Kel 1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KASUS 1 (Kelompok 1 – Kloter 1) Alghiffari



17040048



Anggraini Ayu



17040050



Anindita Abrianti



17040051



Candra Dinda



17040056



Danang Dwi C.



17040057



Desi Yuni R.



17040058



Deswita Indah S.



17040059



Dyah Purwaning T.



17040060



Epidemiologi Tuberkulosis di Indonesia merupakan masalah utama kesehatan masyarakat karena Indonesia adalah negara dengan pravalensi tuberculosis ke-3 tertinggi di dunia setelah China dan India. World Health Organization (2000) menyatakan jumlah kasus tuberkulosis di Indonesia adalah 583.000 orang per tahun dan menyebabkan kematian sekitar 140.000 orang per tahun



Etiologi TB paru merupakan penyakit infeksi penting saluran pernafasan. Basil mikrobakterium tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet infection) sampai alveoli Tubercolosis paru primer adalah terjadinya peradangan sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil mikrobakterium, sedangkan tubercolosis post primer (reinfection) adalah peradangan bagian paru oleh karena terjadi penularan ulang pada tubuh sehingga terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil tersebut.



Patofisiologi



Manifestasi Klinis • Batuk berdahak kronis • Demam • berkeringat tanpa sebab di malam hari • sesak napas • nyeri dada • penurunan nafsu makan (hal – hal tersebut dapat menurunkan produktivitas penderita bahkan kematian)



• Pasien TB paru juga sering dijumpai dengan konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, badan kurus atau berat badan menurun



Diagnosis • TB positif jika dua dari tiga specimen SPS BTA hasilnya positif (bila hanya satu specimen positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan dahak SPS diulang) a. Kalau hasil rontgen mendukung TB paru, maka penderita didiagnosis sebagai penderita TB paru BTA positif. b. Kalau hasil rontgen tidak mendukung TB paru maka pemeriksaan SPS diulangi.



Diagnosis • Bila ketiga specimen dahaknya negatif, diberikan anti biotic spectrum luas (misalnya kontrimoksazol atau amoksilin) selama 1-2 minggu • Bila tidak ada perubahan, namun gejala klinis tetap mencurigakan TB paru, ulangi pemeriksaan dahak SPS: a. Hasil SPS positif: didiagnosissebagai penderita TB paru BTA positif b. Hasil SPS tetap negatif: lakukan pemeriksaan foto rontgen dada, untuk mendukung diagnosis TB c. Bila hasil rontgen mendukung TB paru, didiagnosis sebagai penderita TB paru paru BTA negatif rontgen positif. Bila hasil rontgen tidak mendukung TB paru: penderita tersebut bukan TB paru



Terapi Farmakologi



OAT (Obat AntiTuberkulosis) Lini Pertama



OAT Lini Pertama



Efek Samping OAT



Anti-tuberculosis drug induced liver injury (ATLI) ATLI adalah kerusakan hati atau hepatotoksisitas., yang disebabkan oleh obat Anti-tuberkulosis. Merupakan salah satu efek samping utama yang penting dan serius dibandingkan efek samping yang lain. ATLI dapat menurunkan efektivitas terapi TB, menyebabkan penurunan kepatuhan minum obat, dan akan mengarah pada kegagalan terapi, timbulnya kekambuhan, dan timbulnya resistensi obat.



Secara umum pasien TB dengan hepatotoksisitas dianjurkan untuk menghentikan semua OAT saat ditemukan peningkatan SGPT lebih dari 2 sampai 3 kali batas atas normal yang disertai dengan gejala klinis hepatitis, atau tanpa gejala namun peningkatan SGPT lebih dari 5 kali batas atas normal.



Intervensi Non Farmakologi • Peningkatan bersihan jalan nafas, sekresi yang sangat banyak dapat menyumbat jalan nafas pada pasien TB paru dan mengganggu pertukaran gas, pasien diberitahu posisi-posisi yang dapat memudahkan drainase sekret, penggunaan humidifier atau face mask dengan kelembabab tinggi dapat membantu dalam mengencerkan sekresi. • Mendukung kepatuhan dan edukasi pengobatan terhadap pasien serta keluarga • Meningkatkan aktifitas dan nutrisi yang adekuat, pasien TB sering merasa sangat lemah karena penyakit kronis dan juga gangguan pemenuhan nutrisi.



Kasus Bapak S 50 tahun, masuk rumah sakit dengan gejala batuk produktif, dispnea, sesak nafas, ikterus dan pruritus sejak 1 bulan yang lalu. Dia dirawat dengan obat TB kategori pertama, tetapi tidak ada respon yang baik. Dokter bertanya kepada apoteker tentang obat yang paling mungkin resisten terhadap pasien ini dan terapi terbaik untuk pasien R/ inj SNMC R/ HP pro 1x1 tab R/ GG tab 3x 1 R/ codein 1x1 tab R/ omeprazole PH : TB sejak 5 minggu lalu DH : kategori 1 obat TB LAB : ALT 650, AST 498, peningkatan jumlah total bilirubin



Analisis PICO • P (patien, population,problem) Seorang laki laki berusia 50 tahun yang mengalami batuk produktif, dispnea, sesak nafas, ikterus, dan pruritus. Hasil lab menunjukkan ALT , AST dan total bilirubin yang meningkat.



• I (Intervention) Obat yang diberikan sekarang : 1. Inj SNMC Dosis awal: 2 ampul; 5-6 x/minggu selama 2-4 minggu.



2. Hp pro diminum 1 x 1 kapsul untuk Digunakan untuk menghentikan nekroinflamasi hepar, meningkatkan kemampuan detoksifikasi (menetralkan racun) sel hepar terhadap bahan toksik, mencegah kerusakan sel hepar. 3. GG diminum 3 x sehari 1 tablet digunakan untuk batuk produktif sebagai ekspektoran (mengencerkan dahak). 4. Codein diminum 1 x sehari 1 tablet untuk mengatasi batuk prodiktif



5. Omeprazole Indikasi : Mencegah kerusakan lebih lanjut pada saluran cerna. Omeprazole merupakan obat dalam kelas inhibitor pompa proton (PPIs) yang bekerja dengan cara mengurangi jumlah asam yang dibuat di dalam lambung. Dosis Dewasa: 20 mg / hari selama 4 minggu dapat berlanjut selama 4-8 minggu jika perlu atau dengan anjuran dokter.



• C (Control) Riwayat pengobatan terdahulu adalah obat TB kategori pertama selama 5minggu.



• O (Outcome) 1. Dengan pemberian obat Inj SNMC dan Hp Pro, diharapkan nilai ALT, AST dan Total Bilirubin bisa kembali normal. Dimana hasil lab pasien adalah ALT (SGPT): 650 U/L dan AST (SGOT) : 498 U/L sementara nilai normal :



KESIMPULAN Menurut kelompok kami dari kasus tersebut, pasien mengalami hepatotoksisitas karna mengkonsumsi obat anti tuberkulosis selama 5 minggu teraKhir, dimana dugaan ini diperkuat dengan nilai alt dan ast yang sangat tinggi melebihi normal. Pemilihan obat baru sudah benar dan penghentian obat obatan tuberkulosis juga sudah tepat, karna pasien sudah banyak mengalami efek samping serta resisten terhadap obat anti tuberkulosis. Diharapkan dengan pengobatan yang baru, pasien segera pulih dan gejala serta efek samping dari pengobatan tuberkulosis bisa membaik.



TERIMAKASIH!