Kekuasaan Partai Politik [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Pengantar organisasi PARTAI POLITIK



Moza Nafisah



041411231191



Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Tahun 2015/2016 BAB II



PEMBENTUKAN KELOMPOK Pembentukan kelompok diawali dengan adanya perasaan atau persepsi yang sama dalam memenuhi kebutuhan. Setelah itu akan timbul motivasi untuk memenuhinya, sehingga ditentukanlah tujuan yang sama dan akhirnya interaksi yang terjadi akan membentuk sebuah kelompok. Pembentukan



kelompok



dilakukan



dengan



menentukan



kedudukan



masing-masing anggota (siapa yang menjadi ketua atau anggota). Interaksi yang terjadi suatu saat akan memunculkan perbedaan antara individu satu dengan lainnya sehingga timbul perpecahan. Perpecahan yang terjadi bisanya bersifat sementara karena kesadaran arti pentingnya kelompok tersebut, sehingga anggota kelompok berusaha menyesuaikan diri demi kepentingan bersama. Akhirnya setelah terjadi penyesuaian, perubahan dalam kelompok mudah terjadi. Dasar Pembetukan Kelompok Langkah proses pembentukan diawali dengan pembentukan kelompok, dalam proses selanjutnya didasarkan adanya hal-hal berikut : • Persepsi Pembagian kelompok diharapkan mempunyai kemampuan yang berimbang, apabila ada anggota yang mempunyai tingkat intelegensi rendah, maka anggota yang mempunyai tingkat intelegensi tinggi mampu menginduksi anggota yang lain, sehingga tidak terjadi ketimpangan yang mencolok. • Motivasi Pembagian kekuatan yang berimbang akan memotivasi setiap anggota kelompok untuk berkompetisi secara sehat, dalam mencapai tujuan kelompok. • Tujuan Pembentukan kelompok diantaranya adalah untuk menyelesaikan tugastugas kelompok atau individu dengan menggunakan metode diskusi



ataupun kerjasama, seahingga di sini suatu kelompok memiliki tujuan yang sama dengan tujuan anggotanya. • Organisasi Pengorganisasian dimaksudkan untuk mempermudah koordinasi, sehingga penyelesaian masalah kelompok menjadi lebih efektif dan efisien. • Independensi Kebebasan merupakan hal penting dalam dinamika kelompok, yang dimaksud kebebasan disini adalah kebebasan anggota kelompok dalam menyampaikan ide dan pendapatnya. Kebebasan disesuaikan dengan aturan yang berlaku dalam kelompok, sehingga tidak mengganggu proses kelompok. • Interaksi Interaksi/hubungan timbal balik antar anggota kelompok merupakan syarat yang penting dalam kelompok, karena dengan adanya interaksi/hubungan timbal balik akan ada proses memberi dan menerima ilmu pengetahuan dari satu anggota ke anggota yang lain, sehingga transfer ilmu dapat berjalan (kebutuhan akan informasi terpenuhi).



Alasan seseorang terbentuk dalam kelompok : 1. Rasa aman artinya perasaan aman sebab dilindungi banyak orang. Dibandingkan melakukan segala sesuatu sendirian. 2. Status seseorang akan mendapatkan statusnya dalam kelompok. 3. Afiliasi adalah hubungan antara satu orang dan orang lain. 4. Kekuatan. Apabila seseorang bersatu maka akan lebih kuat dibandingkan bekerja sendiri. 5. Pencapaian tujuan adalah keberhasilan seseorang dalam mencapai tujuan tertentu.



Tahap Pembentukan Kelompok



Tahap 1 - Forming Pada tahap ini kelompok baru saja dibentuk dan diberikan tugas. Anggota kelompok cenderung untuk bekerja sendiri dan walaupun memiliki itikad baik namun mereka belum saling mengenal dan belum saling percaya. Tahap 2 - Storming Kelompok mulai mengembangkan ide-ide berhubungan dengan tugastugas yang mereka hadapi. Mereka membahas isu-isu semacam masalah yang harus mereka selesaikan. Anggota kelompok saling terbuka dan mengkonfrontasi ide-ide dan perspektif mereka masing-masing. Pada beberapa kasus, tahap storming cepat selesai. Namun ada pula yang mandenk pada tahap ini.



Tahap 3 - Norming Terdapat kesepakatan dan konsensus antara anggota kelompok. Peranan dan



tanggung



jawab



telah



jelas.



Anggota



kelompok



mulai



dapat



mempercayai satu sama lain seiring dengan mereka melihat kontribusi masing-masing anggota untuk kelompok. Tahap 4 - Performing Kelompok dalam tahap ini dapat menyelesaikan pekerjaan dengan lancar dan efektif tanpa ada konflik yang tidak perlu dan supervisi eksternal. Anggota kelompok saling bergantung satu sama lainnya dan mereka saling respect dalam berkomunikasi. Tahap 5 - Adjourning dan Transforming Tahap dimana proyek berakhir dan kelompok membubarkan diri. Kelompok bisa saja kembali pada tahap mana pun ketika mereka mengalami perubahan. Penggolongan kelompok sangat bergantung pada tujuan penggolongan itu sendiri, antara lain sebagai berikut: 1).Kelompok formal: organisasi militer, perusahaan, kantor kecamatan. Kelompok non-formal: arisan, geng, kelompok belajar, teman-teman bermain sepakbola. 2).Kelompok kecil: dua sahabat, keluarga, kelas. Kelompok besar: divisi tentara, suku bangsa, bangsa. 3).Kelompok jangka pendek: panitia, penumpang sebuah kendaraan umum, orang-orang yang membantu memadamkan kebakaran atau menolong korban banjir. Kelompok jangka panjang: bangsa, keluarga, tentara, sekolah 4).Kelompok kohesif (hubungan erat antar anggota): keluarga, panitia, sahabat, rombongan ibadah haji. Kelompok tidak kohesif: penonton bioskop, pembaca majalah, jamaah shalat jumat.



5).Kelompok agresif: mahasiswa tawuran, penumpang kereta api mengeroyok pencopet, demonstran, pengunjuk rasa. Kelompok konvensional: jamaah haji, jamaah shalat jumat, penonton wayang kulit, pengendaran mobil di jalan raya, tamu undangan pernikahan, penonton konser musik. Kelompok ekpresif: penonton musik,peserta rapat umum partai politik. 6).Kelompok dengan identitas bersama: keluarga, kesatuan ABRI, perusahaan, sekolah, universitas. Kelompok tanpa identitas bersama: penonton, jamaah, penumpang bus. 7).Kelompok individual-otonomus: masyarakat kota besar, perusahaan dengan sistem manajemen berat. Kelompok kolektif-relational: masyarakat pedesaan, perusahaan dengan manajemen timur (misalnya, perusahaan jepang), keluarga besar. Kelompok ini mempunyai identitas kelompok yang kuat. 8).Kelompok yang berbudaya tunggal (adat, tata susila, agama, hukum atau norma lainnya seragam): masyarakat pedesaan tradisional, perusahaan, organisasi militer, keluarga yang berasal dari lingkungan budaya bersama. Kelompok berbudaya majemuk: masyarakat perkotaan, parta politik, keluarga antar agama. 9).Kelompok laki-laki: tim sepak bola, pasukan komando, geng laki-laki, jamaah shalat jumat. Kelompok perempuan: tim sepak bola perempuan, polisi wanita, korps wanita ABRI, lembaga bantuan hukum untuk wanita, himpunan wanita karya. 10).Kelompok konsumen: yayasan lembaga konsumen, persatuan penggemar mobil, kelombok ibu rumah tangga.



Kelompok produsen, pengusaha atau profesi: asosiasi kayu, persatuan hotel dan restoran, ikatan dokter, ikatan sarjana, persatuan guru. 11).Kelompok persahabatan: arisan, teman bermain, kumpulan sahabat, kelompok golf, paguyuban alumni SMA. Kelompok yang telibat dalam tujuan bersama: perusahaan, yayasan, instansi pemerintah. Proses Terbentuknya Partai Politik pada Masa Revolusi Kemerdekaan Kemerdekaan Indonesia yang diproklamirkan pada 17 Agustus 1945 telah memulai babak baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Perjuangan bangsa Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan dengan aksi fisik maupun diplomatik membawa dampak dan perkembangan bangsa dalam kurun waktu 1945 hingga pengakuan kedaulatan di akhir tahun 1949, yang merupakan kelahiran badan-badan aparatur negara sebagai bagian dari cikal-bakal lahirnya partai politik di Inonesia. Setelah Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta dipilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 18 Agustus 1945 dan pada 22 Agustus 1945 PPKI menetapkan Aturan Peralihan UUD 1945 selama UUD 1945 belum dapat dibentuk secara sempurna. PPKI juga menetapkan berdirinya Komite Nasional Indonesia



yang



kemudian



dikembangkan



menjadi



Komite



Nasional



Indonesia Pusat (KNIP) yang menjadi pembantu Presiden sebelum MPR dan DPR didirikan. KNIP pun langsung memegang peranan penting setelah terbentuk. Di mana keanggotaan KNIP diambil dari pemuka masyarakat dari berbagai golongan dan daerah di seluruh Indonesia dan anggota PPKI yang tidak diangkat menjadi menteri. Di tengah usaha membentuk badan-badan aparatur negara, timbul pula hasrat di beberapa kalangan untuk mendobrak suasana politik otoriter dan represif yang telah berjalan selama tiga setengah tahun pendudukan Jepang, ke arah kehidupan yang demokratis yang terjadi dalam beberapa tahap, yaitu:



a. Atas beberapa prakarsa politisi muda, diusahakan agar kedudukan KNIP yang tadinya sebagai pembantu Presiden, menjadi suatu badan yang diberi kekuasaan legislatif. Untuk itu, pada tanggal 16 Oktober



1945,



Sidang



Paripurna



KNIP



yang



diketuai



Mr.



Kasman



Singodimejo dan dihadiri perwakilan pemerintah, ditetapkan bahwa sebelum MPR dan DPR terbentuk, KNIP diberi kewenangan legislatif dan wewenang untuk turut menatapkan Garis-garus Besar Haluan Negara serta kebijakan agar dibentuk Badan Pekerja yang terdiri atas sejumlah anggota KNIP sebagai pelaksana tugas KNIP terkait situasi yang mendesak saat itu. Keputusan tersebut dituangkan dalam Maklumat No. X tanggal 16 Oktober 1945 yang ditandatangani Wakil Presiden Mohammad Hatta. b. Pemerintah menerima usulan Badan Pekerja KNIP agar dibukanya kesempatan untuk mendirikan partai-partai politik untuk mengikuti Pemilihan Umum yang rencananya akan digelar pada Januari 1946. Ketetapan tersebut dituangkan dalam Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945 yang menegaskan kembali bahwa pembentukan partai politik tersebut adalah untuk memperkuat perjuangan mempertahankan kemerdekaan



dan



menjamin



keamanan



masyarakat.



Isi



maklumat



tersebut adalah: “Pemerintah menyukai timbulnya partai-partai politik karena dengan adanya partai-partai itulah dapat dipimpin ke jalan yang teratur segala aliran paham yang ada dalam masyarakat. Diharapkan bahwa partaipartai telah tersusun sebelum pemilihan umum pada bulan Januari 1946” Pengumuman ini lalu disambut gembira oleh masyarakat karena selama 3,5 tahun penjajahan Jepang, setiap kegiatan politik adalah terlarang. Berkaitan dengan pelaksanaan Pemilu yang rencananya akan digelar pada bulan Januari tahun 1946, maka rencana tersebut terpaksa ditunda karena kondisi dalam negeri yang tidak memungkinkan karena serangan sekutu yang ingin kembali melakukan penjajahan di Indonesia. c. Presiden Soekarno pada tanggal 14 November 1945 menyetujui usul Badan Pekerja KNIP agar para menteri bertanggungjawab kepada KNIP yang telah diberi kekuasaan legislatif lewat Maklumat Pemerintah,



yang selanjutnya disetujui oleh KNIP dalam sidang yang digelar pada 2527



November



1945.



Maklumat



tersebut



memulai



era



Demokrasi



Parlementer di Indonesia, di mana jabatan kepala negara (presiden) dipisahkan dari jabatan kepala pemerintahan (perdana menteri). Presiden Soekarno memilih Sutan Sjahrir sebagai Perdana Menteri yang pertama pada Kabinet Parlementer. 3. Partai Politik pada Masa Revolusi Kemerdekaan di Indonesia Awalnya, Presiden Soekarno menginginkan adanya partai tunggal guna melaksanakan pembangunan yang disebutnya sebagai “motor perjuangan rakyat”. Dalam pidatonya seperti yang dimuat di Merdeka, pada 25 Agustus 1945, Presiden Soekarno menginginkan partai itu adalah Partai Nasional Indonesia. Namun, seiring masifnya proses pembentukan KNIP di daerah-daerah, maka pembentukan PNI untuk sementara ditunda.



[2] Pasca dikeluarkannya Maklumat Pemerintah pada tanggal 3 November 1945, partai politik mulai banyak dibentuk. Sejumlah partai politik yang telah ada sejak era Pergerakan Nasional, tumbuh dengan kemasan yang baru. Partai-partai tersebut telah memiliki massa dan basis pendukungnya sendiri-sendiri. Di antaranya adalah: Dari partai-partai di atas, Masyumi dan PNI tumbuh sebagai dua kekuatan yang seimbang. Hal ini berkaitan dengan Masyumi merupakan satu-satunya partai yang pada masa pendudukan Jepang masih diizinkan



untuk berkegiatan sosial sehingga menarik minat masyarakat. Mereka memanfaatkan hal tersebut untuk berkegiatan secara efektif yang tidak terlepas dari bergabungnya dua organisasi massa Islam besar, yaitu Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. Sedangkan PNI mendapatkan kekuatan dari partai-partai lama yang bergabung di antaranya Partindo dan Gerindo. Golongan sosialis dalam perkembangannya di masa revolusi kemerdekaan pecah menjadi dua, yaitu Partai Sosialis Indonesia yang diketuai Sjahrir dan Partai Sosialis yang diketuai Amir Sjarifuddin. Perpecahan ini karena Amir yang lebih condong ke sikap radikal sedangkan Sjahrir berpegang pada ideologoi demokrat-sosial yang moderat. Era revolusi kemerdekaan juga adalah masa titik balik bagi Partai Komunis Indonesia yang mengalami kemunduran setelah pemberontakan di Madiun pada 1948. Bisa dikatakan, mulai pada saat itu, konstelasi politik nasional hanya dikuasai oleh Masyumi dan PNI yang peran mereka sangat tercermin dalam KNIP dan Badan Pekerja-nya. Di masa-masa awal revolusi fisik, partai-partai politik memainkan fungsinya sebagai pembuat-pembuat keputusan. Namun, wakil-wakil yang duduk dalam kabinet tidak mampu menjaga stabilitas politik. Tidak adanya partai dengan mayoritas yang jelas, menyebabkan pemerintah harus selalu berdasarkan koalisi antar beberapa partai yang dengan mudah dijatuhkan satu sama lain oleh mosi tidak percaya. Dalam masa itu pula,



partai-partai



memegang



peranan



penting



berkaitan



dengan



pengambilan keputusan seiring ancaman baik dari dalam maupun luar negeri dalam revolusi fisik, semisal dalam Agresi Militer Belanda I dan II pada 1947 dan 1948 serta pemberontakan PKI pada 1948.



BAB III



KEKUASAAN DAN POLITIK 2.1 Definisi Kekuasaan Kekuasaan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain sehingga melakukan sesuatu sesuai keinginan. Maka seseorang harus tergantung kepada orang lain untuk memperoleh kekuasasaan. Terkadang kekuasaan didefenisikan dalam konteks relatif bukanya absolut yang berarti batasan dimana agen tersebut mempunyai pengaruh lebih besar terhadap target dibandingkan dengan yang dimiliki target terhadapagen.akhirnya terdapat berbagai jenis kekuasaan dan satu agen bisa mempunyai lebih banyak . 2.



Otoritas Otoritas melibatkan hak , prerogatif, keewajiban dan tugas yang



berkaitan dengan posisi khusus dalam organisasi atau sistem sosial. Otoritas pemimpin biasahnya meliputi hak untuk membuat keputusan khusus untuk organisasi. Pemimpin yang memiliki wewenang langsung terhadap seorang target mempunyai hak yang sah untuk memberikan membuat permintaan yang konsisten dengan otoritasnya, seorang yang menjadi target



itu memiliki kewajiban untuk mematuhinya. Sebagai



contoh menejer umumnya mempunyai hak yang sah untuk memberikan aturan kerja dan memberikan tugas kepada bawahan . otoritas juga melibatkan hak agen untuk menerapkan engendalian untuk berbagai hal , seperti keuwangan,



sumber daya, peralatan dan material



dan



pengendalian ini merupakan sumber-sumber kekuasan yang lainnya. a.



Hasil dari upaya pengaruh



Tiga hasil yang dimaksud and alah komitmen, kepatuhan dan perlawanan. Komitmen, Istilah komitmen menjelaskan hasil dimana seorang target secara internal menyetujui keputusan atau permintaan agen dan memberikan dukungan penuh untuk melaksanakan apa yang menjadi permintaan atau mengimplementasikan keputusan secara efektif. Untuk



tugas yang kompleks dan sulit , komitmen umumnya merupakan hasi.l yang paling berhasil dari perspektif agen yang melakukan usaha untuk mempengaruhi . Kepatuhan, istilah kepatuhan menjelaskan hasil dimana Target tersedia melakukan apa yang agen iginkan tetapi lebih didasarkan pada rasa apatis dari pada rasa antusiaisme dan hanya memberikan sedikit dukungan. Agen telah mempengaruhi rilaku seorang target tetapi tidak terhadap sikapnya. Perlawanan,istilah perlawanan menjelaskan hasil Dimana seorang target menentang proposal atau permintaan , bukan hanya tidak tertarik saja, dan secara aktif berusaha untuk menghindari untuk tidak menjalankannya. Seorang target akan memberikan respon dalam cara berikut: (1) . membuat alasan mengapa permintaan tidak dapat dilaksanakan, (2). Berusaha melakukan pendekatan kepada agen untuk membatalkan atau mengubah permintaanya, (3). Meminta orang yang memiliki otoritas lebih tinggi utuk mengemsampingkan permintaan agen, (4). Menunda tindakan dengan harapan agen akan melupakan permintaan itu, (5). Berpura-pura menuruti tetapi berusaha melakukan sabotase tugas itu, atau(6). Menolak melaksanakan permintaan. v Proses mempengaruhi Kepatuhan instrumental . seorang target melaksanakan tindakan yang diminta untuk tujuan mendapatkan imbalan yang pasti atau menghindari hukuman yang dikendalikan oleh agen . motivasi perilku itu murni instrumental : satu –satunya alasan kepatuhan adalah untuk mendapatkan manfaat nyata dari agen. Level dukungan yang diberikan mungkin sangat kecil yang diperlukan untuk mendapatkan penghargaan atau untuk menghindari hukuman. Internalisasi. Seorang target memiliki komitmen untuk mendukung dan menerapkan proposal yang diajukan oleh agen terlihat seperti yang diharapkan secara instrinsik dan sesuai dalam hubungannya dngan nilai , keyakinan dan citra pribadi dari target. Pengaruhnya, proposal agen



(seperti tujuan , rencana , strategi , kebijakan dan prosedur). Akan menyatu dengan nilai dan keyakinditerima. identifikasi personal . seorang target meniru prilaku agen atau mengambil sikap yang sama agar disukai oleh agen dan menjadi agen seperti agen itu. Motivasi target mungkin berkaitan dengan kebutuhan seorang target untuk diterima atau dihargai dengan melakukan sesuatu untuk mendapat persetujuan dari agen , target dapat menjaga hubungan yang memuwaskan kebutuhan untuk di trima. 2.2 Tipe Dan Sumber Kekuasaan Upaya untuk memahami kekuasaan biasaanya dengan menbedakan berbagai tipe kekuasaan.Frenccha dan Raven(1959)membuat taksonomi untuk mengklafikasikan berbagai tipe kekuasaan menurut sumbernya.Taksonomi ini memiliki lima tipe kekuasaan yang berbeda(lihat tabel (6-1). Konseptualisasi lain dari sumber kekuasaan yang secara luas di rerima adalah dikotomi antara ‘kekuasaan posisi’dan’kekuasaan personol(Bass,1960’Etzioni1961).Berdasarkan konseptualisasi dua faktor ini,kekuasaan sebagaian berasal dari suatu kesempatan yang mekekat pada posisi seseorang dalam organisasi ,dan sebagian merupakan bagian dari atribut hubungan agen dan hubungan agen target. TABEL 6.1 Taksonomi kekuasan french dan raven Kekuasaan memberi penghargaan (Reward power). Para target patuh terhadap perintah untuk memperoleh penghargaan yang dikendalikan oleh agen. Kekuasaan memaksa ( power): para target patuh terhadap perintah untuk menghindari hukuman yang dikendalikan oleh agen. Kekuasaan yang memiliki legitimasi (legitimate power); para target patuh karena merekapercaya bawha agen memiliki untuk memerintah dan seorang target wajib mematuhinya.



Kekuasaan berdasarkan keahlian (Expert power) : para target patuh karena mereka percaya bahwa magen memiliki pengetahuan khusus mengenai cara menyelesaikan suatu pekerjaan Kekuasaan berdasarkan referensi (Referent power): para target patuh karena mereka mengagumi atau mengenal agen dan ingin mendapatkan persetujuan agen.



TABEL 6.2 tipe- tipe kekuasaan KEKUASAAN POSISI Kekuasaan yang memiliki legitimasi Kekuasaan memberi penghargaan Kekuasaan memberikan memaksa Kekuasaan akan informasi Kekuasaan secara ekologisa KEKUASAN PERSONAL Kekuasaan berdasarkan keahlian Ø Kekuasaan Yang Memiliki Legitimasi Kekuasaan yang berasal dari wewenang formal dalam aktivitas pekerjaan terkadang disebut “kekuasaan yang memilikiu legitimasi” (frenc & raven 1959). Proses mempengaruhi yang terjadi dalam kekuasaan yang memiliki legitimasi sangatlah kompleks. Beberapa ahli teori memberikan penekanan pada wewenang yang mengarah kebawah dari pemilik perusahan dan manajemen puncak, tetapi potensi mempengaruhi yang berasal dari wewenang banyak tergantung pada kekuasaan yang disetujui seperti pada kepemilikan dan kendali atas hak milik (Jacobs,1970). Anggota organisasi biasanya setuju untuk mematuhi aturan dan arahan dari pemimpin agar mendapatkan keuntungan dri keanggotaan mereka (march & simon, 1958). Namun, biasanya persetujuan ini merupakan



pemahaman bersama yang implisit bukannya sebuah kontrak formal yang eksplisit. Kepatuhan terhadap aturan dan perintah yang sah akan lebih mungkin terjadi kepada anggota yang mengakui organisasi dan loyal terhadapnya. Kepatuhan ini juga akan lebih mungkin terjadi kepada anggota yang mengalami inrenalisasi nilai yang tepat untuk memenuhi tokoh yang memiliki otoritas , menghormati hokum dan mengikuti tradisi . diterimahnya wewenang tergantung pada apakah agen dirasa sebagai orang yang memiliki wewenang dalam posisi kepemimpinannya . prosedur spesifik untuk memilih pemimpin biasanya didasarkan pada tradisi dan berbagai ketentuan hukum yang resmi atau konstitusi . penyimpangan dari proses seleksi yang dianggap sah oleh para angggota yang melemahkan otoritas pemimpin baru . Besarnya kekuasaan yang memiliki legitimasi juga berkaitan dengan cakupan weweang yang dimiliki seseorang . manajer pada level yang lebih tinggi biasanya mempunyai wewenang lebih banyak dibandingkan dengan manajer dengan level yang lebih rendah, dan wewenang seorang manajer jauh lebih kuat dalam hubungannya dengan bawahan dari pada hubungannya dengan rekan sejawat, atasan atau pihak luar organisasi . meskipun demikian, terhadap target yang berada diluar rentang kendali (seperti rekan sejawat atau orang lain), agen masih mempunyai hal yang memiliki legitimasi dalam memberikan perintah yang diperlukan untuk melaksankan tanggung jawab pekerjaan, seperti permintaan informasi,pasokan pelayanan dukungan, saran teknis dan bantuan untuk menyelesaikan tugas yang saling berhubungan . Hal yang ditolak kebenrannya oleh bawahan dalam melaksanakan perintah atau permintaan yang memiliki legitimasi itu menurunkan kewenangan pemimpin dan meningkatkan kemungkinan ketidakpatuhan dimasa datang. Perintah yang tidak dapat dilaksanakna sebaiknya jangan diserahkan. Jika wewenang agen dal permintaan diragukan , perlu dilakukan verifikasi legitimasi taktik. Terkadang bawahan menunda melaksanakan permintaan yang tidak biasa atau tidak menyenangkan



untuk menguji apakah pamimpin benar-benar serius dengan permintaannya. Jika pemimpin tidak menindaklanjuti permintaan awal tadi dengan memeriksa apakah telah diselesaikan, bawahan dapat mengambil kesimpulan bahwa permintaan tersebut mungkin dapat diabaikan . Ø Kekuasaan memberi penghargaan Kekuasaan memberi penghargaan adalah persepsi dari seorang target bahwa agen mempunyai kendali terhadap sumber daya yang penting dan penghargaan yang diinginkan oleh target . kekusaan memberi penghargaan itu berasal dari bentuk wewenag formal untuk mengalokasikan sumber daya dan imbalan. Wewenang ini memiliki banyak variasi diantara organisasi dan antara satu tipe posisi manajemen dengan posisi lainnya dalam organisasi yang sama . pengendalian yang lebih banyak atas sumber daya yang langkah biasanya wewenangnya lebih banyak dipegang oleh level eksekutif tinggi dari pada oleh manajer level rendah. Eksekutif memiliki wewenang untuk membuat keputusan yang berkaitan dengan pengalokasian sumber daya untuk berbagai subunit dan aktivitas , dan mereka juga memiliki hak untuk meninjau dan menngubah keputusan pengalokasian sumber daya yang dibuat pada level yang lebih rendah. Kekuasaan memberi penghargaan tidak hanya tergantung pada kendali aktual dari manajer atas sumber daya dan penghargaan,tetapi juga oleh persepsi seorang target bahwa agen memilki kapasitas dan keinginan untuk memenuhi janjinya. Suatu upaya untuk menggunakan kekusaan memberi penghargaan tidak akan berhasil jika agen itu kekurangan kredibilitas sebagai sumber dari sumber daya penghargaan . Meningkatnya kekuasaan memberi penghargaan oleh bawahan terhadap atasannya sangat terbatas pada sebagian besar organisasi. Beberpa organisasi memberikan mekanisme formal kepada bawahan untuk mengevaluasi pimpinannya. Namun, bawahan biasanya mempunyai pengaruh tidak langsung reputasi pimpinannya dan prospek untuk mendpatkan kenaikan gaji atau promosi. Jika bawahan memiliki kinerja yang baik, reputasi manajernya biasanya akan meningkat. Sebagian



bawahan juga akan meningkat kekuasaan memberi penghargaan berdasarkan kemampuan mereka mendapatkan sumber daya diluar sistem wewenag formal organisasi. Sebagai contoh, pimpinan jurusan pada universitas negeri diberikan kebebasan memilih dann bantuan dan kontrak, serta kebebasan penggunaan dana sebagi dasar untuk mempengaruhi keputusan yang diambil oleh dekan, yang mempunyai kebebasan terbatas dalam pendanaan. Kekuasaan memberi penghargaan sebagian besar diterapkan dengan janji secara eksplisit atau implisit untuk memberikan sesuatu kepada seorang target yang digunakan sebagi agen control dalam melaksanakan permintaan atau melakukan sebuah tugas. Kepatuahan akan didapatkan jika penghargaannya dianggap merupakan sesuatu yang bernilai oleh seorang target,dan agen merasa penghargaan yang diberikan adalah sumber daya yang kredibel. Jadi, penting untuk menentukan penghargaan apa yang bernilai bagi orang yang ingin dipengaruhi, dan kredibilitas agen tidak akan berisiko dengan memberika janiji yangb tidak realistis atau gagal memenuhi janji setelah pekerjaann selesai. Ketika penghargaan sering digunakan sebagai sumber untuk mempengaruhi, orang akan merasa hubungan mereka dengan pemimpin benar-benar didasarkan pada ekonomi belaka. Mereka akan mengharapkan penghargaan setiap kali mereka diminta melaksanakn sesuatu yang baru atau bukan hal yang rutin. Akann lebih memuaskan bilah kedua pihak memandanng hubungan mereka berdasarkan kesetiaan dan persahabatan bersama. Dibandingkan menerapkan penghargaan sebagi intensif secara impersonal dengan cara mekanis, maka mereka harus lebih banyak digunakn dengan cara simbolis untuk menghargai prestasi dan memberikan penghargaan secara pribadi untuk konstribusi khusus atau dukungan yang diharapkan. Digunakan dengan car ini, kekuasaan memberi penghargaan dapat menjadi8 sumber untuk meningkatkan kekuasaan referensi dari waktu kewaktu (French & reven,1959). Ø Kekusaan memaksa



Pemimpin yang menerapkan kekuasaan memaksa kepada bawahan membuat dasar pada wewenang memberi hokum, yang memiliki variasi amat banyak pada berbagai organisasi berada. Kekuasaan memaksa oleh pemimpin militer dan politik biasanyan lebih besar daripada kekuasaan manajer suatu perusahan. Dalam dua abad terakhir, secara umum terjadi penurunan penerpan legimitasi yang memaksa pada semua tipe pemimpin (katz&khan,1978). Sebagi contoh manajer pernah mempunyai hak untuk memecat karyawan karenan berbagi alasan yang mereka pikir benar. Seorang kapten kapal dapat memukul kelasinya yang tidak patuh atau dianggap tiidak rajin dalam menjalankan tugasnya. Perwira militer dapt menghukum prajurit karena dsisersi atau tidak mematuhi perintah dalam pertempuran. Sekrang ini, buentuk kekuasaan memaksa telah dilarang atau dengan tegas dibatasi pada sebagian besar Negara. Dalam hubungan yang sejajar, terdapat beberapa kesempatan untuk menerapkan kekuasaan memaksa. Jika rekan sejawat tergantung pada bantuan manajer dalam melaksanakan tugas pentingnya, manajer mungkin akan mengancam permintaannya. Akam tetapi karena saling ketergantungan juga terdapat diantara meningkat , menjadi konflik yang tidak akan menguntungkan pihak manapun. Ø Kekuasaan berdasarkan Referensi Kekuasaan berdasarkan referensi diperoleh dari keinginan orang lain untuk menyenangkan seorang agen yang kepadanya mereka memiliki perasaan kasih, penghormatan, dan kesetiaan yang kuat (French & Raven, 1959). Orang biasanya bersedia melakukan bantuan khusus bagi orang teman, dan mereka akan lebih mungkin menjalankan permintaan yang dilakukan oleh seseorang yang amat mereka hormati. Bentuk paling kuat dari kekuasaan berdasarkan referensi melibatkan proses mempengaruhi yang disebut “identifikasi personal”. Untuk memperoleh dan tetap mendapat persetujuan dan diterima oleh agen , target bersedia melaksanakan apa yang diminta oleh agen, meniru perilaku agen, dan mengembangkan sikap yang serupa dengan sikap yang diperlihatkan oleh agen tersebut.



Ø Kekuasaan berdasarkan Referensi Pengetahuan dan ketrampilan yang relevan dengan tugas adalah sumber utama kekuasaan personal didalam organisasi. Pengetahuan yang unik mengenai cara baik untuk melaksanakan tugas atau menyelesaikan masalah penting memberikan pengaruh potensi kepada bawahan, rekan sejawat dan atasan. Akan tetapi, keahlian merupakan sumber kekuasaan hanya jika orang lain tergantung pada agen untuk memberikan saran. Kekuasaan ini akan semakin besar bila masalah yang dihadapi oleh target hanya dapat diselesaikan oleh agen. Ketergantungan akan meningkat ketika target tidak dapat dengan mudah. Kekuasaan referensi biasanya lebih besar bagi seorang yang bersahabat , menarik mempunyai daya tarik dan dapat dipercaya . Cara spesifik untuk memperoleh dan menjaga kekuasaan berdasarkan referensi diringkas dalam Tabel 6-6. Kekuasaan berdasarkan referensi akan meningkat dengan memperlihatkan perhatian terhadap kebutuhan dan perasaan orang lain. Memperlihatkan kepercayaan dan penghargaan, serta memperlakukan orang secara adil. Akan tetapi, untuk mencapai menjaga kekuatan keuasaan berdasarkan referensi biasanya membutuhkan lebih dari sekedar pujian yang berlebihan, kebaikan dn daya tarik. Kekuasaan berdasarkan referensi akhirnya tergantung pada karakter dan integritas agen. Dari waktu ke waktu, tindakan akan lebih dari sekedar kata-kata, dan mengeksploitasi orang lain akan kehilangan kekuasaan berdasarkan referensi. Integritas dapat diperlihatkan dengan kejujuran, memperlihatkan konsistensi terhadap nilai-nilai.



TABEL 6-6 Cara Memperoleh dan Menjaga Kekuasaan Berdasarkan Referensi



· positif



Memperlihatkan tanggapan yang mendukung dan



·



Memberikan dukungan dan bantuan



·



Menggunakan bentuk mengambil hati yang halus.



·



Membela dan mendukung setiap orang ketika



dibutuhkan ·



Melakukan bantuan yang tidak diminta



·



Memberikan pengorbanan didi untuk memperlihatkan



perhatian · ·



Memulai janji. Kekuasaan Berdasarkan Keahlian (Expert Power)



Pengetahuan dan ketrampilan yang relevan dengan tugas adalah sumber utama kekuasaan personal di dalam organisasi. Pengetahuan yang unik mengenai cara terbaik untuk melaksanakan tugas atau menyelesaikan masalah penting memberikan pengaruh potensi kepada bawahan, rekan sejawat dan atasan. Akan tetapi, keahlian merupakan hanya jika orang lain tergantung pada agar untuk memberikan saran. Kekuasaan ini akan semakin besar bila masalah yang dihadapi oleh target hanya dapat diselesaikan oleh keahlian yang dimiliki oleh agen. Ketergantungan akan meningkat ketika target tidak dapat dengan mudah. Pengetahuan khusus dan ketrampilan teknis akan tetapi menjadi sumber kekuasaan hanya selama ada ketergantungan terhadap mereka yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan tersebut. Jika masalah diselesaikan dengan tuntas atau orang lain belajar bagaimana menyelesaikan masalah tersebut sendiri, keahlian agen tidak lagi bernilai tinggi. Jadi, orang terkadang berusaha melindungi kekuasaan berdasarkan keahlian dengan mempertahankan produser dan teknik tetap sebagai rahasia yang terselubung, dengan menggunakan bahasa teknis sehingga pekerjaan kelihatan lebih sulit dan misterius, dan menghilangkan sumber informasi alternative tentang produser kerja seperti kerja seperti panduan tertulis, diagram, cetak biru dan program computer (Hickson el al, 1971)



Ketika agen mempunyai banyak kekuasaan berdasarkan keahlian diperlihatkan dalam Tabel 6-7. Proposal atau permintaan harus dibuat dengan cara yang jelas dan meyakinkan, dan agen harus menghindari membuat pernyataan yang kontradiktif atau bimbang dalam posisi yang tidak konsisten. Akan tetapi, penting untuk diingat bahwa keahlian atasan juga dapat menyebabkan kebencian jika digunakan dengan menyiratkan bahwa target adalah bodoh atau payah. Dalam proses memberikan argument yan g rasional, beberapa orang melakukannya dengan cara arogan yang merendahkan diri. Dalam upaya untuk menjual proposalnya, mereka berapi-rapi dalam menyampaikan argumennya, secara kasar melakukan intrupsi Ø Kekuasaan Terhadap Informasi (Informastion Power) Sumber kekuasaan lain yang juga penting adalah kendali atas informasi. Tipe kekuasaan ini melibatkan akses terhadap informasi vital dan kendali atas distribusi informasi kepada orang lain (Pettingrew, 1972). Beberapa akses untuk informasi merupakan hasil dari kedudukan seseorang dalam jaringan komunikasi dalam organisasi. Posisi manajerial sering kali memberikan kesempatan untuk mmendapatkan informasi yang tidak secara langsung tersedia bagi bawahan atau rekan sejawat (Minzberg, 1973, 1983). Batasan posisi peran ( seperti pemasaran, pembelian, hubungan masyarakat) memberikan akses pada informasi penting mengenai pristiwa dilingkungan eksternal organisasi. Akan tetapi, hal ini tidak hanya masalah kedudukan pada posisi penting dan memiliki informasi yang seolah muncul begitu saja; seseorang harus secara aktif terlibat dalam usaha membangun jaringan sumber informasi dan mengumpulkan informasi tersebut dari mereka (Kottler, 1982). Pemimpin yang mengendalikan arus informasi vital mengenai pristiwa diluar organisasi memiliki sempatan untuk menginterprestasikan pristiwa ini untuk bawahan dan mempengaruhi persepsi dan sikap mereka (Kuhn 1963). Najer mengubah. Beberapa manajer mengubah informasi untuk membujuk orang lalin melakukan melakukan serangkaian tindakan yang diharapkannya. Contoh informasi yang diubah adalah mengedit



laporan dan dokumen secara selektif, membiaskan inter prestasi data dan menyampaikan informasi yang salah. Beberapa manajer menggunakn kendali mereka atas distribusi informasi sebagai sebuah cara memperkuat kekuasaan mereka berdasrkan keahlian dan menigkatkan ketergantungan. Jika pemimpin merupakan satu-satunya orang yang “mengetahui apa yang sedang terji.” Bawan akan kekurangan bukti untuk membantah hak pimpinannya bahwa sebuah keputusan yang tidak populer itu dibenarkan karena alasan tertentu. Selain itu, kendali atas informasi akan memudahkan pemimpin untuk menutupi kekeliruan dan kesalahan yang sebaliknya akan merendahkan citra keahlian yang decara hati-hati telah diperihara. (Pfeffer, 1977a)



Tabel 6-7 Panduan menggunakan Kekuasaan Berdasarkan Keahlian Menjelaskan alasan dari permintaan atau proposal dan mengapa hal tersebut penting. Memberikan bukti bahwa proposal itu akan berhasil dicapai. Jangan membuat pernyataan yang gegabah, sembarangan atau tidak konsisten. Jangan membesar-besarkan atau salah menerjamahkan kata. Dengarkan dengan serius orang yang memberi perhatian dan menyampaikkan usulan. Bertindak yakin dan tegas dalam sebuah krisis.



Kendali atas informasi merupakan sumber pengaruh keatas dan keatas dan kebawah dan kepada orang yang posisinya sejajar. Jika pemimpin benar-benar tergantung terhadap bawahan menginterpretasikan analisis yang konples dari hasil informasi operasi, bawahan akan dijadikan partisipasi langsung untuk membuat keputusan yang didasarkan pada



analisi tersebut (Korda, 1975). Akan tetapi meskipun tampa partisipasi langsung, seorang bawahan yang memiliki kendali akan informasi akan mempengaruhi keputusan atasan. Ø Kekuasaan Terhadap Ekologi (Ekologikal Power) Kontrol terhadap lingkungan fisik, teknologi dan organisasi kerja memberikan memberikan kesempatan tidak langsung untuk mempengaruhi orang lain. Karena perilaku sebagian ditentuka oleh persepsi tentang kesempatan dan keterbatasan, perilaku tersebut dapat diubah dengan membangun kembali situasinya (Cartwright, 1965). Bentuk pengaruh seperti ini sering disebut “rekayasa situasi” atau “pengendalian secara ekologis.” Salah satu bentuk rekayasa situasi adalah dengan memodifikasi rancangan pekerjaan bawahan untuk meningkatkan motivasi bawahan (Oldham, 1980; Lawler, 1986). Pengelolaan aktivitas pekerjaan dan rancangan struktur formal adalah bentuk lain dari rekayasa situasi. Bentuk lain dari rekayasa situasi adalah kendali atas lingkungan fisik tempat kerja. Sebagai contoh, pencahayaan atau suara pemberi tanda pada peralatan dapat digunakan untuk memberitahu operator bahwa telah waktunya untuk melakukan perawatan yang diperlukan atau mengingat operator untuk menghentikan pekerjaannya melakukan sesuatu karena bila dilanjutkan akan mengakibatkan kecelakaan atau mesin akan rusak. Rancangan aliran pekerjaan dan susunan fasilitas fisik menentukan karyawan mana yang saling berinteraksi dan siapa yang mengambil tindakan insiatif terhadap siapa. Lini perakitan yang menggunakan mesin menentukan kecepatan pekerjaan karyawan. 2.3 Bagaimana Kekuasaan Dapat Diperoleh Atau Hilang Kekuasaan bukanlah kondisi yang statis, selalu berubah seiring waktu yang disebabkan oleh kondisi dan tindakan individu dan kelompok. Dua teori yang menjelaskan bagaimana kekuasaan diperoleh ataun hilang adalah “teori pertukaran sosial” dan “teori kontingengsi strategis.” Teori pertukaran sosial menjelaskan bagaimana kekuasaan diperoleh dan hilang



saat terjadi proses saling mempengaruhi seiring waktu antara pemimpin dan bawahan dalam kelompok kecil. Teori kontingengsi strategis menjelaskan bagaimana diperolah dan hilangnya kekuasaan berbagai subunit dalam organisasi (misalnya, departemen fungsional atau devisi produkasi) dan implikasi dari distribusi kekuasaan tersubut untuk efektivitas organisasi dalam lingkungan yang berubah. v Teori Pertukaran Sosial bentuk fundamental dari interaksi sosial adalah pertukaran manfaat atau bantuan, yang bukan hanya meliputi manfaat material, tetapi juga manfaat psikologis, seperti pernyataan persetujuan, respek, penghargaan dan kasih sayang. Orang belajar untuk terlibat dalam pertukaran sosial mulai dari masa kanak-kanak, dan membentuk harapan mengenai pertukaran dan keseimbangan timbal balik. Harapan dari anggota mengenai peran kepemimpinan apa yang harus dimiliki seseorang dalam kelompok terpengaruh oleh loyalitas orang itu dan kompetensi yang dipelihatkannya. Besarnya status dan kekuasaan yang sesuai bagi seseorang adalah proporsional terhadap evaluasi kelompok atas potensi kontribusi relatif orang tersebut dengan anggota lainnya. Kontribusi tersebut melibatkan pengendalian atas sumber daya yang langka, akses kepada informasi vital, atau ketrampilan dalam menghadapi masalah tugas yang kritis. Selain meningkatnya status dan pengaruh, seseorang yang telah memperlihatkan penilaian yang baik telah mengumpulkan “nilai istimewa” dan diberikan ruang gerak yang lebih besar daripada anggota lain untuk menyimpan dari norma kelompok yang tidak penting. Para anggota kelompok biasanya akan bersedia menunda penilaiannya dan mengikuti proposal inovatif orang tersebut untuk mencapai tujuan kelompok itu terhadap keahlian pemimpinnya akan semakin kuat, sehingga makin besar status dan pengaruh yang dimiliki oleh orang tersebut. Sementara itu, jika proposal pemimpin terbukti gagal, maka konteks hubungan pertukaran akan dipertimbangkan kembali oleh kelompok. Efek negatifnya akan lebih besar jika kegagalan tersebut



terlihat disebabkan karena penilain yang buruk atau dianggap tidak kompeten dan bukan karena keadaan yang berada diluar kendali pemimpin itu. Evaluasi yang negatif akan diberikan bila pemimpin dipandang hanya mengejar motivasi pribadi dibandingkan memberi loyalitas kepada kelompok. Motivasi pribadi dan sikap tidak bertanggung jawab akan lebih dihungkan dengan pemimpin yang menyimpan dari norma dan tradisi kelompok. Jadi, inovasi pemimipin akan seperti pedang bermata dua yang memotong ke dua arah. Berdasarkan teori pertukaran sosial inovasi tidak hanya dapat diterima tetapi juga diharapkan dari pemimpin ketika diperlukan untuk menyelesaikan masalah dan penghalang yang serius. Pemimpin yang gagal menunjukan inisiatif dan menyelesaikan masalah dengan serius dengan tegas akan kehilangan penghargaan dan pengaruh, seperti pemimpin yang mengusulkan tindakan yang ternyata tidak berhasil. Teori pertukaran sosial menekankan pada kekuasaan dan wewenang berdasarkan keahlian, dan bentuk lain dari kekuasaan tidak terlalu dibahas. Sebagai contoh, teori ini tidak menjelaskan bagaimana proses pengaruh timbal balik mempengaruhi kekuasaan memberi imbalan dan kekuasaan berdasarkan referensi dari pemimpin itu. Bukti yang mendukung dari teori ini dapat dillihat dari penelitian kelompok kecil dengan metode laboratorium (Hollander, 1960,1961, 1979 ), sementara diperlukan penelitian lapangan longitudinal mengenai proses petukaran sosial pada pemimpin dalam organisasi besar untuk mengesahkan bahwa prosesnya sama. v Teori Kontingengsi Strategis Teori kontingengsi strategis menjelaskan bagaimana subunit organisasi memperoleh atau kehilangan kekuasaan mempengaruhi keputusan yang penting seperti memilih pimpinan yang eksekutif, menentukan strategi kompetitif organisasi, dan mengalokasikan sumber daya diantara subunit dan aktifitas (Hickson et al, 1971). Teorinya mengendalikan bahwa kekuasaan dari sebuah subunit tergantung pada tiga faktor: (1) keahlian dalam menanggulangi masalah yang penting, (2)



sentralitas dari subunit dalam alur pekerjaan, dan (3) tingkat dimana keahlian dari subunit tersebut adalah unik, tidak dapat digantikan dengan yang lainnya. Seluruh organisasi harus menanggulangi kontingensi dan kritis, khususnya maslah dalam proses penggunaan teknologi yang dipakai dalam oprasional organisasi dan masalah beradap tasi dengan pristiwa dalam lingkungan yang tidak dapat diprediksi. Keberhasilan dalam menyelesaikan masalah penting dalam sumber kekuasaan berdasarkan keahlian dalam subunit, sama seperti untuk individu. Kesempatan untuk memperlihatkan keahlian dan memperoleh kekuasaan darinya lebih besar bagi sebuah subunit yang bertanggung jawab untuk menyelesaikan masalah yang kritis. Masalah dianggap kritisbika esensinya jelas berkaitan dengan kelangsungan hidup dan kekayaan organisasi. Tipe utama masalah dianggap penting bila terdapat tingkat ketergantungan yang tinggi antara subunit, dan subunit lainnya tidak dapat menjalankan fungisinya kecuali masalah tersebut ditangani dengan efektif. Yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah kritis yang dihadapi, maka semakin besar kepuasan yang diperoleh karena memilki keahlian tersebut. Meningkatnya kekuasaan berdasarkan keahlian akan menghasilkan peningkatan legitimasi keuangan. Setiap orang yang memiliki keahlian yang berharga akan lebih mungkin diangkat atau terpillih menduduki posisi wewenang dalam organisasi. Subunit yang memiliki keahlian yang penting akan memiliki wakil dalam organisasi. Dukungan terhadap teori ini akan dijumpai pada beberapa studi (Brass, 1984, 1985, Hambrick, 1981; Hills dan Mahoney, 1978; Hinings, Hickson, Pennings dan Schneck, 1974; Peffer & Salancik, 1974). Akan tetapi, teori gagal untuk mempertimbangkan kemungkinan bahwa subunit atau koalisi yang memiliki kekusaan dapat menggunakan kekuasaannya untuk melindungi posisi dominannya dalam organisasi dengan meningkatkan keahlian dan meniadakan saingan potensial yang dapat membuktikan



keahlian lebihnya. Proses politik dan implikasi terhadap perubahan organisasi ini akan dijelaskan pada bab 12. 2.4 Konsekuensi Posisi Dan Kekuasaan Personal Bagian ini membahas penelitian mengenai implikasi dari memiliki atau menggunakan berbagai tipe kekuasaan. Sebagian besar penelitian ini menggunakan berbagai tipe kekuasaan. Sebagian besar penelitian ini menggunakan taksonomi kekuasaan dari French dan raven (1959) atau variasinya. Dalam beberapa studi, kuesioner yang dilakukan terhadap bawahan untuk mengukur bagaimana setiap tipe kekuasaan mempunyai hubungan dengan kepuasan atau kinerja bawahan (seperti, Hinkin dan Schriesheim, 1989; Rahim 1989; Schreisheim, Hinkin & Podsakof, 1991). Sebagian besar studi kekuasaan menemukan bahwa kekuasaan berdasarkan keahlian dan refernsi mempunyai korelasi positif dengan kepuasan dan kinerja bawahan. Untuk kekuasaan yang memiliki legitimasi, memberi penghargaan dan kekuasaan memaksa hasilnya tidak konsisten, dan korelasinya dengan kriteria biasanya negatif atau tidak signifikan dibandinkan hasil positif. Secara keseluruhan, hasil studi itu menyatakan bahwa pemimpin yang efektif lebih mengandalkan diri pada kekuasaan berdasarkan keahlian dan refensi untuk mempengaruhi bawahannya. Sebagian besar studi awal kekuasaan meminta responden untuk membuat peringkat atau penilaian berbagai tipe kekuasaan yang penting sebagai alasan untuk memenuhi permintaan pemimpin. Keterbatasan metedologi dalam studi ini mengakibatkan keraguan serius terhadap hasil temuannya (Podsakoff & Schriesheim, 1985). Dalam sebagian besar studi selanjutnya, responden diminta untuk memberi nilai pada berbagai posisi atau atribut personal yang menjadi sumber kekuasaan (Hinkin & Schriesheim, 1989; Rahim, 1989; Yukl & Falbe, 1991). Akan tetapi, hasil dari sumua studi kekuasaan mungkin bias terhadap atribusi, sifat yang disukai oleh masyarakat dan streotip. Sebagai contoh, bawahan yang berada di dalam kelompok yang memilki kinerja tinggi akan lebih menghubungkan kekuasaan berdasarkan keahlian kepada atasan mereka



daripada kepada bawahan dari kelompok yang mempunyai kinerja yang rendah. Karena bias ini, pentingnya bentuk kekuasaan yang tidak terlalu diinginkan secara sosial mungkin tidak diperhitungkan. Penelitian survei lapangan mungkin tidak memperhitungkan penggunaan bentuk kekuasaan lainnya, khususnya ketika kepatuhan merupakan sebuah hasil yang diharapkan. Hanya sedikit studi yang mengaitkan kekuasaan dengan hasil pengaruh yang segera seperti perubahan dalam sikap dan perilaku bawahan. Warren (1968) menemukan bahwa kekuasaan beradasarkan keahlian, kekuasaan berdasarkan referensi, dan kekuasaan yang memiliki legitimasi memiliki korelasi positif dengan komitmen secara sifat dari bawahan, sedangkan kekuasaan memberi penghargaan dan kekuasaaan memaksa memiliki korelasi dengan kepatuhan perilaku. Dari studi yang dilakukan oleh Thambain dan Gemmil (1974), alasan utama untuk patuh adalah pemimpin dengan kekuasaan yang meiliki legitimasi, dan kekuasaan memberi penghargaan juga menjadi alasan penting untuk patuh, meskipun tipe-tipe ini tidak berhubungan dengan komitmen. Yukl dan Falbe (1991) menemukan bahwa kekuasaan yang memiliki legitimasi merupakan alasan yang paling umum untuk memenuhi permintaan atasan, meskipun hal ini tidak mempunyai korelasi dengan komitmen tugas. Untuk sebagian besar permintaan atau perintah yang rutin, penggunaan kekuasaan yang memiliki legitimasi dengan bentuk permintaan atau perintah yang sederhana akan menghasilkan kepatuhan target. Kekuasaan memberi penghargaan dan kekuasaan memaksa akan relevan bila digunakan dengan cara yang tepat dan didukung oleh penelitian mengenai pemimpin yang menggunakan perilaku penghargaan kontingensi. Dalam tinjauan terhadap penelitian ini, Podsakof et al., (1984) berkesimpulam bahwa membuat penghargaan yang diinginkan tergantung pada kinerja bawahan mengarah pada kepuasan dan kinerja yang tinggi bawahan tersebut. Penelitian ini juga berpendapat bahwa hukuman kontingensi akan memiliki pengaruh positif terhadap kinerja



bawahan ketika pengunaannya dikombinasikan dengan penghargaan (Arvey & Ivancevich, 1980; Podsakof, Todor & Skov, 1982). Keterbatasan lainnya dari sebagian besar studi kekuasaan adalah kegagalan mereka untuk menghadapi hubungan diantara berbagai sumber kekuasaan. French dan Raven (1959) berpendapat bahwa tipe berbagai kekuasaan saling berkaitan dengan cara yang kompleks. Sebagai contoh, pemimpin yang memiliki wewenang cukup besar akan memiliki kekuasaan akan memberi penghargaan dan kekuasaan memaksa yang juga lebih besar, dan menggunakan bentuk kekuasaan seperti ini mungkin akan berpengaruh pada pemimpin yang kekuasaannya berdasarkan referensi. Studi kekuasaan tidak berusaha untuk memisahkan perbedaan pengaruh tipe kekuasaan, dan juga tidak menguji interaksi antara berbagai tipe kekuasaan. 2.5 Seberapa Kekuasaan Yang Harus Dimiliki Seorang Pemimpin ? Jelas bahwa pemimpin membutuhkan kekuasaan agar dapat efektif, tetapi tidak berarti bahwa memiliki kekuasaan yang besar selalu lebih baik. Besarnya kekuasaan keseluruhan yang sangat penting untuk kepemimpinan yang efektif dan campuran dari berbagai tipe kekuasaan yang menjadi pertanyaan yang mulai dijawab oleh peneliti. Jelas bahwa besarnya kekuasaan yang diperlukan tergantung pada apa yang dibutuhkan dalam menyelesaikan pekerjaan dan ketrampilan pemimpin dalam menggunakan kekuasaan yang tersedia. Kekuasaan yang tidak terlalu besar dibutuhkan oleh pemimpin yang mempunyai ketrampilan menggunkan kekuasaan secara efektif dan yang mengetahui pentingnya berkosentrasi pada tujuan yang paling penting. Bauer (1968, hlm 17) menjelaskan cara yang bijaksana dalam menggunakan kekuasaan secara selektif dan hati-hati. Beberapa situasi kepemimpinan membutuhkan lebih banyak kekuasaan daripada dalam situasi lainnya agar seorang pemimpin dapat efektif. Akan lebih banyak pengaruh yang dibutuhkan dalam organisasi yang sedang melakukan perubahan besar, sementara ada berbagai pihak yang menentang proposal perubahan yang diajukan oleh pemimpin



tersebut. Khususnya amat sulit bagi seorang pemimpin yang mengetahui bahwa organisasinya akan menghadapi krisis di masa yang akan datang, krisis yang hanya dilampaui jika persiapannya dilakukan sejak awal, tetapi bukti-bukti akan terjadi krisis belumlah cukup untuk dapat membujuk para anggota untuk melakukan tindakan segera. Situasi yang sama adalah kasus di mana pemimpin berkeinginan untuk membuat perubahan yang membutuhkan pengorbanan jangka pendek dan diimplementasikan dalam jangka waktu yang lama sebelum keuntungan benar-benar diraih, sementara banyak tentangan dari pihak-pihak yang memiliki perspektif jangka pendek. Dalam situasi yang sulit seperti ini, pemimpin membutuhkan kekuasaan berdasarkan keahlian dan referensi yang memadai untuk meyakinkan anggotanya bahwa perubahan tersebut diperlukan dan diinginkan, atau kekuasaan politik dan kekuasaan posisi yang kuat untuk mengatasi orang-orang yang menentang dan berusaha untuk menunjukan bahwa proposal perubahan yang diajukan tersebut memang diperlukan dan akan efektif. Kombinasi kekuasaan personal dan posisi meningkatkan kemungkinan untuk berhasil, tetapi memaksakan perubahan adalah selalu beresiko. Pertanyaan mengenai percampuran kekuasaan secara optimal oleh pemimpin menjadi semakin kompleks karena adanya ketergantungan antara sumber-sumber kekuasaan. Perbedaan antara posisi dan kekuasaan personal kadang tampak, tetapi jangan terlalu dibesarbesarkan. Kekuasaan itu penting, tidak hanya sebagai sumber untuk mempengaruhi tetapi juga untuk kekuasaan posisi dapat digunakan untuk meningkatkan pengaruh kekuasaan personal pemimpin. Kendali atas informasi melengkapi kekuasaan berdasarkan keahlian dengan ketrampilan teknis dengan memberikan keuntungan pada pemimpin ketika menyelesaikan masalah penting dan dengan membuat pemimpin mampu untuk menutupi kesalahan dan membesar-besarkan keberhasilannya. Kekuasaan memberi penghargaan mempermudah terbentuknya hubungan pertukaran yang lebih mendalam dengan bawahan, dan bila digunakan dengan sangat baik akan meningkatkan kekuasaan pemimpin berdasarkan referensi. Wewenang membuat



keputusan dan pengaruh keatas untuk mendapatkan persetujuan akan membuat pemimpin mampu memperlihatkan kemampuannya dalam menyelesaikan masalah, dan hal ini juga mempermudah menguatnya hubungan pertukan dengan bawahan. Kekuasaan memaksa diperlukan untuk mengingatkan legitimasi dan kekuasaan berdasarkan keahlian ketika pemimpin membutuhkan pengaruh untuk menegakkan aturan dan prosedur yang tidak disukai tetapi penting untuk melaksanakan pekerjaan dan terhindar dari kecelakaan. Kekuasaan memaksa juga dibutuhkan oleh pemimpin untuk mengendalikan atau membuang para pemberontak dan para kriminal yang mungkin mengacaukan operasional, mencuri sumber daya, merugikan anggota lainya dan mengakibatkan pemimpin terlihat lemah dan tidak kompeten. Akan tetapi, posisi kekuasaan yang terlalu banyak atau terlalu sedikit mungkin akan merusak. Pemimpin yang memiliki kekuasaan posisi yang terlalu besar mungkin akan tergoda untuk bergantung padanya daripada membangun kekuasaan personal dan menggunakan pendekatan lainnya (seperti konsultasi, bujukan) untuk mempengaruhi orang lain agar mau menuruti kemauannya atau mendukung perubahan. Gagasan bahwa adalah korup khususnya relevan dengan kekuasaan posisi. Sepanjang sejarah telah banyak pemimpin politik yang memiliki kekuasaa posisi yang kuat menggunakan posisinya untuk mendominasi dan mengeksploitasi bawahan. Penggunaan kekuasaan secara etis akan dibahas lebih rinci dalam Bab 14. Seberapa mudahnya kekuasaan dapat merusak pemimpin dapat dilihat



dari



eksperimen



yang



dilakuakan



oleh



Kipnis



(1972).



Dia



menemukan bahwa pemimpin yang memiliki kekuasaan yang besar dalam hal memberi penghargaan menganggap bawahan sebagai objek yang dapat



dimanipulasi,



menghubungkan



memandang



dukungan



bawahan



bawahan dengan



dengan



kekuasaan



rendah, pemimpin,



menjaga jarak sosial dengan bawahan dan lebih sering menggunakan penghargaan untuk mempengaruhi bawahan. Meskipun hanya melakukan eksperimen di laboraturium terhadap mahasiswa, penelitian dengan jelas



memperlihatkan bahaya dari kekuasaan posisi yang terlalu berlebihan. Secara umum, pemimpin seharusnya hanya memiliki kekuasaan posisi yang jumlahnya sedang, meskipun jumlah optimalnya bervariasi dan tertanggung pada situasi. Bagaimana dengan kekuasaan personal? Apakah bahayanya sama seperti dengan memiliki kekuasaan yang besar berdasarkan keahlian dan referensi? Kekuasaan personal tidak terlalu rentan disalahgunakan, karena dapat lenyap dengan cepat saat seorang pemimpin bertindak berlawanan dengan kepentingan pengikutnya. Meski demikian, potensi melakukan korupsi tetap ada. Pemimpin yang memiliki kekuasaan yang besar berdasarkan keahlian atau daya tarik karismatik yang besar akan tergoda untuk melakukan cara-cara yang pada akhirnya akan mengarahkannya kepada kegagalan (Zaleznik, 1970). Studi mengenai jumlah pengaruh yang digunakan pada level yang berbeda dalam hierarkhi dalam wewenang organisasi memperlihatkan bahwa sebagian besar organisasi yang efektif mempunyai tingkat pengaruh timbal balik yang tinggi (Dechan, Smith dan Selesinger, 1963). Menurut hasil studi tersebut pemimpin dalam organisasi yang efektif membangun hubungan yang kuat dimasa mereka memiliki pengaruh yang kuat atas



bawahan tetapi



mereka



juga



menerima



pengaruh



dari



bawahannya. Bukannya berusaha untuk melembagakan kekuasaanya dan mendikte



sebagaimana



suatu



pekerjaan



harus



dikerjakan,



seorang



eksekutif yang efektif mendelegasikan wewenang kepada bawahan dalam organisasi untuk menemukan dan menerapkan cara baru dan lebih baik untuk melakukan sesuatu. Salah satu cara terbaik untuk yakin bahwa pemimpin dapat merespons



kebutuhan



pengikutnya



adalah



dengan



memberikan



mekanisme formal dalam meningkatkan pengaruh timbal balik dan menghindari tindakan sewenang-wenang dari pemimpin. Aturan dan kebijakan memainkan peran untuk mengatur penggunaan kekuasaan posisi, khususnya kekuasaan memberi penghargaan dan kekuasaan yang memaksa. Prosedur keluhan dan permintaan dapat dijalankan dan dewan



peninjau yang independen didirikan untuk melindungi bawahan dari penyalagunaan kekuasaan oleh para pemimpin. Peraturan kelompok, perjanjian yang telah di tetapkan dan kebijkan resmi dapat dibuat yang meminta pemimpin untuk berkonsultasi dengan bawahan dan perusaan untuk mendapatkan persetujuan mereka atas jenis keputusan tertentu. Survei terhadap sikap umum dapat dilakukakn untuk mengatur keputusan bawahan terhadap pemimpinnya. Dalam tipe organisasi dimana hal ini sering terjadi, pemeliharaan secara periodik atau pemungutan suara yang tidak



curang



dapat



dijadikan



patokan



untuk



menentukan



apakah



pemimpin tersebut tetap dalam jabatannya. Prosedur penggantian (Recall) dapat digunakan untuk menggantikan pemimpin yang tidak kompeten dalam cara yang menurut aturan. Akhirnya pemimpin itu sendiri dapat mempermudah pengaruh timbal balik dengan mendorong bawahan untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan penting dan dengan



mengembangkan



para



bawahan



serta



melakukan



inofasi



pemberian penghargaan. 2.6 Tipe Perilaku Mempengaruhi Pada beberapa tahun terakhir, peneliti mulai menguji tipe spesifik perilaku yang digunakan untuk mempengaruhi, bukannya memfokuskan diri secara eksklusif pada kekuasaan sebagai sumber potensial untuk mempengaruhi. Bentuk perilaku mempengaruhi yang paling umum dalam organisasi adalah “permintaan yang sederhana” yang didasarkan pada kekuasaan yang memiliki legitimasi. Kepatuhan untuk pekerjaan, dan sesuatu dimana seorang target tahu bagaimana cara untuk mengerjakannya. Akan tetapi, jika tindakannya yang diminta tersebut tidak menyenangkan, menyulitkan, tidak relevan, atau sulit untuk dikerjakan, reaksi target akan berupa perlawanan. Komitmen target akan menjadi hasil yang tidak diinginkan untuk permintaan yang sederhana, kecuali dalam kondisi yang menguntukan. Uuntuk memperbaiki tipe upaya mempengaruhi perlu menggunakan bentuk lain perilaku mempengaruhi yang disebut “tidak mempengaruhi proaktif”.



Berbagai studi telah mengidentifikasikan beberapa tipe dari taktik pengaruh proaktif (Kitnis, Schmidt dan Wilkonson, 1980; Mouday, 1978; Porter, Allen & Angel, 1981; Schilit & Locke, 1982; Schreisheim & Hinkim, Yukel & Falbe, 1990) berdasarkan studi terakhirnya, Yukl dan para kolegannya (seperti Yukl & Falbe, 1990; Yukl, Lepsinger & Lucia, 1982) telah mengidentifikasikan 11 taktik mempengaruhi proaktif yang relevan untuk mempengaruhi bawahan, rekan sejawat dan atasan pada organisasi besar. Taktik tersebut dijelaskan dalam tabel 6-8. Setiap taktik akan dijelaskan secara singkat, dan kondisi yang mendukung penggunaannya akan diuraikan. TABEL 6-8 Penjelasan Taktik Mempengaruhi Proaktif Persuasi Rasional : Agen menggunakan argumen yang logis dan bukti yang faktual dalam menunjukan proposal atau permintaan itu memungkinkan dan relevan untuk mencapai tujuan tugas. Memberi Penilaian : Agen menjelaskan bagaimana melaksanakan permintaan atau mendukung usulannya yang akan memberikan keuntungan kepada target secara pribadi atau membantu meningkatkan karier target. Memberi Inspirasi : Agen memberikan pertimbangan nilai dan idealisme atau berusaha menimbulkan emosi dari target untuk mendapatkan komitmen terhadap permintaan atau proposal. Konsultasi : Agen mendorong target untuk menyarankan perbaikan dalam proposal, atau membantu merencanakan aktivitas atau perubahan di mana dukungan dan bantuan dari target itu dibutuhkan. Pertukaran : Agen menawarkan insentif, menyarankan pertuakaran yang baik atau menunjukan kesediannya untuk saling timbal balik nantinya jika target mau melakuakan apa yang diminta oleh agen. Kolaborasi : Agen menawarkan untuk memberikan sumber yang relevan dan bantuan jika target mau melaksanakan permintaan atau menerima perubahan yang diusulkan.



Daya Tarik Personal : Agen meminta kepada target untuk melaksanakan permintaan atau mendukung proposal berdasarkan persahabatan atau meminta kebaikan personal sebelum mengatakan apapun. Mengambil Hati : Agen memberikan pujian dan bujukan sebelum atau selama memberikan pengaruh atau keyakinan terhadap kemampuan target untuk melaksanakan permintaan yang sulit. Taktik Legitimasi : Agen berusaha untuk membangun legitimasi dari permintaan atau memferifikasi wewenang dengan mengacu kepada aturan, kebijakan forml atau dokumen resmi. Tekanan : Agen memberikan tuntutan, ancaman, sering, melakukan pemeriksaan, atau terus-menerus mengingatkan pengaruhnya terhadapa target. Taktik Kualisi : Agen mencari bantuan orang lain untuk mendesak target untuk melakukan sesuatu atau menggunakan dukungan dari orang lain sebagai alasan agar target menyetujuinya. Persuasi Rasional Persuasi rasional harusmenggunakan penjelasan, argumen yang logis dan bukti yang faktual untuk menunjukan bahwa sebuah permintaan atau proposal memungkinkan dan relevan untuk mencapai tujuan pekerjaan. Bentuk lemah dari persuasi rasional bisa meliputi penjelasan singkat tentang alasan permintaan itu, atau penegasan yang tidak terdokumentasi



bahwa



usulan



perubahan



itu



dinginkan



dan



memungkinkan . Memberi Penilaian Dengan taktik ini agen menjelaskan mengapa permintaan atau proposal akan memberikan keuntungan kepada target secara individual. Salah satu tipe keuntungan yang di tawarkan adalah karir target, yang membantu memberikan kesempatan mempelajari keterampilan baru, bertemu dengan orang penting, atau meningkatkan kemampuan dan reputasi yang lebih tinggi.



Memberi Inspirasi Taktik ini melibatkan emosi atau nilai yang didasarkan daya tarik, berbeda dengan argumen logis yang digunakan dalam persuasi rasional. Memberi inspirasi adalah upaya untuk membangun antusiasme dan komitmen dengan membentuk emosi yang kuat dan menghubungkan sebuah permintaan atau proposal dengan kebutuhan, nilai, harapan, dan idealisme bagi seseorang. Memberi inspirasi sangatlah kompleks, dari penjelasan singkat tentang keuntungan ideologis pada proposal proyek atau perubahan, hingga menyampaikan pidato yang berisi tentang apa yang dapat dicapai dalam organisasi atau menjadi sesuatu. Tingkat kompleksitas yamg tepat tergantung pada besarnya tugas yang dijalani, besarnya upaya dan resiko yang teerllibat, serta batas dimana orang diminta untuk menyimpang dari cara yang telah dibuat dan tradisional dalam melaksanakan sesuatu. Untuk memformulasi pemberian inspirasi yang efektif, agen harus memiliki wawasan terhadap nilai, harapan, dan ketakutan dari seseorang atau kelompok yang akan dipengaruhi. Konsultasi Konsultasi terjadi ketika target diajak berpartisipasi dalam merencanakan bagaimana melaksanaan permintaan atau menerapkan perubahan yang dusulkan. Ada beberapa alasan menggunakan konsultasi sebagai prosedur pengambilan mempengaruhi



keputusan. proaktif,



Tetapi tujuan



ketika utama



digunakan konsultan



sebagai adalah



titik untuk



mempengaruhi target agar mendukung keputusan yang telah dibuat agen. Pertukaran Tipe ini merupakan taktik mempengaruhi yang secara eksplisit dan implisit menawarkan untuk memberikan sesuatu yang target inginkan sebagai imbalan bila mau melakukan sebuah permintaan. Taktik ini sangatlah berguna ketika target tidak tertarik atau enggan memenuhi



permintaan karena tidak memberikan keuntungan yang di harapkan dan membutuhkan dukungan yang besar dan kesulitan. Kolaborasi Ini adalah taktik mempengaruhi yang menawararkan sumber yang diperlukan atau bantuan jika target mau melaksanakan permintaan atau menyetujui proposal. Kolaborasi tampak mempunyai persamaan dengan pertukaran dalam taktik menawarkan untuk melakukan sesuatu kepada target. Daya Tarik Personal Daya tarik personal melibatkan meminta kepada seseorang agar mau melakukan kebaikan demi persahabatan atau kesetiaan terhadap agen. Taktik mempengaruhi ini tidak dapat melakukan bila target tidak menyukai agen atau tidak tertarik dengan yang terjadi pada agen. Makin kuat rasa persahabatan atau loyalitasnya, maka makin banyak yang dapat diminta orang itu dari target. Mengambil Hati Mengambil hati adalah perilaku yang membuat target merasa lebih



baik



terhadap



agen.



Contohnya



adalah



memberikan



pujian,



melakukan kebaikan yang tidak diminta, berperilaku menghormati dan menghargai, dan berperilaku amat bersahabat. Ketika tindakan mengmbil hati itu di rasakan tulus maka hal ini akan cenderung menguatkan pendatangan positif dan membuat target lebih bersedia memenuhi keinginan agen. Taktik Legitimasi Taktik legitimasi adalah usaha untuk membangun legitimasi wewenang atau hak seseorang untuk melakukan suatu tipe permintaan yang penting. Permintaan akan terpenuhi jika permintaan mempunyai legitimasi dan tepat. Ada beberapa tipe taktik legitimasi yang berbeda, sebagian dari tipe itu cocok satu sama lain. Contohnya meliputi memberi teladan



sebelumnya, memperlihatkan konsistensi terhadap kebijakan dan aturan organisasi,



memperlihatkan



diharapkan



dan



konsistensi



memperlihatkan



bahwa



peran



profesionalisme



permintaan



disetujui



yang oleh



seseorang yang memiliki wewenang yang tepat. Tekanan Taktik dengan tekanan berupa ancaman, peringatan, dan tindakan tagas seperti mengulang permintaan atau sering melakukan pemeriksaan untuk melihat apakah orang lain menyelesaikan permintaan itu. dengan



tekanan



terkadang



dapat



berhasil



memenuhi



Taktik



permintaan,



khususnya bila target malas atau apatis bukan menentangnya dengan kuat. Taktik koalisi target. Pasangan koalisi bisa saja rekan sejawat, bawahan, atasan atau orang luar. Ketika bantuan diberikan oleh atasan dari target, taktik seperti ini biasanya disebut “pendekatan ke atas”. Tipe taktik koalisi lain adalah menggunakan persetujuan sebelumnya dari orang lain yang akan membantu mempengaruhi target agar mau mendukung proposal anda. Tipe Lain Perilaku Mempengaruhi Sebelas taktik mempengaruhi yang baru dijelaskan digunakan dalam upaya mempengaruhi proaktif untuk memotifasi orang lain untuk memenuhi permintaan, melaksanakan tugas, dan mendukung proposal. Beberapa



tipe perilaku mempengaruhi lainnya lebih reaktif daripaa



proaktif. Perilaku ini khususnya digunakan setelah target siap untuk melaksanakan permintaan atau gagal unyuk mematuhi aturan dan regulasi.



Perilaku



manajerial



masih



mempengaruhi



perilaku



target



terutama dengan lebih banyak memberi panduan atau memudahkannya daripada memberikan energi kepadanya. Hanya sedikit penelitian yang meneliti bagaimana taktik mempengaruhi proaktif mempunyai hubungan dengan aspek lain dari perilaku kepemimpinan. 2.7 Kekuasaan Dan Perilaku Mempengaruhi



Studi yang menggunakan koesioner (Hinkin dan Scrieresheim,1990;



Kapoor



dan



Ansari



1988)



atau



peristiwa



mempengaruhi ( Yukl, Kim & Falbe, 1996 ) menemukan bahwa keuasaan dan perilaku mempengaruhi memiliki bentuk yang berbeda. Akan tetapi, hubungan antara bentuk kekuasaan yang spesifik, perilaku mempengaruhi terdapat 5 tipe efek yang memungkinkan dan kelimanya tidak mempunyai hubungan imbal balik. Efek dari Kekuasaan dan Perilaku Mempengaruhi dari Agen pada Hasil Mempengaruhi Kekuasaan agen dapat secara langsung mempengaruhi pilihan agen dalam memilih taktik mempengaruhi. Beberapa taktik membutuhkan tipe kekuasaan yang khusus agar efektif, dan pemimpin kekuasaan yang relevan akan lebih mungkin menggunakan taktik ini. Bebrapa taktik mempengaruhi mungkin mempunyai efek terhadap sikap atau perilaku target, tanpa melihat kekuasaan agen. Akan tetapi, sebagian besar usaha mempengaruhi, akan tampak bahwa kekuasaan bertindak



sebagai



fariabel



penengah



untuk



menungkatkan



atau



menurunkan efektivitas taktik yang digunakan oleh agen. Efek penengah kekuasaan ini kebanyakan terjadi pada tipe kekuasaan yang secara langsung



relevan



dengan



taktik



yang



digunakan



dalam



usaha



mempengaruhi. Efek menengahi yang serupa barangkali terjadi pada kekuasaan memberi penghargaan dan taktik pertukaran. Seorang agen yang memiliki kekuasaan tinggi dalam memberi penghargaan akan mendapatkan lebih banyak keberhasilan menawarkan sebuah pertukaran daripada agen yang memiliki kekuasaan yang rendah dalam memberi penghargaan. Perhatikan bahwa persepsi target terhadap kekuasaan agen dalam memberi penghargaan lebih penting daripada kendali agen yang sebenarnya terhadap penghargaan itu. Juga dimungkinkan bahwa kekuasaan agen dapat memperkuat keberhasilan dari taktik mempengaruhi dimana kekuasaan tidak relevan secara langsung. Agen yang memiliki kekuasaan yang kuat berdasarkan referensi mungkin akan lebih berhasil menggunakan persuasi rasional untuk mendapatkan dukungan atas proposalnya. Agen yang memiliki



kekuasaan



memaksa yang kuat mungkin akan lebih berhasil dalam



memperoleh kepatuhan dari permintaan yang sederhana, meskipun tidak menggunakan taktik tekanan atau pertukaran. Kekuasaan berdasarkan keahlian akan meningkatkan



kredibilas sebuah permintaan yang tidak



berhubungan dengan keahlian agen. Kemungkinan lain adalah kekuasaan agen dapat mempengaruhi target, tidak masalah apakah agen itu melakukan upaya mempengaruhi yang jelas. Sebagai contoh, orang akan lebih bekerja sama dengan agen yang memiliki kekuasaan yang besar dalam memberi penghargaan dengan harapan akan mendapatkan penghargaan dimasa depan. Hanya ada sedikit penelitian yang menyelidiki hubungan antara kekuasaan dan pengaruh. Ditemukan hanya ada sedikt bukti tentang usulan bahwa kekuasaan berpengaruh terhadap cara nenilih taktik mempengaruhi. Tidak ada bukti yang mendukung bahwa kekuasaan menjadi penengah efektivitasdalam suatu taktik mempengaruhi yang spesifik. Hanya ada bukti berupa anekdot bahwa kekuasaan akan meningkatkan



kepatuhan



atau



mengubah



perilaku



target



secara



independen dari Penggunaan taktik yang didasarkan pada kekuasaan ini. Apakah yang menciptakan kebergantungan? 1. Pentingnya seseorang terhadap orang lain. 2. Kalangkaan suatu sumber daya. 3. Tidak tergantikannya suatu sumber daya 2.8 Kekuasaan Partai politik di Pemerintahan Pemilihan Umum (Pemilu) adalah proses pemilihan orang(-orang) untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka-ragam, mulai dari presiden, wakil rakyat di berbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa. Dalam Pemilu, para pemilih dalam Pemilu juga disebut konstituen, dan kepada merekalah para peserta Pemilu



menawarkan



janji-janji



masa kampanye. Kampanye



dan



dilakukan



program-programnya selama



waktu



yang



pada telah



ditentukan, menjelang hari pemungutan suara. Setelah pemungutan



suara dilakukan,



proses



penghitungan



dimulai. Pemenang



Pemilu



ditentukan oleh aturan main atau sistem penentuan pemenang yang sebelumnya telah ditetapkan dan disetujui oleh para peserta, dan disosialisasikan ke para pemilih. SEJARAH PEMILIHAN UMUM PERTAMA DI INDONESIA TAHUN 1955 Pemilu tahun 1955 merupakan pemilu yang pertama dalam sejarah bangsa Indonesia. Waktu itu Republik Indonesia berusia 10 tahun. Pemilihan Umum yang diadakan sebanyak dua kali yaitu pertama pada tanggal 29 September 1955 untuk memilih anggota DPR dan kedua pada tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih anggota konstituante (Sumber : Situs KPU). Sejak berdirinya negara Indonesia, Bapak Hatta telah memikirkan untuk segera melakukan pemilu sesuai maklumat X tanggal 3 November 1945. Tidak terlaksananya pemilu pertama pada bulan Januari 1946 seperti yang diamanatkan oleh Maklumat 3 Nopember 1945, paling tidak disebabkan 2 (dua) hal : 1. Belum siapnya pemerintah baru, termasuk dalam penyusunan perangkat UU Pemilu; 2. Belum stabilnya kondisi keamanan negara akibat konflik internal antar kekuatan politik yang ada pada waktu itu, apalagi pada saat yang sama gangguan dari luar juga masih mengancam. Dengan kata lain para pemimpin lebih disibukkan oleh urusan konsolidasi. Pemilu tahun 1955 memilih 257 anggota DPR dan 514 anggota konstituante (harusnya 520 anggota, namun irian barat memiliki jatah 6 kursi, tidak melakukan pemilihan) dengan 29 jumlah partai politik dan individu yang ikut serta. Pemilu ini dilaksanakan pada pemerintahan perdana menteri Burhanuddin Harahap, setelah menggantikan Perdana Menteri Ali Sastromidjojo yang mengundurkan diri. No Partai/Nama Daftar



Suara



%



Kur



. 1.



8.434.65



22,3



si 57



Partai Nasional Indonesia



(PNI) Masyumi



3 7.903.88



2 20,9



57



Nahdlatul Ulama (NU)



6 6.955.14



2 18,4



45



4.



Partai Komunis Indonesia



1 6.179.91



1 16,3



39



5.



(PKI) Partai Syarikat Islam



4 1.091.16



6 2,89



8



6.



Indonesia (PSII) Partai Kristen Indonesia



0 1.003.32



2,66



8



7. 8.



(Parkindo) Partai Katolik Partai Sosialis Indonesia



6 770.740 753.191



2,04 1,99



6 5



9.



(PSI) Ikatan Pendukung



541.306



1,43



4



(IPKI) 10 Pergerakan Tarbiyah



483.014



1,28



4



. Islamiyah (Perti) 11 Partai Rakyat Nasional



242.125



0,64



2



. (PRN) 12 Partai Buruh



224.167



0,59



2



. 13 Gerakan Pembela Panca



219.985



0,58



2



. Sila (GPPS) 14 Partai Rakyat Indonesia



206.161



0,55



2



. (PRI) 15 Persatuan Pegawai Polisi RI



200.419



0,53



2



. (P3RI) 16 Murba



199.588



0,53



2



. 17 Baperki



178.887



0,47



1



. 18 Persatuan Indoenesia Raya



178.481



0,47



1



. (PIR) Wongsonegoro 19 Grinda



154.792



0,41



1



. 20 Persatuan Rakyat Marhaen



149.287



0,40



1



2. 3.



Kemerdekaan Indonesia



.



Indonesia (Permai)



21 Persatuan Daya (PD)



146.054



0,39



1



. 22 PIR Hazairin



114.644



0,30



1



. 23 Partai Politik Tarikat Islam



85.131



0,22



1



. (PPTI) 24 AKUI



81.454



0,21



1



. 25 Persatuan Rakyat Desa



77.919



0,21



1



. (PRD) 26 Partai Republik Indonesis



72.523



0,19



1



. Merdeka (PRIM) 27 Angkatan Comunis Muda



64.514



0,17



1



. (Acoma) 28 R.Soedjono



53.306



0,14



1



. Prawirisoedarso 29 Lain-lain



1.022.43



2,71







. Jumlah



3 37.785.2



100,



257



99 00 Sangat disayangkan, kisah sukses Pemilu 1955 akhirnya tidak bisa dilanjutkan dan hanya menjadi catatan emas sejarah. Pemilu pertama itu tidak berlanjut dengan pemilu kedua lima tahun beri-kutnya, meskipun tahun 1958 Pejabat Presiden Sukarno sudah melantik Panitia Pemilihan Indonesia II. Yang terjadi kemudian adalah berubahnya format politik dengan keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, sebuah keputusan presiden untuk membubarkan Konstituante dan pernyataan kembali ke UUD 1945 PEMILIHAN UMUM TAHUN 1971 Setelah pemilu pertama tahun 1955, Indonesia baru melakukan pemilu kembali pada tanggal 5 Juli 1971, pertama di jaman Orde Baru dibawah pemerintahan Presiden Kedua Indonesia, Bpk (alm) Soeharto. Pada pemilu kali ini, terdapat 9 partai politik dan 1 organisasi masyarakat yang berpartisipasi. NO PARTAI



JUMLAH



PERSENT



JUMLAH



.



SUARA



ASE



KURSI



1. 2.



Partai Katolik Partai Syarikat Islam



603.740 1.308.237



1,10 2,39



3. 4.



Indonesia (PSII) Partai Nahdlatul Ulama Partai Muslimin



10.213.650 18,68 2.930.746 5,36



58 24



5. 6. 7.



Indonesia (Parmusi) Golongan Karya (Golkar) Partai Kristen Indonesia (Parkindo) Partai Musyawarah Rakyat



34.348.673 62,82 733.359 1,34 48.126 0,08



236 7 0



8. 9. 10



Banyak (Murba) Partai Nasional Indonesia (PNI) Partai Islam (PERTI) Partai Ikatan Pendukung



3.793.266 381.309 338.403



20 2 0



6,93 0,69 0,61



. Kemerdekaan Indonesia (IPKI) JUMLAH 54.669.509 100,00 PEMILIHAN UMUM TAHUN 1977-1997



3 10



360



Pemilu pada periode ini, dilakukan setiap 5 tahun sekali, mulai tahun 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 dengan 3 peserta yaitu Golongan Karya (GolKar), Partai Demokrasi Indonesia (PDI), dan Partai Pembangunan Persatuan (PPP). Peserta pemilu kali ini lebih sedikit dibanding pemilu sebelumnya. Ini terjadi setelah sebelumnya pemerintah bersama-sama dengan DPR berusaha menyederhanakan jumlah partai dengan membuat UU No. 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golkar. Kedua partai itu adalah Partai Persatuan Pembangunan atau PPP dan Partai Demokrasi Indonesia atau PDI) dan satu Golongan Karya atau Golkar. Dalam setiap kali digelar pemilu, partai golkar selalu menduduki peringkat pertama perolehan kursi di DPR dengan meraih lebih dari 62% suara dalam setiap gelaran pemilu, diikuti oleh PPP dan terakhir PDI. Tabel di Pemilu 1977 No. Partai



Suara



%



Kurs



%



Keteranga



(1971) 62,80



n – 0,69



1.



Golka



39.750.09



62,11



i 232



2.



r PPP



6 18.743.49



29,29



99



27,12



+ 2,17



PDI



1 5.504.757



8,60



29



10,08



– 1,48



3.



Jumlah



63.998.34



4 Pemilu 1982 No. Parta



Suara



100,0



360



100,00



0



%



Kurs



%



Keteranga



(1977) 62,11



n + 2,23



1.



i Golkar



DPR 48.334.72



64,34



i 242



2.



PPP



4 20.871.88



27,78



94



29,29



– 1,51



3. PDI Jumlah



0 5.919.702 75.126.30



7,88 100,0



24 364



8,60 100,00



– 0,72



6



0



Suara



%



Kurs



%



Keteranga



(1982) 68,34



n + 8,82



Pemilu 1987 No. Parta i Golkar



62.783.68



73,16



i 299



PPP



0 13.701.42



15,97



61



27,78



– 11,81



3. PDI Jumlah



8 9.384.708 85.869.81



10,87 100,0



40 400



7,88



+ 2,99



6



0



Suara



%



Kurs



%



Keteranga



(1987) 73,16



n – 5,06



1. 2.



Pemilu 1992 No. Parta 1. 2. 3.



i Golkar



66.599.33



68,10



i 282



PPP



1 16.624.64



17,01



62



15,97



+ 1,04



PDI



7 14.565.55



14,89



56



10,87



+ 4.02



6 97.789.53



100,0



400



100,00



4



0



Jumlah Pemilu 1997 No



Parta



Suara



. 1.



i Golkar 84.187.907



%



Kurs %



Keterang



74,51



i 325



an + 6,41



(1992) 68,10



2. PPP 3. PDI Jumlah



25.340.028 3.463.225 112.991.15



22,43 3,06 100,0



89 11 425



17,00 14,90 100,00



+ 5,43 – 11,84



0 0 PEMILIHAN UMUM TAHUN 1999 Setelah Presiden Soeharto dilengserkan dari kekuasaannya pada tanggal 21 Mei 1998 jabatan presiden digantikan oleh Wakil Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie. Atas desakan publik, Pemilu yang baru atau dipercepat segera dilaksanakan, sehingga hasil-hasil Pemilu 1997 segera diganti. Kemudian ternyata bahwa Pemilu dilaksanakan pada 7 Juni 1999, atau 13 bulan masa kekuasaan Habibie. Pada saat itu untuk sebagian alasan diadakannya Pemilu adalah untuk memperoleh pengakuan atau kepercayaan dari publik, termasuk dunia internasional, karena pemerintahan dan lembaga-lembaga lain yang merupakan produk Pemilu 1997 sudah dianggap tidak dipercaya. Hal ini kemudian dilanjutkan dengan penyelenggaraan Sidang Umum MPR untuk memilih presiden dan wakil presiden yang baru. Pemilu ini dilakukan untuk memilih anggota DPR, DPRD Tingkat I, dan DPRD Tingkat II. NO PARTAI



JUMLAH



PERSENT



JUMLAH



PERSENT



. 1.



Partai Indonesia



SUARA 192.712



ASE 0,18%



KURSI 0



ASE 0,00%



2.



Baru Partai Kristen



369.719



0,35%



0



0,00%



3.



Nasional Indonesia Partai Nasional



377.137



0,36%



0



0,00%



4.



Indonesia Partai Aliansi



85.838



0,08%



0



0,00%



5.



Demokrat Indonesia Partai Kebangkitan



289.489



0,27%



0



0,00%



6. 7.



Muslim Indonesia Partai Ummat Islam Partai Kebangkitan



269.309 300.064



0,25% 0,28%



0 1



0,00% 0,22%



8. 9.



Ummat Partai Masyumi Baru Partai Persatuan



152.589 11.329.90



0,14% 10,71%



0 58



0,00% 12,55%



Pembangunan



5



10



Partai Syarikat Islam



375.920



0,36%



1



0,22%



. 11



Indonesia Partai Demokrasi



35.689.07



33,74%



153



33,12%



.



Indonesia



3



12



Perjuangan Partai Abul Yatama



213.979



0,20%



0



0,00%



. 13



Partai Kebangsaan



104.385



0,10%



0



0,00%



. 14



Merdeka Partai Demokrasi



550.846



0,52%



5



1,08%



. 15



Kasih Bangsa Partai Amanat



7.528.956



7,12%



34



7,36%



. 16



Nasional Partai Rakyat



78.730



0,07%



0



0,00%



. 17



Demokratik Partai Syarikat Islam



152.820



0,14%



0



0,00%



. 18



Indonesia 1905 Partai Katolik



216.675



0,20%



0



0,00%



. 19



Demokrat Partai Pilihan Rakyat



40.517



0,04%



0



0,00%



. 20



Partai Rakyat



54.790



0,05%



0



0,00%



. 21



Indonesia Partai Politik Islam



456.718



0,43%



1



0,22%



. 22



Indonesia Masyumi Partai Bulan Bintang



2.049.708



1,94%



13



2,81%



. 23



Partai Solidaritas



61.105



0,06%



0



0,00%



.



Pekerja Seluruh



24



Indonesia Partai Keadilan



1.436.565



1,36%



7



1,51%



. 25



Partai Nahdlatul



679.179



0,64%



5



1,08%



. 26



Ummat Partai Nasional



365.176



0,35%



1



0,22%



.



Indonesia – Front



27



Marhaenis Partai Ikatan



328.654



0,31%



1



0,22%



.



Pendukung Kemerdekaan



28



Indonesia Partai Republik



328.564



0,31%



0



0,00%



. 29



Partai Islam



62.901



0,06%



0



0,00%



. 30



Demokrat Partai Nasional



345.629



0,33%



1



0,22%



.



Indonesia – Massa



31



Marhaen Partai Musyawarah



62.006



0,06%



0



0,00%



. 32



Rakyat Banyak Partai Demokrasi



345.720



0,33%



2



0,43%



. 33



Indonesia Partai Golongan



23.741.74



22,44%



120



25,97%



. 34



Karya Partai Persatuan



9 655.052



0,62%



1



0,22%



. 35



Partai Kebangkitan



13.336.98



12,61%



51



11,03%



. 36



Bangsa Partai Uni



2 140.980



0,13%



0



0,00%



.



Demokrasi



37



Indonesia Partai Buruh



140.980



0,13%



0



0,00%



. 38



Nasional Partai Musyawarah



204.204



0,19%



0



0,00%



.



Kekeluargaan



39



Gotong Royong Partai Daulat Rakyat



427.854



0,40%



2



0,43%



. 40



Partai Cinta Damai



168.087



0,16%



0



0,00%



. 41



Partai Keadilan dan



1.065.686



1,01%



4



0,87%



. 42



Persatuan Partai Solidaritas



49.807



0,05%



0



0,00%



. 43



Pekerja Partai Nasional



149.136



0,14%



0



0,00%



.



Bangsa Indonesia



44



Partai Bhinneka



364.291



0,34%



1



0,22%



.



Tunggal Ika



45



Indonesia Partai Solidaritas Uni 180.167



0,17%



0



0,00%



. 46



Nasional Indonesia Partai Nasional



96.984



0,09%



0



0,00%



. 47



Demokrat Partai Ummat



49.839



0,05%



0



0,00%



. 48



Muslimin Indonesia Partai Pekerja



63.934



0,06%



0



0,00%



105.786.



100,00%



462



100,00%



. Indonesia JUMLAH



661 Pemilu tahun 1999 merupakan pemilu pertama sejak zaman orde baru runtuh dan dimulailah era reformasi di Indonesia. Setelah tahun 1999, Indonesia pun kembali melakukan pemilu setiap lima tahun sekali secara langsung. Bahkan pemilu 2004 merupakan pemilu pertama kali di Indonesia dimana setiap warga negara Indonesia yang mempunyai hak pilih, dapat memilih langsung presiden dan wakilnya selain pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD Tingkat I, dan DPRD tingkat II. Selain itu, sejak pemilu 2004, juga dilakukan pemilihan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Pada pemilu tahun 2004 dan 2009, ditetapkan parliamentary threshold (PT) sebesar 2.5%. Apabila partai politik yang memperoleh suara dengan persentase kurang dari 2,50% tidak berhak memperoleh kursi di DPR. Pemilu 2004 NO PARTAI



JUMLAH



PERSENTA



JUMLA



PERSEN



KETERANGA



.



SUARA



SE



H



TASE



N



Partai



24.480.7



21,58%



KURSI 128



23,27%



Lolos



Golongan



57



Karya Partai



21.026.6



18,53%



109



19,82%



Lolos



Demokrasi



29



1.



2.



Indonesia



3.



4.



Perjuangan Partai



11.989.5



Kebangkita



64



n Bangsa Partai



9.248.76



Persatuan



4



10,57%



52



9,45%



Lolos



8,15%



58



10,55%



Lolos



Pembangu 5.



nan Partai



8.455.22



7,45%



55*



10,00%



Lolos



6.



Demokrat Partai



5 8.325.02



7,34%



45



8,18%



Lolos



Keadilan



0



Sejahtera Partai



7.303.32



6,44%



53*



9,64%



Lolos



Amanat



4



Nasional Partai



2.970.48



2,62%



11



2,00%



Lolos



Bulan



7



Bintang Partai



2.764.99



2,44%



14*



2,55%



Lolos



Bintang



8



10



Reformasi Partai



2.414.25



2,13%



13*



2,36%



Lolos



.



Damai



4



11



Sejahtera Partai



2.399.29



2,11%



2



0,36%



Lolos



.



Karya



0



1,26%



1



0,18%



Lolos



1,16%



4*



0,73%



Lolos



7.



8.



9.



Peduli 12



Bangsa Partai



1.424.24



.



Keadilan



0



dan Persatuan 13



Indonesia Partai



1.313.65



.



Persatuan



4



Demokrasi Kebangsaa 14



n Partai



1.230.45



.



Nasional



5



1,08%



0*



0,00%



Tidak lolos



0,95%



0



0,00%



Tidak lolos



Banteng Kemerdeka 15



an Partai



1.073.13



.



Patriot



9



16



Pancasila Partai



923.159



0,81%



1



0,18%



Lolos



.



Nasional



895.610



0,79%



0



0,00%



Tidak lolos



18



Indonesia Partai



878.932



0,77%



3*



0,55%



Lolos



. 19



Pelopor Partai



855.811



0,75%



1



0,18%



Lolos



.



Penegak



20



Indonesia Partai



842.541



0,74%



0



0,00%



Tidak lolos



. 21



Merdeka Partai



679.296



0,60%



0



0,00%



Tidak lolos



.



Sarikat



22



Indonesia Partai



672.952



0,59%



0



0,00%



Tidak lolos



.



Perhimpun



Indonesia Marhaenis 17



me Partai



.



Persatuan Nahdlatul Ummah



Demokrasi



an Indonesia



23



Baru Partai



.



Persatuan



24



Daerah Partai



.



Buruh



657.916



0,58%



0



0,00%



Tidak lolos



636.397



0,56%



0



0,00%



Tidak lolos



550



100,00



Sosial Demokrat JUMLAH



113.462. 100,00% 414



%



Pemilu 2009 NO PARTAI



JUMLAH



PERSENTA



JUMLA



PERSENTA



STATU



.



SUARA



SE SUARA



H



SE KURSI



S PT*



3.922.870



3,77%



KURSI 18



3,21%



Lolos



1.461.182



1,40%



0



0,00%



Tidak



1



Partai Hati Nurani



2



Rakyat Partai Karya Peduli



3



Bangsa Partai



lolos 745.625



0,72%



0



0,00%



Pengusaha



Tidak lolos



dan Pekerja 4



Indonesia Partai Peduli



1.260.794



1,21%



0



0,00%



Rakyat 5



Nasional Partai



Tidak lolos



4.646.406



4,46%



26



4,64%



Lolos



761.086



0,73%



0



0,00%



Tidak



Gerakan Indonesia 6



Raya Partai Barisan



7



Nasional Partai Keadilan dan



lolos 934.892



0,90%



0



0,00%



Tidak lolos



Persatuan 8



Indonesia Partai



8.206.955



7,88%



57



10,18%



Lolos



6.254.580



6,01%



43



7,68%



Lolos



197.371



0,19%



0



0,00%



Tidak



Keadilan 9



Sejahtera Partai Amanat



10



Nasional Partai Perjuangan



lolos



Indonesia 11



Baru Partai



12



Kedaulatan Partai



437.121 550.581



0,42% 0,53%



0 0



0,00%



Tidak



0,00%



lolos Tidak



Persatuan 13



Daerah Partai



lolos 5.146.122



4,94%



27



4,82%



Lolos



414.043



0,40%



0



0,00%



Tidak



Kebangkitan 14



Bangsa Partai Pemuda



15



Indonesia Partai



lolos 316.752



0,30%



0



0,00%



Nasional



Tidak lolos



Indonesia 16



Marhaenisme Partai



896.660



0,86%



0



0,00%



Demokrasi 17



Pembaruan Partai Karya



18



Perjuangan Partai



lolos 351.440 414.750



0,34% 0,40%



0 0



0,00%



Tidak



0,00%



lolos Tidak



Matahari 19



Bangsa Partai Penegak



Tidak



lolos 137.727



0,13%



0



0,00%



Tidak lolos



Demokrasi 20



Indonesia Partai



671.244



0,64%



0



0,00%



Demokrasi 21



Kebangsaan Partai



Tidak lolos



630.780



0,61%



0



0,00%



Republika



Tidak lolos



22



Nusantara Partai



342.914



0,33%



0



0,00%



Tidak



23



Pelopor Partai



15.037.75



14,45%



107



19,11%



lolos Lolos



Golongan



7



Karya Partai



5.533.214



5,32%



37



6,61%



Lolos



1.541.592



1,48%



0



0,00%



Tidak



0,00%



lolos Tidak



24



Persatuan Pembanguna 25



n Partai Damai



26



Sejahtera Partai



468.696



0,45%



0



Nasional



lolos



Benteng Kerakyatan 27



Indonesia Partai Bulan



1.864.752



1,79%



0



0,00%



Tidak



28



Bintang Partai



14.600.09



14,03%



95



16,96%



lolos Lolos



Demokrasi



1



1,21%



0



0,00%



Tidak



Indonesia 29



Perjuangan Partai



1.264.333



Bintang 30 31



Reformasi Partai Patriot



lolos 547.351



Partai



21.703.13



Demokrat



7



0,53% 20,85%



0 150



0,00%



Tidak



26,79%



lolos Lolos



32



Partai Kasih



324.553



0,31%



0



0,00%



Demokrasi 33



Indonesia Partai



lolos 320.665



0,31%



0



0,00%



Indonesia 34



Sejahtera Partai



Tidak



Tidak lolos



1.527.593



1,47%



0



0,00%



Kebangkitan



Tidak lolos



Nasional 41



Ulama Partai



42



Merdeka Partai



111.623 146.779



0,11% 0,14%



0 0



0,00%



Tidak



0,00%



lolos Tidak



Persatuan



lolos



Nahdlatul Ummah 43



Indonesia Partai Sarikat



140.551



0,14%



0



0,00%



Tidak



44



Indonesia Partai Buruh



265.203



0,25%



0



0,00%



lolos Tidak



104.099.



100,00%



560



100,00%



lolos JUMLAH



785 PEMILIHAN UMUM 2014 (INDONESIA ELECTION 2014) Pada tahun 2014, seluruh rakyat Indonesia kembali akan melakukan pesta demokrasi terbesar yaitu pemilihan umum untuk menentukan tidak hanya anggota DPR, DPRD Tingkat 1, DPRD Tingkat 2, dan DPD, tetapi juga memilih presiden dan wakil presiden negeri ini. Pemilu legislatif akan dilakukan pada tanggal 09 April 2014 dan pemilu presiden akan dilakukan pada tanggal 09 Juli 2014. Pemilu Legislatif Dalam pelaksanaan pemilu legislatif, terdapat 12 partai politik skala nasional dan 3 partai lokal (khusus untuk Provinsi Nangroe Aceh Darrusalam). Berikut ini merupakan nama-nama peserta pemilu 2014



Partai Politik Nasional NO.



LAMBANG DAN NAMA PARTAI



UR UT 1



Partai NasDem



2



Partai Kebangkitan



3



Bangsa Partai Keadilan



4



Sejahtera Partai Demokrasi Indonesia



5



Perjuangan Partai Golongan



6



Karya Partai Gerakan



7



Indonesia Raya Partai Demokrat



8



Partai Amanat



9



Nasional Partai Persatuan



10



Pembangunan Partai Hati Nurani



14



Rakyat Partai Bulan



15



Bintang Partai Keadilan dan



Persatuan Indonesia Partai Politik Lokal Aceh NOMOR URUT 11 12



LAMBANG



NAMA PARTAI Partai Damai Aceh Partai Nasional Aceh



13



Partai Aceh



Dalam undang-undang pemilihan umum terbaru yaitu UU Nomor 8 Tahun Tahun 2012, ambang batas parlemen (parliamentary threshold/PT) untuk DPR ditetapkan sebesar 3,5%, naik dari Pemilu 2009 yang sebesar 2,5%. HASIL PEMILU 2014



Pemilu Presiden 2014 Pemilu presiden 2014 akan menjadi pemilihan presiden dan wakil presiden Indonesia ketiga kalinya yang dilaksanakan secara langsung. Pemilu presiden akan dilaksanakan pada tanggal 09 Juli 2014. Sebuah partai politik atau koalisi partai politik yang memenangkan 25 persen suara sah atau memperoleh paling sedikit 20 persen kursi DPR dapat mengajukan calon untuk pasangan Presiden dan Wakil Presiden. Hingga saat ini, baru ada 4 kandidat calon presiden yang telah mendeklarasikan diri untuk maju dalam pemilu presiden 2014. CALON PRESIDEN Aburizal Mantan Menteri Koordinator Bakrie



Kesejahteraan Rakyat dan Ketua



(GOLKAR) Joko



Umum Partai Golkar Gubernur DKI Jakarta 2012 –



Widodo



2017



(PDIP) Prabowo



Mantan Panglima KOSTRAD dan



Subianto



Komandan Jendral Kopassus,



(Gerindra)



Ketua Umum Dewan



CALON WAKIL PRESIDEN –











Wiranto



Pembina Partai Gerindra Mantan Panglima TNI, Calon



Hary



Pengusah



(Hanura)



Presiden 2004, Calon Wakil



Tanoesoedi



a



Presiden 2009, dan Ketua



bjo



Indonesia



Umum Partai Hanura Selain nama-nama diatas, terdapat beberapa nama lainnya yang mulai digadang-gadang oleh partai politik lainnya untuk menjadi kandidat calon presiden, walaupun partai politik tersebut belum secara resmi mengumumkannya. Berikut ini merupakan beberapa nama kandidat calon presiden yang ada. 



Aburizal Bakrie







Jusuf Kalla







Anis Matta







Megawati Sukarnoputri







Dahlan Iskan







Prabowo Subianto







Gita Wirjawan







Pramono Edhie Wibowo







Hary Tanoesoedibjo







Rhoma Irama







Hatta Rajasa







Suryadharma Ali







Hayono Isman







Sutiyoso







Hidayat Nur Wahid







Wiranto







Joko Widodo (Jokowi)







Yusril Ihza Mahendra







Note : Untuk melihat latar belakang dari setiap kandidat, dapat klik pada setiap nama kandidat calon presiden yang ada







CAPRES-CAWAPRES PIPRES 2014







1. Joko Widodo







Nama Lengkap : Joko Widodo







Panggilan : Jokowi







Agama : Islam







Tempat Lahir : Surakarta, Jawa Tengah







Tanggal Lahir : Rabu, 21 Juni 1961







Zodiac : Gemini







Hobby : Membaca, Traveling







Pasangan : Iriana Joko Widodo







Anak : Kaesang Pangarep, Kahiyang Ayu, Gibran Rakabuming Raka







Partai Politik : PDI Perjuangan







Joko Widodo lahir dari pasangan Noto Mihardjo dan Sujiatmi Notomiharjo. Pada awalnya banyak orang yang meragukan kemampuan sosok yang sebelumnya merupakan pengusaha mebel ini saat terpilih menjadi Walikota Solo. Namun gebrakannya dalam memimpin serta pendekatan pada masalah kemasyarakatan membuat Jokowi begitu dikagumi oleh masyarakat. Dia berhasil mengembangkan Solo yang buruk penataannya dan di bawah kepemimpinannya, Solo mengalami perubahan dan menjadi kajian di universitas luar negeri.







Jokowi menjadi walikota Kota Surakarta (Solo) untuk 2 kali masa bakti 2005-2015. Wakil walikotanya adalah F.X. Hadi Rudyatmo.







Jokowi kemudian mencalonkan diri di Pemilihan Gubernur DKI Jakarta tahun 2012 bersama dengan Basuki Tjahaja Purnama sebagai wakilnya. Setelah melalui pemilihan 2 putaran pasangan Jokowi-Basuki berhasil menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta mulai dari 15 Oktober 2012.







Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta berhasil mendapatkan dukungan dari masyarakat yang bernama “Relawan Jokowi” dimana kelompok masyarakat tersebut mendukung Jokowi untuk mencalonkan diri menjadi Presiden RI pada Pemilu 2014.







Jokowi maju sebagai capres yang diusung oleh PDI Perjuangan dan didukung oleh Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) serta Partai Hanura. Jokowi akan berpasangan dengan Jusuf Kalla sebagai cawapresnya pada Pilpres 2014.







Pendidikan







SMP Negeri 1 Surakarta







SMA Negeri 6 Surakarta







S-1 Kehutanan Universitas Gajah Mada







Karir & Organisasi







Pengusaha Meubel







2005-2012 Walikota Surakarta







2012-2017 Gubernur DKI Jakarta







2. Prabowo Subianto







Nama Lengkap : Letnan Jenderal (Purn) Prabowo Subianto Djojohadikusumo







Panggilan : Prabowo Subianto







Agama : Islam







Tempat Lahir : Jakarta







Tanggal Lahir : 17 Oktober 1951







Zodiac : Libra







Hobby : Membaca







Pasangan : Siti Hediati Hariyadi (Mantan)







Anak : Didit Prabowo







Partai Politik : Partai Gerindra







Prabowo Subianto adalah putra dari Soemitro Djojohadikusumo, mantan Menteri Keuangan era Ir. Soekarno dan mantan Menteri. Alumnus Akademi Militer Nasional Magelang tahun 1974 itu, kariernya kian melejit setelah menyandang julukan the brightest star, jenderal termuda karena meraih tiga bintang pada usia 46 tahun.







Pada 1996, dia menjabat Komandan Jenderal Kopassus dan aktif memelopori pemekaran satuan baret merah. Dua tahun kemudian, ayah satu anak ini dipromosikan menjadi Panglima Kostrad. Prabowo dikenal sebagai teman dekat B.J Habibie, tetapi Habibie mendepaknya, sehari setelah Soeharto lengser. Dia dipersalahkan atas tragedi kerusuhan massal 13-15 Mei 1998. Namun, Tim Gabungan Pencari Fakta (TPFG) tak menemukan bukti konklusif atas tuduhan bahwa dia otak di balik kerusuhan itu.







Tahun 2004, nama Prabowo muncul sebagai kandidat Presiden dari Partai Golkar. Sayang, anggota Dewan Penasihat Golkar itu terhenti langkahnya, karena partai berlambang pohon beringin lebih memilih Jenderal Wiranto. Dan pada 2008, mantan menantu Soeharto itu makin berkibar di panggung politik melalui Partai Gerakan Indonesia Raya (GERINDRA) yang mengusungnya sebagai calon Presiden pada Pemilu Presiden tahun 2009 berpasangan dengan Megawati Soekarnoputri, meski akhirnya kandas juga.







Pendidikan







1969 SMA: American School di London, Inggris







1974 Alumnus Akabri Magelang







Sekolah Staf Dan Komando TNI-AD







Karir & Organisasi







1996-1998 Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus







1998 Panglima Komando Cadangan Strategi TNI Angkatan Darat







1998 Komandan Sekolah Staf Dan Komando ABRI







2004-sekarang Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia







2007-sekarang Ketua Umum Ikatan Pencak Silat Indonesia







2008-sekarang Ketua Umum Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia







2008-sekarang Ketua Dewan Pembina Partai Gerakan Indonesia Raya







HASIL PILPRES 2014







1. Prabowo Subianto – M. Hatta Rajasa : 62.576.444 (46.85%)







2. Joko Widodo – Jusuf Kalla : 70.997.833 (53.15%)







Dengan hasil tersebut, maka pasangan Joko Widodo – Jusuf Kalla menang pilpres 2014 dan akan menggantikan SBY sebagai presiden RI dengan masa jabatan 2014-2019. Joko Widodo menjadi presiden RI ketujuh dan akan dilantik pada tanggal 20 Oktober 2014.



  



   







BAB I



PARTAI POLITIK 



A.Partai Politik







1. Pengertian







a. Secara Umum







Suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama.







b. Menurut para ahli







Ø Carl. J. Friedrich







Partai politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir



secara



mempertahankan



stabil



dengan



penguasaan



tujuan



terhadap



merebut



atau



pemerintahan



bagi



pimpinan partainya dan berdasarkan penguasaan ini memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat idiil maupun materiil.  



Ø R.H. Soltau Partai politik adalah sekelompok warga Negara yang sedikit banyak terorganisir, yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan yang dengan memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih bertujuan



menguasai



pemerintahan



kebijaksanaan umum mereka. 



Ø Sigmund Neumann



dan



melaksanakan







Partai politik adalah organisasi dari aktivis-aktivis politik yang berusaha untuk menguasai kekuasaan pemerintahan serta merebut dukungan rakyat atas dasar persaingan dengan suatu golongangolongan lain yang mempunyai pandangan yang berbeda.



 



Ø Maurice Duverger Partai politik adalah sekelompok manusia yang mempunyai doktrin politik yang sama.



 



Ø Edmund Burke Partai politik adalah suatu kumpulan manusia untuk memajukan keinginan-keinginan



bersamanya,



yaitu



kepentingan



nasional



melalui prinsip-prinsip khusus yang sudah disepakati.  



c. Menurut Undang-Undang Menurut pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008. Partai politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan di bentuk oleh sekelompok warga Negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan Negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.







2. Fungsi







a. Fungsi partai politik menurut Miriam Budiardjo







Ø Partai sebagai sarana komunikasi politik







Salah satu tugas dari partai politik adalah menyalurkan aneka ragam



pendapat



sedemikian



rupa



dan



aspirasi



sehingga



masyarakat



kesimpangsiuran



masyarakat berkurang. 



Ø Partai sebagai sarana sosialisasi politik



dan



mengaturnya



pendapat



dalam







Dalam usaha menguasai pemerintahan melalui kemenangan dan pemilihan umum, partai politik harus memperoleh dukungan seluas mungkin. Untuk itu partai berusaha menciptakan “image” bahwa ia memperjuangkan kepentingan umum. Di samping menanamkan solidarias dengan partai, partai politik juga mendidik anggotaanggotanya menjadi manusia yang sadar akan tanggung jawabnya sebagai warga Negara dan menempatkan kepentingan sendiri di bawah kepentingan nasional.



 



Ø Partai sebagai sarana rekruitmen politik Rekruitmen politik ialah seleksi dan pemilihan atau seleksi dan pengangkatan melaksanakan



seseorang sejumlah



atau peranan



sekelompok dalam



sisem



orang politik



untuk pada



umumnya dan politik pada khususnya. Fungsi ini semakin besar porsinya manakala partai politik itu merupakan partai tunggal seperti dalam sistem politik totaliter, atau manakala partai itu merupakan



partai



mayoritas



dalam



badan



perwakilan



rakyat



sehingga berwenang membentuk pemerintahan dalam sistem politik demokrasi. Fungsi rekruitmen politik dilakukan dengan cara kontak pribadi, persuasi dan lain-lain. Juga kader diusahakan untuk menarik golongan muda untuk dididik menjadi kader yang di masa mendatang akan mengganti pimpinan lama.  



Ø Partai sebagai sarana pengatur konflik Dalam suasana demokrasi, persaingan dan perbedaan pendapat dalam masyarakat merupakan soal yang wajar. Jika sampai terjadi konflik, partai politik berusaha mengatasinya.







b. Fungsi partai politik menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik pasal 11







Partai Politik berfungsi sebagai sarana:







- Pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga Negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.







- Penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat.







- Penyerap, penghimpun, penyalur aspirasi politik masyarakat dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan Negara.







- Partisipasi politik warga Negara Indonesia.







- Rekruitmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.







c. Fungsi partai politik secara umum







- Sebagai sarana komunikasi politik (penyalur aspirasi dan pendapat rakyat kepada pihak pemerintah)







- Sebagai sarana sosialisasi politik (penanaman nilai dan norma terhadap masalah-masalah politik)







- Sebagai sarana rekruitmen politik (mencari dan mengajak untuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai)







- Sebagai sarana pengatur konflik (turut mengatasi kesalahpahaman yang terjadi pemerintahan maupun masyarakat)







 



3. Partai politik di Indonesia Partai politik di Indonesia adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan



dan



membela



kepentingan



politik



anggota,



masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan



Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.  



Masa penjajahan Belanda Masa ini disebut sebagai periode pertama lahirnya partai politik di Indoneisa (waktu itu Hindia Belanda). Lahirnya partai menandai adanya kesadaran nasional. Pada masa itu semua organisasi baik yang bertujuan sosial seperti Budi Utomo dan Muhammadiyah, ataupun yang berazaskan politik agama dan sekuler seperti Serikat Islam, PNI dan Partai Katolik, ikut memainkan peranan dalam pergerakan nasional untuk Indonesia merdeka.







Kehadiran partai politik pada masa permulaan merupakan menifestasi kesadaran nasional untuk mencapai kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Setelah didirikan Dewan Rakyat, gerakan ini oleh beberapa



partai diteruskan di dalam badan ini. Pada tahun 1939



terdapat beberapa fraksi di dalam Dewan Rakat, yaitu Fraksi Nasional di bawah pimpinan M. Husni Thamin, PPBB (Perhimpunan Pegawai Bestuur Bumi Putera) di bawah pimpinan Prawoto dan Indonesische Nationale Groep di bawah pimpinan Muhammad Yamin. 



Di luar dewan rakyat ada usaha untuk mengadakan gabungan partai politik dan menjadikannya semacam dewan perwakilan rakyat. Pada tahun 1939 dibentuk KRI (Komite Rakyat Indoneisa) yang terdiri dari GAPI (Gabungan Politik Indonesia) yang merupakan gabungan dari partai-partai yang beraliran nasional, MIAI (Majelis Islamil A”laa Indonesia) yang merupakan gabungan partai-partai yang beraliran Islam yang terbentuk tahun 1937, dan MRI (Majelis Rakyat Indonesia) yang merupakan gabungan



organisasi



buruh. 



Pada tahun 1939 di Hindia Belanda telah terdapat beberapa fraksi dalam volksraad yaitu Fraksi Nasional, Perhimpunan Pegawai Bestuur Bumi-Putera, dan Indonesische Nationale Groep.



Sedangkan



di



luar



volksraad



ada



usaha



untuk



mengadakan



gabungan dari Partai-Partai Politik dan menjadikannya semacam dewan perwakilan nasional yang disebut Komite Rakyat Indonesia (K.R.I). Di dalam K.R.I terdapat Gabungan Politik Indonesia (GAPI), Majelisul Islami A'laa Indonesia (MIAI) dan Majelis Rakyat Indonesia (MRI). Fraksi-fraksi tersebut di atas adalah merupakan partai politik – partai politik yang pertama kali terbentuk di Indonesia.  



Masa pendudukan Jepang Pada masa ini, semua kegiatan partai politik dilarang, hanya golongan Islam yang diberi kebebasan untuk membentuk partai Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Partai Masyumi) yang lebih banyak bergerak di bidang sosial.







Masa pasca proklamasi kemerdekaan







Beberapa bulan setelah proklamsi kemerdekaan, terbuka kesempatan yang besar untuk mendirikan partai politik, sehingga bermunculanlah parti-partai politik Indonesia. Dengan demikian kita kembali kepada pola sistem banyak partai.







Pemilu 1955 memunculkan 4 partai politik besar, yaitu : Masyumi, PNI, NU dan PKI. Masa tahun 1950 sampai 1959 ini sering disebut sebagai masa kejayaan partai politik, karena partai politik memainkan bernegara



peranan melalui



yang



sangat



penting



sistem parlementer.



dalam



Sistem



kehidupan



banyak



partai



ternyata tidak dapat berjalan baik. Partai politik tidak dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, sehingga kabinet jatuh bangun



dan tidak dapat melaksanakan program kerjanya. Sebagai



akibatnya pembangunan tidak dapat berjalan dengan baik pula. Masa demokrasi parlementer diakhiri dengan Dekrit 5 Juli 1959, yang mewakili masa-masa demokrasi terpimpin. 



Pada masa demokrasi terpimpin ini peranan partai politik mulai dikurangi, sedangkan di pihak lain, peranan presiden



sangat kuat. Partai politik pada saat ini dikenal dengan NASAKOM (Nasional, Agama dan Komunis) yang diwakili oleh NU, PNI dan PKI. Pada masa Demokrasi Terpimpin ini nampak sekali bahwa PKI memainkan peranan bertambah kuat, terutama melalui G 30 S/PKI (akhir September 1965). 



Setelah itu Indonesia memasuki masa Orde Baru dan partaipartai dapat bergerak lebih leluasa dibanding dengan masa Demokrasi



terpimpin.



Suatu



catatan



munculnya organisasi kekuatan politik



pada



masa



ini



adalah



baru yaitu Golongan Karya



(Golkar). Pada pemilihan umum thun 1971, Golkar muncul sebagai pemenang partai diikuti oleh 3 partai politik besar yaitu NU, Parmusi (Persatuan Muslim Indonesia) serta PNI. 



Pada tahun 1973 terjadi penyederhanaan partai melalui fusi partai politik. Empat partai politik Islam, yaitu : NU, Parmusi, Partai Sarikat



Islam



dan



Perti



bergabung



menjadi



Partai



Persatu



Pembangunan (PPP). Lima partai lain yaitu PNI, Partai Kristen Indonesia, Partai Katolik, Partai Murba dan Partai IPKI (ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia) bergabung menjadi Partai Demokrasi Indonesia. Maka pada tahun 1977 hanya terdapat 3 organisasi kekuatan politik Indonesia dan terus berlangsung hinga pada pemilu 1997. 



Setelah gelombang reformasi terjadi di Indonesia yang ditandai dengan tumbangnya rezim Suharto, maka pemilu dengan sistem multi partai kembali terjadi di Indonesia. Dan terus berlanjut hingga pemilu 2014 nanti.







Setelah merdeka, Indonesia menganut sistem Multi Partai sehingga terbentuk banyak sekali Partai Politik. Memasuki masa Orde Baru (1965 -1998), Partai Politik di Indonesia hanya berjumlah 3 partai yaitu Partai Persatuan Pembangunan, Golongan Karya, dan Partai Demokrasi Indonesia. Di masa Reformasi, Indonesia kembali menganut sistem multi partai.







Pada 2012, DPR melakukan revisi atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.







Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Partai Politik di Indonesia sejak masa kemerdekaan adalah:







1. Maklumat X Wakil Presiden Muhammad Hatta (1955).







2.



Undang-Undang Nomor 7 Pnps Tahun 1959 tentang Syarat-



Syarat dan Penyederhanaan Kepartaian. 



3.



Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1960 tentang Pengakuan,



Pengawasan, dan Pembubaran Partai-Partai. 



4.



Undang-Undang Nomor 3 tahun 1975 tentang Partai Politik dan



Golongan Karya. 



5.



Undang-Undang Nomor 3 tahun 1985 tentang Perubahan Atas



Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya. 



6. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik.







7. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik.







8.



Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik



(berlaku saat ini). 







B.Pemilu







1. Pengertian



 



a. Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999 Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang 1945.







b. Pengertian Pemilu secara Umum







Pemilu adalah suatu proses di mana para pemilih memilih orang-orang



untuk



mengisi



jabatan-jabatan



Jabatan-jabatan yang disini



politik



tertentu.



beraneka-ragam, mulai dari



Presiden, wakil rakyat di pelbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa. Pada konteks yang lebih luas, Pemilu dapat juga berarti proses mengisi jabatan-jabatan seperti ketua OSIS atau



ketua



kelas, walaupun untuk ini kata 'pemilihan' lebih



sering



digunakan. Sistem pemilu asas yang digunakan adalah asas luber dan jurdil. Para pemilih dalam Pemilu juga disebut konstituen, dan kepada merekalah para peserta Pemilu menawarkan janji-janji dan program-programnya pada masa kampanye. Kampanye dilakukan selama waktu yang telah ditentukan, menjelang hari pemungutan suara.



Setelah pemungutan suara dilakukan, proses



penghitungan dimulai. Pemenang Pemilu ditentukan oleh aturan main atau sistem penentuan pemenang yang sebelumnya telah ditetapkan dan disetujui oleh para peserta, dan disosialisasikan ke para pemilih.   







2. Fungsi











Fungsi Pemilihan Umum Pada pemerintahan yang demokratis, pemilihan



umum merupakan pesta demokrasi.



Secara umum fungsi pemilihan umum



adalah :







·



Melaksanakan kedaulatan rakyat







·



Sebagai perwujudan hak asas politik rakyat







·



Untuk memilih wakil-wakil rakyat yang duduk di lembaga



legislatif serta



memilih Presiden dan wakil Presiden







·



Melaksanakan pergantian personel pemerintahan secara



aman, damai, dan 



·



tertib



Menjamin kesinambungan pembangunan nasional.



 



3. Pemilihan Umum di Indonesia







Pada awalnya ditujukan untuk memilih anggota lembaga



perwakilan,



yaitu



DPR,



DPRD



Provonsi,



dan



DPRD



Kabupaten/Kota. Setelah amandemen keempat UUD 1945 pada 2002 pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, yang semula dilakukan oleh MPR, disepakati untuk dilakukan langsung oleh rakyat sehingga pilpres pun dimasukkan ke dalam rezim pemilu. Pilpres sebagai bagian dari pemilu diadakan pertama kali pada Pemilu 2004. Pada 2007,



berdasarkan



Undang-Undang



Nomor



22



Tahun



2007,



pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (pilkada) juga dimasukkan



sebagai



bagian



dari



rezim



pemilu.



Di



tengah



masyarakat, istilah "pemilu" lebih sering merujuk kepada pemilu legislatif dan pemilu presiden dan wakil presiden yang diadakan setiap 5 tahun sekali.  



Sejarah Pemilihan umum diadakan sebanyak 10 kali yaitu tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004 dan 2009.



 



Asas Pemilihan Umum di Indonesia Pemilihan umum di Indonesia menganut asas "Luber" yang merupakan singkatan dari "Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia". Asal "Luber" sudah ada sejak zaman Orde Baru. Langsung berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya secara langsung dan tidak boleh diwakilkan. Umum berarti pemilihan umum dapat diikuti seluruh warga negara yang sudah memiliki hak menggunakan suara. Bebas berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya



tanpa ada paksaan dari pihak manapun, kemudian Rahasia berarti suara yang diberikan oleh pemilih bersifat rahasia hanya diketahui oleh si pemilih itu sendiri. 



Kemudian di era reformasi berkembang pula asas "Jurdil" yang merupakan singkatan dari "Jujur dan Adil". Asas jujur mengandung arti bahwa pemilihan umum harus dilaksanakan sesuai dengan aturan untuk memastikan bahwa setiap warga negara yang memiliki hak dapat memilih sesuai dengan kehendaknya dan setiap suara pemilih memiliki nilai yang sama untuk menentukan wakil rakyat yang akan terpilih. Asas adil adalah perlakuan yang sama terhadap peserta pemilu dan pemilih, tanpa ada pengistimewaan ataupun diskriminasi terhadap peserta atau pemilih tertentu. Asas jujur dan adil mengikat tidak hanya kepada pemilih ataupun peserta pemilu, tetapi juga penyelenggara pemilu. Bung Karno Pada pemilu 1955







C. Demokrasi







1.



Pengertian







a.



Secara Etimologi







“Demokrasi” terdiri dari dua kata yang berasal dari bahasa Yunani yaitu “demos” yang berarti rakyat atau penduduk suatu tempat dan “cratein” atau “cratos” yang berarti kekuasaan atau kedaulatan. Jadi “demos-cratein” atau “demos-cratos” (demokrasi) adalah kekuasaan atau kedaulatan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan rakyat, rakya berkuasa, pemerintahan rakyat dan kekuasaan oleh rakyat.



 



b.



Secara Terminologi Demokrasi adalah rakyat sebagai pemegang kekuasaan,



pembuat dan penentu keputusan dan kebijakan tertinggi dalam penyelenggaraan



Negara



dan



pemerintahan



serta



pengontrol



terhadap pelaksanaan kebijakannya baik yang dilakukan secara langsung oleh rakyat atau mewakilinya melalui lembaga perwakilan.







c.







Ø Josefh A. Schmeter



Menurut para ahli







Demokrasi adalah suatu perencanaan institusional untuk



mencapai



memperoleh



keputusan



kekuasaan



politik



untuk



dimana



memutuskan



individu-individu dengan



cara



perjuangan kompetitif atas suara rakyat. 



Ø Sidney Hook







Demokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana keputusankeputusan pemerintah yang penting secara langsung atau tidak langsung didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa.







Ø Philippe C. Schmitter dan Terry Lynn Karl







Demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan dimana pemerintah dimintai tanggung jawab atas tindakan-tindakan mereka di wilayah publik oleh warga Negara, yang bertindak secara tidak langsung melalui kompetisi dan kerjasama dengan para wakil mereka yang telah terpilih.







Ø Henry B. Mayo







Demokrasi adalah sistem politik yang menunjukkan bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakilwakil yang diawasi



secara efekif oleh rakyat dalam pemilihan-



pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik. 



 



2.



Fungsi







Demokrasi dapat menyelesaikan berbagai perselisihan di Indonesia dan di luar Indonesia secara damai.







Demokrasi dapat menyelenggarakan pergantian pemimpin secara adil makmur dan teratur.







Demokrasi



dapat



juga



mengakui



dan



menganggap



adanya



kebudayaan dan keaneka ragaman. 



Demokrasi dapat menegakkan keadilan dan menjamin kemakmuran disetip Negara yaitu di luar negeri dan di dalam negeri.











3.



Demokrasi di Indonesia











a.







·







Demokrasi di Indonesia pada masa 1945-1959 adalah demokrasi



Masa Orde Lama Masa 1945-1959 (Demokrasi Liberal)



liberal. Sistem pemerintahan yang diterapkan pada masa tersebut adalah sistem parlementer. Sistem demokrasi yang mulai berlaku sebulan sesudah kemerdekaan di proklamirkan dan kemudian diperkuat dalam UUD 1945 dan 1950, ternyata kurang cocok untuk Indonesia, meskipun dapat berjalan memuaskan dalam beberapa Negara



Asia



lain.



Persatuan



yang



dapat



digalang



selama



menghadapi musuh bersama menjadi kendor dan tidak dapat dibina menjadi



kekuatan



konstruktif



sesudah



kemerdekaan.



Karena



lemahnya benih-benih demokrasi sistem parlementer memberi peluang untuk dominasi partai-partai politik dan Dewan Perwakilan Rakyat. 



Undang-undang



dasar



1950



menetapkan



berlakunya



sistem



parlementer dimana eksekutif terdiri dari presiden sebagai kepala Negara



konstitusionil



(constitutional



head)



beserta



menteri-



menterinya yang mempunyai tanggung jawab politik. Karena fragmentasi partai-partai politik setiap kabinet berdasarkan koalisi yang berkisar pada satu atau dua partai besar dengan beberapa partai kecil. Koalisi ternyata kurang mantap dan partai-partai dalam koalisi tidak segan-segan menarik dukungannya sewaktu-waktu, sehingga kabinet sering jatuh karena keretakan dalam koalisi sendiri. 



Di samping itu ternyata ada beberapa kekuatan sosial dan politik yang tidak memperoleh saluran dan tempat yang realistis dalam konstelasi politik, padahal merupakan kekuatan yang paling penting, yaitu



seorang



“rubberstamp



presiden president”



yang



tidak



(presiden



mau



yang



bertindak



sebagai



membubuhi



capnya)



belaka dan tentara yang karena lahir dalam revolusi merasa bertanggung jawab untuk turut menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia pada umumnya. 



Faktor-faktor semacan ini ditambah dengan tidak mampunya anggota-anggota partai-partai yang tergabung dalam Konstituante untuk mencapai konsensus mengenai dasar Negara untuk undangundang dasar baru, mendorong Ir. Soekarno sebagai presiden untuk mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli yang menentukan berlakunya kembali Undang Undang Dasar 1945.







·







Ciri pada masa ini ialah dominasi dari presiden, terbatasnya



Masa 1959-1965 (Demokrasi Terpimpin)



peranan partai politik, berkembangnya pengaruh komunis dan meluasnya peranan ABRI sebagai unsur social politik. Dekrit Presiden 5 Juli dapat di pandang sebagai suatu usaha untuk mencari jalan



keluar



dari



kemacetan



politik



melalui



pembentukan



kepemimpinan yang kuat. Undang-Undang Dasar 1945 membuka kesempatan



bagi



seorang



presiden



untuk



bertahan



selama



sekurang-kurangnya lima tahun. Akan tetapi ketetapan MPRS No. III/1963 yang mengangkat Ir. Soekarno sebagai presiden seumur



hidup telah membatalkan pembatasan waktu lima tahun. (UndangUndang Dasar memungkinkan seorang presiden untuk dipilih kembali) yang ditentukan oleh Undang-Undang Dasar. 



b.







Landasan formil dari periode ini adalah pancasila, Undang-Undang



Masa Orde Baru (Demokrasi Pancasila)



Dasar 1945 serta ketetapan MPRS. Semangat yang mendasari kelahiran periode ini adalah ingin mengembalikan dan memurnikan pelaksanaan pemerintahan yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Karena sebelum periode ini telah terjadi penyelewengan dan pengingkaran terhadap kedua landasan formal dan yuridis dalam kehidupan kenegaraan. Dalam usaha untuk



meluruskan



kembali



penyelewengan



terhadap



Undang-



Undang Dasar yang telah terjadi dalam masa Demokrasi Terpimpin, kita telah mengadakan tindakan korekif. Ketetapan MPRS No. III/1963 yang menetapkan masa jabatan seumur hidup untuk Ir. Soekarno telah dibatalkan dan jabatan presiden kembali menjadi jabatan efektif setiap lima tahun. Ketetapan MPRS No. XIX/1966 telah menentukan ditinjaunya kembali produk-produk legislaif dari masa Demokrasi Terpimpin dan atas dasar itu Undang-Undang No. 19/1964 telah diganti dengan satu undang-undang baru (No. 14/1970) yang menetapkan kembali azas “kebebasan badan-badan pengadilan”



Dewan



Perwakilan



Rakyat-Gotong



Royong



diberi



beberapa hak kontrol, disamping ia tetap mempunyai fungsi untuk membantu pemerintah. Pimpinannya tidak lagi mempunyai status sebagai menteri. 



Begitu pula tata tertib DPR yang memberi wewenang kepada presiden untuk memutuskan permasalahan yang tidak dapat dicapai mufakat antara anggota badan legislatif dihapuskan. Golongan Karya, di mana anggota ABRI memerankan peranan penting, diberi landasan konsitusionil yang lebih formil. Selain itu beberapa hak asasi diusahakan supaya diselenggarakan secara lebih penuh dengan



memberi



kebebasan



lebih



luas



kepada



pers



untuk



menyatakan pendapat dan kepada partai-partai politik diberi hak untuk bergerak dan menyusun kekuatannya, terutama menjelang pemilihan umum 1971. Dengan demikian diharapkan terbinanya partisipasi



politik



dari



golongan-golongan



dalam



masyarakat.



Disamping itu diadakan program pembangunan ekonomi secara teratur dan terencana. 



Pada periode ini praktik demokrasi di Indonesia senantiasa mengacu pada nilai-nilai pancasila dan UUD 1945. Karena itu Demokrasi pada masa ini disebut dengan demokrasi pancasila.







Namun demikian “Demokrasi Pancasila” dalam rezim orde baru hanya sebagai retorika dan gagasan belum sampai pada tataran praksis atau penerapan. Karena dalam praktik kenegaraan dan pemerintahan, rezim ini sangat tidak memberi ruang bagi kehidupan demokrasi.



 