Kelompok 3 Isu Aktual Pendidikan (Pai 4, Sem Vii) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MADRASAH DAN PENDIDIKAN EKSLUSIVISME DISUSUN OLEH: KELOMPOK III / PAI-4 /SEMESTER VII



LAYLA APRINA HARAHAP



(0301171321)



M. ASSABLY DAMANIK



(0301171308)



SHYNTA SRI WAHYUNI G



(0301171319)



WINDA SAGALA



(0301171308)



DOSEN PENGAMPU: Dr. MOHAMMAD AL-FARABI, M.Ag.



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA T. A. 2020/2021



KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh Puji dan syukur atas kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang disusun untuk menambah wawasan bagi penyusun dan pembaca, serta untuk memenuhi tugas mata kuliah Isu-isu Aktual dalam Pendidikan ini dengan baik dan tepat waktu. Serta shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, yang diharapkan syafa’at dari beliau di yaumul hisab kelak. Tidak lupa pula ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada dosen pengampu, Bapak Dr. Mohammad Al-Farabi, M.Ag, yang telah memberikan tugas makalah kepada kelompok III sehingga dapat memperdalam pengetahuan dan wawasan penulis ataupun pembaca mengenai “Madrasah dan Pendidikan Ekslusivisme”. Makalah ini berisikan tentang berbagai problematika pendidikan Islam di Madrasah dalam konteks ekslusivisme dan solusi serta analisis terhadap tawaran solusi untuk problematika tersebut. Apabila terdapat kesalahan ataupun kekurangan dalam hal penulisan ataupun konten materi makalah ini, maka penulis memohon kritik dan saran kepada para pembaca yang bersifat membangun agar kami dapat memperbaiki dan menyempurkan makalah ini. Atas kritik dan saran serta perhatiannya penulis ucapkan terima kasih. Demikianlah makalah ini disusun, semoga bermanfaat dan dapat memberikan tambahan ilmu bagi yang membacanya. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh Medan, 14 November 2020



Kelompok III



i



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR.........................................................................................i DAFTAR ISI........................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1 A. Latar Belakang...........................................................................................1 B. Rumusan Masalah.....................................................................................2 C. Tujuan Penulisan.......................................................................................2 BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................3 A. Ragam Problematika Pendidikan Islam di Madrasah Dalam Konteks Ekslusivisme..............................................................................................4 B. Ragam Solusi Saat Ini Terhadap Problematika Tersebut .........................8 C. Analisis Terhadap Solusi Saat ini dan Tawaran Solusi Lain.....................10 BAB III PENUTUP.............................................................................................13 A. Simpulan....................................................................................................13 B. Saran ........................................................................................................13 DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................14



ii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat baik itu yang ditempuh dalam pendidikan umum maupun pendidikan islam. Pendidikan islam sendiri diketahui tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan Islam sebagai agama samawi terakhir yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. Pelaksanaan pendidikan islam dilembaga pendidikan dimulai dari mesjid, ada istilah mesjid jami’ (mesjid besar) yang memiliki lingkaran studi (halaqoh), seperti dar, bait dan khizanah lalu sampailah pelaksanaan pendidikan islam di Madrasah. Madrasah merupakan sebuah kata dalam bahasa arab yang artinya sekolah. Asal katanya yaitu darasa yang artinya belajar. Dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2003, madrasah termasuk kedalam jalur pendidikan formal yang memiliki jenjang pendidikan dasar, menengah dan atas. Pendidikan dasar pada madrasah disebut dengan Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang setara dengan Sekolah Dasar, pendidikan menengah disebut Madrasah Tsanawiyah (MTs) setara dengan SMP, pendidikan atas disebut Madrasah Aliyah (MA) setara dengan SMA. Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam, tentu akan memberlakukan kurikulum yang bermuatan agama Islam pada setiap jenjang pendidikan. Pendidikan agama Islam pada jenjang pendidikan dasar sangat penting dan mempengaruhi terhadap pengenalan dan pemahaman agama pada anak sejak dini. Adanya Madrasah turut membantu dalam program pendidikan sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yaitu untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Namun pada kenyataanya, saat ini seiring proses pelaksanaan pendidikan islam di madrasah,



1



pengajarannya dinilai terlalu monoton dan tak bersikap terbuka, hal ini tentunya mendapatkan respon yang pro dan kontra dimasyarakat. Sebagian masyarakat berpandangan



Isi pendidikan



di madrasah secara umum masih lebih



mengutamakan penguasaan materi-materi keagamaan yang bersifat tekstual dan kurang aplikatif ketimbang materi-materi keagamaan yang kontekstual. Struktur kurikulum yang dikembangkan di madrasah juga sangat padat, sehingga terkesan kurang spesifik. Akibatnya banyak lulusan madrasah yang kualitas keilmuannya diragukan. Sebagai lulusan institusi yang membidangi agama Islam, penguasaan ilmu keislaman belum dapat memenuhi kebutuhan minimal masyarakat. Sebagai lulusan lembaga pendidikan formal, penguasaan terhadap teknologi dan perkembangan ilmu pengetahuan juga dipertanyakan. Memang setiap pelaksaanan pendidikan Segala sesuatu pasti memiliki problematika yang menjadi permasalahan dan tantangan yang harus dihadapi dan dicari solusinya, terutama dalam dunia Pendidikan islam dimadrasah. Banyak sekali problematika dalam pendidikan islam dimadrasah yang masih harus diselesaikan. Oleh karena itu penulis ingin menyajikan secara khusus mengenai problematika pendidikan islam di madrasah dalam konteks ekslusivisme dan solusinya.



B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah: 1. Bagaimana Probematika Pendidikan Islam di Madrasah Dalam Konteks Ekslusivisme? 2. Bagaimana Solusi Saat Ini Terhadap Problematika Tersebut? 3. Bagaimana Analisis Terhadap Solusi Saat Ini dan Tawaran Solusi Lain? C. Tujuan Penulisan Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah: 2



1.



Untuk mengetahui problematika pendidikan Islam di Madrasah dalam konteks ekslusivisme



2.



Untuk mengetahui solusi saat ini terhadap problematika tersebut



3.



Untuk mengetahui analisis terhadap solusi saat ini dan tawaran saat ini



3



BAB II PEMBAHASAN A. Ragam Problematika Pendidikan Islam di Madrasah Dalam Konteks Ekslusivisme Madrasah berasal dari kata “darosa” yang menurut kaidah bahasa Arab, berarti “tempat duduk untuk belajar” atau populer disebutbdalam bahasa Indonesia dengan sekolah. Lahirnya lembaga ini adalah lanjutan dari sistem



di



dunia



pesantren,



yang



dimodifikasikan



menurut



model



penyelenggaraan sekolah–sekolah umum dengan sistem klasikal, di samping memberikan pengetahuan agama, diberikan juga pengetahuan umum sebagai pelengkap. Inilah ciri madrasah, sesuai dengan falsafah negara Indonesia, maka dasar pendidikan madrasah adalah ajaran agama Islam, falsafah negara Pancasila dan UUD 1945.1 Eksklusivisme pendidikan agama ini terjadi karena ada beberapa hal, dimana yang pertama, pendidikan agama yang dikembangkan telah terbakukan melalui penafsiran penafsiran tertentu yang diresmikan oleh lembaga-lembaga keagamaan tertentu pula, kemudian diajarkan kepada masyarakat. Sebagai dampak penafsiran ini agama yang semula memesankan pada pembebasan pada akhirnya kehilangan pesan kemanusiaan sebagai agama pembebas dan ideologisasi yang berakibat pada dehumanisasi. Pada saat agama mengalami proses pelembagaan yang berlebihan maka yang terjadi adalah pembungkaman kekayaan penafsiran, di luar tafsir resmi yang diakui oleh lembaga berwenang mustahil ada tafsir lain yang diakui kebenarannya. Kitab suci agama yang semula terbuka kepada tafsir dibungkam suaranya menjadi hanya berbunyi satu tafsir. Masyarakat agama yang di luar daerah tafsir resmi tersebut akan dicap murtad atau bid’ah. keadaan seperti ini dapat dicermati bahwa pada kasus lembaga pendidikan agama di Indonesia, umumnya juga terjadi di lembaga pendidikan 1



Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1999), hlm. 61.



4



agama seluruh dunia Islam. Untuk di Indonesia sendiri, lembaga-lembaga pendidikan agama banyak didirikan oleh lembaga-lembaga sosial keagamaan tertentu, misalkan Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Persis, Ahmadiyah dan lembaga sosial keagamaan lainnya, adalah merupakan contoh sebuah pengkaderan paham atas tafsir agama tertentu. Walaupun model seperti ini dibenarkan menurut ilmu sosiologi, namun pengkotakkotakkan atau pengelompokan ini pada akhirnya menimbulkan mazhab dari kelompok tertentu yang secara tidak sadar telah menimbulkan fanatisme mazhab dari kelompok tertentu pula, jika proses pembelajaran agama tidak dibarengi dengan



pemahaman



multitafsir.



Corak



seperti



ini



tentunya



tidak



menguntungkan bagi pengembangan nalar kritis pluralis di tengah masyarakat yang multi budaya.2 Prinsip eksklusivisme yang memisahkan Islam dari non-Islam dalam urusan teologis dan ritual l keagamaan. Sedangkan dalam aspek hablum minannas, perlu pula dicatat beberapa hal mengenai kebutuhan hidup manusia, terutama yang lebih sering tampak ke permukaan ketika umat Islam berinteraksi dengan umat agama lainnya.3 Seorang Marcel A. Boisard menyatakan dalam tulisannya bahwa: pada waktu eksklusivisme dan intoleransi menjadi sifat-sifat orang di negara-negara bagian Barat yang menganut agama Masehi selama berabad-abad, Islam telah bersikap menerima masyarakat yang bukan beragama Islam, melindungi orang yang bukan beragama Islam menggunakan perjanjian-perjanjian yang tidak bisa ditentang oleh siapapun. Hal ini dapat dilihat dari adanya kedekatan yang terjadi antara orang-orang Muslim dan orang-orang Masehi juga orang-orang Yahudi yang menimbulkan hadirnya suasana persahabatan yang belum pernah terjadi sebelumnya di sekitar Lautan Tengah. 4



Abdul Munir Mulkhan,



menyatakan penilaiannya bahwa eksklusivisme yang terdapat dalam sistem Ahmad Ali Riyadi, Studi Islam dan Radikalisme Pendidikan Dalam Konteks Masyarakat Majemuk, Vol. 3, No. 1, tahun 2015 3 Wawan Wahyuddin, Hanafi, Konsep Pendidikan Multikultural Dalam Perspektif Islam, Integration And Interconnection Of Sciences “The Reflection Of Islam Kaffah” Batusangkar International Conference Vol I, Tahun 2016, H. 728 4 Wiwin Luqna Hunaida, Potret Prospek Pendidikan Agama Islam Kekinian: Integrasi Inklusivitas Islam Dalam Pai, Didaktika Religia Volume 4, No. 2 Tahun 2016. h. 15 2



5



pendidikan Islam di Indonesia sekarang ini berhubungan dengan pemaknaan yang spesifik dan eksklusif dalam bidang ketauhidan atau akidah, hal itu terjadi dikarenakan selama ini tauhid atau akidah hanya dipahami secara spesifik dan eksklusif, padahal bagi masyarakat yang multikultural seperti di Indonesia, tauhid seharusnya bisa dimaknai secara substantif, universal, inklusif dan pluralistik.5 a. Problematika Madrasah Sebagai upaya dalam melakukan pembaharuan dalam sistem pendidikan Islam, tentunya madrasah tidak terlepas dari berbagai macam problema yang dihadapi, yaitu: 1. Saat ini mulai dilihat dan disayangkan bahwa Madrasah telah kehilangan akar sejarahnya, artinya keberadaan madrasah bukan lagi merupakan kelanjutan pesantren seperti dulu lagi, dapat dilihat bahwa lulusan madrasah sebagian masih memiliki pemahaman agama yang kurang dan ditambah lagi pemahaman ilmu pengetahuan umum yang tidak memadai. 2. Saat ini terjadi dualisme pemaknaan terhadap madrasah. Disisi pertama madrasah diidentikkan dengan sekolah karena memiliki muatan secara kurikulum yang relatif sama dengan sekolah umum. Disisi kedua, madrasah dianggap sebagai pesantren dengan sistem klasikal. Seiring perkembangan jaman dengan berbagai kebutuhan dibidang ilmu keagamaan. 3. Orientasi Pendidikan islamnya masih terlantar tak tahu arah pada tujuan yang mana mestinya sesuai dengan orientasi Islam. Pendidikan Islam masih menitik beratkan pada pembentukan abdi atau hamba Allah. Akhirat disini, tentu saja adalah segala-galanya, sementara urusan-urusan dunia belakangan. Disamping itu masih bersifat devenitive



artinya



menyelamatkan



kaum



muslim



dari



segala



pencemaran dan pengrusakan yang ditimbulkan oleh gagasan Barat Saihu, Pendidikan Islam Di Era Pluralitas Agama Dan Budaya: Sebuah Kajian Resolusi Konflik Melalui Model Pendidikan Plrualisme, Andragogi Vol 2, No. 2, Tahun 2020. H. 318 5



6



yang datang melalui berbagai disiplin ilmu yang dapat mengancam standar-standar moralitas tradisional Islam 4. Praktek pendidikan Islam masih memelihara warisan lama sehingga ilmu yang dipelajari adalah ilmu klasik dan ilmu modern tidak tersentuh. 5. Umat islam masih sibuk terbuai oleh romantisme masa lalu. Dan kebanyakan dari mereka malas melakukan upaya-upaya pembaharuan termasuk pembaharuan untuk pendidikan agama Islam. 6. Model pembelajaran pendidikan Islam masih menekankan pada pendekatan intelektual verbalistik dan menegasi interaksi edukatis dan komunkasi humanistic antara guru dengan murid. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sebagai sub sistem pendidikan nasional, madrasah belum memiliki jati diri yang dapat dibedakan dari lembaga pendidikan lainnya. Efek pensejajaran madrasah dengan sekolah umum yang berakibat berkurangnya proporsi pendidikan agama dari 60% agama dan 40% umum menjadi 30% agama dan 70% umum dirasa sebagai tantangan yang melemahkan eksistensi pendidikan Islam. Beberapa permasalahan yang muncul kemudian, antara lain: Berkurangnya muatan materi Pendidikan Agama. Hal ini dilihat sebagai upaya pendangkalan pemahaman agama, karena muatan kurikulum agama sebelum SKB dirasa belum mampu mencetak muslim sejati, apalagi kemudian dikurangi. Alumni madrasah serba tanggung. Pengetahuan agamanya tidak mendalam sedangkan pengetahuan umumnya juga rendah. Diakui bahwa model pendidikan madrasah di dalam perundang-undangan negara, memunculkan dualisme sistem pendidikan di Indonesia. Dualisme pendidikan di Indonesia telah menjadi dilema yang belum dapat diselesaikan hingga sekarang. Dualisme ini tidak hanya berkenaan dengan sistem pengajaran saja tetapi juga menjurus pada keilmuannya. Pola pikir yang sempit cenderung membuka anggapan antara ilmu-ilmu agama Islam dan ilmu-ilmu umum. Seakan-akan muncul ilmu Islam dan ilmu bukan Islam. Padahal dikhotomi keilmuan ini justru



7



menjadi garapan bagi para pakar pendidikan Islam untuk berusaha menyatukan keduanya. Dualisme pengelolaan pendidikan juga terjadi pada pembinaan yang dilakukan oleh kementerian lain yaitu Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) dan Kementerian Agama (Kemenag). Pembinaan madrasah di bawah naungan Kementerian Agama berhadapan dengan Sekolah umum di bawah pembinaan Sisdiknas sering menimbulkan kecemburuan sejak di tingkat (SD dan MI) hingga perguruan tinggi. Dari alokasi dana, perhatian, pembinaan gmanajerial, bantuan buku dan media pembelajaran, serta penempatan guru, hingga pemberian beasiswa pendidikan lanjut sering tidak sama antara yang diterima oleh sekolah umum (Sisdiknas) dengan madrasah (Kementerian Agama). Ditambah lagi terjadinya Kesenjangan antara madrasah swasta dan madrasah negeri yang sampai saat ini tampaknya juga menjadi masalah yang belum tuntas diselesaikan. Anggapan tersebut meliputi beberapa hal seperti pandangan guru, sarana dan prasarana, kualitas input siswa dan lain-lain yang kesemuaannya itu berpengaruh baik langsung maupun tidak langsung kepada mutu pendidikan. B. Ragam Solusi Saat Ini terhadap Problematika Tersebut Mengatasi berbagai masalah yang dihadapi prendidikan islam di madrasah dalam konteks ekslusivisme dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Menambah Jam Mata Pelajaran Tujuan dari penambahan jam pelajaran ini agar materi pembelajaran agama Islam yang disampaikan dapat terpenuhi seluruhnya, pendidik memiliki waktu yang cukup sehingga dapat menerangkan materi yang ada secara jelas sesuai yang direncanakan. Sehingga lulusan madrasah tidak serba tanggung 2. Menganjurkan belajar kelompok. Membentuk kelompok agama Islam yang berpengetahuan tinggi 8



dengan kelompok belajar agama Islam yang berpengetahuannya rendah tentang agama. Hal ini dilakukan untuk memberikan motivasi terhadap anak didik dengan cara belajar kelompok dan bisa lebih semangat dalam belajar pendidikan agama Islam. Selain itu juga untuk melatih anak didik menjalin rasa persahabatan dengan temannya yang lain sehingga mereka belajar bagaimana menjalin hubungan yang erat dalam persahabatan dan kekeluargaan. Secara tidak langsung pendidik telah menerapkan pendidikan yang sesuai dengan tuntutan Islam. 3. Memperhatikan sarana penunjang pendidikan yang dibutuhkan anak didik di madrasah Dimulai dari kebutuhan buku paket atau buku pegangan siswa, laboratorium dan sarana pendukung proses pembelajaran lainnya. Seperti perpustakaan yang sangat minim dibandingkan lembaga pendidikan umum.



Hal



itulah



yang



harusnya



dipikirkan



dengan



membuat



perpustakaan yang memiliki fasilitas yang memadai. 4. Merancang pola rekrutmen guru Hal ini dilakukan dalam rangka menyediakan tenaga guru yang memenuhi standardisasi, kualifikasi, dan kompetensi di bidang pendidikan, serta berdedikasi tinggi. 5. Guru harus kreatif Kreatif dalam mengaplikasikan materi pendidikan islam sesuai dengan situasi murid. Gaya bercerita, diskusi, problem solving (pemecahan masalah), dan simulasi adalah alternatif positif yang dapat dimasukkan dalam metode yang tepat untuk pembelajaran agama. 6. Melaksanakan subsidi silang. Swastanisasi terhadap sekolah-sekolah negeri (umum) yang sudah mapan dalam penyelenggaraan pendidikannya. Sehingga dalam berbagai bentuk subsidi dapat dialokasikan secara seimbang kepada sekolah sekolah yang masih terpinggirkan, khususnya kepada madrasah yang selama ini lebih banyak bergantung kepada swadaya masyarakat.



9



7. Tidak ada dikotomi antara pendidikan umum dengan madrasah. Sebab, itu akan menimbulkan kekeliruan pemahaman dikalangan masyarakat luas, yang pada akhirnya menghambat proses penyelenggaraan pendidikan nasional yang sama-sama mencerdaskan anak bangsa. 8. Memberi kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk memposisikan diri, Peran serta partisipasinya dalam penyelenggaraan pendidikan secara utuh, sebagaimana pada awal-awal keberadaan madrasah, apalagi bila mampu menyediakan orang tua asuh bagi siswa yang kurang mampu. Adapun kebijakan yang diambil dalam menentukan nasib madrasah, setidaknya tidak merugikan ciri khas Agama Islam baik jangka pendek maupun jangka panjang. Tidak ada lagi diskriminasi perlakuan antara madrasah dan sekolah umum, misalnya diskriminasi dalam hal anggaran. Pengaturan dana antara pendidikan di bawah Kemdiknas dan Kemenag hanya masalah teknis prosedural yang diharapkan bisa diatur. Perlunya perhatian pemerintah daerah yang cukup, meskipun selama ini madrasah berada langsung di bawah pusat. Sebab bagaimanapun, persoalan pendidikan adalah persoalan universal, dan merupakan investasi jangka panjang. C. Analisis terhadap Solusi Saat Ini dan Tawaran Solusi Lain Eksklusivisme adalah suatu paham yang mempunyai kecondongan atau keinginan untuk merangkak mengaleniasi diri dari masyarakat. Tanda-tanda yang kasat mata bisa dilihat secara langsung orang yang memiliki paham eksklusivisme, yaitu mendahulukan kepentingan pribadi dan mempunyai kecenderungan untuk menarik diri atau memisahkan diri dengan norma-norma khusus maupun umum yang disepakati dalam kelompok seperti karakteristik kebanyakan orang beragama yang memegang pandangan dan mengatakan bahwa kebenaran dan keselamatan hanya ada dalam satu agama, tidak ada nama lain, sementara tradisi agama lainnya tidak membawa keselamatan. Agama-agama lain di luar agama mereka dianggap tidak dapat menyelamatkan, oleh karena itu orang-orang beragama lain harus bertobat. 10



Pendidikan sebagai proses pengembangan sumber daya manusia untuk mendapatkan kemampuan sosial yang optimal dan pengembangan individu memberikan hubungan yang kuat antara individu dan masyarakat dan lingkungan budaya sekitarnya.6 Lebih dari itu pendidikan adalah proses "memanusiakan manusia" di mana manusia diharapkan mampu memahami diri sendiri, orang lain, alam dan lingkungan budaya. Atas dasar ini, pendidikan tidak dapat dipisahkan dari budaya yang mengelilinginya sebagai konsekuensi dari tujuan pendidikan untuk mengasah rasa, niat, dan pekerjaan. Mencapai tujuan-tujuan pendidikan ini merupakan tantangan sepanjang waktu karena salah satunya adalah perbedaan budaya.7 Adapun Solusi yang bisa ditawarkan yang dapat dilakukan madrasah agar menjadi lembaga pendidikan Islam yang peka pada setiap zaman, yaitu: a. Reorientasi Madrasah Reorientasi pendidikan madrasah ke arah humanismtransendental membutuhkan keberanian untuk merubah kejumudan sistem feodalistik yang telah mengakar dalam madrasah. Ia harus digantikan dengan sistem yang humanis pula, di mana terdapat ruang yang luas bagi siswa untuk berpikir secara bebas dan kritis. Bagaimana mungkin madrasah mampu melahirkan sosok manusia yang humanis, sementara sistem pendidikannya sendiri masih jauh dari nilai-nilai humanis. Bila hal itu telah dilakukan dengan baik, kita dapat optimis bahwa madrasah akan menjadi ujung tombak humanisasi. b. Perkembangan kurikulum Madrasah Pendekatan pengembangan proses kognitif, yaitu pendekatan yang tidak hanya mengutamakan muatan pendidikan tetapi juga bagaimana mengolah muatan tersebut. Setiap aktivitas pembelajaran berpusat pada siswa dan proses yang terjadi di ruang kelas yang bersifat interaktif dan adaptif dalam sistem. Sehingga pola pikirnya akan berkembang akan berkelanjutan, kelak akan memampukannya untuk menafsirkan situasi yang dihadapi diluar konteks persekolahan. c. Perbaikan manajemen Madrasah 6 7



Zahara Idris, Fundamentals of Education (Padang: Angkasa Raya. 1987), hlm. 7. Driyarkara, About Education (Jakarta: Kanisius 1980), hlm. 8.



11



Mengelola suatu lembaga pendidikan, seperti madrasah, bukan pekerjaan mudah. Karena dihadapkan dengan berbagai persoalan internal dan eksternal, terlebih persoalan sosial. Untuk itulah perlu adanya perbaikan manajemen madrasah d. Meningkatkan parsipasi masyarakat Keterlibatan masyarakat bukan lagi terbatas seperti peranan orang tua siswa yang hanya melibatkan diri di tempat anaknya sekolah, melainkan keterlibatan yang didasarkan atas rasa kepemilikan terhadap madrasah. Sesuai dengan jiwa desentralisasi yang menyerap aspirasi dan partisipasi masyarakat dalam pengembangan dan peningkatan kualitas pendidikan, masyarakat dituntut untuk memiliki kepedulian tinggi terhadap madrasah madrasah yang ada di lingkungan setempat.



BAB III PENUTUP



12



A. Simpulan Adapun kesimpulan dari pembahasan makalah ini yaitu: 1. Eksklusivisme pendidikan islam ini terjadi karena beberapa hal, pertama, pendidikan agama yang dikembangkan telah terbakukan melalui penafsiran penafsiran tertentu yang diresmikan oleh lembagalembaga keagamaan tertentu, kemudian diajarkan kepada masyarakat. Sebagai dampak penafsiran ini agama yang semula memesankan pada pembebasan pada akhirnya kehilangan pesan kemanusiaan sebagai agama pembebas dan ideologisasi yang berakibat pada dehumanisasi. 2. Hendaknya semua pihak yang memang terlibat dengan proses penyelenggaraan Pendidikan islam ini memang secara serius memperhatikan sarana penunjang pendidikan yang dibutuhkan anak didik di madrasah. 3.



Reorientasi pendidikan madrasah ke arah humanismetransendental membutuhkan



keberanian



untuk



merubah



kejumudan



sistem



feodalistik yang telah mengakar dalam madrasah. Ia harus digantikan dengan sistem yang humanis pula, di mana terdapat ruang yang luas bagi siswa untuk berpikir secara bebas dan kritis, Adapun solusinya saat ini dan pada tawaran lain yaitu: Reorintasi madrasah, Perkembangan kurikulum madrasah, dan peningkatan partisipasi masyarakat. A. Saran Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidaklah sempurna, pasti ada kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itulah, penulis mengharapkan kritik dan saran agar memberikan kirtik dan saran yang membangun supaya dengan kritik tersebut dapat membuat penulis memperbaiki kesalahan dalam pembuatan makalah kedepannya. DAFTAR PUSTAKA



13



Hasbullah. 1999, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Hunaida Luqna Wiwin. 2016, Potret Prospek Pendidikan Agama Islam Kekinian: Integrasi Inklusivitas Islam Dalam Pai, Didaktika Religia Volume 4. Idris Zahra. 1987, Fundamentals Of Educatio, Padang: Angkasa Raya Driyarkara. 1980, About Education, Jakarta: Krisius Irwandi, Madrasah Diniyah Dalam Globalisasi Problematika dan Solusinya. Ismail SM dkk. 2002, Dinamika Pesantren dan Madrasah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset. Muhaimin. 2009, Rekontruksi Pendidikan Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada. Mulyadi. 2009, Classroom Management, Malang: Uin Malang Press. Nasir Ridlwan. 2010, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Riyadi Ali Ahmad. 2015, Studi Islam dan Radikalisme Pendidikan Dalam Konteks Masyarakat Majemuk, Vol. 3, No. 1 Saihu. 2020, Pendidikan Islam Di Era Pluralitas Agama Dan Budaya: Sebuah Kajian Resolusi Konflik Melalui Model Pendidikan Plrualisme, Andragogi Vol 2, No. 2 Syamsul Ma’arif. 2013, Revitalisasi Pendidikan Islam, Yogyakarta: Graha Ilmu . Wahyuddin Wawan, Hanafi. 2016, Konsep Pendidikan Multikultural Dalam Perspektif Islam, Integration And Interconnection Of Sciences “The Reflection Of Islam Kaffah” Batusangkar International Conference Vol I



14