Kelomopok 4 Gadar Muskuloskeletal-2 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH KONSEP KEGAWATDARURATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN MUSKULOSKELETAL : TRAUMA DAN INFEKSI (NON TRAUMA)



Disusun Oleh Maria Regina Hesti Sintiasari (30120119013) Maria Sinta Puspa Widjaya (30120119014) Brigita Novelin Purba (30120119015) Girsang esrani cintami (30120119016) Josephine Inggrid Lavinia( 30120119017) Melfani Putri (30120119018)



PROGAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTO BORROMEUS 2021/2022



1



KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul



“Konsep Kegawatdaruratan Pada Pasien Dengan



Muskuloskeletal” ini guna memenuhi nilai Keperawatan Gawat Darurat Program Studi S1 Keperawatan Tingkat 3. Penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Lidwina Triastuti L.,S.Kep.,Ners,M.Kep selaku Dosen Keperawatan Gawat Darurat yang memberikan kesempatan untuk menulis makalah ini dan senantisa memberikan bimbingan kepada penulis. 2. Keluarga yang senantiasa memberikan dukungan, motivasi, dan semangat kepada penulis dalam penulisan makalah ini. 3. Teman-teman yang senantiasa memberikan bantuan, ide, dan saran dalam penulisan makalah ini. Penulisan makalah ini dilakukan dalam rangka untuk mengetahui dan menambah ilmu pengetahuan kegawatdaruratan pada pasien dengan muskuloskeletal. Maka dari itu, penulis menulis makalah ini untuk dapat membawa manfaat bagi para pembaca agar lebih mengerti tentang konsep kegawatdaruratan pada pasien dengan muskuloskeletal. Penulis masih merasakan banyak kekurangan dalam penulisan ini. Oleh karena itu, penulis berharap adanya kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.



Bandung, 18 April 2022



Penulis



i



DAFTAR ISI Kata Pengantar..........................................................................................................................i Daftar Isi.................................................................................................................................ii BAB I Pendahuluan A Latar Belakang...................................................................................................................iii B Rumusan Masalah..............................................................................................................iii C Tujuan................................................................................................................................iii D Sistematika Penulisan........................................................................................................iv BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian..................................................................................................................5 B. Anatomi dan Fisiologi musuloskeletal......................................................................5 C. Faktor Risiko.............................................................................................................8 D. Etiologi......................................................................................................................8 E. Patofisiologi..............................................................................................................8 F. Klasifikasi.................................................................................................................11 G. Manisfestasi klinis....................................................................................................12 H. Pemeriksaan penunjang............................................................................................13 I. Penatalaksanaan.......................................................................................................13 J. Komplikasi...............................................................................................................16 K. Pathway....................................................................................................................16 L. Konsep Asuhan Keperawatan..................................................................................17 BAB III PENUTUP A. Keisimpulan............................................................................................................30 B. Saran.......................................................................................................................30 DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................31



ii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sistem muskuloskeletal merupakan sistem yang teridiri dari tulang, otot, ligamen kartilago, tendon, facia dan brusae serta persendian. Trauma pada sistem muskuloskeletal ini sering terjadi pasien yang datang ke unit gawat darurat dengan berbagai keluhan dan merasa sakit, pada pemeriksaan ditemukan memiliki ketegangan pada tendon atau kesleo (ligamen), fraktur, dislokasi dan cedera muskulo lainya. Banyak trauma muskuloskeletal ini diakibatkan oleh aktivitas yang berlebih atau berat yang dilakukan terus menerus (Alsheihly and Alsheikhly, 2018). Trauma pada bagaian muskulkoskeletal disebabkan oleh cedera atan disfungsi struktur pada sekitarnya dan struktur yang disangga dan dilindunginya. Penanganan pada trauma muskulo dapat dilakukan dengan memberi dukungan. pada bagian yang cedera sampai trauma hilang atau sembuh. Dukungan yang diberikan pada trauma dapat diberikan dengan internal maupun eksternal. Setelah efek trauma yaitu nyeri dan cedera hilang, penanganan akan berfikus pada pencegahan fibrosis, kekakuan pada tulang atau organ yang cedera melalui latihan yang baik, proses penyembhan, dan pengembalian fungsi dapat dipercepat dengan terapi fisik. (Suratun, 2008, p. 139). B. Rumusan masalah 1. Bagaimana pengertian trauma muskuloskeletal? 2. Bagaimana klasifikasi trauma muskuloskeletal? 3. Apa saja faktor risiko trauma muskuloskeletal? 4. Bagaimana penatalaksanaan trauma muskuloskeletal? 5. Bagaimana komplikasi trauma muskuloskeletal C. Tujuan penulisan 1. Memahami pengertian trauma muskuloskeletal 2. Memahami bagaimana klasifikasi trauma muskuloskeletal 3. Memahami apasaja faktor risiko trauma muskuloskeletal 4. Memahami bagaimana penatalaksanaan trauma muskuloskeletal 5. Memahami bagaimana komplikasi trauama muskuoskeletal



iii



D. Sistematika penulisan Makalah ini dibagi dalam beberapa bagian besar yaitu kata pengantar, daftar isi, BAB I yaitu



pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan dan sistematikan



penulisan. BAB II terdiri dari tinjauan pustaka dan konsep asuhan keperawatan. BAB III yaitu penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran serta daftar pustaka.



iv



BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Sistem muskuloskeletal merupakan sistem yang terdiri dari tulang, otot, kartilago, ligamen, tendon, fascia, bursac, dan persendian. Trauma merupakan keadaan ketika seseorang mengalami cedera dan mengakibatkan trauma yang disebabkan paling umum adalah kecelakaan lalulintas, industri, olahraga, dan pekerjaan rumah tangga Trauma muskuloskeletal adalah kondisi dimana terjadinya cedera atau trauma pada sistem muskuloskeletal yang menyebabkan disfungsi struktur disckitamya dan struktur pada bagian yang dilindungi dan penyangganya (Wijaya, 2019, p. 204). Trauma muskuloskeletal merupakan suatu keadaan ketika seseorang mengalami cedera pada sistem muskuloskeletal, yaitu tulang, sendi otot, ligamen, kartilago, tendon, fascia, persendian dan hrusae yang disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, industri, olahraga dan rumah tangga. Sehingga menyebabkan disfungsi pada struktur sistem muskuloskeletal.



B. Anatomi dan Fisiologi Muskuloskeletal 1. Otot Rangka Otot rangka merupakan salah satu organ tubuh manusia yang berfungsi sebagai alat penggerak bagian tubuh. Selain itu, otot rangka juga berfungsi sebagai penyokong jaringan lunak dengan energi utama untuk kontraksi otot menggunakan Adenoshine Tri Phospat (ATP) yang berasal dari oksidasi karbohidrat dan lemak. Otot mempunyai kemampuan untuk berkontraksi dan santai.



5



Aktivitas otot terdiri dari dua, yaitu : a. Kerja Otot Dinamis Kerja otot dinamis ditandai adanya gerakan peregangan ritmis, kontraksi (mengerut) dan relaksasi otot. Pada saat kontraksi, otot akan memompa darah keluar dari otot. Sedangkan pada saat releks akan memberi kesempatan darah masuk kedalam otot. b. Kerja Otot Statis Kerja otot statis ditandai dengan kontraksi otot yang berkelanjutan atau berkepanjangan. Pada kerja otot statis, suplai darah ke seluruh otot terhambat akibat kontraksi otot, sehingga menyebabkan otot terjepit. Rasa nyeri kerangka otot yang disebabkan oleh pekerjaan pada kondisi kerja tertentu yang menggambarkan kecenderungan untuk mengalami beberapa keluhan antara lain sebagai berikut : -



Algias merupakan penyakit pada juru ketik, sekretaris, pekerja yang posturnya membungkuk ke depan, vertebra syndrome pada pembawa barang, pengantar barang dan penerjun payung.



-



Penyimpangan osteoartikular adalah penyakit pada pemain biola dan operator kerja bangku, kyphosis pada pekerja pelabuhan (stevadoring) dan pembawa keranjang, datarnya telapak kaki pada para penunggu, pembuat roti dan pemangkas rambut.



-



Rasa nyeri pada otot dan tendon merupakan rusaknya achiles pada para penari, tendon para ekstensor panjang bagi para drummer, tenosynovitis pada pemoles kaca, pemain piano dan tukang jagung. d. Iritasi pada cabang saraf tepi merupakan penyakit saraf ulnar bagi para pengemudi kendaraan, tukang kunci, tukang pande besi, reparasi arloji, penjilid dan buku, pemotong kaca dan pengendara sepeda.



2. Sendi Sendi adalah tempat penghubung antar tulang". Sendi terdiri dari tiga jenis, antara lain : a. Sendi fibrosa yaitu sendi yang tidak dapat bergerak, karena tidak memilikilapisan tulang rawan. b. Sendi kartilago yaitu sendi yang dapat sedikit bergerak karena diujungujung tulangnya dibungkus tulang rawan hialin, disokong oleh ligamen. 6



c. Sendi sinovia yaitu sendi yang dapat digerakan secara bebas karena memiliki rongga sendi dan sendi dilapisi oleh tulang rawan hialin.



3. Tendon dan Ligamen.



Tendon adalah suatu jaringan yang melekatkan otot dengan tulang. sedangkan ligamen adalah taut fibrosa yang menghubungan tulang ke tulang. Fungsi lain ligamen yaitu untuk mencegah adanya dislokasi dan untuk membatasi rentan gerak. Tendon dan ligamen bersifat elastis saat direnggangkan dan akan kembali seperti semula 4. Tulang



7



Tulang merupakan salah satu rangka yang berfungsi sebagai tempat melekatnya otot dan menopang tubuh agar dapat berdiri tegak. C. Faktor Risiko Faktor risiko trauma muskulo dapat dibedakan sebagai berikut (Lukman, 2012): a. Usia Usia seseorang yang lanjut atau lansia cenderung mengalami nyeri pada tulang atau pada muskuloskeletal dari sel-sel tubuh yang mengalami kerusakan, dan dapat beresiko patah tulang dikarenakan kekuatan tulang yang menurun dapat disebabkan karena jatuh. b. Pekerjaan Pekerjaan yang berada pada satu tempat yang sama dan tidak berpindah atau sikap tubuh yang buruk dapat menyebabkan gangguan pada muskuloskeletal. Pekerjaan yang berat juga dapat beresiko terjadinya trauma akibat dari beban berlebih pada otot dan tulang. c. Tingkat aktivitas Hal ini dikarenakan aktivitas penggunaan otot yang berlebihan atau terlalu lama tanpa istirahat seperti para olahragawan hal ini dapat menyebabkan gangguan atau trauma pada muskuloskeletal. d. Gaya hidup Gaya hidup ini dipengaruhi dengan kebiasaan seseorang yang berlebihan dalam menggunakn sistem muskuloskeletal seperti kebiasaan olahraga tanpa prosedur yang tepat. D. Etiologi Faktur dapat terjadi karena beberapa penyebab antara lain Helmi (2012) adalah: a. Frakturakibatperistiwa traumatic Disebabkan trauma yang tiba-tiba mengenai tulang yang sangar keras: b. Fakturpatologis Disebabkan adanya kelaman tulang keliana, patologis di dalam tulang c. Fraktur stress Disebabkan oleh trauma yang terus menerus



8



E. Patofisiologi. Fraktur terjadi ketika interupsi dari kontinuitas tulang, biasanya disertai cidera jaringan sekitar ligament, otot, tendon, pembuluh darah, dan persyarafan. Tulang yang sudah rusak mengakibatkan periosteum pembuluh darah pada korteks dan sumsum tulang, proses penyembuhan untuk memperbaiki cidera dan tahap awal pembentukan tulang. Berbeda dengan jaringan lainnya, tulang mengalami regenerasi tanpa menimbukan bekas luka. a. Patofisiologi Pada Punggung Bawah Menemukan peneyebab low back pain diakui memang sangat sulit, karena kerusakan biasanya tidak hanya terjadi pada masalah intervertebral. Ada yang menyebutkan bahwa rasa sakit pada punggung bawah berasal dari sendi apofisial. Penyebab pada umumnya diantaranya karena kerusakan atau iritasi pada ligamen posterior dan jaringan lunak lainnya, yang disebabkan karena trauma mekanis atau proses degenerasi pada struktur tulang. Tekanan pada sistem saraf di sekitar punggung bawah juga merupakan salah satu penyebab timbulnya sakit. Gejala terjadinya sakit punggung berupa luka pada punggung, rasa seperti terbakar atau rasa ngilu, rasa sakit yang sangat pada punggung, kaki terasa lemah. Sakit punggung yang akut kurang dari sebulan dan sakit punggung yang kronis lebih dari tiga bulan. Pada kasus akut, nyeri pada punggung jarang dan timbul hanya pada kondisi tertentu seperti berdiri dan duduk, atau mengangkat. Rasa nyeri timbul ketika melakukan gerakan ringan. Pencegahan keluhan di punggung ini dapat dilakukan dengan latihan berupa joging, bersepeda, dan berenang sekitar 30-40 menit dilakukan 3 kali/minggu, melakukan fitness sehingga meningkatkan sirkulasi darah dan nutrisi pada semua jaringan tubuh b. Patofisiologi Pada Leher Anatomi tulang belakang bagian leher dimulai dari ujung tengkorak. Terdapat tujuh ruas tulang belakang (vertebrae) dengan delapan pasang urat syaraf yang membangun bagian tersebut serta berfungsi untuk mengontrol leher, lengan dan 9



anggota tubuh bagian atas lainnya. Gabungan tujuh ruas tulang belakang tersebut secara kokoh dapat menyangga berat bagian kepala. Tekanan yang terjadi pada bagian leher ini tergatung gerakan. Gangguan pada leher dapat terjadi akibat abnormalitas jaringan lunak dalam leher seperti otot, ligamen dan urat syaraf serta dapat pula terjadi akibat area dekat leher seperti bahu, organ ekstremitas atas atau rahang. Nyeri yang terjadi mungkin saja tidak berhubungan dengan struktur leher, tetapi nyeri dapat terjadi karena nyeri pada bagian tubuh lain yang memberi pengaruh pada syaraf di sekitar leher. Gangguan pada leher dibagi menjadi dua, yaitu penyakit regeneratif/inflamasi dan cidera (Karuniasih, 2009). c. Patofisiologi Pada Tubuh Bagian Atas (Bahu, Tangan, Siku, dan Pergelangan Tangan) Patofisiologi pada tubuh bagian atas berdasarkan jaringan yang mengalami kerusakan terbagi menjadi 5, yaitu: 1. Muscle Pain, sakit jenis ini disebabkan karena penggunaan otot yang lama atau gerakan repetitif. Hal ini menyebabkan menumpuknya zat sisa yang berupa asam laktat pada otot. 2. Tendon Pain, biasanya terjadi pada aktivitas yang tingkat pengulangannya tinggi. Hal ini disebabkan karena peningkatan suplai darah terjadi di otot, sehingga suplai darah tertuju pada otot, sedangkan suplai darah pada tendon dan ligamen pada sendi yang terkait menjadi berkurang. 3. Bursitis, adalah kondisi dimana bursa (kantong yang berisi cairan viscous pada jaringan yang berfungsi melindungi otot dan tendon dari gesekan tulang pada saat tubuh melakukan gerakan) mengalami inflamasi akibat gerakan yang berlebihan. 4. Neuritis, merupakan gejala dimana saraf yang menyuplai atau melewati otot mengalami kerusakan. Hal ini disebabkan oleh gerakan repetitif dan gerakan statis. Gejala yang dirasakan berupa perasaan mati rasa atau kesemutan. 5. Osteoarthrosis adalah penyakit non-inflamasi dengan ciri-ciri degenerasi dari kartilago artikular, hipertrophy pada tulang dan perubahan pada membran sinovial. Salah satu penyebabnya adalah trauma mekanis pada



10



tulang dan otot. Gejala yang dirasakan adalah rasa kaku dan nyeri pada sendi (Karuniasih, 2009). F. Klasifikasi Klasifikasi trauma muskulo dapat dibagi menjadi berikut (Alsheihly and Alsheikhly, 2018, pp. 173-189) : a. Trama jaringan lunak Jaringan lunak adalah istilah yang mencakup semua jaringan yang ada pada tubuh kecuali tulang. Trauma ini mencangkup kulit, otot, pembuluh. ligamen, tendon, dan saraf. Trauma yang disebabkan dapat dibedakan dari yang ringan, seperti lutut tergores, hingga kritis yang mencangkup perdarahan internal, yang melibatkan kulit dan otot-otot, luka ini dibagi menjadi luka tertutup dan terbuka. a. Luka tertutup Cedera dimana tidak ada jalur terbuka dari luar lokasi yang terluka dibedakan menjadi : 1) Kontusio yaitu cedera traumatis pada jaringan di bawah kulit. 2) Ecchymosis yaitu perubahan warna pada kulit yang disebabkan darah bocor ke jaringan lunak disekitarnya menyebabkan kulit berubah warna. 3) Edema yaitu pembekakan akibat peradangan atau caian abnormal dibawah kulit. 4) Strain yaitu robeknya otot yang dihasilkan dari peregangan berlebihan atau terlalu banyak tenaga. 5) Kesleo, cedera sendi yang mengakibatkan kerusakan pada liganmen dan dislokasi sebagian atau sementara dari ujung tulang, robekan atau peregangan ligamen penyokong. b. Luka terbuka Cedera dimana kulit terganggu atau rusak, mengekspos jaringan dibawahnya dapat dibagi menjadi : 1) Abrasi yaitu hilangnya lapisan kulit atas. 2) Laserasi yaitu potongan kulit dengan tepi bergerigi. 3) Sayatan yaitu ditandai dengan tepi halus dan menyerupai potongan kertas.



11



4) Tusukan yaitu biasanya luka yang didalam dan sempit seperti luka tusukan akibat paku atau pisau. 5) Avulsi yaitu dimana lipatan kulit secara paksa terkoyak dari perekatanya. 6) Amputasi yaitu pelepasan sebagian atau seluruh anggota badan atau pelengkap tubuh lainya. b. Fraktur Patahnya tulang yang mengakibatakan gangguan tualng parsial atau total. Faraktur diklasifikasikan menjadi tertutup dan terbuka. a. Fraktur tertutup yaitu dimana tulang patah tanpa penetrasi kulit atau koneksi dengan permukaan luar. b. Fraktur terbuka yaitu dimana adanya luka pada kulit atau jaringan ikat diatasnya karena adanya paparan dari patah tulang. c. Dislokasi Sebuah perpindahan daru ujung tulang pada sendi yang mengakibatkan tidak normalnya ligamen disekitar sendi juga disebut dengan luxation, terjadi ketika ada pemisahan abnormal pada sendi diman dua atau lebih tulang bertemu. Gejala dislokasi meliputi: a. Gerak terbatas bahkan hilang. b. Nyeri saat bergerak. c. Mati rasa disekitar area d. Parathesia dan perasaan gili dianggota badan. G. Manifestasi Klinis a. Fraktur a. Deformitas Pembengkakkan



dari



perdarahan



lokal



dapat



menyebabkan



deformitas pada lokasi fraktur. Deformitas merupakan perubahan bentuk. pergerakan tulang menjadi memendek di karena kuatnya tarikan otot otot ekstermitas. (Joyce M Black, 2014) b. Nyeri



12



Nyeri biasanya terus menerus akan menigkat jika fraktur tidak diimobilisasi. (Brunner, 2001) c. Pembengkakkan atau edema Edema terjadi akibat akumulasi cairan serosa pada lokasi fraktur serta ekstmvasasi cairan serosa pada lokasi fraktur ekstravasi darah ke jaringan sekitar. d. Hematom atau memar Memar biasanya terjadi di karena perdarahan subkutan pada lokasi fraktur. e. Kehilangan fungsi dan kelainan gerak. (Joyce M Black, 2014) b. Strain a. Nyeri b. Kelemahan otot c. Pada sprain parah, otot atau tendon mengalami ruptur secara parsial atau komplet bahkan dapat menyebabkan kelumpuhan pasien akibat hilangya fungsi otot. (Joyce M Black, 2014) c. Sprain a. Adanya robekan pada ligamen b. Nyeri c. Hematoma atau memar. (Joyce M Black, 2014) H. Pemeriksaan Penunjang a. X-ray menentukan lokasi atau luasnya fraktur b. Scan tulang mempelihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak c. Arteriogram dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler pada perdarahan; penigkatan lekosit sebagai respon terhadap peradangan. d. Kretinin trauma otot menigkatkan beban kretinin untuk kliens ginjal 5. Profil koagulas: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi darah atau cedera. (Amin Huda Nurarif, 2015) I. Penatalaksanaan Beberapa penatalaksanaan yang dapt dilakukan antaralain (Alsheihly and Alsheikhly, 2018, pp. 173-187; Pangaribuan, 2019): 13



a. Penatalaksanaan trauma muskulo dilakukan sesuai klasifikasi kejadian, tindakan umum yang dapat dilakukan, yaitu: a. Menghilangkan nyeri akibat trauma. b. Terapi obat-obatan, seperti analgetik, obat anti inflamasi nonstreroid, kartikosteroid. c. Fisioterapi dan terapi okupasi Terapi ini digunakan dalam rangka membantu pasien untuk menghilangkan rasa nyeri yang dialami, serta menjaga rentang gerak agar tidak terdapat kekakuan menjaga kekuatan dan juga menyesuakan kegiatan aktivitas sehari-hari sesuai dengan konsisi saat ini. b. Penatalaksanaan pada cedera jaringan lunak. a. Pada cedera tertutup 1) Strain dan kesleo. Pasien dengan kondisi ini biasanya mengaami rasa nyeri dan sensasi terbakar dengan atau tanpa ekimosis, terdapat kelainan pada bentuk sendi, kehilangan pergerakan sendi. Tindakan yang dilakukan adalah dengan pengobatan kontrol nyeri, strapping atau perban suportif, dan mobilisasi dengan splinting senhingga otot yang terkena pada posisi yang rileks. Kompres dingin juga dapat dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri. b. Luka terbuka 1) Abrasi Penatalaksanaan yang dilakukan adalah dengan pembersiahan luka, menutup luka dengan perban. Dialanjutkan dengan tindakan sekunder yang berfokus dengan pencegahan infeksi Perawatan yang dilakukan umumnya sama dengan perawatan abrasi. 2) Leserasi dan sayatan Mengaliri luka dengan NaCl, menghilangkan benda asing yang menempel,



mengontrol



perdarahan



dengan



menerapkan



kompresi dan pembalutan luka setempat, memberikan cairan intravena jika diperlukan (mus, pada kasus perdarahan dan kemungkinan terjadi hemodinamik). Jika tendon dan otot utama terpotong maka dilakukan imobilisasi. 14



3) Avulsi Penatalaksanaan harus dilakukan dengan cermat dan hati-hati untuk mengindari cedera vaskular dan neurologis. Perdarahan harus dikontrol dengan tekanan langsung pada tempat perdarahan, bagian avulsi harus dikelola dengan menerapkan beberapa pembulut yang kuat. Kontaminasi harus dihindari pastikan penutup avulsi harus rata dengan posisi normal.. 4) Amputasi Perawatan



dinilai



dengan



ABCDE,



yang



menerapkan



managemen jalan nafas, pernafasan, sirkulasi, kecacartan dan lingkungan pasien dan jontrol perdarahan dengan tekanan langsung atau aplikasi torniquet. Jika torniquet di aplikasikan harus menutup aliran arteri. karena sistem vena yang dapat menigkatkan perdarahan. Penatalaksanaan dengan pengobatan syok melalui cairan IV dan atau tranfusi darah, vasopresor jika perlu, kontrol rasa sakit dan pemantauan terus menerus tanda vital pasien. c. Fraktur Penatalaksanaan pada pasien fraktur dimulai dengan ABCDE, mengontrol perdarahan, perawatan syok. menringankan rasa sakit, obati cedera terkait dan tutupi area yang terluka dengan pembalut steril,



imobilisasi



fraktur,



pemberian



antibiotik



IV,



jangan



menempatkan kembali tulang yang patah. tunggu dokter ortopedi. d. Dislokasit Perawatan dislokasi tergantung pada tempat terjadinya dan tingkat keparahan, pengobatan awal yang dilakukan adalah istirahat, es, kompresi dan ketinggian. Manipulasi dan reposisi obat penenang atau anestesi diperlukan untuk membuat pasion nyaman dan juga memungkinkan otot didekat sendi yang cidera utnuk rileks dan memudahkan prosedur, lalu lakukan imobilisasi (sling. spint dan gips beberapa minggu untuk mencegah terulangnya cedera, pemberian obat-obatan (pereda nyeri dan pelemas otot), yang terakhir adalah rehabilitasi. Prosedur pembedahan dilakukan hanya jika ada saraf atau pembuluh darah yang rusak atau pada cedera berulang. 15



J. Komplikasi Komplikasi yang dapat timbul akibat trauma muskulo adalah sidrom kompartemen akut yaitu peningkatan tekanan jaringan intrastitial yang berkepanjangan didalam kpmpartemen yang ada di fasia yang mneyebabkan gangguan perfusi dan kerusakan jarignan. Terkait dengan peningkatan premeabilitas pembuluh darah dan kebocoran plasma ke ruang itraselular menyebabkan tekanan yang lebih lanjut pada otot dan saraf. K. Pathway Trauma langsung (jatuh, hantaman, kecelakaan, dll)



Trauma tidak langsung



Kondisi patologis (osteoporosis, keganasan, dll)



Tekanan pada tulang Tidak mampu menahan energi yang terlalu besar Fraktur Pergeseran fragmen tulang/ diskontinuitas tulang Merusak jaringan sekitar



Menembus kulit (fraktur terbuka) Luka Kerusakan integritas jaringan Kerusakan pertahanan primer Port de entry kuman



Pelepasan mediator inflamasi



Pelepasan mediator nyeri (histamin, prostaglandin, bradikinin, serotonin, dll)



Vasodilatasi



Ditangkap reseptor nyeri perifer



Peningkatan aliran darah Peningkatan permeabilitas kapiler



Impuls ke otak



Kebocoran cairan ke intertisiel



Persepsi nyeri



Edema



Nyeri akut



Menekan pembuluh darah perifer 16 Perfusi perifer tidak efektif



L. Konsep asuhan keperawatan Pengkajian a. Anamnesis Penting



untuk



mengetahui



bagaimana



penderita



mengalami



cedera/biomekanik yang dapat mengakibatkan penderita mengalami cedera ekstremitas. Anamnesa dilakukan bila korban dalam keadaan sadar atau dari pengantar korban. Bila tidak ada riwayat trauma, berarti fraktur patologis. Jika penolong cukup banyak, anamnesa dapat dilakukan bersamaan dengan survey primer. Trauma harus diperinci kapan terjadinya, dimanana terjadinya, jenisnya, berat ringan trauma, arah trauma dan posisi pasien atau ekstremitas yang bersangkutan (mekanisme trauma). Selain itu petugas juga harus meneliti kembali trauma ditempat lain secara sistemik dari kepala, muka, leher, dada dan perut. Anamnesa ini penting dilakukan karena ada beberapa jenis mekanisme trauma dapat menyebabkan cedera ekstremitas yang mungkin tampak tidak jelas pada pemeriksaan awal. Cedera pada kaki akibat jatuh dari ketinggian sering disertai dengan fraktur lumbal. Setiap cedera pada lutut penderita yang sedang dalam posisi duduk dapat juga disertai dengan cedera pada sendi panggul. Sebaliknya, cedera pada panggul dapat menimbulkan nyeri pada lutut. Setiap cedera di daerah bahu harus diperiksa dengan cermat karena dapat juga menyebabkan cedera pada leher atau dada. Pada fraktur pelvis biasanya penderita akan kehilangan banyak darah. Jika fraktur pelvis dapat didiagnosa, ia harus dipikirkan kemungkinan terjadinya syok, dan terapi yang sesua harus diberikan. (Pirton, dkk. 2017) b. Pemeriksaan Umum 1) Pengkajian Primer (primary survey) Pada survey primer, perhatian kita harus tertuju apakah ada fraktur pada tulang pelvis dan tulang besar lainnya karena kita juga harus mengontrol perdarahan. 17



Pengkajian cepat untuk mengidentifikasi dengan segera masalah aktual/potensial dari kondisi life threatning (berdampak terhadap kemampuan pasien untuk mempertahankan hidup). Pengkajian tetap berpedoman pada inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi jika hal tersebut memungkinkan. Prioritas



penilaian



dilakukan



berdasarkan : A= Airway dengan kontrol servikal Kaji : -



Bersihan jalan nafas



-



Adanya/tidaknya sumbatan jalan nafas



-



Distress pernafasan



- Tanda-tanda perdarahan dijalan nafas, muntahan, edema laring



B= Breathing dan ventilasi Kaji : -



Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada



-



Suara pernafasan melalui hidung atau mulut  Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas



C= Circulation Kaji : -



Denyut nadi karotis



-



Tekanan darah



-



Warna kulit, kelembapan kulit



-



Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal



D= Disability Kaji : 18



-



Tingkat kesadaran



-



Gerakan ekstremitas



-



GCS atau pada anak tentukan respon A = alert, V = verbal, P = pain/respon nyeri, U = unresponsive



-



Ukuran pupi dan respon pupil terhadap cahaya



E= Eksposure Kaji : -



Tanda-tanda trauma yang ada



2) Pengkajian Sekunder (secondary survey) Pengkajian sekunder dilakukan setelah masalah ABC yang ditemukan pada pengkajian primer diatasi. Pengkajian sekunder meliputi pengkajian objektif dan subjektif dari riwayat keperawatan (riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit terdahulu, riwayat pengobatan, riwayat keluarga) dan pengkajian dari kepala sampai kaki. a) Pengkajian Riwayat Penyakit Komponen yang perlu dikaji yaitu : -



Keluhan utama dan alasan pasien datang ke rumah sakit



-



Lamanya waktu kejadian sampai dengan dibawah ke rumah sakit



-



Tipe cedera, posisi saat cedera dan lokasi cedera



-



Gambaran mekanisme cedera dan penyakit yang ada (nyeri)



-



Waktu makan terakhir



-



Riwayat pengobatan yang dilakukan untuk mengatasi sakit sekarang



-



Imunisasi tetanus yang dilakukan dan riwayat alergi klien Metode pengkajian : S (Signs and symptons) : tanda dan gejala yang diobserasi dan dirasakan klien A (Allergis) : alergi yang dipunyai kllien 19



M (Medications) : tanyakan obat yang telah diminum klien untuk mengatasi nyeri P (Pertinent past medical hystori) : riwayat penyakit yang diderita klien L (last oral intake solid or liquid) : makan/minum terakhir, jenis makanan, ada penurunan atau peningkatan kualitas makan E (event leading to injury or ilnes) : pencetus/kejadian penyebab keluhan



Metode yang sering dipakai untuk mengkaji nyeri : P (provoked) : pencetus nyeri, tanyakan hal yang menimbulkan dan mengurangi nyeri Q (quality) : kualitas nyeri R (radian) : arah perjalanan nyeri S (severity) : skala nyeri (1-10) T (time) : lamanya nyeri sudah dialami klien



b) Tanda-tanda vital dengan mengukur : -



Tekanan darah



-



Irama dan kekuatan nadi



-



Irama, kedalaman dan penggunaan otot bantu pernapasan



-



Suhu tubuh



c) Pengkajian Fisik, meliputi : Pengkajian kepala, leher dan wajah: -



Periksa rambut, kulit kepala dan wajah Adakah luka, perubahan tulang kepala, wajah dan jaringan lunak, adakah perdarahan serta benda asing



-



Periksa mata, telinga, hidung, mulut dan bibir 20



Adakah perdarahan, benda asing, kelainan bentuk, perlukaan atau keluaran lain seperti cairan otak -



Periksa leher Nyeri tulang servikal dan tulang belakang, trachea miring atau tidak, distensi vena leher, perdarahan, edema dan kesulitan menelan.



 Pengkajian dada: Hal-hal yang perlu dikaji dari rongga thoraks : -



Kelainan bentu dada



-



Pergerakan dinding dada



-



Amati penggunaan otot bantu nafas



-



Perhatikan tanda-tanda injuri atau cedera, petekiae, perdarahan, sianosis, abrasi dan laserasi



 Pengkajian abdomen dan pelvis Hal-hal yang perlu dikaji : -



Struktur tulang dan keadaan dinding abdomen



-



Tanda-tanda cedera eksternal, adanya luka tusuk, alserasi, abrasi, distensi abdomen dan jejas



-



Masa : besarnya, lokasi dan mobilitas



-



Nadi fermoralis



-



Nyeri abdomen, tipe dan lokasi nyeri (gunakan PQRST)  Distensi abdomen



 Pengkajian Ekstremitas: Hal-hal yang perlu dikaji : -



Tanda-tanda injuri eksternal



-



Nyeri



-



Pergerakan



-



Sensasi keempat anggota gerak



-



Warna kulit



21



-



Denyut nadi perifer



 Pengkajian tulang belakang : Bila tidak terdapat fraktur, klien dapat dimiringkan untuk mengkaji: -



Deformitas



-



Tanda-tanda jejas perdarahan



-



Jejas



-



Laserasi



-



Luka



 Pengkajian Psikososial : -



Kaji reaksi emosional : cemas, kehilangan



-



Kaji riwayat serangan panic akibat adanya factor pencetus seperti sakit tiba-tiba, kecelakaan, kehilangan anggota tubuh ataupun anggota keluarga



-



Kaji



adanya



tanda-tanda



gangguan



psikosial



yang



dimanifestasikan dengan takikardia, tekanan darah meningkat dan hiperventilasi. Menurut Pirton, dkk (2017), pada survey sekunder yang dilakukan adalah: a) Inspeksi (Look) : raut wajah penderita, cara berjalan, duduk, tidur, lihat



kulit, jaringan lunak, tulang dan sendi. Mencari deformitas, luka terbuka, memar, dan pembengkakan. b) Palpasi (feel) : suhu kulit panas atau dingin, denyutan arteri teraba atau



tidak, adakah spasme otot. Rasakan area yang cedera untuk memeriksa adakah deformitas dan nyeri tekan saat disentuh. c) Kekuatan otot (Power) : Grade 0, 1, 2, 3, 4, 5 (lumpuh s/d normal) d) Pergerakan (Move) : penilaian dilakukan untuk mengetahui ROM



(range of motion) pergeraknan sendi,: abduksi, adduksi, fleksi, ekstensi, dan lain-lain. 22



Jangan lakukan bila jelas ada fraktur sampai dilakukan fiksasi yang tepat. Dicari juga kemungkinan komplikasi umum seperti shock pada fraktur multiple, fraktur pelvis, fraktur terbuka; tanda-tanda sepsis pada fraktur terbuka yang mengalami infeksi.



2.



Diagnosa Keperawatan a. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (mis. Abses, trauma, amputasi,



terbakar, terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, Latihan fisik berlebihan) b. Resiko infeksi b.d ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer: kerusakan



integritas kulit c. Perfusi perifer tidak efektif b.d menurunnya asupan darah pada ekstremitas



23



3.



Intervensi Keperawatan. Menurut PPNI (2018) Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang diharapkan PPNI (2019). Adapun intervensi yang sesuai dengan penyakit herpes adalah sebagai berikut : Rencana Tindakan Keperawatan



No



Diagnosa Keperawatan



1.



Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (mis. Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen nyeri Abses,



trauma,



amputasi,



Tujuan dan Kriteria Hasil



Intervensi



terbakar, diharapkan status kenyamanan meningkat



terpotong, mengangkat berat, prosedur dengan kriteria hasil : operasi, trauma, Latihan fisik berlebihan) Gejala dan Tanda Mayor Subjektif Objektif 1. Tampak meringis 2. Bersikap protektif (mis. waspada, posisi menghindari nyeri) 3. Gelisah



-



Tindakan



kemampuan menuntaskan aktivitas Observasi meningkat [5]



-



identifikasi



lokasi



karakteristik,durasi,frekuensi,



-



keluhan nyeri menurun [5]



-



meringis menurun [5]



-



identifikasi skala nyeri



-



sikap protektif menurun [5]



-



identifikasi respon nyeri non verbal



-



gelisah menurun [5]



-



identifikasi



-



kesulitan tidur menurun [5]



-



menarik diri menurun [5]



-



berfokus pada diri sendiri menurun



-



diaforesis menurun [5]



-



Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri



-



perasaan depresi (tertekan) menurun



-



Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup



[5]



-



monitor keberhasilan terapi komplementer yang



24



kualitas,intensitas nyeri



faktor



yang



memperberat



dan



memperingan nyeri -



identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri



4. Frekuensi nadi meningkat



-



muntah menurun [5]



5. Sulit tidur



-



mual menurun [5]



-



frekuensi nadi membaik [5]



-



pola napas membaik [5]



-



tekanan darah membaik [5]



-



nafsu makan membaik [5]



-



pola tidur membaik [5]



gejala dan Minor Subjektif



sudah diberikan -



monitor efek samping Penggunaan analgetik



Terapeutik -



berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri



-



kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri misalnya suhu ruangan,pencahayaan,kebisingan



Objektif



-



fasilitasi istirahat dan tidur



-



pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri



1. Tekanan darah meningkat



edukasi



2. pola napas berubah 3. nafsu makan berubah 4. proses berpikir terganggu Menarik diri 5. Berfokus pada diri sendiri



-



Jelaskan penyebab periode dan pemicu nyeri



-



Jelaskan strategi meredakan nyeri



-



anjurkan memonitor nyeri secara mandiri



-



anjurkan menggunakan analgetik secara tepat



-



anjurkan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri



6. Diaforesis



kolaborasi kolaborasi pemberian analgetik,Jika perlu 25



2.



Resiko



infeksi



pertahanan



tubuh



integritas kulit



b.d



ketidakadekuatan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pencegahan Infeksi



primer:



kerusakan diharapkan tingkat infeksi menurun dengan kriteria hasil :



Tindakan



-



demam menurun [5]



-



kemerahan menurun [5]



-



nyeri menurun [5]



-



bengkak menurun [5]



-



vesikel menurun [5]



-



cairan berbau busuk menurun



-



batasi jumlah pengunjung



[5]



-



berikan perawatan kulit pada area edema



kadar sel darah putih membaik



-



cuci tangan sebelum dan sesudah kontak



-



Observasi -



monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik



terapeutik



dengan pasien dan lingkungan pasien



[5] -



kultur darah membaik [5]



-



pertahankan Teknik aseptic



-



kultur area luka membaik [5]



-



pada pasien beresiko tinggi



edukasi



26



-



ajarkan tanda dan gejala infeksi



-



ajarkan cara mencuci tangan dengan benar



-



ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi



-



anjurkan meningkatkan asupan nutrisi



-



anjurkan meningkatkan asupan cairan



kolaborasi 3.



Perfusi



perifer



tidak



efektif



kolaborasi pemberian imunisasi ,jika perlu



b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan Perawatan sirkulasi



menurunnya asupan darah pada ekstremitas diharapkan



perpusi



perifer



meningkat Tindakan



dengan kriteria hasil :



Observasi







Denyut nadi perifer meningkat



 Periksa



sirkulasi



perifer



(mis.nadi







Warna kulit pucat menurun



perifer,edema,pengisian kapiler, warna, suhu, ankle-







Nyeri ekstremitas menurun



brachial idex)







Kelemahan otot menurun



 Identifikasi factor resiko gangguan sirkulasi (mis. Diabetes,perokok,orang tua,hipertensi dan kadar kolesterol tinggi)



-



 Monitor panas,kemerahan,nyeri,atau bengkak pada ekstremitas Terapeutik  Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah 27



diarea keterbatasn perfusi  Hindari pengukuran tekanan darah pada kestremitas dengan keterbatasan perfusi  Hindari penekanan dan pemasangan torniquet pada area yang cedera  Lakukan pencegahan infeksi Edukasi  Anjurkan melakukan perawatan kulit yang tepat



28



4. implementasi Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan sesudah pelaksaan tindakan, serta menilai data yang baru. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan keperawatan antara lain: a) Kemampuan intelektual, teknikal, dan interpersonal. b) Kemampuan menilai data baru. c) Kreativitas dan inovasi dalam membuat modifikasi rencana tindakan. d) Penyesuaian selama berinteraksi dengan klien. e) Kemampuan mengambil keputusan dalam memodifikasi pelaksanaan. f)Kemampuan untuk menjamin kenyamanan dan keamanan serta efektivitas tindakan. 5. Evaluasi Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses keperawatan yang berguna apakah tujuan dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau perlu pendekatan lain. Evaluasi keperawatan mengukur



keberhasilan



dari



rencana



dan



pelaksanaan



tindakan



keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan klien. Penilaian adalah tahap yang menentukan apakah tujuan tercapai. Evaluasi selalu berkaitan dengan tujuan yaitu pada komponen kognitif, afektif, psikomotor, perubahan fungsi dan tanda gejala yang spesifik ( Olfah & Ghofur, 2016).



29



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Trauma pada sistem muskuloskeletal ini sering ditemukan memiliki ketegangan pada tendon atau kesleo (ligamen), fraktur, dislokasi dan cedera muskulo lainya. Banyak trauma muskuloskeletal ini diakibatkan oleh aktivitas yang berlebih atau berat yang dilakukan terus menerus. Trauma pada bagian muskulkoskeletal disebabkan oleh cedera atan disfungsi struktur pada sekitarnya dan struktur yang disangga dan dilindunginya. Penanganan pada trauma muskulo dapat dilakukan dengan dukungan trauma yaitu nyeri dan cedera hilang, penanganan akan berfikus pada pencegahan fibrosis, kekakuan pada tulang atau organ yang cedera melalui latihan yang baik, proses penyembhan, dan pengembalian fungsi dapat dipercepat dengan terapi fisik. B. Saran 1. Bagi Masyarakat Diharapkan masyarakat mampu mengerti dan memahami penyakit trauma dan infeksi pada muskuloskeletal secara keseluruhan dan dapat megelola penyakit itu sendiri secara mandiri 2. Bagi Petugas Kesehatan Bagi petugas kesehatan perlu penanggulangan yang lebih serius terkait penyakit trauma dan infeski pada musculoskeletal karena penyakit ini bisa menyerang umur berapa saja dan kapan saja



30



DAFTAR PUSTAKA Sulu ,veni dkk . 2019. Asuhan Keperawatan Gawat Daruratan Pada Pasien Dengan



Trauma



Muskuloskeletal.



https://pdfcoffee.com/asuhan-



keperawatan-gawat-daruratan-pada-pasien-dengan-traumamuskuloskeletal-pdf-free.html [diakses pada tanggal 20 Maret 2022] Ariska,



Dwi



Kuat.



2018.



Muskuloskeletal



Disorders.



https://fdokumen.com/document/bab-ii-tinjauan-pustaka-amusculoskeletal-disorders-1-kuat-ariska-bab-iipdf.html



[Diakses



pada



tanggal 25 Maret 2022] Sirad,



Ryan Faisaldo. 2020. Kegawatdaruratan Trauma Muskuloskeletal. https://www.academia.edu/42776706/KEGAWATDARURATAN_TRA UMA_MUSKULOSKELETAL (diakses pada tanggal 20 Maret 2022)



Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2019). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.Jakarta Selatan:Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia Tim



Pokja



SDKI



DPP



PPNI



(2019).



Standar



Luaran



Keperawatan



Indonesia.Jakarta Selatan:Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2019). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.Jakarta Selatan:Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia



31