Kelompok 2 - Aspek Keperilakuan Pada Etika Akuntan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH AKUNTANSI KEPERILAKUAN ASPEK KEPERILAKUAN PADA ETIKA AKUNTAN



DISUSUN OLEH : Kelompok 2 1.



Azzahra Aprighozie Attaya Salsabilla



(01031381823176)



2.



Diah Fitriani



(01031381924150)



3.



Dienda Octavianie Salsabiella Z



(01031381924108)



Dosen Pengampu : Achmad Soediro, SE, M.COMM, AK



KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA FAKULTAS EKONOMI AKUNTANSI 2022



KATA PENGANTAR Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberi rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah tentang “Aspek Keperilakuan pada Etika Akuntan” ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah akuntansi keperilakuan. Makalah ini sudah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari berbagai pihak sehingga bisa memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini. Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semuanya.



Palembang, 29 Maret 2022 Penulis



i



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR.............................................................................................i DAFTAR ISI..........................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1 1.1



Latar Belakang........................................................................................1



1.2



Rumusan Masalah...................................................................................1



1.3



Tujuan Penulisan....................................................................................2



BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3 2.1.



Dilema Etika............................................................................................3



2.2.



Etika Akuntan.........................................................................................4



2.3.



Kode Etik Akuntan.................................................................................7



2.3.1.



Prinsip Dasar....................................................................................8



2.3.2.



Pendekatan Kerangka Konseptual.................................................8



2.3.3.



Ancaman dan Perlindungan...........................................................9



2.3.4.



Benturan Kepentingan..................................................................11



2.3.5.



Penyelesaian Konflik Etika...........................................................12



2.3.6.



Komunikasi dengan Penganggung Jawab Tata Kelola..............12



2.4.



Peran Penalaran Moral........................................................................13



2.5.



Model Pengambilan Keputusan Etis...................................................13



2.5.1.



Teori Penalaran Moral dar Kohlberg..........................................13



2.5.2.



Ukuran Moral Reasoning..............................................................15



2.5.3. Pendekatan Kognitif Lingkungan Terhadap Pengambilan keputusan Etis..............................................................................................17 2.5.4.



Model Alternatif Pengambilan Keputusan Etis..........................18



2.6.



Riset Perilaku Etis Akuntan.................................................................19



2.7.



Implikasi bagi Riset Mendatang..........................................................20



BAB II PENUTUP...............................................................................................21 3.1.



Kesimpulan............................................................................................21



DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................22



ii



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Etika (Yunani Kuno “ethikos”, berarti “timbul dari kebiasaan”) merupakan sebuah sesuatu dimana dan bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Dalam hal ini yang menjadi perspektif objeknya adalah perbuatan, sikap, atau tindakan manusia. Sedangkan pengertian etika secara umum adalah aturan, norma, kaidah, ataupun tata cara yang biasa digunakan sebagai pedoman atau asas suatu individu dalam melakukan perbuatan dan tingkah laku. Penerapan norma berkaitandengan sifat baik dan buruknya individu di dalam bermasyarakat. Paktisi akuntansi sering mengalami delima ketika menghadapi masalah etika saat melakukan aktivitas professional. Kegagalan praktisi akuntansi akuntansi menjaga kepercayaan menyebabkan hilangnya kredibilitas mereka. Karena belakangan ini profesi akuntan telah menarik minat masyarakat luas. Profesi akuntan dianggap menjadi profesi yang membanggakan dan memiliki perstise yang tinggi. Besar harapan masyarakat terhadap akuntan dalam upaya mengurangi kecurangan menjadi berbanding terbalik dengan yang terjadi dalam dunia bisnis akhir ini. Dengan sejumlah pelanggaran ikut terdegradasi, khususnya akuntan pemerintahan. Praktik pelanggaran etika dapat ditelusuri dari laporan dewan kehormatan IAI dan Pengurus Pusat IAI pada tiap laporan pertanggungjawaban pengurus. Menelaah pengembangan riset mengenai perilaku etis akuntan dan menyelidiki area potensial riset di masa mendatang. 1.2 Rumusan Masalah 1) Apa yang dimaksud dilema etika? 2) Apa saja etika dan kode etik akuntan? 3) Bagaimana peran penalaran moral? 4) Bagaimana model pengambilan keputusan etis? 1



5) Apa saja riset perilaku etis akuntan dan implikasi bagi riset mendatang? 1.3 Tujuan Penulisan 1) Untuk mengetahui dilema etika. 2) Untuk mengetahui etika dan kode etik akuntan. 3) Untuk mengetahui peran penalaran moral. 4) Untuk mengetahui model pengambilan keputusan etis. 5) Untuk mengetahui riset perilaku etis akuntan dan implikasi bagi riset mendatang.



2



BAB II PEMBAHASAN 2.1. Dilema Etika Akuntan merupakan profesi yang keberadaanya sangat tergantung pada kepercayaan masyarakat. Sebagai profesi, seorang akuntan dalam menjalankan tugasnya harus menjunjung tinggi etikanya. Dalam hal etika, profesi harus memiliki komitmen moral yang tinggi yang dituangkan dalam bentuk aturan khusus. Aturan ini merupakan aturan main dalam menjalankan atau mengemban profesi tersebut, yang biasa disebut sebagai kode etik. Kode etik harus dipenuhi dan ditaati oleh setiap profesi yang memberikan jasa pelayanan kepada masyarakat dan merupakan alat kepercayaan bagi masyarakat luas. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa setiap profesional wajib menaati etika profesinya terkait dengan pelayanan yang diberikan apabila menyangkut kepentingan masyarakat luas. Akuntan di dalam aktivitas auditnya memiliki banyak hal yang harus dipertimbangkan, karena auditor mewakili banyak konflik kepentingan yang melekat dalam proses audit (built-in conflict of interest). Sering kali dalam pelaksanaan aktivitas auditing, seorang auditor berada dalam konflik audit. Konflik dalam audit akan berkembang pada saat auditor mengungkapkan informasi yang oleh klien tidak ingin dipublikasikan kepada umum. Konflik ini akan menjadi dilema etika ketika auditor diharuskan membuat keputusan yang menyangkut independensi dan integritasnya dengan imbalan ekonomis yang mungkin dijanjikan di sisi lainnya. Oleh karena auditor harus bertanggung jawab secara sosial kepada masyarakat dan profesinya daripada mengutamakan kepentingan dan pertimbangan pragmatis pribadi atau kepentingan ekonomis semata, sering kali auditor dihadapkan pada dilema etika dalam pengambilan keputusannya. Dilema etika muncul sebagai konsekuensi konflik audit karena auditor berada dalam situasi pengambilan keputusan antara yang etis dan tidak etis. Situasi tersebut terbentuk karena dalam konflik terdapat pihak3



pihak yang berkepentingan terhadap keputusan auditor sehingga auditor dihadapkan kepada pilihan keputusan antara yang etis dan tidak etis. 2.2. Etika Akuntan Akuntan sebagai profesi untuk memenuhi fungsi auditing harus tunduk pada kode etik profesi dan melaksanakan audit terhadap laporan keuangan dengan cara tertentu. Selain itu, akuntan wajib mendasarkan diri pada norma atau standar auditing dan mempertahankan terlaksananya kode etik yang telah ditetapkan. Etik sebagai prinsip moral dan perbuatan yang menjadi landasan bertindaknya seseorang apa yang dilakukannya dipandang oleh masyarakat sebagai perbuatan yang terpuji dan meningkatkan martabat dan kehormatan seseorang. Etik yang telah disepakati bersama oleh anggota suatu profesi disebut dengan Kode Etik Profesi. Akuntan sebagai suatu profesi mempunyai kode etik profesi yang dinamakan Kode Etik Akuntan Indonesia. Khusus untuk akuntan publik terdapat Kode Etik Profesi Akuntan Publik yang sebelumnya disebut Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik. Kode Etik Profesi Akuntan Publik adalah aturan etika yang harus diterapkan oleh anggota Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) yang sebelumnya dinamakan Ikatan Akuntan Indonesia-Kompartemen Akuntan Publik (IAI- KAP) dan staf profesional (anggota IAPI maupun yang bukan anggota IAPI) yang bekerja pada satu/Kantor Akuntan Publik (KAP). Kode etik akuntan Indonesia memuat delapan prinsip etika sebagai berikut. 1. Tanggung Jawab Profesi Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. Anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pengguna jasa profesional mereka. Anggota juga harus selalu bertanggung jawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi,



4



memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. 2. Kepentingan Publik Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota harus secara terus-menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi. Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin. 3. Integritas Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji keputusan yang diambilnya. Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip. 4. Objektivitas Setiap anggota harus menjaga objektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Objektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip objektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau 5



bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain. Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan objektivitas mereka dalam berbagai situasi. 5. Kompentensi dan Kehati-hatian Profesional Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesional dengan berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional dan teknik yang paling mutakhir. Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkat pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal penugasan profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih kompeten. 6. Kerahasiaan Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada



hak



atau



kewajiban



profesional



atau



hukum



untuk



mengungkapkannya. Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan bahwa terdapat panduan mengenai sifat-sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di mana informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu diungkapkan.



6



7. Perilaku Profesional Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.



Kewajiban



mendiskreditkan



untuk



profesi



menjauhi



harus



tingkah



dipenuhi



oleh



laku



yang



anggota



dapat sebagai



perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja, dan masyarakat umum. 8. Standar Teknis Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesional sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan objektivitas. Standar teknis dan standar profesional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation of Accountants, badan pengatur, dan pengaturan perundangundangan yang relevan. 2.3. Kode Etik Akuntan Pembahasan kode etik akuntan ini disarikan dari exposure draft kode etik akuntan profesional yang dikeluarkan oleh komite etika Ikatan Akuntan Indonesia tahun 2016. Kode Etik ini terdiri atas tiga bagian. Bagian A menetapkan prinsip dasar etika profesional bagi Akuntan Profesional dan memberikan kerangka konseptual yang akan diterapkan Akuntan Profesional dalam: 1. Mengidentifikasi ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip dasar etika; 2. Mengevaluasi signifikansi ancaman tersebut; dan 3. Menerapkan perlindungan yang tepat untuk menghilangkan atau mengurangi ancaman tersebut sampai ke tingkat yang dapat diterima.



7



2.3.1. Prinsip Dasar Akuntan profesional mematuhi prinsip dasar etika yaitu integritas, objektivitas, kompetensi dan kehati-hatian profesional, kerahasiaan, dan perilaku profesional. 2.3.2. Pendekatan Kerangka Konseptual Kode



Etik



mewajibkan



menetapkan



Akuntan



kerangka



Profesional



untuk



konseptual



yang



mengidentifikasi,



mengevaluasi, dan mengatasi ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip dasar etika. Pendekatan kerangka konseptual membantu Akuntan Profesional mematuhi ketentuan etika dalam Kode Etik ini dan memenuhi tanggung jawabnya untuk bertindak bagi kepentingan publik. Pendekatan ini mengakomodasi beragam situasi dan keadaan yang dapat menimbulkan ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip dasar etika, dan mencegah Akuntan Profesional untuk berkesimpulan bahwa situasi tersebut diperbolehkan ketika tidak ada larangan secara spesifik. Ketika



Akuntan



Profesional



mengidentifikasi



adanya



ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip dasar etika dan mengevaluasi bahwa ancaman tersebut tidak berada dalam tingkat yang dapat diterima, maka Akuntan Profesional menentukan tersedia tidaknya perlindungan yang tepat dan dapat diterapkan untuk menghilangkan atau mengurangi ancaman tersebut sampai ke tingkat yang dapat diterima. Dalam menentukan hal tersebut, Akuntan Profesional



menggunakan



pertimbangan



profesionalnya



serta



mempertimbangkan kesimpulan yang akan diambil oleh pihak ketiga yang bersifat rasional dan memiliki informasi yang cukup mengenai dapat tidaknya ancaman tersebut dihilangkan atau dikurangi sampai ke tingkat yang dapat diterima dengan menerapkan perlindungan, berdasarkan semua fakta dan keadaan tertentu yang tersedia bagi



8



Akuntan Profesional pada saat itu, sehingga kepatuhan pada prinsip dasar etika tidak berkurang. Ketika



menerapkan



kerangka



konseptual,



Akuntan



Profesional mungkin menemui situasi ketika ancaman tidak dapat dihilangkan atau dikurangi sampai ke tingkat yang dapat diterima, baik karena ancaman itu terlalu signifikan atau karena perlindungan yang tepat tidak tersedia atau tidak dapat diterapkan. Dalam situasi tersebut,



Akuntan



Profesional



menolak



atau



menghentikan



keterlibatannya pada kegiatan atau jasa profesional terkait atau, ketika diperlukan, mundur dari perikatan (bagi Akuntan Profesional dalam Praktik Publik) atau dari organisasi tempatnya bekerja (bagi Akuntan Profesional dalam Bisnis). Ketika Akuntan Profesional mengidentifikasi adanya pelanggaran terhadap setiap ketentuan Kode Etik ini, maka Akuntan Profesional mengevaluasi signifikansi pelanggaran tersebut dan dampaknya terhadap kemampuan Akuntan Profesional untuk mematuhi prinsip dasar etika. Akuntan Profesional sesegera mungkin mengambil tindakan apa pun yang dimungkinkan untuk



mengatasi



dampak



pelanggaran.



Akuntan



Profesional



menentukan perlu tidaknya melaporkan pelanggaran tersebut, misalnya kepada pihak yang terkena dampak pelanggaran, Ikatan Akuntan Indonesia, regulator atau otoritas pengawasan yang terkait. 2.3.3. Ancaman dan Perlindungan Ketika hubungan atau keadaan menimbulkan suatu ancaman, maka ancaman tersebut dapat mengurangi, atau dianggap dapat mengurangi, kepatuhan Akuntan Profesional terhadap prinsip dasar etika. Hubungan atau keadaan dapat menimbulkan lebih dari satu ancaman dan suatu ancaman dapat memengaruhi kepatuhan pada lebih dari satu prinsip dasar etika. Ancaman dapat dikategorikan menjadi:



9



(a) Ancaman kepentingan pribadi (self-interest threat), yaitu ancaman yang terkait dengan kepentingan keuangan atau kepentingan lain yang akan memengaruhi pertimbangan atau perilaku Akuntan Profesional secara tidak layak; (b) Ancaman telaah pribadi (self-review threat), yaitu ancaman yang terjadi akibat dari Akuntan Profesional tidak dapat sepenuhnya melakukan evaluasi atas pertimbangan yang dilakukan atau jasa yang diberikan oleh Akuntan Profesional lain pada Kantor Akuntan atau organisasi tempatnya bekerja yang akan digunakan oleh Akuntan Profesional untuk melakukan pertimbangan sebagai bagian dari jasa yang sedang diberikan; (c) Ancaman advokasi (advocacy threat), yaitu ancaman yang terjadi ketika Akuntan Profesional akan mempromosikan posisi klien atau organisasi tempatnya bekerja sampai pada titik yang dapat mengurangi objektivitasnya; (d) Ancaman kedekatan (familiarity threat), yaitu ancaman yang terjadi ketika Akuntan Profesional terlalu bersimpati pada kepentingan klien atau organisasi tempatnya bekerja, atau terlalu mudah menerima hasil pekerjaan mereka, karena hubungan yang dekat dan telah berlangsung lama dengan klien atau organisasi tempatnya bekerja; dan (e) Ancaman intimidasi (intimidation threat), yaitu ancaman yang terjadi ketika Akuntan Profesional dihalangi untuk bertindak secara objektif karena tekanan yang nyata atau dirasakan, termasuk upaya memengaruhi Akuntan Profesional secara tidak sepantasnya. Perlindungan adalah tindakan atau upaya lain yang dapat menghilangkan atau mengurangi ancaman sampai ke tingkat yang dapat diterima. Perlindungan dibagi dalam dua kategori berikut:



10



(a) Perlindungan yang diciptakan oleh profesi, perundangundangan, atau peraturan; 



Persyaratan pendidikan, pelatihan, dan pengalaman untuk memasuki profesi.







Persyaratan pengembangan profesional berkelanjutan.







Peraturan tata kelola perusahaan.







Standar profesi.







Prosedur pemantauan dan pendisiplinan oleh Ikatan Akuntan Indonesia atau regulator.







Telaahan eksternal oleh pihak ketiga yang diberi kewenangan yang sah atas laporan, hasil, komunikasi, atau informasi yang dihasilkan oleh Akuntan Profesional.



(b) Perlindungan dalam lingkungan kerja. 



Sistem pengaduan yang efektif dan terpublikasi dengan baik, yang diterapkan oleh pemberi kerja, organisasi profesi atau regulator, yang memungkinkan rekan sejawat, pemberi kerja, dan anggota masyarakat untuk melaporkan perilaku tidak profesional atau tidak etis.







Kewajiban



yang



dinyatakan



secara



eksplisit



untuk



melaporkan pelanggaran etika. 2.3.4. Benturan Kepentingan Benturan



kepentingan



menciptakan



ancaman



terhadap



objektivitas dan mungkin menciptakan ancaman terhadap prinsip dasar etika lainnya. Ancaman ini dapat timbul ketika: (a) Akuntan Profesional melakukan kegiatan profesional yang terkait dengan permasalahan tertentu untuk dua pihak atau lebih yang memiliki kepentingan yang saling berbenturan terkait dengan permasalahan tersebut; atau



11



(b) Kepentingan Akuntan Profesional terkait dengan permasalahan tertentu berbenturan dengan kepentingan pihak lain yang menggunakan jasa Akuntan Profesional. 100.18 Bagian B dan C menjelaskan benturan kepentingan bagi Akuntan Profesional dalam Praktik Publik dan Akuntan Profesional dalam Bisnis. 2.3.5. Penyelesaian Konflik Etika Ketika Akuntan Profesional memulai proses penyelesaian benturan terkait kepatuhan pada prinsip dasar etika, secara formal maupun informal, maka faktor berikut ini mungkin relevan, sebagai satu faktor yang berdiri sendiri maupun bersama dengan faktor lain, untuk digunakan dalam proses penyelesaian benturan: (a) Fakta yang relevan; (b) Isu etika yang terkait; (c) Prinsip



dasar



etika



yang



terkait



dengan



hal



yang



dipermasalahkan; (d) Prosedur internal yang berlaku; dan (e) Alternatif tindakan. Jika permasalahan tetap tidak dapat diselesaikan, Akuntan Profesional dapat berkonsultasi dengan orang yang tepat di Kantor Akuntan atau organisasi tempatnya bekerja, untuk membantu menyelesaikan masalah tersebut. Ketika suatu permasalahan melibatkan benturan dengan, atau di dalam, organisasi, maka Akuntan Profesional menentukan perlunya berkonsultasi dengan pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola organisasi, seperti direktur, komisaris, atau komite audit. 2.3.6. Komunikasi dengan Penganggung Jawab Tata Kelola Ketika berkomunikasi dengan penanggung jawab tata kelola sesuai dengan ketentuan dalam Kode Etik ini, maka Akuntan Profesional atau Kantor Akuntan menentukan orang yang tepat untuk 12



berkomunikasi di dalam struktur tata kelola organisasi, setelah mempertimbangkan sifat dan pentingnya keadaan dan permasalahan tertentu yang akan dikomunikasikan. Jika Akuntan Profesional atau Kantor Akuntan berkomunikasi dengan bagian tertentu dari penanggung jawab tata kelola, misalnya komite audit atau lain yang perseorangan, maka Akuntan Profesional atau Kantor Akuntan menentukan



perlu



tidaknya



berkomunikasi



dengan



seluruh



penanggung jawab tata kelola agar mereka mendapatkan informasi yang cukup. 2.4. Peran Penalaran Moral Penalaran moral (moral reasoning) dan pengembangan memainkan peran kunci dalam seluruh area profesi akuntansi. Akuntan yang secara kontinu dihadapkan pada dilema berada pada konflik nilai. Ketika keputusan profesional didasarkan pada keyakinan dan nilai individual, maka moral reasoning memainkan peranan penting dalam keputusan akhir seseorang. Arnold dan Ponemon menekankan pentingnya paradigma riset ini karena alasan-alasan berikut: (a) Riset tingkat moral reasoning akuntan dapat memberikan pemahaman tambahan mengenai resolusi konflik etika yang dihadapi oleh akuntan. (b) Riset dalam area ini memfasilitasi pengakuan masalah yang ditimbulkan oleh perbedaan keputusan etika akuntan. Hasil dari studi ini dapat memberikan pedoman yang memengaruhi sifat etis dalam profesi akuntansi. 2.5. Model Pengambilan Keputusan Etis 2.5.1. Teori Penalaran Moral dar Kohlberg Kohlberg (1981) mendefinisikan penalaran moral sebagai penilaian terhadap nilai, penilaian sosial, dan juga penilaian terhadap kewajiban yang mengikat individu dalam melakukan suatu tindakan.



13



Penalaran moral dapat dijadikan prediktor terhadap dilakukannya tindakan tertentu pada situasi yang melibatkan moral. Pengembangan psikologi moral dimulai dari karya psikolog Piaget.



Berdasarkan



mengembangkan



teori



pada



karya



keputusan



Piaget, moral



Klien yang



kemudian



memasukkan



serangkaian pengembangan keseimbangan (equilibrium) yang ada dalam diri seorang individu. Menurut teori ini, individu secara berurutan mengalami kemajuan ke tingkat atau tahap moral reasoning yang lebih tinggi sebagai bagian dari proses pertambahan usia. Kolhberg menyamakan tiga tingkatan ini dengan tiga jenis hubungan yang berbeda antara diri, aturan, dan harapan masyarakat. Pada



tingkat



prakonvensional,



seorang



individu



terutama



memperhatikan efek aksi yang dipilih terhadap dirinya. Pada tingkat ini, karena aturan dan harapan sosial bersifat eksternal terhadap dirinya, maka keduanya tidak dipertimbangkan dalam proses pengambilan keputusan. Seorang individu pada tingkat ini umumnya mengikuti hukum masyarakat dan memenuhi harapan masyarakat karena hal tersebut menguntungkan. Seorang individu pada tingkat pascakonvensional mendefinisikan nilai pribadi dalam pengertian individual yang dipilih dari prinsipprinsip dan membedakan dirinya dari aturan dan harapan orang lain. Individu tidak harus berada di atas hukum, melainkan sebaliknya bertindak dengan cara yang pada umumnya konsisten dengan hukum masyarakat dan sesuai dengan perhatian masyarakat. Pada masing-masing tingkatan terdapat dua tahap perkembangan, sehingga secara total terdapat enam jenis keseimbangan yang terpisah. Rest mengakui bahwa model rangkaian tahap dari Kolhberg adalah bagian yang integral dari model kognitif komprehensif pengambilan keputusan etis. Misalnya, Rest menyatakan bahwa penalaran etis (ethical reasoning) hanya merupakan bagian dari 14



kapasitas individu secara keseluruhan untuk membangun kerangka dan



memecahkan



masalah



etis.



Rest



(1979)



selanjutnya



mengidentifikasi empat komponen dalam menentukan perilaku moral, yaitu: 1) Sensitivitas moral (pengenalan implikasi moral dari sebuah situasi). 2) Keputusan moral (keputusan mengenai apakah sebuah aksi benar secara moral). 3) Motivasi moral (menempatkan nilai moral di atas nilai lainnya) 4) Karakter



moral



(mempunyai



keyakinan



untuk



mengimplementasikan aksi moral). Model rangkaian tahap dari Kolhberg tentang tingkat perkembangan moral individual berhubungan dengan komponen kedua dari model pengambilan keputusan etis. Kolhberg menyatakan bahwa individu pada tingkat moral reasoning yang lebih tinggi bisa melakukan tindakan moral yang benar. Hasil empiris dalam konteks akuntansi juga menghubungkan tingkat moral reasoning yang lebih rendah dengan pertanyaan mengenai independensi dari penilaian, kegagalan untuk mendeteksi penipuan laporan keuangan, dan tidak terdapatnya pengungkapan atas temuan audit sensitif melalui pengaduan (whistle-blowing). 2.5.2. Ukuran Moral Reasoning Wawancara penilaian moral (moral judgment interview-MJI), yang dikembangkan oleh Kolhberg dan koleganya, melibatkan serangkaian paradigma terstandardisasi yang membutuhkan individu untuk memecahkan dilema moral. Metode penilaian elaboratif digunakan untuk menganalisis masing-masing protokol verbal individual terhadap resolusi dari berbagai dilema, sehingga menghasilkan sebuah skor tunggal. 15



Sebagai alternatif dari MJI, Rest mengembangkan pengujian definisi masalah (definition of issue test—DIT), yang berupa kuesioner pilihan ganda yang dikerjakan sendiri guna memberikan ukuran objektif Eropa dalam memahami distribusi kemampuan etis (bukan berupa skor tunggal). Dalam konteks domain spesifik (misalnya, akuntansi), pengendalian DIT sebagai ukuran kapasitas etis menjadi semakin diperdebatkan. Sementara perilaku etis ditemukan berhubungan dengan tingkat moral reasoning yang lebih tinggi (seperti diukur oleh DIT), studi perbandingan telah menunjukkan bahwa tingkat moral reasoning akuntansi profesional secara konsisten berada jauh di bawah temuan



untuk nonakuntan. Dengan demikian,



tidak



mengherankan jika DIT dikritik sebagai ukuran tingkat moral reasoning akuntan yang buruk. Fogarty, misalnya, menyerang penggunaan DIT berdasarkan beberapa alasan, menyatakan bahwa sebagai



ukuran



kognitif,



DIT



mengabaikan



motivasi



dan



karakteristik berbasis emosi lainnya. Ia juga mempertahankan bahwa akuntan seharusnya dianalisis pada tingkat kelompok dan bukan tingkat individual. Asumsi implisit dalam seluruh studi yang menggunakan DIT adalah bahwa semakin tinggi skor DIT semakin baik. Misalnya, Kolhberg menyatakan bahwa ketika seorang individu mengalami kemajuan melalui tahapan tersebut, mereka mengatasi gaya pemikiran lama dan memandang dirinya sebagai individu tidak memadai dan sederhana. Sementara, Kolhberg menyatakan bahwa individu bergerak di sepanjang tahap naik seperti anak tangga. Hal yang menjadi pertanyaan adalah apakah yang menjadi preferensi dari akuntan adalah tahap yang lebih tinggi dibandingkan dengan tahap yang lebih rendah? Misalnya, akun dapat memilih profesi berbasis aturan di mana penyimpangan dari aturan tersebut tidak dibolehkan. 16



Dengan demikian, pembenaran etis akuntan mungkin didasarkan pada ekspektasi mengenai posisi mereka (misalnya, masyarakat menjadi pengawas bisnis). 2.5.3. Pendekatan



Kognitif



Lingkungan



Terhadap



Pengambilan



keputusan Etis Ketika banyak riset yang berhubungan dengan perilaku etis individual menggunakan DIT untuk mengukur tingkat moral reasoning individual (misalnya, urutan peringkat dari alternatif moral), telah berkembang pendekatan tambahan yang membahas komponen lain dari model Rest. Misalnya, mereka menyebutkan Skala Etis Multidimensional (SEM) sebagai ukuran kesadaran moral, yang merupakan komponen pertama dari model Rest dan menghubungkan teori perencanaan perilaku dengan komponen tiga dan empat. Reidenach mengembangkan SEM untuk fokus pada dinamika pengambilan keputusan yang melibatkan perilaku etis yang belum diselidiki. Delapan Skala Likert yang bipolar dibagi ke dalam tiga dimensi, yaitu keadilan moral, relativisme, dan kontraktualisme, yang dimasukkan dalam ukuran. Skenario etis digunakan dengan memasukkan deskripsi atas situasi tunggal sepanjang 100 kata. Flory dkk. menggunakan SEM untuk mengkaji respons etis terhadap 300 akuntan manajemen yang bersertifikat (certified management accountant - CMA) terhadap empat skenario manajemen laba. Tujuan utama studi tersebut adalah memvalidasi penggunaan SEM dalam konteks akuntansi. Ketika tujuan ini dicapai, gambaran yang ditampilkan tidak mendukung variabilitas antarsubjek, sehingga menghasilkan perhatian pada validitas eksternal. Cohen kemudian memperluas



riset



Reidebach



dan



Robin



terhadap



situasi



multinasional. Hasil untuk sampel subjek di negara-negara Amerika Serikat dan lainnya menunjukkan munculnya konflik tambahan, 17



yaitu utilitarianisme, yang penting dalam pengambilan keputusan etis. Sementara SEM dikritik gagal untuk memasukkan kerangka kerja psikolog dalam proses ethical reasoning, Flory merespons dengan menunjukkan bagaimana ukuran ini secara teoretis berbeda dari karya pengembangan moral Kolhberg dan Rest, serta bahwa ukuran ini mungkin menjadi alat yang lebih baik untuk memahami proses moral reasoning akuntan. Cohen selanjutnya menunjukkan bahwa SEM adalah ukuran sensitivitas moral, yang merupakan komponen pertama model Rest. Dengan cara yang sama, Shaub membuat model dari kemampuan auditor untuk mengenali konflik etika



sebagai



fungsi



(idealisme/relativisme),



dari serta



orientasi komitmen



etika profesional



lainnya dan



organisatoris. 2.5.4. Model Alternatif Pengambilan Keputusan Etis Terdapat model pengambilan keputusan etis lain yang dikembangkan secara spesifik untuk profesi akuntansi. Misalnya, untuk lebih memahami situasi di mana auditor dianggap melanggar Kode Etik dan Perilaku Profesional AICPA, Lampe dan Finn membuat model dari proses keputusan etis auditor sebagai proses dengan lima elemen (pemahaman keuntungan, pengendalian dampak, keputusan lain, penilaian lain, dan pengambilan keputusan final) untuk dibandingkan dengan model yang berbasis Kode Etik dan Perilaku Profesional AICPA. Dengan cara yang sama, Finn dan Lampe



membuat



model



dari



keputusan



berkaitan



dengan



penyampaian pengaduan auditor. Dalam mengomentari keadaan riset saat ini dalam paradigma etika akuntansi, Machintosh yang mengadopsi perspektif filosofi sosial, menyatakan bahwa riset saat ini menekankan suatu perspektif yang hanya mengukur penerimaan sosial, dan bukan perspektif etis 18



yang sesungguhnya. Ia menyatakan bahwa sementara riset sekarang menggunakan ukuran etis alternatif (misalnya, tahapan Kolhberg), orang berperilaku agak etis atau kurang etis, ini adalah masalah ini atau itu. Terakhir, ia mempertanyakan penggunaan metodologi positivistik saat ini, dengan mencatat bahwa etika adalah masalah nilai (apa yang seharusnya) dan bukan fakta (apa ini). Lebih lanjut, masalah ini semakin rumit dengan adanya fakta bahwa individu yang berbeda mungkin menyampaikan sasaran normatif yang berbeda, yang didasarkan pada konteks dan individu masing-masing. Sementara kerangka kerja teoretis yang dibahas dalam bagian ini sering kali bertentangan, konflik tersebut seharusnya tidak dilepaskan dari pentingnya riset yang dilakukan. Sebaliknya, perbedaan tersebut merendahkan kekayaan dari masalah subjek dan menyoroti area penyelidikan teoretis selanjutnya. Bagian selanjutnya menyainpaikan contoh bagaimana model pengambilan keputusan etis yang berbeda digunakan untuk membahas pertanyaan-pertanyaan yang memengaruhi profesi akuntansi. 2.6. Riset Perilaku Etis Akuntan Empat area riset akuntansi utama yang menyelidiki tingkat moral reasoning akuntan dan perilaku yang berhubungan, yaitu: studi pendidikan etika, studi pengembangan etika, studi penilaian etika, dan studi etika lintas budaya. Studi pendidikan etika menyelidiki apakah pendidikan memengaruhi keahlian moral reasoning siswa dalam program akuntansi. Studi pengembangan etika berusaha meningkatkan poin karier mereka. Studi penilaian etika mengkaji hubungan antara ukuran moral reasoning dengan perilaku spesifik dalam akuntansi, auditing, atau perpajakan. Studi etika lintas budaya menyelidiki perbedaan dalam keahlian moral reasoning dan/atau keputusan etika akuntan dari belahan dunia yang berbeda.



19



2.7. Implikasi bagi Riset Mendatang Berdasarkan fakta bahwa mayoritas riset perilaku etis akuntan didasarkan pada teori moral reasoning dari Kohlberg (dan DIT yang berhubungan), maka logis untuk memulai diskusi mengenai pertanyaan etis tidak terpecahkan yang memengaruhi profesi akuntan dari titik ini. Misalnya, pernyataan Kolhberg bahwa tingkat moral reasoning yang lebih tinggi disukai daripada yang lebih rendah perlu dilihat relevansinya terhadap profesi akuntansi. Sementara Kolhberg menyatakan bahwa individu bergerak di sepanjang tahap seperti anak tangga, apakah hal ini mengimplikasikan bahwa bagi akuntan, tahap yang lebih tinggi merupakan tahap yang lebih disukai dibandingkan dengan tahap yang lebih rendah? Ketika masyarakat mengawasi bisnis, pembenaran etika akuntan mungkin didasarkan pada harapan masyarakat terhadap posisi mereka. Dengan kata lain, publik mungkin mengharapkan tingkat moral reasoning yang lebih rendah (secara khusus empat tahap) bagi akuntan sebagai anggota dari profesi yang berbasis aturan. Banyak riset telah diselesaikan guna menjawab pertanyaan etika yang dihadapi oleh akuntan. Meskipun demikian, masih lebih banyak lagi yang perlu diteliti. Peneliti akuntansi keperilakuan beruntung menjadi bagian dari profesi yang kaya dalam masalah subjek dan ragam subjek. Indentifikasi yang kontinu dan eksplorasi terhadap masalah etika yang unik dalam profesi akuntansi dapat memberikan pedoman bukan hanya untuk mengembangkan model bidang yang spesifik, melainkan juga pemahaman tentang pengambilan keputusan etis pada umumnya.



20



BAB III PENUTUP 3.1.



Kesimpulan Akuntan merupakan profesi yang keberadaanya sangat tergantung pada kepercayaan masyarakat. Sebagai profesi, seorang akuntan dalam menjalankan tugasnya harus menjunjung tinggi etikanya. bahwa setiap profesional wajib menaati etika profesinya terkait dengan pelayanan yang diberikan apabila menyangkut kepentingan masyarakat luas.Akuntan di dalam



aktivitas



auditnya



memiliki



banyak



hal



yang



harus



dipertimbangkan, karena auditor mewakili banyak konflik kepentingan yang melekat dalam proses audit (built-in conflict of interest). Sering kali dalam pelaksanaan aktivitas auditing, seorang auditor berada dalam konflik audit. Konflik ini akan menjadi dilema etika ketika auditor diharuskan membuat keputusan yang menyangkut independensi dan integritasnya dengan imbalan ekonomis yang mungkin dijanjikan di sisi lainnya. Akuntan sebagai profesi untuk memenuhi fungsi auditing harus tunduk pada kode etik profesi dan melaksanakan audit terhadap laporan keuangan dengan cara tertentu.



21



DAFTAR PUSTAKA



Lubis, A. I. (2017). Akuntansi Keperilakuan: Akuntansi Multiparadigma. Jakarta: Salemba Empat.



22