Kel 1 - Walk Through Survey Higiene Industri [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

WALK THROUGH SURVEY PERUSAHAAN PT. CAKRATUNGGAL STEEL MILLS SENIN, 26 NOVEMBER 2018 KELOMPOK 1 HYGIENE INDUSTRI



Disusun Oleh :



A.A Putu Sandra P.



030.12.001



Aisyah Rahmadani Ibnu



030.13.010



Aisyahra Prasisca



030.13.011



Alanggia Latona Sidarta



030.13.013



Andreas Karta Paran



030.13.018



Annisa Kartikasari



030.13.021



Aristia Putri K.



030.13.027



Dinni Aulia Kartika



030.13.058



Dini Esfandiari



030.13.056



Eva Mardiana Dewi



030.13.222



PELATIHAN HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 19 - 27 NOVEMBER 2018 JAKARTA KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan laporan kunjungan perusahaan Walk Through Survey sebagaimana mestinya. Laporan Walk Through Survey disusun untuk melengkapi rangkaian kegiatan Pelatihan Hiperkes dan Keselamatan Kerja yang dilaksanakan pada periode 5 November - 7 Desember 2018. Laporan ini memaparkan mengenai Higiene Industri pada PT. Jakarta Cakratunggal Steel Mills. Dalam usaha penyelesaian laporan ini, kami banyak memperoleh bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu dalam kesempatan ini kami ingin menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan laporan ini. Kami menyadari bahwa di dalam penulisan ini masih banyak kekurangan oleh karena itu dengan segala kerendahan hati kami menerima semua saran dan kritikan yang membangun guna perbaikan kedepannya.



Jakarta,



November 2018



2



Penulis



3



DAFTAR ISI HALAMAN KATA PENGANTAR...............................................................................................i DAFTAR ISI............................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang...................................................................................1 1.2 Dasar Hukum .................................................................................... 2 1.3 Tujuan Kegiatan.................................................................................3 1.3.1 Tujuan umum.............................................................................3 1.3.2 Tujuan khusus............................................................................3 1.4 Profil Perusahaan...............................................................................3 1.4.1 Sejarah........................................................................................3 1.4.2 Alamat........................................................................................4 1.4.3 Visi dan misi..............................................................................4 1.4.4 Sektor perusahaan......................................................................5 1.4.5 Alur produksi.............................................................................5 1.4.6 Jam kerja....................................................................................5 1.4.7 Jumlah Karyawan.......................................................................5 1.4.8 Jaminan kesehatan.....................................................................5 1.4.9 Sistem management...................................................................6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................7 2.1 Higiene Industri.................................................................................7 2.2 Lingkungan Kerja..............................................................................8 2.3 Faktor Lingkungan Kerja...................................................................8 2.3.1 Faktor fisik.................................................................................8 2.3.2 Faktor kimia.............................................................................13 2.3.3 Faktor biologi...........................................................................18 2.3.3 Faktor ergonomi.......................................................................20 2.3.3 Faktor psikososial....................................................................21 2.4 Sanitasi dan Limbah......................................................................... 21 2.5 Pengolahan Limbah......................................................................... 23 2.6 Konsep Dasar Higiene Perusahaan.................................................. 24 2.7 Pengendalian Lingkungan Kerja dan Monitoring Lingkugan Kerja 26 BAB III HASIL PENGAMATAN........................................................................ 27 3.1 Faktor Fisik......................................................................................27 3.1.1 Pencahayaan.............................................................................27 3.1.2 Kebisingan...............................................................................27 3.1.3 Iklim dan suhu..........................................................................28 3.2 Faktor Kimia....................................................................................28 3.3 Faktor Biologi..................................................................................29 3.4 Sanitasi Lingkungan Industri........................................................... 29 3.5 Petugas Higiene Industri.................................................................. 30 3.6 Proses Pengolahan Limbah.............................................................. 30



4



BAB IV PEMECAHAN MASALAH.................................................................. 31 4.1 Bagian Pencahayaan ....................................................................... 31 4.2 Bagian Kebisingan........................................................................... 31 4.3 Bagian Bahan Kimia........................................................................32 4.6 Bagian Kebersihan Lingkungan.......................................................32 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................33 5.1 Kesimpulan.......................................................................................33 5.2 Saran................................................................................................34 BAB VI PENUTUP.............................................................................................36 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................37



5



BAB I PENDAHULUAN



1.1



Latar Belakang Saat ini Indonesia merupakan negara berkembang dengan banyaknya



industri dan teknologi proses produksi yang semakin maju. (1) Maka semakin meningkat pula bahan, produksi, intensitas, dan waktu kerja untuk para tenaga kerja. Hal ini dapat menimbulkan kelelahan, kurangnya perhatian, dan lain – lain sampai dapat menyebabkan kecelakaan. Keselamatan kesehatan kerja adalah bentuk upaya untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman, sehat dan sejahtera bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja serta bebas pencemaran lingkungan yang bertujuan agar produktivitas meningkat sesuai dengan UndangUndang No.1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja.(1) Oleh sebab itu keselamatan kerja diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut. Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan, dan proses pengelolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungan serta cara-cara melakukan pekerjaan.(2) Risiko keselamatan merupakan aspek-aspek dari lingkungan kerja yang dapat menyebabkan kebakaran, ketakutan aliran listrik, terpotong, luka memar, keseleo, patah tulang, kerugian alat tubuh, penglihatan dan pendengaran. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas. Kondisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) perusahaan di Indonesia termasuk rendah.(1) Angka kejadian kecelakaan kerja di Indonesia masih tinggi, pada tahun 2010 terjadi 86.693 kasus kecelakaan kerja, tahun 2009 terjadi 96.314 kasus kecelakaan kerja, tahun 2008 terjadi 92.823 kasus kecelakaan kerja, tahun 2007 terjadi 96.314 kasus kecelakaan kerja, tahun 2006 terjadi 96.624 kasus kecelakaan



kerja.(1)



Dengan



tingginya



angka



kecelakaan



yang



terjadi,



menunjukkan bahwa aspek keselamatan dan kesehatan kerja belum terlaksana secara maksimal, juga mencerminkan kesiapan daya saing perusahaan Indonesia



di dunia internasional masih rendah. Indonesia akan sulit menghadapi pasar global karena mengalami ketidakefisienan pemanfaatan tenaga kerja. Setiap tempat kerja mengandung potensi bahaya bagi tenaga kerja sehingga terjadi kemungkinan terjadi suatu keadaan darurat. Lingkungan kerja yang nyaman sangat dibutuhkan oleh pekerja untuk dapat bekerja secara optimal dan produktif.(1,2) Hygiene perusahaan adalah suatu upaya pemeliharaan lingkungan kerja (fisik, kimia, radiasi dan sebagainya) dan lingkungan perusahaan. (2) Upaya ini terutama dilakukan dalam hal pengamatan, pengumpulan data, merencanakan, dan melaksanakan pengawasan terhadap segala kemungkinan gangguan kesehatan tenaga kerja dan masyarakat di sekitar perusahaan. Dengan demikian, sasaran kegiatan perusahaan adalah lingkungan kerja dan lingkungan perusahaan. Penyehatan lingkungan kerja dan perusahaan merupakan upaya pencegahan timbulnya penyakit akibat kerja dan pencemaran lingkungan proses produksi perusahaan. Sedangkan menurut Sumamur, hygiene perusahaan adalah spesialisasi dalam ilmu hygiene beserta praktiknya dengan mengadakan penilaian kepada faktor-faktor penyebab penyakit kualitatif dan kuantitatif dalam lingkungan kerja dan perusahaan melalui pengukuran yang hasilnya dipergunakan untuk dasar tindakan korektif kepada lingkungan tersebut, serta apabila diperlukan berupa tindakan pencegahan agar pekerja dan masyarakat sekitar perusahaan terhindar dari bahaya akibat kerja, serta diharapkan dapat mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.(2) Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan pengkajian terhadap faktor-faktor potensi bahaya yang mempengaruhi di PT. Jakarta Cakratunggal Steel Mills mengenai permasalahan yang ditimbulkan serta usaha-usaha yang diperlukan untuk mengatasi permasalahan tersebut. 1.2



Dasar Hukum Beberapa peraturan perundang-undangan yang terkait dengan higiene



industri antara lain sebagai berikut: 1) UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja; 2) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan; 3) UU No. 23 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup;



4) UU No. 3 Tahun 1969 tentang Persetujuan Konvensi ILO No. 120 Mengetahui Higiene dalam Perniagaan dan Kantor-kantor; 5) PP No. 51 tahun 1993 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan; 6) Peraturan Menteri Tenaga kerja (Permenaker) No.5 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja 7) Keputusan Menteri Tenaga Kerja (Kepmennaker) RI No. 187/MEN/1999 tentang Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya; 8) Keputusan kepala Bapedal No. 1 tahun 1995 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis



Penyimpanan



Dan Pengumpulan



Limbah



Bahan



Berbahaya dan Beracun. 1.3



Tujuan Kegiatan



1.3.1



Tujuan Umum Kunjungan



perusahaan



ini



diharapkan



agar



dapat



meningkatkan



kompetensi tenaga medis ataupun paramedis berkenaan dengan hiperkes dan keselamatan kerja, terutama dalam hal higiene industri. 1.3.2



Tujuan Khusus Kunjungan perusahaan ini lebih difokuskan untuk:



1) Mengidentifikasi potensi bahaya faktor fisika, kimia, dan biologis di PT. Jakarta Cakratunggal Steel Mills. 2) Mengetahui sanitasi lingkungan industri di PT. Jakarta Cakratunggal Steel Mills. 3) Mengetahui pengolahan limbah di PT. Jakarta Cakratunggal Steel Mills. 1.4 1.4.1



Profil Perusahaan Sejarah PT. Jakarta Cakratunggal Steel Mills adalah salah satu perusahaan



pengolahan baja nasional yang memproduksi baja tulangan beton atau yang lebih dikenal masyarakat dengan istilah Besi Beton. Perusahaan ini didirikan pada tahun 1989 di atas lahan seluas 14.8 ha, berlokasi di Jl. Raya Bekasi Km. 21-22 Pulogadung Jakarta, dan mulai beroperasi pada Juni 1992. Sejak memulai kegiatan operasi sampai sekarang, PT. JCSM telah berhasil menembus pasar domestic dan internasional. PT. JCSM memiliki komitmen untuk menciptakan produk besi beton kualitas tinggi inisial “CS” sesuai spesifikasi yang ditetapkan



oleh Badan Standar Nasional Indonesia dan juga standar internasional seperti ASTM, JIS dan BS. Dalam mendukung komitmen tersebut, PT. JCSM telah menerapkan Sistim Manajemen Mutu ISO 9001 yang disertifikasi sejak 1995, dan dalam kontribusinya terhadap penyusunan Standar SNI untuk produk Besi Beton dan keikut sertaan secara konsisten melakukan edukasi bagi masyarakat konsumen untuk ikut peduli terhadap pemilihan bahan-bahan berkualitas dan memenuhi standar, PT. JCSM mendapatkan penghargaan “SNI Award” pada tahun 2008. Menyusul pada saat ini PT. JCSM sedang menggarap untuk pencapaian “Green Steel Manufacturer” dengan menerapkan Sistim Quality, Health, Safety and Environment secara ter integrasi. Melalui pengembangan-pengembangan terakhir yang dilakukan oleh PT. JCSM, inovasi-inovasi terkait perkembangan tehnologi terus diaplikasikan guna mendukung kebutuhan serta kepuasan pelanggan. 1.4.2 Alamat Jl. Raya Bekasi Km. 21-22 Pulogadung Jakarta Timur 13920-Indonesia. 1.4.3 -



Visi dan Misi Visi: Menjadikan PT Jakarta Cakratunggal Steel Mills sebagai salah satu produsen baja yang terkemuka di Indonesia.



-



Misi: 1. Menjadikan CS sebagai Quality Leader untuk produk Besi Beton. 2. Menjadikan CS sebagai Price Leader untuk produk Besi Beton di Indonesia. 3. Menjadikan CS sebagai Supplier Besi Beton yang terlengkap dalam memenuhi kebutuhan pasar.



1.4.4



Sektor Usaha Pengolahan dan produksi baja



1.4.5



Alur Produksi



1.4.6



Jam Kerja Jam pekerjaan karyawan terdiri dari 3 shift a. Shift 1: 07.00 – 15.00 WIB b. Shift 2: 15.00 – 23.00 WIB c. Shift 3: 23.00 – 07.00 WIB



1.4.7



Jumlah Karyawan - Karyawan tetap: 730 orang



1.4.8



Jaminan Kesehatan dan keselamatan Jaminan kesehatan dan keselamatan di PT Jakarta Cakratunggal Steel



Mills menggunakan asuransi BPJS Ketenagakerjaan, BPJS Kesehatan, dan CAR.



1.4.9



Sistem Management - ISO 9001 (2015) - ISO 14001 (2015) - OHSAS 18001 (2007)



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1



Higiene Industri Higiene industri adalah ilmu dan seni yang mencurahkan perhatian pada



pengenalan, evaluasi dan kontrol faktor lingkungan dan stress yang muncul di tempat kerja yang mungkin menyebabkan kesakitan, gangguan kesehatan dan kesejahteraan atau menimbulkan ketidaknyamanan pada tenaga kerja maupun lingkungan dengan upaya pemeliharaan lingkungan kerja (fisik, kimia, radiasi dan sebagainya) dan lingkungan perusahaan. Dengan demikian sasaran kegiatan perusahaan adalah lingkungan kerja serta lingkungan perusahaan. (2) Penyehatan lingkungan kerja dan perusahaan merupakan upaya pencegahan timbulnya penyakit akibat kerja dan pencemaran lingkungan proses produksi perusahaan. Pada dasarnya, higiene perusahaan merupakan upaya preventif dalam usaha mengurangi risiko terjadinya masalah K3 di sektor industri, dengan fokus pendekatan Antisipasi, Rekognisi, Evaluasi, dan Pengendalian (AREP) bahaya potensi yang diakibatkan oleh lingkungan kerja yang timbul di/dari tempat kerja.(3) Dokter perusahaan adalah dokter yang ditunjuk oleh perusahaan atau yang bekerja di perusahaan yang bertanggung jawab terhadap higiene perusahaan serta kesehatan dan keselamatan kerja yang telah memiliki sertifikat pelatihan terkait sesuai Permenakertrans No. PER. 01/MEN/1976, sehingga dokter perusahaan dituntut untuk memiliki pengetahuan tentang ilmu higiene industri, mampu mengenali serta memberi rekomendasi yang tepat kepada manajemen perusahaan untuk menghindari atau menekan kecelakaan atau penyakit akibat kerja.(2,3)



Gambar 1. Lambang-lambang K3



2.2



Lingkungan Kerja Lingkungan kerja adalah lingkungan tempat berlangsungnya proses



produksi yang mengandung berbagai sumber bahaya dan mengancam keselamatan dan kesehatan pekerjanya. Dalam Undang-undang (UU) no.1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja adalah agar dilakukannya pencegahan dan pengendalian suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara, dan getaran. Secara luas, UU ini mengamanahkan agar dilakukannya pencegahan dan pengendalian Penyakit Akibat Kerja (PAK). (2) Dalam lingkungan kerja selain didalamnya terjadi proses produksi, terdapat pula bahaya-bahaya yang muncul bersamaan dengan berjalannya proses produksi tersebut. Bahaya yang muncul dibagi menjadi Bahaya Fisik, Bahaya Kimia, Bahaya Biologi, Bahaya Ergonomis dan Bahaya Psikososial.(2) 2.3



Faktor Lingkungan Kerja Berdasarkan dengan Permenakertrans No. PER. 01/MEN/1976, seorang



dokter perusahaan dituntut untuk memiliki pengetahuan tentang ilmu higiene industri. Faktor-faktor sumber bahaya yang dapat diidentifikasi dalam lingkup higiene industri adalah faktor fisik, faktor kimia, dan faktor biologi, faktor fisiologi/ergonomi, dan faktor psikologi.(2) Dalam tulisan ini, akan dibahas terutama pada faktor fisik, faktor biologi, dan faktor kimia. 2.3.1 Faktor Fisik (Physical Hazard) 1) Bising Kebisingan diartikan sebagai suara yang tidak dikehendaki, misalnya yang merintangi terdengarnya suara-suara, musik dan sebagainya atau yang menyebabkan rasa sakit atau yang menghalangi gaya hidup.(2,4) Adapun beberapa jenis kebisingan, meliputi: - Kebisingan terus-menerus: dihasilkan oleh mesin-mesin yang berputar - Kebisingan terputus-putus: seperti suara pesawat terbang di udara - Kebisingan menghentak : seperti suara dentuman meriam, bom meledak Kebisingan yang dapat diterima oleh tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak



melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu, yaitu 85 dB (A) (Permenaker No. 5/MEN/X/2018).(5) Agar



kebisingan



tidak



mengganggu



kesehatan



atau



membahayakan, perlu diambil tindakan seperti penggunaan peredam pada sumber bising, penyekatan, pemindahan, pemeliharaan, penanaman pohon, pembuatan bukit buatan ataupun pengaturan tata letak ruang dan penggunaan alat pelindung diri sehingga kebisingan tidak mengganggu kesehatan atau membahayakan. Pengaruh utama dari kebisingan pada kesehatan adalah kerusakan pada indera pendengaran, yang menyebabkan ketulian progresif.(5) Mula-mula efek kebisingan pada pendengaran adalah sementara dan pemulihan terjadi secara cepat sesudah dihentikan kerja ditempat yang bising. Tetapi kerja terus menerus ditempat bising berakibat kehilangan daya dengar yang menetap dan tidak pulih kembali. Biasanya dimulai pada frekuensi sekitar 4000 Hz dan kemudian meluas pada frekuensi sekitarnya dan akhirnya mengenai frekuensi yang digunakan untuk percakapan.(5)



Gambar 2. Lambang bahaya bising 2) Getaran(2,6) Getaran adalah gerakan yang teratur dari benda atau media dengan arah bolak-balik dari kedudukan keseimbangan. Getaran terjadi saat mesin atau alat dijalankan dengan motor sehingga pengaruhnya bersifat mekanis. Terpaparnya pekerja terhadap getaran dapat mengakibatkan pengaruh negatif pada tubuh manusia baik bersifat mekanik, biologik, fisik dan psikis. Dampak getaran terhadap tubuh manusia sangat tergantung pada jenis getaran. Jenis getaran yang terjadi sebagai faktor fisika: -



Getaran seluruh tubuh: Mempunyai frekuensi 1 - 80 Hz



-



Vibrasi segmental: Dapat memapari tubuh pekerja seperti lengan dan tangan. Getaran ini mempunyai frekuensi 5 - 1500 Hz.



Gambar 3. Lambang bahaya getar 3) Iklim dan Suhu Iklim kerja adalah suatu kondisi kerja yang merupakan perpaduan antara suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan udara dan suhu radiasi. Kombinasi keempat faktor tersebut dihubungkan dengan produksi panas oleh tubuh disebut tekanan panas. Suhu udara diukur dengan thermometer. Kelembaban udara diukur dengan menggunakaan hygrometer.(6) Sedangkan suhu dan kelembaban udara dapat diukur bersama-sama dengan menggunakan psychrometer. Suhu basah adalah suhu yang ditunjukkan oleh suatu thermometer yang berbola basah (reservoir dibungkus kain basah).(6) Kecepatan gerakan udara yang besar dapat diukur dengan suatu anemometer, sedangkan kecepatan udara yang rendah diukur dengan Kata Thermometer. Suhu radiasi diukur dengan globe Thermometer. Suhu yang baik bagi orang-orang Indonesia adalah sekitar 24 26 oC. Suhu dingin mengurangi efisiensi atau kurangnya koordinasi otot dan suhu panas dapat menimbulkan ketidaknyamanan bekerja dan gangguan kesehatan.(6)



Gambar 4. Lambang bahaya suhu 4) Pencahayaan(2,7)



Pekerjaan memerlukan upaya penglihatan. Pencahayaan yang kurang memadai dapat merupakan beban tambahan bagi tenaga kerja. Dengan demikian dapat menimbulkan gangguan kerja, produktivitas menurun serta pada akhirnya dapat memberikan pengaruh terhadap kesehatan dan keselamatan kerja. Sifat-sifat pencahayaan yang baik meliputi: -



Pembagian iluminasi pada lapangan penglihatan Pencegahan kesilauan Arah sinar Warna Panas penerangan terhadap keadaan lingkungan Berdasarkan PMP No. 7 tahun 1964 mengenai pencahayaan, yaitu:



Pasal 10 1. Jarak antara gedung atau bangunan-bangunan lainnya harus sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu masuknya cahaya ke tempat kerja. 2. Setiap tempat kerja harus mendapat penerangan yang cukup untuk melakukan pekerjaan. Pasal 11 1.



Jendela-jendela, lobang-lobang atau dinding gelas yang dimaksudkan untuk memasukkan cahaaya harus selalu bersih dan luas seluruhnya harus 1/6



dari pada luas lantai ternpat kerja. 2. Dalam hal yang memaksa luas yang dimaksud dalam ayat (1) dapat 3.



dikurangkan sampai paling sedikit 1/10 x luas lantai. Jendela-jendela, lobang-lobang atau dinding gelas harus dibuat



4.



sedemikian rupa, sehingga memberikan penyebaran cahaya yang merata. Bila ada penyinaran matahari langsung menimpa para pekerja, maka



harus diadakan tindakan- tindakan untuk menghalang-halanginya 5. Apabila jendela hanya satu-satunya jalan cahaya matahari, maka jarak 6.



antara jendela dan lantai tidak boleh melebihi 1,2 meter. Jendela ditempatkan sedemikian rupa sehingga memungkinkan cahaya siang mencapai dinding tempat kerja di seberang.



Pasal 12 1.



Di dalam hal cahaya matahari tidak mencukupi atau tidak dapat dipergunakan harus diadakan penerangan dengan jalan lain sebagai tambahan atau pengganti cahaya matahari.



2.



Untuk pekerjaan.yang dilakukan pada malam hari harus



3.



diadakan penerangan buatan yang aman dan cukup intensitetnya. Penerangan dengan jalan lain itu tidak boleh menyebabkan



panas yang berlebih-lebihan atau merusak susunan udara. 4. Apabila penerangan buatan menyebabkan kenaikan suhu dalam tempat keria maka suhu itu tidak boleh naik melebihi 32 Celcius. Dalam hal itu harus dilakukan tindakantindakan lain untuk mengurangi pengaruh kenaikan suhu tersebut (peredaran angin, dll). 5. Sumber penerangan yang menimbulkan asap atau gas sisa sedapat mungkin dihindarkan dari semua tempat kerja. Sumber penerangan semacam ini hanya dipergunakan dalam keadaan darurat. 7. Sumber cahaya yang dipergunakan harus menghasilkan kadar penerangan yang tetap dan menyebar serata mungkin dan tidak boleh 8.



berkedip-kedip. Sumber cahaya yang dipergunakan tidak boleh menyebabkan sinar



9.



yang menyilaukan atau bayangan atau contrast yang mengganggu pekerjaan. Apabila bahan dan alat dipergunakan menyebabkan sinar yang menyilaukan atau berkedip-kedip, maka harus diadakan tindakan-tindakan untuk melenyapkan sinar yang mengganggu tersebut atau mengurangkan pengaruhnya terhadap mata. Beberapa hal yang dapat menurunkan intensitas penerangan meliputi:



-



Adanya debu atau kotoran pada bola lampu; Bola lampu yang sudah lama; Kotornya kaca jendela, untuk penerangan alami; Perubahan letak barang-barang.



2.3.2



Faktor Kimia (Chemical Hazard)(2,8) Faktor kimia merupakan salah satu sumber bahaya potensial bagi pekerja.



Bahan kimia yang didefinisikan sebagai unsur kimia, senyawa, dan campurannya yang bersifat alami maupun buatan (sintetis) selalu terdapat di setiap proses industri. Paparan terhadap zat-zat kimia tertentu di tempat kerja dapat mengakibatkan gangguan kesehatan, baik dalam jangka waktu pendek maupun



panjang. Untuk memahami faktor kimia di tempat kerja, seorang ahli K3 harus memiliki pengetahuan tentang efek toksik dan sifat dari suatu zat kimia. Identifikasi zat kimia berbahaya dapat dilakukan dengan melihat pelabelan bahan kimia dan Material Safety Data Sheet (MSDS). Dari pelabelan bahan kimia dan MSDS, Ahli K3 harus memberikan promosi kesehatan dan preventif pencegahan PAK (penyakit akibat kerja).



Gambar 6. Lambang bahaya kimia 1) Klasifikasi (berdasarkan bentuknya): a. Partikulat, yaitu setiap sistem titik-titik cairan atau debu yang mendispersi di udara yang mempunyai ukuran demikian lembutnya sehingga kecepatan jatuhnya mempunyai stabilitas cukup sebagai suspensi di udara. Bentuk ini memiliki ukuran 0,02-500 µm. Variasi bentuk partikulat di antaranya sebagai berikut:  Debu: merupakan suspensi partikel benda padat di udara. Butiran debu ini dihasilkan oleh pekerjaan mekanisasi, seperti pekerjaan yang berkaitan dengan gerinda, pemboran, pemecahan, dan penghancuran material padat. Ukuran debu dapat bervariasi mulai dari yang dapat terlihat dengan mata telanjang (50µm) sampai dengan yang tidak terlihat. Partikel debu yang berukuran kurang dari 10µm dapat membahayakan kesehatan karena dapat terhirup dan masuk ke dalam



paru-paru, dan yang berukuran 0,5 - 4 µm dapat terdeposit pada alveolus paru, seperti debu kapas, silika, dan asbes.



Gambar 7. Pekerja risiko terpapar debu asbes  Fume: adalah partikel-partikel benda padat hasil kondensasi bahanbahan dari bentuk uap, biasanya terjadi setelah penguapan dari logam cair. Uap dari logam cair terkondensasi menjadi partikel-partikel padat di dalam ruangan logam cair tersebut, misalnya pada pekerjaan penyolderan, pengelasan, atau peleburan logam. Contoh: metal fume pada peleburan logam seperti ZnO dan PbO.



Gambar 8. Pekerja dengan paparan fume  Kabut (fog): adalah sebaran partikel-partikel cair di udara sebagai hasil proses kondensasi dari bentuk uap atau gas melalui proses electroplanting dan penyemprotan di mana cairan tersebar, terpercik atau menjadi busa partikel buih yang sangat kecil. Contoh: kabut minyak yang dihasilkan selama operasi memotong dan gerinda.  Asap (smoke): adalah partikel-partikel karbon yang mempunyai ukuran kurang dari 0,5 µm dan bercampur dengan senyawa hidrokarbon



sebagai hasil pembakaran tidak sempurna dari bahan bakar, seperti hasil pembakaran batubara.  Smog: adalah bentuk suspense antara smoke dan fog bersama di udara. Smog terdapat pada pekerjaan pembuihan.



Gambar 9. Ukuran partikulatat dan deposit dalam saluran napas b. Non Partikulat Variasi bentuk partikulat di antaranya sebagai berikut:  Gas adalah molekul dalam udara yang menempati ruang yang tertutup dan dapat diubah menjadi cairan atau keadaan padat dengan pengaruh dari gabungan kenaikan tekanan dan pengurangan suhu. Gas dapat berdifusi dengan cara menjalar atau menyebar. Contoh: bahan seperti oksigen, nitrogen, atau karbon dioksida dalam bentuk gas pada suhu dan tekanan normal, dapat diubah bentuknya hanya dengan kombinasi penurunan suhu dan penambahan tekanan.  Uap adalah bentuk gas dari suatu bahan yang dalam keadaan normal berbentuk padat atau cairan pada suhu dan tekanan ruang. Uap dapat dirubah kembali menjadi padat atau cair dengan menambah tekanan atau menurunkan suhu. Bahan-bahan yang memiliki titik didih yang rendah lebih mudah menguap dari pada yang memiliki titik didih yang tinggi. Contoh bentuk uap adalah uap air, uap minyak, uap merkuri, uap toluen. 2) Pengaruh Fisiologis dan Patologis Bahan Kimia



a. Bahan kimia iritatif adalah bahan kimia yang dapat menyebabkan iritasi atau menimbulkan bahaya apabila tubuh kontak dengan bahan kimia. Bagian tubuh yang terkena biasanya kulit, mata, dan saluran pernapasan. - Iritasi melalui kulit  apabila terjadi kontak antara bahan kimia tertentu dengan kulit, bahan itu akan merusak lapisan yang berfungsi sebagai pelindung. Keadaan ini disebut dermatitis (peradangan kulit). - Iritasi melalui mata  kontak yang terjadi antara bahan-bahan kimia dengan mata bisa menyebabkan rusaknya mulai yang ringan sampai kerusakan permanen. - Iritasi saluran pernapasan  oleh karena bahan-bahan kimia berupa bercak-bercak cair, gas atau uap akan menimbulkan rasa terbakar apabila terkena pada daerah saluran pernapasan bagian atas (hidung dan kerongkongan). b. Bahan kimia bersifat asfiksian merupakan bahan kimia yang dapat menyebabkan asfiksia, yaitu keadaan sesak napas dihubungkan dengan gangguan proses oksigensi dalam jaringan tubuh, sehingga seperti tercekik dan menyebabkan kematian. Terdapat dua jenis asfiksia, yaitu: - Simple asphyxiation (sesak napas yang sederhana) karena ini berhubungan dengan kadar oksigen di udara yang digantikan dan didominasi oleh gas seperti nitrogen, karbon dioksida, ethana, hidrogen -



atau



helium



yang



kadar



tertentu



mempengaruhi



kelangsungan hidup. Chemical asphyxiation (sesak napas karena bahan-bahan kimia). Pada situasi ini, bahan-bahan kimia langsung dapat mempengaruhi dan mengganggu kemampuan tubuh untuk mengangkut dan menggunakan zat asam, sebagai contoh adalah karbon monoksida,



nitrogen, propan, argon, dan metana. c. Bahan kimia bersifat zat pembius dapat menghilangkan kesadaran dan mati rasa. Paparan terhadap konsentrasi yang relatif tinggi dari bahan kimia tertentu seperti ethyl dan prophyl alcohol (aliphatic alcohol), dan methylethyl keton (aliphatic keton), acetylene hydrocarbon ethyl dan isoprophyl ether, dapat menekan susunan saraf pusat. d. Bahan kimia beracun/toksin merupakan bahan kimia yang dalam konsentrasi relatif sedikit dapat mempengaruhi kesehatan manusia atau



bahkan menyebabkan kematian. Manusia memiliki sistem yang kompleks. Keracunan sistemik dihubungkan dengan reaksi dari salah satu sistem atau lebih dari tubuh terhadap bahan-bahan kimia yang mana reaksi ini merugikan dan dapat menyebar ke seluruh tubuh. Contoh bahan kimia toksin antara lain pestisida, benzene, dan sianida. e. Bahan kimia karsinogenik. Paparan bakan-bahan kimia tertentu bisa menyebabkan pertumbuhan sel-sel yang tidak terkendali, menimbulkan tumor (benjolan-benjolan) yang bersifat karsinogen. Tumor tersebut mungkin baru muncul setelah beberapa tahun bervariasi antara 4 tahun sampai 40 tahun. Bahan kimia seperti arsenik, asbestos, kromium, nikel dapat menyebabkan kanker paru. f. Bahan kimia fibrotik merupakan bahan kimia yang bila masuk ke dalam tubuh dapat menyebabkan terbentuknya jaringan fibrotik, seperti pneumokoniosis. Pneumokoniosis adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh mengendapnya partikel-partikel debu halus daerah pertukaran gas dalam paru-paru dan adanya reaksi dari jaringan paru dan membentuk jaringan fibrotik. Contoh bahan yang menyebabkan pneumokoniosis adalah crystalline silica, asbestos, talc, batubara dan beryllium. 3) Pengukuran Untuk mengetahui kondisi real tentang kadar kontaminan kimiawi di tempat kerja, maka perlu dilakukan pengukuran/pengujian terhadap faktor kimia yang memapari tempat tersebut dengan cara pengambilan sample yang selanjutnya akan dianalisis. Dalam melakukan pengukuran pada lingkungan kerja diperlukan pengambilan sampel yang dapat dilakukan secara terus menerus dalam kurun waktu tertentu yang pada prinsipnya harus representatif dalam 8 jam kerja. Metode yang digunakan antara lain Standar Nasional Indonesia (SNI), NIOSH, AIHA, dan lain-lain. Beberapa instrument analisis yang digunakan dalam pengujian faktor kimia adalah AAS untuk analisis kadar logam, GC untuk kadar hidrokarbon, spectrophotometer UV/Vis untuk analisis gas organik, dan X-Ray defractometer.



2.3.3



Faktor Biologi Bahaya faktor biologi atau biological hazard (biohazard) didefinisikan



sebagai agen infeksius atau produk yang dihasilkan agen tersebut yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia.(4) Sedangkan agen faktor biologi atau biological agent didefinisikan sebagai mikroorganisme, kultur sel, atau endoparasit manusia, termasuk yang sudah dimodifikasi secara genetic, yang dapat menyebabkan infeksi, reaksi alergi, atau menyebabkan bahaya dalam bentuk lain yang mengganggu kesehatan manusia. Dasar hukum faktor biologis yang mempengaruhi lingkungan kerja adalah Kepres No. 22/1993 tentang penyakit yang timbul karena hubungan kerja (point) penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit yang didapat dalam suatu pekerjaan yang memiliki resiko kontaminan khusus.(6) Biohazard dapat berefek pada manusia melalui kontak langsung dengan biological agent (seperti gigitan ular berbisa) atau lewat penularan melalui agen perantara. Beberapa penyakit seperti Toxoplasmosis dapat ditularkan secara langsung dan tidak langsung.(6) Berdasarkan prosesnya, transmisi dari biohazard dapat dibedakan menjadi: 1. Langsung: infeksi terjadi akibat kontak fisik dengan orang yang terinfeksi 2. Tidak langsung: infeksi terjadi akibat kontak dengan bahan atau benda yang terkontaminasi (e.g. permukaan, makanan, udara) Hubungan biohazard dengan pekerjaan(9) Para pekerja dapat mengalami kontak dengan biohazard dalam beberapa macam keadaan: 1. Intrinsik pada pekerjaan tertentu; e.g. pekerja konstruksi pada fasilitas pengolahan limbah beresiko terpapar infeksi bakteri) 2. Insidental pada saat bekerja (bukan bagian dari aktivitas pekerjaan); e.g. pekerja yang menderita penyakit akibat mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi.



3. Terjadi pada bagian tertentu dari pekerjaan; e.g. pekerja yang berpergian dari atau ke tempat endemic penyakit tertentu 4. Tidak spesifik untuk pekerjaan; e.g. bakteri Legionella dapat tersebar dengan mudah di air dan tanah sehingga dapat menginfeksi beberapa macam pekerjaan, seperti petugas maintenance sistem pengairan dan pekerja kantoran dengan air-conditioner. Tipe pekerjaan yang berisiko tinggi terpapar biohazard: 1. Pekerja lapangan (outdoor) 2. Pekerja yang pekerjaannya berhubungan dengan hewan 3. Pekerja yang terpapar darah atau cairan tubuh manusia 4. Pekerja yang bekerja di lingkungan kerja tertentu



Gambar 11. Pekerja labortorium dengan safety lengkap 2.3.4



Bahaya Ergonomis (Ergonomic Hazard)(5,9) Ergonomi berfungsi untuk menyerasikan alat, cara, proses dan



lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan manusia untuk terwujudnya kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan tercapai efisiensi yang setinggi-tingginya. Pendekatan ergonomi bersifat konseptual dan kuratif, secara populer kedua pendekatan tersebut dikenal sebagai “to fit the Job to the Man and to fit the Man to the Job”. Adapun beberapa posisi yang penting untuk penerapan ergonomi di tempat kerja adalah sebagai berikut: a) Posisi berdiri: ukuran tubuh yang penting adalah tinggi badan berdiri, tinggi bahu,



Gambar 12. Berbagai posisi berdiri yang baik



Gambar 13. Posisi berdiri yang baik b) Posisi duduk: ukuran tubuh yang penting adalah tinggi duduk, panjang lengan atas, panjang lengan bawah dan tangan, jarak lekuk lutut dan garis punggung, serta jarak lekuk lutut dan telapak kaki.



Gambar 14. Posisi duduk yang ergonomis 2.3.5



Bahaya Psikososial(9) Perasaan aman, nyaman dan sejahtera dalam bekerja yang didapatkan oleh



pekerja. Hal ini dapat terjadi karena lingkungan kerja (cahaya, ventilasi, posisi kerja) yang tidak menimbulkan stres pada pekerja. 2.4



Sanitasi dan Limbah Sanitasi adalah usaha yang dilakukan untuk memelihara, meningkatkan



kebersihan dan kesehatan lingkungan industri termasuk cara-cara pengendalian dan pemeliharaan faktor-faktor lingkungan kerja serta pengendalian terhadap penyebaran penyakit menular, sehingga aktivitas produksi diharapkan tidak memberikan dampak negatif terhadap tenaga kerja, lingkungan kerja serta masayarakat sekitarnya. Ruang lingkup sanitasi industri meliputi kebersihan lingkungan kerja, pengendalian penyakit menular, penyediaan air bersih, penyediaan sarana kebersihan perseorangan yaitu kamar mandi, kamar ganti, tempat pembuangan sampah, ruang makan, kantin perusahaan serta ketatarumah tanggaan.(10) Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungannya karena tidak mempunyai nilai ekonomi. Limbah industri yang mengandung bahan polutan yang memiliki sifat racun dan



berbahaya dikenal dengan limbah B3, yang dinyatakan sebagai bahan yang dalam jumlah relatif sedikit tetapi berpotensi untuk mencemari dan merusak lingkungan hidup dan sumber daya.(10) Menurut Peraturan Pemerintah No 18 tahun 1999, limbah bahan berbahaya dan beracun adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun yang karena sifat dan atau konsentrasinya, dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia, serta makhluk hidup lainnya.(11) Menurut Peraturan Pemerintah No 18 tahun 1999, limbah bahan berbahaya dan beracun adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun yang karena sifat dan atau konsentrasinya, dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia, serta makhluk hidup lainnya. Prinsip dasar sanitasi terdiri dari(12): -



Sanitasi adalah serangkaian proses yang dilakukan untuk menjaga kebersihan Sanitasi ini merupakan hal penting yang harus dimiliki oleh industri dalam



-



menerapkan Good Manufacturing Practices (GMP) Sanitasi dilakukan sebagai usaha mencegah penyakit pada tenaga kerja dan



-



lingkungan sekitar perusahaan Manfaat yang diperoleh bagi konsumen bila industri pangan adalah konsumen



-



terhindar dari penyakit atau kecelakaan karena keracunan makanan Manfaat yang diperoleh bagi produsen adalah produsen dapat meningkatkan mutu dan umur simpan produk, mengurangi komplain dari konsumen,



-



mengurangi biaya recall Praktik sanitasi meliputi pembersihan, pengelolaan limbah, dan hygiene pekerja yang terlibat



2.5 -



Pengolahan Limbah Pengolahan limbah merupakan rangkaian kegiatan yang mencakup(9,10): Reduksi, adalah suatu kegiatan pada penghasil untuk mengurangi jumlah dan mengurangi sifat bahaya dan racun limbah B3.



-



Penyimpanan, adalah kegiatan menyimpan limbah B3 yang dilakuakn oleh penghasil dan atau pengumpul dan atau pemanfaat dan atau pengolah dan atau



-



penimbun limbah B3 dengan maksud menyimpan sementara. Pengumpulan, adalah kegiatan mengumpulkan limbah B3, dengan maksud menyimpan sementara sebelum diserahkan kepada pemanfaat dan atau



-



pengolah limbah dan atau penimbun limbah. Pengangkutan, adalah kegiatan pemindahan limbah dari penghasil atau



-



pengumpul ke pemanfaat atau pengolah limbah. Pemanfaatan, adalah kegiatan perolehan kembaki atau penggunaan kembali untuk mengubah limbah B3 menjadi suatu produk yang dapat digunakan dan



-



harus aman bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Pengolahan, proses untuk mengubah karakteristik dan komposisi limbah untuk



menghilangkan dan mengurangi sifat bahaya atau racun. Secara umum, pengolahan limbah industri dilakukan melalui 3 proses, yaitu(10,11): 1) Proses pengolahan secara fisika: - Sedimentasi, yaitu pemisahan bahan padat dari cairan secara gravitasi. - Flotasi, yaitu memisahkan partikel dengan densitasnya, menggunakan -



aliran udara yang dimasukkan kedalam sistem. Separasi minyak-air, yaitu dengan memisahkan bagian terbesar minyak dari aliran limbah dengan menggunakan prinsip dasar perbedaan spesifitas



gravities anatara air dan minyak yang dibuang. 2) Proses pengolahan secara kimiawi: - Koagulasi-presipitasi, yaitu pencampuran bahan kimia secara merata -



menjadi gumpalan-gumpalan yang cukup besar. Netralisasi, yaitu proses menurunkan sifat asam atau basa dalam air.



3) Proses pengolahan secara biologi: - Aerobic suspended growth process, yaitu memasukkan air limbah ke dalam reaktor concrete steel earthen tank dengan aliran konsentrasi yang -



sangat tinggi. Aerobic attached



-



dimasukkan kedalam beberapa media. Aerobic lagoons (kolam stabilisasi), yaitu kolam tanah yang luas dan



growth



process,



yaitu



proses



mikroorganisme



dangkal untuk mengolah air limbah dengan menggunakan proses alami dengan melibatkan ganggang dan bakteri.



-



Anaerobic lagoons, yaitu air limbah mentah bercampur dengan massa mikrobial aktif dalam lapisan sludge.



2.6



Konsep Dasar Higiene Perusahaan Higiene perusahaan adalah usaha di bidang kesehatan masyarakat yang



mempelajari pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia, upaya mencegah timbulnya penyakit serta membuat kondisi lingkungan sedemikian rupa, sehingga terjamin pemeliharaan kesehatannya (upaya melindungi), memelihara, dan mempertinggi derajat kesehatan manusia. Prinsip dasar penerapan di perusahaan ada tiga, yaitu:(12,13) 1. Pengenalan adalah untuk mengetahui faktor-faktor lingkungan kerja atau potensi bahaya dalam suatu industri yang berpengaruh buruk terhadap kesehatan tenaga kerja. Manfaat: - Mengetahui secara kualitatif bahwa dalam suatu tahap dari proses produksi -



timbul faktor yang secara potensial dapat membahayakan tenaga kerja. Apabila diperlukan pengukuran, dapat secara tepat dan cepat diketahui lokasi dimana faktor bahaya tersebut serta alat dan metode apa yang



-



dipakai. Mengetahui secara kuantitatif bahwa sejumlah tenaga kerja terpapar pada



faktor bahaya tersebut. 2. Penilaian adalah mengetahui tingkat dari suatu faktor bahaya lingkungan yang timbul



dengan



cara



pengukuran,



pengambilan



sampel



dan



analisa



laboratorium. Manfaat: - Sebagai sumber dasar untuk menyatakan bahwa lingkungan kerja sudah -



memenuhi syarat atau belum. Merupakan dasar untuk membantu mengkorelasikan kasus kecelakaan dan



-



penyakit dengan kondisi lingkungan. Merupakan dasar untuk perencanaan alat-alat pengendalian. Sebagai dokumen untuk inspeksi sesuai dengan UU yang berlaku. Mencetak apakah sistim pengendalian terhadap bahaya berfungsi dengan



baik. 3. Pengendalian adalah sebagai penerapan metode teknis tertentu untuk menurunkan tingkat faktor bahaya lingkungan sampai batas yang masih dapat ditolerir. Ada 3 macam cara pengendalian, yaitu: - Pengendalian teknis - Pengedalian administratif



-



Alat Pelindung Diri Pengenalan lingkungan kerja, semua tahap tahap kegiatan proses



pelaksanaan pekerjaan atau proses produksi (bahan/material, proses kegiatan dan aktivitas



kerja).



Tujuannya



untuk



mengetahui



secara



kualitatif



dari



tahapan/rangkaian kegiatan yang secara potensial dapat membahayakan. Terdapat dua tipe keadaan bahaya, yaitu bahaya bagi keselamatan dan bahaya bagi kesehatan. Faktor bahaya yang telah dikenali secara kualitatif perlu dinilai secara kuantitatif dengan cara pengukuran, proses perlindungan secara tehnik dan adminitrasi. Sehingga mengetahui tingkat bahaya atau kadar faktor bahaya di lingkungan kerja, dan sebagai tolak ukur dalam penilaian lingkungan kerja adalah NAB (nilai ambang batas). Manfaatnya adalah: (11) 1. Sebagai dasar untuk mendeteksi kondisi lingkungan kerja berada dalam keadaan yang secarapotensial membahayakan atau tidak. 2. Sebagai data dasar untuk merencanakan alat atau metode pencegahan dan penanggulangan faktor bahaya lingkungan. 3. Sebagai kelengkapan untuk mengkorelasikan sesuatu kasus atau keluhan dengan pemaparan terhadap faktor bahaya lingkungan. 4. Dokumentasi ditaatinya peraturan K3. b. Tujuan higiene perusahaan Terdapat beberapa tujuan higiene perusahaan, yaitu:(11) 1. Meningkatkan derajat kesehatan tenaga kerja setinggi-tingginya melalui pencegahan dan penanggulangan penyakit dan kecelakaan akibat kerja serta pemeliharaan dan peningkatan kesehatan dan gizi karyawan. 2. Meningkatkan produktivitas tenaga kerja dengan memberantas kelelahan kerja, meningkatkan kegairahan kerja dan memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dan masyarakat sekitarnya terhadap bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh perusahaan. 2.7



Pengendalian Lingkungan Kerja dan Monitoring Lingkungan Kerja Monitoring kerja dilakukan secara berkesinambungan dengan standar yang



berlaku dengan maksud mengurangi atau menghilangkan paparan berbahaya bagi tenaga kerja. Tindakan pengendalian bahaya:(11) 1.



Eliminasi bahaya: menghilangkan bahaya dan sumbernya



2.



Substitusi: modifikasi proses untuk mengurangi bahaya, misalnya



3. 4.



dengan mengubah proses kerja, atau peralatan kerja. Reduksi (pengurangan tingkat bahaya) Pemisahan/isolasi:menghilangkan sumber bahaya dengan cara



5.



menempatkannya jauh dari pekerja lainnya Engineering control: mengendalikan bahaya dengan memodifikasi



6.



lingkungan kerja (Penyediaan alat keselamatan, penyediaan alat peringatan) Administration control: mengendalikan bahaya dengan melakukan



modifikasiinteraksi pekerja dengan lingkungan kerjanya. 7. Penyediaan alat pelindung diri (APD)



BAB III HASIL PENGAMATAN Kunjungan PT. Jakarta Cakratunggal Steel Mills dilakukan pada hari Senin, 26 November 2018 pukul 01.00-16.00 WIB. Selama proses walk through survey berlangsung, penulis melakukan observasi terhadap faktor fisik, faktor biologi, faktor kimia, kebersihan, petugas higiene industri dan pengolahan limbah di 7 tempat area (electric arc furnace, finishing line, rolling line,reheating furnace, continuous casting machine, ladle furnace, laboratorium). 3.1



Faktor Fisik Pada kunjungan ditemukan beberapa faktor fisik yang mungkin berisiko



terhadap keselamatan dan kesehatan kerja, seperti: 3.1.1



Pencahayaan Menurut hasil pengamatan di PT. Cakratunggal Steel Mills, pada beberapa



tempat proses (electric arc furnace, finishing line, rolling line, reheating furnace, continuous casting machine, ladle furnace) menggunakan sumber cahaya buatan (lampu) sebagai sumber penerangan. Penerangan buatan menggunakan lampu neon bewarna putih. Sedangkan pada tempat pembuangan limbah sumber cahaya berasal dari cahaya alami yaitu sinar matahari. Untuk ruangan laboratorium sumber cahaya berasal dari cahaya buatan (lampu). Secara umum penerangan pada bagian kantor belum dievaluasi dengan baik dan belum dilakukan pengukuran dengan luxmeter secara berkala. Dan dari hasil pengamatan para peneliti, pencahayaan faktor risiko karena cahaya kurang terang. 3.1.2



Kebisingan Pada pengamatan terdapat bising pada tempat electric arc furnace, suasana



kerja yang sangat bising yang bersumber dari mesin yang beroperasi, walaupun bising pada pekerja tetap melakukan pekerjaan. Ditemukan beberapa pekerja tidak menggunakan APD yang sesuai,



dan terdapat kebisingan pada ruang



laboratorium, menurut keterangan dari pengawas yang berada di ruangan, tingkat kebisingan pada ruangan tersebut kurang dari 85db, dan jam kerja karyawan



dalam masing-masing shift selama 8 jam (yaitu dari jam 07.00-15.00. shift 2 dari jam 15.00-23.00, shift ketiga dari jam 23.00-07 pagi), sehingga masih dalam batas yang diperbolehkan oleh aturan. Berdasarkan keterangan pengawas tersebut, pegawai biasanya menggunakan alat pelindung telinga. 3.1.3



Iklim dan Suhu Pada tempat proses Finishing Line, suhu berkisar 12000C, menurut



pengamatan yang dilakukan pada tempat tersebut didapatkan suasana kerja yang cukup panas dan lembab dikarenakan proses kerja, pada bagian gudang tidak terdapat ventilasi karena ruangan terbuka. 3.1.4 Radiasi Pada pengamatan didapatkan adanya potensi bahaya radiasi (UVA) pada pekerja yang melakukan proses kerja mengelas. Potensi bahaya radiasi juga didapatkan pada area proses Steel melting. 3.2



Faktor Kimia a. Debu Menurut pengamatan yang dilakukan pada tempat steel melting dan



rolling terdapat banyak debu diakibatkan oleh proses pemecahan dan peleburan material pada gedung steel melting dan pembentukan baja pada gedung rolling serta debu yang dapat berasal dari luar gedung seperti dari jalanan sekitar gedung yang terbang oleh kendaraan dll. Terdapat pekerja yang memakai masker maupun tidak dalam proses produksi, masker yang dipakai memiliki pori-pori yang cukup besar dan ukuran yang kurang sesuai sehingga para pekerja masih dapat menghirup debu. Masker yang digunakan juga memiliki bau yang tajam yang bisa menjadi salah satu penyebab pekerja tidak selalu menggunakan masker. b. Fume Menurut pengamatan yang dilakukan, terdapat metal fume dari peleburan material yang berpotensi menimbulkan masalah pernapasan, masalah mata dan masalah kesehatan lainnya. c. Kabut



Menurut pengamatan yang dilakukan, terdapat kabut yang dihasilkan dari penuangan cairan leburan besi ketempat pembentukan yang berpotensi menimbulkan masalah pernapasan, masalah mata dan masalah kesehatan lainnya. 3.3



Faktor Biologi Berdasarkan pengamatan penulis di PT. Cakratunggal Steel, ditemukan



beberapa faktor biologi yaitu: 1. Terdapat tumpukan sampah di dekat area pencetakan baja / continuous casting machine yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan vektor. 2. Terdapat tumpukan barang di daerah rolling line yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan vektor. Perlu dilakukannya pencegahan guna menghindari hal-hal yang dapat terjadi akibat faktor biologi, yaitu melakukan pengendalian vektor yang dapat menyebabkan



penyakit



akibat



kerja



maupun



kecelakaan



kerja



seperti



membersihkan dan membuang sampah secara rutin serta merapikan barang yang tertumpuk agar tidak menjadi tempat perkembangbiakan vektor, memberikan label atau tanda bahaya di tempat yang berisiko timbul kecelakaan maupun penyakit akibat kerja. 3.4



Sanitasi Lingkungan Industri Berdasarkan pengamatan selama di PT. Cakratunggal Steel ditemukan



kebersihan umum perusahaan terjaga kurang baik ditinjau dari interior maupun eksterior bangunan perusahaan saat tiba di perusahaan. Kantor perusahaan dalam keadaan bersih baik eksterior maupun interior. Kebersihan kantor perusahaan seperti dinding, lantai, dan atap terjaga dengan bersih. Namun, tempat daerah kerja tampak memiliki kebersihan yang kurang. Terdapat debu yang cukup tebal baik dari bagian pencampuran bahan dasar sampai dengan bagian rolling line. Selain itu, terdapat juga tumpukan barang serta sampah besi tajam yang tersebar diseluruh area rolling line. Meskipun seperti itu, pemeliharaan fasilitas industri rutin dilakukan untuk menjaga kebersihan umum dari perusahaan tersebut.



PT. Cakratunggal Steel sudah memiliki upaya dalam menjaga kebersihan dengan cara terdapat petugas kebersihan yang menyapu debu- debu yang ada dan membersihkan lantai setiap harinya. Tampak terdapat beberapa tempat sampah namun tidak di setiap ruangan. Ventilasi di lingkungan kerja juga cukup baik. Terdapat beberapa jendela di beberapa bagian ruangan dan di beberapa bagian ruangan tidak terdapat jendela. Penyediaan kebutuhan air untuk proses produksi, PT. Cakratunggal Steel menggunakan air PAM, sedangkan untuk minum menggunakan air galon. 3.5



Petugas Higiene Industri PT. Jakarta Cakratunggal Steel Mills memiliki petugas higiene industri



disetiap tempat. Minimal dalam satu tempat terdapat 1 atau 2 orang petugas kebersihan. Petugas kebersihan berada pada area umum, melting dan rooling. Proses pembersihan ini dilaksanakan setiap hari. 3.6



Proses Pengolahan Limbah Limbah produksi yang terdapat pada PT. Cakratunggal Steel Mills dibagi



menjadi 2 bentuk yaitu limbah padat dan cair. Limbah padat terdiri dari debu, miskil dan slag sedangkan limbah cair berbentuk oli. Oli digunakan untuk alat berat dan truk, biasanya hanya dilakukan pembersihan dan diganti ketika mencapai waktu 10-20 tahun. Sedangkan debu dikumpulkan oleh dust collector kemudian dikumpulkan di dalam karung, begitu juga dengan milskil dan slag. Limbah padat dan cair yang telah dikumpulkan kemudian ditempatkan di Tempat Pembuangan Sampah (TPS) berizin dari lembaga hukum, ketika sudah mencapai 90 hari maka limbah tersebut harus dikeluarkan dan dipindahkan kepada pihak ketiga. Sedangkan limbah konsumsi yang ditampung akan dikumpulkan menjadi satu yang juga akan ditempatkan di TPS.



BAB IV PEMECAHAN MASALAH 4.1



Bagian Pencahayaan



No



Permasalahan



Akibat



1.



Pencahayaan



Gangguan



Permenaker no. 5  Dilakukan



pada bagian



pengelihatan,



tahun 2018



scraping dan



mata lelah



pembentukan



Undang-Undang



Saran



pemasangan



lampu



yang adekuat pada setiap sudut ruangan karena medan kerja disana terutama di bagian



scraping



relative



berisiko



terjadi trauma kepala  Pemeriksaan berkala



secara dengan



menggunakan luxmeter,



sehingga



sumber



cahaya



buatan



yang



sekiranya



menurun



kualitasnya



atau



redup, dapat segera diganti,



diharapkan



ruangan-ruangan kerja



tetap



mendapatkan pencahayaan sesuai 4.2



Bagian Kebisingan



yang



No 1.



Permasalahan



Akibat



Undang-Undang



Sudden



Gangguan



Permenaker No.



noise pada



pendengaran



5 tahun 2018



laboratorium (temporary uji Tarik



Saran  Penyediaan ear plug/ear muff  Memberikan sistem



hearing



peringatan bila akan



loss/permanent



dimulai proses uji



hearing loss)



tarik  Pemeriksaan THT dan audiometri berkala bagi pekerja yang terpapar



4.3 No 1.



Bagian Bahan Kimia Permasalahan Akibat Bahan kimia Gangguan



Undang-undang - UU No. 1 tahun



Saran  Pengendalian secara



berupa debu,



pernapasan



fume, dan



(ISPA),



1970 - UU No. 13 tahun



tehnik: teknik ventilasi  Pengendalian



kabut



dermatitis kontak, gangguan



2003 - Kepres RI No.



administrasi: pemilihan



Kep.187/MEN/1999 - Peraturan mentri



penyimpanan bahan,



pengelihatan



bahan, labelling,



tenaga kerja RI No.



rotasi jam kerja,



Per.03/MEN/1985



menyediakan lembar keselamatan bahan (MSDS)  Alat Pelindung Diri (APD): Masker N95, Goggle, Sarung tangan



4.4 No 1.



Bagian Kebersihan Lingkungan Permasalahan Terdapatnya



Akibat Menjadi tempat



Undang-Undang - UU No.1 tahun



Saran  Dilakukan



sampah



perkembangan



berserakan di



mikroorganisme (gangguan



lingkungan kerja



pencernaan seperti diare)



1970 - UU No.13 tahun 2003 - Permenakertrans No.Per.01/MEN/19 81 - Kepres RI No.22 Tahun 1993 - Permenaker No.5 tahun 2018



pengendalian vektor penyakit salah satunya dengan merapikan tumpukan barang dan kontrol kebersihan minimal 2 kali sehari.  Tempat sampah dibedakan sampah organic dan anorganik serta bahan berbahaya  Melengkapi peralatan kebersihan



BAB V KESIMPULAN DAN SARAN



5.1



Kesimpulan Berdasarkan hasil pengamatan di PT. Jakarta Cakratunggal Steel Mills,



dapat disimpulkan bahwa: 1. Faktor fisik -



Pencahayaan: menggunakan sumber sinar matahari untuk tempat limbah dan sumber buatan pada tempat proses dan laboratorium sebagai sumber penerangan. Secara umum penerangan pada bagian proses masih kurang



-



dan memerlukan penambahan sumber sinar buatan pada setiap sudut. Bising: terdapat bising mendadak yang ditimbulkan pada proses uji tarik. Berdasarkan pengakuan pengawas, besar desible bising secara umum dibawah 85 dB dengan paparan waktu 8 jam/ shift, namun keadaan bising tidak dievaluasi secara rutin.



2. Faktor kimia -



Debu merupakan suspensi partikel benda padat di udara yang dihasilkan oleh pekerjaan mekanisasi, seperti pemecahan dan penghancuran material padat (besi). Partikel debu yang berukuran kurang dari 10 µm dapat membahayakan kesehatan karena dapat terhirup dan masuk ke dalam paruparu, dan yang berukuran 0,5 - 4 µm dapat terdeposit pada alveolus paru,



-



seperti debu kapas, silika, dan asbes. Fume adalah partikel-partikel benda padat hasil kondensasi bahan-bahan dari bentuk uap, biasanya terjadi setelah penguapan dari logam cair,



-



misalnya pada pekerjaan penyolderan, pengelasan, atau peleburan logam. Kabut (fog) adalah sebaran partikel-partikel cair di udara sebagai hasil proses kondensasi dari bentuk uap atau gas melalui proses electroplanting dan penyemprotan di mana cairan tersebar, terpercik atau menjadi busa partikel buih yang sangat kecil. Contoh: kabut yang dihasilkan selama proses peleburan logam.



3. Faktor Biologi



-



Terdapat tumpukan sampah dan genangan air di area pengolahan limbah dapat menjadi tempat perkembangbiakan vektor yang dapat menularkan penyakit.



5.2



Saran Dari hasil walkthrough survey yang kami lakukan, maka kami ajukan



beberapa saran, yaitu: 1. Memberi penyuluhan berkala tentang Sistem Kesehatan dan Keselamatan Kerja terutama terkait faktor yang dibahas diatas kepada tenaga kerja mengenai pemaparan faktor tersebut dan dampak kesehatan yang dapat ditimbulkan. 2. Peningkatan pengawasan, pelatihan dan penerapan Sistem Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3), serta higiene industri, dengan melakukan identifikasi hazard dan pengendalian hazard. 3. Penyediaan lingkungan kerja dan fasilitas sanitasi yang bersih dan aman bagi para perkerja (seperti penyediaan tempat sampah dan alat kebersihan di setiap lokasi produksi, sterilisasi secara berkala terhadap alat-alat produksi yang digunakan). 4. Pengadaan fasilitas umum seperti ventilasi dan sumber sinar buatan pada setiap sudut lokasi proses



BAB VI PENUTUP Demikianlah laporan Walk Through Survey mengenai higiene industry pada PT. Jakarta Cakratunggal Steel Mills yang dapat kami sampaikan. Tentunya banyak kekurangan dan kelemahan karena terbatasnya waktu dan pengetahuan penulis. Kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan demi perbaikan dan melengkapi ketidak sempurnaan pada laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca dalam memperluas wawasan dan pengetahuan dalam bidang kesehatan dan keselamatan kerja, khususnya mengenai higiene industry bagi para Dokter Perusahaan atau Instansi dalam melaksanakan tugas, sehingga apabila suatu saat dijumpai permasalahan dalam mengelola kesehatan dan keselamatan kerja di lingkungan kerja baik itu dalam suatu perusahaan atau instansi, maka kita sudah dapat mengambil langkah-langkah antisipasi dalam menyelesaikan permasalahan tersebut.



DAFTAR PUSTAKA 1. Subaris, Heru. 2008. Hygiene Lingkungan Kerja. Yogyakarta: Mitra Cendika Press. 2. Suma’mur. 1996. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: CV Haji Masagung. 3. Jonathan F. Hubungan Antara Umur, Masa Kerja dan Status Gizi dengan Keluhan Muskuloskeletal Pada Tenaga Kerja Bongkar Muat di Pelabuhan Manado [Skripsi]: Universitas Sam Ratulangi Manado; 2013. 4. Suma'mur. Ergonomi Untuk Produktivitas Kerja. Jakarta: Yayasan Swabhawa Karya Jakarta; 1989. 9. Pangaribuan. Analisis Postur Kerja dengan Metode RULA pada Pegawai Bagian Pelayanan Perpustakaan USU Medan. Tugas Akhir Jurusan Teknik Industri USU, Medan. 2009. 5. Tarwaka SHB, Lilik S. Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja, dan Produktivitas. Surakarta: UNIBA Press; 2004. 11. Lusianawaty T. Determinan Nyeri Pinggang pada Tenaga Paramedis di Beberapa Rumah Sakit di Jakarta. Jurnal Kedokteran Indonesia. 2011;61:155. 6. Suma'mur PK. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes). Jakarta: CV Sagung Seto; 2009. 7. NIOSH. Comment from NIOSH on the Occupational Safety and Health Administration Proposed Rules on Ergonomic Safety and Management US. Department of Control and Services 1993. 8. Simoneau S, et al. What are work-related musculoskeletal disorders (WMSDs)?1996. 19. Budiono S, dkk. Hiperkes dan Keselamatan Kerja. Semarang: Universitas Diponegoro; 2003. 9. Indan, Entjang. 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti 10. Direktorat Bina Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Direktorat Jendral Pembinaan, Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Kementerian Ketenagakerjaan RI. 2015. 11. Indan, Entjang. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.2000. 12. Wahyu, Atjo. 2003. Higiene Perusahaan. Makassar: Universitas Hasanuddin. 13. Riihimaki H. ILO Encyclopedia of Occupational Health and Safety Geneva: ILO; 2011.