32 0 180 KB
LAPORAN PENDAHULUAN MENJELANG AJAL DAN AKHIR KEHIDUPAN Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Dasar Dosen Pembimbing: NS. Ando Fikri Hakim.MAN
Disusun Oleh: Baharudin Efendi
E.0105.20.009
Diploma 3 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Budi Luhur Cimahi Tahun Akademik 2020-202I
1. Definisi
Klien yang menjelang ajal dan anggota keluarga berduka saat mereka mengetahui kehilangan. Batasan karakteristik untuk diagnosis keperawatan duka cita adaktif termasuk penyangkalan, rasa bersalah, rasa marah, putus asa, merasa tidak berharga, menangis, tidak mampu berkonsentrasi. Karakter tersebut dapat meluas hingga pikiran bunuh diri, waham dan halusinasi. 2. Etiologi a. Penyakit keganasan (Karsinoma hati, paru, mamae) b. Penyakit kronis, misalnya; 1. CVD ( cerebrovascuar diseases) 2. CRF (Chronic renal failure [gagal ginjl] ) 3. Diabetes melitus ( Gangguan endokrin) 4. MCI ( Myocard infarct [ Gangguan kardiovaskular] ) 5. COPD ( Chronic abstruction pulmonary diseases) c. Penyakit terminal 1. Penyakit knker 2. Penyakit – penkit infeksi 3. Stroke multifle flure 4. Akibat kecelakaan fatal 5. AIDS d. Kerusakan sensori 1.
Pandangan kabur
2.
Kerusakan sensasi/ indra peraa dan pencium.
3. Tanda dan Gejala Tanda-tanda menjelang kematian 1. Kehilangan tonus otot
- Sulit berbicara - Sulit menelan dan secara bertahap kehilangan refleks muntah - Aktivitas saluran gastrointestinal menurun, yang pada akhirnya disertai dengan mual, akumulasi flatus, distensi abdomen, dan refensi feses, tertama jika narkotik atau penenang diberikan - Kemungkinan ikontenensia kemih dan rektal akibat penurunan control spinkter. - Penurunan pergerakan tubuh 2. Perlambatan Sirkulasi - Sensasi berkurang - Bercak dan sianosis padda ekstremitas - Kulit dingin, pertama di kaki kemudian di tangan, di telinga dan hidung ( namun klien dapat merasa hangat jika terdapat peningkatan suhu tubuh) - Perlambatan dan pelemahan denyut nadi - Penurunan tekanan darah. 3. Perubahan respirasi - Pernafasan cepat, dangkal, tidak teratur, atau lambat tidak normal : nafas berisik, disebut sebagai lonceng kematian, karena berkumpulnya lender di kerongkongan : pernafasan melalui mulut : membrane mukosa oral kering. 4. Kerusakan sensori - Pandangan kabur - Kerusakan sensasi/ indra perasa dan pencium. 4. Fisiologi Tahapan menjeang ajal menurut kubler-ros a. Tahapan menyangkal Pada tahap menyankal individu bertindak seperti tidak terjadi sesuatu dan dapat menolak untuk mempercayai bahwa terjadi kehilangan. Pernyataan dapat menolak
seperti ‘‘tidak , tidak mungkin seperti itu’’ atau ’’tidak akan terjadi pada saya’’ Umum dilontarkan klien b. Tahapan marah Pada tahap marah individu melawan kehilangan dan dapat bertindak pada seseorang dan segala sesuatu dilingkungan sekitarnya c. Tahap nawar menawar Dalam tahap tawar menawar menawar terdapat penundaa realitas kehilangan. Individu mungkin berupaya membuat perjanjian dengan cara yang halus atau gelas untuk mencegah kehilangan. Disadari dan timbul. Seseorang terlalu sangat kesepian dan menarik diri. Tahapan depresi memberi kesempatan untuk berupaya melewati kehilangan dan muali mencegah masalah. d. Tahap Penerimaan Reaksi fisiologis menurun dan interaksi sosial berlanjut 5. Patofisiologi Berhubungan dengan kehilangan fungsi dan kemandirian sekunder akibat: Neurologis
Digestif
Kardiovaskuler
Trauma
Sensoris
Ginjal
Muskuloskletal
6. Pathways Penyakit Keganasan
Penyakit Kronis
Tahap Menyangkal
Ketakutan
Tahap Marah
Marah
Tahap tawar menawar
Kekurangan Harapan
Tahap Penerimaan
Pasrah
Penyakit Terminal
Ansietas kematian
Kurang Pasrah
Dukacita
Distress Spiritual
7. Manifestasi klinis Kehilangan Tonus Otot, ditandai: 1. Relaksasi otot muka sehingga dagu menjadi turun. 2. Kesulitan dalam berbicara, proses menelandan hilangnya reflek menelan. 3. Penurunan kegiatan traktus gastrointestinal, ditandai: nausea, muntah, perut kembung, obstipasi dan sebagainya. 4. Penurunan control spiker urinari dan rectal. 5. Gerakan tubuh yang terbatas. 8. Faktor yang mempengaruhi a. Menjelang ajal b. Ansietas c. Sakit kronis d. Kematian e. Perubahan Hidup f. Kesepian g. Nyeri h. Keterasingan diri i. Keterasingan sosial j. Gangguan Sosiokultural
9. Penatalakasnaan Klinis a. Penatalaksaan Medis Asuhan keperawatan pasien dengan penyakit terminal sangat menuntut dan menegakan. Namun demikian, membantu klien menjelang ajal untuk meraih kembali martabatnya dapat menjadi salah satu penghargaan terbesar keperawatan. Klien
mungkin mengalami banyak gejala selama berbulan-bulan sebelum terjadi kematian. Perawat dapat berbagi penderitaan klien menjelang ajal dan mengintervensi dalam cara yang meningkatkan kualitas hidup. Klien menjelang ajal harus dirawat dengan resfect dan perhatian. - Peningkatan Kenyamanan Kenyaman bagi klien menjelang ajal termasuk pengenalan dan peredaan distress. Psikologis. Perawat memberi berbagai Tindakan penenangan bagi klien sakit terminal.
Kontrol nyeri terutama penting karena nyeri menggangu tidur, nafsu makan, mobilitas, dan fungsi psikologis, Ketakutan terhadap nyeri umum terjadi pada klien kanker. Makin cepat klien menjelang ajal mendapat peredaan nyeri, makin banyak energy yang mereka miliki untuk berpartisipasi dalam aktivitas kualitas hidup. Pemberian kenyamanan bagi klien sakit terminal juga mencakup pengendalian gejala penyakit atau pemberian terapi yang didapat klien. b. Pemeliharaan Kemandirian Pilihan yang penting bagi klien menjelang ajal adalah memilih tempat perawatan. Banyak pilihan tempat selain dari perawatan akut di rumah sakit. Perawatan hospice memungkinkan perawatan komprehensif di rumah. Perawat harus menginformasikan klien tentang pilihan ini. Sebagian besar klien menjelang ajal menginginkan sebanyak mugkin mapandiri. Mengizinkan klien klien untuk melakukantugassederhana seprti mandi, memasang kacamata, dan makan akan mempertahankan martabat dan rasa maknadiri. Ketika klien tidak mampu secara fisik untuk melakukan perawatan diri, perawat
dapat memberikan dorongan dengan berpartisipasi dalam pembuatan keputusan untuk memberikan rasa kontrol diri klien. Perawat mencari isyarat non-verbal yang menunjukkan ketidak inginan berpartisipasi dalam perawatan. Perawat tidak boleh memaksakan pertisipasi, terutama sekali jika ketidakmampuan secara fisik membuat partisipasi tersebut menjadi sulit. Keluarga yang kuatiran sering cenderung mengambil alih untuk klien membuat keputusan. Jika perawatan dilakukan di rumah, rutinitas normal mungkin ditetapkan untuk membantu menciptakan rasa kontrol diri. c. Pencegahan Kesepian dan Isolasi Jika perawat tidak terikat atau menghindari pembahasan tentang situasi yang dialami klien, maka klien menjelang ajal dapat mengalami kesepian yang mendalam. Perawt membutuhkan kesadaran dan pengalaman untuk merespons secraa efektifterhadap klien menjelang ajal. Sering kali perawat yang belum pernah merawat klien menjelang ajal mendapati kesulitan untuk memberikan dukungan yang diperlukan bagi mereka yang meninggal. Kematian menimbulkan kegagalan bagi banyak pemberi perawatan kesehatan. Lebih jauh lagi, proses menjelang ajal dapat menyebabkan klien menjadi tidak menyenangkan. Jika kondisi dapat menyebabkan bau yang menyengat, inkontinensia, kebingungan, atau menyerang, maka perawat mungkin menghindari klien. Di rumah sakit, seseorang menjelang ajal sering ditempatkan di ruang tersendiri untuk menghindari pemajanan terhadap orang lain tentang penderitaan. Ruangan klien mungkin diterangi dengan penerangan redup, tirai mungkin dipasang, dan suara dikurangi. Tanpa stimulasi sensori yang bermakna orang yang menjelang ajal mungkin merasa diabaikan dan diisolasi. Untuk mencegah kesepian dan penyimpangan sensori, perawat mengintervensi untuk meningkatkan kualitas lingkungan. Klien menjelangb ajal tidak harus secara rutin ditempatkan dalam ruang tersendiri di lokasi yang sangat jauh. Klien merasakan keterlibatan ketika diarawat bersama dan memperhatikan aktivitas perawat. Klien
kemudian juga dapat berbagi percakapan dan kehadiran dengan klien lain satu ruangan dan penjenguk. Namun demikian, ketika klien meninggal, perawat harus member perhatian pada klien seruangan karena memperhatikan orang meninggal dapat sangat menakutkan. Memberikan stimulasi lingkungan yang bermakna dengan menenangkan klien. Ruangan di rumah sakit atau rumah harus diberi pencahayaan yang baik dan diatur agar manrik dan harus memberikan pandangan yang menstimulasi. Gambar, benda yang menyenangkan, kartu atau surat dari anggota keluarga, dan tumbuhan hidup menghibur klien. Barang kali hal terpenting dalam mencagah kesepian adalah keterlibatan klien dengan anggota keluarag dan teman. Keluarga dan teman klien dapat lebih mudah berinteraksi dengan klien di rumah. Di rumah sakit atau fasilitas perawtaan lainnya, penjenguk harus diperbolehkan bersama klien menjelang ajal sepanjang waktu. Jika klien dirawat bersama klien lain, perawat harus memastikan bhawa penjenguk tidak mengganggu klien lain dalam satu ruangan. Jika beberapa anggota keluarga menjenguk atau ingin tetep bersama klien, mungkin diperlukan ruangan khusus. Klien menjelang ajal dapat merasa sangat kesepian terutama pada malam hari dan mungkin merasa lebih aman jika seseorang tetap menemaninya di samping tempat tidur. Perawat harus mengetahui cara menghubungi anggota keluarga jika kunjungan diperlukan atau kondisi klien memburuk. Klien harus ditemani oleh seseorang ketika terjadi kematian. Perawat tidak boleh merasa bersalah jika mereka tidak dapat selalu memberikan dukungan ini. Namun demikian, perawatan membutuhkan waktuyang panjang untuk klien. Perawat harus mencoba untuk berada bersama klien menjelang kematian ketika diperlukan dan memperlihatkan perhatian dan keharuan. Untuk memberikan perawatan yang diperlukan oleh klien menjelang ajal, mungkin ada baiknya untuk member dorongan
dan dukungan pada keluarga klien atau orang terdekat klien untuk tetap bersama klien. d. Peningkatan Ketenangan Spiritual Memberikan ketenangan spiritual mempunyai arti lebih besar dari sekedar meminta kunjungan rohaniawan. Perawat dapat membri dukungan kepada klien dalam mengekspresikan filosofi kehhidupan. Ketika kematian mendekat, klien sering mencari ketenangan dengan menganalisis nilai dan keyakinan yang berhubungan dengan hidup dan mati. Perawat dan keluarga dapat membantu klien dengan mendengarkan dan mendorong klien untuk mengekpresikan tentang nilai dan keyakinan. Klien menjelang ajal mungkin mencari untuk menemukan tujuan dan makna hidup sebelum menyerahkan diri kepada kematian. Klien menjelang ajal dapat merasa bersalah jika hidup mereka tidak dianggap sebagai tidak bermakna. Klien mungkinminta pengampunan, baik dari yang maha kuasa atau dari anggota keluarga. Selain kebutuhan spiritual ada juga harapan dan cinta. Cinta dapat dengan baik diekpresikan melalui perawatan yang tulus dan penuh simpati. Perawatan atau keluarga dapat memberikan ketenangan spiritual dengan menggunakan keterampilan komunikasi, mengekpresikan empati, berdoa dengan klien, membaca literature yang member inspirasi, dan memainkan musik. Doa hanya ditawarkan jika diminta oleh klien atau keluarga. Membawakan doa atau berdoa sebagai cara menutup suatu diskusi tidak memenuhi perasaan klien. (Stepnick & Perry, 1992) e. Dukungan untuk Keluarga yang Berduka Anggota keluarga harus di dukung melewati waktu menjelang ajal dan kematian dari orang yang mereka cintai dan, waktu yang bersamaan, siap sedia untuk memberikan dukungan. Dalam lingkungan institusi, keluarga sering mengalami
kesulitan dalam memberikan dukungan. Perawat harus menggali nilai anggota keluarga sebagai sumber dan membantu mereka untuk tetap berada dengan klien menjelang ajal. Menghargai dukacita adalah langkah pertama perawat dalam mengembangkan hubungan suportif dengan keluarga. Ketika keluarga merasakan perhatian perawat, mereka sering lebih rela untuk berbagi perasaan. Jika klien di rawat di rumah sakit, perawat dapat menghilangkan ansietas dan ketakutan keluarga dengan menjelaskan peralatan yang digunakan. Sebagian besar keluarga ingin mengetahui di mana selang atau peralatan di pasang dalam tubuh klien, apakah alat tersebut menimbulkan sakit, mengapa alat tersebut dibutuhkan, dan kapan alat tersebut akan dilepaskan (Doka, 1993). Sebelum menggunakan anggota keluarga sebagai sumber, perawat harus menetapkan apakah mereka ingin dilibatkan. Beberapa anggota keluarga tidak ingin dilibatkan. Perawat mengkaji peran keluarga sebagai pengamat, penenang, atau pemberi perawatan. Peran mereka sering berubah. Di rumah keluarga menjadi lebih terlibat dalam perawtan klien. Mereka harus mengetahui apa yang dirahapkan terjadi. Penyakit terminal menempatkan tuntutan yang besar pada sumber social dan financial. Ketegangan emosional sering menggangu saluran komunikasi normal. Keluarga mungkintakut untuk berinteraksi dengan klien. Benoliel (1985) menggambarkan situasi yang membuat sulit bagi keluarga untuk mengatasi tuntutan penyakit terminal. Hal ini mencakup lamanya periode menjelang ajal, gejala yang sulit dikontrol, penampilan dan bau yang tidak menyenangkan, sumber koping yang terbatas, dan buruknya hubungan dengan pemberi perawatan. f. Perawatan Hospice
Hospice telah dibentuk setidaknya pada abad kelima masehi tetapi hampir menghilang hingga tahun 1800-an. Keinginan untuk mengubah perawatan tradisional bagi klien menjelang ajal telah mengarahkan pembentukan kembali program hospice. Program hospice adalah perawatan yang berpusat pada keluarga yang dirancang untuk membantu klien sakit terminal untuk dapat dengan nyaman dan mempertahankan gaya hidupnya senormal mungkin sepanjang proses menjelang ajal. Sebagian besar klien dengan program hospice mempunyai waktu untuk hidup 6 bulan atau kurang Program hospice dimulai di Irlandia pada tahun 1879, yang kemudian dibentuk di Inggris, dan kemudian sampai di Amerika Serikat dan Kanada pada tahun 1970-an (Kastenbaum, 1991). Terdapat beberapa tipe program hospice. Perawatan akut di rumah sakit dan fasilitas perawatan jangka panjang sering mempunyai unit terpisah dan merancang tempat tidur untuk perawatan hospice. Tim dari berbagai disiplin ilmu yang terlatih bekerja sama dengan klien dan keluarganya komponen perawatan rumah dari program hospice dioperasikan oleh rumah sakit atau lembaga perawatan kesehatan yang terpisah. Selain program hospice yang berafiliasi dengan rumah sakit dan fasilitas perawatan jangka panjang, terdapat juga program yang merawat klien di rumah. Pitorak (1985) menggambarkan komponen perawatan hospice sebagai berikut. 1. Perawatan di rumah yang terkoordinasi dengan pelayanan rawat jalan di bawah administrasi rumah sakit. 2. Control gejala (fisik, fisiologis, dan spiritual) 3. Pelayanan yang diarahkan dokter 4. Ketentuan tim perawatan interdisiplin ilmu yang terdiri atas perawat, rohaniawan, pekerja social, dan konselor. 5. Pelayanan medis dan keperawatan tersedia sepanjang waktu 6. Klien dan keluarga sebagai unit perawatan 7. Tindak lanjut kehilang karena kematian setelah kematian klien
8. Penggunaan tenaga suka rela terlatih sebagai bagian dari tim 9. Penerimaan ke dalam program didasarkan pada kebutuhan perawatan kesehatan ketimbang pada kemampuan untuk membayar Program hospice menekankan pengobatan paliatif yang mengontrol gejala ketimbang pengobatan penyakit. Klien dan keluarga berpatisipasi dalam perawatan. Perawatan klien dikoordinasikan antara lingkungan rumah dan klien. Upaya diarahkan untuk tetap merawat klien di rumah selama mungkin. Keluarga menjadi pemberi perawatan primer, pemberian medikasi dan pengobatan, tim interdisiplin memberikan sumber psikologis dan fisik yang diperlukan untuk mendukung keluarga.
10. Pengkajian 1. Identitas
Nama :
Usia :
Status :
Alamat :
No.Reg : Penanggung Jawab
Nama :
Umur :
Suku/Kebangsaan :
Agama :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Alamat :
Riwayat Kesehatan A. Riwayat kesehatan sekarang Berisi tentang penyakit yang diderita klien pada saat sekarang. B. Riwayat kesehatan dahulu Berisi tentang keadaan klien apakah klien pernah masuk rumah sakit dengan penyakit yang sama. C. Riwayat kesehatan keluarga Apakah anggota keluarga pernah menderita penyakit yang sama dengan klien.
2. Pemeriksaan Fisik Head To Toe Perubahan fisik saat kematian mendekat A. Pasien kurang responsif terhadap sentuhan B. Fungsi tubuh melambat C. Pasien berkemih dan defekasi secara tidak sengaja D. Rahang cenderung jatuh E. pernapasan tidak teratur dan dangkal F. Sirkulasi menambah dan ekstremitas dingin nadi cepat dan melemah G. Kulit pucat H. Mata bulat dan tidak ada respon terhadap cahaya
3. Analisa Data No 1
Data Mayor Subjektif
Etiologi Penyakit
Masalah Ansietas
terminal
kematian
DS : 1. Merasa bingung
Penyakit kronis
2. Merasa khawatir akibat kondisi yang dihadapi 3. Sulit berkonsentrasi Objektif DO :
Penyakit keganasan Tahap menyangkal
1. Tampak gelisah 2. Tampak tegang
Ketakutan
3. Sulit tidur Minor
Ansietas
Subjektif
kematian
DS : 1. Mengeluh pusing 2. Anoreksia 3. Palpitasi 4. Merasa tidak berdaya Objektif DO : 1. Frekuensi nafas
meningkat 2. Frekuensi nadi meningkat 3. Tekanan darah meningkat 4. Diaforesis 5. Tremor 6. Muka tampak pucat 7. Suara bergetar 8. Kontak mata buruk 9. Sering berkemih 10. Berorientasi pada masa lalu 2
Mayor
Penyakit
Distress
Subjektif
terminal
Spiritual
DS : 1. Mempertanyakan
makna Penyakit kronis
hidupnya 2. Menyatakan
hidupnya
terasa kurang bermakna
Penyakit keganasan
3. Merasa tidak berdaya Objektif DO :
Tahap menyangkal
1. Tidak mampu beribadah 2. Marah pada tuhan Minor
Tahap marah Marah
Subjektif DS :
Kurang pasrah
1. Menyatakan
hidupnya
merasa kurang tenang 2. Mengeluh
tidak
Tahap tawar
dapat
menawar
menerima 3. Merasa bersalah
Kekurangan
4. Merasa terasing
Harapan
5. Menyatakan
telah
diabaikan
Distress Fungsional
Objektif DO : 1. Menolak
berinteraksi
dengan orang terdekat 2. Tidak mampu beraktivitas (mis, nyanyi) 3. Koping tidak efektif 3
4. Tidak berminat pada alam Mayor
Penyakit
Subjektif
terminal
DS : 1. Merasa sedih
Penyakit kronis
2. Merasa bersalah 3. Tidak
menerima
kehilangan
Penyakit keganasan
4. Merasa tidak ada harapan Tahap Objektif
Menyangkal
Berduka
DO : 1. Mimpi buruk atau pola
Marah
mimpi berubah 2. Merasa tidak berguna 3. Fobia Minor
Tahap tawar menawar Penerimaan
Subjektif DS :
Pasrah
1. Mimpi buruk berubah 2. Merasa tidak berguna
Berduka
3. Fobia Objektif DO : 1. Marah 2. Tampak panik 3. Fungsi imunitas terganggu
4. Diagnosa Keperawatan 1. Ansietas b.d Krisis situasional, kebutuhan tidak terpenuhi, krisis maturasional, ancaman konsep diri, ancaman kematian, kekhawatiran mengalami kegalalan d.d mengeluh pusing, anoreksia, palpitasi, merasa tidak berdaya. 2. Distress Spiritual b.d menjelang ajal, kondisi penyakit kronis, kematian orang terdekat, perubahan pola hidup, kesepian d.d menyataka hidupnya terasa tenang, mengeluh tidak dapat menerima, merasa bersalah, merasa terasing, menyatakan diabaikan.
3. Dukacita b.d kematian keluarga, antisipasi kematian, kehilangan, antisipasi kehilangan d.d mimpi buruk berubah, merasa tidak berguna, fobia.
5. Intervensi Keperawatan N
Dx kep
Tujuan
Intervensi
o 1 Ansietas b.d Krisis Setelah situasional,
Dukungan
dilakukan tidak Tindakan
terpenuhi,
krisis keperawatan
maturasional, ancaman diri,
perasaan
3x24
ui tingkat
dapat
ancaman teratasi dengan Kriteria Hasil :
kekhawatiran
1. Verbalis
mengalami kegalalan
d.d
mengeluh
pusing,
1. Untuk mengetah
jam Observasi
konsep Ansietas
kematian,
Observasi
pengungkapan
kebutuhan
Rasional
emosi
1. Identifikas i
tingkat
emosi 2. Identifikas
pasien 2. Untuk mengetah ui
asi
i perasaan
perasaan
kebingu
saat ini
pasien
ngan
3. Identifiksi
3. Untuk
anoreksia, palpitasi, merasa
tidak
menurun
hubungan
mengetah
antara apa
ui
asi
yang
hubungan
khawatir
dirasakan
yang
2. Verbalis
berdaya.
akibat kondisi yang
sedang Terapeutik
dirasakan
1. Fasilitasi
dihadapi
mengungk Terapeutik
menurun
apkan
3. Perilaku
1. Untuk
pengalam
mengetah
gelisah
an
ui
menurun
emosional
pengalam
yang
an emosi
tegang
menyakitk
pasien
menurun
an
4. Perilaku
5. Keluhan
2. Untuk
2. Fasilitasi
mengetah
pusing
mengident
ui asumsi
menurun
ifikasi
interperso
asumsi
nal pasien
Setelah
interperso
dilakukan
nal
Tindakan
melatarbel
ui
keperawatan
akangi
pertimban
pengalam
agn
an
perilaku
teratasi dengan
emosional
dalam
kriteria hasil :
.
berespon
1x24 Ansietas
jam dapat
yang
3. Untuk mengetah
1. Konsent
3. Fasilitasi
rasi
pertmbang
membai
an
k
menunda
2. Pola
perilaku
tidur
dalam
membai
merenspo
k
n
3. Perasaan
emosi
yang
keberda
menyakitk
yaan
an.
membai k 4. Kontrak
Edukasi 1. Ajarkan
mata
mengeksp
membai
resikan
k
perasaan
5. Pola berkemi h
secara asertif 2. Informasi
membai
kan
k
menekan perasaan dapat mempeng aruhi hubungan
interperso nal Terapeutik
2 Distress Spiritual b.d Setelah menjelang
ajal, dilakukan
Terapeutik
1. Sediakan
1. Untuk
kondisi
penyakit Tindakan
lingkunga
membuat
kronis,
kematian keperawatan
n
lingkunga
orang
terdekat, 2x24
perubahan
jam
pola Distress
hidup, kesepian d.d spiritual
dapat
menyataka hidupnya teratasi dengan terasa
tenang, kriteria hasil :
mengeluh dapat
tidak menerima,
1. Verbalis
yang
tenang
n
untuk
tenang
refleksi diri 2. Fasilitasi
pasien
2. Untuk mengident ifikasi
mengident
masalah
asi
ifikasi
spiritual
merasa
bersalah,
makna
masalah
merasa
terasing,
dan
spiritual
memfasilit
menyatakan
tujuan
diabaikan.
hidup
mengident
hambatan
meningk
ifikasi
pengenala
at
hambatan
n diri
2. Verbalisa
3. Fasilitasi
3. Untuk
dalam
si
pengenala
kepuasa
n diri
makna
Edukasi 1. Untuk membuat
n terhadap
asi
Edukasi 1. Anjurkan
komitmen berdasar
hidup
membuat
kenyakina
meningk
komitmen
n
at
spiritual
3. Verbalis
2. Untuk
berdasrka
berpartisip
asi
n
asi dalam
perasaan
kenyakina
kegiatan
keberda
n
ibadah
yaan
2. Anjurkan
meningk
berpartisip Kolaborasi
at.
asi dalam
Setelah
1. Untuk
kegiatan
merujuk
ibadah
pasien
dilakukan
pada
Tindakan
Kolaborasi
keperawatan 1x24
pemuka
1. Rujuk jam
Distress
pada
agama 2. Unrtuk
pemuka
merujuk
agama
pasien
(jika
pada
kriteria hasil :
perlu)
sekelomp
1. Perilaku
2. Rujuk
Spiritual terasi
dapat dengan
ok
marah
kepada
pendukun
pada
sekelomp
g
Tuhan
ok
menurun
pendukun
2. Verbalis asi perasaan bersalah
g
(Jika
perlu)
menurun 3. Verbalis asi perasaan asing menurun 3
1. Dukacita
Setelah
Dukungan
Observasi
b.d
dilakukan
proses berduka
kematian
Tindakan
Observasi
keluarga,
keperawatan
antisipasi
2x24
mengident
1. Identifikas jam
1. Untuk ifikasi
i
kehilanga
kehilanga
n
kehilanga teratasi dengan
n
dihadapi
n,
dihadapi
kematian, dukacita
dapat
kriteria hasil :
antisipasi
1. Verbalis
yang
2. Identifikas
oleh pasien
kehilanga
asi
i
n
menerim
berduka
mengident
mimpi
a
yang
ifikasi
buruk
kehilang
dialami
proses
berubah,
an
merasa
meningk
i
tidak
at
keterikata
dialami
n
pasien
d.d
berguna, fobia.
2. Verbalis
proses
yang
3. Identifikas sifat pada
2. Untuk
berduka yang
asi
benda
harapan
yang
mengident
meningk
hilang
ifikasi
at
3. Untuk
sipat
3. Verbalis asi
Terapeutik 1. Tunjukan
keterikata n
pada
perasaan
sikap
benda
berguna
menerima
yang
meningk
dan
hilang
at
empati 2. Motivasi
Terapeutik
Setelah
agar mau
dilakukan
mengungk
mencoba
Tindakan
apkan
mennunju
keperawatan
perasaan
kan sikap
kehilanga
yang
n
menerima
1x24
jam
dukacita
dapat
1. Untuk
teratasi dengan
3. Motivasi
kriteria hasil :
untuk
membantu
mengatka
memotiva
asi
n
si
perasaan
dukungan
dalam
sedih
keluarga
kehilanga
1. Verbalis
menurun 2. Verbalis asi
2. Untuk
diri
n Edukasi 1. Jelaskan
3. Untuk membantu
perasaan
kepada
memotiva
bersalah
pasien dan
si
menurun
keluarga
dukungan
bahwa
keluarga
3. Verbalis asi
sikap
menyalh
mengingk
kan
ari,
orang
marah,
membantu
lain
tawar
menjelask
menurun
menawar,
an kepada
sepresi
keluarga
dan
bahwa
menerima
perasaan
adalah
tersebut
wajar
sangat
dalam
wajar
menghada
Edukasi 1. Untuk
2. Untuk
pi
mengident
kehilanga
ifikasi
n
ketakutan
2. Anjurkan
yang
mengident
dihadapi
ifikasi
pasien
ketakutan
3. Untuk
terbesar
membantu
pada
melewati
kehilanga
proses
n
berduka
3. Ajarkan melewati proses berduka
secara bertahap
11. Daftar Pustaka
https://id.scribd.com/doc/283576255/LP-Ajal https://id.scribd.com/doc/174389514/Askep-Pada-Pasien-Menjelang-Ajal PPNI : Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) PPNI : Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) PPNI : Standar Luaran keperawatan Indonesia (SLKI)