hukum baik yang bersifat perdata maupun publik yang mengatur dan mengarahkan tata perekonomian suatu negara. Atau bermakna hukum ekonomi dalam arti sempit+ketentuan-ketentuan hukum di luar HAN. Hukum Pidana ekonomi adalah bagian dari Hukum Ekonomi dalam arti luas



2. KEDUDUKAN HUKUM PIDANA EKONOMI dalam tatanan Hukum Pidana dan Hukum Ekonomi  Hukum Pidana Ekonomi merupakan sinergi dari dua buah sub bidang hukum: hukum pidana dan hukum ekonomi, yang mengatur pelanggaran dan kejahatan di bidang ekonomi.  Subyek dan perbuatan yang tergolong dalam Hukum Pidana Ekonomi adalah khusus, maka tergolong hukum pidana khusus  Dan mengingat sifat dari kejahatan yang dilakukan umumnya melintasi batas negara dan menggunakan teknologi canggih, maka beberapa metode pendekatan dalam Hukum Ekonomi dapat digunakan, yaitu: - Transdisipliner/ interdisipliner - Transnasional/ cross-border country - Futuristik/ Antisipatoris



3. URGENSI PENGATURAN DAN PEMBERANTASAN TPE







Pengaturan adalah bertujuan untuk membantu tercapainya tujuan hukum: kepastian dan ketertiban.







TPE merupakan pelanggaran dan kejahatan yang bersifat melintasi batas negara (cross border), canggih, dan seringkali sulit dilacak







Peluang dilakukannya pengecualian/penyimpangan dalam Hukum Pidana dapat dilakukan berdasarkan Pasal 103 KUHP, dengan mengingat delapan pengecualian/penyimpangan







Delapan pengecualian/ penyimpangan tersebut meliputi: subyek, batas teritorial, pembantuan/ percobaan, kualifikasi delik, sidang “in absentia”, schikking, peradilan khusus sistem pemidanaan







TPE membawa dampak sangat buruk (the aftermath) kepada perekonomian bangsa dan negara



• Merongrong sektor swasta yang sah • Merongrong integritas pasar-pasar keuangan • Mengakibatkan hilangnya kendali pemerintah terhadap kebijakan ekonominya • Muncul distorsi dan ketidakstabilan ekonomi • Mengurangi pendapatan negara dan sumber pembiayaan pajak • Membahayakan upaya privatisasi BUMN oleh pemerintah • Menciptakan sosial dan ekonomi biaya yang tinggi • Mengakibatkan rusaknya reputasi dan tatanan bangsa dan negara



4. Fungsi Hukum Pidana Ekonomi dalam Pembangunan Perekonomian • Prof. Mochtar Kusumaatmadja: Fungsi hukum sebagai “sarana • • •







pembangunan masyarakat”; Roscoe Pound: “ law as a tool social engineering” Perhatikan pula berbagai fungsi dan tujuan hukum dalam Bab II Buku Hukum Pidana Ekonomi (Dr. Edi Setiadi), antara lain: sebagai kontrol sosial, sarana penyelesaian konflik, dan untuk memperbaharui masyarakat Dalam konteks Hukum Pidana Ekonomi, dan menggunakan 4 asas (dalam pasal 2-9 KUHP: teritorial, nasional aktif, nasional pasif, universal), dan 8 penyimpangan yang ada dalam huku pidanan khusus, serta 3 metode pendekatan dalam hukum ekonomi. Maka ketiga hal ini dapat menjadi tools (alat) untuk mempermudah upaya-upaya dalam rangka mengurangi dan menghilangkan dampak buruk TPE Dengan demikian ketiga tools tersebut juga menjadi alat dalam hukum pidana ekonomi untuk dapat berperan dalam meningkatkan pembangunan perekonomian nasional (the ultimate goal)



C. MACAM-MACAM TINDAK PIDANA EKONOMI, MEKANISME, KARAKTERISTIK, DAN REGULASINYA 1.



Tindak pidana pencucian uang (money laundering) a. Pengertian TPPU



Money Laundering is the goal of a large number of criminal acts is to generate a profit for the individual or group that carries out the act. Money Laundering is the processing if these criminal proceeds to disguise their illegal origin. This process is critical importance, as it enables the criminal to enjoy these profits without jeopardising their course. Illegal arms sales, smuggling, and the activities of organised crime, including for example drug trafficking and prostitusion rings, can generate huge sums. Embezzlement, insider trading, bribery, and computer fraud schemes can also produce large profits and create the incentive to “legitimise” the ill-gotten gains through money laundering (Financial Action Task on Money Laundering-FATF)



Pencucian Uang adalah perbuatan menempatkan, mentransfer, menyumbangkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan ang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah. (Pasal 1 Angka 1 UU No.15 Th 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU no. 25 Th 2003-UU TPPU)



b. Sejarah dan Perkembangannya  Legenda Al Capone: merely a myth or a true story?;  Filosofi mesin cuci;  Praktik (modus) money laundering tidak hanya seputar mesin koin atau laundry, tetapi memasuki lembga-lembaga keuangan suatu negara. Perbankan, asuransi, pasar modal;  Perhatikan dunia makin serius terhadap pemberantasan TPPU dengan dibentuknya FATF (Financial Action Task Force On Money Laundering) oleh kelompok G-7 di Paris pada Juli 1989;  Tahun 1990, FATF mengeluarkan The Forty Recommendations yang menjadi standar internasional yang harus dirujuk dan dipedomani oleh setiap negara;  Indonesia harus mengikuti standar internasional ini atas desakan IMF











Di samping tekanan IMF, juga ada kebutuhan domestik untuk memberantas korupsi, perdagangan drugs, narkoba/psikotropika, perdagangan orang/anak, penyelundupan orang/barang, illegal loging. Awalnya (sejak Juni 2005) Indonesia masuk dalam NCCT (Non Cooperative Countries Territories) List, karena: - Tidak adanya ketentuan yang menetapkan money laundering sebagai tindak pidana - Tidak adanya ketentuan KYC untuk lembaga keuangan non bank - Minimnya kapasitas sumber daya dalam penanganan tindak pidanan pencucian uang - Kurangnya kerjasama internasional dalam penanganan tindak pidana pencucian uang; - januari 2005, Indonesia keluar dari NCCT list, tetapi masih dalam pengawasan selama satu tahun -Sejak Januari 2006, Indonesia keluar dari daftar pengawasan tersebut



c. Mekanisme TPPU  DIRTY



MONEY



 PLACEMENT  LAYERING  INTEGRATION



UANG YANG MENJADI OBJEK DALAM TPPU ADALAH UANG HARAM (DIRTY MONEY) YANG DAPAT BERASAL DARI:    



         



KORUPSI PENYUAPAN PENYELUNDUPAN BARANG PENYELUNDUPAN TENAGA KERJA PENYELUNDUPAN IMIGRAN DI BIDANG PERBANKAN DI BIDANG PASAR MODAL DI BIDANG ASURANSI NARKOTIKA PSIKOTROPIKA PERDAGANGAN MANUSIA PERDAGANGAN SENJATA GELAP PENCULIKAN TERORISME



          



PENCURIAN PENGGELAPAN PENIPUAN PEMALSUAN UANG PENJUDIAN PROSTITUSI DI BIDANG PERPAJAKAN DI BIDANG KEHUTANAN DI BIDANG LINGKUNGAN HIDUP DI BIDANG KELAUTAN, ATAU TINDAK PIDANA LAINNYA YANG DIANCAM DENGAN PIDANA 4 TAHUN ATAU LEBIH.



(PASAL 2 AYAT 1 UUTPPU)



PLACEMENT: tahap menempatkan (mendepositokan) uang haram tersebut ke dalam sistem keuangan. Pada tahap immersion (consolidation & placement) ini, bentuk dari uang hasil kejahatan tersebut harus dikonversi untuk menyembunyikan asal-usul yang tidak sah dari uang tersebut. Misalnya: Dengan memecah uang tersebut ke dalam pecahan besar atau kecil dan disimpan dalam suatu rekening di bank; Pergerakan fisik dari uang tunai, baik melalui penyelundupan uang tunai dari satu negara ke negara lainnya, maupun dengan cara menggabungkan uang tunai yang berasal dari kejahatan dengan uang yang diperoleh dari hasil kegiatan yang sah menurut hukum.



LAYERING: tahap yang merupakan suatu proses pengalihan dari suatu bentuk investasi ke bentuk investasi lainnya yang dilakukan dengan memperpanjang jalur pelacakan atau suatu tindakan untuk menutupi sumber sebenarnya dari uang/aset dengan melakukan berlapis-lapis transaksi finansial yang dirancang untuk menghilangkan jejak dan menciptakan tokoh anonim. Pada tahap (heavy soaping) ini pencuci uang (laundryman/launderer) berusaha memutuskan hubungan uang hasil kejahatan dari sumbernya. Dilakukan dengan cara memindahkan uang dari satu bank ke bank lainnya. Teknisnya dengan cara memecah dan mengkonversi ulang. Dapat juga disalurkan untuk pembelian dan penjualan barang-barang investasi, atau cukup dengan dilakukan pemindahan dnegan funds wire melalui sejumlah rekening pada berbagai bank di sleuruh dunia (terutama negara-negara yang tidak ada kerjasama dalam hal rejim anti money laundering.



INTEGRATION: tahap penempatan perbuatan kriminal yang sudah melalui tahap placement dan layering untuk menjadi investasi yang terlihat benar-benar legal. Pada tahap ini, uang/ aset diintegrasikan ke dalam sistem keuangan yang legal dan diasimilasikan dnegan semua aset yang ada dalam sistem finansial. Tahapa spin dry ini uang yang telah dicuci, dibawa kembali ke dalam sirkulasi dalam bentuk pendapatan bersih, bahkan menjadi objek pajak. Setelah melalui tahap layering, uang haram menjadi uang halal (clean money) yang akan digunakan dalam kegiatan bisnis atau kegiatan operasi kejahatan dari penjahat atau organisasi kejahatan yang mengendalikan uang tersebut. Misalnya dengan menginvestasikan uang tersebut ke bisnis real estate, barang-barang mewah, atau membeli saham perusahaan-perusahaan.



d. Regulasi



Regulasi sebagai alat untuk memberantas TPPU harus dilakukan mengingat hal-hal berikut:  Money laundering adalah sarana penting bagi kejahatan yang menghasilkan uang, baik kejahatan narkoba, fraud, dan bentuk kejahatan lainnya.  Money laundering membantu para pejabat negara yang melakukan korupsi untuk dapat menyembunyikan kekayaan masyarakat yang diperolehnya secara tidak jujur.  Pemberantasan money laundering dapat membantu suatu negara untuk mempertahankan integritas dari sistem keuangan dan lembaga-lembaga terhadap pengaruh buruk dari uang hasil kejahatan.







Pemberantasan TPPU harus dilakukan dengan tujuan umumnya untuk menghentikan para kriminal agar tidak memperoleh manfaat dari kegiatan pencucian uang. Khususnya adalah:



Menghentikan mereka dari kemungkinan menikmati manfaat yang dapat diperoleh dari kegiatan pencucian uang Mencegh merek untuk dapat menginvestasikan kembali dana yang diperoleh dari kegiatan kejahatan mereka Menyediakan sistem bagi para kriminal agar keadilan dapat ditegakkan yang mereka lakukan (dengan melakukan penelusuran terhadap asal-usul uang hasil kejahatan tersebut melalui audit dan menemukan hubungan yang jelas antara tindak pidana dan pelaku utama dari tindak pidana tersebut).



• Faktor-faktor yang diperhatikan oleh para pencuci uang: 



 







Kepemilikan yang sebenarnya dan sumber yang sesungguhnya dari uang yang dicuci itu, harus disembunyikan. Bentuk uang harus berubah Jejak yang ditinggalkan oleh proses pencucian uang harus tersamar atau tidak dapat diketahui Pengawasan terus-menerus harus dilakukan terhadap uang tersebut



•Di Indonesia: UU No.15/2002 jo. UU No.25/2004 tentang tindak pidana pencucian uang (UU TPPU) TPPU adalah setiap orang yang dengan sengaja: Menempatkan  Mentransfer  Membayarkan atau membelanjakan  Menghibahkan atau menyumbangkan  Menitipkan  Membawa ke luar negeri  Menukarkan atau  Perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya…dst Dengan maksud menyembuyikan atau menyamarkan…dst (Pasal 3 UU TPPU) 



• TPPU pasif adalah setiap orang yang menerima atau menguasai: Penempatan  Pentransferan  Pembayaran  Hibah  Sumbangan  Penitipan  Penukaran Harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana..dst… (Pasal 6 UU TPPU) 



e. Penegakan hukum dalam pemberantasan TPPU Rezim anti money laundering Lembaga PPATK yang berfungsi secara efektif Komitmen dan kerjasama antarlembaga keuangan dan lembaga terkait dalam rezim anti money laundering Penerapan sanksi yang berat Penyidikan penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan



SANKSI PIDANA



SANKSI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG • Pelaku tindak pidana pencucian uang dikenakan pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling sedikit Rp 100 juta dan paling banyak Rp 15 milyar (pasal 3 ayat (1) UUTPPU) • Sanksi yang sama juga dikenakan kepada setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan, atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana pencucian uang (pasal 3 ayat (2)) SANKSI PELAPORAN • PJK yang dengan sengaja tidak menyampaikan STR dan CTR kepada PATTK, dipidana dengan pidana paling sedikit Rp 250 juta dan paling banyak Rp 1 milyar (pasal 8) • Setiap orang yang tidak melaporkan uang tunai Rupiah sejumlah Rp 100 juta atau lebih dibawa ke dalam atau ke luar wilayah negara RI, dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp 100 juta dan paling banyak Rp 300 juta (pasal 9)



Sanksi Tindak Pidana Pencucian Uang • PPATK, penyidik, saksi, penuntut umum, hakim, atau orang •







lain yang bersangkutan dengan TPPU yang sedang diperiksa melanggar kewajiban merahasiakan identitas pelapor dengan ancaman pidana penjara 1 sampai 3 tahun. Sanksi yang sama juga dikenakan kepada saksi, penuntut umum, hakim dan orang lain yang bersangkutan dengan TPPU apabila menyebut identitas pelapor dalam pemeriksaan di sidang pengadilan. Direksi dan pejabat/ pegawai PJK, dan pejabat/ pegawai PPATK, serta penyelidik/ penyidik yang memberitahukan keapda pengguna jasa keuangan mengenai laporang STR yang sedang disusun atau telah dilaporkan kepada PPATK atau penyidik (anti tipping off), diancam dengan pidana penjara 3 sampai dengan 5 tahun dan denda Rp 100 juta sampai dengan 1 milyar.



UPAYA YANG TELAH DILAKUKAN INDONESIA  Kriminalisasi pencucian uang melalui UU No.15/2002 jo. UU No.25/2003  PP No.57 tahun 2003 Tentang Tata Cara Perlindungan Khusus Bagi Pihak Pelapor dan Saksi Tindak Pidana Pencucian Uang  Keppres operasional PPATK yaitu Keppres No.81 Tahun 2003, Keppres No.82 Tahun 2003, dan Keppres No.3 Tahun 2004  Keppres No.1 Tahun 2004 Tentang Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU  Ketentuan KYC untuk industri perbankan, pasar modal dan lembaga keuangan non-bank



f. Beberapa Kasus TPPU  Lihat pada presentasi Dr. Yunus Husein, S.H., LL.M.: kasus korupsi, illegal loging, narkoba;  TPPU sebagai sumber pembiayaan kegiatan terorisme  Buku Prof. Remy Sjahdeni, halaman 351387: kasus BCCI di USA, kasus Ferdinand Marcos, kasus Iran-Contra, kasus Mafia Rusia & Bank of New York, and many others



2. Kejahatan di Pasar Modal INSIDER TRADING MODUS : Memperoleh keuntungan melalui pemanfaatan informasi yang belum terpublish ke publik. PELAKU : 1. Fiduciary Position yaitu pihak yang mengemban kepercayaan secara langsung maupun tidak langsung dari emiten maupun perusahaan publik. 2. Tippees yaitu pihak yang menerima informasi pihak dalam dari orang pertama. (komisaris, direktur, pegawai, pemegang saham utama, emiten, orang per orang)



UNSUR INSIDER TRADING    











Adanya perdagangan efek Dilakukan oleh orang dalam Adanya Insider Information Informasi itu belum diungkap dan terbuka untuk umum Perdagangan dimotivasi oleh informasi itu Tujuannya untuk memperoleh keuntungan



KORBAN INSIDER TRADING  



Lawan transaksi Pemerintah, karena kewibawaan regulation dan kredibilitas pasar modal terganggu



REFERENCES  HUKUM PIDANA EKONOMI, Prof. Dr. Edi Setiadi S.H., M.H.  KORUPSI, GOOD GOVERNANCE, DAN KOMISI ANTI KORUPSI       



DI INDONESIA, Prof. Dr. Romli Atmasasmita, S.H., L.L.M. PEMBERANTASAN KORUPSI MELALUI HUKUM PIDANA NASIONAL DAN INTERNASIONAL, Prof. Dr. Jur. Andi Hamzah PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI, Prof. Dr. Sutan Remy Sjahdeni, S.H. KEBIJAKAN LEGISLASI TENTANG SISTEM PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI DI INDONESIA, Dr. Dwija Priyatno, S.H., M.Hum., SP.N. SELUK BELUK TPPU, Prof. Dr. Sutan Remy Sjahdeni, S.H. KEJAHATAN KORPORASI, Prof. Dr. J. E. Sahetapy, S.H., M.A. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEGAKAN HUKUM, Prof. Dr. Soenjono Soekanti, S.H., M.A. PERBUATAN MELAWAN HUKUM, Dr. Munir Fuady, S.H., M.H., LL.M.



3. Kejahatan Korporasi (White Collar Crime) a). Korporasi dalam Kehidupan Masyarakat 















Perusahaan/korporasi memberikan pengaruh positif dan negatif terhadap masyarakat Pengaruh positif a.l menyediakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan nasional, memberikan income kepada negara, menggerakkan pembangunan, dan lain-lain Pengaruh negatif a.l kerusakan lingkungan, pencemaran laut, kematian massal akibat kebocoran pipa gas, cacat, produksi obat, keracunan makanan, air minum yang tercemar, kelalaian perusahaan transportasi, dan lain-lain Dengan kekayaan yang dimiliki suatu perusahaan, ia juga memiliki kekuatan sosial dan politik yang operasional/ kegiatan perusahaan tersebut mempengaruhi kehidupan banyak orang



b) Pengertian  Corporate crime: a crime committed either by a corporate body or by its representatives acting on its behalf. Examples: price fixing and consumer fraud (black’s law dictionary)  Corporate crime: socially injurious and blameworthy act, legal or illegal, that cause financial, physical or environmental harm, commited by corporations and bussines againts their workers, the general public, the environment, other corporations and bussineses, the government or other countries. The benefactor of such crimes is the corporations (Frank & Lynch)  White-collar crime: a nonviolent crime usu. Involving cheating or dishonesty in commercial matters. Examples: Fraud, embezzlement, bribery, and insider trading (Black’s Law Dictionary)  White-collar crime: Socially injurious and blameworthy acts commited bu individuals or groups of individuals who occupy decision-making positions in corporations and bussineses, and which are commited for their own personal gain againts the bussineses and corporations that employ them (Frank & Lynch)  White-collar crime selalu dilakukan tanpa kekerasan, tetap diikuti dengan kecurangan, penyesatan, penyembuyian fakta, manipulasi, pelanggaran kepercayaan, akal-akalan atau pengelakan terhadap peraturan.



C) Kategori white-collar crime  Kejahatan Korporasi Kejahatan yang dilakukan oleh para eksekutif demi kepentingan dan keuntungan perusahan yang berakibat kerugian pada masyarakat. Misalnya kejahatan lingkungan, manipulasi pajak, iklan yang menyesatkan, dan lain-lain.  Kejahatan Jabatan Kejahatan yang dilakukan oleh para pejabat atau birokrat, seperti korupsi dan abuse of power.  Kejahatan Profesional Kejahatan yang terjadi di lingkungan profesional, misalnya dokter, pengacara, notaris, akuntan publik, dan lain-lain.  Kejahatan Individual Kejahatan yang dilakukan oleh individu untuk kepentingan dan keuntungan pribadi.



 White collar crime adalah crime committed by person of respectability and high social status in the course of their occupation.  Kejahatan yg dilakukan olh orang2 yang memiliki kedudukan sosial yg tinggi dan terhormat dlm pekejaannya.



Elemen penting dlm wcc  1. status pelaku tindak pidana rata-rata mempunyai status sosial yg tinggi  2. kejahatan itu berhubungan dgn karakter atau jabatan tertentu. Dlm arti kej itu dilakukan olh org yg memp jab strategis.



KATEGORI KEJAHATAN KORPORASI 1. DEFRAUDING THE STOCK HOLDERS Perusahaan tidak melaporkan besar keuntungan yang sebenarnya kepada pemegang saham 2. DEFRAUDING THE PUBLIC Mengelabui publik tentang produk-produknya terutama yang berkaitan dengan mutu dan bahan 3. DEFRAUDING THE GOVERNMENT Membuat laporan pajak yang tidak benar 4. ENDANGERING EMPLOYEES Perusahaan yang tidak memperhatikan keselamatan kerja para karyawannya 5. ILLEGAL INTERVENTION IN THE POLICAL PROCESS Berkolusi dengan partai politik dengan memberikan sumbangan kampanye 6. ENDANGERING THE PUBLIC WELFARE Proses produk yang menimbulkan polusi (debu, limbah B3, suara dan lain sebagainya)



d) Karakteristik        



Kejahatannya sulit dilihat Bentuk kejahatannya sangat kompleks Penyebaran tanggung jawab yang semakin meluas Penyebaran korban yang luas Hambatan dalam pendeteksian dan penuntutan Peraturan yang tidak jelas Sikap mendua terhadap pelaku tindak pidana Dilakukan oleh orang dengan status sosial ekonomi yang tinggi dan terhormat, dan melakukan kejahatan tersebut dalam kaitannya dengan pekerjaannya.



e) Urgensi Pemberantasan 











Penyebab kejahatan tidak hanya disebabkan oleh faktor kemiskinan tetapi dapat pula dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai status sosial ekonomi yang tinggi (paradigma baru) Dengan demikian meruntuhkan teori lama yang mendasarkan bahwa terjadinya kejahatan itu dikarenakan ciri-ciri patologi/biologis. kemudian menambah dimensi baru tentang kejahatan yang semula berasal dari dimensi kemiskinan ditambah dengan dimensi keserakahan dan dimensi kekuasaan.







Perluasan subyek hukum pidana







Perluasan terhadap pengertian kejahatan



f) Pelaku tindak pidana 















KUHP hanya mengenal subyek hukum yang dapat melakukan tindak pidana hanya manusia (natural person). Tidak ada satu pasal pun yang menentukan pelaku tindak pidana yang bukan manusia. Lihat pasal 2, 4, 5, 7, 267, 292, 392, 393, KUHP Pasal 59 KUHP tidak mengenal korporasi sebagai subyek hukum pidana. Artinya tindak pidana tidak pernah dilakukan oleh korporasi tetapi dilakukan oleh pengurusnya. Konsekuensinya, penguruslah yang dibebani pertanggungjawaban pidana sekalipun pengurus melakukan perbuatan itu untuk dan atas nama korporasi, atau untuk kepentingan korporasi, atau bertujuan untuk memberikan manfaat bagi korporasi dan bukan bagi pribadi pengurus. Adagium (legal maxim): actus non facit reum. Nisi mens sit rea (an act does not make a man guilty of a crime, unless his mind be also guilty). Tiada pidana tanpa kesalahan. Seseorang hanya dapat dibebani tanggungjawab pidana bukan hanya dia telah melakukan perilaku lahiriah (actus reus) yang harus dapat sibuktikan oleh penuntut umum, tetapi juga bahwa pada waktu perbuatan itu dilakukan olehnya, orang itu harus memiliki sikap kalbu tertentu (mens rea) yang terkait langsung dengan perbuatan itu.



g) Mungkinkah KORPORASI sebagai pelaku tindak pidana? Pengertian korporasi Pembebanan pertanggungjawaban pidana kepada korporasi Pro dan kontra Sistem pertanggungjawaban pidana korporasi Ajaran pertanggungjawaban pidana korporasi Pertanggungjawaban pidana korporasi dalam beberapa perundang-undangan pidana di Indonesia



KONSEP TANGGUNG JAWAB PIDANA KORPORASI



1. Identfication Doctrine/ direct liability doctrine Menurut doktrin ini,bila seorang yang cukup senior dalam struktur korporasi, atau dapat mewakili korporasi melakukan suatu kejahatan dalam bidang jabatannya, maka perbuatan dan niat orang itu dapat dihubungkan dengan korporasi. Korporasi dapat diidentifikasi dengan perbuatan ini dan dimintai pertanggungjawaban secara langsung.



Menurut teori ini agar suatu korporasi dpt dimintai pertamggungjawaban pidana maka org yg melakukan tp tsb hrs dpt diidentifikasi terlebih dahulu Pertanggungjawaban pidana benar benar dpt dibebankan kpd korporasi apabila perb pid tsb dilakukan olh org yg merupakan “ directing mind” dr korporasi tsb



Teori identifikasi disebut jg teori alter ego/teori organ baik dlm arti sempit maupun luas. Dlm arti sempit hanya perb pejabat senior atau otak korporasi yg dpt dipertanggungjawabkan kpd korporasi. Secara sempit teori identifikasi hanya membebankan ptgjwbn pid kpd pejabat senior krn pej senior lah yg merupakan otak dr korporasi



Dalam arti luas : tdk hnya pejabat senior tetapi juga agen di bawahnya dpt menyebabkan korporasi dibebani dgn pertggjwbn pid Siapa yg merupakan direct mind ? Lihat anggaran dasar korporasi, atau siapa yg mewakili kekuasaan prusahaan. Pej senior adlah org yg tgjwbnya mewakili atao melambangkan pelaksanaan dr the directing mind and will of the company.



2. Aggregation Doctrine Di Amerika dikenal sebagai the Collective Knowledge Doctrine. Menurut doktrin ini, tindak pidana tidak bisa hanya diketahui atau dilakukan oleh satu orang. Oleh karena itu, perlu mengumpulkan semua tindakan dan niat dari beragam orang yang relevan dalam korporasi tersebut, untuk memastikan apakah secara keseluruhannya tindakan mereka akan merupakan suatu kejahatan atau senilai dengan apabila perbuatan dan niat itu dilakukan oleh satu orang.Menurut doktrin ini apabila tdp suatu kelompok org yg melakukan suatu tp namun org tsb bertindak u/a korporasi, maka korporasi tsb dpt dimintai pertgjwbn pidana.



3. Reactive Corporate Fault Fisse dan Braithwaite Tanggung jawab pidana hanya bisa diterapkan terhadap korporasi apabila korporasi gagalmemenuhi perintah pengadilan dengan sungguh-sungguh. Kesalahan korporasi bukanlah kesalahan pada saat kejahatan terjadi tetapi kesalahan karena korporasi gagal melakukan tindakan yang tepat atas kesalahan yang dilakukan oleh pekerjanya.



4. Vicarious Liability Menurut doktrin ini, bila seorang agen atau pekerja korporasi, bertindak dalam lingkup pekerjaannya dan dengan maksud untuk menguntungkan korporasi, melakukan suatu kejahatan, tanggungjawab pidananya dapat dibebankan kepada perusahaan.



• vicarious liability didsrkan kpd prinsip employment principle, yi majikan aadalah penanggungjwab utama dr perb pra buruh , jd ada prinsip the servant act is th master act in law



Vl : adalah pertgjwbn pengganti yi pertnggjwbn mnrt hk dmn seseorang atas perbuatan salah yg dilakukan olh org lain, the legal responsibility of one person for the wrongful acts of another.



Syarat pertgjwbn pwngganti • 1. hrs tdp hub pek dan perb pid yg dilakukan olh peg tsb berkaitan dgn ruang lingkup pekjaannya



5. Management Failure Model Merupakan perluasan dari identification doctrine, melihat kejahatan merupakan kegagalan manajemen, yaitu melakukan kesalahan untuk memastikan keamanan dalam manajemen dan organisasi dalam kegiatan-kegiatan korporasi.



The corporate culture model  Korporasi dpt diptgjwbkan dilihat dr prosedur, sistem bekrjanya ato budayanya, the prosedure, operating sistem, or cultural of a company  Teori ini disebut jg teori budaya, model sistem, ato model organisasi



6. Corporate Mens Rea Doctrine Korporasi dapat diyakini sebagai agen yang melakukan kesalahan yang bertindak melalui staf mereka dan pekerja dan mens rea-nya dapat ditemukan dalam praktek dan kebijakan korporasi.



7. Specific Corporate Offences Kejahatan yang hanya bisa silakukan oleh korporasi (misalnya : corporate killing). Dalam hal ini, masalah-masalah yang berkaitan dengan penegasan tentang kesalahan korporasi, seperti pembuktian dari niat atau kesembronoan, dapat diatasi dengan membuat definisi khusus yang hanya dapat diterapkan kepada korporasi.



Sanksi yg dpt dijatuhkan kpd korporasi • Financial sanction, denda, peningkatan



pajak yg hrs dibayar • Restriction sanction, pembatasan kegiatan usaha, pembubaran korporasi. • Stigmatising asnction • Publication, pengumuman keputusan hakim • Perampasan asset baik scr pid maupun perdata.



Wassalam…..